Profil Protein Tanaman Kiambang (Salvinia molesta) Yang Dikulturkan Pada Media Modifikasi Air Lumpur Sidoarjo *
1
1
Nurma Juwita Sandy , Tutik Nurhidayati , Kristanti Indah Purwani Program Studi Biologi, Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya ABSTRAK
Air lumpur Sidoarjo yang mengandung logam berat Cd 5,06 ppm dan Cr 9,64 ppm dengan nilai salinitas 18 ‰. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil protein S. molesta yang dikulturkan pada media modifikasi air lumpur Sidoarjo. S. molesta dipaparkan selama 14 hari dalam media kontrol (6L akuades), media campuran(3L akuades + 3L air lumpur Sidoarjo), dan media lumpur (6L air lumpur Sidoarjo). Analisa profil protein S. molesta dengan metode elektroforesis SDS-PAGE. Media modifikasi air lumpur Sidoarjo berpengaruh terhadap profil protein daun dan akar Salvinia molesta. Pada tanaman kontrol muncul 6 pita protein di daun dan 4 pita protein di akar, dengan kisaran berat molekul (BM) 8-178 kDa. Pada media campuran, di daun dan akar muncul 4 protein baru dengan BM 38, 59, 81, dan 115 kDa, sedangkan pada kultur dengan media lumpur muncul 4 protein baru di daun dengan BM 38, 59, 81, dan 115 kDa dan di akar terbentuk 1 protein baru dengan BM 38 kDa. Dengan mengacu pada munculnya protein baru yang tidak terdapat pada kontrol maka diasumsikan S. molesta membentuk protein-protein spesifik sebagai respon terhadap media modifikasi air lumpur Sidoarjo. Daun S. molesta menunjukkan gejala klorosis pada perlakuan kultur dengan media campuran dan lumpur. Kata Kunci : Kiambang (Salvinia molesta), Profil Protein, Air Lumpur Sidoarjo, Logam Berat, Salinitas. ABSTRACT Sidoarjo-Mud-Water contained cadmium (Cd) 5.06 ppm and chromium (Cr) 9.64 ppm, with 18‰ water salinity. This project purpose to understand protein profile of S. molesta were cultured in Sidoarjo-mud-water modified medium. S. molesta have been exposed on control medium (6L of aquades), mixed medium (3L aquades + 3L of Sidoarjo mud water), and mud medium (6L of Sidoarjo-mud-water) during 14 days. S. molesta protein profiles analysed by SDS-PAGE gell electrophoresis. Sidoarjo-mud-water effected protein expression on the S. molesta leaves and roots. The leaves of control plants performed six protein bands and roots performed four protein bands, with molecular weight (MW) range 8-178 kDa. In mixed medium, four new proteins of 38, 59, 81,and 115 kDa appeared in both leaves and roots, whereas at mud medium appeared four new proteins of 38, 59, 81, and 115 kDa in leaves and roots performed a new proteins of 38 kDa. Based on the appearance of new proteins which didnt exist in the control, its assumed that S. molesta formed specific proteins as a response to the Sidoarjo-mud-water modified medium. It is also known significantly increasing chlorosyst on leaves of S. molesta. Keywords : Kiambang (Salvinia molesta), Protein Profile, Sidoarjo Mud Water, Heavy Metal, Salinity. *Corresponding author Phone : +6285648017189 e-mail :
[email protected] 1 Alamat sekarang : Prodi Biologi, Fak MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
I PENDAHULUAN Semburan lumpur panas di Sidoarjo muncul sejak tahun 2006, dengan volume semburan 5.000 m3 sampai 156.000 m3 per hari. Sampai saat ini semburan lumpur di Sidoarjo masih berlangsung dan dialirkan ke sungai Porong dan sungai Aloo. Padahal selama ini Sidoarjo merupakan kawasan yang memiliki potensi pertambakan dan pertanian. Berdasarkan laporan ‘Environmental Assessment Hot Mud Flow East Java, Indonesia’ oleh United Nations Disaster Assessment and Coordination (UNDAC) (2006), pelepasan lumpur ke
lingkungan perairan akan menyebabkan kematian ekosistem air dengan implikasi yang serius pada kegiatan agrikultur seperti tambak ikan, sehingga perlu dilakukan suatu strategi pengelolaan lumpur dengan melibatkan keahlian lokal serta memperhatikan dampak sosial dan kemanusiaan. Pengelolaan lumpur Sidoarjo yang mengandung bahan-bahan berbahaya bagi kehidupan organisme didasarkan pada beberapa penelitian antara lain: 1) Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB) melaporkan
kandungan logam berat berada di atas ambang batas yang ditentukan, yaitu untuk Cd sebesar 10,45 ppm, Cr sebesar 105,44 ppm, dan Hg sebesar 1,96 ppm yang diambil pada titik di sekitar 200 meter dari pusat semburan lumpur Sidoarjo (Gunradi dkk, 2007); 2) Penelitian dari Walhi melaporkan bahwa kandungan Cd pada lumpur Sidoarjo terdeteksi sebesar 0,3063 mg/l, pada air lumpur Sidoarjo sebesar 0,0314 mg/l, pada sedimen Sungai Porong sebesar 0,2571, dan pada air Sungai Porong sebesar 0,0271 mg/l (Subagyo, 2008); 3) Data yang diambil pada titik sekitar 800 meter dari pusat semburan lumpur menunjukkan bahwa kandungan logam berat pada air lumpur Sidoarjo sebesar Cd 0,05 mg/l dan Cr 0,65 mg/l (Hidayati dkk, 2009); 4) Lumpur Sidoarjo memiliki nilai salinitas 18 ‰ (Lubis, 2006). Menurut Kep. Menkes. No. 907/2002 mengenai kadar maksimal logam berat di air adalah Cd 0,003 ppm dan Cr 0,05 ppm. Logam berat yang terlarut dalam badan perairan pada konsentrasi tertentu dapat menjadi sumber racun bagi kehidupan perairan dan keadaan tersebut dapat menghancurkan ekosistem perairan (Palar, 2004). Salinitas mempengaruhi tingkat konsumsi, metabolisme, sintasan dan pertumbuhan organisme akuatik (Kumlu et. al., 2001; Karim, 2005; Karim, 2008). Untuk itu perlu dilakukan upaya rehabilitasi perairan. Salah satu teknik rehabilitasi kualitas air yang mudah diterapkan, tidak memerlukan biaya yang tinggi dan ramah lingkungan adalah teknik fitoremediasi (Dhir et. al., 2009 dan Rossiana, 2008). Salvinia molesta atau Kiambang merupakan salah satu tanaman fitoremediator logam berat Cd dan Cr yang terdapat pada limbah cair (Sudibyaningsih, 2004), serta mampu beradaptasi pada lingkungan dengan kondisi salinitas rendah (<10‰) (Biber, 2008). Pemilihan S. molesta sebagai tumbuhan fitoremediator pada penelitian ini didasarkan pertimbangan bahwa S. molesta mampu tumbuh pada nutrisi yang rendah (Room and Julien, 1995 dalam Dhir, 2009). Selain itu secara morfologi S. molesta memiliki diameter daun yang relatif kecil (rata-rata 2 - 4 cm) tetapi memiliki perakaran yang lebat dan panjang (Oliver, 1993). Berdasarkan hal tersebut diharapkan S. molesta dapat secara efektif
menyerap polutan, namun tidak menghalangi penetrasi cahaya ke dalam perairan. Salt et. al., (1998) dalam Cobbett (2000) menyatakan bahwa mekanisme molekuler proses detoksifikasi logam berat sangat penting untuk mengembangkan tanaman sebagai agen fitoremediasi pada daerah terkontaminasi. Protein merupakan ekspresi dari gen, karakter fenotip sebagai hasil interaksi antara faktor genotip dan lingkungan (Brock et. al., 1992). Beberapa penelitian melaporkan bahwa tanaman mengekspresikan protein spesifik sebagai respon terhadap akumulasi logam berat dan kadar garam di lingkungan, seperti senyawa osmolit dan fitokelatin (Hirata et. al., (2005); Inouhe, (2005); dan Nayer &Reza, 2007). Cekaman kadmium pada tanaman akan memicu terbentuknya kompleks PC-Cd (Cobbet, 2000). Fitokelatin disintesis oleh Zea mays dengan BM 80,9 kDa pada kondisi cekaman logam berat Cd (uniProtKB, 2010). Tanaman melakukan pengaturan status air dalam tubuh dan perubahan komponen seluler dengan biosintesis akumulasi senyawa osmolit ataupun dengan aktivasi enzim antioksidan (Toruan-Mathius, 2001). Zea mays mensintesis protein Dehydrin dengan BM 38 kDa akibat cekaman kekeringan di lingkungan dengan salinitas tinggi (Nayer &Reza, 2007). Dan enzim katalase disintesis tanaman Helianthus annus dengan berat molekul 59 kDa ketika mengalami cekaman oksidatif dengan produksi ROS (Bailly et.al., 2004). Rodriguez (1996) dan Jemal et. al., (1998) mengatakan bahwa salah satu cara untuk mengetahui keberadaan protein cekaman dapat dilakukan dengan analisa profil protein. Analisa profil protein dapat dilakukan dengan metode SDS-PAGE (Leammli,1970) yang merupakan metode pemisahan protein berdasarkan perbedaan berat molekulnya (Bollag et. al,, 1991). Analisa profil protein pada tanaman diharapkan dapat digunakan untuk menegaskan bahwa kiambang dapat digunakan sebagai fitoremediator air lumpur Sidoarjo. Permasalahan pada penelitian ini adalah bagaimana profil protein tanaman Kiambang (Salvinia molesta) yang dikulturkan pada media modifikasi air lumpur
Sidoarjo. Penelitian ini dibatasi pada hasil analisa analisa deskriptif pola profil protein yang terdiri dari berat molekul, kehadiran, tebal tipis serta jumlah band protein pada daun dan akar tanaman Kiambang (Salvinia molesta) yang dikulturkan selama 2 minggu pada media modifikasi air lumpur Sidoarjo. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui profil protein tanaman Kiambang (Salvinia molesta) yang dikulturkan pada media modifikasi air lumpur Sidoarjo. Tahap awal penelitian ini adalah memperoleh data ilmiah tentang profil protein tanaman Kiambang (Salvinia molesta) yang dikulturkan pada media modifikasi air lumpur Sidoarjo sehingga dapat digunakan sebagai data untuk menegaskan bahwa Kiambang (Salvinia molesta) mampu berfungsi sebagai fitoremediator air lumpur Sidoarjo. II METODOLOGI 1. Pengambilan Sampel Sampel Kiambang diperoleh di desa desa Karangrejo, Tulungagung. Jumlah sampel tanaman yang diambil sebanyak 2 kg dan dikemas dalam ice box. Air lumpur Sidoarjo yang digunakan adalah di Desa Porong Sidoarjo pada lokasi pengambilan 7° 31’ 33,29” S dan 112° 42’ 14,68” E (Lampiran 2). 2. Aklimatisasi Tanaman Kiambang (Salvinia molesta) Sampel Kiambang (Salvinia molesta) diaklimatisasi di kolam aklimatisasi selama 2 minggu sebelum digunakan dalam penelitian dengan menggunakan akuades. 3. Pembuatan Media Fitoremediasi Pembuatan media fitoremediasi dilakukan dengan menyiapkan sampel air lumpur Sidoarjo dan akuades. Media kultur yang digunakan merupakan campuran air lumpur Sidoarjo Akuades yang ditempatkan pada bak berukuran tinggi 16 cm dan diameter 28 cm dengan volume 6 liter dan diaerasi. Perlakuan pertama diisi media kultur dengan perbandingan air lumpur Sidoarjo : Akuades = 0:6, perlakuan kedua diisi media kultur dengan perbandingan air lumpur Sidoarjo : Akuades = 3:3 (Virgianti, 2008), dan perlakuan ketiga diisi media kultur dengan perbandingan air
lumpur Sidoarjo : Akuades = 6:0. Pada tiap perlakuan dilakukan 3 kali ulangan. 4. Perlakuan Fitoremediasi Dalam penelitian ini digunakan metode fitoremediasi statis (air yang di fitoremediasi dalam keadaan diam atau tidak mengalir). Perlakuan dilakukan di dalam Green House. Setelah media kultur siap, selanjutnya dilakukan pemilihan dan penimbangan tanaman kiambang yang telah diambil dari media aklimatisasi. Tanaman yang digunakan untuk perlakuan dipilih yang mempunyai ukuran yang relatif sama yaitu dengan panjang daun 1-2 cm dan panjang akar 3-6 cm. Kemudian tanaman ditimbang masing-masing sebanyak 5g/l atau 30 gram berat basah tiap 6 liter media kultur (Shiny, 2004). Masing-masing tanaman dimasukkan ke dalam bak-bak yang telah disiapkan. Tanggal dan waktu pemasukan tanaman ke dalam bak dicatat serta dilakukan pengamatan setiap hari. 5. Pemanenan Pemanenan tanaman Kiambang dilakukan setelah 2 minggu perlakuan (Hidayati, 2009). Masing-masing tanaman pada tiap-tiap perlakuan diambil kemudian ditiriskan untuk menghindari kebusukan. Tanaman dimasukkan ke dalam wadah plastik untuk selanjutnya disimpan dalam freezer dan diberi label. 6. Pengamatan Profil Protein Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik, yaitu suatu penelitian yang dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana profil protein tanaman Kiambang. Profil protein Kiambang (Salvinia molesta) ditentukan dengan menggunakan metode SDS PAGE menurut Laemmli (1970) dengan modifikasi sebagai berikut: a. Preparasi Sampel (Ekstraksi Protein) Tanaman Kiambang (Salvinia molesta) dicuci dengan akuades. Dipisahkan bagian akar dan daun sebanyak 1 gram, kemudian diekstrak secara terpisah. Sampel dibekukan dengan 15 ml N2 cair. Sampel beku digerus hingga menjadi bubuk halus. Sampel diekstrak dengan larutan buffer 50 mM tris pH 8 dan 1 mM mercaptoetanol sebanyak 1 ml. Ekstrak divorteks selama 1 menit sebanyak 3-5 kali dengan kecepatan
tertinggi (Bollag, 1991) dan disentrifugasi selama 20 menit pada 4000 rpm dengan suhu 4°C (Labra et.al., 2006). Supernatan kemudian direbus selama 5 menit dan kemudian disimpan pada suhu -20°C hingga dilakukan elektroforesis (Labra et.al.,2006). b. Denaturasi Gel Elektroforesis Supernatan hasil sentrifuge di pekatkan dengan freeze dryer hingga menjadi serbuk. Sampel yang berupa serbuk ditambahkan akuades sebanyak 60 µl. Sampel diambil sebanyak 30 µl dan diekstrak dengan larutan bufer-sampel dengan perbandingan larutan bufer:jaringan = 4:1 pada tabung ependorf (Labra et.al.,2006). Profil protein tanaman Kiambang (Salvinia molesta) ditentukan dengan elektroforesis yang dikembangkan oleh Laemmli (1970) yaitu dengan metode SDS-PAGE. Proses elektroforesis dimulai dengan pembuatan beberapa larutan, yaitu pembuatan buffer elektroda, buffer-sampel), Pewarna Gel (Biru Komasi), larutan destainer, gel pemisah 12% dan gel penumpuk 3%. Setelah larutan siap, maka perangkat elektroforesis (Biorad®, Jerman) dirangkai. Kemudian ± 6,0 ml larutan gel pemisah diisikan pada plat dan dilapisi dengan 1 ml butanol, didiamkan 15 menit supaya memadat. Setelah memadat lapisan butanol dibuang dan ditambahkan larutan gel penumpuk di atas gel pemisah. Sisir pembentuk sumuran dimasukkan di antara plat dan didiamkan 10 menit, setelah padat sisir diambil. Gel yang telah memadat siap dirangkai pada alat elektroforesis dan diisi dengan bufer elektroda. Sampel dimasukkan ke dalam sumuran gel dengan volume 25 µl/sumuran. Perangkat elektroforesis dihubungkan dengan penghantar arus listrik 120V selama 3-4 jam. Elektroforesis dihentikan sampai warna biru menyentuh dasar gel. Gel dilepas dan diwarnai dengan pewarna Coomasie yang umum digunakan dalam analisa protein dengan SDS-PAGE (Bollag dan Edelstein, 1991). Selanjutnya, digoyang dengan kecepatan 42 rpm selama 24 jam. Larutan dibuang dan dilanjutkan pencucian menggunakan Coomasie blue bekas selama 30 menit, selanjutnya diganti dengan larutan destainer selama 30 menit dan terakhir diganti dengan larutan asam asetat 10 %. Selanjutnya gel disimpan dalam larutan asam asetat 10%. Analisis Hasil Perhitungan berat molekul dilakukan
membandingkan standart marker, yaitu Bovine Serum Albumin (BSA) (Jemal, 1998). c. Identifikasi Profil Protein Profil protein yang diamati meliputi berat molekul (BM), kehadiran pita protein, tebal tipis pita protein dan jumlah jumlah protein yang terbentuk pada daun dan akar. Perbedaan respon tanaman terhadap cekaman media kultur ditetapkan berdasarkan protein lain yang terbentuk yang tidak dimiliki oleh kontrol. d. Pembuatan Kurva Standar Nilai berat molekul protein yang dicari dihitung dengan menggunakan kurva standar (y = ax + b). Kurva standar dibuat dengan mengukur jarak band marker dari sumuran. Jarak band-band tersebut digunakan sebagai ordinat dari kurva (sumbu x). Sumbu absis (sumbu y) dari kurva adalah nilai log dari berat molekul band marker yang telah diketahui sebelumnya. Dari nilai absis dan ordinat yang telah diperoleh, maka dibuat suatu kurva Fitted Line Plot menggunakan program Minitab. Dari kurva yang diperoleh, maka dapat dianalisa hubungan antara berat molekul protein terhadap jarak yang ditempuh band dari sumurannya akibat elektroforesis (Durrani et al., 2008). IV HASIL DAN PEMBAHASAN Salvinia molesta atau Kiambang merupakan salah satu tanaman fitoremediator logam berat non esensial seperti Kadmium (Cd) dan Kromium (Cr) yang terdapat pada limbah cair (Sudibyaningsih, 2004), serta mampu beradaptasi pada lingkungan dengan kondisi salinitas rendah (<10‰) (Biber, 2008). Oleh karena itu S. molesta dapat diasumsikan sebagai salah satu tanaman yang dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas air yang tercampur lumpur Sidoarjo. Air lumpur Sidoarjo mengandung kadmium (Cd) 5,06 ppm dan kromium (Cr) 9,64 ppm dengan nilai salinitas 18 ‰. Berdasarkan PP no 82 tahun 2001, baku mutu logam berat yang digunakan untuk mengairi pertanaman untuk Cd sebesar 0,01 ppm dan Cr sebesar 0,05 ppm. Preparasi protein S. molesta menggunakan metode elektroforesis SDSPAGE menunjukkan profil protein yang beragam. Variasi pita protein ditunjukkan dengan muncul dan hilangnya pita protein
pada organ daun dan akar S. molesta (Gambar 4.1). Nayer & Reza (2007) melaporkan bahwa variasi jumlah pita protein menunjukkan adanya respon tanaman terhadap perubahan lingkungan, dan pita protein yang hilang menandakan adanya degradasi protein akibat penurunan kualitas lingkungan. Sintesis dan degradasi protein merupakan dasar perkembangan, homeostasis, dan kematian sel pada tanaman (Vierstra, 1996). Penurunan kualitas lingkungan bisa disebabkan oleh adanya zat pencemar yang masuk ke lingkungan, contohnya oleh kadar garam yang tinggi dan logam berat. Air lumpur Sidoarjo diketahui memiliki nilai salinitas cukup tinggi, yaitu 18‰ (Lubis, 2006) dan mengandung logam berat kadmium 5,06 ppm dan kromium 9,64 ppm. Hal ini memungkinkan dugaan bahwa air lumpur Sidoarjo berpengaruh pada profil protein S. molesta.
(a) (b) Gambar 1. Profil Protein Pada Perlakuan Kontrol. (a) Daun, (b) Akar. Kultur S. molesta pada perlakuan kontrol dilakukan dengan menggunakan komposisi media 6 liter akuades ditambah 0 liter air lumpur Sidoarjo. Pada profil protein organ daun muncul 6 pita protein dengan berat molekul (BM) sekitar 8, 18, 22, 28, 84, dan 178 kDa. Sedangkan pada organ akar muncul 4 pita protein dengan BM sekitar 8, 65, 84, dan 178 kDa. Komposisi ini digunakan untuk kontrol positif, sebagai profil protein pembanding dengan profil protein pada perlakuan campuran dan lumpur. Perbedaan respon tanaman terhadap cekaman media kultur ditetapkan berdasarkan protein lain yang terbentuk yang tidak dimiliki oleh kontrol.
(a) (b) Gambar 2. Profil Protein Pada Perlakuan Campuran. (a) Daun, (b) Akar. Kultur S. molesta pada perlakuan campuran dilakukan dengan menggunakan komposisi media 3 liter akuades ditambah 3 liter air lumpur Sidoarjo. Pada profil protein organ daun muncul 4 pita protein baru dengan BM sekitar 38, 59, 81, dan 115 kDa, tetapi pita protein BM 81 dan 115 kDa hanya muncul pada ulangan perlakuan 1dan 2. Pada organ akar juga muncul 4 pita protein baru dengan BM sekitar 38, 59, 81, dan 115 kDa. Di organ daun kehilangan 5 pita protein dengan BM sekitar 18, 22, 28, 84, dan 178 kDa, dan pada organ akar kehilangan 3 pita protein dengan BM 65, 84, dan 178 kDa.
(a) (b) Gambar 3. Profil Protein Pada Perlakuan Lumpur. (a) Daun, (b) Akar. Kultur S. molesta pada perlakuan lumpur dilakukan dengan menggunakan komposisi media 0 liter akuades ditambah 6 liter air lumpur Sidoarjo. Pada profil protein organ daun muncul 4 pita protein baru dengan BM sekitar 38, 59, 81, dan 115 kDa. Pada organ akar muncul 1 pita protein baru dengan BM sekitar 38 kDa, namun pada ulangan perlakuan 1 running II tidak muncul. Di organ daun kehilangan 6 pita protein dengan BM sekitar 8, 18, 22, 28, 84, dan 178 kDa, dan pada organ akar kehilangan 4 pita protein dengan BM 8, 65, 84, dan 178 kDa.
Gambar 4. Pita Protein Tidak Konsisten Pada Akar S. molesta dengan media lumpur. Secara keseluruhan, pita protein S. molesta tidak terlihat jelas dan kurang readable. Selain itu juga terdapat pita protein yang kemunculannya tidak konsisten, dimana pita protein tidak muncul pada semua ulangan perlakuan. Hal ini diduga karena kurangnya volume ekstrak protein daun dan akar S. molesta yang digunakan pada proses elektroforesis. Albert et.al., (2002) menjelaskan bahwa ketebalan pita protein menunjukkan konsentrasi protein tersebut, dimana protein dengan intensitas yang lebih tebal memiliki konsentrasi yang lebih tinggi. Berdasarkan penelitian Riccardi et. al. (1998), Ti-da et. al. (2006), Bensen et. al. (1988) , dan Nayer&Reza (2007), dilaporkan bahwa terjadi peningkatan total kandungan beberapa protein (konsentrasi dan jumlah pita protein) dan juga penurunan beberapa protein yang lain akibat perlakuan. Reggina & George (1996) menjelaskan bahwa jaringan maupun organ pada tanaman memberikan respon berbeda pada perubahan kualitas lingkungan. Pita protein di organ daun terlihat lebih tebal dan jelas (strong) dibandingkan pita protein di organ daun yang terlihat tipis dan samar. Perubahan keanekaragaman dan konsentrasi protein pada tanaman S. molesta diduga berhubungan dengan intensitas dan durasi paparan tanaman pada media kultur (Nayer & Reza, 2007). Akar tanaman terpapar secara langsung pada media modifikasi air lumpur Sidoarjo, sehingga intensitas pemaparan pada akar jauh lebih banyak daripada pada daun. Akar merupakan organ tanaman yang berfungsi sebagai alat penyerapan air dan hara mineral dari medium habitatnya (Haryanti, dkk, 2009). Hidayati, dkk (2010) melaporkan air lumpur Sidoarjo memiliki nilai kekeruhan pada kisaran 9067 NTU.Padatan terlarut dalam media yang menempel di akar diduga dapat mengganggu penyerapan air dan mineral oleh akar, dan dapat mempengaruhi metabolisme dan sintesa protein.
Adanya kandungan bahan pencemar, dapat berpengaruh langsung pada enzimenzim yang terlibat dalam mempercepat atau menghambat biosintesis senyawasenyawa metabolit primer seperti karbohidrat, lemak, dan protein. Senyawa tersebut berperan sebagai bahan respirasi yang menghasilkan ATP untuk pembelahan ujung akar, pembelahan meristem untuk membentuk tunas baru, penyerapan air untuk trasnpirasi dan pembelahan inisiasi sel stomata, dan lain-lain (Haryanti, dkk, 2009). Pada beberapa tanaman, akan menghasilkan metabolit sekunder sebagai hasil samping pertahanan. Secara fisiologis logam dalam konsentrasi tinggi akan memicu respon tumbuhan dengan membentuk kompleks dengan ion logam dan mencegah logam bereaksi dengan bahan protoplasma yang peka seperti enzim. Sekresi atau penyimpanan logam dalam vakuola-vakuola juga dapat menurunkan efek racunnya. Hal ini bertujuan untuk mengurangi efek toksisitasnya terhadap pertumbuhan sel, jaringan dan morfogenesis (Haryanti, dkk, 2009).
Gambar 5. Trikoma pada Daun S. molesta (Dokumen Pribadi, 2009). Penyerapan hara dan logam pencemar terjadi ikut aliran air dan atau dapat terakumulasi pada organ selain akar (Haryanti, dkk, 2009). Munculnya beberapa protein baru di organ daun S. molesta diduga karena adanya trikoma daun S. molesta yang dapat mengakumulasi protein. Trikoma berperan dalam respon fisiologis seperti mengakumulasi dan detoksifikasi zat racun ketika tanaman mengalami berbagai kondisi cekaman (logam berat, garam, ABA, dan suhu dingin) karena memiliki kandungan GSH yang tinggi (substrat Pc sintase) dan memiliki banyak vakuola (9095% dari volume total sel) (Sangman et. al., 2002).
Tanaman merespon hadirnya logam berat di lingkungan dengan berbagai cara, salah satunya dengan mensintesis protein fitokelatin dan mengaktifkan enzim Cadmium/zinc-transporting ATPase-4. Fitokelatin (PCs) merupakan protein spesifik yang disintesis tanaman untuk mendetoksifikasi logam berat dengan membentuk kompleks (PC-Cd), sebagai mekanisme Cd-toleran/ Cd-resisten, sehingga membuat logam menjadi tidak berbahaya (Hirata et al, (2005) dan Inouhe, (2005)). Biosintesis fitokelatin terjadi apabila kandungan logam di lingkungan meningkat. Pada saat tidak terdapat logam berat, enzim PCsintase berada dalam konformasi inaktif (Hirata et al, 2005). Ion logam Cd adalah salah satu aktivator PCsintase yang paling kuat, sedangkan ion Cr tidak dapat mengaktivasi PCsintase (Cobbett, 2000). Kompleks PC-Cd memiliki tingkat toksisitas 1000 kali lebih rendah daripada ion Cd bebas (Stolt et. al., 2003). Enzim Cadmium/zinc-transporting ATPase-4 adalah salah satu anggota dari famili protein ATPase transporter yang terlibat dalam proses biosintesis fitokelatin, yaitu transpor dan kompartemen Cd di vakuola. Tingkat ekspresi protein ini dipengaruhi oleh status logam di lingkungan, mengawali proses detoksifikasi logam berat. Protein ini berfungsi dalam absorpsi logam berat beracun dan detoksifikasinya, serta proses homeostasis logam yang dibutuhkan oleh metabolisme tanaman, meskipun logam tersebut berpotensi beracun apabila terdapat dalam konsentrasi berlebih di dalam sel (Gravot et.al., 2004). Hidayati, dkk (2010) menjelaskan bahwa logam berat Cd dan Cr bukan satu-satunya bahan iritan yang terdapat pada air lumpur Sidoarjo, terdapat faktor lingkungan lain salah satunya nilai salinitas perairan yang bersifat payau. Kadar garam yang tinggi mengakibatkan toksisitas pada tanaman, pertama tanaman kekurangan air meskipun tanah tersebut mengandung banyak sekali air, kedua konsentrasi natrium dan ion-ion tertentu lainnya yang tinggi dapat menjadi racun bagi tanaman, ataupun gabungan dari keduanya (Campbell, 2003). Pada akhirnya tanaman dapat mengalami cekaman sekunder, yaitu berupa cekaman osmotik dan kekeringan fisiologis (Vinocur & Altman, 2005).
Tumbuhan merespon kekurangan air dengan mengurangi laju transpirasi untuk penghematan air. Terjadinya kekurangan airpada daun akan menyebabkan sel penjaga kehilangan turgornya, suatu mekanisme kontrol tunggal yang memperlambat transpirasi dengan menutup stomata. Kekurangan air juga dapat meningkatkan sintesa ABA dari mesofil daun, sehingga mempertahankan sel penjaga tetap menutup(Campbell, 2003). Yancey et.al., 1982 mengatakan bahwa berbagai mekanisme dilakukan oleh tanaman yang mengalami cekaman salinitas. Mekanisme tersebut berupa respon baik secara molekuler maupun seluler, seperti melakukan pengaturan status air dalam tubuh dan perubahan komponen seluler dengan biosintesis akumulasi senyawa osmolit /osmoprotektan/ compatible solute ataupun dengan aktivasi enzim antioksidan (Toruan-Mathius, 2001). Senyawa osmolit/ osmoportektan dapat menyesuaikan nilai potensial osmostik ketika potensial osmotik sel menurun, sehingga tanaman dapat melakukan absorpsi air dan mengurangi konsentrasi garam di dalam sel. Berbagai respon tersebut merupakan sinyal primer cekaman osmotik (Yokoi, 2002). Glysin Beatine merupakan salah satu senyawa osmolit/ osmoprotektan, yang melindungi tanaman dengan menjaga keseimbangan air antara di dalam sel tanaman dengan lingkungan, dan berperan untuk menstabilkan makromolekul (Bartels & Sunkar, 2005). Konsisten dengan akumulasi glysin betaine di tanaman yang tercekam salinitas, cekaman garam juga meningkatkan aktivitas BADH, protein BADH, dan terdeteksinya BADH di tanaman bayam (Elizabeth et. al., 1990). Tanaman mengalami dehidrasi yang disebabkan oleh cekaman salinitas, sehingga tanaman mensintesis dehidrin yang berperan penting dalam menjaga stabilitas protein membran dan menjaga tekanan osmotik. Pada cekaman kekeringan, dehidrin menjaga sel agar tidak terkena dehidrasi. Dehidrin juga berfungsi seperti prolin, sukrosa, ataupun glisin betain untuk menjaga tekanan osmotik (Nayer & Reza, 2007). Dehidrin juga berperan dalam stabilisasi makromolekul dengan cara mengikat molekul air pada permukaan hirofiliknya, yang mencegah terjadinya
denaturasi protein, serta mengikat hidrogen peroksida sehingga mengurangi toksisitas ROS. Akumulasi dehidrin ditemukan di sitoplasma, nukleus, membran plasma, membran vakuola, dan mitokondria (Hara et. al., 2005). ROS termasuk hidrogen peroksida (H2O2) adalah implikasi dari cekaman abiotik seperti salinitas dan logam berat. ROS merupakan komponen sinyal transduksi akibat cekaman abiotik, dan juga pemicu kematian sel (Bailly et al., 2003). Produksi ROS mengakibatkan terjadinya proses fotooksidatif dan kerusakan sel, sehingga dapat mengganggu proses fotosintesis. Reduksi fotosistem II (PS II) terjadi ketika asimilasi karborn terganggu akibat kondisi cekaman. Selain itu, ROS juga menyebabkan gangguan pada reaksi Mehler sehingga oksigen tereduksi menjadi superoksida (O2-) dan akhirnya menjadi hidrogen peroksida (H2O2). Enzim katalase juga disintesis ketika tanaman tercekam logam berat. Mekanisme detoksifikasi cekaman oksidatif akibat logam berat pada tanaman juga dilakukan dengan menginduksi dan mengaktifkan enzim antioksidan, salah satunya enzim katalase (Prasad & Freitas, 1999). Cr adalah logam berat yang mampu membentuk ROS (Reactive Oxygen Species) seperti H2O2, O2, dan OH- yang menyebabkan kerusakan oksidatif pada tanaman. Cr menginisiasi proses lipid peroksidase pada tanaman yang dapat menyebabkan tanaman kehilangan integritas dan fungsi membran sel. Katalase dapat mengkatalis dismutasi H2O2 menjadi H2O dan oksigen, serta menyimpannya dalam peroksisom (Panda & Choudhury, 2005). Enzim katalase berfungsi untuk mengatasi toksisitas H2O2 pada tanaman. Katalase ditemukan di peroksisom yang merupakan lokasi produksi H2O2. Aktifitas katalase terdeteksi 80% di daun dan 20% di floem (Willekens et. al., 1997). Daun merespon kekurangan air dengan penghambatan pertumbuhan dan pembesaran daun muda, sehingga memperlambat peningkatan luas permukaan daun. Hal ini meminimumkan kehilangan air melalui transpirasi (Campbell, 2003). Penghambatan pertumbuhan daun juga nampak pada penelitian ini, dimana nampak bahwa jumlah dan ukuran daun S. molesta pada awal dan akhir proses kultur tidak jauh berbeda (Tabel 1). Gejala klorosis
ditunjukkan pada daun S. molesta selama proses kultur, yaitu daun berubah warna menjadi kuning kecoklatan, yang diduga tanaman mengalami toksisitas akibat cekaman abiotik oleh lumpur Sidoarjo. Haryanti, dkk (2009) melaporkan bahwa kandungan limbah logam menyebabkan terjadinya pengeringan sel-sel tepi daun, daun muda menunjukkan warna keputihan. Hal ini akibat terhambatnya enzim pensintesis klorofil. Tabel 1. Proses Kultur S. molesta Media
Awal Kultur (0 hari)
Akhir Kultur (14 hari)
Skor
Kontrol
3
Campuran
2
Lumpur
1
Keterangan: Kontrol: 6L akuades + 0L air lumpur Sidoarjo; Campuran: 3L akuades + 3L air lumpur Sidoarjo; umpur: 0L akuades + 6L air lumpur Sidoarjo; Skor 3: warna daun kehijauan; Skor 2: warna daun hijau kecoklatan; Skor 1: warna daun coklat keputihan. Pada Tabel 1 terlihat bahwa tanaman S. molesta mengalami tanda-tanda klorosis. Pada media kontrol, warna daun kehijauan, pada media campuran warna daun kuning kecoklatan, dan pada media lumpur daun berwarna coklat keputihan. Perbedaan warna daun S. molesta diduga menunjukkan tingkat klorosis pada masing-masing perlakuan. Tingkat klorosis tersebut diduga berhubungan dengan volume air lumpur Sidoarjo pada media kultur. Kandungan logam berat dapat mengilangkan komponen sitoplasma sehingga mengacaukan metabolisme sel (Sandalio et. al., 2001). Widagdo (2005) mengatakan bahwa pencemaran logam berat pada tanaman menunjukkan gejala seperti klorosis, nekrosis pada ujung dan sisi daun serta
busuk daun yang lebih awal. Sudibyaningsih (2004) melaporkan bahwa daun S. molesta mengalami klorosis akibat cekaman Cd dan Cr. Kromium menyebabkan akar mengalami efek racun secara langsung dan daun mengalami efek racun secara tak langsung, seperti menghambat pertumbuhan dan menyebabkan klorosis pada tanaman (Turner dan Rust, 1971). Klorosis terjadi pada bagian daun bagian atas pada tanaman tercekam kromium akibat terlambatnya translokasi Zn dan Fe (Sandalio et. al., 2001). Mengacu pada penelitian Greger and Lindberg (1987) dalam Jing et al. (2005); Jing et al. (2005) dan Hidayati dkk, (2009), gejala visual adanya fitotoksisitas logam Cd dalam penelitian ini adalah adanya gejala klorosis dan nekrosis daun. Tingginya kandungan Cd pada tanaman dapat mempengaruhi proses fotosintesis dan penghambatan pembentukan klorofil (Padmaja et.al., 1990 dalam Jing et.al., 2005). Selain itu juga dapat menyebabkan klorosis pada daun dan menurunnya aktifitas fotosintesis (Das et al., 1997). Selain diakibatkan oleh logam berat, klorosis juga disebabkan oleh ROS. Hidrogen peroksida mengakibatkan tanaman mengalami nekrosis pada bagian daun. Nekrosis terjadi terkait dengan penurunan aktifitas fotosintesis dan efisiensi PS II. Selain akibat bahan pencemar pada air lumpur Sidoarjo, variasi profil protein dan gejala toksisitas pada S. molesta diduga juga disebabkan akibat tanaman kekurangan nutrisi. Hal ini dikarenakan tanaman diaklimatisasi pada media akuades. Akuades merupakan media pelarut dan dalam reaksi kimia dipersyaratkan bebas dari mineral (Anonim, 2006). Ketika tanaman mengalami defisiensi nutrisi, sebagai contoh defisiensi Mg sebagai unsur penyusun klorofil maka tanaman akan mengalami penguningan daun atau klorosis (Campbell, 2003). IV KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Air lumpur Sidoarjo berpengaruh terhadap profil protein daun dan akar Salvinia molesta.
2. Pada tanaman kontrol terbentuk 6 pita protein di daun dan 4 pita protein di akar, dengan kisaran berat molekul (BM) 8-178 kDa. 3. Pada S. molesta yang dikultur dengan media campuran, di daun muncul 4 protein baru dengan BM 38, 59, 81, dan 115 kDa, dan di akar muncul 4 protein baru dengan BM 38, 59, 81, dan 115 kDa, sedangkan pada kultur dengan media lumpur muncul 4 protein baru di daun dengan BM 38, 59, 81, dan 115 kDa dan di akar terbentuk 1 protein baru dengan BM 38 kDa. 4. Dengan mengacu pada munculnya protein baru yang tidak terdapat pada kontrol maka diasumsikan S. molesta membentuk protein-protein spesifik sebagai respon terhadap air lumpur Sidoarjo dan akuades. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada Allah SWT atas Ridho dan Berkah Nya. Kedua orang tua, Bapak Joko Sumartono dan Ibu Lilik Suryani, dan adhekku Shinta Beliefa Sandy atas Doa, semangat dan dukungan. Ibu Tutik Nurhidayati, Ibu Kristanti Indah Purwani, dan Ibu Dewi Hidayati, atas bimbingan dan Ilmu yang diberikan pada penulis. Ibu Maya Shovitri dan Ibu Indah Trisnawati DT, atas saran dan waktu. Sahabatku, Rima Hayyu dan Tri Esti atas refresh disaat penat. Sahabat seperjuanganku, Titin Aisyah, Nanin Dwi, Dyah Eka, Nur Hidayati, dan semua “Penyuers” atas Doa, semangat, dan setiap detik yang telah kita perjuangkan bersama. Seniorku, Mbak Susi, Mbak Tika, dan Mbak Purwati, atas ilmunya. Dan Seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. DAFTAR PUSTAKA Adrizal. 2002. Aplikasi Pogram Linier untuk Menganalisis Pemanfaatan Salvinia molesta sebagai Bahan Pakan Itik. Program Pascasarjana/ S3/ Institut Pertanian Bogor. Albert B., Johnson A., Lewis J., Raff M., Roberts K., and Walter P. 2002. Molecular Biology of The Cell. Edisi ke4. Garland Science: New York
Bailly, Christophe, Juliette Leymarie, Arnaud Lehner, Sandra Rousseau, Daniel Co Ãmeand, Franc Ëoise Corbineau. 2004. “Catalase Activity And Expression In Developing Sun Flower Seeds As Related To Drying”. Journal of Dhir, Experimental Botany,Vol.55,No.396. Bartels, Dorothea and Ramanjulu Sunkar. 2005. “Drought and Salt Tolerance in Plants”. Critical Reviews in Plant Sciences, 24:23–58.
Antioxidant Responses of Salvinia natans Exposed to Chromium-Rich Wastewater. Ecotoxicology and Environmental Safety Volume 72, Issue 6, Pages 1790-1797 Bhupinder, P.Sharmila, P.Pardha Saradhi, dan Sekh Abdul Nasim. 2009. Physiological And Antioxidant Responses Of Salvinia natans Exposed To Chromium-Rich Wastewater. Ecotoxicology and Environmental Safety 72 (2009) 1790-1797
Bensen RJ, Boyer JS, Mullet JE. 1988. Water Deficit-Induced Changes In Abscisic Durrani, R. Abubakar, M., Arshed, M.J., Acid, Growth, Polysomes, And Saleha, S., Ullah, I. dan Ali, Q. 2008. Translatable RNA In Soybean “Biological Characterization and Protein Hypocotyls. Plant Physiol. (2):289– Profiles of Two Model Bacteria by 294. SDS-PAGE and FT-IR”. Journal of Agricultural and Biological Science. Biber, Patrick D. 2008. Determining SalinityVol. 3, no. 5&6. tolerance of giant Salvinia Using chlorophyll fluoreScence. Gulf and Elizabeth, A. Weretilnyk dan Andrew D. Caribbean Research Vol 21. Hanson. 1990. “Molecular cloning of a plant betaine-aldehyde dehydrogenase, Bollag, D.M. dan Edelstein, S.J. 1991. an enzyme implicated in adaptation to Protein Methods. Departement of salinity and drought”. Proc. Natl. Acad Biochemistry. University of Sci. USA 87. Geneva;Geneva,Switzerland Fatchiyah dan Arumingtyas, E.L. 2006. Brock, T.D., Madigan, M.T., Martinko, J.M. Kromosom, gen, DNA, synthesis dan Parker, J. 1992. Biology of protein dan regulasi. Laboratorium Microorganisms. Prentice Hall. Biologi Molekuler dan Seluler. Englewood Cliffs: New Jersey Universitas Brawijaya: Malang Campbell. 2003. Biologi. Prentice hall, USA.
Faucheur, Severine Le dan Laura Sigg. 2006. Phytochelatins as Bioindicators of Metal Charlena. 2004. Pencemaran Logam Berat Exposure. Research Reports, Eawag Timbal (Pb) dan Cadmium (Cd) pada Newse. 60e Sayur-sayuran. Program Pascasarjana/S3/Institut Pertanian Gravot, A. Lieutaud, F. Verret, P. Auroy, A. Bogor Vavasseur, P. Richaud, 2004. AtHMA3, a plant P1B-ATPase, Cobbett, Christopher S. 2000. “Phytochelatin functions as a Cd/Pb transporter in biosynthesis and function in heavyyeast metal detoxification”. Current Opinion in Plant Biology, 3:21l-216. Grill, Erwin. Ernst-L Winnacker And Meinhart H. Zenk. 1987. Phytochelatins, a Class Das P., Samantaray S., Rout G.R. 1997. of Heavy Metal Binding Peptides From Studies on Cadmium Toxicity in Plants. Plants, are Functionally Analogous to A Review. Environ. Pollut. Vol 98 Hal. Metallothioneins. Proc. Natl. Acad. Sci. 29-36. USA. Vol 84 pp 439-443. Dhir, B., P. Sharmila, P. P. Saradhi and S. A. \Gunradi, Rudy dan Sabtanto Joko Suprapto. Nasim, 2009. Physiological and 2007. Penelitian Endapan Lumpur di
Daerah orong Kabupaten Sidoarjo chanos). Lembaga Penelitian dan Provinsi Jawa Timur. Proceeding Pengabdian Kepada Masyarakat. ITS Pemaparan Hasil Kegiatan Lapangan dan Non Lapangan tahun 2007. Pusat Hirata, Kazumasa, Naoki Tsuji, dan Kazuhisa Sumber Daya Geologi. Miyamoto. 2005. Biosynthetic Regulation of Phytochelatins, Heavy Hanzel, W.J, Billeci T.M., Stults, J.T, Wong, Metal-Binding Peptides. Journal of S.C., Grimley, C. dan Watanabe, Bioscience and Bioengineering. VOL. C.1993. “Identifying proteins from two100, 2005 dimensional gels by molecular mass searching of peptide fragments in Introduction to Plant protein sequence database”. Proc. Hopkins, W.G. 1999. Physiology.2nd ed. John Willey and Natl. Acad. Sci. U.S.A. 90 (11): 5011– Sons Inc.:New York; 5. doi:10.1073/pnas.90.11.5011. PMID 8506346. Inouhe, Masahiro. 2005. “Phytochelatins.” Braz. J. Plant Physiol., 17(1):65-78. Hara M., Fujinaga M., and Kuboi T. 2005. Metal Binding by Ctrus Dehiydrin With Histidine-Rich Domains. Journal of Iswari, Dwi. 2004. Pengendalian Hayati Gulma Air, Salvinia molesta Mitchell Experimental Botany Vol. 56 No. 420 Dengan Kumbang Cyrtobagous Hal. 2695-2703. salviniae Calder dan Sands. Pengantar Falsafah Sains (PPS 702). Haryanti, Sri, Nintya Setiari, Rini Budi Hastuti, Sekolah Pasca Sarjana /PSL S3. IPB. Endah Dwi Hastuti, dan Yulita Nurchayati. 2009. Respon Fisiologi dan Anatomi Eceng Gondok (Eichornia Jacono. 2003. Salvinia molesta D. S. Mitchell.
Sains dan Teknologi. Vol.10,No1:3040. Jemal, L.Didierjean, R.Ghrir, M.H.Ghorbal, G.Burkard. 1998. Characterization Of Heiss, Senta, Andreas Wachter, Jochen Cadmium Binding Peptides From Bogs, Christopher Cobbett dan Thomas Pepper (Capsicum annuum). Plant Rausch. 2003. Phytochelatin Syntase Science. 137 (1998)143–154 (PCs) Protein is Induced in Brassica juncea Leaves After Prolonged Cd Exposure. Journal of Experimental Jonathan, H.C., Chen-Ting, MA, Bryan, M.R., Claudio, A.P., Chi Ki, N.J., Gourisankar, Botany, Vol.54, no 389, pp. 1833-1839. G., Patricia, J.A., Xiang-Dong, F. dan Joseph, A.A. 2008.” Adaptable Hidayati, D., Aunurohim, ,I. K. Murwani., and Molecular Interactions Guide A. A. Permatasari. Phytoremediation Phosphorylation of the SR Protein Potential of Salvinia molesta and ASF/SF2 by SRPK1”. Journal of Eichornia crassipes in the water that molecular biology vol.382.No contaminated by Sidoarjo mudflow. 4,pp894-909. ISSN 0022-2836 Proceeding International Conference of Biological Science at Biology Kaderi, Husin. 2005. Penambahan Faculty, Gadjah Mada University. Konsentrat Salvinia molesta Untuk Meningkatkan Pertumbuhan P Adi Di Hidayati, Dewi. 2009. Aplikasi Fitoremediasi Tanah Sulfat Masam. Buletin Teknik Polutan dengan Kiambang (Salvinia Pertanian Vol. 10. Nomor 2, 2005 molesta) dan Eceng Gondok (Eichornia crassipes) pada Air Tercemar Lumpur Lapindo dan Uji Karim, M. Y. 2008. Pengaruh Salinitas dan Bobot terhadap Konsumsi Kepiting Biologis Sebagai Media Bakau (Scylla serrata forsskal). Pemeliharaan Bandeng (Chanos
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan UNHAS Kastenholz B. 2004. “Preparative Native Continuous Polyacrylamide Gel Electrophoresis (PNC-PAGE): An Efficient Method for Isolating Cadmium Cofactors in Biological Systems”. Analytical Letters. Vol. 37, No. 4, pp. 657–665, 2004. Research Centre Juelich, Institute for Phytosphere Research (ICG-III): Juelich, Germany
Pendekatan Ekologis. Pustaka Utama: Jakarta
Gramedia
Oliver, J. D., 1993. A review of the Biology of giant salvinia (Salvinia molesta Mitchell). Journal of Aquatic Plant Management 31:227-231. Palar. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta. Jakarta
Panda, SK dan Choudhury. 2005. “Chromium Stress in Plants”. Braz. J. Plant Physiol., 17(1): 95-102, 2005. Kumlu, M., Eroldogan,O.T. dan Saglamtimur, B. 2001. “The effect of salinity and added substrates on growth and PPDB. 2010. Klaas J. Van Wijik. Lab, Cornell University. survival of Metapenaeus monoceros Aquaculture, 196 : 177-188. Prasad M.N.V., and Freitas H.M.D.O. 1999. Feasible Biotechnological and Labra, Gianazza, R.Waitt, I.Eberini, A.Sozzi, Bioremediation Strategies for S.Regondi, F. Grassi, E.Agradi. 2006. Serpentine Sois and Mine Spoils. “Zea mays L. Protein Changes In Electronic Journal of Biotechnology. Response To Potassium Dichromate Vol. 2 No. 1. Treatments”. Chemosphere 62 (2006) 1234–1244. Prasad, Majeti Narasimha Vara dan Helena Maria De Oliveira. 1999. Feasible Lubis, S., 2006, Upaya Mengalirkan Lumpur Biotechnological And Bioremediation Lapindo Ke Selat Madura: Tinjauan Strategies For Serpentine Soils And Aspek Geologi Kelautan, Makalah Mine Spoils. EJB Electronic Journal Sesi Poster, Simposium Nasional of Biotechnology ISSN: 0717-3458, Pembuangan Lumpur Sidoarjo Ke Laut, 1999 by Universidad Catlica de ITS Surabaya 7 September 2006. Valparaso - Chile Ma, Mi, Pui-Sang Lau,Yan-TaoJia, WingKeungTsang, Samuel K.S.Lama, Prasad, MNV. 1995. Cadmium Toxicity and Tolerance in Vascular Plants. NoraF.Y.Tama, ,Yuk-ShanWong . 2002. Environmental and Experimental The Isolation And Characterization Of Botany. Vol 35, no 4, pp. 525Type1 Metallothionein (MT) Cdna 545.1995. Froma Heavy-Metal-Tolerant Plant, Festuca rubra Cv.Merlin. Prescott, L.M., Harley, J.P. dan Klein, D.A. PlantScience164. (2003)51/60 2002. Microbiology. fifth edition. Mc Graw Hill: New York McNeil S.D., Nuccio M.L., and Hanson A.D. 1999. Betaines and Related Osmoprotectans Target for Metabolic Purwaningsing A.2007. “Identifikasi Protein Daging Sapi dan Babi dengan Engineering of Stress Resistance. Plant Elektroforesis Gel PoliakrilamidPhysiology Vol. 120 Hal. 945-949. Sodium Dodesil Sulfat (SDS-PAGE)”. Universitas Airlangga: Surabaya Nayer, Mohammadkhani, dan Reza Heidari. 2007. “Effects of Drought Stress on Soluble Proteins in two Maize Reggina, Vogellange And George J. Wagnan. 1995. Relationship Between Cadmium, Varieties”. Turk J Biol. 32 (2008) 23-30 Gluthatione and Cadmium-binding Peptides (Phytochelatins) in Leaves of Nybakken, W.J. 1992. Biologi Laut Suatu
Intact Tobacco Seedlings. Science. 114, 11-18
Plant
Padjadjaran. Bandung.
Ricardi f., Gazeau P., Vienne D. 1993. Protein changes in Responses to Sandalio, LM., H.C. Dalurzo, M. Gomez, M.C. Romero-Puertas dan L.A. Del Rio. Progressive Water Deficit in Maize, 2001. “Cadmium-induced Changes in quantitative variation and polypeptida The Growth and Oxidative metabolism identification. Plant Physiol. 117: 1253of Pea Plants”. Journal of 1263. Experimental Botany. Vol. 52, No. 364, pp 2115-2126, November 2001. Rice, P.A. dan Correl, C.C. 2008. Protein Nucleic Aci Interaction: Strutural Biology. RSC Biomolekular Science. Sangman, Lee, Jae S. Moon, Leslie L Domier, Schuyler S. Norban. 2002. Royal Society of Chemistry Molecular Characterization of Phytochelatin Synthase Expression in Rodriguez, E. Lozano, L.E. Hernandez, P. Transgenic Arabidopsis. Plant. Bonay dan R.O. Carpena-Ruiz. 1996. Physiol. Biochem. 40. 727-733. Distribution Of Cadmium In Shoot And Root Tissues Of Maize And Pea Plants: Physiological Disturbances. Oxford Scandalious, J.G. 2005. Oxidative Stress: Molecular Perception And Transduction University Press 1997 of Signals Trigerring Antioxidant Gene Defenses. Brazilian Journal of Rosas, C., Cuzon, G., Taboada, G., Medical and Biological Research. 38: Pascual, C., Gaxiola, G. dan 995-1014 Wormhoudt, A.V. 2001. “Effect of diatery protein and energy levels on growth, oxygen consumption, Schutzendubel, Andres & Andrea Polle. 2001. Plant Responses to Abiotic Stresses: hemolymph and digestive gland Heavy metal-induced Oxidative Stress carbohydrates, nitrogen excre-tion and And Protection by Micorrhization. osmotic pressure of Litopenaeus Journal of Experimental Botany. Vol vannamei (Boone) and L. setiferus 53 No 372. (Linne) juveniles (Crustacea, Decapoda; Penaeidae)”. Aqua. Res., Shanker , Arun K., Carlos Cervantes, 32: 531-547. Herminia Loza-Tavera, S. Avudainayagam. 2005. Chromium Rossiana, Nia, dkk. 2007. Laporan Toxicity in Plants. Environment Penelitian Fitoremediasi Limbah Cair International. 31 (2005) 739–753. dengan Eceng Gondok (Eichornia crassipes (Mart) Solms) dan Limbah Shanker, Arun K., M. Djanaguiraman, R. Padat Industri Minyak Bumi dengan Sudhagar, K. Jayaram, G. Sengon (Paraserianthes falcataria L. Pathmanabhan, 2000. Expression Of Nielsen) Bermikoriza. FMIPA Metallothionein 3-Like Protein Mrna In Universitas Padjadjaran. Sorghum Cultivars Under Chromium (Vi) Stress. Current Science, Vol. 86, Rossiana, Nia. 2008. Penurunan No. 7, 10 April 2004 Kandungan Logam Berat dan Pertumbuhan Tanaman Sengon Shiny, KJ. 2004. Lab-scale Studies on (Paraserianthes falcataria L Bioremediation of Wastewater from (Nielsen)) Bermikoriza dalam Medium Calicut Corporation, Kerala. Proc. Limbah Lumpur Minyak Hasil Pollution of Water Bodies in Urban Ekstraksi. Laboratorium Mikrobiologi Areas. Mumbai dan Biologi Lingkungan Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Singh, Jaswant, P.N. Viswanathan, Poonam Gupta Dan Santha Devi. 1996.
Changes in Uptake Phytotoxicity of Cadmium in Salvinia molesta. Ecotoxicology 5, 8-21 (1996).
Peroxidation In Roots And Leaves Of Summer Maize. Agricultural Science in China 5: 291-298, 2006.
Spanopoulus, H.M., Martinez-Palacios, C.A., Tipping, Philip W, Melissa R. Martin, Ted D Vanegas-Perez, R.C., Rosas, C. dan Center, dan Tracy M. Davern. 2008. Suppression of Salvinia molesta Rosas.L.D. 2005. “The Combined Effects Of Salinity And Temperature On Mitchell in Texas and Louisiana by The Oxygen Consumption Of Juvenile Cyrtobagous salviniae Calder and Shrimps Litopenaeus stylirostris Sands. Aquatic Botany 88 (2008) 196– (Stimpson, 1874)”. Aquaculture 244: 202 341-348 Toruan-Mathius N., Wijana G., Guharja E., Stolt J.P., Sneller F.E.C., Bryngelsson T., Aswidinnoor H.,Yahya S., dan Lundborg T., Schat H. 2003. Subronto. 2001. Respons tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) Phytochelatin and Cadmium Accumulation in Wheat. Environ. Exp. terhadap cekaman kekeringan. Menara Bot. Vol. 49 Hal. 21-28. Perkebunan. Vol. 69 No. 2 Hal. 29-45. Subagyo, 2008. Skandal Ekosida Lumpur UNIPROT_KB. Transporting ATPase-Mouse Lapindo. ear cress. . Environmental Assessment Hot Mud Sudibyaningsih, 2005. Gulma air Eichhornia Flow East Java, Indonesia. crassipes dan Salvinia molesta sebagai UNEP/OCHA Environment Unit. fitoremidiator logam kadmium dan krom Switzerland heksavalen dalam penanganan limbah cair. Agris. Record. (Universitas USDA, 1999. Salvinia molesta D.S. Mitchell Kariba-Weed. USDA Natural Resource Jenderal Soedirman, Purwokerto Conserv. Service. (Indonesia), Fakultas Biologi). Bioremoval By Microorganisms: A Literature Study. Vierstra, R.D., 1996. Proteolysis in Plants: Mechanism And Functions. Plant mol Sune, N, G Sa’nchez S, Caffaratti, MA Maine. Villarreal, H. A. H, A. dan Hewitt, R. 2003. “Effect Of Salinity, Survival And Oxygen 2006. Cadmium and Chromium Rmoval Consumption Of Juvenil Brown Shrimp, Kinetics From Solution by Two Aquatic Farfantepenaeus californiensis Macrophytes. Environmental Pollution (Holmes)”. Aqua. Res., 34: 187-193. 145 (2007) 467-473. Supalkova V, Beklova M, Baloun J, Singer C, Vinocur., Basia and Arie Altman. 2005. “Recent Advances In Engineering Plant Sures B, Adam V, Huska D, Pikula J, Tolerance To Abiotic Stress: Rauscherova L, Havel L, Zehnalek J, Achievements And Limitations”. Kizek R. 2007. Bioelectrochemistry. Current Opinion in Biotechnology 2008 Feb;72(1):59-65. Epub 2007 Dec 2005, 16:123–132. 4. Ti-Da Ge., Fang-Gong Sui, Pi-Ba. 2006. Virgianti Z., 2008. Sintasan (Survival Rate) Ikan Bandeng (Chanos chanos, Effects Of Water Stress On The Forskal) pada media pemeliharaan hasil Protective Enzymes And Lipid
pengolahan air lumpur lapindo dengan metode biofilter enceng gondok (Eichorrnia crassipes). Tugas Akhir. Jurusan Biologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Wan
Dan Freisinger. 2009. The Plant Metallothionein 2 From Cicer Arietinum Forms A Single Metal–Thiolate Cluster. This Journal Is The Royal Society Of Chemistry.
Wibisono, M.S. 2004. Pengantar Kelautan. PPPTMGB LEMIGAS
Ilmu
Widagdo S. 2005. Tanaman Elemen Lanskap Sebagai Biofilter Untuk Mereduksi Polusi Timbal (Pb) Di Udara. Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor. Wijaya, SK Susi, dan Lutfi Rohman. 2001. Fraksinasi dan Karakterisasi Protein Utama Biji Kedelai. Jurnal Ilmu Dasar. Vol 3 no 1, 2001, 49-54. Willekens., Hilde, Sangpen Chamnongpol, Mark Davey, Martina Schraudner, Christian Langebartels. 1997. “Catalase Is A Sink For H2O2 And Is Indispensable For Stress Defence In C3 Plants”. The EMBO Journal Vol.16No.16pp.4806–4816,1997 Wirahadikusumah M. 1989. BIOKIMIA Protein, Enzim dan Asam Nukleat. ITB. Bandung. Xiong L And J.K. Zhu. 2002. Molecular and Genetics Aspect of Plant Responses to Osmotic Stress. Plant. Cell and Environment. 25. 131-139. Yokoi., Shuji, Ray A. Bressan and Paul Mike Hasegawa. 2002. “Salt Stress Tolerance of Plants”. JIRCAS Working Report (2002) 25-33. Yuwono, T. 2005. Biologi Molekuler. Erlangga: Ciracas, Jakarta.