Seminar Nasional Tahunan XIII Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 13 Agustus 2016
PROFIL DAN POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN PINDANG MODERN DI KABUPATEN PATI, JAWA TENGAH Gunawan*1, Giri R. Barokah1 dan Putri Wullandari2 1
Pusat Penelitian dan Pengembangan Daya Saing Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan 2 Loka Penelitian dan Pengembangan Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan e-mail:
[email protected];
[email protected]
Abstrak Perkembangan industri perikanan diukur melalui tingkat perkembangan unit pengolah ikan yang ada. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi yang dimiliki Kabupaten Pati untuk menjadi salah satu sentra industri pindang modern. Penelitian dilakukan dengan metode survey lapangan, wawancara langsung kepada pelaku usaha, dinas terkait dan studi pustaka. Responden dipilih secara proporsional mewakili tipe pengolah yaitu kelompok atau perorangan untuk memperoleh data yang konprehensif. Hasil pengamatan di lapangan dan wawancara dikomparasi dengan data sekunder. Hasil penelitian memberikan informasi bahwa sebagai salah satu sentra pengolah pindang di Indonesia, Kabupaten Pati sudah didukung oleh adanya berbagai sumber daya dan fasilitas yang meliputi: pembudidaya ikan, pengolah, pemasar, nelayan, tenaga kerja yang tidak sedikit jumlahnya. Selain itu, didukung oleh ketersedian tambak, kolam, TPI, cold storage, UPI, pabrik es, daerah pemasaran dan yang lainnya. Melimpahnya sumberdaya tersebut, menunjukkan bahwa Kabupaten Pati memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan menjadi industri pengolahan pindang modern. Berdasarkan ketersediaan bahan baku, jenis ikan yang mendominasi pengolah pindang di Kabupaten Pati adalah ikan layang, lemuru dan tongkol, dengan total produksi tahun 2011 sebesar 26.398 ton. Jumlah SDM yang terlibat pada usaha pengolahan pindang mencapai 2.145 orang yang tersebar pada 81 UPI. Volume produksi rata-rata pindang Kabupaten Pati selama tahun 2009-2011 meningkat sebesar 51,20%. Jalur pemasaran produk pindang menyebar ke daerah Jawa Tengah (Kabupaten Pati, Rembang, Jepara, Kudus, Solo, Wonogiri, Klaten, Semarang), Yogyakarta, Jawa Timur (Malang, Surabaya, Prigi),Jawa Barat (Tasikmalaya) dan Jakarta. Beberapa permasalahan antara lain peralatan pemindangan masih sederhana (dinding dari bambu, lantai masih tanah), pasokan air bersih kurang (mengandalkan pasokan air dari sungai) dan ketersediaan bahan baku ikan pindang yang masih fluktuatif. Kata Kunci: Juwana, Pati, pengolahan, pindang, UPI Pengantar Kabupaten Pati terletak di daerah Pantai Utara Pulau Jawa dan di bagian timur dari Propinsi Jawa Tengah. Secara administratif Kabupaten Pati mempunyai luas wilayah 150.368 ha yang terdiri dari 21 kecamatan, 401 desa, 5 kelurahan, dan 1.106 dukuh. Dari segi letaknya Kabupaten Pati merupakan daerah yang strategis di bidang ekonomi sosial budaya dan memiliki potensi sumber daya alam serta sumber daya manusia yang dapat dikembangkan dalam semua aspek kehidupan masyarakat seperti pertanian, peternakan, perikanan, perindustrian, pertambangan/penggalian dan pariwisata. Dari data yang diperoleh, potensi utama kabupaten ini adalah pada sektor pertanian, yang meliputi pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan. Kabupaten Pati merupakan salah 0 0 satu dari 35 daerah kabupaten/kota di Jawa Tengah bagian timur, terletak di antara 110 50’-111 0 0 15’ bujur timur dan 6 25’-7 ,00’ lintang selatan. Sektor kelautan dan perikanan di kabupaten Pati mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam pembangunan perekonomian daerah maupun nasional, terutama dalam meningkatkan perluasan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan, dan peningkatan taraf hidup nelayan pelaku usaha di bidang perikanan. Untuk memberikan nilai tambah terhadap hasil perikanan,mengingat ikan mudah busuk, perlu dibuat alternatif pengolahan atau pengawetan
Semnaskan_UGM / Pasca Panen (pPA- 02) - 127
pPA-02
Seminar Nasional Tahunan XIII Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 13 Agustus 2016
guna memperpanjang masa simpan dan distribusinya. Hal tersebut dapat dilakukan melalui proses pembekuan, pengalengan, pengasinan, pemindangan, atau pengasapan. Salah satu proses pengawetan terhadap ikan yang paling popular adalah melalui pemindangan. Wahyuni (2002) menyebutkan bahwa dengan semakin meningkatnya produksi ikan, maka diperlukan suatu penanganan pascapanen yang cepat yakni melalui pengawetan yang memadai agar nilai kenaikan produksi tidak sia-sia. Pengawetan ini diperlukan untuk memperpanjang masa simpan ikan terutama di saat-saat musim ikan melimpah. Pemindangan memiliki potensi yang cukup baik, namun terdapat permasalahan dalam pengembangan usaha ini. Peranan pemindangan masih dianggap kecil oleh sebagian ahli perikanan. Pemindangan berkembang dengan pesat secara diam-diam dalam kenyataan sehari-hari, tetapi merangkak dalam statistik perikanan. Hal ini menjadi tantangan bagi semua pemegang peran untuk lebih memajukan pemindangan ikan di Indonesia. Keterbatasan ilmu pengetahuan mengenai sanitasi dan higienitasi serta keterbatasan teknologi usaha pemindangan tersebut, membuat pemindangan ikan belum mencapai produktivitas yang optimal untuk berkembang dan turut berperan serta menyehatkan rakyat Indonesia melalui pengolahan pangan perikanan yang bersih dan baik. Pada kenyataannya yang terlihat di beberapa daerah seperti kabupaten Pati, usaha pengolahan pindang belum dapat memberikan ruang yang optimal bagi penerapan sanitasi dan higienitasi. Hal ini terkait pada masalah peralatan yang mudah kotor, sulit dibersihkan dan memungkinkan banyak kontaminasi dari luar dan terjadinya akumulasi kotoran. Tulisan ini mencoba mengulas profil usaha pengolahan ikan pindang, khususnya di kabupaten Pati, Jawa Tengah. Hal ini karena ikan pindang merupakan jenis olahan ikan utama para pengolah di kabupaten Pati. Bahasan difokuskan pada potensi bahan baku, kondisi unit-unit pengolah ikan (UPI), rantai distribusi dan permasalahan yang ada di lapangan. Bahan dan Metode Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Pati pada Bulan Oktober 2013 dengan metode metode survey lapangan dan studi pustaka, tujuannya adalah untuk mendapat gambaran detail tentang perkembangan usaha pengolahan ikan pindang di Kabupaten Pati. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung kepada beberapa responden yang meliputi pejabat Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pati, petugas lingkup TPI/PPI, pelaku usaha pengolahan ikan, serta UKM pengolahan ikan setempat. Sedangkan data sekunder diperoleh dari laporan tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pati, data statistik Kabupaten Pati, data statistik perikanan Indonesia serta sumber informasi lain yang relevan. Analisa data dilakukan dengan tabulasi statistik biasa diikuti dengan komparasi terhadap periode sebelumnya atau melakukan analisa terhadap data yang ada (Singarimbun & Effendi, 1985; Nazir, 1998). Hasil dan Pembahasan Potensi Sumber Daya Perikanan Kabupaten Pati, Jawa Tengah Sebagai salah satu sentra pengolah perikanan kabupaten Pati sudah didukung oleh berbagai sumber daya dan fasilitas. Sumberdaya manusia yang dimiliki meliputi: pembudidaya, pengolah, pemasar, nelayan dan tenaga kerja yang tidak sedikit jumlahnya. Dalam kaitanya dengan usaha pengolahan di kabupaten Pati, sedikitnya terdapat sekitar 532 pengolah perikan dan 81 di antaranya adalah pengolah pindang. Hal tersebut merupakan potensi sumberdaya manusia yang cukup besar. Selain SDM, Kabupaten Pati memiliki sumbedaya lain yang besarnya tidak sedikit, seperti ketersedian tambak, kolam, TPI, cold storage, UPI dan yang lainnya. Keberlimpahan sumberdaya tersebut baik SDM maupn non SDM, menunjukkan adanya potensi sumberdaya perikanan yang dapat digunakan untuk keberlangsungan usaha pengolahan hasil perikanan.
128 - Semnaskan_UGM / Gunawan et al.
Seminar Nasional Tahunan XIII Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 13 Agustus 2016
Namun fasilitas tersebut memerlukan berbagai penyempurnaan. Penyempurnaan perlu dilakukan untuk mengoptimalkan tingkat keberhasilan dalam usaha perikanan terutama pengolahan. Dari berbagai bidang usaha pengolahan perikanan yang ada, pemindangan memiliki potensi menjadi primadona dalam usaha tersebut. Daftar potensi lengkap disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Potensi sektor kelautan dan perikanan Kabupaten Pati. Jenis Potensi Uraian Jumlah Sumberdaya Pembudidaya Tambak 9.483 Orang Masyarakat Pembudidaya Kolam 1.137 Orang Bakul Ikan 1.681 Orang Pengolah Ikan 532 Orang Nelayan 6.164 Orang Tenaga Kerja (Pengolahan) 2.145 Orang Sumberdaya Tambak 10.604,52 Ha Usaha Kolam 272 Ha Jumlah TPI 8 Buah Cold Storage 6 Buah Pabrik Es 7 Buah Unit Pengolah Ikan 540 Unit Pengolah Segar 65 Unit Pembekuan 6 Unit Penggaraman/Pengeringan 21 Unit Pemindangan 100 Unit Pengasapan 294 Unit Fermentasi 29 Unit Pengolahan Lainnya 25 Unit Sumber: Dinas KP Kab. Pati (2012); BPS (2012). Berdasarkan jumlah produksi perikanan yang ada di Kabupaten Pati, perairan tangkap masih unggul dalam hal jumlah produksi disusul kemudian oleh budidaya, kolam dan perairan umum. Dari tahun ke tahun jumlahnya terus meningkat yang berkisar antara 12,04-28,41% pada tahun 2009-2011. Namun hanya perairan umum dan budidaya yang masih bisa terus ditingkatkan mengingat yang lainnya terbentur dengan terbatasnya ketersediaan di alam. Data lengkap potensi perikanan di Kabupaten Pati disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Data produksi perikanan kabupaten Pati, Jawa Tengah (Sumber: Dinas KP Kab. Pati, 2012). Berdasarkan ketersediaan bahan baku, impor masih mendominasi pasokan bahan baku, selama peiode 2009-2010 terjadi kenaikan impor sebanyak 53,68% dan periode 2010-2011 terjadi kenaikan sebanyak 60,37%. Rendahnya ketersediaan bahan baku lokal ditengarai oleh
Semnaskan_UGM / Pasca Panen (pPA- 02) - 129
Seminar Nasional Tahunan XIII Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 13 Agustus 2016
menurunnya jumlah tangkapan nelayan lokal. Data produksi pindang lengkap disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Data produksi pindang kabupaten Pati, Jawa Tengah (Sumber: Dinas KP Kab. Pati, 2012). Usaha Pengolahan Ikan Pindang di Kabupaten Pati, Jawa Tengah Jenis ikan yang banyak dipindang di Kabupaten Pati khususnya daerah Juwana adalah ikan layang (Decapterus sp.), tongkol (Auxis thazard), dan lemuru (Sardinella sp.) dengan jumlah produksi tahun 2011 sebesar 23.429 ton layang, 2.279 ton lemuru dan 690 ton tongkol. Kenaikan rata-rata volume produksi pindang kabupaten Pati selama tahun 2009-2011 adalah 51,21%. Gambar 3 merupakan gambaran produksi jenis ikan yang diolah menjadi pindang yang didaratkan di TPI/PPI di kabupaten Pati.
Gambar 3. Ketersedian bahan baku pindang di TPI kabupaten Pati tahun 2011 (Sumber: Dinas KP Kabupaten Pati, 2012). Di Kabupaten Pati, pengolah pindang berskala kecil dan menengah yang tercatat pada Dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten Pati (2013) sebanyak 81 usaha. Khusus untuk kecamatan Juwana sendiri terdapat usaha pengolahan pindang sebanyak 36 perusahaan, namun yang memiliki kapasitas produksi yang cukup besar hanya ada sekitar 23 perusahaan dengan kisaran produksi 3000-9000 kg/hari. Umumnya perusahaan tersebut memiliki tenaga kerja sebanyak 50-100 orang. Modal awal mereka berkisar antara 30 juta sampai dengan 5 milyar rupiah. Gambaran profil UPI di kabupaten Pati seperti terlihat pada Tabel 3.
130 - Semnaskan_UGM / Gunawan et al.
Seminar Nasional Tahunan XIII Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 13 Agustus 2016
Tabel 3. Profil UPI di Kabupaten Pati, Jawa Tengah (Sumber: Dinas KP Kabupaten Pati, 2012). Kapasitas Tenaga Nama UPI Jenis Produk produksi kerja (kg/hari) (orang) Rukun Mina Barokah Pindang 3.000-9.000 50-100 Mina Raya Pindang 10-60 2-5 Mina Sejahtera Pindang & cabut duri 20-100 2-15 Perorangan Pindang & olahan lain <10 1-2 Supaya didapat gambaran yang lebih nyata maka kegiatan penelitian ini melakukan observasi lapang dengan cara melakukan wawancara terhadap beberapa pengolah yang ada disentra pemindangan yaitu Kecamatan Juwana. Berdasarkan hasil wawancara di kabupaten Pati terdapat 3 Kelompok-Pengolah-Pemasar (poklasar) utama, yaitu: Rukun Mina Barokah, Mina Raya dan Mina Sejahtera, sisanya merupakan pengolah-pengolah kecil yang bersifat individu. Hasil selengkapnya dari kegiatan tersebut disampaikan sebagai berikut. 1.
Usaha pemindangan poklasar “Rukun Mina Barokah” Poklasar ini merupakan kelompok pengolah yang terbesar yang ada di kabupaten Pati, dengan jumlah anggota sebanyak 38 pengolah. Namun, berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Dinas Kelautan Perikanan kabupaten Pati anggota yang kontinu memproduksi pindang dalam yang konsisten tinggal 24 anggota. Kelompok ini beranggotakan pengolah yang produksi per harinya berkisar antara 5-15 ton. Anggota poklasar Rukun Mina Barokah tersebar di antara Kecamatan Duku Talit dan Bajomulyo. Berdasarkan hasil observasi jenis usaha pengolahan yang dilakukan oleh anggota poklasar “Rukun Mina Barokah” adalah usaha pemindangan, selebihnya adalah usaha ikan cabut duri. Jenis ikan yang diolah menjadi pindang adalah tongkol, layang dan bandeng. Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku ikan kelompok ini melakukan pembelian melalui proses lelang yang dilaksanakan oleh TPI Bajomulyo dan ada juga yang berasal dari ikan tangkapan sendiri. Umumnya mereka memiliki sarana dan prasarana pengolahan yang lengkap, mengngat anggota poklasarnya ini biasanya memiliki modal awal berkisar antara 300 juta sampai dengan 1 milyar. Untuk membantu proses pengolahan pindang biasanya poklasar ini mempekerjakan sebanyak 25-90 orang pekerja. Sebagian besar dari pekerjanya merupakan buruh harian, sisanya buruh mingguan dan pegawai tetap. Pekerja didominasi oleh wanita dan ibu yang bekerja dibagian sortasi dan pegepakan. Proses pemindangan yang umum dilakukan oleh anggota poklasar “Rukun Mina Barokah” adalah diawali dengan sortasi dan preparasi bahan baku, dilanjutkan perebusan yang dilakukan dalam bak perebus berbentuk persegi terbuat dari stainless steel, kemudian berakhir dengan pengemasan dalam besekan bambu dan selanjutnya pengiriman. Perebusan umumnya dilakukan selama 5-10 menit untuk semua jenis ikan dalam sekali proses pemindangan. Untuk satu kali proses mereka mampu merebus hingga 2-3 ton. Lama waktu perebusan yang dilakukan menentukan kualitas dari ikan pindang tersebut, semakin lama perebusan kualitas ikan akan lebih tahan lama. Penambahan garam dilakukan menyesuaikan banyaknya ikan yang diolah. Dalam proses perebusan selain garam juga memakai tawas untuk mengurangi kekeruhan air perebusan dan pemberi rasa gurih pada ikan pindang. Air sisa proses pengolahan pindang yang dihasilkan dibuang langsung ke sungai tanpa proses penjernihan terlebih dahulu. Selama proses pemindangan digunakan bahan bakar berupa kayu bakar Kayu bakar diperoleh dari pemasok yang sudah berlangganan mengirimkan kayu bakar ke pengolah-pengolah pindang. Setiap harinya tidak kurang dari 10 kilogram kayu bakar habis digunakan dalam proses pemindangan. Dengan harga kayu bakar yang bervariasi sekitar 3.000-5.000 rupiah per kilogramnya.
Semnaskan_UGM / Pasca Panen (pPA- 02) - 131
Seminar Nasional Tahunan XIII Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 13 Agustus 2016
Hasil usaha poklasar berupa ikan pindang dijual tersebar ke daerah Juwana, Solo, Yogyakarta, Klaten, Wonogiri, Semarang, Tasikmalaya, Surabaya dan Sragen dengan harga jual menyesuaikan harga di pasaran. Transportasi produk menggunakan armada darat dengan cara dikirim ataupun dijemput oleh pihak pembeli.
Gambar 4. Kondisi proses pemindangan di poklasar “Rukun Mina Barokah”. 2.
Usaha pemindangan poklasar “Mina Raya” Poklasar ini memiliki anggota sebanyak 16 pengolah. Kelompok ini beranggotakan pengolah yang produksi per harinya berkisar antara 0,5-4 ton dan termasuk dalam kategori pengolah sedang. Anggota poklasar “Mina Raya” tersebar di antara Kecamatan Duku Talit dan Tluwuk. Adapun jenis Ikan yang diolah adalah bandeng, tongkol dan layang. Bahan baku ikan di peroleh dari TPI Bajomulyo, TPI Juwana 2 dan cold storage, dengan tingkat harga yang menyesuaikan kondisi dan musim ikan. Bahan baku tersebut diperoleh dengan cara mengikuti lelang yang diadakan oleh TPI Bajumulyo. Sebanyak 1-2 ton setiapharinya bahan baku ikan diperoleh dari proses pelelangan tersebut. Umumnya anggota poklasar tersebut memiliki keterbatasan modal, sehingga berimbas pada jumlah produksi yang tidak menentu. Biasanya anggotanya memiliki modal awal kurang dari 100 juta. Untuk membantu proses pengolahan pindang biasanya poklasar ini mempekerjakan sebanyak 25-50 orang pekerja. Sebagian besar dari pekerjanya merupakan buruh harian, mingguan dan pegawai tetap. Pekerja didominasi oleh wanita dan ibu yang bekerja dibagian sortasi dan pengepakan. Pengolahan pindang dilakukan setiap hari. Untuk sekali proses perebusan dibutuhkan waktu selama 5-10 menit. Hasil pemindangan dikemas dalam setiap kemasan besek dengan isi 2-3 ekor ikan. Pengolahan biasanya dilanjutkan pada hari berikutnya apabila persedian ikan masih tersisa. Bahan campuran lainnya yang digunakan selama proses pemindangan adalah berupa tawas dan garam. Jumlahnya menyesuaikan dengan banyaknya ikan yang diolah pada hari itu. Fungsi penambahan tawas untuk membantu menjernihkan dan sebagai desinfektan pada proses pemindangan, sedangkan garam sebagai pengawet alami sekaligum pemberi rasa pada ikan indang. Selama proses pemindangan digunakan bahan bakar berupa kayu bakar. Bahan bakar diperoleh dari pasar sekitar tempat usaha pengolahan pindang. Bahan bakar dibeli langsung sehari sebelum pengolahan pindang akan dilakukan. Hasil olahan berupa ikan pidang dipasarkan ke daerah: Solo, Magelang, Prambanan, Jati Lawang, Purwokerto, Kroya, Temanggung, Semarang, Wonosobo, Banjar, Ngawi, Nganjuk, Madiun dan Jobang. Ikan dijual secara grosir per ikat dengan harga Rp10.000,00 per besek isi 40 ekor. Beberapa anggota menjual pindang dengan sistem kirim barang terlebih dahulu kemudian dilunasi, sehingga sering terkendala pada permodalan untuk pengolahan selanjutnya.
132 - Semnaskan_UGM / Gunawan et al.
Seminar Nasional Tahunan XIII Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 13 Agustus 2016
Gambar 5. Kondisi proses pemindangan poklasar “Mina Raya”. 3.
Usaha pemindangan poklasar “Mina Sejahtera” Poklasar ini merupakan kelompok yang dinamis karena anggotanya selalu kontinu dalam mengolah pindang, hal ini dikarena banyaknya pindang yang diolah oleh masing anggota tidak lebih dari 100 kilogram setiap harinya. Poklasar tersebut beranggotakan sebanyak 17 pengolah. Kelompok ini beranggotakan pengolah yang produksi per harinya berkisar antara 30-60 kilogram. Anggota poklasar “Mina Sejahtera” tersebar di antara kecamatan,Duku Talit dan Bakaran Kulon. Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku ikan dilakukan dengan cara pembelian langsung ke cold storage atau ada juga yang mengikuti proses lelang yang dilaksanakan oleh TPI Bajomulyo 2. Umumnya anggota poklasar tersebut memiliki modal kurang dari 50 juta, sehingga berimbas pada jumlah produksi yang sedikit. Untuk membantu proses pengolahan pindang biasanya poklasar ini mempekerjakan sebanyak 2-3 orang pekerja. buruh harian. Pekerja biasanya merangkap untuk semua bagian, baik itu sortasi pengolahan maupun pengepakan. Proses perebusan dilakukan dalam perebus berbentuk bak kotak terbuat dari stainless steel. Perebusan dilakukan selama 5-10 menit untuk semua jenis ikan dalam sekali proses pemindangan. Lama waktu perebusan yang dilakukan menentukan kualitas dari ikan pindang tersebut, semakin lama perebusan kualitas ikan akan lebih tahan lama. Penambahan garam dilakukan menyesuaikan banyaknya ikan yang diolah. Dalam proses perebusan selain garam juga memakai tawas untuk mengurangi kekeruhan air perebusan dan pemberi rasa gurih pada ikan pindang. Selama proses pemindangan digunakan bahan bakar berupa kayu bakar. Bahan bakar dibeli langsung dari penjual bahan bakar dalam jumlah terbatas sesuai dengan berapa banyak ikan yang akan dipindang. Air sisa proses pengolahan pindang yang dihasilkan dibuang langsung ke sungai tanpa proses penjernihan terlebih dahulu. Penjualan ikan pindang dilakukan ke pasar lokal (Pati) dengan harga jual menyesuaikan harga di pasaran. Transportasi produk menggunakan armada seadanya dengan cara dijajakan langsung ke pembeli.
Semnaskan_UGM / Pasca Panen (pPA- 02) - 133
Seminar Nasional Tahunan XIII Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 13 Agustus 2016
Gambar 6. Kondisi proses pemindangan poklasar “Mina Sejahtera”. 4.
Usaha pemindangan perorangan (kelompok kecil) Poklasar ini merupakan individu-individu yang yang mengolah pindang dalam jumlah kecil dan dilakukan secara peroangan, dengan jumlah pengolahan pindang tidak lebih dari 30 kilogram setiap harinya. Kelompok tersebut tercatat terdiri dari 10 pengolah. Kelompok ini tersebar di antara Kecamatan Duku Talit Bajomulyo dan Bakaran Kulon. Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku ikan dilakukan dengan cara pembelian langsung ke cold storage atau ke pedangang ikan di sekitar tempat mereka mengolah. Umumnya anggota poklasar tersebut memiliki modal tidak lebih dari 5 juta, sehingga berimbas pada jumlah produksi yang seadanya. Untuk membantu proses pengolahan pindang biasanya mereka mempekerjakan anggota keluarganya sebagai pekerja. Pekerja biasanya merangkap untuk semua bagian, baik itu sortasi pengolahan maupun pengepakan. Proses perebusan dilakukan dalam panci-panci perebus terbuat dari stainless steel. Perebusan dilakukan selama 5-10 menit untuk semua jenis ikan dalam sekali proses pemindangan. Dalam proses perebusan selain garam juga memakai tawas untuk mengurangi kekeruhan air perebusan dan pemberi rasa gurih pada ikan pindang. Selama proses pemindangan digunakan bahan bakar berupa kayu bakar. Bahan bakar dibeli langsung dari penjual bahan bakar dalam jumlah terbatas sesuai dengan berapa banyak ikan yang akan dipindang. Penjualan ikan pindang dilakukan ke pasar lokal (kota Pati) dengan harga jual menyesuaikan harga di pasaran. Transportasi produk menggunakan armada seadanya dengan cara dijajakan langsung ke pembeli.
Gambar 7. Kondisi proses pemindangan milik perorangan. Rantai Pasar dan Distribusi Ikan di Pati Secara umum, rantai pemasaran dan distribusi ikan hasil pengolahan UPI di kabupaten Pati dibagi menjadi 2, yaitu khusus untuk jenis olahan pindang dan non-pindang. Pengelompokan ini didasarkan pada karakteristik proses pengolahan yang berbeda, yaitu jenis tongkol, layang dan
134 - Semnaskan_UGM / Gunawan et al.
Seminar Nasional Tahunan XIII Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 13 Agustus 2016
lemuru didominasi oleh usaha pemindang dan sisanya non-pindang seperti bandeng cabut duri. Gambaran rantai pemasaran dan distribusi ikan hasil pengolahan UPI di kabupaten Pati dapat dilihat pada Gambar 8.
Armada Pengolah
Cold Storage
10 %
TPI 60 %
40 %
Unit Pengolah Ikan
Lok al
20 % Non Pindang
80 %
Pindan g
Solo Magelang Prambanan Jati Lawang Purwokerto, Kroya, Temanggung Semarang Wonosobo Banjar Ngawi Nganjuk Madiun Jombang
Gambar 8. Rantai distrusi dan pemasaran. Kesimpulan Sebagai salah satu sentra pengolah perikanan, Kabupaten Pati sudah didukung oleh berbagai sumber daya dan fasilitas. Sumberdaya manusia yang dimiliki meliputi pembudidaya, pengolah, pemasar, nelayan dan tenaga kerja yang tidak sedikit jumlahnya. Selain SDM, kabupaten Pati memiliki sumbedaya lain yang besarnya tidak sedikit, seperti ketersedian tambak, kolam, TPI, cold storage, UPI dan yang lainnya. Keberlimpahan sumberdaya tersebut baik SDM maupun non SDM, menunjukan adanya potensi sumberdaya perikanan yang dapat digunakan untuk keberlangsungan usaha pengolahan pindang. Dalam penyediaan bahan baku untuk pindang, impor masih mendominasi pasokan bahan baku. Selama peiode 2009-2010 terjadi kenaikan impor sebanyak 53,68% dan periode 2010-2011 terjadi kenaikan sebanyak 60,37%. Rendahnya ketersediaan bahan baku lokal ditengarai oleh menurunnya jumlah tangkapan nelayan lokal. Jenis ikan yang mendominasi adalah ikan layang, lemuru dan tongkol, dengan jumlah produksi tahun 2011 sebesar 23.429 ton layang, 2.279 ton lemuru dan 690 ton tongkol. Kenaikan rata-rata pertahun volume produksi pindang kabupaten Pati selama tahun 2009-2011 adalah 51,20%. Pemasaran produk pindang sendiri menyebar ke daerah Jawa Tengah (kabupaten Pati, Rembang, Jepara, Kudus, Solo, Wonogiri, Klaten, Semarang), Yogyakarta, Jawa Timur (Malang, Surabaya, Prigi), Jawa Barat (Tasikmalaya) dan Jakarta. Beberapa permasalahan antara lain peralatan pemindangan masih sederhana (dinding dari bambu, lantai masih tanah), pasokan air bersih kurang (mengandalkan pasokan air dari sungai) dan ketersediaan bahan baku ikan pindang yang masih fluktuatif. Daftar Pustaka BPS. 2012. Kabupaten Pati dalam Angka. Pati. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pati. 2012. Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pati. ______ 2013. Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pati.
Semnaskan_UGM / Pasca Panen (pPA- 02) - 135
Seminar Nasional Tahunan XIII Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 13 Agustus 2016
KKP. 2009. Kelautan dan perikanan dalam angka. Kementerian dan Kelautan dan Perikanan. Jakarta. ______ 2010. Kelautan dan perikanan dalam angka. Kementerian dan Kelautan dan Perikanan. ______ 2011. Kelautan dan perikanan dalam angka. Kementerian dan Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Nazir, M. 1998. Metode penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. 622 hal. Tempat Pendaratan Ikan Bajomulyo. 2013. Data statistik perikanan tangkap TPI Bajomulyo. Singarimbun & Effendi. 1985. Metode penelitian survey. LP3S. Jakarta. 192 hal. Wahyuni, S. 2002. Memproduksi benih bersertifikat. Penebar Swadaya, Jakarta.
136 - Semnaskan_UGM / Gunawan et al.