PROFIL KEMAMPUAN KERJASAMA SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPA (Studi Deskriptif pada Siswa Kelas IV dan V Semester Genap SD Negeri 1 Rajabasa Jaya Bandar Lampung Tahun Ajaran 2015/2016)
(Skripsi)
Oleh EVI YUNITA SARI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016
ABSTRAK
PROFIL KEMAMPUAN KERJASAMA SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPA (Studi Deskriptif pada Siswa Kelas IV dan V Semester Genap SD Negeri 1 Rajabasa Jaya Bandar Lampung Tahun Ajaran 2015/2016)
Oleh EVI YUNITA SARI
Kerjasama sangatlah penting bagi kehidupan sehari-hari, oleh karena itu perlu ditanamkan sejak dini, agar terbiasa bersosialisasi dengan orang lain maupun kelompok. Pada dasarnya, pembelajaran IPA merupakan salah satu pembelajaran yang menanamkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan orang-orang sekitar. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan kerjasama dan pola kerjasama siswa dalam pembelajaran IPA kelas IV dan V SD Negeri 1 Rajabasa Jaya.
Desain penelitian ini berupa deskriptif sederhana. Sampel penelitian yaitu seluruh siswa kelas IV dan V yang berjumlah 50 siswa, dan dipilih menggunakan sampling jenuh. Data penelitian ini adalah data kualitatif berupa kemampuan kerjasama dan pola kerjasama siswa yang dihasilkan dari lembar observasi siswa, kuesioner siswa dan guru, serta wawancara guru, data-data tersebut kemudian dianalisis dengan teknik deskriptif.
ii
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa secara keseluruhan kemampuan kerjasama siswa dalam pembelajaran IPA berkriteria “tinggi” dengan persentase 61%, yang dilihat dari observasi yang menunjukkan bahwa siswa mampu melakukan musyawarah, berpartisipasi dalam kelompok, menerima tanggung jawab, mengurangi ketegangan, serta berada dalam tugas. Dari lima aspek kerjasama yang ada, aspek “berada dalam tugas” merupakan aspek dengan persentase tertinggi yaitu 68%. Pola kerjasama siswa yang terbentuk terdapat dua jenis, yaitu pola kerjasama suplementer dan pola kerjasama berbeda, terdapat enam kelompok dengan pola kerjasama suplementer dan dua kelompok dengan pola kerjasama berbeda, Pola kerjasama paling dominan adalah kerjasama suplementer. Pola kerjasama dilihat pada saat siswa mengerjakan tugas dan berdiskusi dengan kelompok. Kata kunci: kemampuan kerjasama, pola kerjasama, pembelajaran IPA
iii
PROFIL KEMAMPUAN KERJASAMA SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPA (Studi Deskriptif pada Siswa Kelas IV dan V Semester Genap SD Negeri 1 Rajabasa Jaya Bandar Lampung Tahun Ajaran 2015/2016)
Oleh EVI YUNITA SARI
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN Pada Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada 02 Juni 1994, yang merupakan anak pertama dari empat bersaudara pasangan Bapak Irwansyah dan Ibu Ermayati.
Pendidikan yang ditempuh penulis adalah SD Negeri 2 Labuhan Ratu Bandar Lampung (1999-2005), SMP Negeri 22 Bandar Lampung (2006-2009) dan SMA Gajah Mada Bandar Lampung (2009-2012). Pada tahun 2012, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Pendidikan Biologi FKIP Unila melalui jalur Ujian Mandiri (UM). Penulis melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP Negeri 1 Ngambur dan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik Terintegrasi di Kabupaten Pesisir Barat (Tahun 2015), dan penelitian pendidikan di SD Negeri 1 Rajabasa Jaya Bandar Lampung untuk meraih gelar sarjana pendidikan/ S.Pd. (Tahun 2012).
Dengan menyebut nama Allah yang Maha pengasih lagi Maha penyayang
PERSEMBAHAN Segala puji hanya milik Allah SWT, atas rahmat dan nikmat yang selalu dilimpahkan. Sholawat serta salam selalu tercurah kepada Rasulullah SAW. Ku persembahkan karya ini sebagai tanda bakti dan cinta kasihku yang tulus kepada: Yang tercinta, ayahku Irwansyah dan ibuku Ermayati yang telah mendidik dan membesarkanku dengan segala doa terbaik mereka, kesabaran dan limpahan cinta dan kasih sayang, selalu mendukung segala langkahku untuk mencapai kesuksesan dan kebahagiaan, yang takkan pernah bisa terbalas sampai kapan pun.
Ketiga adikku tersayang Mia, Sofia, dan Akim, yang selalu memberikan semangat serta dukungan dan doa serta kasih sayangnya untukku, selalu mengingatkanku ketika aku mulai bosan dan mengeluh, dan selalu mendengarkan segala keluhanku.
Para pendidikku, atas ilmu, nasihat, serta arahan yang membuat aku mampu untuk melihat betapa indahnya ilmu pengetahuan.
Almamater tercinta, Universitas Lampung.
viii
MOTTO
“Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai kesanggupannya” (QS. Al-Baqarah: 286)
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan”. (QS. Al-Insyirah: 5-6)
ix
SANWACANA
Puji Syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan nikmat-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat dalam meraih gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Unila. Skripsi ini berjudul “Profil Kemampuan Kerjasama Siswa Dalam Pembelajaran IPA (Studi Deskriptif pada Siswa Kelas IV dan V Semester Genap SD Negeri 1 Rajabasa Jaya Bandar Lampung Tahun Ajaran 2015/2016)”.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari peranan dan bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. H. M. Fuad, M. Hum., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung; 2. Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan PMIPA FKIP Universitas Lampung; 3. Berti Yolida, S.Pd., M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Biologi, Pembimbing Akademik sekaligus Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan motivasi hingga skripsi ini dapat selesai; 4. Dr. Tri Jalmo M.Si., selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan motivasi hingga skripsi ini dapat selesai; 5. Rini Rita T. Marpaung, S.Pd., M.Pd., selaku Pembahas atas saran-saran perbaikan dan motivasi yang sangat berharga; 6. Kepala SD Negeri 1 Rajabasa Jaya Bandar Lampung yang telah memberikan izin untuk melaksanakan penelitian;
7. Manurli Sihaloho, S.Pd., dan Yevie Ferchillia, S.Pd., selaku guru mitra yang telah memberikan izin serta bantuan selama penelitian; 8. Semua pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua. Aamiin.
Bandar Lampung, 21 Desember 2016 Penulis
Evi Yunita Sari
xii
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................. xv DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xvi I. PENDAHULUAN A. B. C. D. E. F.
Latar Belakang Masalah ....................................................................... Rumusan Masalah ................................................................................ Tujuan Penelitian ................................................................................. Manfaat Penelitian ............................................................................... Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... Kerangka Pikir …........................... ......................................................
1 5 6 6 6 7
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar .................................................... 9 B. Kemampuan Kerjasama ....................................................................... 15 C. Pembentukan Karakter di Sekolah Dasar............................................... 27 III. METODE PENELITIAN A. B. C. D. E. F.
Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. Populasi dan Sampel ............................................................................ Desain Penelitian .................................................................................. Prosedur penelitian................................................................................ Data Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data .................................. Teknik Analisis Data ............................................................................
29 29 29 30 31 35
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ...................................................................................... 38 B. Pembahasan .......................................................................................... 45 V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan .............................................................................................. B. Saran ....................................................................................................
xiv
58 59
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
60
LAMPIRAN 1. Lembar Observasi Kemampuan Kerjasama Siswa dalam Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran ........................................................................... 2. Kuesioner Kerjasama Siswa dalam Pembelajaran IPA ......................... 3. Kuesioner Guru ..................................................................................... 4. Wawancara Guru ................................................................................... 5. Rubrik Penilaian Lembar Observasi Kemampuan Kerjasama Siswa Dalam Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran .......................................... 6. Rubrik Penilaian dan Kriteria Lembar Observasi Kemampuan Kerjasama Siswa .................................................................................... 7. Rubrik Penilaian Kuesioner Kerjasama Siswa dalam Pembelajaran IPA ......................................................................................................... 8. Data Kemampuan Kerjasama Siswa ...................................................... 9. Foto-foto Penelitian ..............................................................…............. 10. RPP dan Silabus Kelas IV dan V .......................................................... 11. Surat-surat Penelitian ...........................................................................
xiv
65 67 69 70 72 74 75 76 84 89 123
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Kisi-kisi kuesioner peranan guru dalam pembelajaran kelompok dan ketertarikan siswa dalam pembelajaran ........................................
32
2. Kisi-kisi kuesioner kemampuan kerjasama siswa ...............................
32
3. Kisi-kisi lembar observasi kemampuan kerjasama siswa ...................
33
4. Kisi-kisi lembar observasi pola kerjasama siswa.................................
33
5. Daftar pertanyaan wawancara guru .....................................................
34
6. Kriteria kemampuan kerjasama siswa dalam pembelajaran IPA kelas IV dan V .....................................................................................
36
7. Kriteria kemampuan kerjasama menurut siswa ..................................
37
8. Kemampuan kerjasama siswa ..............................................................
41
9. Kemampuan kerjasama siswa per-indikator .......................................
42
10. Kemampuan kerjasama menurut siswa ................................................
43
11. Kemampuan kerjasama menurut siswa per-indikator ..........................
44
12. Pola kemampuan kerjasama siswa dalam kelompok ...........................
46
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Bagan kerangka pikir ..........................................................................
8
2. Musyawarah dalam kelompok ............................................................
47
3. Partisipasi dalam kelompok ................................................................
48
4. Menerima tanggung jawab ..................................................................
49
5. Siswa Mengurangi ketegangan ...........................................................
50
6. Siswa Berada dalam tugas ...................................................................
51
7. Aspek kerjasama tertinggi “berada dalam tugas” ...............................
52
8. Aktifitas guru di dalam kelas ..............................................................
52
9. Pola kerjasama suplementer ................................................................
56
10. Pola kerjasama berbeda .......................................................................
57
xvi
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumber daya manusia dituntut untuk mampu menciptakan tata pendidikan yang dapat ikut menghasilkan sumber daya pemikir yang mampu membangun tatanan sosial dan ekonomi, sadar pengetahuan sebagaimana layaknya warga dunia pada abad 21 (Mukminan 2014: 1). Tantangan ini ditekankan pada bidang pendidikan, sehingga dengan harapan dapat menciptakan sumber daya manusia yang mampu berpikir kritis, bersosialisasi, bekerja sama antar individu maupun kelompok dan paham akan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga dapat mengahadapi segala tuntutan dan persaingan yang ada pada era globalisasi.
Persaingan pada era globalisasi terdapat dalam berbagai bidang kehidupan, salah satu diantaranya adalah bidang pendidikan, khususnya pendidikan IPA. Manusia dihadapkan pada tuntutan akan pentingnya sumber daya manusia yang berkualitas serta mampu berkompetisi. Sumber daya manusia yang berkualitas, yang dihasilkan oleh pendidikan yang berkualitas dapat menjadi kekuatan utama untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi dalam pendidikan, sehingga melalui pendidikan IPA diharapkan dapat menciptakan sumber daya yang benar-benar berkualitas serta mampu berkompetisi, karena
2
dalam pendidikan IPA akan membentuk seseorang yang memiliki bekal ilmu pengetahuan, keterampilan ilmiah, keterampilan berpikir, strategi berpikir, serta mampu berpikir kritis dan kreatif (Widhy, 2013: 1-2), sedangkan menurut Kemendikbud (2013: 101) pembelajaran IPA menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, dan tetangganya, serta menunjukkan perilaku ilmiah dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap dalam melakukan inkuiri ilmiah dan berdiskusi.
Kurikulum juga memegang peranan penting dalam pembelajaran, kurikulum yang digunakan pada Sekolah Dasar (SD) yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, selain itu juga sebagai pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan (Permendiknas, 2006: 5-6). Menurut Adistyasari (2013: 54) keterampilan sosial dan kerjasama anak merupakan hal penting yang dibutuhkan anak untuk berinteraksi dengan teman sebaya, keluarga dan lingkungan. Keterampilan sosial dan kerjasama ini penting sebagai bekal memperoleh suatu hubungan yang baik di lingkungannya, bekal anak dalam menjalin suatu ikatan dan hubungan bermasyarakat pada masa dewasa nanti.
3
Tetapi pada kenyataannya di negeri ini banyak sekali fakta yang menunjukkan bahwa masih rendahnya kerjasama dan interaksi antar siswa atau pelajar. Hal ini terjadi karena kurang ditanamkannya perilaku sosialisasi dan kerjasama sejak dini. Seperti yang dituliskan dalam Kompas (2015) berawal dari ejekan, perkelahian siswa kelas 2 SD berujung kematian, yang sebelumnya terjadi perkelahian. Fakta lain yang tertulis dalam Suara Merdeka (2015) yaitu karena ikut dalam aksi tawuran yang terjadi selama dua hari berturut-turut di depan SDN 001 Kawasan Gunung Pasir, Balikpapan Selatan, MR yang masih siswa kelas VI SD dibawa ke Polres.
Dari fakta yang ada dapat terlihat bahwa masih rendahnya kerjasama antar pelajar. Untuk dapat menciptakan sumber daya manusia yang mampu menghadapi era globalisasi, maka perlu adanya sikap kerjasama antar siswa, yang harus ditanamkan sejak dini. Oleh karena itu, siswa perlu dipersiapkan melalui pendidikan, agar siswa dapat lebih memahami akan pentingnya kerjasama. Kemampuan kerjasama dapat diperoleh melalui lingkungan keluarga, masyarakat dan lingkungan sekolah.
Pembelajaran menggunakan metode ceramah terhadap hasil belajar siswa menurut Hasnawati (2012: 11) yaitu sulit untuk dibayangkan, jika tidak ada pengalaman yang dimiliki sebelumnya dan pelajaran mudah terlupakan. Sehingga kemungkinan hanya sebagian kecil materi pelajaran yang diingat, akibatnya siswa sulit mentransfer hasil belajarnya ke situasi yang baru dan hasil belajarnya juga rendah. Guru yang menggunakan metode ceramah maka dapat menyebabkan guru kurang interaktif pada saat proses pembelajaran
4
berlangsung, salah satu contoh model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan kerjasama siswa, sehingga siswa tidak lagi bersikap pasif adalah dengan cara berdiskusi dalam kelompok yang akan melatih siswa untuk saling berinteraksi dengan teman kelompok.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Funali (2014) mengenai pembelajaran kolaboratif, yaitu penggunaan model pembelajaran kolaboratif dapat meningkatkan hasil belajar siswa Kelas V SDN 1 Siboang, serta meningkatkan aktivitas yang lebih baik pada siswa. Penerapan model pembelajaran kolaborasi, didapatkan hasil belajar siswa dari 60,15 (nilai rata-rata hasil belajar sebelum penelitian) menjadi 69,12 (siklus I) dan 81,64 (siklus II). Begitupun dengan ketuntasan klasikal meningkat dari ketuntasan 62,5% pada siklus I menjadi 87,5% pada siklus II. Demikian pula peningkatan daya serap klasikal dari 69,12% pada siklus I menjadi 81,64% pada siklus II.
Penelitian dilakukan pada anak Sekolah Dasar (SD), karena pada jenjang tersebut sebagai dasar untuk anak dapat menanamkan kemampuannya dalam bersosialisasi dan bekerja sama yang didapatnya sebelum memasuki jenjang yang lebih tinggi, dengan harapan siswa dapat lebih terbiasa untuk bekerja sama dan berinteraksi dalam kelompok.
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa kerjasama itu sangatlah penting, baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun dalam proses pembelajaran di sekolah, karena dengan adanya kerjasama dapat meningkatkan keaktifan dan interaksi siswa di kelas, serta dapat
5
meningkatkan hasil belajar siswa. Penulis ingin melakukan penelitian di salah satu SD Negeri yang ada di Kecamatan Rajabasa, sehingga penulis melakukan observasi untuk mendapatkan informasi mengenai sekolah yang akan dijadikan sebagai tempat penelitian. Pada saat observasi ke SD Negeri 1 Rajabasa Jaya, penulis mendapatkan informasi bahwa di sekolah tersebut sedang tidak dilakukan penelitian oleh siapapun, dengan judul yang serupa. Selain itu informasi yang didapatkan yaitu kurikulum yang digunakan oleh sekolah tersebut adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, pada saat pembelajaran IPA guru tidak jarang membentuk diskusi kelompok. Kelas IV dan V dipilih dikarenakan pada jenjang kelas tersebut, guru sering melakukan pembelajaran IPA dengan membentuk kelompok diskusi. Dari informasi yang didapat maka penulis memutuskan untuk melakukan penelitian disekolah dan dikelas tersebut dengan judul ”Profil Kemampuan Kerjasama Siswa Dalam Pembelajaran IPA SD Negeri 1 Rajabasa Jaya Bandar Lampung Tahun Ajaran 2015/2016” guna untuk mengamati kemampuan kerjasama dan pola kerjasama siswa dalam kelompok. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut maka diperoleh rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana profil kerjasama siswa dalam pembelajaran IPA pada kelas IV dan V di SD Negeri 1 Rajabasa Jaya Bandar Lampung? 2. Bagaimana pola kerjasama siswa dalam pembelajaran IPA pada kelas IV dan V di SD Negeri 1 Rajabasa Jaya Bandar Lampung?
6
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini untuk mendeskripsikan: 1. Profil kemampuan kerjasama siswa dalam pembelajaran IPA pada kelas IV dan V di SD Negeri 1 Rajabasa Jaya Bandar Lampung. 2. Pola kerjasama siswa dalam pembelajaran IPA pada kelas IV dan V di SD Negeri 1 Rajabasa Jaya Bandar Lampung.
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1. Peneliti, yaitu mendapatkan pengalaman dan wawasan serta gambaran mengenai kemampuan kerjasama pada siswa Sekolah Dasar. 2. Guru, yaitu sebagai bahan evaluasi keberhasilan belajar siswa serta memberikan informasi mengenai kemampuan kerjasama siswa. 3. Sekolah, yaitu memberikan masukan dalam mengevaluasi dan mengoptimalkan pelaksanaan pembelajaran di sekolah, serta dapat menggali kemampuan kerjasama siswa.
E. Ruang Lingkup Penelitian Untuk menghindari kesalahpahaman terhadap masalah yang akan dibahas, maka diberikan batasan masalah sebagai berikut: 1. Profil kerjasama siswa yang diukur adalah bermusyawarah dalam kelompok, partisipasi dalam kelompok, menerima tanggung jawab, mengurangi ketegangan, dan berada dalam tugas. 2. Pola kerjasama siswa yang diukur adalah tidak ada pembagian tugas oleh
7
ketua kelompok, anggota harus berkumpul, tugas dikerjakan secara bersama-sama, serta pembagian tugas secara teratur oleh ketua kelompok, setiap anggota memiliki peran/ tugasnya masing-masing, dan dikerjakan secara individu sesuai dengan tugas yang dibagikan, lalu berkumpul untuk mendiskusikan. 3. Materi pembelajaran IPA SD pada semester genap kelas IV yaitu Gaya, Energi Panas dan Bunyi, Perubahan kemampuan pada Bunyi. Materi semester genap pada kelas V yaitu Gaya dan Pesawat Sederhana, Cahaya dan Sifat-sifatnya, Bumi dan Alam Semesta. 4. Sampel penelitian adalah seluruh siswa kelas IV dan V semester genap di SD Negeri 1 Rajabasa Jaya Bandar Lampung Tahun Ajaran 2015/2016.
F. Kerangka Pikir Kegiatan Pembelajaran IPA di kelas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kurikulum, metode, bahan ajar, media, guru, keadaan kelas, dan keadaan sekolah. Metode pembelajaran, bahan ajar, serta media pembelajaran yang digunakan saat proses pembelajaran dipengaruhi oleh guru, karena guru yang menyiapkan serta menggunakannya dalam proses pembelajaran di dalam kelas.Metode pembelajaran yang masih sering digunakan oleh guru salah satunya adalah metode ceramah, yang menyebabkan guru kurang interaktif, serta siswa cenderung pasif pada saat proses pembelajaran berlangsung, solusi yang dapat membantu agar siswa tidak lagi pasif, yaitu dengan menggunakan metode diskusi, dengan adanya diskusi maka akan menciptakan interaksi antar siswa.
8
Selain metode pembelajaran, kurikulum juga memiliki peranan yang sangat penting, kurikulum yang digunakan pada Sekolah Dasar (SD) yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang memiliki tujuan pendidikan dasar yaitu meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Selain dari yang telah disebutkan, suasana kelas dan suasana sekolah sangat berpengaruh pada proses pembelajaran di kelas, karena apabila suasana sekolah dan kelas kurang kondusif maka akan menggangu proses pembelajaran. Dari serangkaian proses Kegiatan Pembelajaran IPA ini, maka diharapkan siswa dapat memiliki kemampuan kerjasama yang lebih baik, karena dengan tertanamnya sikap kerjasama, maka akan lebih memudahkan siswa untuk dapat memecahkan persoalan secara bersama, serta dapat saling berbagi pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh tiap-tiap siswa. Kurikulum Metode/model pembelajaran
Media
Guru
Bahan Ajar
Kegiatan Pembelajaran IPA
Suasana Kelas
Suasana Sekolah Kemampuan Kerjasama Siswa
Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
Pembelajaran IPA merupakan sesuatu yang harus dilakukan oleh siswa bukan sesuatu yang dilakukan terhadap siswa, sebagaimana yang dikemukakan National Science Educational Standart (dalam Widhy, 2013: 3), bahwa ”Learning science is an active process. Learning science is something student to do, not something that is done to them”.
Proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pembelajaran IPA diarahkan untuk inquiry dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pengalaman dan pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar (Widhy, 2013: 3).
IPA terdiri atas fakta-fakta, konsep, prinsip, teori, dan hukum. Produk IPA yang dipelajari siswa melalui kurikulum yang secara konseptual dirangkai untuk mengembangkan pemahaman siswa terhadap sifat-sifat alam sekitar. IPA sebagai kumpulan nilai memiliki makna bahwa penemuan IPA dilandasi oleh sikap ilmiah. Sikap ilmiah yang dikembangkan kepada siswa yaitu rasa ingin tahu, dapat mengambil keputusan, mengembangkan hasrat untuk
10
mencari jawaban, mendekati masalah dengan pikiran yang terbuka, berlatih memecahkan masalah, objektif, jujur, teliti, mampu bekerjasama, dan lain sebagainya (Suwono dalam Pujiastuti, 2012: 1-2).
Sekolah Dasar merupakan jenjang pendidikan tingkat dasar, siswa SD perlu dipersiapkan untuk mengikuti jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Karakter siswa perlu dikembangkan mulai dari tingkat SD, dipersiapkan menjadi seorang scientist melalui pembelajaran yang menekankan siswa aktif , dalam melaksanakan pembelajaran dan pada penyelidikan sains lebih menekankan siswa aktif dengan memperhatikan kebutuhan siswa, kecakapan, dan minat siswa (Schmidt dalam Pujastuti, 2012: 2). Menurut Piaget, siswa SD yang berusia 7-11 tahun berada dalam tahap operasional konkret (Suwono dalam Pujiastuti, 2012: 2).
Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar adalah program untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan keterampilan, sikap dan nilai ilmiah pada siswa serta rasa mencintai dan menghargai kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. Tujuan IPA secara umum membantu agar siswa memahami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Memiliki keterampilan untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar maupun menerapkan berbagai konsep IPA untuk menjelaskan gejala-gejala alam yang harus dibuktikan kebenarannya di laboratorium, dengan demikian IPA tidak saja sebagai produk tetapi juga sebagai proses (Prayekti, 2008: 8).
Terdapat tiga hal yang berkaitan dengan sasaran IPA di Sekolah Dasar, yaitu IPA tidak semata berorientasi kepada hasil tetapi juga proses, sasaran
11
pembelajaran IPA harus menyeluruh dan pembelajaran IPA akan lebih berarti apabila dilakukan secara berkesinambungan dan melibatkan siswa secara aktif (Prayekti, 2008: 8).
Untuk dapat melaksanakan proses pembelajaran IPA secara terstruktur, maka kurikulum 2013 telah dipersiapkan, dalam pengembangannya yaitu untuk menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap (tahu mengapa), keterampilan (tahu bagaimana), dan pengetahuan (tahu apa) yang terintegrasi (Widhy, 2013: 6). Kurikulum 2013 dibutuhkan proses pembelajaran yang mendukung kreativitas, itu sebabnya perlu merumuskan kurikulum yang mengedepankan pengalaman personal melalui proses mengamati, menanya, menalar, dan mencoba (observation based learning) untuk meningkatkan kreativitas peserta didik. Di samping itu, dibiasakan bagi peserta didik untuk bekerja dalam jejaringan melalui collaborative learning (Widhy, 2013: 7-8).
Kurikulum 2013 mengacu pada pendekatan saintifik sehingga disarankan untuk menggunakan beberapa model pembelajaran yang sesuai dengan pendekatan pembelajaran saintifik yaitu : 1. Pembelajaran berbasis inkuiri Pembelajaran berbasis inkuiri adalah pembelajaran yang melibatkan siswa dalam merumuskan pertanyaan yang mengarahkan untuk melakukan investigasi dalam upaya membangun pengetahuan dan makna baru. 2. Pembelajaran discovery Kegiatan belajar mengajar menggunakan metode penemuan (discovery)
12
adalah menemukan konsep melalui serangkaian data atau informasi yang diperoleh melalui pengamatan dan percobaan. 3. Pembelajaran problem based learning (PBL) Pembelajaran problem based learning (PBL) didasarkan atas teori psikologi kognitif, menurut teori konstruktivisme, siswa belajar mengonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan lingkungannya. Pembelajaran ini dapat membuat siswa belajar melalui upaya penyelesaian permasalahan dunia nyata (real world problem) secara terstruktur dan untuk mengonstruksi pengetahuan siswa. 4. Pembelajaran project based learning (PjBL) Pembelajaran project based learning (PjBL) dapat merupakan pendekatan, strategi atau metode pembelajaran yang berpusat pada siswa, bersifat antar disiplin ilmu (integrasi mata pelajaran), dan berjangka panjang (Sani, 2014: 88-171). Berdasarkan teori Dyer, pendekatan saintifik (scientific approach) dalam pembelajaran memiliki komponen proses belajar, antara lain mengamati, menanya, mencoba atau mengumpulkan informasi, menalar atau asosiasi, membentuk jejaring dan melakukan komunikasi (Sani, 2014: 53).
Kurikulum 2013 antar satuan pendidikan memperhatikan beberapa hal, yaitu perkembangan psikologi anak, lingkup dan kedalaman materi, kesinambungan, fungsi satuan pendidikan, dan lingkungan. Kurikulum Sekolah Dasar (SD) melibatkan siswa untuk berinteraksi dengan lingkungan rumah, sekolah, dan tempat bermain (Sani, 2014: 46).
13
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), model pembelajaran untuk anak tingkat Sekolah Dasar kelas rendah adalah pembelajaran yang dikemas dalam bentuk tema-tema (tematik). Tema merupakan wadah atau wahana untuk mengenalkan berbagai konsep materi kepada anak didik secara menyeluruh (Rusman, 2012: 249). Pembelajaran tematik merupakan salah satu model dalam pembelajaran terpadu (terintegrated instruction) yang merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa baik secara individual maupun kelompok, aktif menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan autentik. Model pembelajaran tematik adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan tematik yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan beberapa pengalaman bermakna kepada siswa (Rusman, 2012: 254). Tema menurut Poerwadaminta dalam Rusman (2012: 254) yaitu pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan. Tujuan dari adanya tema ini bukan hanya untuk menguasai konsep-konsep dalam suatu mata pelajaran, akan tetapi juga keterkaitannya dengan konsep-konsep dari mata pelajaran lainnya. Tema-tema yang bisa dikembangkan di kelas awal Sekolah Dasar mengacu pada prinsip-prinsip, yaitu pengalaman mengembangkan tema dalam kurikulum disesuaikan dengan mata pelajaran yang akan dikembangkan, dimulai dari lingkungan yang terdekat dengan anak (expanding community approach), dimulai dari hal-hal yang mudah menuju yang sulit, dari hal yang sederhana menuju yang kompleks, dan dari hal yang konkret menuju yang abstrak (Rusman, 2012: 249-250). Dengan adanya tema ini akan
14
memberikan banyak keuntungan, diantaranya: 1. Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu. 2. Siswa dapat mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar mata pelajaran dalam tema yang sama. 3. Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan. 4. Kompetensi dasar dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa. 5. Siswa dapat lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas. 6. Siswa dapat lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata. 7. Guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara terpadu (Rusman, 2012: 254-255). Hakikat dari ilmu pengetahuan alam dan pendidikan ilmu pengetahuan alam yaitu: a. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan makna alam dan berbagai fenomena, perilaku, dan karakteristik yang dikemas menjadi sekumpulan teori maupun konsep melalui serangkaian proses ilmiah yang dilakukan manusia. Teori maupun konsep yang terorganisir ini menjadi sebuah inspirasi terciptanya teknologi yang dimanfaatkan bagi kehidupan manusia. b. Hakikat Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Pendidikan ilmu pengetahuan alam, pemahaman tentang pentingnya
15
mempelajari alam sehingga akan membawa manusia pada kehidupan yang bermakna dan bermartabat. Adanya pembentukan berfikir manusia dalam kaitannya mempelajari alam, sehingga manusia menjadi mengerti, beretika dan lebih dekat dengan Tuhannya (Mariana dan Praginda, 2009: 6). Berdasarkan karakteristik siswa SD dan penerapan Teori Piaget dalam pembelajaran IPA di SD hendaknya melalui perbuatan, latihan yang berulang, menggunakan benda nyata, dan didasarkan pengalaman langsung maka pembelajaran IPA di SD hendaknya dilaksanakan sesuai hakekat IPA yaitu IPA sebagai produk, IPA sebagai proses dan IPA sebagai pembentuk sikap ilmiah serta sesuai dengan nilai-nilai IPA. Pembelajaran IPA di SD dipergunakan metode ilmiah dengan mengembangkan keterampilan proses dasar untuk SD kelas rendah, keterampilan proses terintegrasi untuk SD kelas tinggi. Dengan menggunakan metode ilmiah dapat terbentuk sikap ilmiah pada anak didik yaitu antara lain bergairah, ingin tahu, dan cermat dalam mengamati dan mengukur, terbuka, obyektif, jujur, taat azas, kritis, dan runtut dalam berpikir, tekun, ulet dan penuh tanggungjawab dalam bekerja (Sumaji dalam Warsiti, 2011: 386).
B. Kemampuan Kerjasama Kemampuan merupakan kesanggupan, kecakapan, kekuatan. Kerjasama merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh suatu kelompok sehingga terdapat hubungan erat antar tugas pekerjaan anggota kelompok lain, demikian pula penyelesainnya (Poerwadarminta dalam Ruandini., Akhdinirwanto., dan
16
Nurhidayati, 2012: 2), sedangkan kerjasama menurut Tim Mitra Guru (2007: 60) adalah usaha bersama antar individu atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
Beberapa bentuk kerjasama antara lain adalah kerjasama spontan (spontaneous cooperation), yaitu kerjasama serta-merta, tanpa adanya suatu perintah atau tekanan tertentu, kerjasama langsung (directed cooperation), yaitu kerjasama yang berasal dari perintah atasan atau penguasa, kerjasama kontrak (contrakcual cooperation), yaitu kerjasama atas dasar atau perjanjian tertentu, kerjasama tradisional (traditional cooperation), yaitu kerjasama sebagai suatu sistem sosial, misalnya gotong royong (Tim Mitra Guru, 2007: 60), sedangkan menurut Saputra (2005: 42) bentuk-bentuk kerjasama dibagi menjadi dua jenis, yang pertama kerjasama yang dilihat dari kedudukan, yaitu kerjasama setara, kerjasama ini terjadi antar orang yang memiliki kedudukan yang sama, misalnya anak dengan anak. Selanjutnya adalah kerjasama tak setara, yaitu kerjasama yang terjadi antar orang yang berbeda posisi, namun kedua belah pihak saling membutuhkan. Kemudian bentuk kerjasama yang dilihat dari proses kerjanya, yaitu kerjasama berkawan, kerjasama ini dilakukan dengan berkumpul bersama untuk menambah kesenangan dalam rangka melaksanakan tugas yang menjadi tanggungjawab bersama. Kerjasama suplementer, dilakukan secara langsung, setiap anggota harus berkumpul untuk melaksanakan tugas secara bersama. Sedangkan kerjasama berbeda, yaitu kerjasama yang dilakukan melalui pembagian tugas secara teratur, tugas yang dibagi pada tiap orang berbeda.
17
Diskusi adalah salah satu teknik pembelajaran yang dilakukan oleh seseorang guru di sekolah. Di dalam diskusi proses interaksi antara dua atau lebih individu yang terlibat, saling tukar menukar pengalaman, informasi, memecahkan masalah, dapat terjadi juga semuanya aktif, tidak ada yang pasif sebagai pendengar saja, sedangkan kerja kelompok, teknik ini sebagai salah satu strategi pembelajaran ialah suatu cara mengajar, dimana siswa di dalam kelas dipandang sebagai suatu kelompok atau dibagi menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 5 (lima) atau 7 (tujuh) siswa, mereka bekerja bersama dalam memecahkan masalah, atau melaksanakan tugas tertentu, dan berusaha mencapai tujuan pengajaran yang telah ditentukan oleh guru pula. Penggunaan teknik kerja kelompok untuk mengajar mempunyai tujuan agar siswa mampu bekerjasama dengan teman yang lain dalam mencapai tujuan bersama (Roestiah, 2008: 15). Kolaboratif berarti bekerja bersama-sama dengan orang lain. Pembelajaran kolaboratif berarti belajar melalui kerja kelompok, bukan belajar dengan bekerja sendirian (Barkley., K. Patricia., dan Claire, 2014: 4). Dasar dari metode kolaboratif adalah teori interaksional yang memandang belajar sebagai suatu proses membangun makna melalui interaksi sosial. Metode kolaboratif dalam pembelajaran lebih menekankan pada pembangunan makna oleh siswa dari proses sosial yang bertumpu pada konteks belajar, dikatakan demikian karena pada proses pembelajaran kolaboratif terjadi suatu peristiwa sosial dimana di dalamnya terdapat dinamika kelompok (Kirschner dalam Utomo, 2011: 54-55).
18
Konsep dari pembelajaran kolaboratif, pengelompokan dan pasangan dari siswa untuk mencapai tujuan akademik. Istilah dari pembelajaran kolaboratif mengacu pada metode pengajaran di mana siswa di berbagai tingkat kinerja, bekerja sama dalam kelompok kecil menuju tujuan umum. Para pendukung pembelajaran kolaboratif mengklaim bahwa pertukaran aktif ide dalam kelompok-kelompok kecil tidak hanya meningkatkan minat kalangan peserta tetapi juga memicu untuk berpikir kritis (Gokhale, 1995: 22). Belajar kolaboratif menekankan pada proses pembelajaran yang menghendaki keterpaduan aktivitas bersama antara intelektual, sosial dan emosi secara dinamis, baik dari pihak siswa maupun guru. Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa belajar itu aktif dan konstruktif, dimana siswa harus terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, lingkungan diciptakan untuk mendorong dan menghargai inisiatif siswa (Utomo, 2011: 55). Pembelajaran kolaboratif memiliki ciri-ciri yaitu saling ketergantungan secara positif, adanya interaksi saling bertatap muka dalam kerjasama, rasa tanggungjawab individu untuk menyelesaikan tugas bersama dibutuhkan keterampilan interpersonal dan kerjasama kelompok kecil (Johnson dalam Utomo, 2011: 58). Manfaat yang diperoleh dari kerjasama dalam kelompok yang dikemukakan oleh Mahnaz dan Moallem dalam Utomo (2011: 55) diantaranya adalah: a. Menumbuhkan tanggungjawab individu, karena diantara individu menyadari akan adanya tugas-tugas bersama dalam kelompok; b. Meningkatkan komitmen pada anggota kelompok untuk saling membantu, saling membutuhkan, memberikan umpan balik yang tepat,
19
dan memberi dorongan untuk pencapaian tujuan-tujuan bersama; c. Memperlancar interaksi antar individu dan antar anggota kelompok, yang memungkinkan tiap anggota menampilkan keterampilan sosial dan kompetisi dalam berkomunikasi; d. Memberikan stabilitas pada kelompok sehingga anggota kelompok dapat bekerjasama dengan anggota lain dalam waktu yang cukup lama tapi tidak melelahkan dan dapat membangun norma kelompok, penampilan tugas bersama, dan pola-pola interaksi. Pertukaran gagasan diantara anggota kelompok tidak saja meningkatkan minat diantara anggota melainkan juga meningkatkan kemampuan berpikir keritis. Belajar saling berbagi diantara siswa memberi peluang terlibat dalam diskusi, bertanggung jawab untuk keberhasilan belajar pada dirinya sendiri, dengan menerapkan pembelajaran kolaboratif dapat membuat proses pembelajaran menjadi aktif, kreatif dan produktif. Berbagai keuntungan dari penerapan belajar kolaboratif di antaranya adalah siswa memperoleh pemahaman yang mendalam terhadap materi pelajaran; mendorong siswa untuk menjadi pelajar yang mandiri, percaya diri, dan bertanggung jawab; meningkatkan kemampuan berpikir kritis; meningkatkan keterampilan menyelesaikan masalah, dan lain-lain (Utomo, 2011: 55). Dalam penggunaan metode pembelajaran kolaboratif terdapat enam langkah utama yang perlu ditempuh yaitu penyampaian tujuan dan memotivasi siswa, menyajikan informasi dalam bentuk demonstrasi atau melalui panduan, pengorganisasian siswa ke kelompok-kelompok belajar, membimbing kelompok bekerja dan belajar, melakukan evaluasi tentang apa yang sudah
20
dipelajari sehingga masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya, memberikan penghargaan baik secara kelompok maupun individu (Arend dalam Utomo, 2011: 57). Terdapat bukti persuasif bahwa tim koperasi mencapai pada tingkat berpikir yang lebih tinggi dan menyimpan informasi lebih lama daripada siswa yang hanya diam-diam. Belajar bersama memberikan siswa kesempatan untuk terlibat dalam diskusi, mengambil tanggung jawab untuk pembelajaran mereka sendiri, dan dengan demikian menjadi pemikir kritis (Johnson dalam Totten, 1991: 22). Adapun profil dan pola kerjasama siswa dalam pembelajaran yaitu: a. Profil Kerjasama Siswa Profil kerjasama dalam pembelajaran kolaboratif memiliki enam karakteristik, yaitu tim berbagi tugas untuk mencapai tujuan pembelajaran, anggota tim saling memberi masukan untuk lebih memahami masalah yang dihadapi, para anggota tim saling menanyakan untuk lebih mengerti secara mendalam, tiap anggota tim memberi kesempatan kepada anggota lain untuk berbicara dan memberi masukan, kerja tim dipertanggungjawabkan ke orang yang lain, dan dipertanggungjawabkan kepada dirinya sendiri, dan diantara anggota tim ada saling ketergantungan (Merill dalam Ihsan, 2013: 9-10). b. Pola Kerjasama Siswa Pola kerjasama siswa dapat dilihat melalui jenis kelompok, ukuran kelompok, dan keanggotaan kelompok. Jenis kelompok dapat bersifat formal, informal, atau dasar. Kelompok informal terbentuk secara cepat,
21
acak, dan untuk bekerjasama dalam jangka waktu yang singkat. Kelompok formal dibentuk untuk bekerjasama guna mencapai tujuan yang lebih kompleks, seperti menulis sebuah laporan atau membuat sebuah presentasi. Kelompok dasar ditujukan untuk membentuk sebuah kominitas yang mengerjakan berbagai macam tugas, dan bersifat jangka panjang (Johnson dan Smith dalam Barkley., K. Patricia., dan Claire, 2014: 65).
Ukuran kelompok pada pembelajaran kolaboratif, biasanya berkisar dua sampai enam orang. Ukuran kelompok bergantung pada jenis kelompok, sifat dari tugas yang diberikan, durasi pengerjaan tugas, dan lingkungan fisik. Pada umumnya, para pendukung pembelajaran kolaboratif mengusulkan agar kelompok berukuran kecil, agar siswa dapat berpartisipasi secara penuh, dan membangun rasa percaya diri satu sama lain (Barkley., K. Patricia., dan Claire, 2014: 67). Selanjutnya adalah keanggotaan kelompok yang dapat dipilih secara acak, dipilih oleh siswa, atau ditentukan oleh guru. Keanggotaan kelompok dapat didasarkan pada minat, kemampuan, dan sikap serta kelompok juga dapat bersifat homogen atau heterogen (Aronson dalam Barkley., K. Patricia., dan Claire, 2014: 68).
Pendapat lain mengenai pola kerjasama dalam kelompok yang dikemukakan Beebe dan Masterson dalam Burke (2011: 89-90) yaitu (a) ukuran kelompok, dinamika ukuran kelompok merupakan komponen penting dari kerja kelompok. Sekelompok kecil terdiri dari tiga orang
22
atau lebih. Kelompok terdiri dari dua orang tidak didorong untuk kerja kelompok karena tidak ada jumlah yang memadai dari individu untuk menghasilkan kreativitas dan keanekaragaman ide (Csernica, dkk., dalam Burke, 2011: 89-90). Secara umum, disarankan agar kelompok empat atau lima anggota cenderung bekerja terbaik (Davis dalam Burke, 2011: 89-90). Csernica, dkk., dalam Burke (2011: 89-90) menunjukkan bahwa tiga atau empat anggota yang lebih tepat. Kelompok yang besar dapat menurunkan kontribusi tiap anggota; (b) penugasan kelompok, menempatkan anggota kelompok adalah bagian integral dari keberhasilan kelompok. Beberapa fakultas anggota lebih memilih untuk menetapkan secara acak siswa untuk kelompok. Ini memiliki keuntungan memaksimalkan heterogenitas kelompok dan merupakan cara yang efektif untuk menempatkan kelompok anggota di ruang kelas yang besar (Davis dalam Burke, 2011: 90).
Beberapa usulan untuk mencapai kerja kolaboratif dengan membentuk kelompok dalam tipe kelas tertentu, menurut (Sibelman dalam Barkley., K. Patricia., dan Claire, 2014: 77-78) adalah: a. Audiotorium atau aula dengan bangku yang tetap Mahasiswa yang duduk berdekatan dapat membentuk pasangan atau trio. Meski pasangan dapat membalik tempat duduknya selama beberapa saat untuk bekerja sama dengan orang yang duduk di belakang mereka, namun sebaiknya kegiatan dibatasi untuk sumbang saran atau diskusi singkat.
23
b. Laboratorium Kelompok dengan berbagai ukuran dapat dibentuk dan dibentuk ulang sepanjang sesi kelas, bergantung jenis laboratoriumnya. Misalnya, pengerjaan tugas paling baik dilakukan secara berpasangan namun, untuk periode singkat pasangan lain dapat berkumpul dan bergabung dengan pasangan di belakangnya, membentuk kelompok beranggotakan empat orang. c. Kursi-kursi yang dapat berpindah Mahasiswa membentuk pasangan atau kelompok kecil, karena siswa tidak memiliki tempat kerja khusus untuk satu kelompok. d. Meja-meja yang dapat berpindah Selain penataan berpasangan dan kluster pasangan, tim-tim mahasiswa yang lebih besar dapat bekerja sama pada sebuah meja. Meja-meja dapat ditarik menjadi satu, untuk menciptakan sebuah meja konferensi yang besar. Meja-meja dan kursi-kursi tersebut juga dapat diatur membentuk pola U. e. Seminar Membagi kelas menjadi dua atau tiga tim, satu tim bekerja di bagian tengah meja, dan tim lainnya dapat bekerja di dua sudut atau ujung meja lainnya. f. Ruang kelas besar dengan ruang atau kamar khusus Mahasiswa dapat dating bersama untuk menghadiri kelas yang besar, kemudian berpencar membentuk kerja tim. Peranan setiap anggota dalam kelompok merupakan hal yang penting,
24
terdapat enam peranan umum kelompok diskusi (Barkley., K. Patricia., dan Claire, 2014: 79) yaitu: 1. Fasilisator Memimpin diskusi tim, menjaga agar kelompok tetap mengerjakan tugas untuk setiap pekerjaan, dan memastikan bahwa setiap orang menerima bagian kerja mereka. Fasilitator berusaha memastikan bahwa semua anggota kelompok memiliki kesempatan belajar, berpartisipasi, dan dihargai oleh anggota kelompok lainnya. 2. Pencatat Mencatat setiap kegiatan yang ditugaskan kepada tim. Pencatat mencatat rangkuman diskusi, menyimpan semua catatan yang dibutuhkan (termasuk lembaran-lembaran data seperti lembar daftar hadir dan pekerjaan rumah), dan melengkapi lembar kerja atau tugas tertulis untuk dikumpulkan dan diserahkan kepada pengajar. 3. Pelapor Berfungsi sebagai juru bicara kelompok dan merangkum secara lisan kegiatan-kegiatan atau kesimpulan kelompok. Pelapor juga membantu pencatat untuk mempersiapkan laporan dan lembar kerja. 4. Pencatat waktu Menjaga agar kelompok selalu menyadari batas waktu yang dimiliki, bekerja sama dengan faslitator untuk menjaga agar kelompok tetpa pada tugasnya, dan juga dapat menerima peran anggota kelompok yang tidak hadir. Pencatat waktu juga bertanggung jawab terhadap setiap waktu dan
25
memastikan bahwa wilayah kerja tim berda dalam kondisi yang baik ketika sesi berakhir. 5. Pemonitor berkas Apabila dosen telah membuat bekas-berkas kerja kelompok, pemonitor mengambil berkas tim tersebut, mendistribusikan semua materi selain dari lembar data mengembalikan semua lembar tugas, pekerjaan, atau catatan kepada semua anggota tim. Pemonitor berkas memastikan bahwa semua bahan yang relavan dengan kelas berada dalam berkas pada akhir sesi kelas. 6. Kartu liar Menggantikan peran dari anggota kelompok yang tidak hadir atau mengisi peran apapun yang dibutuhkan. Beberapa hal yang harus dihindari oleh anggota tim diskusi, adalah freerider, yaitu membiarkan teman-temannya melakukan tugas tim, tanpa berusaha ikut serta memberikan kontri busi dalam proses kolaborasi. Sucker, yaitu tidak ikut serta memberikan kontribusinya karena tidak bersedia membagi pengetahuan yang dimilikinya, Dominasion, yaitu menguasai jalannya proses penyelesaian tugas, sehingga kontribusi anggota tim yang lain tidak optimal. Ganging up on task, yaitu cenderung menghindari tugas dan hanya menunjukkan sedikit usaha untuk menyelesaikannya (Ihsan, 2013: 11).
Selain dalam pembelajaran kolaboratif, terdapat contoh model pembelajaran lain yang mengharuskan siswa untuk dapat bekerjasama dalam kelompok,
26
salah satunya adalah pada pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengajak siswa untuk saling bekerja sama (Susanto, H., Dwi, Y., dan Enis, N., 2012: 2).
Pada pembelajaran kooperatif yang menjadi prioritas adalah kemajuan bidang akademik siswa dan afektif melalui keterampilan kerjasama (Kindsvatter dalam Susanto, H., Dwi, Y., dan Enis, N., 2012: 2). Keterlibatan siswa untuk belajar secara berkelompok, akan menciptakan proses pembelajaran yang tidak hanya berlangsung satu arah, melainkan dua arah, yaitu dari guru dan siswa (Susanto, H., Dwi, Y., dan Enis, N., 2012: 2).
Hasil penelitian mengenai penerapan model pembelajaran kolaboratif yang dilakukan oleh Funali (2014) dengan judul Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kolaborasi Pada Siswa Kelas V SDN I Siboang. Pendekatan pembelajaran sangat mempengaruhi tinggi rendahnya hasil belajar siswa, hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa hasil belajar siswa dari 60,15 (nilai rata-rata hasil belajar sebelum penelitian) menjadi 69,12 (siklus I) dan 81,64 (siklus II). Begitupun dengan ketuntasan klasikal meningkat dari ketuntasan 62,5% pada siklus I menjadi 87,5% pada siklus II. Demikian pula peningkatan daya serap klasikal dari 69,12% pada siklus I menjadi 81,64% pada siklus II. Berdasarkan daya serap klasikal dan ketuntasan belajar klasikal pada kegiatan pembelajaran siklus II.
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Nasia, S., B. Saneba., dan Hasdin (2014) dengan judul Meningkatkan Kerjasama Siswa Pada Pembelajaran
27
PKn Melalui Value Clarification Technique (VCT) di Kelas IV GKLB Sabang. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu pada siklus I, yaitu penilaian afektif dan psikomotor untuk mengetahui tingkat kerjasama siswa, diperoleh rata-rata tingkat kerjasama siswa adalah kriteria baik. Sementara hasil yang diperoleh pada siklus II jauh lebih baik daripada hasil yang diperoleh pada siklus I. Hasil siklus II, diketahui bahwa semua siswa dalam penilaian ratarata siswa memiliki tingkat kerjasama yang sangat baik.
C. Pembentukan Karakter di Sekolah Dasar (SD) Pembentukan karakter sangat diperlukan dalam melangsungkan kehidupan, berbangsa dan bernegara yang aman, adil dan sejahtera. Pembentukan kerakter dapat diartikan membentuk kepribadian yang dalam proses pembentukan dipengaruhi oleh keluarga, sekolah dan masyarakat. Sekolah merupakan tempat yang strategis dalam membentuk karakter siswa sehingga siswa akan memiliki kepribadian yang mantap. Sekolah dasar merupakan lembaga pendidikan dasar yang siswanya berusia antara 6-13 tahun dan memiliki karakteristik selalu ingin tahu dan membutuhkan pembimbing. Guru kelas memiliki peranan yang sangat menentukan dalam pembentukan kepribadian atau karakter siswa SD karena guru kelas. Oleh karena itu guru kelas harus memiliki kepribadian yang mantap atau berkarakter yang kuat sehingga bisa menjadi teladan bagi siswanya (Warsiti, 2011: 384-385).
Karakteristik anak sekolah dasar secara umum sebagaimana dikemukakan Basset, yaitu secara ilmiah memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan tertarik pada dunia sekitar yang mengelilingi diri mereka sendiri, senang bermain dan
28
lebih suka bergembira, suka mengatur dirinya untuk menangani berbagai hal, mengeksplorasi suatu situasi dan mencoba usaha-usaha baru, bergetar perasaannya dan terdorong untuk berprestasi sebagaimana mereka tidak suka mengalami ketidakpuasan dan menolak kegagalan-kegagalan, belajar secara efektif ketika mereka merasa puas dengan situasi yang terjadi, belajar dengan cara bekerja, mengobservasi, berinisiatif, dan mengajar anak-anak lainnya (Warsiti, 2011: 385).
29
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret tahun ajaran 2015/2016 di SD Negeri 1 Rajabasa Jaya Bandar Lampung.
B. Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV dan V SD Negeri 1 Rajabasa Jaya Bandar Lampung tahun ajaran 2015/2016. Hasil yang diperoleh dari observasi di sekolah tersebut, bahwa kelas IV dan V masing-masing hanya terdiri dari satu kelas, yang tiap kelasnya berjumlah 25 siswa, sehingga jumlah siswa dari kedua kelas tersebut adalah 50 siswa. Teknik penentuan sampel yang digunakan yaitu sampilng jenuh, yang mengacu pada (Sugiyono, 2012: 85), teknik ini digunakan untuk menentukan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel, hal ini dilakukan karena jumlah populasi yang relatif kecil.
C. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu desain deskriptif sederhana. Desain penelitian yang berupa desain deskriptif sederhana, mengacu pada Margono., Sudaryono., dan Rahayu (2013: 9). Desain penelitian deskriptif sederhana digunakan karena penelitian dilakukan untuk
30
mengambil informasi langsung yang ada di lapangan tentang deskripsi profil kemampuan kerjasama siswa di kelas IV dan V dalam pembelajaran IPA serta pola kerjasama siswa.
D. Prosedur Penelitian Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1. Tahap Persiapan a. Menetapkan subyek penelitian, yaitu siswa-siswi kelas IV dan V SD Negeri 1 Rajabasa Jaya Bandar Lampung. b. Membuat instrumen yang diperlukan dalam penelitian yang berupa angket mengenai profil kemampuan kerjasama siswa dalam kelompok, peranan guru dalam kerjasama kelompok dan ketertarikan siswa terhadap pembelajaran kelompok yang diberikan guru, lembar pertanyaan wawancara berkaitan dengan pola kerjasama yang diterapkan guru, dan lembar observasi mengenai profil dan pola kemampuan kerjasama siswa. c. Membuat surat izin observasi yang ditujukan pada Kepala SD Negeri 1 Rajabasa Jaya Bandar Lampung. d. Melakukan observasi di SD Negeri 1 Rajabasa Jaya Bandar Lampung, untuk memperoleh informasi mengenai sampel yang diamati, kepada guru IPA kelas IV dan V. 2. Tahap Pelaksanaan a. Guru melaksanakan kegiatan belajar mengajar IPA di kelas. b. Peneliti melakukan pengamatan dengan menggunakan lembar observasi dan dokumentasi berupa video dan foto di kelas IV dan V
31
SD Negeri 1 Rajabasa Jaya, mengenai kemampuan kerjasama siswa dalam proses pembelajaran IPA di kelas, yang dilakukan sebanyak dua kali pertemuan pada masing-masing kelas. c. Memberikan angket kepada guru dan siswa, mengenai kemampuan kerjasama siswa dalam pembelajaran IPA, serta melakukan wawancara dengan guru sebagai penunjang pernyataan yang ada pada angket. d. Menganalisis hasil observasi siswa serta memberikan skor mengenai kemampuan kerjasama siswa ke dalam rumus persentase yang telah dibuat. e. Menganalisis dan memberikan skor pada angket siswa ke dalam rumus persentase yang telah dibuat. f. Mendeskripsikan kemampuan kerjasama siswa dengan kriteria sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. g. Mendeskripsikan pola kerjasama siswa yang diperoleh berdasarkan hasil observasi serta wawancara dengan guru.
E. Data Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data 1. Data Penelitian Data penelitian ini berupa data kualitatif tentang kemampuan kerjasama siswa, yang dilihat berdasarkan kriteria sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Data penelitian berupa data kualitatif yang mengacu pada Margono (2010: 36). 2. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah:
32
a. Angket Dalam penelitian ini, teknik pegumpulan data yang digunakan yaitu angket atau kuesioner. Teknik pengumpulan data berupa angket atau kuesioner yang mengacu pada Margono., Sudaryono., dan Rahayu (2013: 30). Angket diberikan kepada guru dan juga siswa, dalam angket siswa berisi 19 pernyataan dengan pilihan jawaban ”ya” atau ”tidak” yang berkaitan dengan profil kemampuan kerjasama siswa. Sedangkan angket guru berisi 10 pernyataan dengan pilihan jawaban ”tidak pernah”, ”kadang-kadang”, dan ”selalu” yang berkaitan dengan peranan guru dalam pembelajaran kelompok sebanyak 6 butir dan pernyataan mengenai ketertarikan siswa terhadap pembelajaran tersebut sebanyak 4 butir. Tabel 1. Kisi-kisi Kuesioner Peranan Guru dalam Pembelajaran Kelompok dan Ketertarikan Siswa dalam Pembelajaran No. Indikator 1. Ukuran kelompok 2. Partisipasi guru dalam kelompok 3. Penugasan oleh guru 4. Partisipasi siswa dalam pembelajaran 5. Ketertarikan siswa dalam pembelajaran (Sumber: BPPTKPU Dinas Pendidikan Jawa Barat, 2011)
Nomor Item 1 2, 3 4 5, 6 7,8, 9, 10
Tabel 2. Kisi-kisi Kuesioner Kemampuan Kerjasama Siswa No. Aspek yang diukur Nomor Item 1. Musyawarah dalam kelompok 1, 2, 3, 4, 5 2. Partisipasi dalam kelompok 6, 7, 8, 9 3. Menerima tanggung jawab 10, 11, 12, 13 4. Mengurangi keteganggan 14, 15, 16 5. Berada dalam tugas 17, 18, 19 (Sumber: dimodifikasi dari Apriyani dan Harta, 2013: 3; Maryanah, 2014: 14; Purnomo, 2008: 53 dan 26; Rusman, 2012, 210-211)
b. Observasi Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa observasi.
33
Teknik pengumpulan data berupa observasi, mengacu pada Margono (2010: 58). Observasi dilakukan untuk mengamati kemampuan kerjasama siswa pada proses pembelajaran IPA di kelas IV dan V di SD Negeri 1 Rajabasa Jaya Bandar Lampung. Peneliti menggunakan lembar observasi yang berisi kriteria mengenai kemampuan kerjasama siswa. Tabel 3. Kisi-kisi Lembar Observasi Kemampuan Kerjasama Siswa No.
Aspek yang diukur
Nomor Item
1.
Musyawarah dalam kelompok
1, 2, 3, 4, 5
2.
Partisipasi dalam kelompok
1, 2, 3, 4
3.
Menerima tanggung jawab
1, 2, 3, 4
4.
Mengurangi ketegangan
1, 2, 3
5. Berada dalam kelompok 1, 2, 3, 4 (Sumber: dimodifikasi dari Apriyani dan Harta, 2013: 3; Maryanah, 2014: 12; Purnomo, 2008: 53 dan 26; Rusman, 2012: 210-211)
Tabel 4. Kisi-kisi Lembar Observasi Pola Kerjasama Siswa Pola Kerjasama Kerjasama Suplementer
Aspek yang diukur
Nomor item
Tidak ada pembagian tugas oleh ketua kelompok
1
Anggota harus berkumpul
2
Tugas dikerjakan secara bersama-sama
3
Pembagian tugas secara teratur oleh ketua kelompok Kerjasama Setiap anggota memiliki perannya masing-masing Berbeda Dikerjakan secara individu sesuai dengan tugas yang dibagikan, lalu berkumpul untuk mendiskusikan (Sumber: Saputra, 2005: 42)
1 2 3
c. Wawancara Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara. Teknik pengumpulan data berupa wawancara, mengacu pada Margono., Sudaryono., dan Rahayu (2013: 35). Wawancara
34
dilakukan untuk mempertegas hasil observasi, yang berupa pertanyaan berkaitan dengan kemampuan kerjasama siswa dan juga pola kerjasama siswa. Peneliti menerima informasi dari guru secara langsung dengan menggunakan pedoman wawancara yang berisikan beberapa pertanyaan. Tabel 5. Daftar Pertanyaan Wawancara Guru No
1.
2.
Pertanyaan Bagaimana cara Bapak/Ibu membentuk kelompok di dalam kelas, berdasarkan : a. Gender (homogen/heterogen) b. Nilai siswa c. Absen siswa yang sesuai dengan abjad d. Urutan nomor absen ganjil atau genap e. Kemauan siswa sendiri f. Sikap atau karakteristik siswa Berapa jumlah anggota dalam setiap kelompok yang Bapak/Ibu buat?
3.
Apakah dalam penilaian kelompok, Bapak/Ibu memperhatikan cara kerjasama dan aktivitas siswa saat diskusi?
4.
Apakah dalam diskusi Bapak/Ibu mengatur jalannya diskusi pada masingmasing kelompok?
5.
Bagaimana cara Bapak/Ibu mendorong siswa untuk belajar dalam kelompok?
6. 7.
8. 9.
Bentuk tugas seperti apa yang Bapak/Ibu berikan dalam diskusi? Apakah Bapak/Ibu mendorong siswa mendengarkan gagasan dan pikiran siswa lainnya? Bagaimana Bapak/Ibu mengingatkan siswa untuk berperan aktif dalam diskusi? Apakah siswa menyenangi pembelajaran kelompok?
10.
Apakah siswa tertarik untuk belajar bersama dan saling belajar dari siswa lain?
11.
Apakah siswa merasa senang bertukar pendapat dan pikiran antar sesama mereka?
12.
Apakah siswa antusias mengerjakan tugas mata pelajaran IPA secara berkelompok?
35
d. Dokumentasi Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan berupa dokumentasi. Teknik pengumpulan data berupa dokumentasi, mengacu pada Margono., Sudaryono., dan Rahayu (2013: 41). Dokumentasi dalam proses pengumpulan data yaitu berupa rekaman video dan foto. Selain itu peneliti meminta Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sebagai bukti pembelajaran.
F. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Data-data yang ada adalah data kualitatif, yang diperoleh dari hasil observasi, angket siswa dan guru serta wawancara guru, data tersebut kemudian dideskripsikan dengan mempersentasikannya. Adapun langkahlangkah analisis data dalam penelitian ini, sebagai berikut: 1. Observasi a. Lembar observasi kemampuan kerjasama siswa, peneliti mengklasifikasikan skor 0 (kurang), 1 (cukup), dan 2 (baik) yang didapat dari observasi kemampuan kerjasama siswa, kemudian menghitung skor yang telah diperoleh dalam bentuk persentase. Rumus yang digunakan untuk menghitung persentase kemampuan kerjasama siswa menurut Ali (2013: 201), yaitu: %=
× 100
Keterangan : % = persentase kemampuan kerjasama siswa dalam kelompok n = skor yang diperoleh N = jumlah seluruh skor
36
Selanjutnya, hasil perhitungan dalam bentuk persentase diinterprestasikan dengan tabel kriteria kemampuan kerjasama siswa, sebagai berikut: Tabel 6. Kriteria Kemampuan Kerjasama Siswa dalam Pembelajaran IPA kelas IV dan V No.
Kriteria
1. Sangat tinggi 2. Tinggi 3. Sedang 4. Rendah 5. Sangat rendah (Sumber: Riduwan, 2012: 89)
Persentase (%) 81 - 100 61 - 80 41 - 60 21 - 40 0 - 20
b. Lembar observasi pola kerjasama siswa, peneliti menggunakan daftar cek (√) pada kolom yang telah disediakan, dan juga terdapat ciri-ciri pola kerjasama. 2. Angket a. Angket yang diberikan kepada siswa untuk mengetahui profil dan pola kerjasama siswa dalam kelompok yang terdiri dari dua pilihan jawaban yaitu “ya” dan “tidak”. Skor yang diperoleh dalam pernyataan positif adalah 0 (tidak) dan 1 (ya). Sedangkan skor yang diperoleh dalam pernyataan negatif adalah 0 (ya) dan 1 (tidak). Persentase dari angket tersebut dapat ditentukan dengan menggunakan rumus menurut Ali (2013: 201) sebagai berikut: %=
× 100
Keterangan : % n N
= persentase kemampuan kerjasama menurut siswa = skor yang diperoleh = jumlah seluruh skor
37
Setelah dilakukan analisis perhitungan, data dikelompokkan ke dalam kriteria, sebagai berikut: Tabel 7. Kriteria Kemampuan Kerjasama Menurut Siswa No.
Kriteria
1. Sangat tinggi 2. Tinggi 3. Sedang 4. Rendah 5. Sangat rendah (Sumber: Riduwan, 2012: 89)
Persentase (%) 81 - 100 61 - 80 41 - 60 21- 40 0 - 20
b. Angket guru diberikan untuk mengetahui peranan guru dan ketertarikan siswa dalam pembelajaran, angket yang diberikan berupa daftar cek (√) berisi 10 pernyataan dengan pilihan jawaban ”tidak pernah”, ”kadang-kadang”, dan ”selalu”. Hasil yang diperoleh, kemudian dideskripsikan dan diselaraskan dengan hasil observasi. 3. Wawancara Guru Melakukan wawancara terbuka kepada guru kelas IV dan V SD Negeri 1 Rajabasa Jaya Bandar Lampung, yang berisi 12 pertanyaan beserta alasannya. Selanjutnya jawaban dari angket guru dideskripsikan dan diselaraskan dengan hasil observasi.
58
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN Adapun simpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Kemampuan kerjasama siswa dalam pembelajaran IPA secara keseluruhan berkriteria tinggi, dengan persentase 61%, sedangkan hasil yang diperoleh dari tiap kelas yaitu, pada kelas IV berkriteria “tinggi”, dengan persentase 70% dan pada kelas V berkriteria “sedang” dengan persentase 52%. Hasil ini diperoleh dari observasi yang menunjukkan siswa mampu bermusyawarah dalam kelompok, berpartisipasi dalam kelompok, menerima tanggung jawab, mengurangi ketegangan, dan berada dalam tugas. 2. Pola kerjasama siswa dalam pembelajaran IPA SD Negeri 1 Rajabasa Jaya yang terbentuk terdapat dua jenis pola kerjasama yaitu pola kerjasama suplementer dan pola kerjasama berbeda. Apabila dilihat dari masing-masing kelas, pada kelas IV terdiri dari 4 kelompok dengan persentase 100% dan seluruhnya membentuk pola kerjasama suplementer. Sedangkan, pada kelas V yang juga terdiri dari 4 kelompok, pola kerjasama yang terbentuk terdapat dua jenis yaitu pola kerjasama suplementer yang dibentuk oleh 2 kelompok dengan persentase 50% dan begitu pula pada pola kerjasama berbeda yang dibentuk oleh 2 kelompok
59
dengan persentase 50%. Pola kerjasama suplementer terlihat ketika tidak adanya pembagian tugas oleh ketua kelompok, anggota harus berkumpul, dan tugas dikerjakan secara bersama-sama, sedangkan pola kerjasama berbeda terlihat ketika adanya pembagian tugas secara teratur oleh ketua kelompok, setiap anggota memiliki peran atau tugasnya masing-masing, dan dikerjakan secara individu sesuai dengan tugas yang dibagiakan, lalu berkumpul untuk mendiskusikan. Pola kerjasama yang paling dominan adalah pola kerjasama suplementer.
B. SARAN Saran yang dapat disampaikan dari penelitian ini adalah: 1. Perlu adanya ketelitian pada saat mengamati kerjasama siswa dalam berkelompok, agar tidak keliru dalam pengisian lembar observasi, serta tidak mengalami kesulitan pada saat menentukan pola kerjasama yang terbentuk. 2. Peneliti harus memandu siswa dalam pengisian angket, dikarenakan siswa masih duduk di Sekolah Dasar (SD) dikhawatirkan sulit untuk memahami setiap pernyataan yang ada pada angket.
60
DAFTAR PUSTAKA Adistyasari, R. 2013. Meningkatkan Keterampilan Sosial Dan Kerjasama Anak Dalam Bermain Angin Puyuh. Universitas Negeri Semarang. Skripsi. (Online) tersedia di lib.unnes.ac.id. Diakses pada tanggal 23 November 2015. Pukul 20.44 WIB. Ajaja, O. P., dan Eravwoke, O. U. 2010. Effect of Cooperative Learning Strategy on Junior Secondary School Student Achievement In Integrated Science. Vol. 14, No. 1 pp 18. Jurnal. (Online). Tersedia di ejse.southwestern.edu /article/viewFile/7323/5617. Diakses pada tanggal 29 Januari 2016. Pukul 14.14 WIB. Ali, M. 2013. Prosedur dan Strategi Penelitian Pendidikan. Angkasa. Bandung. 233 hlm. Apriyani, D., dan H., Idris. 2012. Upaya Meningkatkan Kerjasama Siswa Dalam Pembelajaran Matematika Melalui Model Pembelajaran Tutor Sebaya. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta. Skripsi. (Online) Tersedia di http://eprints.ums.ac.id/26889/26/NASKAH.pdf Diakses pada tanggal 28 Desember 2015. Pukul 11.00 WIB. Aziza, Kurnia S. 2015. Berawal dari Ejekan, Perkelahian Siswa Kelas 2 SD Itu Berujung Kematian.(Online). Tersedia di http://megapolitan.kompas.com. Diakses pada tanggal 11 Maret 2015. Pukul 18.50 WIB. Barkley., K. Patricia., dan Claire. 2014. Collaborative Learning Techniques (Teknik-Teknik Pembelajaran Kolaboratif). Nusa Media. Bandung. 418 hlm. Burke, A. 2011. Group Work: How to Use Groups Effectively. The Journal of Effective Teaching, Vol. 11, No. 2. Journal. (online). Tersedia di http://uncw.edu/cte/et/articles/Vol11_2/Burke.pdf . Diakses pada tanggal 26 Januari 2016. Pukul 14.30 WIB. CN32. 2012. Ikut Tawuran, Siswa SD Dipolisikan. (online). Tersedia di http://www.suaramerdeka.com. Diakses pada tanggal 11 Maret 2015. Pada pukul 18.45 WIB.. Funali, M. 2014. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kolaborasi Pada Siswa Kelas
61
V SDN I Siboang. FKIP UNTAD. Vol. 4 No. 1ISSN 2354-614X. Jurnal. (Online). Tersedia di jurnal.untad.ac.id. Diakses pada tanggal 23 November 2015. Pukul 08.00 WIB. Gokhale, A. 1995. Collaborative Learning Enhances Critical Thinking. Journal of Technology Education Vol. 7 No. 1.30. Journal. (Online). Tersedia di https://scholar.lib.vt.edu/ejournals/JTE/v7n1/pdf/JTEV7N1.pdf. Diakses pada tanggal 23 Desember 2015. Pukul 20.20 WIB. Hasnawati, Noviana. 2012. Perbedaan Hasil Belajar IPS Sejarah Antara Siswa Yang Diajar Dengan Menggunakan Metode Karyawisata Dan Metode Konvensional Di Kelas VII MTs Sunan Kalijogo Malang. Jurnal. (online). Tersedia di http://jurnal-online.um.ac.id/data/artikel/artikel 6E2EADB0C9FE1183C03DBCD53FD215F7.pdf. Diakses pada tanggal 11 Maret 2015. Pukul 06.00 WIB. Ihsan, F. 2013. Meningkatkan Keterampilan Kerjasama Peserta Diklat Melalui Pembelajaran Kolaboratif. Jurnal. (Online) Tersedia di http://bkddiklat. ntbprov.go.id/wp-content/uploads/2014/09/. Diakses pada tanggal 26 Januari 2016. Pukul 20.10 WIB. Kemendikbud. 2013. Kurikulum 2013 Kompetensi Dasar SD/MI. (Online). Tersedia di http://kemdikbud.go.id/kemdikbud/dokumen /Paparan /Paparan%20Wamendik.pdf . Diakses pada tanggal 12 Maret 2015. Pukul 10.00 WIB. Maas, L. T. 2004. Peranan Dinamika Kelompok Dalam Meningkatkan Efektifitas Kerja Tim. Jurnal. (Online). Tersedia di http://library.usu.ac.id /download/fkm/fkm. Diakses pada tanggal 27 Juni 2016. Pukul 18.19 WIB. Margono, G., Sudaryono., dan Rahayu, W. 2013. Pengembangan Instrumen Penelitian Pendidikan. Graha Ilmu. Jakarta. Margono, S. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta. 259 hlm. Mariana, I., M,. A., dan Praginda,W. 2009. Hakikat Pendidikan IPA dan Pendidikan IPA Untuk Guru SD. Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam (PPPPTK IPA). Bandung. Maryanah, F. 2014. Penerapan Metode Buzz Group untuk Meningkatkan Kerjasama dan Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran IPS. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta. Skripsi. (Online) Tersedia di http://eprints.uny.ac.id/23864/. Diakses pada tanggal 10 November 2015. Pukul 13.15 WIB.
62
Mukminan. 2014. Tantangan Pendidikan di Abad 21. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta. Makalah. (Online) Tersedia di http://www. staff.uny.ac.id. Diakses pada tanggal 11 November 2015. Pukul 13.00 WIB. Nasia, S., B. Saneba., dan Hasdin. 2014. Meningkatkan Kerjasama Siswa Pada Pembelajaran PKn Melalui Value Clarification Technique (VCT) di Kelas IV GKLB Sabang. Jurnal Kreatif Tadulako Vol. 2 No. 3ISSN 2354614X. Jurnal. (Online) Tersedia di http://download.portalgaruda.org. Diakses pada tanggal 05 Desember 2015. Pukul 14.05 WIB. Permendiknas. 2006. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 22 Tahun 2006. (Online). Tersedia di https://asefts63.files.wordpress. com/2011/01/permendiknas-no-22-tahun-2006-standar-isi.pdf. Diakses pada tanggal 11 Maret 2015. Pukul 09.00 WIB. Pujiastuti, P. 2012. Pembelajaran IPA SD Melalui Model Kooperatif Tems Games Tournaments (TGT). Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta. Skripsi. (Online) Tersedia di http://www.staff.uny.ac.id. Diakses pada tanggal 19 Januari 2016. Pukul 05.15 WIB. Purnomo, H. 2008. Kemampuan Bekerjasama dan Proses Pembiasaannya Melalui Pembelajaran Fisika SMA Berbasis Empat Pilar Penddikan. Tesis. (Online) Tersedia di http://lib.unnes.ac.id/16955/1/4001506001.pdf . Diakses pada tanggal 30 Januari 2016. Pukul 16.00 WIB. Prayekti. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Interaktif pada Mata Pelajaran IPA di SD. FKIP-UT Jakarta. Vol. 12 No.1. Jurnal. (Online). Tersedia di http://www.teknologipendidikan.net. Diakses pada tanggal 23 November 2015. Pukul 20.00 WIB. Riduwan. 2012. Belajar Mudah Penelitian. Alfabeta. Bandung. 244 hlm. Roestiyah. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta. 364 hlm. Ruandini, Wilda., Akhdinirwanto R. W., dan Nurhidayati. 2012. Peningkatan Kemampuan Kerjasama Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Siswa SMP N 14 Purworejo Tahun Pelajaran 2011/2012. Artikel. (Online). Tersedia di http://download.portalgaruda.org/article. Diakses pada tanggal 03 Desember 2015. Pukul 15.00 WIB. Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran. PT. Rajagrafindo Persada. Jakarta. 418 hlm. Sani, R. A. 2014. Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013. Bumi Aksara. Jakarta. 306 hlm. Saputra, Yudha. 2005. Pembelajaran Kooperatif Untuk Meningkatkan Keterampilan Anak TK. Depdiknas. Jakarta.
63
Subagja, Jaja. 2011. Kuesioner Monev Lesson Study 2011. (Online). Tersedia di http://www.academi.edu/4326524/1_KUEISIONER_MONEV_LESSON_S TUDY_2011. Diakses pada tanggal 22 Desember 2015. Pukul 19.00 WIB. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Alfabeta. Bandung. 334 hlm. Susanto, H., Dwi, Y., dan Enis, N. 2012. Peningkatan Kerjasama Siswa SMP Melalui Penerapan Pembelajaran Kooperatif Pendekatan Think Pair Share. Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang. ISSN NO 2257-6935. Jurnal. (Online). Tersedia di journal.unnes.ac.id. Diakses pada tanggal 04 Desember 2015. Pukul 15.30 WIB. Tim Mitra Guru. 2007. Ilmu Pengetahuan Sosial Sosiologi. Esis. Jakarta. Totten, S., Sills, T., Digby, A., dan Russ, P. 1991. Cooperative learning: A guide to research. Garland. New York. Utomo, B. T. 2011. Penerapan Pembelajaran Kolaboratif dengan Assesmen teman Sejawat Pada Matapelajaran Matematika SMP. STKIP PGRI Lumajang. JP3 Vol. 1 No.1. Jurnal. (Online). Tersedia di https://jurnaljp3.files.wordpress.com. Diakses pada tanggal 15 Oktober 2015. Pukul 19.00 WIB. Warsiti. 2011. Pembentukan Karakter Siswa Sekolah Dasar melalui Pembelajaran IPA. FKIP UNS. Jurnal. (Online). Tersedia di Jurnal.fkip.uns.ac.id. Diakses pada tanggal 23 November 2015. Pukul 20.15 WIB. Widhy, H. P. 2013. Integrative Science untuk Mewujudkan 21st Century Skill dalam Pembelajaran IPA SMP. FMIPA UNY. Jurnal. (Online) Tersedia di Staff.uny.ac.id. Diakses pada tanggal 23 November 2015. Pukul 14.00 WIB.