Proceeding
Pelatihan TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” bAGI hAKIM pENGADILAN aGAMA (BANDUNG, 13 - 16 FEBRUARI 2013)
Biro Rekrutmen, Advokasi dan Peningkatan Kapasitas Hakim Komisi Yudisial Republik Indonesia © 2013
Proceeding Pelatihan TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” bAGI hAKIM pENGADILAN aGAMA (BANDUNG, 13 - 16 FEBRUARI 2013)
Tim Penyusun Pengarah Anggota Komisi Yudisial
Penanggung Jawab Danang Wijayanto
Ketua Heru Purnomo
Penyelaras Akhir Dodi Widodo
Wakil Hamka Kapopang
Sekretariat Adli Ardianto Eva Dewi Indah Dwi Permatasari Nur Aini Fatmawati
Sekretaris Lina Maryani Penyunting M. Muslih Aris Purnomo
Layout & Desain Sampul Fajar Dewo Sukmono
Alamat Redaksi: Komisi Yudisial Jl. Kramat Raya No. 57 Jakarta Pusat PO.BOX 2685 Telp: (021) 390 5876 Fax: (021) 390 6215
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang dilarang mengutip, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa seizin tertulis dari Penerbit
website: www.pkh.komisiyudisial. go.id
Georgia 11, xxxii + 268 hlm, 15x21 cm Cetakan Pertama, Desember 2013 ISBN:
v
Daftar Isi Tim Penyusun
iv
Daftar Isi
v
Kata Pengantar
ix
Pendahuluan xi Sambutan Ketua Komisi Yudisial Sambutan Ketua Mahkamah Agung SESI I
xix xxiii
KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM (KEPPH) Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si. A. Visi-Misi Kemanusiaan Hakim
3
B. Etika (Kode Etik)
4
C. Tujuan Kode Etik
6
D. Etika Profesi Hakim
6
E. Berlakunya KEPPH
6
F. Jenis Pelanggaran
7
G. Penegakan KEPPH
8
H. Sanksi
8
Tanya Jawab 10 SESI II ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH Prof. Dr. H. M. Amin Suma, S.H., M.A A. Pengantar
15
B. Tiga Dimensi Hukum Dalam Islam
15
C. Hukum Muamalah
16
D. Asuransi Syariah
17
E. Seputar Akad
17
F. Jenis Akad Dalam Asuransi Syariah
18
G. Macam-Macam Asuransi
19
H. Jenis-Jenis Usaha Perasuransian
19
I. Konvensional Vs Syariah
20
J. Reasuransi Syariah
20
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
DAFTAR ISI
vi
K. Pedoman Umum Reasuransi Syariah
21
L. Penyelenggaraan Usaha Asuransi/Reasuransi Syariah
21
M. Struktur Regulasi dibidang Usaha Asuransi Syariah
22
N. Jumlah Pelaku Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah
23
Tanya Jawab 24 SESI III HUKUM EKONOMI SYARIAH Prof. Dr. H. Jaih Mubarok, S.H., S.Ip., M.Ag. A. Pengantar
33
B. Konsep dan Cakupan Ekonomi-Bisnis Syariah
35
C. Kaidah Fikih terkait Halal-Haram
38
D. Prinsip-Prinsip Syariah terkait Produksi
50
E. Prinsip-Prinsip Syariah terkait Distribusi
53
F. Prinsip-Prinsip Syariah terkait Konsumsi
58
G. Penutup
59
Tanya Jawab 61 SESI IV PERAN DAN TANGGUNGJAWAB HAKIM PENGADILAN AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILLAHIYAH BAGI MASYARAKAT Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj, M.A. A. Pengantar
65
B. Memperkuat Hukum dan Hati Nurani
67
C. Intropeksi
72
Tanya Jawab 74 SESI V HUKUM PERBANKAN SYARIAH Duddy Yustiadi, S.E. A. Penjelasan
83
B. Penghimpunan Dana
84
C. Prinsip Mudharabah
86
D. Penyaluran Dana
88
E. Produk Jasa
93
Tanya Jawab 97 PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
DAFTAR ISI
vii
SESI VI PEGADAIAN SYARIAH Dr. Ir. Iwan P. Pontjowinoto, M.M. Akad Rahn dan Akad-akad Jasa Keuangan
113
Tanya Jawab 124 SESI VII HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH Prof. Dr. H. Abdul Manan, M.Hum. A. Pendahuluan
131
B. Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari’ah Berdasarkan Hukum Islam 133 C. Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari’ah Berdasarkan Tradisi Hukum
Positif Indonesia
147
D. Sumber Hukum Dalam Menyelesaikan Sengketa Ekonomi Syari’ah
206
E. Penutup
229
Tanya Jawab 230 SESI VIII TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN Dr. H. Habiburrahman, S.H., M.Hum. A. Pendahuluan
239
B. Putusan
242
C. Beberapa Catatan Penting
255
D. Penutup
257
Penutup
259
Lampiran Foto Kegiatan
263
Susunan Acara
265
Daftar Peserta
267
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
ix
Kata Pengantar
P
uji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahNya kami berhasil menyelesaikan Proceeding Pelatihan Tematik Ekonomi Syariah Bagi Hakim dilingkungan Peradilan Agama yang dilaksanakan pada tanggal 13 s.d 16 Februari 2013 di Savoy Homan Bidakara Hotel, Bandung. Proceeding ini berisikan tentang bahan ajar pelatihan yang meliputi: Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, Asuransi dan Reasuransi Syariah, Hukum Ekonomi Syariah, Peran dan Tanggung Jawab Hakim Agama dalam Mewujudkan Keadilan Ilahiyah Bagi Masyarakat, Hukum Perbankan Syariah, Pegadaian Syariah, Hukum Acara Sengketa Ekonomi Syariah, dan Teknik Pembuatan Putusan. Proceeding ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi bagi hakim pada khususnya dan juga para pembaca pada umumnya. Disadari bahwa proceeding ini jauh dari sempurna, oleh karenanya diharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun demi kesempurnaan proceeding ini. Semoga pada akhirnya proceeding ini dapat memberikan sumbangsih positif bagi kita semua. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya proceeding ini. Jakarta,
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
April 2013
xi
Pendahuluan A. Latar Belakang Peradilan Agama sebagai salah satu badan pelaksana kekuasaan kehakiman, mempunyai tugas pokok untuk menyelenggarakan penegakan hukum dan keadilan bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkaraperkara tertentu. Berdasarkan Pasal 49 ayat (1) UndangUndang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Pengadilan Agama berwenang memeriksa dan memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf dan shadaqoh. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, kewenangan Pengadilan Agama diperluas yaitu disamping berwenang menyelesaikan perkara perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf dan shadaqoh, juga berwenang menyelesaikan perkara dibidang zakat, infaq dan perkara ekonomi syariah. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006. Ekonomi Syariah merupakan perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah, antara lain meliputi bank syariah, lembaga keuangan mikro syariah, asuransi syariah, reasuransi syariah, reksadana syariah, obligasi dan surat berharga berjangka menengah syariah, sekuritas syariah, pembiayaan syariah, pegadaian syariah, PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
PENDAHULUAN
xii
dana pensiun lembaga keuangan syariah dan bisnis syariah1. Praktik Ekonomi Syariah di Indonesia, dimulai sejak berdirinya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1990 yang kemudian disusul dengan hadirnya Lembaga Keuangan Syariah lainnya. Pesatnya perkembangan perbankan dan lembaga keuangan syariah lainnya seperti asuransi syariah, leasing, pegadaian syariah, reksadana syariah, Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) Syariah, BMT Koperasi Syariah, dan Multifinance Syariah, berimplikasi pada semakin besarnya kemungkinan timbulnya permasalahan atau sengketa antara pihak penyedia layanan dengan masyarakat yang dilayani. Seorang hakim termasuk hakim pengadilan agama, dituntut bekerja secara profesional sesuai lingkup pekerjaannya. Dengan demikian, seorang hakim dituntut untuk mengetahui dan memahami segala hal atau perkara yang menjadi kompetensinya sesuai dengan adagium “ius curia novit” yang artinya hakim dianggap tahu akan hukumnya, sehingga hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa perkara dengan dalih hukumnya tidak atau kurang jelas2. Mengingat kewenangan untuk memeriksa dan mengadili perkara ekonomi syariah merupakan kewenangan yang baru bagi Pengadilan Agama maka guna mengembangkan kemampuan hakim pengadilan agama dibidang ekonomi syariah, Komisi Yudisial memandang perlu untuk menyelenggarakan Pelatihan Tematik Ekonomi Syariah Bagi Hakim Pengadilan Agama.
1 Penjelasan Pasal 49 huruf i Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, kewenangan Pengadilan Agam 2 Yulkarnain Harahab, Kesiapan Pengadilan Agama Dalam Menyelesaikan Perkara Ekonomi Syariah. Mimbar Hukum Volume 20, Nomor 1, Februari 2008 PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
PENDAHULUAN
xiii
B. Tujuan Tujuan penyelenggaraan Pelatihan Tematik Ekonomi Syariah Bagi Hakim Pengadilan Agama ini, adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan pengetahuan Hakim Pengadilan Agama terhadap perkembangan ekonomi syariah; 2. Menyediakan wadah sharing pengalaman bagi Hakim Pengadilan Agama mengenai penanganan perkara ekonomi syariah; 3. Menyamakan persepsi terkait penanganan perkara ekonomi syariah. C. Target Target penyelenggaraan Pelatihan Tematik Ekonomi Syariah Bagi Hakim Pengadilan Agama ini, adalah sebagai berikut: 1. Meningkatnya pengetahuan Hakim Pengadilan Agama terhadap perkembangan hukum ekonomi syariah; 2. Tersedianya wadah sharing pengalaman bagi Hakim Pengadilan Agama mengenai proses penanganan perkara ekonomi syariah; 3. Adanya kesamaan persepsi bagi Hakim Pengadilan Agama dalam menangani perkara ekonomi syariah. D. Metode Pelatihan, Narasumber, dan Fasilitator 1. Metode Pemilihan metode pelatihan sangat berperan penting untuk mencapai tujuan pelatihan. Pemilihan metode pelatihan perlu memperhatikan calon peserta pelatihan yakni Hakim yang pada umumnya mempunyai PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
PENDAHULUAN
xiv
2.
karakteristik sebagai berikut: a. Hakim mempunyai pengetahuan dan pengalaman tertentu yang masing-masing berbeda satu sama lain; b. Hakim lebih suka diajak sharing daripada digurui; c. Pada umumnya lebih menyukai hal-hal yang bersifat praktis; d. Membutuhkan suasana akrab dengan menjalin hubungan yang erat; e. Lebih menyukai cara belajar yang melibatkan mereka. Berdasarkan karakteristik diatas, metode pelatihan yang sesuai adalah metode pendidikan andragogy system atau sering disebut dengan pelatihan partisipatif. Metode tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara sebagai berikut: a. Ceramah yang disertai alat peraga; b. Diskusi kelompok; c. Pengalaman terstruktur, dll. Narasumber Narasumber dalam pelatihan partisipatif berperan dalam memberikan pengantar mengenai materi tertentu dalam hal ini mengenai Ekonomi Syariah dan memberikan sharing pengetahuan terhadap topik-topik yang menjadi pertanyaan peserta pelatihan. Secara teknis setiap Narasumber akan diberikan waktu kurang lebih 60 menit untuk menyampaikan materi yang telah disiapkan dan merangsang diskusi peserta. Selanjutnya peserta mendiskusikan materi yang telah disampaikan baik dalam bentuk diskusi kelompok ataupun dalam PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
PENDAHULUAN
3.
xv
bentuk tanya jawab dengan Narasumber. Dalam hal terdapat pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab dalam diskusi kelompok, diharapkan Narasumber dapat memberikan sharing pengetahuannya. Fasilitator Fasilitator dalam pelatihan partisipatif berfungsi menstimulus dinamika forum pelatihan dan mengendalikan pelatihan agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Fasilitator perlu mengendalikan penggunaan waktu secara optimal dengan mengombinasikan antara fleksibilitas dan efektifitas penggunaan waktu dengan berpegangan pada prinsip menghargai peserta, membangun proses yang partisipatori dan hasil yang terukur. Beberapa prinsip yang perlu dipertimbangkan adalah: a. Pertimbangkan semua pilihan kata, istilah, contoh, dan tindakan. Hindari kemungkinan salah interpretasi atau multi interpretasi. Kesan pertama sering menentukan hubungan lanjutan. Hindari halhal yang membuat peserta merasa tidak nyaman; b. Gaya fasilitator, merupakan unsur penting untuk mengatur atmosfer pelatihan. Hal-hal yang harus dilakukan oleh seorang fasilitator adalah: 1) Tetapkan peran Anda dalam pikiran Anda sendiri; 2) Tetapkan harapan-harapan dan kebutuhankebutuhan peserta dan juga harapan Anda sebagai fasilitator; 3) Ciptakan atmosfer yang mendukung dimana orang-orang merasa bebas untuk beropini PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
PENDAHULUAN
xvi
dan mengambil resiko; 4) Peka terhadap proses komunikasi, termasuk bahasa tubuh peserta dan Anda sendiri; 5) Dengarkan dengan empati, jangan memotong; 6) Hargai ide yang mungkin tidak Anda setujui; 7) Gunakan pujian, pengakuan, dan lain-lain, untuk memperkuat kepercayaan diri; 8) Hadapi peserta yang “sulit” dengan cara yang terhormat; 9) Selalu semangat, energi anda tampaknya akan menggosok peserta; 10) Gunakan icebreaker dan/atau pembuka yang nyaman untuk Anda dan Anda rasa peserta juga akan merasa nyaman; 11) Dapatkan umpan balik selama kegiatan dan pada akhir tiap bagian; 12) Buatlah diri Anda terbuka untuk pertanyaanpertanyaan. Gunakanlah metode discovery learning, buatlah agar peserta menemukan sendiri jawaban-jawaban atas persoalan yang muncul. c. Peran fasilitator dalam diskusi kelompok bukan hanya merangkum informasi yang disajikan, tetapi untuk mensintesakannya. Fasilitator memainkan peran kunci dalam mengidentifikasi unsur-unsur umum yang digarisbawahi oleh peserta, dan menyampaikan kepada peserta untuk berpikir lebih jauh apa arti kerja kelompoknya dalam hubungannya dengan kerja mereka sehari-hari.
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
PENDAHULUAN
xvii
E. Pokok Bahasan Materi yang akan menjadi pokok pembahasan dalam Pelatihan Tematik Ekonomi Syariah Bagi Hakim Pengadilan Agama ini, adalah sebagai berikut: 1. Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang akan disampaikan oleh Anggota Komisi Yudisial Republik Indonesia; 2. Peran dan Tanggung Jawab Hakim Agama dalam Mewujudkan Keadilan Ilahiyah Bagi Masyarakat yang akan disampaikan oleh Prof. Dr. K.H. Said Aqil Siradj, M.A. (Ketua PBNU); 3. Hukum Ekonomi Syariah yang akan disampaikan oleh Prof. Dr. H. Jaih Mubarok, M.Ag. (Guru Besar UIN Sunan Gunung Djati Bandung); 4. Asuransi dan Reasuransi Syariah yang akan disampaikan oleh Prof. Dr. H. M. Amin Suma, S.H., M.A. (Guru Besar dan Dekan Fakultas Syariah UIN/ IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta); 5. Hukum Perbankan Syariah yang akan disampaikan oleh Duddy Yustiadi, S.E. (Pakar Ekonomi Syariah); 6. Pegadaian Syariah yang akan disampaikan Dr. Ir. Iwan P. Pontjowinoto, M.M., CFP (Pakar Ekonomi Syariah dan Mantan Ketua Umum MES); 7. Hukum Acara Sengketa Ekonomi Syariah yang akan disampaikan oleh Prof. Dr. H. Abdul Manan, S.H., S.IP., M.Hum. (Hakim Agung MA RI); 8. Teknik Pembuatan Putusan yang akan disampaikan oleh Dr. Drs. Andi Syamsu Alam, S.H., M.H. (Ketua Muda Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia).
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
xix
Sambutan Ketua Komisi Yudisial
A
lhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita nikmat sehat, iman dan Islam, sehingga pada pagi hari ini kita dapat berkumpul dalam satu majelis ilmu yang penuh berkah di Savoy Homan Bidakara Hotel, Bandung ini, dalam rangka menghadiri rangkaian acara “Pelatihan Tematik Ekonomi Syariah Bagi Hakim Pengadilan Agama”. Shalawat dan salam senantiasa kita limpahkan kepada Nabi Besar Rasulullah Muhammad SAW beserta sahabat dan keluarganya. Hadirin yang Saya hormati, pertama-tama perkenankanlah Saya mengucapkan selamat datang di Kota Bandung. Selamat datang para penegak keadilan harapan masyarakat yang turut berpartisipasi dalam pelatihan ini. Semoga kita masih diberi kesehatan dan kekuatan untuk saling mendukung bagi kemajuan Agama dan Bangsa Indonesia yang kita cintai. Hadirin yang Saya hormati, Saya menyadari bahwa pesatnya perkembangan ekonomi syariah berimplikasi pada besarnya kemungkinan timbulnya permasalahan atau sengketa antara pihak PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
SAMBUTAN
xx
penyedia layanan dengan masyarakat yang dilayani. Oleh karena itu, seorang hakim dituntut untuk mengetahui dan memahami segala perkembangan yang terjadi dibidang hukum, khususnya Ekonomi Syariah. Memeriksa dan mengadili perkara ekonomi syariah merupakan hal yang baru dilingkungan Pengadilan Agama. Maka, guna meningkatkan kemampuan hakim pengadilan agama dibidang ekonomi syariah, Komisi Yudisial merasa perlu untuk menyelenggarakan Pelatihan Tematik Ekonomi Syariah Bagi Hakim Pengadilan Agama”. Hadirin yang Saya hormati, hendaknya seorang hakim dalam putusannya harus mampu memenuhi rasa keadilan, memberikan kepastian dan kemanfaatan dalam masyarakat. Sedikit melenceng dari tema, menanggapi berbagai pengaduan, laporan dan keluh kesah masyarakat, mengenai perkara perceraian yang sering kali “menggantung” atau tidak memberikan kepastian hukum dalam masyarakat perlu ditanggapi dengan secara serius. Sebuah kesalahan besar jika kita mempersepiskan perceraian sebagai perkara kecil. Perceraian sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup seseorang, meskipun hal tersebut dibenci oleh Allah SWT. Hadirin yang Saya hormati, perceraian akan sulit terealisasi diantaranya jika salah satu pihak bersikukuh tidak bersedia bercerai, saling memperebutkan hak asuh anak dan harta-gono gini. Tugas mulia bagi seorang hakim untuk menilai berbagai fakta-fakta dalam sebuah hubungan pernikahan, jika alasan untuk terjadinya suatu perceraian sudah terpenuhi maka hakim harus memberikan putusan yang seadil-adilnya. Tentunya, setelah mekanisme mediasi ditempuh, maka hakim harus melanjutkan PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
SAMBUTAN
xxi
pemeriksaan persidangan dengan baik. Meskipun salah satu pihak tidak bersedia bercerai dan hakim memiliki kewajiban mendamaikan, bukan berarti hakim harus memihak kepada pihak yang ingi berdamai, hakim harus tetap pada posisi yang netral, apalah arti sebuah pernikahan jika salah satu pihak sudah tidak berkehendak melanjutkannya, pernikahan yang hanya menyisakan hitam diatas putih, tanpa diikuti nilai “kesakralan” dan kasih sayang, yang ada justru hanya akan menimbulkan kemudharatan. Hadirin yang Saya hormati, status perceraian yang “menggantung” akibat upaya hukum terhadap putusan tingkat pertama karena menyangkut atau memperebutkan hak asuh anak dan harta gonogini harus kita pikirkan secara serius. Di berbagai daerah banyak Hakim Pengadilan Agama yang sudah menjalankan tugasnya dengan baik yang menyarankan dan menyosialisasikan agar gugatan cerai, hak asuh anak dan harta gono-gini diajukan secara terpisah, sebuah terbosan penting guna menjamin kepastian hukum bagi para pihak yang bercerai agar terhindar dari kemudharatan dan tidak terkatung-katung statusnya. yang menjadi persoalan adalah jika masih ada saja yang menggabungkan gugatan cerai, hak asuh anak dan gono-gini secara bersamaan, tentunya seorang hakim harus berperan aktif demi tercapainya rasa keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan, yaitu dengan men-status quo kan masalah gugatan hak asuh anak dan harta gono gini agar diajukan secara terpisah, dengan kata lain “cerai dulu saja, yang lain-lain urus belakangan”. Hakim harus bisa memberikan pemahaman yang baik kepada para pihak mengenai perceraian, agar sebuah proses perceraian memberikan kemanfaatan karena adanya pemahaman yang baik dari para pihak. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
SAMBUTAN
xxii
Hadirin yang Saya hormati, seorang Hakim dalam perkara perceraian bukan mencari benar atau salah, melainkan harus memastikan apakah “kesakralan” suatu hubungan pernikahan masih ada atau tidak dan masih bisa dilanjutkan atau tidak; Mengutip sebuah Hadist yang diriwayatkan oleh Baihaqi: “apabila seorang hamba menikah maka sungguh orang itu telah menyempurnakan setengah agama maka hendaklah dia bertakwa kepada Allah dalam setengah yang lainnya”. Pernikahan bukan hanya urusan hitam diatas putih, namun mengandung nilai ibadah yang sangat tinggi derajatnya, oleh karena itu segala permasalahan harus kita tanggapi dengan serius, karena segalanya harus dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT. Hadirin yang Saya hormati, kami sangat berharap apa yang kita semua harapkan dari pelatihan ini akan tercapai, dan semoga bermanfaat bagi bangsa dan negara. Mudah-mudahan Allah SWT meridhoi niat baik kita semua untuk tholabul ilmi, dan semoga diberikan kelancaran untuk segala rangkaian acara ini. Maka dalam kesempatan ini, dengan memohon ridho Allah SWT, seraya mengucapkan bismillahirrahmanirrahim¸ Pelatihan Tematik Ekonomi Syariah Bagi Hakim Pengadilan Agama ini saya nyatakan dibuka, semoga Allah SWT senantiasa memberikan bimibingan, petunjuk dan lindunganNya kepada kita semua. Sekian, Assalamualaikum wr. wb Ketua Komisi Yudisal RI Prof. Dr. H. Eman Suparman, S.H.,M.H.
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
xxiii
Sambutan Ketua Mahkamah Agung Diwakili oleh Hakim Agung Dr. H. Ahmad Kamil, S.H., M.Hum.
Y
ang kami hormati Bapak Ketua Komisi Yudisial, Bapak Sekretaris Jenderal, kawan-kawan Tenaga Ahli dan juga Staf Komisi Yudisial yang hadir pada saat ini, Bapak Ketua Pengadilan Tinggi Agama Bandung dan semua peserta, para hakim Pengadilan Agama Bandung dan jajaran pengadilan agama. Hadirin yang berbahagia, pertama-tama marilah kita sampaikan puji syukur kehadirat Allah SWT atas karuniaNya pada malam hari ini kita bisa bersilaturahim terutama secara pribadi dengan Bapak, Ibu sekalian dan silaturahim antara Mahkamah Agung dengan Komisi Yudisial. Oleh karena itu dengan rasa syukur yang kita panjatkan kepada Allah, semoga Allah menambahkan nikmat kepada kita semua. Bapak Ketua Komisi Yudisial yang Saya hormati, selanjutnya Ketua Mahkamah Agung menyampaikan permohanan maaf yang sebesar-besarnya, karena pada saat yang bersamaan Beliau rapat di kantor Wakil Presiden, sehingga kami secara pribadi mewakili PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
SAMBUTAN
xxiv
Beliau pada saat ini. Bapak, Ibu sekalian yang kami hormati, atas nama Pimpinan Mahkamah Agung kami juga mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Pimpinan Komisi Yudisial dan seluruh jajarannya, Sekretaris Jenderal atas usaha-usaha yang telah dilakukan oleh Komisi Yudisial dalam rangka meningkatkan kapasitas hakim dilingkungan Mahkamah Agung, mudah-mudahan langkah-langkah yang dilakukan Komisi Yudisial bisa ditambah volumenya untuk waktu yang akan datang, karena bagaimanapun juga tantangan profesionalisme hakim sangat membutuhkan sekali pelatihan-pelatihan, diskusi, seminar dalam rangka meningkatkan profesionalisme hakim, oleh karena itu sekali lagi atas nama Pimpinan Mahkamah Agung kami mengucapkan terima kasih. Yang kedua, kami atas nama pribadi juga dalam forum ini kami mendapatkan keuntungan secara pribadi, kami bisa berjumpa dengan kawan-kawan lama yang sudah lama sekali tidak berjumpa, saya ucapkan terima kasih juga kepada Komisi Yudisial yang telah ikut mengantarkan pada Peraturan Pemerintah yang baru tentang tunjangan hakim, karena bagaimanapun juga masalah Mahkamah Agung tidak bisa ditangani sendiri oleh Mahkamah Agung, mesti adanya mitra kerja Komisi Yudisial sangat mendatangkan maanfaat yang dirasakan oleh para hakim seluruh Indonesia, ini sudah terwujud. Keinginan Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung dengan peningkatan kesejahteraan itu, berarti Saudara harus fokus pada peningkatan pelaksanaan tugas pokok, tidak bisa ada alasan lain lagi, berbicara masalah kinerja, bobot putusan, hukum acara, ekonomi syariah dan sebagainya tidak alasan lagi untuk tidak diindahkan karena perlu diketahui bahwa kesejahteraan itu merupakan pelengkap dari pelaksanaan tugas pokok, hari ini dan PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
SAMBUTAN
xxv
malam ini Saudara akan ditambah tugas pokok Saudara dalam rangka untuk lebih mendalami lagi tentang Ekonomi Syariah. Saudara-Saudara sekalian, perlu diketahui bahwa menjelang diundangkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, Mahmakah mendapatkan kewenangan baru tentang pelaksanaan ekonomi syariah, pada bulan Mei tahun 2005 ada Silatnas Majelis Ulama se-Indonesia yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Gontor pada waktu itu, usul salah satu ulama Ternate pada waktu itu yang kebetulan Mahkamah Agung diundang dalam Silatnas tersebut, Saya waktu itu mendampingi Bapak Bagir Manan selaku Ketua Mahkamah Agung, ulama tersebut bertanya kepada Bapak Bagir Manan, “Kalau nanti Undang-Undang Ekonomi Syariah itu muncul, siapa yang akan berwenang melaksanakannya?” terus secara diplomasi Bapak Bagir Manan menyatakan “Pak Kyai jangan kuatir nanti yang melaksanakan ekonomi syariah putra-putra Kyai sendiri yang berasal dari pondok pesantren”, oleh karena itu dengan adanya jawaban yang seperti tersebut, maka para peserta Silatnas ada keyakinan bahwa misalkan nanti lahir Undang-Undang Ekonomi Syariah yang sudah menjadi kewenangan Pengadilan Agama sejak Tahun 2006 pada waktu itu, tidak usah ragu-ragu lagi akan ditangani oleh para Sarjana Syariah yang itu berarti akan ditangani oleh Pengadilan Agama. Bapak, Ibu dan Saudara sekalian yang Saya hormati, setelah lahir kewenangan baru Pengadilan Agama Nomor 3 Tahun 2006, dan disaat itu sudah satu atap dengan Mahkamah Agung, maka Mahkamah Agung untuk mempersiapkan bagaimana langkahlangkah pelaksanaan ekonomi syariah agar berjalan dengan baik, terarah dan berstandar, maka Mahkamah Agung membentuk Pokja Ekonomi Syariah. Pokja ini bukan hanya terdiri dari para Hakim Agung dilingkungan Agama saja, tetapi juga dianggotai PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
SAMBUTAN
xxvi
oleh keempat lingkungan peradilan duduk dalam satu Pokja baik dalam dari lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara maupun dari Militer, Bapak Abbas Said termasuk satu anggota Pokja pada saat itu. Pokja membentuk bagaimana tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. Pokja itu berjalan dua tahun, dan disela-sela pembahasan ada karoke syariah, bengkel syariah, serta rekreasi syariah. Anggota Pokja terdiri juga dari akademisi, IAIN Bandung dan Jakarta, Majelis Ulama, dan Dewan Syariah. Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah lahir dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 diberlakukan di seluruh Pengadilan Agama, wujudnya masih Perma. Perma itu adalah aturan untuk mengisi kekosongan yang berada di Mahkamah Agung, mudahmudahan kedepan suatu saat Perma ini menjadi undang-Undang. Bapak, Ibu dan Saudara sekalian yang Saya hormati, dalam wujud Perma bukan hanya kita belajar kitab suci yang ada di Indonesia dan sebagainya, kita cuma mencoba mengadakan studi banding ke negara-negara di Timur Tengah bagaimana Pelaksanaan Ekonomi Syariah di negara tersebut, yang dituju pada waktu itu adalah Malaysia, Qatar, Saudi Arabia, Sudan dan Inggris. Dari konferensi hukum yang berlaku di Negara tersebut yang kita adakan riset itu maka jadilah Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah yang telah ada sekarang ini. Bagaimana dengan Hukum Acaranya, karena masih ada dua yang belum selesai yaitu Administrasi Ekonomi Syariah dan Hukum Acara Ekonomi Syariah, kita tidak mungkin melaksanakan Hukum Ekonomi Syariah tanpa adanya Hukum Acara Ekonomi Syariah, maka mulai tahun 2009 Pokja ini bekerja lagi membikin Hukum Acara Ekonomi Syariah. Alhamdulillah dipenghujung tahun 2012, draft akhir sudah selesai dan mudah-mudahan mungkin diperkirakan Juni atau Juli 2013 ini mudah-mudahan keluar Perma dari Hukum Acara Ekonomi PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
SAMBUTAN
xxvii
Syariah, karena ada satu tahapan lagi yang perlu diselesaikan yaitu pembandingkan konon terakhir kita harus memadukan konsep Hukum Ekonomi Syariah ini dengan konsep yang berlaku di Inggris, karena bagaimanapun juga di Ingrris itu adalah salah satu pusat yang terbaik dalam pelaksanaan ekonomi syariah. Kita insya Allah dalam bulan Mei 2013 Pokja ini akan ke Inggris dalam rangka menyempurnakan konsep Hukum Acara Ekonomi Syariah. Saudara sekalian keberangkatan kita ke Inggris dirapatkan kembali kemarin bukan hanya terbatas pada anggota Pokja, dan Ketua Mahkamah Agung sudah setuju, mulai kawan-kawan dari Jakarta Timur, Surabaya untuk secara pribadi memperdalam Hukum Acara Ekonomi Syariah ini, sifatnya bukan studi banding tapi belajar selama satu minggu, oleh karena itu dalam forum yang sangat berbahagia ini barang kali ada peserta yang tertarik untuk ikut dipersilahkan dengan catatan biaya sendiri, ini adalah kesempatan yang sangat berharga bagi Saudara-Saudara untuk mengetahui secara langsung bagaimana perkembangan ekonomi syariah di Inggris yang merupakan terbaik diseluruh dunia. Saudara-Saudara sekalian yang Saya hormati, oleh karena itu Mahkamah Agung dengan langkah-langkah membuat Pokja dan sebagainya, kita juga mengajak kerja sama perguruan tinggi, kita telah mengadakan MoU dengan Perguruan Tinggi Kortum di Sudan, di Saudi Arabia kita sudah mengirimkan dua angkatan, masing-masing angkatan 40 orang, di Sudan baru pertama kali. Dua Negara ini sangat menginginkan sekali adanya S2 atau S3 dari Indonesia untuk kuliah disana. Oleh karena itu Saudara sekalian barangkali Saudara berminat dengan kemampuan Bahasa Arab dan Bahasa Inggris, mungkin Badilak di tahun 2013 ini sudah mulai akan merealiasi MoU dengan Sudan dan Saudi Arabia untuk S2 dan S3 yang sebentar lagi kursus kalau di Saudi Arabia selama PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
SAMBUTAN
xxviii
15 hari, sedangkan di Sudan selama 8 hari, dan itu berkenaan dengan Ekonomi Syariah dan kalau diterima Saudi Arabia bebas segalanya, tetapi di Sudan hanya bebas uang kuliah, tetapi setelah dihitung-hitung 1 tahun sampai 3 tahun misalkan S3 di Sudan, itu tidak sampai 500 Juta. Mudah-mudahan Badilak mulai tahun 2013 sudah bisa mengimplementasikan, mengirimkan para hakim-hakim di Pengadilan Agama di Indonesia ini untuk kuliah di Sudan. Kalau Riyad biasanya ada syarat harus hafal 7 jus al Quran tapi untuk ini dibebaskan dari syarat, Cuma kemampuan berbahasa Arab harus betul-betul dikuasai. Jadi untuk SaudaraSaudara sekalian sekarang ini terbuka lebar untuk meningkatkan keilmuan Saudara. Mahkamah Agung mulai ada sertifikasi ekonomi syariah, sudah ada dua angkatan 200 orang dan dalam tahun 2013 ada juga satu angkatan 100 orang. Kemarin seminggu yang lalu kami ada pertemuan dengan Bank Indonesia, Direktur Bank Syariah juga siap membantu pelaksanaan Pelatihan Sertifikasi Ekonomi Syariah. Kita sedang menjajaki dari manapun dana itu yang penting standard dari mata ajaran itu sesuai dengan apa yang kita laksanakan. Karena adanya keinginan Mahkamah Agung, adanya penanganan khusus bagi hakim yang menangani Ekonomi Syariah, diinginkan dalam satu majelis, satu majelis saja, artinya 3 orang kalau dengan kondisi sekarang ini maka dibutuhkan kurang lebih 1000 orang hakim yang bersertifikasi Ekonomi Syariah, kita baru mempunyai 298 hakim yang mempunyai sertifikasi Ekonomi Syariah, jadi berjalanan masih jauh untuk dibutuhkannya hakim khusus menangani masalah Ekonomi Syariah dari target yang diinginkan oleh Mahkamah Agung, mudah-mudahan atas segala hormat kami mohon bantuan dari Komisi Yudisial. Tahun 2013 Hukum Ekonomi Syariah dan PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
SAMBUTAN
xxix
Administrasi Ekonomi Syariah selesai, Sumber Daya Manusia juga sudah siap pakai, maka insya Allah pelaksanaan Ekonomi Syariah di Nusantara ini tidak kalah dengan pelaksanaan di Malaysia dan sebagainya, karena bagaimanapun juga faktor perkembangan perekonomian Islam di negara itu bukan hanya mudah yang dibutuhkan tetapi karena Sumber Daya Manusia dan Pengadilan yang mengadili seadil-adilnya yang mengadili masalah Ekonomi Syariah. Mahkamah Agung mempersiapkan masalah-masalah tersebut, karena bagaimanapun juga ada kepercayaan masyarakat kepada Mahkamah Agung, itulah kehendak masyarakat Indonesia masalah Ekonomi Syariah diserahkan kepada Mahkamah Agung, jangan kita hakim pada pengadilan agama yang diberi amanat menganggap ini sesuatu yang kurang urgent, ini harus diseriusi, sekali Saudara melangkah tidak sesuai dengan kehendak masyarakat Ekonomi Syariah, jangan harap langkah selanjutnya dapat kepercayaan dari masyarakat Ekonomi Syariah dan Bisnis Perekonomian Syariah. Oleh karena itu dipundak Saudaralah bagaimana pelaksanaan Ekonomi Syariah di Nusantara ini bisa berjalan dengan baik dari segi pelaksanaannya dan menemukan keadilannya. Memang tidak ada bedanya dalam pelaksanaan pengadilan antara masalah substansi hukum antara perbankan konvensional dengan perbankan syariah, sebenarnya hampir sama saja, tetapi yang jelas di ekonomi syariah terdapat sesuatu yang tidak terdapat diperbankan konvensional, selain masalah personalitas dan profesionalisme Saudara dalam memberikan putusan yang berbobot, ada satu di Ekonomi Syariah tidak mengenal riba. Oleh karena itu Saudara-Saudara sekalian, hasil evaluasi sementara dari Bank Indonesia, kalau kita melihat alumnusalumnus fakultas syariah yang sudah ada sekarang jurusan PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
SAMBUTAN
xxx
ekonomi syariah, kadang-kadang kalau sudah masuk bekerja dalam tataran implementasi, penguasaan hukum Islam luar biasa, tetapi kadang-kadang didalam implementasi berkaitan dengan masalah operasional kadang-kadang kalah dengan alumninya, oleh karena itu Mahkamah Agung kedepan akan mengevaluasi masalahmasalah standard mutu pelajaran, barang kali di Mahkamah Agung untuk presentase yang berkaitan dengan masalah pekiknya katakanlah masalah kontemporernya yang berkaitan dengan masalah perkembangan hukum sekarang ini diperkirakan pembagian alokasi waktunya sama, tandanya diinginkan begitu dilapangan sudah siap. Untuk perspektif perkembangan hukum ke depan perlu adanya pemikiran kalau sudah S1 di syariah, S2 di hukum bisnis, tolong S3-nya ambil Syariah, sehingga bagaimanapun juga seseorang kalau secara fisik hukum tidak memiliki tidak mungkin akan memiliki perpektif perkembangan hukum Islam kedepan. Oleh karena itu Saudara-Saudara sekalian, kami harapkan kesempatan yang sangat berbahagia ini jangan sampai disia-siakan, bagaimanapun juga dapat dikembangkan setelah sampai di kantor masing-masing, walaupun tidak ada sebuah predikatnya setelah keluar dari sini, yang penting adalah penguasaan ilmunya dan pengalamannya yang insya Allah nanti itu akan diberikan materi dari para Hakim Agung yang itu semua adalah tutor-tutor di Diklat MA dan paling bagus Administrasi Syariahnya. Perlu Kami sampaikan kepada Ketua Komisi Yudisial bahwa memang baru ada 3 orang yang diberi tugas oleh MA untuk bagaimana perkembangan Ekonomi Syariah ini di Indonesia, kalau kita melihat perkembangan perbankan sekarang ini ada OJK, dan sebagainya, kita baru mempunyai 3 orang S3 yang satu alumni IAIN Bandung, satu alumni Sudan, dan yang satunya lagi Jawa Timur PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
SAMBUTAN
xxxi
dan yang sedang kuliah mungkin di S3 ada kurang lebih 40 orang dan ada yang kuliah S2 ekonomi syariah di UNS, IAIN, Hasanudin, ini adalah suatu kemajuan, artinya masa depan ekonomi sayariah, masa depan Negara ada pada Saudara bukan pada saya, Ketua Pengadilan Tinggi Agama, Saya hanya mengantarkan, sebagai jembatan semoga Saya dan Ketua Pengadilan Tinggi Agama dapat mengantarkan ke dunia emas di seberang sana. Itulah mungkin yang bisa Saya sampaikan kepada Bapak, Ibu dan Saudara sekalian, sekali lagi saya mengucapkan terima kasih kepada Ketua dan Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial, ini adalah silaturahim keilmuan, itu penting karena kepangkatan, kehormatan dan martabat itu dari sebuah ilmu dan barang siapa melapangkan sebuah jalan ilmu berarti melapangkan jalan menuju surga. Demikian sambutan Kami, mohon maaf. Wabilataufik Hidayat Wassalam Mualaikum Wr. Wb.
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
SESI I
kode etik dan pedoman perilaku hakim (kEPPH)
Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si. Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial RI
3
Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) A. Visi-Misi Kemanusiaan Hakim Visi misi kemanusian hakim seharusnya dibingkai dengan pemahaman dan kesadaran komprehensif dalam empat hal yaitu: 1. Menjaga integritas moral dan intelektual sebagai basis imparsialitas dan independensi personal; 2. Penerapan prinsip-prinsip peradilan yang fair dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara; 3. Menggeser paradigma penegakkan hukum yang tertuju pada pelaku, ke paradigma kepentingan korban, masyarakat bangsa dan negara; 4. Merubah karakter dari speaker of law ke speaker of justice sehingga mampu mengawinkan dengan sadar dan cerdas teks Undang-Undang dalam konteks perkara dalam dimensi yang luas. • Menjaga integritas moral dan intlektualitas adalah modal sosial yang harus terus diperbesar untuk menumbuhkan kepercayaan diri dan masyarakat terhadap pengadilan dan hakim bersangkutan. • Independensi hakim merupakan syarat mutlak (conditio sine quanon) tegaknya hukum dan keadilan yang harus mendapat jaminan konstitusional yang kuat. • Kuat lemahnya independensi seorang hakim tergantung pada moralitas dan intelektualitasnya. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
4
•
•
•
•
Hakim yang memiliki kedua aspek itu (moralitas dan intelektualitasnya) tentu memiliki kendali pikiran yang sehat dalam memberikan arahan dalam bertindak menjalankan aktifitas kehakimannya. Tetapi bila sebaliknya yang terjadi, yaitu cacat moral dan lemah intelektualitas, maka hakim itu sejak awal sudah tidak memiliki independensi. Menjadi hakim berarti menjadi moralis dan penjaga moral, menjadi intelektual, menjadi cendikiawan/ raushan-dhamir/raushan-fikr/ulil albab yang tidak pernah berhenti berpikir, menjaga kebersihan diri dan memperjuangkan kebenaran dan keadilan. Independensi adalah kekuatan, kekuasaan dan senjata untuk melawan ancaman atau intervensi kekuasaan yang akan menghambat atau menghalangi hakim menegakan peradilan yang fair, bukan tameng untuk sembunyi dari segala rupa penyimpangan perilaku. Independensi tidak bisa disatukan dengan penyimpangan. Independensi adalah kata positif yang memuat substansi positif. Sementara penyimpangan perilaku kekuasaan telah jelas dengan sendirinya.
B. Etika (Kode Etik) • Kata etik (atau etika) berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. • Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimilki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
•
•
•
•
•
5
dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik. Etika ini kemudian dirumuskan dalam bentuk aturan (code) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang dari kode etik. Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu sendiri. Kode etik profesi diperlukan untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan disisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalah-gunaan keahlian Oleh karena itu dapatlah disimpulkan bahwa sebuah profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri para elit profesional tersebut ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya. Tanpa etika profesi, apa yang semula dikenal sebagai sebuah profesi yang terhormat akan segera jatuh terdegradasi menjadi pekerjaan pencarian biasa (okupasi) yang sedikitpun tidak diwarnai dengan nilainilai idealisme dan ujung-ujungnya akan berakhir dengan tidak-adanya lagi respek maupun kepercayaan yang pantas diberikan kepada para elit profesional ini.
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
6
KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
C. Tujuan Kode Etik Tujuan dari Kode Etik adalah: 1. Menjunjung tinggi martabat profesi. 2. Menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota. 3. Meningkatkan pengabdian para anggota profesi. 4. Meningkatkan mutu profesi. 5. Meningkatkan mutu organisasi profesi. 6. Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi. 7. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat. 8. Menentukan baku standarnya sendiri. D. Etika Profesi Hakim 1. Kode Etik Profesi Hakim ialah aturan tertulis yang harus dipedomani oleh setiap Hakim Indonesia dalam melaksanakan tugas profesi sebagai Hakim. 2. Pedoman Tingkah laku (Code of Conduct) Hakim ialah penjabaran dari kode etik profesi Hakim yang menjadi pedoman bagi Hakim Indonesia, baik dalam menjalankan tugas profesinya untuk mewujudkan keadilan dan kebenaran maupun dalam pergaulan sebagai anggota masyarakat yang harus dapat memberikan contoh dan tauladan dalam kepatuhan dan ketaatan kepada hukum. 3. Hakim adalah profesi terhormat yang sering dijuluki wakil Tuhan karena diberi kewenangan menegakkan hukum dan keadilan. E. Berlakunya Kode Etik Pedoman Perilaku Hakim • Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim berlaku terhadap perilaku hakim didalam dinas dan diluar dinas. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
•
•
7
Perilaku dalam kedinasan adalah semua perilaku yang dilarang oleh Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang dilakukan dalam persidangan dan atau diluar persidangan yang terkait dengan perkara. Perilaku diluar sidang adalah semua perilaku pribadi hakim yang menyimpang/tidak patut menurut Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
F. Jenis Pelanggaran Jenis Pelanggaran yang dilakukan oleh hakim ada 2 yaitu: 1. Pelanggaran dalam Sidang Pelanggaran yang dilakukan didalam proses persidangan antara lain: a. Tidak Imparsial (memihak) b. Tertidur di ruang sidang c. SMS/BBM saat sidang berlangsung d. Keluar masuk ruang sidang e. Mengeluarkan kata-kata kasar terhadap terdakwa, penasehat hukum, salah satu pihak atau saksi. f. Bersidang di ruang kerja hakim 2. Pelanggaran diluar Dinas Pelanggaran diluar dinas antara lain: a. Selingkuh b. Menikah siri c. Narkoba d. Judi e. Menikah lagi tanpa izin f. Bertemu pihak yang sedang berperkara g. Dll.
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
8
KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
G. Penegakan Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Hakim • Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim ditegakkan oleh: a. Hakim itu sendiri; b. Mahkamah Agung; dan c. Komisi Yudisial. • Hakim yang melakukan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim akan mendapatkan sanksi administrasi, yang berat ringannya sanksi tergantung pelanggaran yang dilakukan. H. Sanksi Sanksi terhadap hakim yang melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim terdiri dari 1. Sanksi ringan terdiri atas: a. teguran lisan; b. teguran tertulis; atau c. pernyataan tidak puas secara tertulis. 2. Sanksi sedang terdiri atas: a. penundaan kenaikan gaji berkala paling lama 1 (satu) tahun; b. penurunan gaji sebesar 1 (satu) kali kenaikan gaji berkala paling lama 1 (satu) tahun; c. penundaan kenaikan pangkat paling lama 1 (satu ) tahun; atau d. hakim nonpalu paling lama 6 (enam) bulan. 3. Sanksi berat terdiri atas: a. pembebasan dari jabatan struktural; b. hakim nonpalu lebih dari 6 (enam) bulan sampai dengan 2 (dua) tahun; c. pemberhentian sementara; PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
d. pemberhentian tetap dengan hak pensiun; atau e. pemberhentian tetap tidak dengan hormat.
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
9
KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
10
Tanya Jawab Euis Nurjannah Pengadilan Agama Bogor Pertanyaan: Apakah pegawai KY boleh melakukan pemantauan saat persidangan sedang berlangsung? Jawaban: Pemantauan persidangan memang merupakan salah satu kewenangan KY yang diamanatkan dalam Undang-Undang KY yang baru. Bua Eva Hidayah Pengadilan Agama Bandung Pertanyaan: Sejauh mana KY melakukan pemantauan terhadap perilaku hakim? Jawaban: Setiap permohonan pelapor untuk melakukan pemantauan akan dianalisa. Jika hasilnya terdapat indikasi pelanggaran, maka akan dilakukan pemantauan. Kriteria melakukan pemantauan dalam SOP KY antara lain adalah: 1) perkara yang mendapatkan perhatian publik, baik karena bobot kasusnya maupun pihak yang terlibat dalam perkara, 2) berdasarkan profiling yang dilakukan KY. (Hakim tersebut sering dilaporkan ke KY), 3) Hakim yang menangani perkara terindikasi memihak salah satu pihak. Pemantauan yang dilakukan KY dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1) Pemantauan terbuka: KY meminta ijin kepada Ketua Pengadilan saat melakukan pemantauan. 2) Pemantauan tertutup. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
11
KY tidak meminta ijin, namun KY hanya hadir saat persidangan. Praptiningsih Pengadilan Agama Cikarang Pertanyaan: Bagaimana jika yang menjadi korban adalah hakim itu sendiri. Misalnya jika hakim diancam dan dihina dalam persidangan? Apa tindakan yang akan dilakukan oleh KY dalam rangka menjaga martabat seorang hakim? Kemarin saya melihat running text di televisi, KY sedang mengusahakan peningkatan gaji pokok hakim? Jawaban: Dalam undang-undang KY yang baru disebutkan bahwa, KY dapat mengambil upaya hukum atau upaya-upaya lain terhadap seseorang atau kelompok orang yang merendahkan, mengancam keluhuran martabat seorang hakim. Pada saat ini tata cara advokasi sedang dirumuskan oleh KY. Mengenai running text yang menginformasikan bahwa KY sedang mengupayakan peningkatan gaji pokok hakim, itu bukan omong kosong. KY telah mengupayakan peningkatan gaji pokok tersebut. Namun permasalahannya Menteri Keuangan menginginkan kenaikkan tunjangan hakim terlebih dahulu. Chalid L Pengadilan Agama Cikarang Pertanyaan: Apa syarat KY memanggil hakim sebagai terlapor untuk melakukan klarifikasi? Jawaban: Pemanggilan untuk klarifikasi dilakukan jika KY memerlukan informasi secara langsung dari hakim sebagai terlapor. Bapak/ PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Ibu lebih baik datang bila dipanggil ke KY untuk klarifikasi karena kami butuh penjelasan dari Bapak/Ibu sekalian. 2) Pemanggilan klarifikasi dilakukan apabila surat untuk diminta klarifikasi yang telah dikirim oleh KY tidak dijawab hakim terlapor.
SESI II
ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH
prof. dr. h. m. amin suma, s.h., m.a. guru besar dan dekan fakultas syariah uin/iain sayrif hidyatullah jakarta
15
Asuransi dan Reasuransi Syariah A. Pengantar konomi syariah merupakan perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah antara lain meliputi: Bank Syariah, Lembaga Keuangan Syariah, Asuransi Syariah, Reasuransi Syariah, Reksadana Syariah, Obligasi Syariah dan Surat Berharga Berjangka Syariah, Pensiunan Lembaga Keuangan Syariah dan Bisnis Syariah (penjelasan Pasal 49 huruf i UU No 3 Tahun 2006). Kata-kata antara lain, memberi kesempatan yang seluasluasnya bagi hakim Pengadilan Agama untuk menyelesaikan perkara-perkara ekonomi dan/atau keuangan lainnya yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah (Hukum Islam) seperti leasing, pegadaian syariah, baitul mal wa tamwil (BMT), koperasi syariah; multifinance syariah, dan lain-lain misalnya perhotelan syariah, pijat syariah, dan lain-lain.
E
B. Tiga Dimensi Hukum Dalam Islam
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
16
ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH
C. Hukum Muamalah Perilaku Muamalah bagi kaum muslimin merupakan bagian tidak terpisahkan dari hukum-hukum syariah (alahkam al-syar’iyyah) yang wajib hukumnya untuk dipelajari oleh setiap muslim karena kebutuhan terhadapnya tidak terlepas dari kebutuhan mengetahui hukum-hukum ibadah (ahkam al-’ibadah). Bahkan terkadang pengetahuan tentang hukum muamalah boleh jadi melebihi karena berbeda dari hukum ibadah yang kegunaannya hanya bersifat perorangan, sedangkan hukum-hukum muamalah kegunaannya tidak terbatas pada individu yang bersangkutan melainkan juga untuk kepentingan orang banyak dan bahkan masyarakat luas. Ringkasnya hukum muamalah itu merupakan bagian penting dari agama Islam (min muhimmat al-din al-islami). (Ahmad ‘Isa ‘Asyur, al-Fiqh al-Muyassar al-Mu’amalat)
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH
17
D. Asuransi Syariah Asuransi syariah (ta’min, takaful, tadhamun, isti`had) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan/atau tabarru` yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan/ perjanjian) yang sesuai dengan [prinsip-prinsip syariah] (Fatwa Dewan Syariah Nasional) Asuransi (assurantie, Belanda); (assurance/insurance, Inggris) dalam literatur fikih Islam dikenal dengan sebutan: • at-takaful = pertanggungan yang berbalasan/hal saling menanggung; • at-tadhamun = solidaritas atau hal saling menanggung hak/kewajiban yang berbalasan; • at-ta’min = aman, tenang, dan tenteram; kebalikan dari kata al-khauf = cemas/takut; • al-isti`had = saling mengikat janji; E. Seputar Akad
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
18
ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH
Prinsip Umum Akad a. Memenuhi syarat-syarat formal administratif sebagaimana diatur dalam prinsip-prinsip syariah maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. Kerelaan para pihak (at-taradi); c. Objek akad tidak mengandung unsur gharar (penipuan), maisir (perjudian/spekulatif), riba (tambahan yang tidak halal), zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang/jasa haram, dan maksiat. F. Jenis Akad Dalam Asuransi Syariah Akad tijaroh yaitu akad yang dilakukan dengan tujuan (motif) komersial, dalam hal ini terutama akad mudharabah. Dalam akad mudharabah, perusahaan bertindak sebagai pengelola (mudharib) sedangkan para peserta (pemegang polis) bertindak sebagai pemilik modal (sohibul mal). Akad tabarru` yaitu bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan semata-mata kebajikan dan tolong-menolong (ta’awun), bukan untuk mengedepankan tujuan komersial/ bisnis. Dalam akad tabarru’, peserta secara sadar memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah, sedangkan perusahaan bertindak sebagai pengelola dana hibah tersebut sebagaimana mestinya. Catatan: 1. Kedua jenis akad ini secara bersamaan berlaku dalam akad asuransi terutama terkait dengan porsi dana yang diberikan oleh pemegang polis (nasabah). 2. Akad tijarah dapat diubah menjadi akad tabarru` atas kerelaan peserta yang melepaskan haknya; tetapi tidak sebaliknya, dalam pengertian jenis akad tabarru` tidak PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH
19
dapat diubah menjadi jenis akad tijarah. G. Macam-Macam Asuransi Ditinjau dari aspek pertanggungan/obyek yang dipertanggungkan, asuransi biasa dibedakan ke dalam dua jenis: 1. Asuransi Jiwa (life insurance); 2. Asuransi Umum (general insurance) yang juga lazim dikenal dengan istilah asuransi kerugian. H. Jenis-Jenis Usaha Perasuransian 1. Usaha Perasuransian • Usaha asuransi kerugian • Usaha asuransi jiwa • Usaha reasuransi 2. Usaha Penunjang Usaha Asuransi • Usaha pialang asuransi • Usaha pialang reasuransi 3. Usaha Penilai Kerugian Asuransi 4. Usaha Konsultan Aktuaria 5. Usaha Agen Asuransi
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH
20
I.
Konvensional VS Syariah
Transfer resiko dari tertanggung kepada penanggung Jual beli
Konsep
Akad
Sharing resiko antara satu Peserta dengan Peserta lainnya Tolong-menolong
Dana premi seluruhnya menjadi milik perusahaan sehingga perusahaan bebas menggunakan dan menginventasikannya
Kepemilikan dana
Dana dari Peserta sebagian akan menjadi milik Peserta, sebagian lagi untuk perusahaan sebagai pemenang amanah dalam mengelola dana tersebut
Dari rekening perusahaan sebagai konsekuensi penanggung terhadap tertanggung
Sumber pembayaran klaim
Dari rekening terbaru yang merupakan dana milik Peserta
Menjadi milik perusahaan sepenuhnya
Keuntungan
Dapat dibagi antara perusahaan dengan Peserta dalam bentuk hibah (sesuai prinsip waad)
Instrumentasi investasi bebas
Investasi
Instrumentasi investasi syariah
Tidak ada
Dewan Pengawas Syariah
Ada untuk mengawasi manajemen, produk dan investasi dana agar dikelola sesuai dengan prinsip syariah
J. Reasuransi Syariah • Perusahaan reasuransi adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi. • Perusahaan reasuransi syariah adalah perusahaan yang dalam melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip-prinsip syariah; Catatan: dalam literatur hukum (perundang-undangan) Indonesia, kata syariah diidentikkan benar dengan hukum Islam, fikih Islam atau syariat Islam. (Lihat a.l. UU RI No. 21 th. 2008 angka 6 dan angka 9).
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH
21
K. Pedoman Umum Reasuransi Syariah • Pengelolaan asuransi syariah hanya boleh dilakukan oleh suatu lembaga yang berfungsi sebagai pemegang amanah; • Perusahaan asuransi syariah memperoleh bagi hasil dari pengelolaan dana yang terkumpul atas dasar akad tijarah (mudharabah); • Perusahaan asuransi syariah memperoleh ujrah (fee) dari pengelolaan dana akad tabarru` (hibah). L. Penyelenggaraan Syariah
Usaha
Asuransi/Reasuransi
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH
22
M. Struktur Regulasi dibidang Usaha Asuransi Syariah Usaha Asuransi & Reasuransi dengan Prinsip Syariah PP 39/2008
Usaha Perasuransian UU No.2/1992
Izin Usaha Asuransi dengan Prinsip Syariah KMK No. 426/KMK.06/2003
Penerapan Prinsip Dasar Usaha Asuransi & Reasuransi dengan Prinsip Syariah
Kesehatan Keuangan Usaha Asuransi & Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah
PMK No. 18/PMK.010/2010
PMK No. 11/PMK.010/2011
Laporan Hasil Pengawasan DPS
Tata Kelola Perusahaan Asuransi yang Menyelenggarakan Usaha Prinsip Syariah
Produk Asuransi Syariah dan Distribusinya
R PMK
Perhitungan Kesehatan Keuangan
PER-08/2011
PER-07/2011
Revisi
Format Laporan
PMK No. 18/PMK.010/2010
PER-06/2011
Revisi PMK No. 11/PMK.010/2011
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
R PMK
Unit Syariah dari Perusahaan Reasuransi
5. TOTAL
37
3
19
Kerugian
Unit Syariah Konvensional
4.
Asuransi
Unit Syariah dari Perusahaan Asuransi Jiwa Konvensional
3.
Perusahaan
12
Perusahaan Asuransi Kerugian Syariah
2.
dari
1
Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah
2007 2
KETERANGAN
1.
NO
38
3
19
13
1
2
2008
42
3
19
17
1
2
2009
45
23
20
17
2
3
2010
43
3
18
17
2
3
2011
44
3
19
17
2
3
2012*)
N. Jumlah Pelaku Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah
ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH
23
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH
24
Tanya Jawab Abdul Aziz Pengadilan Agama Majalengka Pertanyaan: Pertama, dari uraian terlihat bahwa dalam satu polis asuransi syariah terdapat dua transaksi akad yaitu, tijaroh dan tabarru’. Dan pemegang pengelola adalah pihak perusahaan. Tabarru’ dialokasikan untuk kepentingan bersama, tatkala terjadi sesuatu tabarru’ digunakan untuk apa? Apakah kembali kepada peserta asuransi? Atau apakah tabarru’ diperuntukkan untuk dana sosial, semacam korban bencana? Jika diperuntukkan untuk yang lain, apakah ada kriteria tertentu untuk mendapatkan dana tabarru’ tersebut? Kedua, pada asuransi konvensional ada istilah jarak waktu sekian tahun. Misal kita mengasuransikan mobil sekian tahun, tatkala sekian tahun tidak terjadi sesuatu maka akan menjadi milik perusahaan. Ini kan tipenya tijaroh, berarti ada untung dan rugi. Apakah memang seperti ini? Lalu untungnya dari mana? Bisa tidak tatkala ditengah perjalanan asuransi mati, tapi tidak matimati? Bagaimana kalau asuransi itu semuanya tidak ada tijarohnya? Apakah diklaimkan ke tabarru’? Apakah tabarru’ itu kembali ke kita atau tidak sebagai ganti ruginya? Jawaban: Pada prinsipnya masalah waktu memang harus dihormati, baik oleh nasabah maupun perusahaan. Akan tetapi kalau ditengah perjalanan yang bersangkutan akan berhenti maka pada prinsipnya bisa diambil, hanya saja diperhitungkan dulu pembiayaan yang bersifat administratif. Jadi belum tentu secara otomatis mendapatkan dana kelebihan, karena kita seakan-akan PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH
25
belum memenuhi perjanjian. Janjinya sekian lama, tapi belum sampai jangka waktunya sudah diambil. Walau bagaimana pada prinsipnya bisa diambil. Lalu bagaimana kalau ada untung takkala tidak mati-mati? Kalau ada untung, nanti dikembalikan, karena untung itu dibagi. Bapak lihat nanti di-form-nya ada pembagian, berapa untung nasabah, berapa untung perusahaan. Jadi tidak mutlak menjadi milik perusahaan, tapi ada juga untuk pemegang polisnya. Budi Purwantini Pengadilan Agama Karawang Pertanyaan: Ingin bertanya tentang prinsip umum akad. Salah satunya obyek akad tidak mengandung unsur riba atau tambahan yang tidak halal. Secara tidak langsung berarti dalam asuransi syariah ada dana tambahan. Maksudnya disini sesuatu yang halal. Apakah ada prosentase dari akad asuransi tersebut yang bisa dikatakan bahwa itu dananya jadi halal? Bagaimana kalau dihubungkan dengan bank konvensional? Bagaimana penilaiannya dari dana yang halal itu terhadap bank konvensional? Jawaban: Kalau untuk prosentasi yang dikenal dengan bagi isbat, tidak pernah ada nas-nya, diserahkan kepada pihak yang melakukan akad, dari perusahaan dan pemegang polis. Besarnya prosentase memang agak berbeda-beda antara asuransi yang satu dengan asuransi yang lain. Namanya manusia, bisa saja ada unsur persaingan dan lain-lain, sehingga yang satu menawarkan program ini sedangkan yang lainnya menawarkan program lain. Saya kira tidak ada masalah karena tidak ada ketentuan besarnya berapa, maka ada yang 70-30, 60-40, atau 50-50. Bahkan setelah sekian PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
26
ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH
lama nanti bisa diubah, tapi selalu ada catatan atas persetujuan atau atas sepengetahuan si pemegang polis. Oding Halim Pengadilan Agama Sumedang Pertanyaan: Pertama, mohon penjelasan syarat rukun untuk ijtihad, karena banyak orang sembarang ijtihad. Kedua, mohon penjelasan atau penambahan, perbedaan antara hukum Islam dengan Fiqih Islam. Apakah hukum Islam sama dengan syariah Islam? Kalau dalam kaidah ushul fiqih yang disebut hukum itu jelas, setelah menjadi Undang-Undang baru menjadi hukum, sedangkan fiqih selama ini yang saya tahu, baru fatwa sudah banyak dijadikan hukum maka timbul konflik penafsiran yang berbeda-beda. Jawaban: Sulit memang, apalagi ketika kita mengukur kemampun dengan kemampuan imam-imam mahzab, tetapi saya sering membesarkan hati kita bersama, bahwa kita memegang norma yang dicetuskan oleh Imam mahzab. Saya kurang setuju ketika kita mengatas-namakan mahzab, apalagi Imam mahzabnya. BeliauBeliau arwahnya sudah dikubur, tapi kita seenaknya saja bilang sah menurut mereka. Yang menjadi saksi nikah adalah anda, lalu mengapa mengklaim Imam mahzab yang sudah wafat? Nilainya boleh kita ambil, tapi yang bertanggung jawab tetap kita sendiri. Tidak mungkin kita berlindung kepada Imam mahzab. Bapak-Ibu sudah menjadi hakim, maka harus berani ber-ijtihad. Bagaimana ijtihad-nya? Sekarang sudah jauh lebih mudah untuk ber-ijtihad, karena sudah ditopang oleh wawasan IT yang luar biasa. Implementasi syariah Islam dilakukan di negara-negara PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH
27
berpenduduk muslim. Kalau ushul fiqih, semua sudah sepakat, sudah final. Kemudian mengenai fiqih dalam bentuk fatwa tapi sudah dijadikan hukum. Hal tersebut dikarenakan kebutuhannya sudah mendesak, namun belum ada hukumnya. Sabri Syukur Pengadilan Agama Cibadak Pertanyaan 1: Pertama, kita saat ini berbicara masalah ekonomi syariah, ada kata-kata syariah, dengan inti kita akan menegakkan syariah islam, disamping itu banyak para pihak yang ingin menghilangkan kata-kata syariah, bahkan telah berhasil hilang. Diantaranya menghilangkan 7 kata dalam Pancasila, hilang kata syariah. Kedua dulu namanya pengadilan agama, ini Mahkamah Syariah hilang kata-kata syariah. Sekarang ada bank syariah dan asuransi syariah. Apa usaha yang dilakukan untuk mempertahankan agar kata-kata syariah tidak meredup lagi. Jawaban 1: Negara Kesatuan Indonesia dalam berbangsa dan bernegara sudah final, filosofinya Pancasila dan ada sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Penghilangan 7 kata itu sudah jadi sejarah. Dulu Bung Karno mengusulkan sila Ketuhanan Yang maha Esa menjadi sila kelima, itu benar-benar pribadi Bung Karno. Tapi Bung Hatta dan yang lainnya mengusulkan agar sila Ketuhanan Yang Maha Esa memimpin sila yang lainnya, menjadi sila pertama. Pelajarilah AlQur’an, pelajarilah konstitusi. Pertanyaan 2: Kedua, masalah asuransi, yang kita hadapi sekarang prinsipnya ta’min, takaful, tadhamun dan ijtihad. Sorotannya adalah masalah ta’min, yaitu bisa dipercayai, bisa yakin PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
28
ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH
keamanannya. Kita, terutama yang pernah dari Departemen Agama, pegawai atau hakimnya. Beberapa tahun silam, kami sudah pernah kecolongan dengan asuransi, uang kami hilang, entah kemana. Sekarang dengan asuransi yang kita bahas, apakah ada jaminan agar hal seperti itu tidak terulang lagi? Jawaban 2: Kita harus bisa belajar mengikhlaskan yang sudah lalu. Memaafkan yang telah lalu. Belajar dari negara-negara lain yang tidak pernah mengungkit pemimpin yang sudah lalu. Biarkan, justru bagaimana kita kawal bersama-sama. Masyarakat juga sudah cerdas, kita belajar. Jadi ta’min hanya menjamin secara bersama-sama. Sebagai bangsa kita bertanggung-jawab, termasuk dalam bidang asuransi syariah. Uman Pengadilan Agama Purwakarta Pertanyaan: Saya ingin membandingkan dengan asuransi konvensional, baik prinsip-prinsipnya maupun produk-produknya, hampir sama semua. Hanya istilahnya saja yang berbeda. Kalau syariah istilahistilahnya dalam bahasa arab sedangkan asuransi konvensional istilah-istilahnya juga bahasa yang konvensional. Hanya sedikit perbedaannya, yaitu dalam hal sumber kepemilikan dana. Perbedaannya asuransi konvensional menjadi milik perusahaan sedangkan asuransi syariah sebagian akan menjadi milik peserta, sebagian lagi menjadi milik perusahaan sebagai pemegang tanggungan. Pertanyaannya adalah yang menjadi milik peserta, berkaitan dengan sifat kepemilikannya? Apakah bisa setiap saat diambil? Setahu saya kenyataaanya tidak bisa, karena berkaitan PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH
29
dengan masa pertanggunggan, sehingga saya agak ragu. Apakah ada perbedaan antara asuransi syariah dengan asuransi konvensional? Berkaitan dengan dana tabarru’, ini seolah-olah juga seperti sesuatu yang dipaksakan untuk membedakan dengan asuransi konvensional, karena pada prinsipnya setiap orang yang menggunakan asuransi tentu saja berkaitan dengan mencari keuntungan, mencari keamanan masa depan dengan pertimbangan keuntungan. Kalau masalah tabarru’ mungkin banyak sekali kegiatankegiatan di masyarakat yang lebih jelas tabarru’-nya. Juga perbedaan-perbedaan yang lain, sepertinya adalah turunan untuk penjabaran akibat dari pendefinisian, seperti pembayaran klaimnya didefinitifkan oleh penulisnya. Kalau menurut pendapat yang lain asuransi konvensional mungkin agak tidak seperti ini. Apakah asuransi masih dipandang meragukan kehalalannya karena untung-untungan? Unsur yang tidak jelas itu supaya menghilangkan keragu-raguan tersebut maka dimasukkanlah unsur-unsur tabarru’ ini. Jawaban: Jawab: Kritik Bapak sangat membangun. Walaupun sama, coba Bapak praktekkan dzikir laa ilaaha illallah dengan Tiada Tuhan selain Allah, rasakan bedanya. Substantif itu selalu berbeda wadah. Kita cari yang lebih bernilai, bukan mengatakan yang konvensional salah atau jelek, tidak, tapi kita mencari yang lebih dan bernilai.
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
SESI III
hukum ekonomi syariah
prof. dr. h. jaih mubarok, m.ag. guru besar uin sunan gunung Djati bandung
33
Hukum Ekonomi Syariah A. Pengantar ebelum tahun 1990-an, fikih muamalah yang dipelajari di fakultas syariah belum mendapat perhatian yang besar seperti sekarang. Oleh karena itu, ketika Peradilan Agama memiliki kompetensi (baru) untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa ekonomi syariah atas dasar pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, timbul pro-kontra yang antara lain ditandai dengan lahirnya pilihan forum penyelesaian sengketa ekonomi syariah sebagai terdapat dalam pasal 55, UndangUndang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Dalam ajaran ilmu hukum Indonesia dikenal dua macam hukum: hukum tertulis dan hukum tidak tertulis.1 Dari segi hukum tidak tertulis, Majelis Ulama Indonesia membentuk dua institusi yang berperan penting dalam menumbuh-kembangkan ekonomi syariah di Tanah Air, yaitu Dewan Syariah Nasional- Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang kompeten untuk menerbitkan fatwa dan
S
1 Hukum dari segi sumbernya dibedakan menjadi lima: 1) hukum undang-undang (wettenrecht); yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan; 2) hukum kebiasaan/hukum adat (gewoonte- en adatrecht); yaitu hukum yang terdapat dalam suatu peraturan kebiasaan atau suatu peraturan adat istiadat, dan yang mendapat perhatian dari para penguasa masyarakat; 3) hukum traktat (tractaten-recht); yaitu hukum yang ditetapkan oleh negara-negara yang bersama-sama mengadakan suatu perjanjian/traktat; 4) hukum jurisprudensi (jurisprudentierecht); yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim; dan 5) hukum ilmu (wetenschapsrecht; yaitu hukum yang dibuat oleh ahli ilmu hukum yang terkenal dan sangat berpengaruh. Hukum undang-undang dan hukum traktat disebut hukum tertulis; sedangkan hukum kebiasaan, hukum adat, hukum yurisprudensi, dan hukum ilmu disebut hukum tidak tertulis. Lihat antara lain E. Utrecht, Pengantar dalam Hukum Indonesia (Djakarta: PT Penerbit dan Balai Buku Ichtiar. 1959), hlm. 89-90. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
34
HUKUM EKONOMI SYARIAH
mengawasi penerapannya, dan Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) yang memiliki kompetensi untuk memeriksa dan memutus sengketa ekonomi syariah di luar pengadilan; sebelumnya ormas Islam telah berkontribusi dalam menentukan ketidak-halalan transaksi perbankan konvensional dengan menggunakan sistem bunga.2 Sedangkan dari segi hukum positif, diberlakukanlah: 1) UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan; 2) Peraturan Pemerintah Nomor: 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil (tertanggal 30 Oktober 1992); 3) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor: 32 2 Empat ormas Islam di Indonesia telah mendiskusikan hukum bunga uang secara dinamis sejak tahun 1920-an. Nahdlatul Ulama berpendapat bahwa bunga uang hukumnya haram (1927); Muhammadiyah berpendapat bahwa hukum bunga uang adalah syubhat (1968); Mathla‘ul Anwar berpendapat bahwa bunga uang haram hukumnya (1991); dan Majlis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan bahwa hukum bunga uang adalah haram karena termasuk riba nasi’ah (2003). Lihat Muhammad Abu Zahrah, Buhûts fî al-Ribâ (Mesir: Dar al-Buhuts al-`Ilmiyah. 1970), cet. ke-1, hlm. 36-48; Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam tentang Riba, Utang-Piutang, dan Gadai (Bandung: PT alMa‘arif. 1983), cet. ke-2, hlm. 28; Mahmud Abu al-Saud, “Islamic View of Riba: Usury and Interest,” dalam Syekh Ghazali Syaekh Abod dkk. (ed.), An Introduction to Islamic Finance (Kuala Lumpur: Quill Publishers.1992), hlm. 70-73; Isa Abduh, Bunuk bila Fawa’id (Mesir: Dar al-I‘tisham. t.th), hlm. 117-120; Muhammad Baqer Sadr dan Ayatullah Sayyid Mahmud Taleghani, Islamic Economics: Contemporary Ulama Perspective (Kuala Lumpur: Iqra’. 1991), hlm. 9-10; M. Mohsen, “A Profile of Riba-Free Banking,” dalam Mohammad Arief (ed.), Monetary and Fiscal Economics of Islam (Jeddah: International Centre for Research in Islamic Economics, King Abdulaziz University. 1982), hlm. 187210; A. Hassan, Soal-Jawab tentang Berbagai Masalah Agama (Bandung: CV Diponegoro. 1988), cet. ke-10, juz II, hlm. 678; Aswita Taizir, Muhammad Abduh and The Reformation of Islamic Law (Canada: Mc Gill University. 1994), tesis, hlm. 93-94 (td); PP Muhamadiyah, Himpunan Putusan Tarjih (Yogyakarta: Pengurus Pusat Muhammadiyah: Majlis Tarjih. t.th.), hlm. 304-305; Hussain Hamid Hassan, “The Jurisprudence of Financial Transactions (Fiqh Mu‘amalat),” dalam Ausaf Ahmad dan Kazim Raja Awan (ed.), Lectures on Islamic Economics (Jeddah: Islamic Research and Training Institute, Islamic Development Bank. 1992), hlm. 107; KH Abdul Aziz Masyhuri, Masalah Keagamaan Hasil Muktamar dan Munas Ulama Nahdhatul Ulama (Surabaya: PP Rabithah Ma‘ahidil Islamiyah dan Dinamika Press. 1977), hlm. 146-147; PB Mathla‘ul Anwar, Keputusan-Keputusan Majelis Fatwa Mathla`ul Anwar (Jakarta: Sekretariat PB Mathla`ul Anwar. 1985), hlm. 27; MUI Pusat, Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia tentang Fatwa Bunga (Interest/Fa’idah), Terorisme, dan Penetapan Awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah, Jakarta, 16 Dember 2003; M. M. Metwally, Principles of Islamic Economics (Australia: Departement of Economics University of Wollongong. t.th), hlm. 16; dan Irfan Ul Haq, Economic Doctrines of Islam: A Study of Doctrines of Islam and Their Implications for Poverty, Employment, and Economic Growth (USA: International Institute of Islamic Thought. 1996), hlm. 131-132. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM EKONOMI SYARIAH
35
Tahun 1999 tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil; 4) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah; dan pada tahun 2008, Mahkamah Agung menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 02 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. Hubungan dinamis antara hukum tertulis dan hukum tidak tertulis dalam menumbuhkembangkan ekonomi syariah di Indonesia terus berjalan. Institusi-institusi bisnis yang ada terus tumbuh, mskipun pencapaiannya belum maksimum. Diskusi dan sosialisasi mengenai hukum ekonomi syariah penting dilakukan untuk menumbuhkembangkan ekonomi syariah di Indonesia. B. Konsep dan Cakupan Ekonomi-Bisnis Syariah Ekonomi (economic) adalah segala aktivitas yang berkaitan dengan produksi dan distribusi di antara orangorang. Rahardjo melengkapi definisi tersebut dengan menginformasikan pengertian ekonomi yang lebih lengkap yang dikutif dari buku The Pinguin Dictionary of Economics. Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa ekonomi adalah kajian tentang produksi, distribusi, dan konsumsi kekayaan dalam masyarakat manusia. Rahardjo menjelaskan bahwa definisi yang terdapat dalam buku tersebut lebih lengkap karena menjelaskan obyek ekonomi (yaitu kekayaan) dan aspek konsumsi (sebagai kegiatan ekonomi).3 Sementara Boediono menjelaskan bahwa manusia dari segi ekonomi melakukan tiga kegiatan pokok: produksi, konsumsi, dan pertukaran.4 3 M. Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi (Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat. 1999), cet. ke-1, hlm. 5-6. 4 Boediono, Ekonom Mikro (Yogyakarta: BPFE. 1982), cet. ke-1, hlm. 1. Kiranya pantas dipahami bahwa: 1) kegiatan ekonomi dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup manusia, terutama kebutuhan yang bersifat material; 2) dalam ekonomi terdapat tiga aspek PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
36
HUKUM EKONOMI SYARIAH
Rahardjo dalam kaitannya dengan arti ekonomi, menawarkan tiga kemungkinan makna ekonomi Islam: 1) ekonomi Islam yang dimaksud adalah ”ilmu ekonomi” yang berdasarkan nilai-nilai atau ajaran Islam; 2) ekonomi Islam yang dimaksud adalah ”sistem ekonomi;” dan 3), ekonomi Islam yang dimaksud adalah ”perkenonomian dunia/negaranegara Islam.”5 Menurut Hasanuzzaman, ekonomi Islam adalah pengetahuan dan penerapan hukum syari‘ah untuk mencegah terjadinya ketidakadilan atas pemanfaatan sumber-sumber material guna memberikan kepuasan (pada manusia) dan dilakukan dalam rangka menjalankan kewajiban kepada Allah dan masyarakat; dan M. Akram Khan menjelaskan bahwa ekonomi Islam bertujuan untuk mempelajari keunggulan manusia yang dicapai melalui pengorganisasian sumber daya alam yang didasarkan pada kerjasama dan partisipasi.6 Selain arti ekonomi, dalam ilmu hukum dikenal juga terminologi lain yang sekarang sangat terkenal di Indonesia, yaitu bisnis. Arti bisnis adalah ”the buying and selling of goods and services.’ Skinner menjelaskan bahwa bisnis adalah pertukaran barang, jasa, atau uang yang saling menguntungkan atau memberikan manfaat. Perbedaan antara kegiatan bisnis dan kegiatan ekonomi antara lain terletak pada tujuan. Tujuan ekonomi adalah untuk mencapai kondisi kesejahteraan fisik; sedangkan tujuan bisnis adalah untuk: 1) mendapatkan keuntungan, 2) mempertahankan kelangsungan hidup kegiatan: produksi, distribusi, dan konsumsi; dan 3) dalam ekonomi terkandung ajaran mengenai kesejahteraan, terutama kesejahteraan material. 5 M. Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi (Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat. 1999), cet. ke-1, hlm. 3-4. 6 Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam (Yogyakarta: BPFE. 2004), cet. ke-1, hlm. 6-7. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM EKONOMI SYARIAH
37
perusahaan, 3) pertumbuhan perusahaan, dan 4) tanggung jawab sosial.7 Husen Umar menegaskan bahwa tujuan utama bisnis adalah laba atau keuntungan.8 Uraian pakar mengenai perbedaan antara ekonomi dan bisnis dapat membantu ilmu hukum dalam menjelaskan ruang lingkup hukum ekonomi syariah. Jika ekonomi syariah diartikan sebagai penerapan prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi untuk memenuhi kebutuhan manusia, maka hukum ekonomi syariah berarti hukum yang terkait dengan penerapan prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi untuk memenuhi kebutuhan manusia. Jika bisnis syariah diartikan sebagai penerapan prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi untuk menghasilkan keuntungan, maka hukum bisnis syariah berarti hukum yang terkait dengan penerapan prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi untuk menghasilkan keuntungan. Kiranya perlu dijelaskan bahwa institusi hibah bi al-tsawab fi al-khitbhah, mahar, nafkah, mut‘ah dalam perkawinan, aqiqah, zakat, wakaf, sedekah, waris, hibah, hadiah, wasiat, dan kurban termasuk institusi ekonomi, tapi tidak termasuk institusi bisnis; karena hal-hal tersebut dilakukan tidak dimaksudkan oleh pelakunya untuk mendapatkan keuntungan materil. Dari segi ilmu kontrak syariah, akad dibedakan menjadi dua: akad tabarru‘ dan akad mu‘awdhat. Kedua akad tersebut termasuk dalam domain 7 Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam (Yogyakarta: BPFE. 2004), cet. ke-1, hlm. 14; dan Pandji Anoraga, Manajemen Bisnis (Jakarta: Rineka Cipta. 2004), cet. ke-3, hlm. 3-4, 6, dan 14. 8 Husein Umar, Business an Introduction (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama dan Jakarta Business Research Center. 2003), cet. ke-2, hlm. 4. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
38
HUKUM EKONOMI SYARIAH
bisnis; tetapi hanya akad-akad mu‘awdhat-lah yang termasuk domain bisnis.9 C. Kaidah Fikih terkait Halal-Haram Diantara kaidah fikih terkait halal-haram adalah: 1. Hukum pokok bermuamalah adalah boleh (al-ashl fi al-asyya’ al-ibahah). Dalam penjelasannya diuraikan bahwa segala sesuatu ciptaan Allah yang bermanfaat bagi manusia adalah halal (al-hill) dan boleh (alibahah), tidak haram; kecuali adanya nash yang shahih lagi sharih yang mengharamkannya. Apabila tidak ada hadits shahih dan sharih yang mengharamkannya (diantaranya hadits dha’if), maka hal tersebut dikembalikan kepada hukum asalnya, yaitu boleh (alibahah). Kaidah tersebut didasarkan pada substansi QS al-Baqarah (2): 29, QS al-Jatsiyah: 13, QS Luqman: 20, dan QS Mariam: 64. 2. Menghalalkan dan mengharamkan sesuatu adalah hak Allah semata (al-tahlil wa al-tahrim haqq Allah wahdah). Dalam penjelasan kaidah diuraikan bahwa kekuasaan (al-sulthah) untuk menentukan halal atau haramnya sesuatu telah dibatasi. Pemerintah, sultan, kerajaan, dan/atau ulama, tidak memiliki kekuasaan 9 Akad pada prinsipnya dapat dibedakan menjadi dua domain: 1) akad yang termasuk domain tabarru‘ (gahir mu’awadhat); yaitu akad yang dilakukan oleh pihak tertentu dengan tujuan menolong/membantu pihak lain serta mengharap pahala dari Allah; akad seperti ini bersifat sosial; dan 2) akad mu’awadhat; yaitu akad yang dilakukan oleh pihak tertentu dengan tujuan mendapatkan keuntungan (baca: tijari/bisnis). Masing-masing akad tersebut dilihat dari segi perpindahan kepemilikan ma’qud dapat dibedakan menjadi dua: 1) akad yang kepemilikan ma’qud alaihnya berpindah (intiqal al-milkiyyah), seperti hibah dalam akad ghair mu’awadhat, dan akad ijarah dalam akad mu’awadhat; dan 2) akad yang kepemilikan ma’qud-nya tidak berpindah (ghair intiqal al-milkiyyah) seperti al-qardh dalam akad bisnis; dan akad al-‘ariyah dalam akad ghair mu’awadhat. Rafiq Yunus al-Mishri, Fiqh al-Mu‘amalat al-Maliyah (Damaskus: Dar al-Qalam. 2007), hlm. 58-60. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM EKONOMI SYARIAH
3.
39
(sulthah) untuk mengharamkan sesuatu yang telah dihalalkan Allah dan Rasul; sebaliknya, mereka juga tidak memiliki kekuasaan untuk menghalalkan sesuatu yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul SAW. Dari segi sejarah yang termasuk syar’u man qablana, yaitu Imam al-Tirmidzi meriwayatkan dari Adi Ibn Hatim tentang penjelasan Rasul Saw yang menyatakan bahwa kaum Nasrani (sebelum Islam lahir) telah menghalalkan apa yang telah diharamkan Allah bagi mereka, serta telah mengharamkan apa yang telah dihalalkan Allah bagi mereka. Ibn Taimiah sebagai dinukil oleh Ibn Muflih dan ulama sebelumnya, Abu Yusuf dan Imam al-Syafi‘i, menjelaskan bahwa maksud kaidah al-tahlil wa al-tahrim haqq Allah wahdah, adalah bahwa ulama Salaf tidak memandang mutlak atas haramnya sesuatu kecuali keharamannya diketahui secara qath‘i. Imam Ahmad Ibn Hanbal diantaranya menggunakan kata makruh, tidak disukai, atau tidak bagus, terhadap sesuatu yang diharamkan bukan berdasarkan dalil qath‘i. Mengharamkan sesuatu yang halal dan menghalalkan sesuatu yang haram termasuk menyekutukan Allah (syirik) (tahrim al-halal wa tahlil al-haram qarin alSyik bi Allah). Kaidah fikih ini merupakan lanjutan dari kaidah fikih sebelumnya, yaitu “menghalalkan dan mengharamkan sesuatu adalah hak Allah semata” (al-tahlil wa al-tahrim haqq Allah wahdah). Akan tetapi, pendekatan yang digunakan berbeda. Kaidah fikih “al-tahlil wa al-tahrim haqq Allah wahdah” dijelaskan dari segi sulthah (kekuasaan/kewenangan) PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM EKONOMI SYARIAH
40
4.
pihak yang menentukan halal atau haramnya sesuatu, sedangkan kaidah fikih “tahrim al-halal wa tahlil alharam qarin al-Syik bi Allah” dijelaskan dari segi ajaran tauhid. Di antara dosa besar dalam Islam adalah syirik, mempersekutukan Allah (meyakini ada Tuhan selain Allah). Ulama yang mengharamkan sesuatu yang halal dan menghalalkan sesuatu yang haram termasuk ulama yang menyekutukan Allah (syirik). Oleh karena itu, ulama dalam ijtihad-nya tidak boleh menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Diantara perbuatan yang termasuk mengharamkan yang halal diinformasikan dalam QS al-Ma’idah (5): 103 tentang kepercayaan Arab jahiliyah terkait bahirah, sa’ibah, washilah, dan ham. a) bahirah adalah unta betina yang telah beranak lima kali, dan anak yang kelimanya berjenis kelamin jantan; unta betina tersebut dibelah telinganya kemudian dilepaskan, tidak boleh dijadikan kendaraan dan tidak boleh pula diambil air susunya; b) sa’ibah adalah unta betina yang dibiarkan pergi kemana saja lantaran nadzar; c) washilah digambarkan dalam hal seekor domba betina melahirkan anak kembar yang terdiri atas jantan dan betina, maka anak domba yang jantan disebut washilah, yang tidak boleh disembelih dan diserahkan kepada berhala; dan d) ham adalah unta jantan yang tidak boleh diapa-apakan lagi (dibiarkan) karena telah berhasil membuat hamil unta betina sebanyak sepuluh kali. Dalam hal yang diharamkan terkandung unsur jijik/alkhabats dan madharat/al-dharar (al- tahrim yatabi‘ al-khabats wa al-dharar). Dalam penjelasannya PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM EKONOMI SYARIAH
5.
41
diungkapkan bahwa apa yang dihalalkan Allah dan/ atau Rasul SAW pasti mengandung hal yang menjijikan dan dharar. Allah dan/atau Rasul menghalalkan sesuatu (al-tahlil) dan mengharamkan sesuatu (altahrim) terkandung ‘illat (alasan hukum) yang rasional (ma‘qulah) yang kembali kepada kemashalahatan manusia itu sendiri. Allah menghalalkan hanya yang baik (thayib) dan mengharamkan yang menjijikan (khabits). Dalam hal yang dihalalkan pasti terhindar dari yang diharamkan (fi al-halal ma yughni ‘an al-haram). Kaidah ini bisa diistilahkan dengan “kaidah perbandingan terbalik.” Maksud kaidah ini adalah bahwa setiap hal yang dihalalkan terdapat hal yang bersifat kebalikannya (baca: lawan), yaitu hal yang diharamkan. Larangan mengundi nasib dengan anak panah (QS al-Ma’idah [5]: 3) berbanding terbalik dengan anjuran untuk istikharah dalam rangka memperoleh petunjuk dari Allah dalam mencari solusi atau keputusan dalam mencari atau memilih yang terbaik dari yang ada; pengharaman riba berbanding terbalik dengan anjuran untuk melakukan bisnis yang halal yang menguntungkan; larangan menggunakan pakaian yang berbahan sutera berbanding terbalik dengan kebolehan menggunakan pakaian yang berbahan kapas; larangan zina dan homoseks (alliwath) berbanding terbalik dengan perintah menikah; larangan mengkonsumsi minuman keras (al-khamr) berbanding terbalik dengan kebolehan meminum minuman yang halal yang menyehatkan jasad dan ruh; dan larangan mengonsumsi makanan yang menjijikan PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM EKONOMI SYARIAH
42
6.
(al-khaba’its) berbanding terbalik dengan perintah untuk mengonsumsi benda yang halal dan baik (halal wa thayyib). Sesuatu yang menjadi media yang haram adalah haram (ma ada ila al-haram haram). Kaidah ini menjelaskan tentang media (antara). Dalam perbuatan hukum terdapat antara yang mendukung tercapainya perbuatan tertentu. Kaidah ini memiliki kaidah pendamping yang semakna, antara lain kaidah “bagi media/antara berlaku hukum yang dituju (li al-wasa’il hukm almaqashid; li al-wasilah hukm al-ghayah). Kaidah ini bertalian dengan kaidah usul yang berbunyi “Jika sebuah kewajiban tidak terlaksana kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu wajib pula hukumnya” (ma la yatimm al-wajib illa bihi fahuwa wajib);10 Kaidah fikih “ma ada ila al-haram haram” merupakan dasar ditetapkannya hukum yang bersifat preventif (pencegahan/sad al-dzari‘ah). Diantaranya dalam QS telah diharamkan zina; maka setiap media untuk berzina—misal: sikaf tabarruz, khalwat, tinggal satu kamar, gambar telanjang (pornografi), dan membuka aurat---adalah haram. Bahkan kaidah ini dikembangkan pula oleh Yusuf Qardhawi dengan mengatakan “kullu ma a‘ana ila al-haram fa huwa haram;” yaitu setiap hal yang membantu terwujudnya perbuatan haram adalah haram pula. Diantara contohnya adalah haramnya riba, media untuk terwujudnya riba--antara lain pemakan (konsumen), wakil dan yang mewakilkan, pemberi harta yang riba, pencatat (akuntansi) dan saksi atas transaksi
10 Muhammad Ibn Ali Ibn Ahmad al-Syaukani, Irsyad al-Fuhul (Beirut: Dar al-Fikr. 1992), juz 1, hlm. 411. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM EKONOMI SYARIAH
7.
8.
11 hlm. 31. 12 hlm. 32.
43
yang riba---adalah haram. Lebih lanjut Yusuf Qardhawi menjelaskan bahwa setiap pihak yang turut serta dalam mewujudkan riba, menanggung dosa secara bersama (kullu man a‘ana ‘ala muharram fa huwa syarik fi alitsm).11 Hilah atas yang haram adalah haram (al-tahayul ‘ala al-haram haram). Dalam kaidah ini dijelaskan mengenai helah hukum. Helah (al-hilah; al-tahayul) termasuk upaya rasional yang manipulatif. Diantara hilah adalah penggantian nama dan perubahan bentuk padahal substansinya sama. Berkenaan dengan hal tersebut, Yusuf al-Qardhawi mengenalkan kaidah yang menyatakan bahwa sebuah perubahan nama tidak diakui secara hukum apabila substansinya tetap, dan perubahan bentuk juga tidak diakui secara hukum apabila hakikatnya sama (la ‘ibrata bi taghayyur alism idza baqiya al-musamma, wa la bi taghayyur alshurah idza baqiyat al-haqiqah).12 Kaidah ini secara implisit mengungkap kaidah fikih yang baru, yaitu yang diakui secara hukum adalah substansinya, bukan namanya (al-‘ibrah bi al-musammayat la bi al-asma). Yusuf al-Qardhawi menegaskan bahwa diantara hilah hukum adalah riba yang diubah menjadi bunga uang (fa’idah; fawa’id al-bunuk). Niat baik tidak dapat dijadikan alasan untuk melakukan yang haram (al-niyah al-hasanah la tubarir al-haram). Kaidah ini menjelaskan tentang halal-haram yang berkaitan dengan niat (maksud/tujuan), substansi, Yusuf al-Qardhawi, al-Halal wa al-Haram fi al-Islam (Kairo: Maktabah Wahbah. 1993), Yusuf al-Qardhawi, al-Halal wa al-Haram fi al-Islam (Kairo: Maktabah Wahbah. 1993), PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM EKONOMI SYARIAH
44
9.
dan metode/cara mendapatkan atau melakukannya. Dari segi obyek (dzat), benda dibedakan menjadi tiga: halal, haram, dan tidak halal serta tidak haram. Benda yang halal akan halal jika diproses secara halal; sebaliknya, benda yang halal akan berubah menjadi haram jika diproses atau diperoleh/didapatkan secara haram. Sedangkan benda yang haram tidak akan berubah menjadi halal karena diproses atau diperoleh/ didapatkan secara halal. Oleh karena itu, sesuatu yang haram akan tetap haram meskipun pelakunya berniat baik/tujuannya mulia seperti untuk menolong mustadh‘afin (orang-orang lemah); Islam tidak menghalalkan segala cara untuk mewujudkan yang halal (al-ghayah la tubarir al-wasilah); perbuatan yang halal/ benar/haq harus ditempuh/diwujudkan dengan cara yang halal pula (tujib al-wushul al-haqq ‘an thariq alhaqq wahdah). Kaidah al-niyah al-hasanah la tubarir al-haram, merupakan turunan dari sabda Rasul SAW yang menyatakan bahwa Allah adalah baik, dan Allah hanya menerima yang baik (ina Allah thayyib la yaqbal illa thayyib). Dalam hadits riwayat Ibn Khuzaimah, Ibn Hibban dan Hakim dari Abu Hurairah dikatakan bahwa rasul SAW bersabda, “siapa saja yang mengumpulkan harta dengan cara yang haram, kemudian harta tersebut disedekahkan, maka yang bersangkutan tidak akan mendapat pahala, dan pelanggaran tersebut merupakan tanggungjawabnya.” 13 Harus berhati-hati terhadap yang syubhat karena khawatir akan menghalalkan yang haram (ittiqa’ al-
13 Yusuf al-Qardhawi, al-Halal wa al-Haram fi al-Islam (Kairo: Maktabah Wahbah. 1993), hlm. 33-34. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM EKONOMI SYARIAH
10.
45
syubhat khasyyat al-wuqu‘ fi al-haram). Kaidah ini meruapakan turunan dari hadits riwayat Ibn Majah dari Nu‘man Ibn Basyir bahwa Nabi SAW, yang menyatakan bahwa yang halal sudah jelas, dan yang haram juga sudah jelas, antara yang halal dan yang haram termasuk hal yang mutasyabihat; siapa saja yang meninggalkan yang syubhat, maka akan selamat dari yang haram; dan siapa saja yang melakukan hal yang syubhat sekali saja, dikahawatirkan akan melakukan sesuatu yang haram. Yusuf al-Qardhawi menjelaskan bahwa yang halal sudah jelas dan tak ada kesulitan untuk mengerjakannya; dan yang haram juga sudah jelas dan tidak ada keringanan (rukhshah) untuk melakukannya dalam keadaan yang leluasa (fi halat al-ikhtiyar). Umat Islam diharuskan menjauhi yang syubhat agar terhindar dari yang haram; hal ini merupakan tindakan preventif (sad al-dzari‘ah).14 Sesuatu yang diharamkan adalah haram untuk semua orang/pihak (al-haram haram ‘ala al-jami‘). Islam bersifat syumuli (menyeluruh) sehingga tidak membedakan umatnya secara diskriminatif dan tidak ada yang diistimewakan. Oleh karena itu, kaidah ini merupakan penegasan bahwa sesuatu yang diharamkan adalah haram untuk semua orang/pihak. Dalam Islam tidak ada ajaran yang menyatakan bahwa sesuatu itu haram untuk orang asing tapi halal untuk orang Arab; atau sesuatu itu haram bagi kulit hitam tapi halal bagi kulit putih; atau sesuatu itu diharamkan bagi kelompok/
14 Syubahat adalah sesuatu yang yang tidak jelas halal dan haramnya. Lihat antara lain Ali Ahmad al-Nadawi, al-Qawa’id al-Fiqhiyyah: Mafhumuha, Nasy’atuha, Tathawwuruha, Dirasat Mu’alifatiha, Adillatuha, Mumimmatuha, Tathbiquha (Damaskus: Dar al-Qalam. 1994), hlm. 309; dan Yusuf al-Qardhawi, al-Halal wa al-Haram fi al-Islam (Kairo: Maktabah Wahbah. 1993), hlm. 3435. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM EKONOMI SYARIAH
46
11.
12.
suku tertentu tapi haram bagi kelompok atau suku yang lainnya.15 Dalam Keadaan terpaksa, seseorang boleh melakukan hal yang dilarang (al-dharurat tubih al-mahzhurat). Kaidah ini kelihatannya ditempatkan oleh Yusuf alQardhawi sebagai penyimpul terhadap kaidah-kaidah seblumnya. Sesuatu yang haram terkait dengan media (ma ada ila al-haram fa huwa haram), hilah atas yang haram adalah haram (al-tahayul ‘ala al-haram haram), dan niat baik tidak dapat dijadikan alasan untuk melakukan yang haram (al-niyah al-hasanah la tubarir al-haram), termasuk kaidah setiap hal yang membantu terwujudnya perbuatan haram adalah haram pula (kullu ma a‘ana ila al-haram fa huwa haram), baik pemakan (konsumen) benda haram, wakil dan yang mewakilkan transaksi yang haram, pemberi harta yang riba, pencatat (akuntansi) dan saksi atas transaksi yang riba adalah haram sebagai tindakan preventif (sad al-dzari‘ah). akan tetapi, dalam keadaan darurat (terpaksa karena kalau tidak melakukan yang haram akan kehilangan nyawa), maka hal-hal yang haram boleh dilakukan; hal ini antara lain didasarkan pada QS al-Baqarah (2): 173. Kebolehan melakukan seuatu yang haram karena darurat hanya sebatas keperluan; maka hal itu dilakukan tidak boleh secara berlebihan dan melampaui batas (substansi QS al-Baqarah [2]: 173).16 Percampuran antara yang halal dan yang haram; kaidahnya berbunyi: “apabila bercampur antara yang
15 Yusuf al-Qardhawi, al-Halal wa al-Haram fi al-Islam (Kairo: Maktabah Wahbah. 1993), hlm. 35-38. 16 Yusuf al-Qardhawi, al-Halal wa al-Haram fi al-Islam (Kairo: Maktabah Wahbah. 1993), hlm. 38-39. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM EKONOMI SYARIAH
13.
47
halal dan yang haram, maka percampuran tersebut dihukumi hamar” (idza ijtama’ al-halal wa al-haram ghuliba al-haram). Kaidah ini berasal dari hadits dha‘if yang menyatakan bahwa “tidaklah sesuatu yang tercampur antara yang halal dan yang haram, kecuali yang haram mengalahkan yang halal” (ma ijtama’a al-halal wa al-haram illa ghalaba al-haram al-halal).17 Kaidah ini dinilai tepat diaplikasikan terhadap benda yang cair, dan larut; oleh karena itu, percampuran benda halal dengan benda lain yang haram atau percampuran benda yang suci dengan benda lain yang najis, di mana benda-benda tersebut termasuk benda cair, sehingga memungkinkan terjadi percampuran yang bersifat larut. Sedangkan percampuran benda yang halal dengan benda lain yang haram atau percampuran antara benda najis dengan benda lain yang suci yang tidak termasuk benda cair, dapat dilakukan pendekatan lain. Tafriq al-halal ‘an al-haram; Ibn Taimiah sebagai mufti ditanya tentang dua hal: 1) status hukum (halal atau haramnya) harta pengusaha yang sebagian besar hartanya berasal dari hasil usaha sektor/bidang usaha yang haram---antara lain usaha hiburan yang menampilkan tarian telanjang atau perjudian; dan 2) status hukum (halal atau haramnya) harta para pemimpin yang memperoleh/mendapatkan harta secara tidak halal (melalui korupsi atau gratifikasi). Dalam menjawab pertanyaan-pertanyyan tersebut, Ibn Taimiah menjelaskan bahwa: 1) apabila dalam
17 Jalal al-Din Abd al-Rahman Ibn Abi bakr al-Suyuthi, al-Asybah wa al-Nazha’ir fi Qawa‘id wa Furu‘ Fiqh al-Syafi‘iyah (Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi. 1987), hlm. 209. Ibn Nujaim menjelaskan hal yang sama, lihat Zain al-Abidin Ibn Ibrahim Ibn Nujaim, al-Asyabah wa al-Nazha’ir ‘ala Madzhab Abi Hanifah al-Nu‘man (Kairo: Mu’assasah al-Halabi wa al-Syirkah. 1968), hlm. 109. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
48
HUKUM EKONOMI SYARIAH
harta pengusaha atau pemimpin tersebut tercampur antara harta yang halal dengan harta yang halal karena sektor usaha yang dilakukannya termasuk syubhat, maka jangan dihukumi haram kecuali setelah diketahui secara pasti tentang keharamannya, dan tidak boleh pula dihukumi halal kecuali setelah diketahui secara pasti tentang kehalalannya. Apabila mayoritas (kebanyakan) harta mereka termasuk harta yang halal, maka tidak boleh dihukumi haram; sedangkan apabila mayoritas harta mereka termasuk harta yang haram, maka boleh dihukumi haram (menurut satu pendapat); dan 2) apabila dalam harta mereka terdapat harta yang haram dan yang halal dan semuanya telah tercampur (ikhtilath), maka harta yang haram adalah haram secara hukum, sedangkan harta yang halal adalah halal secara hukum; yang boleh digunakan adalah harta yang halal dengan cara memilah (baca: memisahkan) dan/atau mengambil harta yang berdasarkan analisis faktual termasuk harta yang diperoleh dengan cara yang halal untuk didayagunakan. Penjelasan tersebut kemudian dibingkai dalam kaidah “man ikhtalatha bi malihi al-halal wa al-haram ukhrija qadr al-haram wa al-baqi halal lah” (siapa saja yang mencampurkan hartanya yang halal dengan harta yang haram, harta yang diyakini diperoleh secara tidak halal dikeluarkan, dan harta yang tersisa [setelah dipisahkan dan/atau dikeluarkan harta yang haramnya] adalah harta yang halal baginya.18 Athiyah Adlan Athiyah Ramadhan menjelaskan bahwa kaidah “man ikhtalatha bi malihi 18 Syekh al-Islam Taqiy al-Din Ahmad Ibn Taimiah al-Harani, Majmu‘at al-Fatawa (Kairo: Dar al-Hadits. 2006), juz XXIX, hlm. 145. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM EKONOMI SYARIAH
49
al-halal wa al-haram ukhrija qadr al-haram wa albaqi halal lah” bahwa apabila dalam harta seseorang tercampur hasil usaha yang halal dengan hasil usaha yang tidak halal, maka dapat dilakukan dua cara berikut: 1) dalam harta yang diperolehnya merupakan harta yang dapat dipilah-pilah (baca: dipisah), maka harta yang halal didayagunakan sedangkan harta yang haram tidak didaya-gunakan (i‘tizal), dan 2) apabila harta yang bercampur merupakan harta yang tidak dapat dipilah-pilah (misal: uang atau rumah), maka dihitung dan didaya-gunakan yang diperkirakan halal, maka sisanya diyakini sebagai harta yang haram yang tidak boleh didaya-gunakan (harus dilakukan i‘tizal).19 Kaidah “idza ijtama’ al-halal wa al-haram ghuliba alharam” digunakan terhadap percampuran harta yang tidak mungkin dibeda-bedakan lagi atau dipisah antara yang satu dengan yang lain; sedangkan kaidah “man ikhtalatha bi malihi al-halal wa al-haram ukhrija qadr al-haram wa al-baqi halal lah” digunakan terhadap percampuran harta yang memungkinkan dilakukan pembedaan atau pemisahan antara yang satu dengan yang lain. Cara ini dalam pandangan Athiyah Adlan Athiyah Ramadhan dianggap adil dan moderat (al-‘adl wa al-wasath).20
19 Athiyah Adlan Athiyah Ramadhan, Mausu‘at al-Qawa‘id al-Fiqhiyyah al-Munazhzhamah li al-Mu‘amalat al-Maliyah al-Islamiyyah wa Dauruha fi Tawjih al-Nazhm al-Mu‘ashirah (Iskandariyah: Dar al-Aiman. 2007), hlm. 278-279. 20 Athiyah Adlan Athiyah Ramadhan, Mausu‘at al-Qawa‘id al-Fiqhiyyah al-Munazhzhamah li al-Mu‘amalat al-Maliyah al-Islamiyyah wa Dauruha fi Tawjih al-Nazhm al-Mu‘ashirah (Iskandariyah: Dar al-Aiman. 2007), hlm. 279. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
50
HUKUM EKONOMI SYARIAH
D. Prinsip-prinsip Syariah terkait Produksi Produksi atau operasi adalah aktivitas yang mentransformasikan input menjadi output yang bermanfaat yang berupa barang atau jasa yang memiliki nilai tambah.21 Transformasi dimaksud mencakup: 1) alter (mengubah sesuatu secara struktural yang dapat berupa perubahan secara fisik); 2) transport (memindahkan sesuatu dari satu tempat ke tempat lain); 3) store (menyimpan sesuatu dalam lingkungan yang terjaga dalam periode tertentu); dan 4) inspect (memeriksa sesuatu secara tertib, berkala dan garansi).22 Qutub Abd al-salam Duaib menjelaskan bahwa produksi dalam Islam adalah eksploitasi sumber-sumber daya agar menghasilkan manfaat ekonomi; sementara Manan menjelaskan bahwa produksi adalah pekerjaan manusia yang menghasilkan barang atau jasa yang berguna untuk mencapai kemaslahatan individu dan masyarakat.23 21 Murti Sumarni dan John soeprihanto, Pengantar Bisnis: Dasar-dasar Ekonomi Perusahaan (Yogyakarta: Liberty. 1998), cet. ke-1, hlm. 203-258. 22 Ace Partadireja, Pengantar Ekonomika (Yogyakarta: BPFE. 1990), cet. ke-4, hlm. 21-25; dan Secara lebih rinci, Anoraga menjelaskan bahwa karakteristik manajemen produksi terrefleksi dalam melaksanakan proses transformasi: 1) perencanaan output (seleksi dan pembentukan desain produk atau jasa yang ditawarkan ke konsumen); 2) perencanaan kapasitas (penentuan waktu [kapan] dan berapa banyak fasilitas, peralatan, dan tenaga kerja yang ada); 3) penentuan lokasi (menentukan tempat produksi, penyimpanan/gudang, dan fasilitas lainnya); 4) desain proses transformasi (penentuan aspek transformasi fisik dalam kegiatan produksi); 5) lay out fasilitas (menentukan aliran proses yang tepat sehingga efisien dan efektif dalam mengakomodasi kegiatan transformsi); 6) desain kerja (menentukan cara terbaik dalam mengalokasikan tenaga kerja dalam proses termsuk mobilitas dan lingkungan kerja); 7) perencanaan agregat (menyangkut antisipasi kebutuhan tenaga kerja, bahan baku dan alternatifnya, dan fasilitas tahunan, bulanan, dan mingguan); 8) manajemen persediaan (menetapkan jumlah bahan baku dalam proses, dalam persediaan, dan jumlah barang akhir); 9) manajemen proyek (merencanakan dan mengendalikan kegiatan agar sesuai dengan kinerja yang diharapkan, jadual, dan spesifikasi biaya); 10) perencanaan kebutuhan bahan (menentukan kapan memesan dan menghasilkan bahan dan bagaimana memenuhi jadual pengiriman; 11) penjadualan (menentukan kapan masing-masing kegiatan atau tugas dalam proses transformasi dikerjakan, dan kapan seharusnya input masuk); 12) pengendalian kualitas (menentukan bagaimana standar kualitas dikembangkan dan dipelihara); dan 13) reliabilitas dan pemeliharaan (menentukan bagaimana kinerja yang sesuai dari output dan proses transformasi sendiri yang seharusnya dipelihara). Anoraga, Manajemen Bisnis (Jakarta: PT Rineka cipta. 2004), hlm. 199-200. 23 Rustam Effendi, Produksi dalam Islam (Yogyakarta: UII Press dan Magistra Insania Press. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM EKONOMI SYARIAH
51
Barang atau benda dalam syariah dapat dibedakan menjadi dua: 1) barang halal, dan 2) barang haram. Barang haram juga dapat dibedakan menjadi dua: 1) barang yang haram karena substansinya (haram li dzatihi), dan 2) barang yang haram karena prosesnya (haram li ghairih), termasuk haram karena mendapatkannya (pencurian) maupun karena proses produksi (antara lain penyembelihan) atau yang lainnya. Prinsip produksi dalam Islam adalah: 1) tidak memproduksi barang/jasa haram dan/atau barang yang dibuat dari barang haram; 2) tidak memproduksi barang/jasa yang secara nyata akan digunakan untuk syirik atau maksiat; 3) tidak memproduksi barang/jasa yang secara nyata memadharatkan manusia; 4) tidak memproduksi barang/ jasa secara zhalim; 5) tidak menimbun (ihtikar) barang yang dibutuhkan masyarakat; dan 6) memelihara lingkungan.24 Tujuan produksi dalam Islam dalam pandangan M. N. Sidqi antara lain adalah: 1) pemenuhan kebutuhan individu secara wajar; 2) pemenuhan kebutuhan keluarga; 3) bekal untuk generasi mendatang; dan/atau 4) membantu masyarakat dalam rangka beribadah kepada Allah.25 Kiranya dapat dibentuk fiksi hukum mengenai produksi dalam hal dilakukan oleh badan usaha yang dibentuk banyak pihak, maka ia dibentuk dengan akad syirkah sebagai dijelaskan Wahbah al-Zuhaili yang menyatakan bahwa badan usaha (disebut syirkah-syakhshi; (jamak: syirkat 2003), hlm. 12-13. 24 Rustam Effendi, Produksi dalam Islam (Yogyakarta: UII Press dan Magistra Insania Press. 2003), hlm. 14-26. 25 Rustam Effendi, Produksi dalam Islam (Yogyakarta: UII Press dan Magistra Insania Press. 2003), hlm. 27. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
52
HUKUM EKONOMI SYARIAH
al-asykhas) mencakup: 1) syirkah-tadhamun (Fa),26 dan 2) syirkah-taushiyah basithah (Persekutuan Komanditer/ Commanditaire Vennootschaap/CV);27 sedangkan syirkahamwal mencakup: 1) syirkah-musahamah,28 2) syirkahtaushiyah bi al-asham,29 dan 3) syirkah-dzat mas’uliyah almahdudah (Perseroan Terbatas/PT).30 26 Syirkah ini mirip dengan Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Bab Kedelapan, pasal 1618. Dijelaskan bahwa ”persekutuan adalah suatu perjanjian dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu dalam persekutuan, dengan maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya.” Secara konseptual, syirkah-tadhamun mirip dengan firma (Fa). Lihat antara lain Murti Sumarni dan John Soeprihanto, Penagntar Bisnis: Dasar-dasar Ekonomi Perusahaan (Yogyakarta: Liberty. 1998), hlm. 45. 27 Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh (Damaskus: Dar al-Fikr. 2006), vol. V, hlm. 3972. 28 Syirkah-musahamah adalah penyertaan modal usaha yang dihitung dengan jumlah lembar saham (baca: bukan dengan nilai nominal) yang diperdagangkan di pasar modal sehingga pemiliknya dapat berganti-ganti dengan mudah dan cepat. Rafiq Yunus al-Mishri menjelaskan bahwa pertanggung-jawaban pemegang saham sesuai dengan jumlah saham yang dimiliki; keuntungan dan kerugian yang diterima oleh pemegang saham sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki. Rafiq Yunus al-Mishri, Fiqh al-Mu‘amalat al-Maliyah (Damaskus: Dar al-Qalam. 2007), hlm. 226. 29 Syirkah-taushiah bi al-asham mirip dengan syirkah-taushiah basithah yang terdiri atas unsur mutadhamin dan Mushi. Dalam syirkah-taushiah bi al-asham terdapat unsur musahim (=mushi dalam syirkah-taushian basithah) dan unsur Mutadhamin. Mutadhamin adalah pihak yang menyertakan modal usaha (yang dikonversi ke dalam bentuk saham) serta bertanggung-jawab atas pengelolaan badan usaha (baca: pihak manajemen); pihak mutadhamin-lah yang merencanakan, mengorganisasikan, menggerakan, dan mengontrol badan usaha, sehingga mereka bertindak atas nama dan untuk badan usaha serta bertanggungjawab untuk menunaikan kewajiban-kewajiban badan usaha; sedangkan musahim adalah pihak yang menyertakan harta untuk dijadikan modal (dalam bentuk saham) badan usaha yang tidak bertanggungjawab atas manajemen badan usaha dan juga tidak dibebani kewajiban-kewajiban badan usaha, kecuali laba-rugi badan usaha pada akhir tahun buku yang menghasilkan dividen (secara proporsional, pen.). Lihat Athiyah Adlan Athiyah Ramadhan, Mausu’ah al-Qawa’id al-Fiqhiyyah (Iskandariyah: Dar al-Aiman. 2007), hlm. 497 30 Syirkah-mas’uliah mahdudah adalah perkongsian bisnis yang mirip dengan syirkahamwal. Dalam syirkah-ms’uliah mahdudah tidak ada badan usaha perkongsian; setiap syarik bertanggung-jawab sesuai dengan jumlah saham yang dimiliki; oleh karena itu, syirkah-mas’uliah mahdudah merupakan gabungan antara syirkah-amwal dan syirkah-abdan. Syirkah-mas’uliah mahdudah dianggap pengembangan dari syirkah-amwal karena pertanggungjawaban syarik terbatas; yaitu sesuai dengan porsi modal (baca: jumlah saham) yang dimiliki. Apabila kepemilikan saham berpindah kepada ahli warisnya--sementara pengelolaan syirkah-nya mirip dengan syirkahmusahamah--, maka pihak pemegang saham dibolehkan menunjuk (baca: menetapkan) manajer perusahaan baik yang berasal dari kalangan pemegang saham ataupun bukan; dan manajer berhak mendapatkan upah (ujrah) atau pendapatan yang ditentukan secara dinamis yang berupa prosentase dari keuntungan perusahaan. Apabila manajer berasal dari pemegang saham, maka syirkah tersebut termasuk pengembangan dari syirkah-abdan (atau syirkah badan usaha) karena manajer berhak mendapatkan penghasilan sesuai kesepakatan (baca: prosentase dari keuntungan atau syirkahirbah), bukan atas dasar saham. Modal yang dinilai dengan saham tidak dapat dipindah-tangankan PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM EKONOMI SYARIAH
53
Dalam hal operasional perusahaan tidak menyediakan bahan baku sendiri, maka perusahaan akan membeli bahan baku kepada pihak suplier, maka terjadilah akad: 1) jual beli musawamah, 2) jual beli murabahah, atau 3) jual beli salam dalam hal pembelian dilakukan melalui proses pemesanan. Dalam hal perusahaan tidak memiliki bangunan/ mesin/alat produksi sendiri, maka perusahaan akan menyewa alat-alat produksi kepada pihak lain. Dari segi akad syariah, terjadilah akad ijarah (sewa) atau lease, di mana perusahaan sebegai penyewa (musta’jir) dan pihak lain sebagai pihak yang menyewakan (mu’jir). Begitu pula dalam hal di perusahaan terdapat buruh [baca: pekerja], maka mereka akan mendapatkan ujrah [upah] dari perusahaan melalui akad ijrah. E. Prinsip-prinsip Syariah terkait Distribusi Distribusi dalam artian mata rantai pasar agar barang/ jasa sampai dan digunakan oleh konsumen. Ajaran tentang larangan riba (tambahan harta secara tidak halal, antara lain riba nasi‘ah, riba fadhl, dan riba qardh), larangan gharar (baik ketidakjelasan [jahalah] maupun ketidakadaan [ma‘dum]), larangan penipuan (ghisysy), larangan spekulasi (maisir), dan larangan penimbunan (ihtikar), pada umumnya termasuk larangan dalam domain distribusi.31 Di pasar terdapat dua pihak pebisnis, pebisnis utama dan pebisnis seperti layaknya saham di pasar modal. Dalam kitab Ma’ayir tidak terdapat ketentuan mengenai syirkah-mas’uliyah mahdudah, karena yang dinyatakan sebagai syirkah haditsah/ kontemporer adalah: 1) syirkah-mushamah, 2) syirkah-tadhamun, 3) syirkah-taushiyah bashithah, 4) syirkahtaushiyah bi al-asham, 5) syirkah-muhashah, dan 6) syirkah-mutanaqishah. Lihat al-Ma’ayir alSyar’iyyah (Bahrain: AAOIFI. 2009), hlm. 162. 31 Lihat antara lain Nazih Hammad, Qadhaya Fiqhiyyah Mu’ashirah fi al-Mal wa al-Iqtishad (Beirut: Dar al-Qalam. 2001); dan Rafiq Yunus al-Mishri, Fiqh al-Mu‘amalat al-Maliyah (Damaskus: Dar al-Qalam. 2007). PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
54
HUKUM EKONOMI SYARIAH
pendukung sesuai karakter masing-masing produk bisnis. Dalam distribusi produk-produk bisnis syariah, kiranya layak dijelaskan beberapa institusi bisnis berikut: 1. Perbankan syariah; di Indonesia dikenal tiga macam bank syariah: 1) Bank Umum Syariah (BUS), 2) Unit Usaha Syariah (unit dari bank umum konvensional) dan 3) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Secara umum, bank berfungsi intermediary antara nasabah pemilik dana (penyimpan) dengan nasabah pengguna dana (peminjam). Oleh karena itu, bank berfungsi menghimpun dana masyarakat dan menyalurkannya juga kepada masyarakat. Dari sisi penghimpunan dana (funding), bank syariah memiliki tiga produk: 1) tabungan, 2) deposito, dan 3) giro. Dari segi akad, tiga produk tersebut menggunakan dua akad: 1) wadi‘ah, dan 2) mudharabah. Rincian: 1) tabungan dapat menggunakan wadi‘ah (Tabungan Wadi‘ah) atau mudharabah (Tabungan Mudharabah), 2) deposito hanya menggunakan akad mudharabah (deposito mudharabah), dan 3) giro dapat menggunakan wadi‘ah (Giro Wadi‘ah) atau mudharabah (Giro Mudharabah). Dari segi penyaluran dana (financing), bank syariah menggunakan tiga jenis akad: 1) jual beli (murabahah, salam, dan istishna‘), 2) bagi hasil (musyarakah/syirkah, musyarakah mutanaqishah, dan mudharabah), dan 3) jasa (ijarah dan ijarah muntahiyyah bit tamlik). Akad jasa lainnya yang digunakan bank antara lain adalah wakalah bil ujrah dan rahn emas (gadai emas).32 32 Wahyu Avianto, “Jenis Produk dan Jasa Bank Syariah,“ paper disajikan dalam acara Lokakarya Angkatan II tentang Peran Komisaris, Direksi, dan Dewan pengawas Syariah yang diselenggarakan oleh International Center for Development in Islamic Finance, Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), di Jakarta, tanggal 29 April – 4 mei 2011; lihat Peraturan PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM EKONOMI SYARIAH
2.
3.
55
Baitul Mal wat Tamwil (BMT); adalah institusi keuangan mikro syariah yang memilki dua fungsi: 1) fungsi sosial/ mal atau amwal (menggunakana akad tabarru‘ antara lain menghimpun dan menyalurkan zakat, infaq, sedekah, dan wakaf); dan 2) fungsi bisnis/komersil/ tamwil; yaitu menjalankan usaha agar mendapatkan keuntungan. Badan hukum BMT dapat berupa koperasi: 1) Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS); 2) Unit Jasa Keuangan Syariah (UJKS); 3) Koperasi Baitul Mal wat Tamwil (KBMT); dan ada juga yang berbadan hukum lainnya, antara lain Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS). Hukum postif yang berlaku adalah hukum badan hukum yang bersangkutan. Dari sudut peran, BMT memiliki fungsi penghimpunan dana anggota (koperasi) dalam bentuk tabungan (wadi‘ah atau mudharabah) dan deposito mudharabah; dan penyaluran dana dan jasa yang dari segi akad sama dengan perbankan syariah.33 Perasuransian syariah; perasuransian syariah terdiri atas dua bidang: asuransi syariah dan reasuransi syariah. Perusahaan ini mengover risiko jiwa (asuransi jiwa syariah) dan asuransi umum. Asuransi jiwa syariah dalam operasinya menggunakan akad tabarru‘ (untuk saling menolong [takafuli] sesama peserta) dalam hal peserta menderita risiko; sedangkan asuransi umum memiliki dua karakter: unit link (menggunakan akad
Bank Indonesia Nomor: 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah, pasal 1, angka 3; dan lihat Petunuk Pelaksanaan Pembukaan Kantor Bank Syariah (Jakarta: Bank Indonesia. 1999), hlm. 32-45. 33 Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor: 35.2/PER/M.KUKM/X/2007 tentang Pedoman Operasional Manajemen Koperasi Jasa Keuangan Syariah dan Unit Jasa Keuangan Syariah. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM EKONOMI SYARIAH
56
4.
mudharabah) serta tabarru‘ (untuk saling menolong [takafuli] sesama peserta dengan mementuk tabarru‘ fund). Perusahaan asuransi boleh menginvestasikan tabarru’ fund pada produk deposto mudharabah atau mudharabah-musytarakah dalam hal perusahaan menginvestasikan tabarru’ fund disatukan dengan dana milik perusahaan. Apabila tabarru’ fund mengalami defisit (baca: minus) karena klaim yang berlebihan dari peserta, maka kekurangannya harus diambil (ditutupi) dari dana perusahaan dengan menggunakan akad qardh. Oleh karena itu, akad-akad yang digunakan dalam usaha perasuransian syariah adalah: 1) hibah bi al-tsawawab (hibah-muqayyadah); 2) mudharabah; 3) mudharabah musytarakah; dan 4) qardh (baca: qardh al-hasan).34 Pembiayaan syariah; perusahaan pembiayaan syariah (perbandingan dengan Perusahaan Leasing) terkadang disebut oleh publik sebagai Perusahaan Leasing Syariah. Perusahaan ini menyalurkan dananya (pembiayaan) melalui penyediaan kendaraan (motor, mobil, atau pesawat terbang dan kapal laut), alat-alat rumah tangga, barang-barang elektronik, dan perumahan. Diantara akad yang digunakan di perusahaan pembiayaan syariah adalah: 1) akad murabahah, 2) akad ijarah, dan 3) akad
Lihat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) RI No: 18/PMK.010/2010 tentang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah; fatwa DSN-MUI nomor: 21 Tahun 2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah; fatwa DSN-MUI nomor: 51/DSNMUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah Musytarakah pada Asuransi Syariah; fatwa DSN-MUI nomor: 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad wakalah bil Ujrah pada Asuransi dan Reasuransi Syariah; dan fatwa DSN nomor: 53/DSN-MUI/ III/2006 tentang Akad Tabarru’ pada Asuransi dan Reasuransi.
34
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM EKONOMI SYARIAH
5.
6.
57
ijarah muntahiyyah bit tamlik.35 Pegadaian Syariah; perusahaan ini merupakan perusahaan yang menyalurkan dana yang bersifat jangka pendek (pada umumnya 40 hari kalender). Masyarakat yang membutuhkan dana tunai pada umumnya mengajukan pinjaman dana kepada perusahaan pegadaian dengan menjadikan benda-benda berharga (emas dan benda-benda bergerak lainnya) sebagai jaminan (sunda: borg). Pegadaian syariah menggunakan dua akad: 1) akad qardh dalam menyalurkan dana kepada masyarakat; dan 2) akad ijarah (pemeliharaan barang jaminan) sehingga perusahaan pegadaian berhak memperoleh ujrah sebagai pendapatan perusahaan.36 Pariwisata Syariah; yaitu penerapan prinsip-prinsip syariah pada sektor pariwisata. Diantaranya mencakup penggunaan kendaraan (akad ijarah), penginapan/hotel (hotel syariah antara lain hotel Sofyan Jakarta; akadnya ijarah), kolam renang syariah (sementara ini dipisahkan antara kolam renang ikhwan dengan akhwat; akadnya ijarah), rumah makan syariah (produk dan prosesnya harus halal; bersertifikat halal dari pihak otoritas; akadnya jual-beli/al-bai‘), dan pemandu wisata yang concern pada jarak dan waktu tempuh perjalanan dengan pelaksanaan shalat, dan ibadah yang lainnya; terutama menghindari tempat-tempat wisata yang termasuk zona merah. Pariwisata Syariah telah lama dikembangkan
35 Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan, pasal 6 ayat (2); dan lihat fatwa DSN-MUI nomor: 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah; fatwa DSN-MUI nomor: 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah; dan fatwa DSN-MUI nomor: 27/DSN-MUI/III/2002 tentang al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik. 36 Fatwa DSN-MUI nomor: 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn; dan Fatwa DSN-MUI nomor: 26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn Emas. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM EKONOMI SYARIAH
58
7.
di Thailand, Malaysia, dan Singapura. Indonesia baru memulainya akhir 2012 dengan kerjasama antara DSN-MUI, Sofyan Hotel, dan Kementerian Ekonomi Kreatif. Demikian beberapa institusi bisnis syariah yang berperan dalam sektor distribusi dari sudut pandang ilmu ekonomi. Diantara institusi bisnis lainnya yang berkembang di Indonesia adalah Pasar Modal Syariah (di Bursa Efek Indonesia), dan Jakarta Futures Exchange Syariah (JFX Syariah). Pasar Modal Syariah memfasilitasi transaksi syariah yang obyeknya adalah sukuk dan efek syariah yang terdapat dalam Daftar Efek Syariah (DES) yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Pasar modal dan Lembaga keuangan (Bapepam LK) yang sekarang telah diintegrasikan ke dalam Otoritas Jasa Keuangan (OJK).37
F. Prinsip-prinsip Syariah terkait Konsumsi Terminologi konsumsi berkaitan dengan pandangan ahli ilmu manajemen/ekonomi yang menyusun manajemen produksi, dimana diantara hasil produksi yang berupa barang adalah dikonsumsi (baca: dimakan atau diminum). Seiring dengan perkembangan ilmu manajemen, terminologi manajemen produksi diubah menjadi manajemen operasi (karena produk ekonomi dapat berupa barang dan jasa), maka Fatwa DSN-MUI nomor: 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal; fatwa DSNMUI nomor: 80/DSN-MUI/II/2011 tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek; dan fatwa DSN Nomor: 82/DSN-MUI/VIII/2011 tentang Perdagangan Komoditi Berdasarkan Prinsip Syariah di Bursa Komoditi. 37
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM EKONOMI SYARIAH
59
terminologi komsumsi (consumption) juga diubah menjadi konsumsi dan penggunaan (usage). Produk ekonomi berupa barang pada umumnya dimakan (makanan) atau diminum (minuman), digunakan (misal: pakaian), dan jasa (seperti hotel) juga istilah teknisnya digunakan. Dalam penggunaan, pemanpaatan atau konsumsi (makan/minum) harta setidaknya dalam syariah terdapat empat dhawabith: 1) harta yang digunakan haruslah harta yang halal dan thayyib (QS al-Baqarah: 168); 2) tidak berlebihan dalam menggunakan harta/israf (QS al-al-A‘raf [7]: 31); 3) tidak mubadzir/tabdzir (QS al-Isra’ [17]: 26-27) dalam penggunaan harta; dan 4) harus moderat (baca: siger tengah) dalam penggunaan harta, yaitu moderasi antara pelit/ al-ighlal dan dermawan/al-tabsith (QS al-Isra’ [17]: 9). Dalam konteks tabarru‘, harta harus digunakan secara proporsional. Jika sudah mencapai nishab, harta wajib dikeluarkan zakatnya. Apabila belum sampai nishab, maka yang bersangkutan dianjurkan untuk sedekah dan wakaf (terutama dalam hal masyarakat dilingkungannya memerlukan fasilitas umum antara lain madrasah, masjid, dan pesantren). G. Penutup Ekonomi dan bisnis dibedakan dari segi maksud (motivasi/ niat), motivasi ekonomi adalah pemenuhan kebutuhan, sedangkan motivasi bisnis adalah memperoleh keuntungan. Dengan demikian, hukum syariah terkait ekonomi berarti hukum terkait penerapan prinsip-prinsip syariah dalam produksi, distribusi, dan konsumsi baik yang bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan maupun mendapatkan keuntungan. Institusi nonbisnis antara lain PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
60
HUKUM EKONOMI SYARIAH
zakat, wakaf, sedekah, infak, hibah, dan aqiqah termasuk domain hukum ekonomi, tapi tidak termasuk domain hukum bisnis. Pada perkembangannya, domain hukum bisnis syariah lebih cepat perkembangannya dibanding dengan hukum ekonomi syariah. Meskipun demikian, cakupan hukum ekonomi syariah lebih luas dari pada hukum bisnis syariah. Penerapan prinsip-prinsip syariah di bidang distribusi yang dilakukan oleh industri antara lain perbankan syariah, perasuransian syariah, BMT, pembiayaan syariah, pegadaian syariah, dan pasar modal syariah memicu terlahirnya hubungan dinamis antara hukum tertulis dan hukum tidak terrtulis, terutama fatwa DSN-MUI. Sedangkan pada aspek proses produksi dan konsumsi di bidang makanan dan minuman, telah dibentuk Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LP POM-MUI) yang melakukan sertifikasi halal atas produk-produk tersebut. Bagi penegak hukum, aspek hukum ekonomi syariah yang betul-betul harus diperhatikan adalah akadnya. Teori hukum proses yang substansinya mencakup: pembuatan hukum (law making; hukum tertulis dan hukum tidak tertulis), penerapan hukum (law administrating; perjanjian tertulis yang dibuat oleh industri), dan penegakan hukum (law adjudicating atau law enforcement; putusan Basyarnas [nonlitigasi] dan putusan peradilan agama [litigasi]), dapat dijadikan bahan bagi penegak hukum dalam memeriksa dan memutus sengketa ekonomi syariah antara lain dan yang paling utama adalah dokumen perjanjian tertulisnya untuk diharmoniskan dengan hukum tertulis dan hukum tidak tertulis.
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM EKONOMI SYARIAH
61
Tanya Jawab Luluk Arifah Pengadilan Agama Bogor Pertanyaan: Dewasa ini praktek bank syariah sangat berbeda jika dibandingkan dengan teorinya, lebih condong kepada bank konvensional. Bagaimana menurut pandangan Bapak? Jawaban: Menurut Saya praktek bank syariah yang lebih berpihak ke bank konvensional hukumnya adalah haram. Pada Bank syariah dalam bentuk PT, orang dihargai bukan dalam bentuk banyaknya uang, dalam bentuk saham, namun lebih dihargai berdasarkan jumlah orang. Sedangkan PT. Bank Konvensional yang dihargai adalah bukan jumlah orangnya, namun lebih dihargai jumlah modal yang disertakan, yang dinyatakan dalam bentuk saham dan lebih bersifat mencari keuntungan. Para ulama sangat menentang praktek seperti ini. Sanusi Pengadilan Agama Kuningan Pertanyaan: Praktek bank syariah dan bank konvensional menurut Saya samasama riba. Bagaimana menurut pandangan Bapak? Jawaban: Akad peminjaman uang dalam bank syariah sudah ditentukan sejak awal dan yang dipinjamkan. Dalam syariah pertambahan uang harus berdasarkan prestasi kerja tertentu, bukan karena bunga. Jika pada bank syariah ditemukan adanya pertambahan uang tanpa prestasi tertentu, itu sama saja dengan riba. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
SESI IV peran dan tanggungjawab hakim pengadilan agama dalam mewujudkan keadilan illahiyah bagi masyarakat
prof. dr. Kh. said aqil siradj, m.a. ketua pbnu
65
Peran dan Tanggungjawab Hakim Agama Dalam mewujudkan Keadilan Ilahiyah Bagi Masyarakat A. Pengantar Sebagai bangsa yang beradab sejak awal, jauh sebelum bangsa ini merdeka telah mencita-citakan berdirinya negara yang adil dan sejahtera. Perjuangan membentuk negara bukan untuk memupuk kekuasaan (matchstaat) berdasarkan monarki absolut atau diktator proletariat. Para pendiri bangsa berjuang dan mendirikan Republik ini sebagai upaya untuk menegakkan terbentuknya rechtstaats (negara hukum), yang mampu mengayomi, melindungi dan menyejahteraakan seluruh warga negara. Para pendiri bangsa telah berpikir serius mewujudkan gagasan ini sejak dalam sidang BPUPKI tahun 1945 maupun dalam Sidang Konstituante tahun 1956 sampai 1959 adalah sebagai usaha merumuskan bentuk negara hukum ini. Bahkan sudah berabad-abad sebelumnya bangsa ini telah mampu menegakkan hukum, yang kemudian dikenal dengan hukum adat yang sangat dihormati dan ditaati. Ini semua yang menjadi pondasi berdirinya kerajaan-kerajaan di Nusantara. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
66
PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT
Dengan kenyataan ini menunjukkan bahwa berdirinya negara hukum itu telah mengakar dan menyejarah dalam bangsa kita, baik yang bersumber dari agama (Islam) maupun tradisi. Walaupun eksistensi negara hukum telah menjadi tradisi dalam bangsa ini, tetapi tidak dengan sendirinya cita-cita tersebut tercapai begitu saja tanpa usaha yang keras. Berbagai persoalan menghadang proses penegakan hukum di negeri ini, terutama adalah tumbuhnya semangat pragmatisme yang menggejala di masyarakat dan bangsa ini. Hukum tidak hanya merupakan kristalisasi dari nilai-nilai etik dari sebuah budaya, tetapi juga sekaligus produk politik dari bangsa tersebut. Karena itu hukum ditopang oleh kultur atau budaya yang ada dalam masyarakat serta ditopang oleh struktur politik dan kekuasaan yang ada. Restrukturisasi politik dan reorientasi budaya menjadi bagaian sangat penting dalam penegakan hukum dalam sebuah negara. Tanpa keterpaduan antar keduanya, akan terjadi kontradiksi bahkan ironi, sebagaimana dikeluhkan belakangan ini, justru dimana pagar makan tanaman. Para penegak hukum justru terlibat pelanggaran hukum, sehingga keadilan dan kesejahteraan sulit dicapai. Restrukturisasi politik dan penataan hukum sudah lama dilakukan, tetapi belum menunjukkan hasil yang memuaskan, karena belum ada upaya sistematis dan konsisten dalam pendidikan moral dan pembentukan karakter, baik dikalangan masyarakat maupun kalangan para penegak dan pelaksana hukum sendiri. Inti penegakan hukum adalah penegakan keadilan, sementara keadilan bukanlah sekedar gugusan fakta obyektif melainkan sangat ditentukan oleh rasa, yaitu rasa kebenaran dan rasa kemanusiaan. Kalau menyangkut urusan PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT
67
rasa, maka ini urusan hati atau qalbu, sementara qalbu itu sering berbolak-baik ketika ada tarikan kepentingan dari sana-sini. Oleh karena itu setiap hari seorang Muslim dalam sembahyangnya selalu berdoa, Allahumma ya muqallibal qulub tsabbit qalbi ala dinik (Wahai Tuhan yang membolakbalik hati, teguhkan hatiku pada kebenaran agamamu). B. Memperkuat Hukum dan Hati Nurani. Hukum sangat penting bagi manusia, karena manusia bukan hanya sebagai ‘abid (hamba allah) tetapi sekaligus sebagai khalifatullah, sebagaimana firman Allah:
Artinya; “Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasapenguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu.” (QS; Al An’am 165). Agar bisa menjalankan peran kekhalifahannya dengan baik maka manusia diberi nafsu agar hidup dinamis dan kreatif. Manusia memiliki dua nafsu, yaitu nafsu ghadlobiyah, yaitu nafsu berkuasa atau will to power dan nafsu syahwatiah, nafsu untuk kaya. Kalau seseorang mampu mengendalikan dua nafsu tersebut akan menjadi nafsu muthmainnah, akan mendapat ketenteraman dan kesejahteraan hidup, PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
68
PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT
karena mampu mengendalikan kekuasan dan kekayaannya. Sedangkan yang tidak mampu mengendalikan akan dikendalikan oleh dua nafsu itu maka akan dikendalikan oleh harta dan kekuasaannya dan ini tidak akan ada puasnya. Disitulah mereka menjadi manusia serakah dan korup terjerumus oleh harta dan kekuasaannya. Tetapi rahman dan rahim Allah tidak ada batasnya, agar manusia selamat bisa menjalankan peran kekhalifahan itu manusia dibekali dengan qolbu atau hati yang memiliki beberapa fungsi; potensi inilah yang membedakan antara manusia dengan binatang, bahkan bedanya antara manusia dengan malaikat. Hati memiliki fungsi: Pertama, bashirah (insting) dengan adanya bashirah itu manusia secara instinktif mampu mengetahui mana yang baik dan hal-hal yang buruk, sebagaimana ditegaskan Allah dalam firmannya:
Artinya: “Bahkan manusia menjadi pengawas atas dirinya sendiri, walaupun (lisannya) menyampaikan berbagai alasan yang (berbeda).” (QS Al Qiyamah: 14-15). Dengan kapasitas itu manusia masih diberi ilham atau petunjuk melalui hati secara langsung, sebagaimana firman Allah:
Artinya: “dan kami telah menunjukkan dua jalan.” (QS. Al Balad: 10). Apa yang dimaksud dengan dua jalan itu Allah PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT
menegaskan.
69
Artinya: “maka Allah memberikan ilham jalan kejahatan dan jalan ketakwaan” (QS. As-Syams: 8). Agar manusia itu tidak lalai dan lengah maka Allah memberikan peringatan lebih tegas lagi dan juga ayat:
Artinya: “tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (QS. Al Baqarah 256). Upaya manusia untuk mencari kebenaran telah diberikan peluang sedemikian terbuka, sehingga lebih mudah memperolehnya. Kalau manusia telah mampu menggunakan bashirah-nya dengan baik, maka akan berimplikasi pada fungsi qalbu yang lain yaitu dlomir (moral) Kedua, dlomir (moral), manusia mempertimbangkan pelaksanaan tindakan baik-buruk berdasarkan hati moral yang disebut dlomir ini. Sementara itu dalam pelaksanaan dlomir ini ada tiga derajat, pertama bersifat ijtima’i (melakukan PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
70
PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT
baik buruk berdasarkan pertimbangan masyarakat sekitar) melakukan sesuai hanya dorongan sosial untuk meperoleh pujian. Kedua bersifat qanuni, semata menjalankan aturan baik perintah atau larangan yang bersifat legal, formal. Ketiga bersifat diny, orang menjalankan perbuatan berdasarkan pertimbangan agama. Dalam kehidupan para sufi, peran hati ini sangat menentukan sebagaimana ditegaskan dalam sebuah hadits, istafti qalbaka al birru ma ithma’anna ilaihi qalbuka wal itsmi ma haka fi nafsika. Bertanyalah pada hatimu tentang kebaikan yang membawa ketenteraman hatimu dan dosa yang menghukum hatimu. Ketiga, Fuad, kalau seseorang telah mampu memfungsikan dlomir-nya dengan sempurna, maka akan mampu mencapai tahap berikutnya yaitu fuad (nurani), nurani ini punya daya deteksi sangat tajam dan peka, dia memberikan pertimbangan yang sangat jujur, dan tidak pernah berbohong, sekecil apapun kesalahan dan kebenaran akan dilihat dan dirasakan dan akan memberikan pertimbangan apa adanya. Sebagaimana firman Allah;
Artinya: “Hati tidak akan mendustakan apa yang telah dilihatnya.” (QS. An –Najm 11). Hanya saja kejujuran hati itu dibelokkan oleh nafsu dan kepentingan sesaat hingga kebenaran yang disuarakan hati itu tidak didengar lagi. Pengendalian nafsu akan mampu memperbesar suara hati yang selalu benar dan jujur itu. Seorang pemimpin, apalagi seorang hakim yang setiap hari bergumul dalam pencarian keadilan seyogyanya PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT
71
didalam hatinya memiliki tiga potensi dasar tersebut, agar bisa mengambil keputusan secara benar, jujur, adil dan bisa dipertanggungjawabkan. Kalau para pemimpin dan pengambil keputusan telah mendayagunakan potensi-potensi tersebut akan menjadi seorang pemimpin dan penegak hukum yang bermartabat, memiliki moral dan integritas, sehingga setiap keputusannya membawa maslahat bagi masyarakat dan Negara. Keempat, asraar, apabila seseorang telah mengasah ketajaman potensi ketiganya maka akan muncul potensi keempat yaitu asraar kekuatan misteri (mampu menembus misteri), sehingga mampu membaca hal-hal yang bersifat metafisik. Dengan adanya kemampuan metafisik ini segala yang diputuskan sudah bisa dilihat implikasinya dan respon publik terhadapnya. Kelima, lathifah (kelembutan) yang merupakan soft ware (perangkat lunak) yang bisa mengakses pemikiran dan kesadaran orang, sehingga mampu menyadarkan dan menggerakkan masyarakat agar mengarah pada jalan yang benar. Potensi keempat dan kelima ini maqam-nya sangat tinggi dan susah dicapai, karena itu untuk menguasainya diperlukan melaksanakan riyadloh yang berat dan dalam bimbingan seorang mursyid (guru spiritual). Apabila seseorang telah memfungsikan hatinya secara sempurna maka ia akan menjadi seorang yang arif dan bijaksana dalam memimpin dan dalam menetapkan dan mengambil keputusan. Dilihat dari potensi yang seorang hakim, apalagi hakim Agama Islam haruslah memiliki karakter sebagai berikut: 1. al-kafaah wat taahhul (proporsional) dan profesional PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT
72
2. 3. 4.
dalam bertindak. al-Infitah was sharahah (berpikir terbuka dan open manajemen). at-Ta’awun alal birri wal ihsan (bekerjasama dalam menegakkan kebajikan dan kemaslahatan). al-mas’uliyah (bertanggung jawab).
C. Introspeksi Dalam pertemuan ini kita sengaja mencari upaya berbagai persoalan penegakan hukum di Negeri ini berjalan dengan baik. Dengan demikian kita selain harus membuka diri juga harus legowo terhadap munculnya kritik serta peka terhadap keprihatinan masyarakat terhadap pelaksanaan hukum di Negeri ini. Seringkali pelaku kesalahan berat dihukum ringan bahkan lepas dari jerat hukum. Sementara pelaku kesalahan kecil dijerat dengan hukuman berat. Walaupun semuanya diputuskan berdasarkan hukum dan pasal tertentu, tetapi masyarakat selalu mengatakan bahwa hukum yang diputuskan melanggar rasa keadilan. Maksudnya rasa keadilan yang ada dalam hati nurani dan sanubari masyarakat, hati yang jernih yang tidak berbohong. Karena itu dalam upaya perbaikan ini perlu pertama melakukan muhasabah, haasibu anfusakum qabla an tuhasabu (koreksilah dirimu sendiri sebelum dikoreksi pihak lain). Kedua, muatabah (menyalahkan diri sendiri), seorang pemimpin yang berjiwa besar harus berani mengaku bersalah, dan menyalahkan diri sendiri bila terdapat kebijakan atau keputusan yang merugikan rakyat dan Negara, sebagaimana firman Allah; Fala talumuni wa lumu anfusakum Artinya: “janganlah PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT
73
kamu menyalahkanKu, tetapi salahkanlah dirimu sendiri”. Ketiga dalam memperbaiki sistem hukum nasional ini kita perlu bersikap muraqabah (optimis), tetap memiliki harapan walaupun keadaan gelap dan suram. Dengan optimis inilah keadaaan bisa diperbaiki. Dalam menghadapi ujian dan cobaan dan keadaan yang susah seorang mukmin tidak boleh berputus asa, harus tetap optimis sebagaimana firman Allah
Artinya “Hai anak-anakKu, Pergilah kamu, Maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir” ( QS. Yusuf :87). Islam mengajarkan bahwa dalam situasi seburuk apapun kita harus tetap optimis, karena kita masih punya Tuhan, masih ada Allah. Dengan adanya keyakinan itu semua kesulitan akan bisa diatasi. Bagi kita yang sedang menghadapi persoalan besar, baik dibidang politik, ekonomi, hukum dan kebudayaan, saat ini harus tetap optimis dan berani bekerja keras untuk mengatasinya. Inilah tugas profetik atau nubuwah kenabian untuk menciptakan tata kehidupan yang lebih baik.
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
74
PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT
Tanya Jawab Komar Pengadilan Agama Cimahi Pertanyaan: Berkenaan dengan masalah penegakan hukum dengan hati nurani, seringkali menjadi celoteh orang. Dalam penegakan hukum tidak ada yang namanya pasal kasihan, tapi seringkali pasal kasihan banyak mempengaruhi praktek-praktek peradilan kita. Terkait dengan hal tersebut, bagaimana pendapat Bapak? Jawaban: Tidak ada kaitan antara kasihan dan kebenaran hukum. Misalnya kalau Saya kasihan, Saya kasih uang ini. Tidak boleh rasa kasihan mempengaruhi hukum. Endang Tamami Pengadilan Agama Subang Pertanyaan: Berkaitan dengan masalah pengontrolan diri, tadi disampaikan bahwa dalam mengontrol nafsu qhadlobiyah dan nafsu syahwatiah, yang dijelaskan adalah qalbu. Yang ingin saya tanyakan adalah bahwa kita memiliki akal pikiran, lalu dimana posisi akal pikiran dalam mengontrol nafsu qhadlobiyah tadi? Jawaban: Akal itulah yang mengikat, perangkat untuk mencapai tujuan. Jadi akalnya harus dipakai. Kalau orang bodoh mencuri sepatu di Masjid, sedangkan orang-orang yang pintar bisa mencuri 6,7T, tanpa pisau tanpa golok. Kebenaran sangat sulit dicari. Kebenaran sangat langka di dunia, terutama di Indonesia. Gedungnya memang semakin mewah tapi isi gedungnya keropos. Jadi kembali kepada PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT
75
nurani kita karena keadilan sudah semakin langka. Oding Halim Pengadilan Agama Sumedang Pertanyaan: Bagaimana kita mengendalikan diri di akhir jaman ini? Banyak sekali hukum/aturan dan kehidupan sekarang yang mempengaruhi orang-orang Islam. Saya mohon Bapak memberikan dalil-dalil untuk dimasukkan ke hati nurani Saya untuk menjaga ajaranajaran Islam. Jawaban: Tarik-menarik antara ajakan ke arah sesat dan benar itu akan selalu ada. Ada jalan lurus, ada jalan bengkok. Tinggal kita kuat atau tidak. Telah jelas mana yang benar, mana yang salah dan mana yang menyimpang. Tinggal kita pilih yang mana. Dari jaman Nabi, sampai kapanpun akan selalu ada. Hanya saja volumenya berbeda, sekarang volumenya semakin besar. Jaman Nabi pun ada godaan-godaan dan jebakan-jebakan. Sahabat Nabi pun ada yang berzina, ada yang melanggar hukum tapi Nabi menegakkan keadilan seadil-adilnya. Ketika ada sahabat yang membunuh orang non muslim, Nabi berkata: “barang siapa yang membunuh non muslim maka akan berhadapan dengan Saya. Dan barang siapa yang berhadapan dengan Saya maka tidak akan selamat.” Hal itu dilakukan dalam rangka melindungi non muslim. Ketika ada sahabat Nabi yang melapor ada maling perempuan yang ternyata adalah saudara sepersusuan Nabi, ada sahabat yang mengusulkan agar maling tersebut dibebaskan. Tapi Nabi berkata: “Jangankan keponakan sepersususan, seandainya maling tersebut adalah anak kandungku Fatimah maka bawalah ke sini, saya akan memotong tangannya”. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
76
PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT
Semoga Bapak Ibu dan juga para pemimpin di Negeri ini juga bisa meneladaninya. Uman Pengadilan Agama Purwakarta Pertanyaan: Seringkali kita menemukan atau berhadapan dengan kasus yang menurut pemahaman kita adalah hal yang baru. Sementara dalam peraturan materiil ada ketidaksamaan, katakanlah penyimpangan hukum. Kita sering memutus berdasarkan keyakinan kita. Ini yang mungkin kita perlu dibimbing. Secara pengetahuan adalah sebuah keyakinan kita, tapi disisi lain ada hal-hal yang harus dipertimbangkan secara moral. Kadangkala hati nurani mempunyai pertimbangan sendiri. Apakah hal yang seperti ini bisa diarahkan pembenarannya? Jawaban: Dalam perjalanan hakim pasti akan terjadi hal-hal yang baru yang belum pernah dialami, atau memang kasusnya benar-benar baru yang barangkali hukumnya belum jelas. Dalam hal ini maka harus dimusyawarahkan. Bertukar pikiran dengan hakim lain atau para ahli. Jadi dengan musyawarah. Kalau masih belum puas maka lakukanlah sholat hajat meminta petunjuk pada Allah. Jadikanlah sholat dan sabar sebagai penolong kita dalam memecahkan persoalan. Sholat dan sabar bisa mengantarkan kita dalam memecahkan masalah. Banyak contoh misalnya Sayyidina Ali ketika terkena panah dipahanya. Beliau berpesan kepada pengawalnya agar panahnya dicabut ketika Beliau sujud dalam sholatnya, kemudian sampai salam dan selesai sholat beliau marah dan berkata, mengapa panahnya tidak dicabut? Tapi pengawalnya mengatakan bahwa panahnya telah dicabut. Ternyata ketika PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT
77
Beliau sholat, panahnya telah dicabut. Beliau tidak merasakan apa-apa. Jadi masalah apa saja, mari kita musyawarahkan. Jika sudah musyawarah mari kita minta petunjuk kepada Allah dengan sabar dan sholat. Ahrum Hoerudin Pengadilan Agama Indramayu Pertanyaan 1: Di akhir zaman ini sangat sulit kita menemukan uswatun khasanah. Siapa yang bisa menjadi panutan di akhir zaman ini? Jawaban 1: Memang saat ini sulit mencari panutan. Kita telah kehilangan figur uswatun khasanah, maka jagalah dirimu sendiri dan jaga ahlimu/ keluargamu dari kecelakaan, karena jaman sudah seperti ini. Sulit untuk menghindar dari jebakan-jebakan. Janji Allah itu hak, benar dan pasti. Oleh karena itu jangan terjebak oleh urusan dunia. Memahaminya memang mudah. Jangan terjebak uang, jabatan, perempuan, dan lain-lain. Pengertian memang mudah dipahami, tapi yang paling sulit adalah menjalaninya. Jangan terpedaya dan terperosok dengan jebakan yang kelihatannya mengatasnamakan Allah. Berjuang atas nama bangsa, atas nama rakyat tapi ternyata korupsi juga. Membangun pesantren dan berjuang, tapi ternyata ingin mengikuti hawa nafsunya agar dihormati orang, agar dipanggil kiai dan sebagainya. Kelihatannya berjuang dan ceramah di televisi padahal hanya ingin supaya namanya terkenal. Jilbab juga kadang-kadang untuk menutupi kepalsuan, kopyah juga sama kadang untuk menutupi kepalsuan. Padahal di dunia ini 99,9% adalah palsu. Dasi palsu, sorban palsu, jas palsu, jilbab palsu, jenggot palsu dan sebagainya. Asal mulanya adalah simbol, semua itu simbol, tapi simbol itu harus sesuai dengan artinya. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
78
PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT
Jilbab adalah simbol menunjukkan hatinya baik dan moralnya bagus. Simbol itu harusnya sesuai dengan yang disimboli. Seorang kiai semakin panjang sorbannya, semakin panjang jenggotnya maka harus semakin panjang dzikirnya kepada Allah. Jadi hatihati, tasbih juga jebakan, sorban juga jebakan. Jadi semua itu jebakan. Jebakan-jebakan seperti ini yang sulit dipahami. Tafsuf itu mencari kebenaran dan menghindar dari kepalsuan, sebagainya. Kita jangan tertipu dan terpedaya yang kelihatannya mengatas-namakan Allah. Manusia juga seringkali menjadi sombong. Segala hal jika ada keberhasilan dikatakan bahwa “hal itu karena saya”. Para auliya’ mengatakan bahwa begitu terlintas dalam benaknya bahwa “saya ada”, maka itu dosa, sebab yang ada hanya Allah. Kita adalah diadakan. Jangan terlintas bahwa kita ada, tapi kita diadakan. Jika bilang “saya ada” maka sombong. Kita menggunakan kata ganti “aku, engkau, dia”. Aku Toto, engkau Toto, dia Toto, aku Zaenab, engkau Zaenab, dia Zaenab, itu hanyalah pinjaman dari Tuhan. Manusia pasti akan mati, lalu kemana perginya “aku, engkau, dia” yang pernah kita gunakan? Kemana perginya “aku” kalau kita sudah mati? Perginya adalah kepada “AKU” yang tidak akan mati selamanya. Jadi yang sebenar-benarnya “aku, engkau, dia” itu adalah Allah. Aku Toto, dia Toto, engkau Toto itu hanyalah pinjaman. Hak guna pakai kita hanya 70 tahun atau lebih atau kurang, sedangkan yang mempunyai sertifikat asli adalah Allah. Syekh Siti Jenar begitu lahir karena dikhawatirkan dapat mengganggu perjuangan maka dititipkan kepada seorang pangeran di Cirebon. Ketika dia mengatakan “aku Allah” sebenarnya itu adalah benar, karena yang sebenar-benarnya “aku” itu adalah Allah, yang hakekatnya “aku” adalah Allah, sedangkan kita hanya meminjam. Laa ilaaha ila ana (tiada Tuhan kecuali AKU), Laa PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT
79
ilaaha ila anta (tiada Tuhan kecuali ENGKAU), Laa ilaaha ila huwa (tiada Tuhan kecuali DIA). Saya tidak akan menyebut nama tapi seorang pemimpin itu seharusnya ‘aayabun ‘aliman: mempunyai kapabilitas ilmu pengetahuan, adilan: siap memperjuangkan keadilan, syuja’an: berani, konsekuen, supportif, zahidan: tidak rakus, salimal khalb: hatinya bersih, shohihal jizm: fisiknya sehat. Itu baru pantas menjadi presiden, orangnya siapa? Ya kita cari sendiri. Yang berilmu, bersikap adil, berani, tidak rakus, hatinya bersih, moralitas dan integritasnya tinggi dan fisiknya sehat sempurna. Pertanyaan 2: Yang kedua, mengenai asraar dengan lathifah perlu ada mursyid. Mursyid yang mana yang memenuhi persyaratan? asraar mana atau lathifah mana yang dimaksud untuk memberikan suatu gambaran predikat hakim yang adil dan bijaksana, terlebih dapat memberi rasa keadilan dalam putusannya. Sekarang banyak sektesekte, banyak partai-partai. Sekarang juga banyak torikat-torikat, sehingga banyak terjadi perbedaan pendapat diantara para sektesekte atau torikat-torikat tersebut. Misalnya saja perbedaan awal bulan atau perbedaan penentuan waktu hari raya. Kelompok yang mana yang bisa menjadi panutan di dalam masyarakat? Jawaban 2: Mengenai pertanyaan asraar yang mana, lathifah yang mana, asraar kita tidak ada duanya, hanya satu. Artinya dalam hati kita ada kekuatan yang namanya asraar, kekuatan yang tidak bisa dilihat. Apalagi lathifah, yang bisa dikatakan adalah software. Mengenai aliran dan perbedaan pendapat itu pasti ada. Namun yang terpenting adalah jangan memonopoli kebenaran. Berbeda pendapat boleh saja, tapi jangan sampai menghina yang lain. Misal ada orang yang tidak suka berziarah kubur, ya silahkan saja. Tapi PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
80
PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT
jangan menyalahkan dan menghina orang yang berziarah kubur. Saya kira itu saja, semoga bermanfaat. Bukan berarti saya merasa yang paling benar, tapi mari kita bersama-sama perjuangkan keadilan, karena kita sudah kehilangan figur uswatun khasanah.
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
SESI V HUKUM PERBANKAN SYARIAH
DUDDY YUSTIADI, S.E. PAKAR PERBANKAN SYARIAH
83
Hukum Perbankan Syariah A. Penjelasan 1. Prinsip Operasional Lembaga Keuangan Syariah a. Prinsip Bagi Hasil (Musyarakah/Mudharabah); b. Prinsip Jual Beli (al Bai’); c. Prinsip Sewa (al Ijarah); d. Prinsip Jasa-jasa (Ju’alah). 2. Produk Bank Syariah
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
84
HUKUM PERBANKAN SYARIAH
B. Penghimpunan Dana 1. Prinsip Wadiah Wadiah adalah titipan murni dari penitip yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja bila penitip menghendakinya. 2. Rukun Wadiah a. Penitip/pemilik barang (muwaddi’); b. Penerima titipan/orang yang; c. menyimpan (mustawda’); d. Barang yang dititipkan (wadi’ah); e. Aqad/Ijab Qabul. 3. Jenis Wadiah a. Wadiah Yad Al Amanah. Merupakan titipan murni dengan pengertian: • Penerima titipan wajib menjaga barang yang dititipkan; • Barang yang dititipkan tidak boleh digunakan (diambil manfaatnya) oleh penerima titipan; • Sewaktu titipan dikembalikan harus dalam keadaan utuh baik nilai maupun fisik barangnya (sesuai dalam akad); • Jika selama dalam penitipan terjadi kerusakan maka pihak yang menerima titipan tidak dibebani tanggung jawab; • Sebagai kompensasi atas tanggung jawab penjagaan/pemeliharaan, pihak penitip dapat dikenakan biaya titipan. b. Wadiah Yad Ad Dhamanah. Merupakan titipan murni dengan pengertian: • Penerima titipan wajib menjaga barang yang PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM PERBANKAN SYARIAH
85
dititipkan; • Barang yang dititipkan tidak boleh digunakan (diambil manfaatnya) oleh penerima titipan; • Sewaktu titipan dikembalikan harus dalam keadaan utuh baik nilai maupun fisik barangnya (sesuai dalam akad); • Jika selama dalam penitipan terjadi kerusakan maka pihak yang menerima titipan tidak dibebani tanggung jawab; • Sebagai kompensasi atas tanggung jawab penjagaan/pemeliharaan, pihak penitip dapat dikenakan biaya titipan. Merupakan pengembangan dari Wadiah Yad Al Amanah yang disesuaikan dengan aktifitas perekonomian dengan pengertian: • Penerima titipan wajib taat kepada akad yang telah disepakati oleh kedua belah pihak; • Penerima titipan/simpanan diberi izin untuk menggunakan dan mengambil manfaat dari titipan tersebut (tidak idle); • Penyimpan mempunyai kewajiban untuk bertanggungjawab terhadap kehilangan/ kerusakan barang tersebut; • Semua keuntungan yang diperoleh dari titipan tersebut menjadi hak penerima titipan; • Sebagai imbalan kepada pemilik barang/dana dapat diberikan semacam insentif berupa bonus, yang tidak disyaratkan sebelumnya.
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
86
HUKUM PERBANKAN SYARIAH
C. Prinsip Mudharabah 1. Mudharabah (Al Qiradh) Suatu akad kerjasama atau perkongsian antara dua pihak yaitu: • Pihak pertama sebagai penyedia modal/dana untuk suatu usaha (disebut sebagai shahib al maal); • Pihak kedua yang bertanggungjawab atas pengelolaan dana/manajemen usaha (disebut sebagai mudharib). 2. Terjadinya Mudharabah • Seseorang memiliki dana/modal akan tetapi tidak mempunyai keahlian untuk mengelola dana, maka diserahkanlah kepada ahlinya; • Seseorang memiliki dana/modal, memiliki keahlian akan tetapi tidak mempunyai waktu untuk mengelola, maka diserahkanlah kepada ahlinya yang mempunyai waktu untuk mengelola; • Seseorang memiliki dana, memiliki keahlian, mempunyai waktu akan tetapi tidak pernah dapat kesempatan untuk berusaha. 3. Rukun Mudharabah a. Orang yang berakal: • Shahibul Maal (pemilik modal); • Mudharib (pelaksana/usahawan). b. Modal (Maal). c. Kerja/Usaha (Dharabah). d. Keuntungan (Ribh). e. Akad (Ijab Qabul). 4. Jenis Mudharabah Dari Segi Kuasa Yang Diberikan Kepada Pengusaha (Mudharib) PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM PERBANKAN SYARIAH
Mudharabah Muthlaqah (Unrestricted Investment) Pihak pengusaha/bank (sebagai mudharib) diberi kuasa penuh oleh shahibul maal untuk menjalankan proyek tanpa larangan/batasan yang berkaitan dengan proyek itu dan tidak terikat dengan waktu, tempat, jenis perusahaan dan pelanggan. • Mudharabah Muqayyadah (Restricted Investment) Shahibul maal memberikan batasan mengenai dimana, bagaimana atau untuk tujuan apa dana tersebut diinvestasikan kepada pengusaha/bank (sebagai mudharib) dalam pengelolaan dananya. Jenis Mudharabah Dari Segi Kuasa Yang Diberikan Kepada Pengusaha (Mudharib) • Mudharabah Muthlaqah (Unrestricted Investment) Pihak pengusaha/bank (sebagai mudharib) diberi kuasa penuh oleh shahibul maal untuk menjalankan proyek tanpa larangan/batasan yang berkaitan dengan proyek itu dan tidak terikat dengan waktu, tempat, jenis perusahaan dan pelanggan. • Mudharabah Muqayyadah (Restricted Investment) Shahibul maal memberikan batasan mengenai dimana, bagaimana atau untuk tujuan apa dana tersebut diinvestasikan kepada pengusaha/bank (sebagai mudharib) dalam pengelolaan dananya. Isi Perjanjian Bagi Hasil “Pihak pertama (pemilik dana/shahibul maal/ deposan/pemegang rekening) dan pihak kedua (bank/ pengelola dana/mudharib) berjanji akan berbagi hasil atas dana pihak pertama yang diinvestasikan pada pihak kedua dalam bentuk ...(deposito/tabungan)... Dengan •
5.
6.
87
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM PERBANKAN SYARIAH
88
7.
perbandingan bagi hasil …(45)… untuk pihak pertama dan … (55) … untuk pihak kedua...”. Nisbah Angka perbandingan (porsi) pembagian pendapatan antara shahibul maal dengan mudharib.
D. Penyaluran Dana 1. Musyarakah Musyarakah adalah suatu perkongsian antara dua pihak atau lebih dalam suatu proyek dimana masingmasing pihak berhak atas segala keuntungan dan bertanggungjawab akan segala kerugian yang terjadi sesuai dengan penyertaannya masing-masing. a. Syirkah Mufawadha. • Setoran dana harus sama; • Keuntungan & Kerugian; • Kerja dan Tanggung Jawab; • Beban Hutang. b. Syirkah Al-Inan. • Setiap pihak memberikan porsi dari keseluruhan dana; • Berpartisipasi dalam kerja; • Berbagi keuntungan dan kerugian yang besar kecilnya telah disepakati bersama; • Semua ulama membolehkan jenis Musyarakah ini. c. Syirkah A’maal. Kerjasama dua pihak atau lebih yang masingmasing mempunyai keahlian yang sama. Contoh: • Arsitek dengan arsitek yang lain bekerjasama PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM PERBANKAN SYARIAH
89
untuk membangun proyek; • Penjahit dengan penjahit menerima order pembuatan seragam kantor. Disebut juga sebagai: Syirkah Abdan atau Sanaa’i. d. Syirkah Wujuh. • Yang dipertaruhkan dalam praktek ini adalah Reputasi dan Prestise; • Membeli barang secara kredit dan dijual secara tunai; • Keuntungan & kerugian dibagi berdasarkan jaminan yang diberikan kepada penyuplai; • Karena tidak perlu modal, maka kontrak ini lazim disebut sebagai Syirkah Piutang. e. Rukun Musyarakah. • Pemilik dana (Syarik/Shahibul Maal); • Pengusaha (Musyarik); • Proyek/kegiatan usaha (Masyru’); • Modal (Ra’sul Maal); • Nisbah bagi hasil (Nisbaturibhin); • Ijab Qabul (Sighat). f. Skema Musyawarah
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM PERBANKAN SYARIAH
90
2.
Mudharabah Mudharabah adalah suatu perkongsian antara dua pihak dimana pihak pertama (Shahibul Maal) menyediakan dana, dan pihak kedua (Mudharib) bertanggung-jawab atas pengelolaan usaha. Keuntungan dibagikan sesuai dengan rasio bagi hasil yang telah disepakati bersama secara advance. a. Rukun Mudharabah. • Pemilik dana (Shahibul Maal); • Pengusaha (Mudharib); • Pekerjaan/proyek/kegiatan usaha (‘Amal); • Modal (Ra’sul Maal); • Nisbah bagi hasil (Nisbaturibhin); • Ijab Qabul (Sighat). b. Skema Mudharabah
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM PERBANKAN SYARIAH
3.
4.
91
Murabahah Murabahah adalah menjual dengan harga asal ditambah dengan margin keuntungan yang telah disepakati. a. Rukun Murabahah • Penjual (Bai’); • Pembeli (Musytari); • Obyek/Barang (Mabii’); • Harga (Tsaman); • Ijab Qabul (Sighat). b. Skema Murabahah Salam Salam adalah proses jual beli dimana pembayaran dilakukan secara advance manakala penyerahan barang dilakukan kemudian. a. Rukun Salam • Penjual (Muslam ilaih); • Pembeli (Muslam); • Obyek/Barang (Muslam Fiih); • Harga (Ra’sul Maal as Salam); • Ijab Qabul (Sighat). b. Skema Salam
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM PERBANKAN SYARIAH
92
5.
Istishna Istishna adalah kontrak order yang ditandatangani bersama antara pemesan dengan produsen untuk pembuatan suatu jenis barang tertentu. a. Rukun Istishna • Produsen (Shani’); • Pemesan (Mustashni’); • Barang (Mashnu’); • Harga (Tsaman); • Ijab Qabul (Sighat). b. Skema Istishna
6.
Ijarah Ijarah atau sewa yaitu memberi penyewa kesepakatan untuk mengambil manfaat dari barang sewaan untuk jangka waktu tertentu dengan imbalan yang besarnya telah disepakati bersama. a. Rukun Ijarah • Penyewa (Musta’jir); • Pemberi Sewa (Mu’ajjir); • Obyek Sewa (Ma’jur); PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM PERBANKAN SYARIAH
93
• Harga Sewa (Ujrah); • Manfaat Sewa (Manfa’ah); • Ijab Qabul (Sighat). b. Skema Ijarah
E. Produk Jasa 1. Wakalah Wakalah adalah Akad perwakilan antara dua pihak, dimana pihak pertama mewakilkan suatu urusan kepada pihak kedua untuk bertindak atas nama pihak pertama. Aplikasinya dalam perbankan, wakalah digunakan untuk penerbitan Letter of Credit (L/C impor) atau penerusan permintaan barang dalam negeri dari bank di luar negeri (L/C ekspor). Wakalah juga diterapkan dalam jasa transfer dan inkaso. • Jenis Wakalah: a. Wakalah al mutlaqah adalah mewakilkan secara mutlak, tanpa batasan waktu dan untuk segala urusan. b. Wakalah al muqayyadah adalah penunjukan PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM PERBANKAN SYARIAH
94
2.
3.
wakil untuk bertindak atas namanya dalam urusan-urusan tertentu. c. Wakalah al ammah adalah perwakilan yang lebih luas dari pada al muqayyadah tetapi lebih sederhana dari pada al mutlaqah. Kafalah Kafalah adalah akad jaminan dari suatu pihak kepada pihak lain. • Jenis-Jenis Kafalah: a. Kafalah bin nafs adalah jaminan dari diri si penjamin (personal guarantee). b. Kafalah bil maal adalah jaminan pembayaran barang atau pelunasan hutang. c. Dalam aplikasinya di perbankan dapat berbentuk jaminan uang muka (AdvancePayment Bond), atau jaminan pembayaran ( payment bond). d. Kafalah Muallaqah adalah jaminan mutlak yang dibatasi oleh kurun waktu tertentu dan untuk tujuan tertentu. Dalam perbankan hal ini diterapkan untuk jaminan pelaksanaan suatu proyek (performance bonds) atau jaminan penawaran (bid bonds). Hawalah Hawalah adalah akad pemindahan hutang piutang suatu pihak kepada pihak lain. Kebanyakan ulama tidak memperbolehkan pengambilan manfaat (imbalan) atas pengalihan hutang-piutang tersebut antara lain dengan mengurangi jumlah piutang atau menambah jumlah hutang tersebut. Bank hanya boleh membebankan fee PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM PERBANKAN SYARIAH
4.
5.
6.
95
atas jasa penagihan. Ju’alah Ju’alah adalah akad dimana pihak pertama menjanjikan imbalan tertentu kepada pihak kedua atas pelaksanaan suatu tugas atau pelayanan yang dilakukan oleh pihak kedua untuk kepentingan pihak pertama. Prinsip ini dapat diterapkan oleh bank dalam menawarkan berbagai pelayanan dengan mengambil fee dari nasabah. Misalnya: Referensi bank, informasi usaha dsb. Sharf Sharf adalah transaksi pertukaran emas dan perak, atau pertukaran valuta asing. • Syarat-syarat: a. Harus tunai; b. Serah terima harus dalam majelis kontak; c. Bila pertukaran antara mata uang yang sama harus dalam jumlah / kuantitas yang sama. Al Qardh Al Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharap imbalan. Dalam literatur fiqh al qard dikategorikan sebagai aqd tathawwu’i atau akad saling bantu membantu dan bukan transaksi komersial. a. Rukun Al Qardh: • Peminjam (muqtaridh); • Pemilik dana/pemberi pinjaman (muqridh); • Jumlah dana (qard); • Ijab-qabul (sighat). PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM PERBANKAN SYARIAH
96
7.
b. Syarat Al Qardh: • Kerelaan kedua pihak yang berakad; • Dana yang dipinjamkan halal dan bermanfaat. c. Aplikasi Al Qardh dalam perbankan: • Sebagai produk pelengkap kepada nasabah yang membutuhkan dana talangan segera untuk masa yang sangat pendek; • Sebagai produk untuk menyumbang usaha yang sangat kecil atau membantu sektor sosial. Skema khusus untuk ini dikenal sebagai produk al qardh al hasan. Rahn Rahn adalah akad menggadaikan barang dari satu puhak kepada pihak lain, dengan uang sebagai gantinya. • Dalam aplikasinya akad ini dapat digunakan sebagai: a. Tambahan pada pembiayaan beresiko dan memerlukan jaminan tambahan; b. Produk tersendiri untuk melayani kebutuhan yang bersifat konsumtif seperti pendidikan, kesehatan dsb.
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM PERBANKAN SYARIAH
97
Tanya Jawab Oding Halim Pengadilan Agama Sumedang Pertanyaan 1: Apa perbedaan deposito di bank syariah dengan bank konvensional? Jawaban 1: Perbedaan deposito antara bank syariah dengan bank konvensional adalah ketika kita deposito di bank konvensional, kita sudah mengetahui berapa besar bunganya. Misal bunganya 6% perbulan. Sedangkan deposito di bank syariah kita tidak tahu berapa besarnya bunga, yang diketahui adalah nisbah. Nisbahnya adalah 70% untuk nasabah, 30% untuk bank. Tapi nilai dari 70% tersebut belum diketahui karena untung dan rugi bank baru dihitung ketika akhir bulan. Berapa pendapatannya dan berapa ruginya, itu ada hasil yang akan dibagikan kepada para deposa. Jadi bedanya adalah terkait masalah hasil. Pada bank konvensional, dari awal kita sudah mengetahuinya, namun pada bank syariah kita belum mengetahuinya. Pertanyaan 2: Kalau di bank konvensional deposito ada yang 6 bulan ada yang 3 bulan, bahkan setiap bulan bisa dirubah depositonya dan bisa diperpanjang, kalau di bank syariah berapa bulan bisa ada perubahannya? Jawaban 2: Kalau yang namanya deposito di bank syariah secara hukum positif, produk tetap ikut pada bank konvensional. Bila di konvensional 1 bulan, maka di syariah ada 1 bulan. Bila di konvensional ada 3 bulan, maka di syariah ada 3 bulan. Pada prinsipnya sama, tapi bagi hasil dihitung pada akhir bulan. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
98
HUKUM PERBANKAN SYARIAH
Jajang Suherman Pengadilan Agama Karawang Pertanyaan: Dalam wadiah dhamanah bank tidak menjanjikan apa-apa, tapi apabila untung bank akan memberikan bonus. Masalahnya kapan bank akan menentukan keuntungan itu? Dan prosentasenya siapa yang menyepakatinya? Apakah nasabah dengan bank? Atau sepihak? Kalau bank terjadi kerugian apakah nasabah juga bisa dibebani tanggung jawab? Jawaban: Tidak ada perjanjian khusus antara nasabah dengan bank untuk penentuan bonus, nasabah tahunya adalah titip. Bank tidak memperjanjikan berapa bonus yang akan diberikan, tapi bank akan memberikan bonus, kapan memberikan bonusnya? Bank akan menghitung bonusnya ketika akhir bulan. Jadi di bank syariah ada yang namanya komite ALMA (Asset, Liability, Managemen) yang melakukan meeting setiap bulan. Anggota ALMA adalah direksi, kepala divisi dan kepala cabang. Komite ALMA ini menentukan bagaimana assetnya, bagaimana utangnya, berapa besar keuntungan yang diperoleh bank dan berapa besar keuntungan yang akan dibagikan kepada nasabah. Yang menentukan adalah komite ALMA, Kalau untung, akan dibagikan kepada nasabah, tapi kalau rugi, nasabah tidak menanggung kerugian. Bonus wadiah tidak diperjanjikan kepada nasabah. A. Jazuli Pengadilan Agama Sukabumi Pertanyaan: Pada intinya pada bank syariah tidak ada perjanjian untuk memberi dan diberi. Baik nasabah maupun yang dititipi (bank). Dalam PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM PERBANKAN SYARIAH
99
kenyataan yang Bapak alami itu seperti apa? Saya mempunyai gambaran kalau pada intinya dalam praktek bank syariah hampir sama dengan bank konvensional, ketika kita titip, maka kita juga akan mendapatkan bonus. Ketika kita deposito juga sama, meskipun tidak diperjanjikan, tapi pada intinya kita tetap mendapatkan bonus. Sejauh mana perbedaan antara bank konvensional dengan bank syariah ketika nasabah mendapatkan keuntungan? Apakah jauh lebih besar atau sama? Apakah signifikan sehingga membuat masyarakat akan berbondong-bondong ke bank syariah. Jawaban: Antara giro atau tabungan dengan deposito itu berbeda. Tabungan menggunakan konsep wadiah, artinya tidak ada perjanjian antara nasabah dengan bank untuk memberikan bagi hasil, akan tetapi bank akan tetap memberikan bonus kepada nasabah meskipun tidak diperjanjikan diawal. Hal ini dikarenakan uangnya digunakan oleh bank, sehingga ketika ada untung, bank akan membagikannya kepada nasabah. Besarnya bonus bisa lebih besar, bisa sama, bisa juga lebih kecil dari bank konvensional, atau bisa juga sama sekali tidak menerima bonus. Sedangkan deposito menggunakan konsep mudharabah artinya diawal telah diperjanjikan mengenai bagi hasil, hukumnya wajib diperjanjikan diawal dan tidak boleh diakhir. Jadi nasabah mudharabah akan mendapatkan bagi hasil yang telah diperjanjikan diawal, sehingga jelas berapa bagian yang akan diperoleh bank dan berapa bagian yang akan diperoleh nasabah. Mengapa sama dengan bank konvensional? Memang sama, karena hitungannya adalah sama.
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
100
HUKUM PERBANKAN SYARIAH
Anonym Pertanyaan: Sekarang kalau ada sengketa ekonomi syariah adalah ada kewenangan badan arbitrase syariah, ada juga pengadilan agama sesuai Undang-Undang No. 3 Tahun 2006. Andaikata ada pengaduan tentang kerugian biaya pokok, karena kalau keuntungan tadi dalam akad perjanjian tidak disebutkan, tergantung perhitungan akhir bulan, tapi kalau bank mengalami kerugian kemudian simpanan pokoknya tidak disebut maka apakah akan dikembalikan atau bagaimana? Jawaban: Nanti kita jawab pada waktu menjelaskan distribusi bagi hasil. Ahrum Hoerudin Pengadilan Agama Indramayu Pertanyaan: Siapa yang menentukan besarnya prosentase 30%, 70%? Apakah itu memang konsep syariah atau kesepakatan komite ALMA? Kembali pada persoalan tanggungan. Pada awal jumlahnya bisa dikalkulasikan keuntungan bisa diambil 30%, bisa 70%. Hanya saja tidak bisa diprediksi sebelumnya prosentase keuntungan seperti di bank konvensional. Apakah hal tersebut tidak melanggar konsep syariah karena sudah ditentukan terlebih dulu keuntungannya? Jawaban: Yang menentukan besarnya prosentase apakah 30% dan 70% adalah komite ALMA, kemudian ditayangkan dalam counter, dalam counter ada nisbah. Misal satu bulan 70-30, tiga bulan sekian, kemudian ditawarkan kepada nasabah. Jika nasabahnya mau, maka akan ditandatangani perjanjian. Misal ada nasabah melakukan negosiasi 80% dan 20%, lalu disepakati maka menjadi PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM PERBANKAN SYARIAH
101
80% dan 20%. Jadi bisa dinegosiasikan, tapi ditawarkan. Jika nasabah sepakat, ya sepakat. Siapa yang membuat? Ya ALMA atau menejemen tadi. Bank syariah sudah membuat budget, sehingga bank syariah bisa menolak dana, berbeda dengan bank konvensional. Pada bank konvensional terlebih dahulu mencari dana sebanyak-banyaknya, sedangkan bank syariah tidak, justru dibalik. Bank syariah akan mencari dulu nasabah peminjam, kemudian diproses dan dicairkan. Darimana dananya? Barulah bank syariah mencari dananya. Sedangkan kalau di bank konvensional terlebih dahulu dicari dananya. Masalah nanti akan disalurkan kemana, itu urusan nanti. Dampaknya adalah bank syariah tidak boleh menyimpan dana idol. Jadi setiap dana yang masuk harus selalu langsung disalurkan. Itu bedanya. Jadi saat banyak dana, bank syariah bisa menolak apabila ada nasabah nasabah yang ingin masuk. Apabila nasabah tersebut dibiarkan masuk maka nasabah yang lain akan tergerus penghasilannya. Contoh: ada nasabah, nasabah A=1.000, nasabah B=2.000, nasabah C=3.000, total 6.000. Kemudian disalurkan 6.000. Misal hasilnya adalah 300. Berapa yang dibagikan kepada nasabah? Yang dibagikan kepada nasabah adalah 300, tapi 300 dihitung dulu berapa untuk bank dan berapa untuk nasabah. Menghitungnya adalah dari nisbah, tadi 30% untuk bank dan 70% untuk nasabah. Sekarang kita lihat, 70% dari 300=210, sehingga 210 dibagi kepada nasabah yang jumlahnya 6.000, sehingga A akan mendapat 1.000/6.000 x 210 = 35. Sekarang kalau misalkan ada nasabah yang ingin masuk lagi, misal D=4.000 dan E=5.000. Sehingga totalnya adalah A+B+C+D+E = 1.000 + 2.000 + 3.000 + 4.000 + 5.000 = 15.000. Jadi sekarang pembaginya adalah 15.000, sehingga bagian A sekarang menjadi = 1.000/15.000 x 210 = 14. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
102
HUKUM PERBANKAN SYARIAH
Jadi bank syariah bisa menolak dana, karena kalau diterima akan mengakibatkan berkurangnya bagian keuntungan dari nasabah yang ada. Sehingga cari dulu peminjamnya baru mencari dananya, itulah beda bank syariah dengan bank konvensional. Abdul Aziz Pengadilan Agama Majalengka Pertanyaan: Tadi dijelaskan bahwa pada bank syariah ketika ada untung maka bagi hasil, tapi ketika rugi nasabah tidak menanggung kerugian. Apabila yang menyimpan wadiah itu sekian orang, kemudian bank mengalami kerugian maka menanggung kerugiannya darimana? Jawaban: Pada intinya wadiah adalah titipan murni yang wajib dikembalikan kapan saja jika sama-sama menghendakinya. Wajib dikembalikan, kalau tidak bisa dikembalikan di dunia maka akan ditagih di akhirat. Sehingga kita sudah usul kepada Bank Indonesia (BI) bahwa kita tidak usah ikut LPS (Lembaga Penjaminan Simpanan) karena sudah jelas bahwa investasi ada resikonya. Ada untung ada rugi, kalau untung nasabah mendapatkan keuntungan, kalau rugi nasabah juga harus menanggungnya. Kalau wadiah apa? Tapi kalau yang namanya investasi atau mudharabah, tidak ada kewajiban bank untuk mengembalikan. Justru wadiah yang wajib dikembalikan, sampai kapanpun. Kalau banknya bankrut maka yang dilihat adalah wadiah-nya dulu. Darimana? Dari modal. Ambil itu untuk wadiah semuanya. Sehingga dalam peraturan perbankan disebutkan bahwa, bank berkewajiban menyimpan dana nasabah wadiah di BI dalam bentuk blokir. Jadi simpanan wajib sekian persen tidak boleh digunakan. Namanya simpanan wajib di bank, tidak boleh digunakan. Ini adalah titipan, kalau PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM PERBANKAN SYARIAH
103
titipan setiap saat bisa diambil, kalau investasi kan jelas ada jangka waktu, tapi kalau titip wajib dikembalikan, sehingga tidak ada kewajiban bagi bank syariah untuk ikut LPS. Bank Indonesia membolehkan bank syariah tidak ikut LPS. Tapi apabila nasabah tahu bahwa bank tidak ikut LPS maka tidak akan ada nasabahnya sehingga bank syariah pun ikut LPS. Metode distribusi bagi hasil yang digunakakan oleh bank syariah, pertama adalah revenue (pendapatan), yang kedua adalah profit (keuntungan), yang ketiga adalah profit and loss (untung dan rugi). Jadi inilah metode bagi hasil yang digunakan oleh bank syariah, silahkan bank syariah memilih yang mana, mau pendapatan yang dibagikan, mau keuntungan yang dibagikan atau mau menggunakan perjanjian untung dan rugi. Revenue sharing (pendapatan yang dibagikan) adalah bank menyalurkan dana kepada nasabahnya, ada hasil, nasabahnya bayar ke bank, itulah pendapatan. Pendapatan yang dibagikan ini diperjanjikan dengan nasabah penghimpun dana. Kalau pendapatan yang diperjanjikan antara bank dengan nasabah, maka bunyinya adalah bank akan memberikan hasil kepada nasabah apabila bank menerima pendapatan. Apabila tidak ada pendapatan maka bank tidak akan memberikan hasil atau kompensasi. Apabila bank rugi, maka nasabah tidak mendapat bagi hasil. Apakah uang nasabah hilang? Tidak, karena yang diperjanjikan adalah kalau menerima pendapatan akan dibagi, kalau rugi tidak ada perjanjiannya. Perjanjian yang ada adalah kalau ada pendapatan maka akan dibagi, sudah itu saja. Sehingga kalau bank rugi maka uang nasabah tidak akan hilang. Yang kedua profit (keuntungan). Dalam metode ini, yang diperjanjikan adalah keuntungan, sehingga kalau bank untung maka nasabah akan mendapatkan bagi hasil, sedangkan kalau PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
104
HUKUM PERBANKAN SYARIAH
bank rugi maka nasabah tidak mendapat bagi hasil. Sehingga kalau bank rugi maka uang nasabah tidak akan hilang karena yang diperjanjikan adalah kalau ada keuntungan, sedangkan kalau terjadi kerugian tidak diperjanjikan. Yang ketiga profit and loss (untung dan rugi). Kalau profit and loss sharing yang diperjanjikan maka bunyinya adalah apabila bank mendapatkan keuntungan maka akan bagi hasil, apabila bank mengalami kerugian maka nasabah juga ikut menanggungnya, sehingga uang nasabah akan hilang. Praptiningsih Pengadilan Agama Cikarang Pertanyaan 1: Apakah bank syariah bisa memberikan pinjaman kepada nasabah? Jawaban 1: Pada konsep bank syariah ada produk yang namanya qardh. Bank syariah boleh meminjamkan kepada nasabahnya, tapi tidak diperbolehkan untuk mengambil keuntungan. Apabila nasabah pinjam 10 juta, maka yang harus dikembalikan 10 juta. Tidak boleh ada unsur penambahan didalamnya. Itulah yang disebut sebagai qardh. Pertanyaannya adalah dari mana sumber dananya? Misal ada nasabah deposito 1M selama 6 bulan, ternyata baru 3 bulan nasabah mau mencairkan Rp.50 juta. Depositonya 1M sedangkan yang nasabah butuhkan adalah Rp.50 juta, maka nasabah tersebut tidak perlu mencairkan deposito, tapi bank akan memberikan dana talangan Rp.50 juta dalam bentuk pinjaman qardh, tidak ada penambahan, yang ada adalah biaya administrasi. Darimana sumber dananya? Sumber dananya berasal dari wadiah. Bank akan tetap aman meskipun memberikan pinjaman Rp.50 juta karena nasabah mempunyai deposito Rp.1milyard. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM PERBANKAN SYARIAH
105
Pertanyaan 2: Kalau tidak punya deposito di bank tersebut bagaimana? Jawaban 2: Tidak bisa Bu. Pertanyaan 3: Apakah bisa pakai jaminan? Jawaban 3: Tidak bisa. Bila bank melakukan transaksi dengan nasabahnya harus ada underline transaction, yaitu untuk keperluan apa. Misal mau beli rumah, buka usaha, mau ke rumah sakit. Kalau tidak punya uang bagaimana? Bisa menggunakan yang namanya qardh al hasan. Ketika bank syariah kami baru buka, datang seorang tukang buah untuk meminjam uang Rp.50ribu untuk modal usaha, lalu bank memberikan pinjaman Rp.100ribu, dalam 10 bulan lunas, kemudian diberi pinjaman lagi Rp.500ribu dalam 10 bulan lunas, kemudian diberi pinjaman lagi Rp.1juta dalam 10 bulan lunas. Terakhir setelah 3 tahun sudah punya tabungan Rp.25 juta. Jakarsih Pengadilan Agama Cibinong Pertanyaan: Apakah bank syariah bisa meminjam dana ke bank konvensional? Jawaban: Pada bank konvensional namanya interbank borrowing. Pada bank syariah namanya PUAS (Pasar Uang Antar Bank Syariah). Ada yang namanya sertifikat investasi mudharabah antar bank syariah. Jadi yang namanya bank syariah tidak bisa meminjam ke bank konvensional karena konsepnya berbeda, pinjamnya harus ke bank syariah.
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
106
HUKUM PERBANKAN SYARIAH
Amu Nadjmuddin Pengadilan Agama Garut Pertanyaan: Andaikata bank mengalami kerugian selama berbulan-bulan dan membuat nasabah hilang kepercayaan terhadap bank tersebut, padahal dalam laporan keuangan bank tertulis pendapatan Rp.500juta, biaya Rp.300juta dan untung Rp.200juta. Apakah ada pihak ketiga atau pihak independen yang memeriksa dan mengawasi laporan keuangan tersebut? Jawaban: Bank tidak bisa berbohong lagi, semua harus dilaporkan secara detail. Jika seandainya pembiayaan disalurkan, maka harus jelas penyalurannya, apakah perkebunan, pertanian atau pertambangan. Harus jelas berapa nasabahnya, berapa jumlahnya, tempatnya dimana, semua harus jelas. Jadi ada kode-kode sandinya. Termasuk bagi hasil kepada nasabah pun wajib dilaporkan ke Bank Indonesia. Semua bank termasuk bank syariah berada dibawah kendali dan pengawasan Bank Indonesia yang setiap bulan menerima laporan keuangan bank di seluruh Indonesia, baik itu bank syariah maupun bank konvensional, semua wajib lapor. Jadi semua bank berada dibawah pengawasan langsung Bank Indonesia, nantinya akan berada dibawah pengawasan OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Bank Indonesia secara periodik akan mengaudit secara langsung, bank tidak mengetahui kapan waktunya, Bank Indonesia bisa datang kapan saja untuk mengaudit, langsung on the spot, Bua Eva Hidayah Pengadilan Agama Bandung Pertanyaan: Distribusi bagi hasil tadi sudah dijelaskan ada 3 yaitu, revenue, PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM PERBANKAN SYARIAH
107
profit, profit and loss. Kalau kembali kepada konsep pendapatan dan keuntungan yang selama ini berjalan, berarti bank syariah yang sekarang belum syariah, masih konvensional juga, karena di bank konvensional juga ada pendapatan dan ada keuntungan. Kemudian yang kedua mengenai peminjaman yang dilakukan oleh Saya sendiri kepada Bank Muamalat. Saya punya rekening yang disisihkan, uang yang disisihkan ditahan oleh pihak bank untuk menjaga jangan sampai nasabah lalai membayar pada saatnya. Karena ini kaitannya dengan pinjaman melalui koperasi, oleh pihak bank melalui koperasi kemudian disalurkan kepada anggota, koperasi mendapat keuntungan dari pinjaman yang telah Saya peroleh. Namun diakhir peminjaman, uang simpanan yang tadinya ditahan oleh bank itu tidak ada lagi, padahal pihak bank mengatakan bisa diambil, kalau habis waktunya kita bisa mengambil bonus. Jawaban: Metode bagi hasil itu ada 3 yaitu, revenue sharing, profit sharing, dan profit and loss sharing. Kenapa bank syariah tidak mau menggunakan profit and loss sharing? Atau belum menggunakan profit and loss sharing? Kalau profit and loss sharing itu artinya kalau ada untung dibagi, tapi kalau rugi nasabah ikut menanggung. Sekarang kalau banknya baru buka, itu kan rugi Bu. Bisa rugi terus sampai 1 tahun. Jika dalam business plan, dalam perencanaan keuangan, itu bisa rugi terus. Jika rugi terus, maka nasabahnya tidak akan mendapatkan bagi hasil, karena yang diperjanjikan adalah ketika untung akan bagi hasil, tapi ketika rugi nasabah juga akan ikut menanggung. Berbeda dengan revenue sharing, pada saat bank ada pendapatan maka bank akan berbagi hasil dengan nasabah. Sedangkan profit sharing ketika bank mendapat keuntungan maka akan bagi hasil, tapi kalau profit and loss PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
108
HUKUM PERBANKAN SYARIAH
sharing ketika bank untung akan berbagi hasil, namun jika bank mengalami kerugian maka nasabah juga ikut menanggung. Jadi belum bisa diterapkan. Bukan dalam artian tidak syariah, tapi yang paling baik sebetulnya menggunakan profit and loss sharing. Jika terdapat transaksi bank dengan nasabah dan bank tersebut merasa kurang, maka bank tersebut bisa meminta jaminan lain kepada nasabahnya. Bisa berbentuk tabungan atau deposito, kemudian tabungan dan deposito itu diblokir oleh bank, tidak bisa dicairkan dan tidak bisa diambil. Baru dapat diambil setelah selesai transaksinya, sesuai perjanjian. Tapi bagaimana itu bisa hilang? Karena kan itu jaminan, saya tidak tahu kenapa jaminan Ibu bisa hilang, itu kan jaminan, kenapa bisa hilang? Biasanya yang hilang itu adalah pada nasabah yang mempunyai tunggakan yang tidak bisa dibayar dan tidak bisa ditagih. Biasanya mengambil dari jaminan tersebut. Untuk mengambilnya biasanya bank meminta kepada nasabah untuk memberikan standing instruction. Jadi nasabah memberikan surat kuasa kepada bank untuk mendebet ketika nasabah tersebut tidak bisa membayar. Mungkin itu Bu. Kenapa uang Ibu bisa hilang. Mungkin itu blokir Bu, bisa deposito yang diblokir, bisa juga tabungan. Uman Pengadilan Agama Purwakarta Pertanyaan 1: Bentuk sengketa keperdataan apa saja yang mungkin terjadi di bank syariah? Jawaban 1: Semua aspek bisa. Jadi kalau Bapak lihat ke lembaga arbitrase, itu semua bisa masuk kesana, termasuk sengketa jaminan yang diblokir. Jadi semua aspek, aspek penghimpunan dana maupun PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM PERBANKAN SYARIAH
109
penyaluran dana, yang paling banyak adalah penyaluran dana. Pertanyaan 2: Dalam hal ada kredit pinjaman yang macet, eksekusi oleh bank umum lazim digunakan debt collector, kalau pada bank syariah bagaimana? Atau kecenderungannya ke Badan Arbitrase atau ke Pengadilan Negeri atau ke Pengadilan Agama? Jawaban 2: Bank Syariah tidak menggunakan badan yang hitam-hitam tersebut, kalau dulu kita menggunakan tim amin-amin, itu pernah kita praktekkan. Jadi kalau ada nasabah yang menunggak tagihan, kita akan datangi rumah nasabah yang bersangkutan. Kita lakukan tahlilan dirumahnya. Kita doakan nasabah tersebut supaya rejekinya banyak dan mampu membayar. Ini benar-benar kita alami. Kalau bank konvensional bisa saja menggunakan debt collector, kalau bank syariah tidak. Jadi kita datangi secara baik-baik dulu, kita doakan, setelah tidak bisa barulah ke Badan Arbitrase kemudian lanjutnya ke pengadilan, tapi kita tidak menggunakan debt collector.
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
SESI Vi
PEGADAIAN SYARIAH
DR. IR. IWAN P. PONTJOWINOTO, M.M. PAKAR EKONOMI SYARIAH DAN MANTAN KETUA UMUM MES
113
AKAD RAHN DAN AKAD-AKAD JASA KEUANGAN Konsep Dasar Hubungan Usaha Konsep Dasar Hubungan Usaha PERTUKARAN DANA - BARANG
PEMBELI (PEMILIK DANA) PEMBELI (PEMILIK DANA)
PERTUKARAN DANA - BARANG
Rp.
PEMILIK DANA PEMILIK DANA
PENJUAL (PEMILIK BARANG) PENJUAL (PEMILIK BARANG)
Rp.
PENGGABUNGAN (PERCAMPURAN) DANA - USAHA PENGGABUNGAN (PERCAMPURAN) DANA - USAHA
Saham
Saham
PEMILIK USAHA PEMILIK USAHA
Pembiayaan Perdagangan Pembiayaan Perdagangan PERTUKARAN DANA - BARANG PEMBELI (PEMILIK DANA) PEMBELI (PEMILIK DANA)
PERTUKARAN DANA - BARANG PEMBERI PEMBIAYAAN PEMBERI PEMBIAYAAN
PENJUAL (PEMILIK BARANG) PENJUAL (PEMILIK BARANG)
Fasilitas pembiayaan pada kegiatan perdagangan antara Pemilik Usaha (sebagai Pembeli atau Penjual) dengan Mitra Dagang, berupa: •Fasilitas Penundaan Pembayaran (Murabaha) •Fasilitas Penundaan Penyerahan (Salam) Fasilitas pembiayaan pada kegiatan perdagangan antara Pemilik Usaha •Pemesanan dan Pembayaran Cicilan (Istishna’) (sebagai PembeliBarang atau Penjual) dengan Mitra Dagang, berupa: •Fasilitas Penundaan Pembayaran (Murabaha) •Fasilitas Penundaan Penyerahan (Salam) •Pemesanan Barang dan Pembayaran Cicilan (Istishna’)
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
1
PEGADAIAN SYARIAH
114
Pembiayaan Usaha
100% PEMBIAYAAN DANA MUDHARABA PEMILIK DANA
PENGELOLAAN USAHA
PEMILIK USAHA
DANA & TENAGA PEMILIK BADAN USAHA
MUSYARAKA SAHAM / KEPEMILIKAN
BADAN USAHA
Pembiayaan Pengadaan Aset
PEMINJAMAN ASET PEMBELI (PEMILIK DANA)
PEMBERI PEMBIAYAAN
PENJUAL (PEMILIK BARANG)
Pembiayaan berdasarkan pemakaian aset dengan imbalan upah tertentu yang lazim disebut sebagai penyewaan aset
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
2
PEGADAIAN SYARIAH
115
Hubungan Jasa Keuangan
PEMILIK DANA
PIHAK PERTAMA
Wadi’ah (Penitipan) Wakalah (Agen/Wakil) Hawalah (Pengalihan) Kafalah (Penjaminan)
QARDH (Pinjaman) RAHN (Agunan)
HUBUNGAN USAHA
BUTUH DANA
PIHAK KEDUA
PEMBERI JASA
Hadits tentang Rahn
Dari ‘Aisyah r.a., ia berkata: “Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah membeli makanan dengan berhutang dari seorang Yahudi, dan Nabi menggadaikan sebuah baju besi kepadanya” (HR Bukhari dan Muslim) Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda: “Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat dan menanggung resikonya.” (HR Daraquthni dan Ibnu Majah) Dari Abu Hurairah , Nabi SAW bersabda: “Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat dperah susunya dengan menanggung biayanya. Orang yang menggunakan kendaraan dan memerah susu tersebut wajib menanggung biaya perawatan dan pemeliharaan.” (HR Jama’ah kecuali Muslim dan al-Nasa’i)
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
3
PEGADAIAN SYARIAH
116
Qardh Pemberi Pinjaman (Muqtaridh)
Peminjam (Muqhridh) 1 Akad pinjam-meminjam
2 3
Barang/Objek diserahkan oleh pemberi pinjaman kepada peminjam Barang/Objek diserahkan kembali dari peminjam kepada pemberi pinjaman
Qardh: Muqtaridh memberikan barang/uang untuk dipinjam oleh Muqhridh dengan ketentuan harus dikembalikan dalam kondisi/mutu/jumlah yang sama pada waktu tertentu.
Fatwa DSN – Akad qardh
Kebutuhan: pinjaman (untuk jangka pendek) Qardh: pinjaman yang diberikan kepada nasabah (muqtaridh) yang memerlukan dimana nasabah wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah disepakati bersama. Atas pemberian pinjaman dapat diminta jaminan/agunan. Muqtaridh dapat memberikan tambahan/sumbangan dengan sukarela selama tidak diperjanjikan dalam akad. Biaya administrasi dapat dibebankan kepada Muqtaridh tetapi besarnya tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman. Bila Muqtaridh tidak bisa mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya pada saat yang disepakati, dan ketidakmampuan tersebut telah dapat dipastikan maka dapat diberikan kelonggaran (memperpanjang jangka waktu) atau diberikan sedekah (menghapus sebagian atau seluruh kewajibannya). Bila Muqtaridh terbukti tidak beritikad baik, dapat dijatuhkan sanksi. Dana al-Qardh tidak boleh dari titipan/simpanan nasabah LKS
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
4
PEGADAIAN SYARIAH
117
Fatwa DSN – Akad qardh terkait akad Mu’awadhah
Kebutuhan: pinjaman (untuk jangka pendek) sebagai pelengkap akad-akad mu’awadhah (pertukaran dan bersifat komersial) yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Akad-akad Mu’awadhah antara lain Rahn Emas, Pengalihan Utang, Syariah Charge Card, Syariah Card, Anjak Piutang Syariah, Pembiayaan Pengurusan Haji LKS. Pengembalian pinjaman (qardh) tidak boleh disyaratkan adanya tambahan atau bagi hasil. Jaminan/agunan ditentukan menurut akad-akad Mu’awadhah. Besarnya biaya administrasi atas pinjaman (Qradh) tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman. Dana al-Qardh boleh berasal dari dana nasabah LKS yang dititipkan/disimpan dengan akad wadi’ah atau mudharabah. Keuntungan atau pendapatan dari akad atau produk yang menggunakan akad-akad Mu’awadhah yang dilengkapi dengan akad Qardh tersebut harus dibagikan kepada nasabah LKS sesuai dengan akad antara nasabah tersebut dengan LKS.
Rahn 3b
Barang jaminan diserahkan kembali dari pemberi jaminan kepada Yg menjaminkan
3a
Penerima Jaminan (Murtahin)
Uang diserahkan kembali dari yg menjaminkan kepada Penerima jaminan
1
Yg Menjaminkan (Raahin)
Akad
2a
2b
Uang diserahkan oleh Penerima jaminan kepada yg menjaminkan
Barang jaminan diserahkan oleh Yg menjaminkan kepada pemberi jaminan
Rahn : Rahin menyerahkan barang (Marhun) kepada Murtahin yang dapat ditahan sebagai agunan atas pinjaman yang diambil Rahin, dimana pada saat jatuh tempo Murtahin dapat menjual Marhun bila Rahin wanprestasi
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
5
PEGADAIAN SYARIAH
118
Fatwa DSN – Akad Rahn
Kebutuhan: pinjaman dgn [gadai] barang sbg jaminan hutang Rahn: hak Murtahin (penerima barang) untuk menahan Marhun (barang) sebagai jaminan atas hutang sampai semua hutang Rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi. Marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh Murtahin kecuali seizin Rahin, dimana nilai Marhun tidak boleh berkurang dan pemanfaatan Marhun hanya sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan perawatan Marhun. Biaya pemeliharaan dan penyimpanan Marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman. Bila Rahin tidak bisa melunasi hutang, Murtahin dapat menjual paksa / dilelang Marhun secara syariah untuk melunasi hutang, namun kelebihan atau kekurangan tetap menjadi milik atau kewajiban Rahin.
Fatwa DSN – Akad Rahn Tasjily Konsep Uang
Uang, yang dalam literature fiqh disebut dengan tsaman atau nuqud (jamak dari naqd), didefinisikan oleh para ulama, antara lain, sebagai berikut: “Naqd (uang) adalah segala sesuatu yang menjadi media pertukaran dan diterima secara umum, apapun bentuknya dan dalam kondisi seperti apapun media tersebut. (Abdullah bin Sulaiman al-Mani’, Buhuts fi al-Iqtishad al-Islami, Mekah: alMaktab al-Islami, 1966, hal 178) “Naqd (uang) adalah sesuatu yang dijadikan harga (tsaman) oleh masyarakat, baik terdiri (terbuat) dari logam atau kertas yang dicetak maupun dari bahan lainnya, diterbitkan oleh lembaga keuangan pemegang otoritas.” (Muhammad Rawas Qal’ah Ji, al-Mu’amalat al-Maliyah al-Mu’ashirah di Dhau’ al-Fiqh wa al-Syari’ah, Beitur: Dar al-Nafa’is, 1999, hal 23)
Jual Beli Emas
“Ibnu Taymiyyah menyatakan bahwa boleh melakukan jual beli perhiasan dari emas dan perak dengan jenisnya tanpa syarat harus sama kadarnya (tamatsul), dan kelebihannya dijadikan sebagai kompensasi atas jasa pembuatan perhiasan, baik jual beli itu dengan pembayaran tunai maupun dengan pembayaran tangguh, selama perhiasan tersebut tidak dimaksudkan sebagai harga (tsaman).” Ala’ al-Din Abu al_hasan al-Ba’liy al-Dimasyqiy, al-Ikhtiyarat al Fiqhiyah min Fatawa Syaikh Ibn Taymuyah, alQahirah, Dar al-Istiqamah, 2005, hal 146)
7
Rahn Tasjily : jaminan dalam bentuk barang atas utang tetapi barang jaminan (marhun) tetap berada dalam penguasaan (pemanfaatan) Rahin dan bukti kepemilikannya diserahkan kepada Murtahin. Sebagai wakil barang jaminan, Rahin menyerahkan bukti kepemilikan barang kepada Murtahin; Pemanfaatan barang Marhun oleh Rahin harus dalam batas kewajaran sesuai kesepakatan; Murtahin dapat mengenakan biaya pemeliharaan dan penyimpanan barang Marhun (berupa bukti sah kepemilihan atau sertifikat) yang ditanggung oleh Rahin; Besaran biaya pemeliharaan dan penyimpanan barang Marhun tidak boleh dikaitkan dengan jumlah pinjaman yang diberikan; Besaran biaya pemeliharaan dan penyimpanan barang Marhun tersebut didasarkan pada pengeluaraan yang riil dan beban lainnya berdasarkan akad Ijarah; Biaya asuransi pembiayaan Rahn Tasjily ditanggung oleh Rahin.
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
6
PEGADAIAN SYARIAH
119
Konsep Uang
Uang, yang dalam literature fiqh disebut dengan tsaman atau nuqud (jamak dari naqd), didefinisikan oleh para ulama, antara lain, sebagai berikut: “Naqd (uang) adalah segala sesuatu yang menjadi media pertukaran dan diterima secara umum, apapun bentuknya dan dalam kondisi seperti apapun media tersebut. (Abdullah bin Sulaiman al-Mani’, Buhuts fi al-Iqtishad al-Islami, Mekah: alMaktab al-Islami, 1966, hal 178) “Naqd (uang) adalah sesuatu yang dijadikan harga (tsaman) oleh masyarakat, baik terdiri (terbuat) dari logam atau kertas yang dicetak maupun dari bahan lainnya, diterbitkan oleh lembaga keuangan pemegang otoritas.” (Muhammad Rawas Qal’ah Ji, al-Mu’amalat al-Maliyah al-Mu’ashirah di Dhau’ al-Fiqh wa al-Syari’ah, Beitur: Dar al-Nafa’is, 1999, hal 23)
Jual Beli Emas
“Ibnu Taymiyyah menyatakan bahwa boleh melakukan jual beli perhiasan dari emas dan perak dengan jenisnya tanpa syarat harus sama kadarnya (tamatsul), dan kelebihannya dijadikan sebagai kompensasi atas jasa pembuatan perhiasan, baik jual beli itu dengan pembayaran tunai maupun dengan pembayaran tangguh, selama perhiasan tersebut tidak dimaksudkan sebagai harga (tsaman).” Ala’ al-Din Abu al_hasan al-Ba’liy al-Dimasyqiy, al-Ikhtiyarat al Fiqhiyah min Fatawa Syaikh Ibn Taymuyah, alQahirah, Dar al-Istiqamah, 2005, hal 146)
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
7
PEGADAIAN SYARIAH
120
Fatwa Jual Beli Emas
Hukum : Jual beli emas secara tidak tunai, baik melalui jual beli biasa atau jual beli murabahah, hukumnya boleh (mubah, ja’iz) selama emas tidak menjadi alat tukar yang resmi (uang) Batasan dan Ketentuan : Harga jual (tsaman) tidak boleh bertambah selama jangka waktu perjanjian meskipun ada perpanjangan waktu setelah jatuh tempo. Emas yang dibeli dengan pembayaran tidak tunai boleh dijadikan jaminan (rahn). Emas yang dijadikan jaminan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 tidak boleh dijualbelikan atau dijadikan obyek akad lain yang menyebabkan perpindahan kepemilikan.
Wadiah 1. Wadiah Yad Amanah Penitip (Muwadi’)
Transaksi Penitipan
Yg dititipi (Mustawda’)
2. Penyerahan Barang untuk disimpan 3. Pengembalian Barang tersebut saat diminta
Wadiah Yad Amanah: Pemilik Harta (Muwadi’) menitipkan hartanya untuk disimpan oleh Penerima Titipan (Mustawda’) yang dapat diambil kembali sewaktu-waktu oleh Muwadi’.
2. Wadiah Yad Dhamanah Transaksi Penitipan
Penitip (Muwadi’)
Yg dititipi (Mustawda’)
2.Penyerahan Barang
5. Pengembalian Barang/uang tersebut saat diminta, dimana pihak yg dititipi dapat memberikan bonus/tanda terima kasih
3. Pemanfaatan Barang/uang 4. Perolehan manfaat
Wadiah Yad Dhamanah: penitipan harta wadiah dimana Mustawda’ dapat memanfaatkan harta titipan dan bila merasa memperoleh manfaat maka Mustawda’ dapat memberikan hadiah/bonus kepada Muwadi’.
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
8
PEGADAIAN SYARIAH
121
Wakalah Yg Mewakilkan (Muwakil)
Penerima Kuasa / Wakil
Pihak Lain
Objek Wakalah
Akad Wakalah: pernyataan ijab dan kabul antara pemilik atau pemegang hak secara hukum (Muwakkil) dengan pihak lain yang menerima kuasa atau mewakili (Wakil) untuk melakukan suatu tugas atau kegiatan usaha menurut ketentuan yang disepakati bersama. Wakil bertindak atas nama Muwakkil dan berhak mendapat upah (ujrah) atas jasa yang diberikannya
Fatwa DSN – Akad Wakalah
Kebutuhan: mewakilkan kepada suatu pihak yang kompeten untuk melakukan sesuatu yang menjadi hak atau kewajibannya. Yang Mewakilkan (Muwakkil): adalah pemilik sah yang berhak bertindak terhadap sesuatu yang diwakilkan, baik yang mempunyai kemampuan untuk bertindak ataupun yang tidak mempunyai kemampuan. Yang Menerima Kuasa (Wakil): adalah pihak yang cakap hukum dan mempunyai kemampuan untuk mengerjakan tugas yang diwakilkan kepadanya. Obyek yang diwakilkan (Obyek Wakalah): adalah hal-hal yang diketahui dengan jelas, baik oleh pihak yang mewakilkan ataupun oleh pihak yang mewakili, yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam dan dapat diwakilkan menurut Syariah Islam. Aqad Wakalah dengan Imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak.
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
9
PEGADAIAN SYARIAH
122
Hawalah Pemilik Hutang dan Piutang (Muhil)
Pemilik Piutang (Muhal)
1
2
Pemilik Hutang (Muhal Alaih
3
Muhil mempunyai hutang sebesar Rp. X kepada Muhal dan pada saat yang sama mempunyai piutang sebesar Rp. X dari Muhal Alaih. Bila disetujui oleh Muhal dan Muhal Alaih, maka Muhil dapat ‘membayar’ hutangnya kepada Muhal dengan mengalihkan piutang yang dimilikinya dari Muhal Alaih. Muhal Alaih melunasi hutangnya Rp. X kepada Muhal
Fatwa DSN – Akad Hawalah
Kebutuhan: pinjaman dgn gadai barang sbg jaminan hutang Rahn: hak Murtahin (penerima barang) untuk menahan Marhun (barang) sebagai jaminan atas hutang sampai semua hutang Rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi. Qardh: pinjaman barang/uang yang harus dikembalikan sebagaimana barang/uang tersebut diserahkan (tanpa tambahan atau pengurangan) Marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh Murtahin kecuali seizin Rahin, dimana nilai Marhun tidak boleh berkurang dan pemanfaatan Marhun hanya sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan perawatan Marhun. Biaya pemeliharaan dan penyimpanan Marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman. Bila Rahin tidak bisa melunasi hutang, Marhun dapat dijual paksa / dilelang secara syariah untuk melunasi hutang, namun kelebihan atau kekurangan tetap menjadi milik atau kewajiban Rahin.
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
10
PEGADAIAN SYARIAH
123
Kafalah 1
Pemilik Kewajiban (Makfuul ‘anhu)
Pemilik Hak (Makfuul Lahu)
Kewajiban yang Perlu Dijamin (Makful Bihi)
2
Pemberi Jaminan (Kafiil)
3
1. Ashiil (Makfuul ‘anhu) mempunyai kewajiban yang perlu dijamin kepada
Makfuul Lahu.
2. Ashiil (Makfuul ‘anhu) meminta bantuan Kafiil untuk memberi jaminan
kepada Makfuul Lahu dengan membayar premi
3. Kafiil akan menanggung kewajiban kepada Makfuul Lahu bila Ashiil
wanprestasi.
Fatwa DSN – Akad Kafalah
Kebutuhan: mengalihkan kewajiban kepada suatu pihak yang punya kemampuan untuk memenuhinya. Pihak yang Memiliki Kewajiban (Makfuul’anhu): pihak yang sanggup menyerahkan kewajibannya kepada Penjamin dan menanggung konsekwensinya. Pihak yang Memiliki Hak (Makfuul Lahu): mengetahui maksud Pemilik Kewajiban untuk mengalihkan kewajibannya kepada Penjamin dan bersedia hadir pada saat aqad. Penjamin (Kafiil): pihak yang cakap hukum dan mempunyai kemampuan untuk memenuhi kewajiban yang dijaminnya. Obyek Penjaminan (Makful Bihi): merupakan kewajiban dari Pemilik Kewajiban baik berupa uang, benda, maupun pekerjaan yang diyakini dapat dilaksanakan oleh Penjamin. Obyek Penjaminan harus jelas nilai, jumlah, spesifikasi, serta cara dan waktu penyerahannya. Aqad Kafalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak.
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
11
PEGADAIAN SYARIAH
124
Tanya Jawab Sarbiati Pengadilan Agama Jakarta Utara Pertanyaan: Dikatakan bahwa rahn tidak boleh melebihi barangnya, namun misalnya saya butuh uang sebesar Rp.200juta, kemudian saya masukan dalam bentuk rahn mobil saya sebesar Rp.500juta. Ketika terjadi wanprestasi apakah langsung dilelang atau seperti apa? Jawaban: Kita jangan dulu melihat akadnya, tapi melihat masalahnya. Masalahnya Ibu butuh uang sebesar Rp.200juta dan ibu masukan dalam bentuk rahn sebesar Rp.500juta Akad yang pertama adalah akad peminjaman/qardh. Akad peminjaman/qardh itu menyaratkan agunan, maka di akad yang kedua adalah akad rahn. Dalam rahn disyaratkan bahwa, Ibu sebagai pemilik barang membuat surat kuasa pada bank agar dapat mengeksekusi agunan apabila Ibu tidak memenuhi kewajiban. Dalam Rahn, Ibu punya hak sebagaimana disebutkan dalam Surat Albaqoroh bahwa, apabila Ibu mengalami kesulitan melunasi, maka Ibu bisa meminta penangguhan. Jika telah diberikan penangguhan belum bisa terpenuhi juga, baru dilakukan eksekusi. Sebelum melakukan akad rahn harus terjadi kesepakatan terlebih dahulu antara ibu dengan pihak yang memberikan uang perihal cara mengeksekusi barang tersebut. Apakah dengan cara lelang atau dengan cara lain, atau Ibu bisa mencari orang sebagai pembeli barang yang Ibu gadaikan. Dalam rahn, pihak yang menyimpan barang wajib mengembalikan barang yang disimpan secara utuh dan sesuai dengan kondisi semula. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
PEGADAIAN SYARIAH
125
Jazuli Pengadilan Agama Sukabumi Pertanyaan: Apakah dalam rahn jangka waktu pengembaliannya ditentukan ketika kita menerima uang pinjaman? Jawaban: Beda gadai syariah (rahn) dengan gadai konvensional. Pada gadai konvensional, saat akad ditentukan berapa besar bunga yang harus dibayar, sedangkan dalam gadai syariah (rahn) tidak ada bunga yang boleh ditentukan. Yang boleh ditentukan dalam gadai syariah (rahn) adalah biaya administrasi dan biaya penyimpanan. Biaya penyimpanan itu tidak boleh lebih besar daripada uang pinjaman. Jajang Suherman Pengadilan Agama Karawang Pertanyaan: Bank pada posisinya adalah sebuah lembaga yang menyediakan dana untuk memberikan pinjaman atau qardh. Ketika seorang nasabah memerlukan tambahan dana untuk sebuah pembiayaan, namun oleh Bank dirubah dengan akad lain, misalnya murabahah. Padahal niat aslinya nasabah adalah qardh. Lalu dalam perjalanannya terjadi sengketa antara nasabah dengan bank, kemudian nasabah mengadu ke Pengadilan dengan alasan bank telah melakukan perubahan akad. Menurut Bapak kira-kira sikap bank itu bagaimana? Jawaban: Ada dua jenis hubungan antara bank dengan nasabah sebagai lembaga keuangan. Pertama hubungan sebagai lembaga penyimpan dana. Dalam hal ini bank sebagai pihak yang membantu nasabah untuk membayar sesuatu yang dibutuhkan. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
PEGADAIAN SYARIAH
126
Misalnya melalui kartu kredit atau debet dan kemudian melakukan pembayaran kepada nasabah. Selama sifatnya seperti itu, tidak ada satupun prinsip syariah yang ditinggalkan. Kedua adalah Bank yang mempunya fungsi sebagai lembaga yang menyalurkan pembiayaan. Pembiayaan ini dalam syariah dibagi menjadi tiga, yaitu kelompok untuk jual beli barang, termasuk beli rumah, untuk usaha, untuk pengadaan barang dan modal. Seseorang yang ingin mengadakan qardh harus salah satu dari tiga kelompok ini. Kalau tidak ada, berarti dia bukan sebagi bank, tetapi merupakan lembaga sosial. Hakim jika menghadapi perkara harus menanyakan terlebih dahulu, uang ini untuk apa, kenapa? Serta tanyakan jenis akadnya. Jakarsih Pengadilan Agama Cibinong Pertanyaan: Apakah praktik rahn dari kacamata syariah Islam diperbolehkan peminjaman dengan menggunakan uang namun pembayarannya dengan menggunakan emas? Jawaban: Tidak boleh, syariat Islam harus konsisten. Jika akad peminjaman menggunakan 10gram emas maka pembayarannya harus menggunakan 10gram emas dengan menanggung konsekuensi kenaikan harga mas pada waktu pembayaran. Anonym Pertanyaan: Apakah ada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Bank Syariah seperti LPS pada bank konvensional? Jawaban: Sampai saat ini pada bank syariah belum ada peraturan yang PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
PEGADAIAN SYARIAH
127
jelas mengenai lembaga penjamin simpanan seperti di Bank Konvensional. Namun dalam rahn dikenal adanya asuransi takaful yang menjamin barang yang diagunkan agar tetap aman. Namun syaratnya dalam menaksir barang menggunakan harga pasar wajar. Sehingga jika barang yang diagunkan hilang kita bisa membeli kembali barang tersebut dengan menggunakan harga pasar yang wajar.
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
SESI VIi
hukum acara sengketa ekonomi syariah
prof. dr. h. abdul manan, m.hum. hakim agung ma ri
131
Hukum Acara Sengketa Ekonomi Syariah A. Pendahuluan Lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama telah membawa perubahan besar dalam eksistensi lembaga Peradilan Agama saat ini. Salah satu perubahan mendasar adalah penambahan wewenang Lembaga Peradilan Agama antara lain dalam bidang ekonomi syari’ah. Disamping itu, lahirnya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf juga telah memberikan nuansa baru pada Lembaga Peradilan Agama, sebab pengaturan wakaf dengan undang-undang ini tidak hanya menyangkut tanah milik, tetapi juga mengatur tentang wakaf produktif yang juga menjadi kewenangan Lembaga Peradilan Agama untuk menyelesaikan berbagai sengketa dalam pelaksanaannya. Berdasarkan pasal 49 huruf (i) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama ditegaskan bahwa Peradilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara termasuk “ekonomi syari’ah”. Yang dimaksud dengan ekonomi syari’ah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah yang meliputi bank syari’ah, lembaga keuangan mikro syari’ah, asuransi syari’ah, reasuransi syari’ah, reksadana syari’ah, obligasi syari’ah dan surat PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
132
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
berharga berjangka menengah syari’ah, sekuritas syari’ah, pembiayaan syari’ah, pergadaian syari’ah, dana pensiun lembaga keuangan syari’ah dan bisnis syari’ah. Ruang lingkup wakaf berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tidak hanya dalam ruang lingkup benda tidak bergerak saja, tetapi meliputi benda wakaf bergerak, baik berwujud atau tidak berwujud seperti uang, logam mulia, hak sewa, transportasi dan benda bergerak lainnya. Wakaf benda bergerak ini dapat dilakukan oleh wakif melalui lembaga keuangan syari’ah yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti Bank Syari’ah. Kegiatan wakaf seperti ini termasuk dalam kegiatan ekonomi dalam arti luas sepanjang penglolaannya berdasarkan prinsip syari’ah. Ekonomi syari’ah dibahas dalam dua disiplin ilmu, yaitu ilmu ekonomi Islam dan ilmu hukum ekonomi Islam. Ekonomi syari’ah yang menjadi kewenangan Lembaga Peradilan Agama yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama berhubungan dengan ilmu hukum ekonomi yang harus diketahui oleh para hakim di lingkungan lembaga Peradilan Agama. Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang ada kaitannya dengan ekonomi syari’ah belum ada aturan khusus yang mengatur tentang hukum formil (hukum acara) dan hukum materiel tentang ekonomi syari’ah. Pengaturan hukum ekonomi syari’ah yang ada selama ini adalah ketentuan yang termuat dalam kitabkitab fiqih dan sebagian kecil terdapat dalam fatwa-fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN), dan dalam Peraturan Bank Indonesia. Melihat kepada kasus-kasus yang diajukan oleh para pihak yang bersengketa kepada Badan Arbitrase Syari’ah PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
133
Nasional (BASYARNAS) sehubungan dengan sengketa antara Bank Syari’ah dan nasabahnya, dalam penyelesaiannya BASYARNAS menggunakan dua hukum yang berbeda yaitu fatwa-fatwa Dewan Syari’ah Nasional dan KUH Perdata. Hal ini dilakukan guna mengisi kekosongan hukum dalam menyelesaikan suatu perkara. Sebelum lahirnya peraturan perundang-undangan yang mengatur hukum formil dan hukum materiel tentang ekonomi syari’ah, dalam penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah sebaiknya hakim Pengadilan Agama menguasai hukum perjanjian yang terdapat dalam hukum perdata umum (KUH Perdata), juga semua fatwa-fatwa Dewan Syari’ah Nasional Indonesia, dan Dewan Wakaf Nasional Indonesia. Saat ini Kelompok Kerja Perdata Agama (Pokja-Perdata Agama) Mahkamah Agung RI bekerjasama dengan Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat (PPHIM) sedang menyusun semacam Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah untuk menjadi pegangan aparat lembaga Peradilan Agama, tentu hal ini sambil menunggu peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan ekonomi syari’ah diterbitkan. B. Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari’ah Berdasarkan Hukum Islam 1. Al Sulh (Perdamaian) Secara bahasa, “sulh” berarti meredam pertikaian, sedangkan menurut istilah “sulh” berarti suatu jenis akad atau perjanjian untuk mengakhiri perselisihan/ pertengkaran antara dua pihak yang bersengketa secara damai1. Menyelesaikan sengketa berdasarkan 1
AW Munawir, Kamus Al Munawir, Pondok Pesantren Al Munawir, Yogyakarta,1984,hal.843 PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
134
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
perdamaian untuk mengakhiri suatu perkara sangat dianjurkan oleh Allah SWT sebagaimana tersebut dalam surat An Nisa’ ayat 126 yang artinya “Perdamaian itu adalah perbuatan yang baik”. Ada tiga rukun yang harus dipenuhi dalam perjanjian perdamaian yang harus dilakukan oleh orang melakukan perdamaian, yakni ijab, qabul dan lafazd dari perjanjian damai tersebut. Jika ketiga hal ini sudah terpenuhi, maka perjanjian itu telah berlangsung sebagaimana yang diharapkan. Dari perjanjian damai itu lahir suatu ikatan hukum, yang masing-masing pihak berkewajiban untuk melaksanakannya. Perlu diketahui bahwa perjanjian damai yang sudah disepakati itu tidak bisa dibatalkan secara sepihak. Jika ada pihak yang tidak menyetujui isi perjanjian itu, maka pembatalan perjanjian itu harus atas persetujuan kedua belah pihak. Syarat-syarat sahnya suatu perjanjian damai dapat diklasifikasi kepada bebarapa hal sebagai berikut: a. Hal yang menyangkut subyek Tentang subyek atau orang yang melakukan perdamaian harus orang cakap bertindak menurut hukum. Selain dari itu orang yang melaksanakan perdamaian harus orang yang mempunyai kekuasaan atau mempunyai wewenang untuk melepaskan haknya atau hal-hal yang dimaksudkan dalam perdamaian tersebut. Belum tentu setiap orang yang cakap bertindak mempunyai kekuasaan atau wewenang. Orang yang cakap bertindak menurut hukum tetapi tidak mempunyai wewenang untuk memiliki seperti pertama: wali atas harta PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
135
benda orang yang berada dibawah perwaliannya, kedua: pengampu atas harta benda orang yang berada di bawah pengampuannya, ketiga: nazir (pengawas) wakaf atas hak milik wakaf yang ada di bawah pengawasannya. b. Hal yang menyangkut obyek Tentang obyek dari perdamaian harus memenuhi ketentuan yakni pertama: berbentuk harta, baik berwujud maupun yang tidak berwujud seperti hak milik intelektual, yang dapat dinilai atau dihargai, dapat diserah terimakan dan bermanfaat, kedua: dapat diketahui secara jelas sehingga tidak melahirkan kesamaran dan ketidakjelasan, yang pada akhirnya dapat pula melahirkan pertikaian baru terhadap obyek yang sama. c. Persoalan yang boleh didamaikan (di-sulh-kan) Para ahli hukum Islam sepakat bahwa halhal yang dapat dan boleh didamaikan hanya dalam bentuk pertikaian harta benda yang dapat dinilai dan sebatas hanya kepada hak-hak manusia yang dapat diganti. Dengan kata lain, persoalan perdamaian itu hanya diperbolehkan dalam bidang muamalah saja, sedangkan hal-hal yang menyangkal hak-hak Allah tidak dapat didamaikan. d. Pelaksana perdamaian Pelaksana perjanjian damai bisa dilaksanakan dengan dua cara, yakni diluar sidang Pengadilan atau melalui sidang Pengadilan. Diluar sidang Pengadilan, penyelesaian sengketa dapat dilaksanakan baik oleh mereka sendiri (yang PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
136
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
melakukan perdamaian) tanpa melibatkan pihak lain, atau meminta bantuan orang lain untuk menjadi penengah (wasit), itulah yang kemudian disebut dengan arbitrase, atau dalam syari’at Islam disebut dengan hakam. Pelaksanaan perjanjian damai melalui sidang Pengadilan dilangsungkan pada saat perkara sedang diproses dalam sidang Pengadilan. Dalam ketentuan perundang-undangan ditentukan bahwa sebelum perkara diproses, atau dapat juga selama diproses bahkan sudah diputus oleh Pengadilan tetapi belum mempunyai kekuatan hukum tetap, hakim harus menganjurkan agar para pihak yang bersengketa supaya berdamai. Seandainya hakim berhasil mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa, maka dibuatlah putusan perdamaian, kedua belah pihak yang melakukan perdamaian itu dihukum untuk mematuhi perdamaian yang telah mereka sepakati. Perjanjian perdamaian (sulh) yang dilaksanakan sendiri oleh kedua belah pihak yang berselisih atau bersengketa, dalam praktek dibeberapa negara Islam, terutama dalam hal perbankan Syari’ah disebut dengan “tafawud” dan “taufiq” (perundingan dan penyesuaian). Kedua hal yang terakhir ini biasanya dipakai dalam mengatasi persengketaan antara intern Bank, khususnya Bank dan lembaga-lembaga keuangan pemerintah2. 2 Asyur Abdul Jawad Abdul Hamid, An Nidham Lil Bunuk al Islami, Al Ma’had al Alamy lil Fikr al Islamy, Cairo,Mesir,1996,hal.230 PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
2.
137
Tahkim (Arbitrase) Dalam perspektif Islam, “arbitrase” dapat dipadankan dengan istilah “tahkim”. Tahkim sendiri berasal dari kata “hakkama”. Secara etimologi, tahkim berarti menjadikan seseorang sebagai pencegah suatu sengketa3. Secara umum, tahkim memiliki pengertian yang sama dengan arbitrase yang dikenal dewasa ini yakni pengangkatan seseorang atau lebih sebagai wasit oleh dua orang yang berselisih atau lebih, guna menyelesaikan perselisihan mereka secara damai, orang yang menyelesaikan disebut dengan “Hakam”. Menurut Abu al Ainain Fatah Muhammad4 pengertian tahkim menurut istilah fiqih adalah sebagai bersandarnya dua (2) orang yang bertikai kepada seseorang yang mereka ridhai keputusannya untuk menyelesaikan pertikaian para pihak yang bersengketa. Sedangkan menurut Said Agil Husein al Munawar5 pengertian “tahkim” menurut kelompok ahli hukum Islam mazhab Hanafiyah adalah memisahkan persengketaan atau menetapkan hukum diantara manusia dengan ucapan yang mengikat kedua belah pihak yang bersumber dari pihak yang mempunyai kekuasaan secara umum. Sedangkan pengertian “tahkim” menurut ahli hukum dari kelompok Syafi’iyah yaitu memisahkan pertikaian antara pihak yang bertikai atau lebih dengan hukum Allah atau menyatakan dan
3 Liwis Ma’luf, Al Munjid al Lughoh wa al-A’lam, Daar al Masyriq, Bairut,tt,hal.146. 4 Abu al Ainain Fatah Muhammad, Al Qadha wa al Itsbat fi al Fiqh al Islami, Darr Al Fikr, Kairo, Mesir,1976,hal.84 5 Said Agil Husein al Munawar, Pelaksanaan Arbitrase di Dunia Islam,Dalam Arbitrase Islam di Indonesia,BAMUI & BMI, Jakarta,1994,hal.48-49 PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
138
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
menetapkan hukum syara’ terhadap suatu peristiwa yang wajib dilaksanakannya. Lembaga arbitrase telah dikenal sejak zaman pra Islam. Pada saat itu meskipun belum terdapat sistem Peradilan Islam yang terorganisir, setiap ada persengketaan mengenai hak milik, hak waris dan hakhak lainnya seringkali diselesaikan melalui juru damai (wasit) yang ditunjuk oleh mereka yang bersengketa. Lembaga perwasitan ini terus berlanjut dan dikembangkan sebagai alternatif penyelesaian sengketa dengan memodifikasi yang pernah berlaku pada masa pra Islam. Tradisi arbitrase ini lebih berkembang pada masyarakat Mekkah sebagai pusat perdagangan untuk menyelesaikan sengketa bisnis diantara mereka. Ada juga yang berkembang di Madinah, tetapi lebih banyak dalam kasus-kasus yang berhubungan dengan pertanian, sebab daerah Madinah dikenal dengan daerah agraris. Nabi Muhammad SAW sendiri sering menjadi mediator dalam berbagai sengketa yang terjadi baik di Mekkah maupun di Madinah. Ketika daerah sudah berkembang lebih luas, mediator ditunjuk dari kalangan shahabat dan dalam menjalan tugasnya tetap berpedoman pada al Qur’an, al Hadis dan ijtihad menurut kemampuannya. Sebabnya hukum Islam melembagakan Tahkim sebagai tatanan yang positif karena tahkim (arbitrase) mengandung nilai-nilai positif dan konstruktif sebagai berikut6: a. Kedua pihak menyadari sepenuhnya perlunya 6 Rahmat Rosyadi, M.H. dan Ngatino. S.H., M.H., Arbitrase dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,2002,hal 108-109 PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
139
penyelesaian yang terhormat dan bertanggung jawab. b. Secara suakrela mereka menyerahkan penyelesaian persengketaan itu kepada orang atau lembaga yang disetujui dan dipercayainya. c. Secara sukarela mereka akan melaksanakan putusan dan arbiter, sebagai konsekuensi atas kesepakatan mereka mengangkat Arbiter, kesepakatan mengandung janji dan janji itu harus ditepati (Q.17:24). d. Mereka mengahargai hak orang lain, sekalipun orang lain itu adalah lawannya. e. Meraka tidak ingin merasa benar sendiri (bener sak karepe dewe) dan mengabaikan kebenaran yang mungkin ada pada orang lain. f. Mereka memiliki kesadaran hukum dan sekaligus kesadaran bernegara/bermasyarakat, sehingga dapat dihindari tindakan main hakim sendiri (eigenrechting). g. Sesungguhnya pelaksanaan tahkim/Arbitrase itu didalamnya terkandung makna musyawarah dan perdamaian. Selain dari hal tersebut di5atas, berkaitan dengan arbitrase syariah, ada beberapa pendapat pakar hukum sebagai berikut: a. H. Pranowo Gandasubrata7, mengatakan bawa undang-undang itu kadang-kadang terasa kejam atau kaku, karena undang-undang itu untuk 7 Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI), (Sambutan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia pada Peresmian Badan Arbitrase Muamalat Indonesia). 1994, Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI), Jakarta,hal.10 PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
140
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
kepastian hukum harus diterapkan, tetapi saya rasa melalui arbitrase, sisi kejam dari suatu penerapan hukum dapat diatasi dengan penerapan musyawarah dan mufakat bernafaskan Islam. Untuk itulah saya harapkan dan saya rasa Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) akan subur berkembang apabila benar-benar para arbiter dalam membuat putusan benar-benar mengaryakan sesuatu yang sebaik-baiknya, sehingga kepercayaan umat semakin bertambah dan Badan Arbitrase Muamalat Indonsia (BAMUI) akan berkembang dan memenuhi haapan masyarakat. b. Sayyid Sabiq8, bahwa penghormatan terhadap perjanjian menurut Islam hukumnya wajib, melihat pengaruhnya yang positif dan perannya yang sangat besar dalam memelihara perdamaian dan melihat urgensinya dalam mengatasi kemusykilan, menyelesaikan perselisihan dan menciptakan kerukunan. c. H. Hartono Mardjono9, bahwa adanya ”lembaga permanen” yang berfungsi untuk menyelesaikan kemungkinan terjadinya sengketa perdata diantara bank-bank syariat dengan para nasabahnya, atau khususnya menggunakan jasa mereka, dan umumnya antara sesama umat Islam yang melakukan hubungan-hubungan keperdatan yang menjadikan syariat sebagai dasarnya adalah suatu kebutuhan yang sungguh-sungguh nyata. 8 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 11,PT Al Ma’arif, Bandung,1987,hal.173. 9 H.Hartono Madjono,Menegakkan Syari’at Islam dalam Konteks Ke Indonesiaan,Midan, 1997,Bandung,1981,Cet.2,hal.66.. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
141
d. Rachmadi Usman10, mengatakan bahwa kelahiran badan arbitrase berdasarkan syariat Islam tersebut disambut hangat oleh berbagai pihak, bukan saja dilatar-depani oleh maraknya kesadaran dan keinginan umat terhadap pelaksanaan hukum Islam, melainkan juga didorong oleh suatu kebutuhan riil adanya praktek peradilan perdata secara perdamaian selaras dengan perkembangan ekonom keuangan dikalangan ummat Islam .... ” Ruang lingkup arbitrase hanya terkait dengan persoalan yang menyangkut “huququl Ibad” (hak-hak perorangan) secara penuh, yaitu aturan-aturan hukum yang mengatur hak-hak perorangan yang berkaitan dengan harta bendanya. Umpamanya kewajiban mengganti rugi atas diri seseorang yang telah merusak harta orang lain, hak seorang pemegang gadai dalam pemeliharaannya, hak-hak yang menyangkut jual-beli, sewa menyewa dan hutang-piutang. Oleh karena tujuan dari Arbitrase itu hanya menyelesaikan sengketa dengan jalan damai, maka sengketa yang bisa diselesaikan dengan jalan damai itu hanya yang menurut sifatnya menerima untuk didamaikan yaitu sengketa yang menyangkut dengan harta benda dan yang sama sifatnya dengan itu sebagaimana yang telah diuraikan di atas. Menurut Wahbah Az Zuhaili11, para ahli hukum Islam dikalangan mazhab Hanabilah berpendapat bahwa tahkim berlaku dalam masalah harta benda, qisas, hudud, nikah, li’an baik yang menyangkut hak 10 Rachmadi Usman, Hukum Ekonomi dalam Dinamika, Djambatan,2000,hal. 100 11 Wahbah Az Zuhaili,Al Fiqh al Islam wa Adillatuhu, Juz IV (2005) Dar El Fikr, Damaskus Syria, hal.752 PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
142
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
Allah dan hak manusia, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ahmad al Qadhi Abu Ya’la (salah seorang mazhab ini) bahwa tahkim dapat dilakukan dalam segala hal, kecuali dalam bidang nikah, li’an, qazdaf dan qisas. Sebaliknya ahli hukum dikalangan mazhab Hanafiyah berpendapat bahwa tahkim itu dibenarkan dalam segala hal kecuali dalam bidang hudud dan qisas, Sedangkan dalam bidang ijtihad hanya dibenarkan dalam bidang muamalah, nikah dan talak saja. Ahli hukum Islam dikalangan mazhab Malikiyah mengatakan bahwa tahkim dibenarkan dalam syari’at Islam hanya dalam bidang harta benda saja tetapi tidak dibenarkan dalam bidang hudud, qisas dan li’an, karena masalah ini merupakan urusan Peradilan. Pendapat yang terakhir ini adalah pendapat yang sering dipakai oleh kalangan ahli hukum Islam. Untuk menyelesaikan perkara yang timbul dalam kehidupan masyarakat, termasuk juga dalam bidang ekonomi syari’ah. Pendapat ini adalah sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Ibnu Farhum12 bahwa wilayah tahkim itu hanya yang berhubungan dengan harta benda saja, tidak termasuk dalam bidang hudud dan qisas. Di Indonesia sebagaimana tersebut dalam pasal 66 huruf b Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang ADR dijelaskan bahwa sengketa-sengketa yang tidak dapat diselesaikan oleh lembaga arbitrase adalah sengketa-sengketa yang menurut peraturan perundangundangan tidak dapat diadakan perdamaian. Ruang lingkup ekonomi yang mencakup perniagaan, 12 Muhammad Ibnu Farhum,Tabsirah al Hukkam fi Ushul al Qhadhiyah wa Manahij al Ahkam, Darr al Maktabah al Ilmiah,Jilid I,Bairut,Libanon,1031,tt.Hal.19 PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
3.
143
perbankan, keuangan, penanaman modal, industri, hak kekayaan intelektual dan sejenisnya termasuk yang bisa dilaksanakan arbitrase dalam menyelesaikan sengketa yang timbul dalam pelaksanannya. Para ahli hukum Islam dikalangan mazhab Hanafiyah, Malikiyah, dan Hambaliyah sepakat bahwa segala apa yang menjadi keputusan hakam (arbitrase) langsung mengikat kepada pihak-pihak yang bersengketa, tanpa lebih dahulu meminta persetujuan kedua belah pihak. Pendapat ini juga didukung oleh sebagian ahli hukum dikalangan mazhab Syafi’i. Alasan mereka ini didasarkan kepada hadis Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa, apabila mereka sudah sepakat mengangkat hakam untuk menyelesaikan persengketaan yang diperselisihkannya, kemudian putusan hakam itu tidak mereka patuhi, maka bagi orang yang tidak mematuhinya akan mendapat siksa dari Allah SWT. Disamping itu, barang siapa yang diperbolehkan oleh syari’at untuk memutus suatu perkara, maka putusannya adalah sah, oleh karena itu putusannya mengikat, sama halnya dengan hakim di Pengadilan yang telah diberi wewenang oleh penguasa untuk mengadili suatu perkara. Wilayat al Qadha (Kekuasaan Kehakiman) a. Al Hisbah Al Hisbah adalah lembaga resmi negara yang diberi wewenang untuk menyelesaikan masalahmasalah atau pelanggaran ringan yang menurut sifatnya tidak memerlukan proses peradilan
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
144
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
untuk menyelesaikannya. Menurut Al Mawardi13 Kewenangan lembaga Hisbah ini tertuju kepada tiga hal yakni pertama: dakwaan yang terkait dengan kecurangan dan pengurangan takaran atau timbangan, kedua: dakwaan yang terkait dengan penipuan dalam komoditi dan harga seperti pengurangan takaran dan timbangan di pasar, menjual bahan makanan yang sudah kadaluarsa dan ketiga: dakwaan yang terkait dengan penundaan pembayaran hutang padahal pihak yang berhutang mampu membayarnya. Dari uraian tersebut diatas dapat diketahui bahwa kekuasaan al Hisbah ini hanya terbatas pada pengawasan terhadap penunaian kebaikan dan melarang orang dari kemunkaran. Menyuruh kepada kebaikan terbagi kepada tiga bagian, yakni pertama: menyuruh kepada kebaikan yang terkait dengan hak-hak Allah misalnya menyuruh orang untuk melaksanakan sholat jumat jika ditempat tersebut sudah cukup orang untuk melaksanakannya dan menghukum mereka jika terjadi ketidak beresan pada penyelenggaraan sholat jum’at tersebut, kedua: terkait dengan hakhak manusia, misalnya penanganan hak yang tertunda dan penundaan pembayaran hutang. Munasib berhak menyuruh orang yang mempunyai hutang untuk segera melunasinya, ketiga: terkait dengan hak bersama antara hak-hak Allah dan hak-hak manusia, misalnya menyuruh para wali 13
Imam Al Mawardi,Al Ahkam al Sulthaniyyah,Darr al Fikr,Bairut,Libanon,1960,hal.134 PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
145
menikahkan gadis-gadis yatim dengan orang lakilaki yang sekufu, atau mewajibkan wanita-wanita yang dicerai untuk menjalankan iddah-nya. Para Muhtasib berhak menjatuhkan ta’zir kepada wanita-wanita itu apabila ia tidak mau menjalankan iddah-nya. b. Al Madzalim Badan ini dibentuk oleh pemerintah untuk membela orang-orang teraniaya akibat sikap semena-mena dari pembesar negara atau keluarganya, yang biasanya sulit untuk diselesaikan oleh Pengadilan biasa dan kekuasaan hisbah. Kewenangan yang dimiliki oleh lembaga ini adalah menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran hukum yang dilakukan oleh aparat atau pejabat pemerintah seperti sogok-menyogok, tindakan korupsi dan kebijakan pemerintah yang merugikan masyarakat. Orang yang berwenang menyelesaikan perkara ini disebut dengan nama wali al Mudzalim atau al Nadlir. Melihat kepada tugas yang dibebankan kepada wilayah al Mudzalim ini, maka untuk diangkat sebagai pejabat dalam lingkungan al Mudzalim ini haruslah orang yang pemberani dan sanggup melakukan hal-hal yang tidak sanggup dilakukan oleh hakim biasa dalam menundukkan pejabat dalam sengketa. Seseorang yang pengecut dan tidak berwibawa tidak layak untuk diangkat sebagai pejabat yang melakukan tugas-tugas di lingkungan al Mudzalim. Tugas-tugas al Mudzalim pernah PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
146
dilakukan oleh Rasulullah SAW sendiri, namun badan ini baru berkembang pada pemerintahan Bani Umayyah pada masa pemerintahan Abdul Malik Ibn Marwan. Menurut Al Mawardi14 bahwa Abdul Malik Ibn Marwan adalah orang yang pertama sekali mendirikan badan urusan al Mudzalim dalam pemerintahan Islam, khususnya dalam pemerintahan Bani Umayyah. Kemudian Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz memperbaiki kinerja lembaga al Mudzalim ini dengan mengurus dan membela harta rakyat yang pernah dizalimi oleh para pejabat kekuasaan sebelumnya. Lembaga ini sangat berwibawa dan tidak segan-segan menghukum para pejabat yang bertindak zalim kepada masyarakat. c. Al Qadha (Peradilan) Menurut arti bahasa, al Qadha berarti memutuskan atau menetapkan. Menurut istilah berarti “menetapkan hukum syara’ pada suatu peristiwa atau sengketa untuk menyelesaikannya secara adil dan mengikat”. Adapun kewenangan yang dimiliki oleh lembaga ini adalah menyelesaikan perkara-perkara tertentu yang berhubungan dengan masalah al ahwal asy syakhsiyah (masalah keperdataan, termasuk didalamnya hukum keluarga), dan masalah jinayat (yakni hal-hal yang menyangkut pidana)15. Orang yang diberi wewenang menyelesaikan perkara di Pengadilan disebut dengan qadhi 14 Al Mawardi,Opcit,hal.244 15 Ibid PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
147
(hakim). Dalam catatan sejarah Islam, seorang yang pernah menjadi qadhi (hakim) yang cukup lama adalah al Qadhi Syureih. Beliau memangku jabatan hakim selama dua periode sejarah, yakni pada masa penghujung pemerintah Khulafaurrasyidin (masa Khalifah Ali Ibn Abi Thalib) dan masa awal dari pemerintahan Bani Umayyah. Disamping tugastugas menyelesaikan perkara, para hakim pada pemerintahan Bani Umayyah juga diberi tugas tambahan yang bukan berupa penyelesaian perkara, misalnya menikahkan wanita yang tidak punya wali, pengawasan baitul mall dan mengangkat pengawas anak yatim. Melihat ketiga wilayah al Qadha (kekuasaan kehakiman) sebagaimana tersebut diatas, bila dipadankan dengan kekuasaan kehakiman di Indonesia, nampaknya dua dari tiga kekuasaan kehakiman terdapat kesamaan dengan Peradilan yang ada di Indonesia. Dari segi substansi dan kewenangannya, wilayah al mudzalim bisa dipadankan dengan Peradilan Tata Usaha Negara, wilayah al Qadha bisa dipadankan dengan lembaga Peradilan Umum dan Peradilan Agama. Sedangkan wilayatul al Hisbah secara substansi tugasnya mirip dengan polisi atau Kamtibmas, Satpol PP. C. Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Berdasarkan Tradisi Hukum Positif Indonesia 1. Perdamaian dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR) PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
148
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
Konsep sulh (perdamaian) sebagaimana yang tersebut dalam berbagai kitab fikih merupakan satu dokrin utama hukum Islam dalam bidang muamalah untuk menyelesaikan suatu sengketa, dan ini sudah merupakan conditio sine quo non dalam kehidupan masyarakat manapun, karena pada hakekatnya perdamaian bukalah suatu pranata positif belaka, melainkan lebih berupa fitrah dari manusia. Segenap manusia menginginkan seluruh aspek kehidupannya nyaman, tidak ada yang mengganggu, tidak ingin dimusuhi, ingin damai dan tenteram dalam segala aspek kehidupan. Dengan demikian institusi perdamaian adalah bagian dari kehidupan manusia. Pemikiran kebutuhan akan lembaga sulh (perdamaian) pada zaman modern ini tentunya bukanlah suatu wacana dan cita-cita yang masih utopis, melainkan sudah masuk ke wilayah praktis. Hal ini dapat dilihat dengan marak dan populernya Alternative Dispute Resolution (ADR). Untuk kontek Indonesia, perdamaian telah didukung keberadaannya dalam hukum positif yakni Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Dengan adanya pengaturan secara positif mengenai perdamaian, maka segala hal yang berkaitan dengan perdamaian baik yang masih dalam bentuk upaya, proses tehnis pelaksanaan hingga pelaksanaan putusan dengan sendirinya telah sepenuhnya didukung oleh negara. Dasar hukum penyelesaian sengketa diluar Pengadilan dapat disampaikan sebagai berikut: PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
149
a. Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 berbunyi: “Semua peradilan di seluruh wilayah Republik Indonesia adalah Peradilan Negara dan ditetapkan dengan undang-undang”. Penjelasan Pasal 3 ayat (1): Pasal ini mengandung arti, bahwa disamping Peradilan Negara, tidak diperkenankan lagi adanya peradilan-peradilan yang dilakukan oleh bukan Badan Peradilan Negara. Penyelesaian perkara diluar Pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui wasit (arbitrase) tetap diperbolehkan. 1) Pasal 1851 KUHPerdata menyatakan: “Perdamaian adalah suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung ataupun mencegah timbulnya suatu perkara. Persetujuan ini tidaklah sah, melainkan jika dibuat secara tertulis”. 2) Pasal 1855 KUHPerdata: “Setiap perdamaian hanya mengakhiri perselisihan-perselisihan yang termaktub didalamnya, baik para pihak merumuskan maksud mereka dalam perkaraan khusus atau umum, maupun maksud itu dapat disimpulkan sebagai akibat mutlak satusatunya dari apa yang dituliskan”. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
150
3)
4)
Pasal 1858 KUHPerdata: “Segala perdamaian mempunyai diantara para pihak suatu kekuatan seperti suatu putusan hakim dalam tingkat yang penghabisan. Tidak dapatlah perdamaian itu dibantah dengan alasan klekhilafan mengenai hukum atau dengan alasan bahwa salah satu pihak dirugikan” Alternatif penyelesaian sengketa hanya diatur dalam satu pasal yakni Pasal 6 UndangUndang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang berbunyi: a) Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri. b) Penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui alternatif penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselesaikan dalam pertemuan langsung oleh para pihak dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dan hasilnya dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis. c) Dalam hal sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
d)
e)
f)
g)
151
tidak dapat diselesaikan, maka atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator. Apabila para pihak tersebut dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari dengan bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator tidak berhasil mencapai kata sepakat, atau mediator tidak berhasil mempertemukan kedua belah pihak, maka para pihak dapat menghubungi sebuah lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa untuk menunjuk seorang mediator. Setelah penunjukan mediator oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa, dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari usaha mediasi harus sudah dapat dimuat. Usaha penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui mediator sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dengan memegang teguh kerahasiaan, dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari harus tercapai kesepakatan dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh semua pihak yang terkait. Kesepakatan penyelesaian sengketa atau
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
152
5)
6)
beda pendapat secara tertulis adalah hal dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik serta wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penandatangan. h) Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud ayat (7) wajib selesai dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran. i) Apabila usaha perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan ayat (6) tidak dapat dicapai, maka para pihak berdasarkan kesepakatan tertulis dapat mengajukan usaha penyelesaian melalui lembaga arbitrase atau arbitrase ad-hoc. Ayat (7) dari Pasal 6 tersebut diatas mewajibkan didaftarkannya perjanjian perdamaian di Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 hari sejak penandatangan. Perjanjian tersebut bersifat final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik. Bagaimana halnya bilah salah satu pihak tidak melaksanakan perjanjian tersebut? Perjanjian perdamaian yang dituangkan dalam sebuah Akta Notaris merupakan akta otentik.
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
153
Penyelesaian sengketa melalui gugatan di Pengadilan diawali dengan upaya mendamaikan para pihak yang dilakukan oleh para hakim (Pasal 130 HIR). Apakah ketentuan tersebut bersifat imperatif ? Pasal 131 ayat (1) HIR berbunyi: ”Jika kedua belah pihak datang, akan tetapi mereka tidak dapat diperdamaikan (hal ini harus disebutkan dalam proses verbal persidangan), maka surat yang dimasukkan oleh mereka itu dibacakan dan seterusnya”. Jika upaya mendamaikan sebagaimana yang dimaksud oleh Pasal 130 ayat (1) HIR berhasil, maka dibuatkan perjanjian perdamaian yang diajukan ke sidang Pengadilan (acte van vergelijk), dimana para pihak wajib mentaati/memenuhi perjanjian tersebut, berkekuatan sebagai putusan hakim yang tidak dapat dimintakan Banding (Pasal 130 ayat (3)). Dan oleh karena terhadap putusan perdamaian tersebut tidak dapat dimintakan Banding maka sesuai dengan Pasal 43 (1) Undang-Undang No. 14 Tahun 1985, juga tidak dapat dimintakan Kasasi. Manfaat putusan perdamaian: • Putusan tersebut bersumber pada kesepakatan para pihak yang bersengketa (win-win solution). • Putusan tersebut langsung berkekuatan hukum tetap, karenanya jika ada pihak yang lalai atau tidak bersedia melaksanakan perjanjian tersebut, maka atas permohonan pihak PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
154
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
lainnya putusan tersebut dapat dieksekusi oleh pengadilan. • Secara tidak langsung membatasi perkaraperkara Kasasi. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dapat dikatakan sebagai wujud yang paling riil dan lebih spesifik dalam upaya negara mengaplisikan dan menyosialisasikan institusi perdamaian dalam sengketa bisnis. Dalam undangundang ini pula dikemukakan bahwa negara memberi kebebasan kepada masyarakat untuk menyelesaikan masalah sengketa bisnisnya diluar Pengadilan, baik melalui konsultasi, mediasi, negosiasi, konsiliasi atau penilaian para ahli. Menurut Suyud Margono16 kecenderungan memilih Alternative Dispute Resolution (ADR) oleh masyarakat dewasa ini didasarkan atas pertimbangan pertama: kurang percaya pada sistem pengadilan dan pada saat yang sama sudah dipahaminya keuntungan mempergunakan sistem arbitrase dibanding dengan Pengadilan, sehingga masyarakat pelaku bisnis lebih suka mencari alternatif lain dalam upaya menyelesaikan berbagai sengketa bisnisnya yakni dengan jalan Arbitrase, kedua: kepercayaan masyarakat terhadap lembaga arbitrase khususnya BANI mulai menurun yang disebabkan banyaknya klausul-klausul arbitrase yang tidak berdiri sendiri sendiri, melainkan 16 Suyud Margono,ADR dan Arbitrase,Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum,Ghalia Indonesia,Jakarta,2000,hal.82 PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
155
mengikuti dengan klausul kemungkinan pengajuan sengketa ke Pengadilan jika putusan arbitrasenya tidak berhasil diselesaikan. Dengan kata lain, tidak sedikit kasus-kasus sengketa yang diterima oleh Pengadilan merupakan kasus-kasus yang sudah diputus oleh arbitrase BANI. Dengan demikian penyelesaian sengketa dengan cara ADR merupakan alternatif yang menguntungkan. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Perkara mengatur tentang penyelesaian sengketa diluar Pengadilan, yakni melalui konsultasi, mediasi, negosiasi, konsiliasi dan penilaian ahli. Undang-Undang ini tidak seluruhnya memberikan pengertian atau batasan-batasan secara rinci dan jelas. Disini akan dijelaskan tentang pengertian singkat tentang bentuk-bentuk ADR sebagai berikut: 1) Konsultasi Black’s Law Dictionary memberi pengertian Konsultasi adalah “aktivitas konsultasi atau perundingan seperti klien dengan penasehat hukumnya”. Selain itu konsultasi juga dipahami sebagai pertimbangan orang-orang (pihak) terhadap suatu masalah. Konsultasi sebagai pranata ADR dalam prakteknya dapat berbentuk menyewa konsultan untuk dimintai pendapatnya dalam upaya menyelesaikan suatu masalah. Dalam hal ini PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
156
2)
konsultasi tidak dominan melainkan hanya memberikan pendapat hukum yang nantinya dapat dijadikan rujukan para pihak untuk menyelesaikan sengketanya. Negosiasi (Perundingan). Dalam Business Law, Prinsiples, Cases and Policy yang disusun oleh Mark E. Roszkowski disebutkan: Negosiasi proses yang dilakukan oleh dua pihak dengan permintaan (kepentingan) yang saling berbeda dengan membuat suatu persetujuan secara kompromis dan memberikan kelonggaran. Bentuk ADR seperti ini memungkinkan para pihak tidak turun langsung dalam bernegosiasi yaitu mewakilkan kepentingannya kepada masingmasing negosiator yang telah ditunjuknya untuk melakukan secara kompromistis dan saling melepas atau memberikan kelonggarankelonggaran demi tercapainya penyelesaian secara damai. Bentuk negosiasi hanya dilakukan diluar pengadilan, tidak seperti perdamaian dan konsiliasi yang dapat dilakukan pada setiap saat, baik sebelum proses persidangan (ligitasi) maupun dalam proses pengadilan dan dapat dilakukan didalam maupun diluar pengadilan. Agar mempunyai kekuatan mengikat, kesepakatan damai melalui negosiasi ini wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam jangka waktu 30 hari terhitung
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
157
setelah penandatangannya dan dilaksanakan dalam waktu 30 hari terhitung sejak pendaftarannya sebagaimana yang diatur dalam pasal 6 ayat 7 dan 8 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Secara garis besar ada dua jenis negoisasi: a) Positional Negotiation yang meliputi: • Nilai akhir kesepakatan yang menjadi tujuan. • Proses tawar menawar menjadi ciri khas. • Keberhasilan ditentukan berdasarkan kedekatan antara nilai yang diinginkan dengan nilai akhir yang disepakati. • Adanya perasaan menang atau kalah. Asumsi yang dipakai: • Nilai awal selalu bukan nilai yang sebenarnya. • Informasi dari pihak lawan tidak seluruhnya benar. • Kalau saya mengalah maka pihak lawan seharusnya mengalah juga. • Solusi nilai tengah. • Referensi lain sebagai perbandingan. • Posisi bertahan atau turun sedikitsedikit. Taktik yang sering digunakan. • Tuntutan awal yang tinggi. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
158
• •
Pernyataan tawaran akhir. Permainan emosi (argumen dan ancaman). • Menciptakan pra syarat. • Mencari kelemahan. • Memainkan waktu (harus segera atau memperlambat). • Pembatasan informasi, fakta dan ketertarikan. • Mengubah tawaran ketika kesepakatan hampir tercapai. • Perlu berkonsultasi dengan pihak ketiga untuk memutuskan. • Take it or leave it. • Memperdaya pihak lawan. • Good guy – Bad guy. b) Interest Based Negotiation (IBN) yang meliputi: • Identifikasi permasalahan & keinginan. • Saling berbagi informasi tentang keinginan, kekhawatiran dan posisi masing-masing. • Bersama-sama memecahkan permasalahan untuk mencapai tujuan dan keinginan kedua belah pihak. Langkah-langkah IBN (Fisher & Ury Getting to Yes) terdiri dari: Pisahkan Antara Masalah Dengan Individu. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
159
•
Pilih kata-kata atau tindakan yang tidak menyinggung perasaan, jaga hubungan. • Pahami persepsi mereka. • Perhatikan keinginan mendasar mereka. • Jaga ego dan harga diri pihak lawan. • Sikapi emosi mereka dengan cermat. Fokus kepada kepentingan bukan posisi. • Temukan hal, kekhawatiran, ketakutan atau keinginan yang mendorong posisi. • Mengapa..., mengapa... mengapa...? • Kepentingan: • Keuangan. • Nama baik/ketenaran. • Penghargaan. • Keamanan. Cari Alternatif Menguntungkan Kedua Belah Pihak. • Adakah kepentingan bersama? • Adakah persepsi, informasi atau fakta yang berbeda? • Apa yang mereka lebih sukai sebagai jalan keluar? Merujuk Kepada Standar. • Bagaimana standarnya? • Harga Pasar. • Penilaian ahli atau pihak ketiga yang independen. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
160
• • •
3)
Transaksi sebelumnya. Tradisi. Standar-standar lain yang dapat dipakai sebagai rujukan. • Bagaimana proses atau prosedurnya? • Satu yang membagi, satunya lagi yang memilih. Pahami BATNA anda. • BATNA (Best Alternative to a Negotiated Agreement). • Alternatif apa yang anda milik kalau kesepakatan negoisasi tidak tercapai. • Kesepakatan harus lebih baik dari pada alternatif yang telah ada tanpa harus negosiasi. • Merupakan standar rujukan atas setiap kesepakatan yang dinegosiasikan. Konsiliasi (Permufakatan). Bangsa yang pertama kali mempraktekkan Konsiliasi adalah negara Jepang dan dikenal dengan sebutan ”Chotel”. Penyelesaian Sengketa model ini sudah dikenal sejak zaman Tokugawa sampai sekarang ini. Dalam Black’s Law Dictionary dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan konsiliasi adalah penciptaan penyesuaian pendapat dan penyelesaian suatu sengketa dengan suasana persahabatan dan tanpa ada rasa permusuhan yang dilakukan di
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
161
pengadilan sebelum dimulainya persidangan dengan maksud untuk menghindari proses legitasi. Dalam Kamus Besar Bahasa 17 Indonesia , konsiliasi diartikan sebagai usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan menyelesaikan perselisihan. Konsiliasi dapat juga diartikan sebagai upaya membawa pihakpihak yang bersengketa untuk menyelesaikan permasalahan antara kedua belah pihak secara negosiasi. Menurut Oppenheim sebagaimana yang dikutip oleh Huala Adolf18, konsiliasi adalah proses penyelesaian sengketa dengan menyerahkannya kepada suatu komisi orang-orang yang bertugas untuk menguraikan/menjelaskan fakta-fakta dan (biasanya setelah mendengar para pihak dan menguapayakan agar mereka mencapai suatu kesepakatan), membuat usulan-usulan untuk suatu penyelesaian, namun keputusan tersebut tidak mengikat. Seperti pranata alternatif penyelesaian sengketa yang lain, konsiliasipun tidak dirumuskan secara jelas dalam UndangUndang No. 30 Tahun 1999. Konsiliasi sebagai suatu bentuk alternatif penyelesaian sengketa diluar pengadilan adalah suatu tindakan atau 17 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,1997. hal…. 18 Huala Adolf dan A. Chandrawulan, Masalah-masalah Hukum dalam Perdagangan Internasional, PT. Raja Grafindo Persada,Jakarta,1994.hal.186 PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
162
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
proses untuk mencapai permufakatan atau perdamaian diluar pengadilan. Konsiliasi berfungsi untuk mencegah dilaksanakan proses litigasi, juga dapat digunakan dalam setiap tingkat peradilan yang sedang berjalan, baik didalam maupun diluar pengadilan, dengan pengecualian untuk hal-hal atau sengketa dimana telah diperoleh suatu putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.19 Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa pada dasarnya konsiliasi adalah bentuk ADR yang dapat dilakukan dalam proses non ADR, yaitu litigasi dan arbitrase. Dengan kata lain yang dimaksud dengan ADR berbentuk Konsiliasi merupakan institusi perdamaian yang bisa muncul dalam proses pengadilan dan sekaligus menjadi tugas hakim untuk menawarkannya sebagaimana disebutkan dalam pasal 1851 KUH Perdata. Konsiliasi mempunyai kekuatan hukum mengikat sama dalam konsultasi dan negosiasi, yakni 30 hari terhitung setelah penandatangannya dan dilaksanakan dalam waktu 30 hari terhitung sejak pendaftarannya. (Vide pasal 6 ayat (7) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999). Pada dasarnya konsiliasi memiliki karakteristik yang hampir sama dengan mediasi, hanya saja konsiliator lebih aktif dari 19 Budhy Budiman, Mencari Model Ideal Penyelesaian Sengketa, Kajian Terhadap Praktik Peradilan Perdata dan Undang-Undang No. 30 Tahun 1999. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
163
pada mediator yaitu :20 a) Konsiliasi adalah proses penyelesaian sengketa diluar pengadilan secara kooperatif. b) Konsiliator adalah pihak ketiga yang netral yang terlihat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa di dalam perundingan. c) Konsiliator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian. d) Konsiliator bersifat aktif dan mempunyai kewenangan mengusulkan pendapat dan merancang syarat-syarat kesepakatan di antara para pihak. e) Konsiliator tidak mempunyai kewenangan membuat keputusan selama perundingan berlangsung. f) Tujuan konsiliasi adalah untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa. Proses konsiliasi akan berhasil dengan baik dan optimal apabila beberapa syarat terpenuhi sebagaimana yang berlaku dalam medisasi, sebagaimana dikemukakan Gary Goodpaster sebagai berikut :21 20 Bambang Sutiyoso, Penyelesaian Sengketa Bisnis, Solusi dan Antisipasi bagi Peminat Bisnis Dalam Menghadapi Sengketa Kini dan Mendatang,, Citra Media, Yogyakarta,2006,hlm.93. 21 Ibid,hal 95 dan lihat juga Gary Goodpaster, Tinjauan Terhadap Penyelesaian Sengketa, Dalam Seri Dasar-Dasar Hukum Ekonomi 2, Arbitrase di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1995,hlm.17 PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
164
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
a) Para pihak mempunyai kekuatan tawarmenawar yang sebanding. b) Para pihak menaruh perhatian terhadap hubungan di masa depan. c) Terdapat persoalan yang memungkinkan terjadinya pertukaran (trade offs). d) Terdapat urgensi atau batas waktu untuk penyelesaian. e) Para pihak tidak memiliki permusuhan yang berlangsung lama dan mendalam. f) Apabila para pihak mempunyai pendukung atau pengikut, mereka tidak memiliki pengharapan yang banyak, tetapi dapat dikendalikan. g) Menetapkan preseden atau mempertahankan suatu hak tidak lebih penting dibandingkan menyelesaikan persoalan yang mendesak. h) Jika para pihak berada dalam proses litigasi, kepentingan–kepentingan pelaku lainnya, seperti para pengacara dan penjamin tidak akan diperlakukan lebih baik dibandingkan dengan mediasi. Pada dasarnya tatacara dan prosedur pelaksanaan konsiliasi hampir sama tahapantahapannya sebagimana dilakukan dalam mediasi. Jika mengacu pada The Rule of Conciliation and Arbitration, prosedur konsiliasi sebagai berikut:
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
165
a) Para pihak yang memohon konsiliasi harus mengajukan permohonan kepada Sekretariat Kamar Dagang Internasional dengan mengungkapkan secara ringkas maksud permohonan dan disertai dengan biaya yang ditentukan oleh ketentuan ICC. b) Setelah permohonan diterima oleh sekretariat ICC, sekretariat pengadilan harus secepat mungkin memberitahukan pihak lainnya tentang permohonan konsiliasi tersebut, memberitahukan sekretariat, apakah ia setuju atau menolak untuk berpartisipasi dalam konsiliasi tersebut. c) Apabila pihak lain setuju untuk berpartisipasi dalam konsiliasi, ia harus memberitahukan sekretariat dalam jangka waktu tersebut, jika tidak ada jawaban atau jawabannya negatif (menolak), maka permohonan konsiliasi tersebut dianggap ditolak. Dalam hal ini pihak sekretariat harus segera mungkin memberitahukan kepada pihak yang telah mengajukan permohonan tersebut. d) Pada saat menerima persetujuan untuk berperkara melalui konsiliasi, sekretariat jendral pengadilan harus menunjuk seorang konsiliator sesegera mungkin. e) Konsiliator harus memberitahukan PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
166
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
kepada para pihak tentang penunjukannya dan menetapkan batas waktu kepada para pihak untuk mengemukakan argumentasi mereka kepadanya (Pasal 4). Konsiliator harus melaksanakan proses konsiliasi yang menurutnya cocok atau sesuai dengan memperhatikan prinsip tidak memihak (impartial), kesamaan (equity) dan keadilan (justice). Dalam menentukan tempat diselenggarakannya konsiliasi, maka persetujuan dari para pihak untuk penentuan tersebut sifatnya adalah mutlak. Konsiliator setiap saat dapat meminta kepada salah satu pihak untuk menyerahkan kepadanya informasi tambahan yang menurutnya penting. Para pihak menurut ketentuan ini, jika mereka menginginkan dibantu oleh penasihat hukumnya. f) Sifat kerahasiaan proses konsiliasi harus dihormati oleh setiap orang yang terlibat didalamnya dalam kapasitas apapun. g) Proses konsiliasi berakhir, apabila: • Berdasarkan persetujuan untuk berakhir yang ditandatangani oleh para pihak, persetujuan tersebut harus tetap bersifat rahasia (confidential) kecuali dalam perjanjian tersebut mensyaratkan agar persetujuan tersebut dibuka. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
167
•
4)
Berdasarkan hasil yang dikeluarkan oleh konsiliator mengenai laporan yang menyatakan bahwa upaya untuk berkonsiliasi tidak berhasil. Laporan-laporan demikian itu tidak perlu mencantumkan alasanalasannya. • Berdasarkan pemberitahuan kepada konsiliator oleh satu pihak atau lebih pada saat proses konsiliasi dinyatakan tidak lagi menyelesaikan perkaranya melalui proses konsiliasi. h) Pada saat berakhirnya konsiliasi tersebut, konsiliator harus menyodorkan perjanjian yang ditandatangani oleh para pihak atau memberikan laporan yang berisi tentang kegagalan atau memberikan pemberitahuan dari satu atau lebih pihak yang berisi tentang tidak dilanjutkannya proses konsiliasi. Pemberitahuan-pemberitahuan seperti ini diberikan kepada sekretariat pengadilan (Pasal 8). Mediasi (Penengahan). Berbicara tentang mediasi, yang penting adalah bahwa dalam mediasi itu terdapat keterlibatan pihak ketiga yang independent untuk memberikan fasilitas dari mediasi. Dengan kata lain mediasi adalah negosiasi antara kedua-belah pihak yang dibantu pihak
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
168
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
ketiga yang bersifat netral, namun ia tidak berfungsi sebagai hakim yang berwenang mengambil keputusan. Inisiatif penyelesaian tetap berada pada tanggan para pihak yang bersengketa. Dengan demikian hasil penyelesaiannya bersifat kompromi. Ciri-ciri pokok mediasi adalah pertama: Mediator mengontrol proses negosiasi, kedua: Mediator tidak membuat keputusan, mediator hanya memfasilitasi karena para pihak tidak merasa memiliki keputusan itu, tidak merasa masalahnya diselesaikan dengan cara yang diinginkannya. Mediasi itu semestinya win-win solution sehingga tidak ada banding dalam mediasi. Kesepakatan yang tercapai adalah kesepakatan yang mereka inginkan. Belum tentu yang dirasa baik oleh mediator juga dirasa baik oleh kedua belah pihak. Contoh: ketika seseorang memiliki sengketa misalnya mengenai kerbau, dalam masalah tersebut sebenarnya bukan hanya masalah bagaimana membagi kerbau, tetapi harus dilihat dari mengapa sengketa itu bisa muncul, apakah ada masalah harga diri atau tidak, apa sejarahnya dan apa akar permasalahannya? Dalam proses mediasi, mediator mencoba untuk menyelesaikan akar permasalahannya walaupun tidak secara keseluruhan. Kalau sampai terjadi sesuatu terhadap kesepakatan itu atau kalau nantinya PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
169
implementasi dari kesepakatan itu menjadi sulit atau ternyata hasil kesepakatan itu melanggar peraturan maka mediatorlah yang akan disalahkan. Dalam mediasi para pihak diajak untuk mendiskusikan masalah mereka dan mediator akan memfasilitasi para pihak. Dalam mediasi itu sendiri terdapat beberapa bentuk yang dikenal, antara lain: a) Model yang sangat tradisional adalah Facilitatif Model, yang hanya memberikan fasilitasi kepada pihak-pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan sendiri sengketanya. Jadi pihak-pihak yang bersengketa tersebut diberikan semacam bimbingan. b) Compromise Model lebih memberikan titik awal sebagai positioning bagi para pihak untuk ditingkatkan sehingga akhirnya mencapai kompromi. c) Therapeutic Model ditujukan kepada sengketa-sengketa yang sifatnya lebih kepada sengketa-sengketa keluarga, seperti perceraian antara suami isteri. d) Managerial Model lebih kepada bidangbidang komersial, usaha dan finansial, yang mana model tersebut merupakan suatu model yang lebih kompleks. Dalam model ini biasanya terdapat investasi dari pihak mediator. Secara tradisonal memang mediator tidak memberikan PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
170
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
intervensi, tetapi dalam model ini mediator akan banyak melakukan intervensi dalam artian akan banyak memberikan guidance karena memang mediator merupakan seseorang yang ahli dalam bidang yang bersangkutan. Misalnya pada sengketa mengenai pasar modal, sehingga karena mediatornya merupakan ahli dibidang pasar modal maka mediator memberikan pengertian yang cukup kepada para pihak mengenai kasusnya, mengenai peraturan hukumnya dan mengenai bagaimana seharusnya sengketa tersebut diselesaikan. Jadi fungsi mediator di sini bukan hanya sebagai mediator, melainkan juga sebagai advisor dan sebagai manager yang memberikan advise dan sekaligus memanage jalannya proses mediasi. Ada 4 model dalam praktek mediasi saat ini yaitu: a) Model penyelesaian. • Biasanya mediator adalah orang yang ahli dalam bidang yang didiskusikan/dipersengketakan tetapi tidak memiliki keahlian teknik mediasi atau teknik mediation skill. • Yang diutamakan adalah keahlian pada bidang yang sedang disengketakan. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
171
•
Berfokus pada penyelesaian bukan berfokus pada kepentingan. • Penyelesaiannya menjadi lebih cepat. • Kelemahannya para pihak akan merasa tidak memiliki hasil kesepakatan tersebut. b) Model fasilitasi. • Yang diutamakan adalah teknik mediasi tanpa harus ahli pada bidang yang sedang disengketakan. Contoh: Untuk menyelesaikan kasus restrukturisasi itu seperti apa, dan untuk kasus konstruksi, mediator tidak harus seorang arsitek. Dalam model ini yang diperlukan adalah teknik mediasi yang dimiliki oleh seorang mediator. • Kelebihannya adalah pada pihak ketika selesai sengketa akan merasa puas, karena yang diangkat adalah kepentingannya dan bukan sekedar hal yang dipersengketakan. • Kekurangannya adalah waktu yang dibutuhkan menjadi lebih lama. Fokusnya pada kepentingan. c) Therapeutic. • Yang diharapkan adalah selesainya sengketa dan juga para pihak benar-benar mejadi baik/tetap PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
172
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
berhubungan baik. • Biasanya digunakan dalam family dispute (kasus keluarga). d) Evaluative. • Court annexed lebih berfokus ke evaluative model. • Para pihak datang dan mengharapkan mediator akan memberikan semacam pemahaman bahwa apabila kasus ini terus berlangsung maka siapa yang akan menang dan siapa yang akan kalah. • Lebih berfokus pada hak dan kewajiban. • Mediator biasanya ahli pada bidangnya atau ahli dalam bidang hukum karena pendekatan yang difokuskan adalah pada hak. • Ada pemberian advice kepada para pihak berupa nasihat-nasihat hukum dalam proses mediasi, bisa juga menjadi semacam tempat dimana para pihak hadir dan ada porsi keputusan dari mediator atau semacam jalan keluar yang diberikan oleh mediator. • Kelemahannya adalah para pihak akan merasa tidak memiliki hasil kesepakaan yang ditandatangani bersama. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
173
Mediasi sebetulnya mencari-cari untuk menggali apa sebenarnya interest dari masing-masing pihak sehingga kemudian dapat dipertemukan. Dalam mediasi tidak lagi dipersoalkan siapa yang salah dan siapa yang benar, tetapi yang dipersoalkan adalah apakah interest yang paling pokok dari para pihak dan hal itulah yang dicoba dipertemukan. Terdapat beberapa prinsip yang berkaitan dengan bagaimana cara melihat interest based bargaining dari para pihak dalam mediasi. Hal tersebut penting bagi para lawyer atau para konsultan hukum. Dalam hal ini, sengaja diberikan suatu check list mengenai hal apa saja yang harus dilakukan oleh konsultan hukum di dalam membela kepentingan kliennya pada suatu proses mediasi. Hal-hal yang harus di perhatikan dalam melaksanakan mediasi antara lain: a) Pertama adalah bagaimana cara memilih mediator. Misalnya hakim memerintahkan para pihak untuk mulai melakukan mediasi, sehingga kemudian masuklah peran lawyer kedalamnya untuk memulai memilih mediator. Mediator yang dipilih hendaknya orang yang memiliki pengalaman cukup dalam mediasi dan dalam bidang yang menjadi pokok sengketa. Jadi tidak hanya PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
174
b)
c) d)
e)
sebagai mediator umum. Karena orang dengan pengetahuan yang generalis itu sama saja tahu sedikit untuk hal yang banyak, sehingga pada akhirnya tidak mengetahui apa-apa. Dengan demikian dibutuhkanlah seorang spesialis atau kalau perlu seorang super spesialis untuk menjadi mediator. Kemudian dilihat dari latar-belakang dari mediator tersebut, apakah dirinya sudah terlatih untuk melakukan mediasi ataukah mediator tersebut hanya melakukan mediasi sebagai pekerjaan sampingan saja dengan tidak mendesain dirinya sendiri sebagai mediator yang melatih diri. Mengenai metode ada yang akan dipakai oleh mediator dalam melakukan mediasi. Selain itu juga harus diketahui mengenai struktur fee atau mengenai sistem imbalan yang harus diberikan kepada mediator, yang untuk hal itu haruslah diperjanjikan secara transparan sejak awal. Tempat mediasi juga sangat penting untuk menentukan seberapa jauh para pihak akan merasa nyaman untuk bermediasi di tempat yang bersangkutan. Kalau misalnya sengketa yang dimediasikan tersebut bersifat
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
175
internasional dan perkaranya juga cukup pelik, maka haruslah dibawa ketempat tertentu yang nyaman untuk semua pihak dalam mediasi. Sebagai contoh, tentunya tidak akan nyaman bagi orang Indonesia untuk melakukan mediasi pada bulan puasa di tengah benua Amerika yang sedang mengalami musim dingin. Dengan demikian tempat mediasi juga merupakan hal yang penting untuk dipertimbangkan. f) Harus diadakan pengecekan diantara para pihak untuk memastikan apakah mediator yang bersangkutan memiliki benturan kepentingan dengan kasus yang sedang dimediasikan atau tidak, karena yang menjadi salah satu syarat utama adalah bahwa tidak boleh ada benturan kepentingan antara mediator dengan pihak-pihak yang terlibat didalam mediasi. g) Harus ada kesepakatan mengenai pemilihan mediator. Karena yang dilaksanakan disini bukan seperti arbitrase dimana para pihak memilih sendiri arbiternya. h) Hal yang harus dimasukkan oleh lawyer atau konsultan hukum dalam proses mediasi adalah mengenai dokumentasi sebelum dilakukannya proses mediasi PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
176
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
yang sifatnya confindential. Hal itu terkait dengan statement singkat dari masing-masing pihak tentang masalah yang dipersengketakan dan posisi yang diambil oleh para pihak. Hal ini harus dipersiapkan pada awal sebelum dilakukannya proses mediasi. i) Identifikasi yang dilakukan oleh lawyer dengan melakukan identifikasi kelemahan dan kekuatan dari para pihak dalam proses mediasi. j) Jadwal negosiasi dan mediasi. k) Detail mengenai siapa saja yang akan hadir dalam proses mediasi dan hubungannya dengan kasus yang bersangkutan. l) Selain itu yang penting adalah adanya preseden untuk menjaga konsistensi dalam penyelesaian suatu perkara. Syarat-Syarat Keberhasilan Mediasi: Gary Goodpaster menyatakan bahwa, mediasi tidak selalu tepat untuk diterapkan terhadap semua sengketa atau tidak selalu diperlukan untuk menyelesaikan semua persoalan dalam sengketa tertentu. Mediasi akan berhasil atau berfungsi dengan baik bilamana sesuai dengan beberapa syarat sebagai berikut22: a) Para pihak mempunyai kekuatan tawar menawar yang sebanding. 22 Gary Goodpaster, Tinjauan Terhadap Penyelesaian Sengketa, dalam Seri Dasar-Dasar Hukum Ekonomi 2, Arbitrase di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta,1995,hlm.17 PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
177
b) Para pihak menaruh perhatian terhadap hubungan di masa depan. c) Terdapat persoalan yang memungkinkan terjadinya pertukaran (trade offs). d) Terdapat urgensi atau batas waktu untuk menyelesaikan. e) Para pihak tidak memiliki permusuhan yang berlangsung lama dan mendalam. f) Apabila para pihak mempunyai pendukung atau pengikut, mereka tidak memiliki penghargan yang banyak, tetapi dapat dikendalikan. g) Menetapkan preseden atau mempertahankan suatu hak tidak lebih penting dibandingkan menyelesaikan persoalan yang mendesak. h) Jika para pihak berada dalam proses litigasi, kepentingan-kepentingan pelaku lainnya, seperti para pengacara dan penjamin tidak akan diperlakukan lebih baik dibandingkan dengan mediasi. Erman Rajagukguk mengemukakan bahwa, mediasi akan berhasil bila memiliki hal-hal sebagai berikut23: a) Para pihak ingin melanjutkan hubungan bisnis mereka. b) Para pihak mempunyai kepentingan yang sama untuk menyelesaikan sengketa mereka dengan cepat. 23 Erman Rajagukguk, Penyelesaian Sengketa Alternatif, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta,hlm.24 PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
178
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
c) Litigasi dianggap oleh para pihak akan memakan waktu yang panjang, mahal dan akan menimbulkan pandangan buruk bagi kedua belah pihak karena adanya publikasi. Ditambah lagi belum tentu menang. d) Walaupun para pihak dalam keadan emosi, proses mediasi dianggap mereka sebagai tempat untuk bertemu dan menyampaikan kepentingan masingmasing. e) Waktu adalah inti dari penyelesaian. f) Mediator yang baik akan mampu membuat kedua belah pihak berkomunikasi. Mediasi tidak akan berhasil bila salah satu pihak mengajukan gugatan atau klaim sembrono, dan pihak lainnya merasa ia akan menang melalui litigasi. Begitu juga, mediasi akan gagal bila salah satu menunda-nunda penyelesaian sengketa selama mungkin, salah satu pihak atau kedua belah pihak memang beritikad buruk. Tahapan dalam Proses Mediasi: a) Tahap Pendahuluan/tahap persiapan (Preliminary) Sukses tidaknya mediasi seringkali ditentukan pada tahap persiapan, siapa yang akan hadir pada proses mediasi, masalah tempat dan waktu pelaksanaan PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
179
mediasi juga perlu dipersiapkan. Contoh masalah pada tahap persiapan, pihak yang akan hadir dalam proses mediasi berjumlah 10 orang, namun tempat yang tersedia hanya cukup untuk 6 orang, ini akan menimbulkan masalah, dimana situasi pertama untuk masuk kedalam proses mediasi sudah tidak smooth, sudah ada konflik yang sebenarnya bisa dicegah sebelumnya. Hal ini akan berpengaruh pada situasi emosional para pihak, dimana situasi emosional para pihak juga akan berpengaruh pada penyelesaian sengketa. b) Sambutan mediator. • Menerangkan urutan kejadian. • Meyakinkan para pihak yang masih ragu. • Menerangkan peran mediator dan para pihak. • Menegaskan bahwa para pihak yang bersengketalah yang ”berwenang” untuk mengambil keputusan. • Menyusun aturan dasar dalam menjalankan tahapan. • Memberi kesempatan mediator untuk membangun kepercayaan dan menunjukkan kendali atas proses. • Mengkonfirmasi komitmen para pihak terhadap proses. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
180
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
c) Presentasi Para Pihak. • Setiap pihak diberi kesempatan untuk menjelaskan permasalahannya kepada mediator secara bergantian. • Tujuan dari presentasi ini adalah untuk memberikan kesempatan kepada para pihak untuk didengar sejak dini, dan juga memberi kesempatan setiap pihak mendengarkan permasalahan dari pihak lainnya secara langsung. • Who’s first? Who decides? d) Identifikasi Hal-Hal yang sudah disepakati. Salah satu peran yang penting bagi mediator adalah mengidentifikasi hal-hal yan telah disepakati antara para pihak sebagai landasan untuk melanjutkan proses negosiasi. e) Mendefinisikan dan Mengurutkan Permasalahan. • Mediator perlu membuat suatu ”struktur” dalam pertemuan mediasi yang meliputi masalah-masalah yang sedang diperselisihkan dan sedang berkembang. Dikonsultasikan dengan para pihak, sehingga tersusun suatu ”daftar permasalahan” menjadi suatu agenda. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
181
f) Negosiasi dan Pembuatan Keputusan. • Tahap negoisasi yang biasanya merupakan waktu alokasi terbesar. • Dalam model klasik (”Directing the traffic”), mediator berperan untuk menjaga urutan, struktur, mencatat kesepahaman, reframe dan meringkas, dan sekali-sekali mengintervensi membantu proses komunikasi. • Pada model yang lain (”Driving the bus”), mediator mengatur arah pembicaraan, terlibat dengan mengajukan pertanyaan kepada para pihak dan wakilnya. g) Pertemuan Terpisah. • Untuk menggali permasalahan yang belum terungkap dan dianggap penting guna tercapainya kesepakatan. • Untuk memberikan suasana dinamis pada proses negosiasi bilamana ditemui jalan buntu. • Menjalankan ’tes realitas’ terhadap para pihak. • Untuk menghindarkan kecenderungan mempertahankan pendapat para pihak pada joint sessions. • Untuk mengingatkan kembali atas hal-hal yang telah dicapai dalam PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
182
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
proses ini dan mempertimbangkan akibat bila tidak tercapai kesepakatan. h) Pembuatan Keputusan Akhir. • Para pihak dikumpulkan kembali guna mengadakan negosiasi akhir, dan menyelesaikan beberapa hal dengan lebih rinci. • Mediator berperan untuk memastikan bahwa seluruh permasalahan telah dibahas, dimana para pihak merasa puas dengan hasil akhir. i) Mencatat Keputusan. • Pada kebanyakan mediasi, perjanjian akan dituangkan kedalam tulisan, dan ini bahkan menjadi suatu persyaratan dalam konrak mediasi. • Pada kebanyakan kasus, cukup pokok-pokok kesepakatan yang ditulis dan ditandatangani, untuk kemudian disempurnakan oleh pihak pengacara hinga menjadi suatu kesepakatan akhir. • Pada kasus lainnya yang tidak terlau kompleks, perjanjian final dapat langsung ditandatangani. j) Kata Penutup. • Mediator biasanya memberikan ucapan penutup sebelum mengakhiri PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
5)
183
mediasi. • Ini dilakukan untuk memberikan penjelasan kepada para pihak atas apa yang telah mereka capai, meyakinkan mereka bahwa hasil tersebut merupakan keputusan mereka sendiri, serta mengingatkan tentang hal apa yang perlu dilakukan di masa mendatang. • Mengakhiri mediasi secara ”formal”. Pendapat atau Penilaian Ahli Bentuk ADR lainnya yang diintrodusir dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1990 adalah pendapat (penilaian) ahli. Dalam rumusan pasal 52 Undang-Undang ini dinyatakan bahwa para pihak dalam suatu perjanjian berhak untuk memohon pendapat yang mengikat dari lembaga arbitrase atas hubungan hukum tertentu dari suatu perjanjian. Ketentuan ini pada dasarnya merupakan pelaksanaan dari tugas lembaga arbitrase sebagaimana tersebut dalam pasal 1 ayat 8 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 yang berbunyi lembaga arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu, lembaga tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa.
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
184
6)
Arbitrase (Tahkim) Biasanya dalam kontrak bisnis sudah disepakati dalam kontrak yang dibuatnya untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi dikemudian hari diantara mereka. Usaha penyelesaian sengketa dapat diserahkan kepada forum-forum tertentu sesuai dengan kesepakatan. Ada yang langsung ke lembaga Pengadilan atau ada juga melalui lembaga diluar Pengadilan yaitu arbitrase (choice of forum/choice of jurisdiction). Disamping itu, dalam klausul yang dibuat oleh para pihak ditentukan pula hukum mana yang disepakati untuk dipergunakan apabila dikemudian hari terjadi sengketa diantara mereka (choice of law). Dasar hukum pemberlakuan arbitrase dalam penyelesaian sengketa dalam bidang bisnis adalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang mulai diberlakukan pada tanggal 12 Agustus 1999. adapun ketentuan-ketentuan mengenai syarat-syarat perjanjian atau klausul arbitrase mengikuti ketentuan syarat sebagaimana umumnya perjanjian yaitu syarat subyektif dan syarat-syarat obyektif yang dipahami dalam pasal 1320 KUH Perdata, maupun syarat subyektif dan syarat obyektif yang tersebut dalam Undang-Undang Nomor
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
185
30 Tahun 1999. Hal ini didasarkan bahwa arbitrase itu merupakan kesepakatan yang diperjanjikan dalam suatu kontrak bisnis dan sekaligus menjadi bagian dari seluruh topik yang diperjanjikan oleh para pihak tersebut. Di Indonesia terdapat beberapa lembaga arbitrase untuk menyelesaikan berbagai sengketa bisnis yang terjadi dalam lalu lintas perdagangan, antara lain BAMUI (Badan Arbitrase Muamalat Indonesia) yang khusus menangani masalah persengketaan dalam bisnis Islam, BASYARNAS (Badan Arbitrase Syari’ah Nasional) yang menangani masalah-masalah yang terjadi dalam pelaksanaan Bank Syari’ah, dan BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) yang khusus menyelesaikan sengketa bisnis non Islam. a) Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) Sebagian besar negara-negara barat telah memiliki lembaga arbitrase dalam menyelesaikan berbagai sengketa ekonomi yang timbul akibat wanprestasi terhadap kontrak-kontrak yang dilaksanakannya. Dalam kaitan ini, Indonesia yang merupakan bagian dari masyarakat dunia juga telah memiliki lembaga arbitrase dengan nama Badan Arbitrase Nasional Indonesia yang disingkat dengan BANI. Keberadaan PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
186
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
BANI ini diprakarsai oleh kalangan bisnis nasional yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (KADIN) yang didirikan pada tanggal 3 Desember 1977. Adapun tujuan didirikannya Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) adalah memberikan penyelesaian yang adil dan cepat dalam sengketa-sengketa perdata yang timbul dan berkaitan dengan perdagangan dan keuangan, baik yang bersifat nasional maupun yang bersifat internasional. Disamping itu, keberadaan BANI di samping berfungsi menyelesaikan sengketa, BANI juga dapat menerima permintaan yang diajukan oleh para pihak dalam suatu perjanjian untuk memberikan suatu pendapat (legal opinion) yang mengikat mengenai suatu persoalan. Terdapat sejumlah alasan, para pebisnis memilih penyelesaian sengketa ke badan arbitrase dari pada ke lembaga peradilan, antara lain dikemukakan oleh Roedjono24 bahwa daya tarik relatif dari arbitrase adalah refleksi dari kelemahan-kelemahan litigasi. Prosesnya bilamana secara tepat dilaksanakan, menjanjikan party autonomy yang 24 Roedijono, Alternative Dispute Resolution (ADR) (Pilihan Penyelesaian Sengketa), Makalah pada penataran dosen Hukum Perdata seluruh Indonesia, Fakultas Hukum UGM Yogyakrata,1996,hal. 5-6. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
187
maksimal, campur tangan yang minimal dan pengadilan dan berkaitan dengan arbitrase internasional, pengakuan dan pelaksanaan putusan peradilan wasit. Jadi arbitrase memberikan beberapa keunggulan, pemilihan arbitor oleh para pihak (pemilihan ahli yang diinginkan), keterbatasan upaya hukum atas putusan arbitor, kerahasiaan, kenyamanan para pihak, prosedur yang tidak formal dan eksekusi putusan arbiter sebagai vonis. Demikian juga alasan memilih badan arbitrase dikemukakan oleh M. Husseyn Umar dan A. Supriyani Kardono25 menyebutkan pula alasanalasan mengapa orang-orang dalam dunia bisnis cenderung memilih arbitrase sebagai sarana penyelesaian sengketa dibadingkan dengan suatu pengadilan formal: • Pemilihan arbitrase memberikan prediktabilitas serta kepastian dalam proses penyelesaian sengketa. • Selama arbiternya adalah seorang yang memang ahli dalam bidang bisnis yang sedang disengketakan, maka para pihak yang bersengketa memiliki kepercayaan terhadap arbiter dalam memahami permasa25
M. Husseyn Umar dan A. Supriyani Kardono, Opcit, hal. 2. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
188
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
lahan yang disengketakan. • Privasi adalah faktor penting dalam proses arbitrase dan masing-masing pihak memperoleh privasi tersebut sepanjang proses masih merupakan proses yang tertutup bagi umum dan putusan hanya ditunjukkan kepada para pihak yang bersengketa. • Peranan pengadilan dalam proses arbitrase pada umumnya terbatas sehingga terjamin penyelesaiannya secara final. • Secara ekonomis proses arbitrase dianggap lebih cepat dan lebih murah dibandingkan proses berperkara di pengadilan. Oleh karena BANI dibentuk untuk kepentingan masyarakat Indonesia, maka BANI harus tunduk kepada hukum Indonesia. Selama ini praktek arbitrase banyak diatur dalam HIR, khususnya pasal 377 HIR yang menyebutkan bahwa arbitrase dibenarkan dalam penyelesaian sengketa yang terjadi antara para pihak dengan tetap berpedoman sebagaimana tersebut dalam buku ketiga Rv, dengan hal ini dapat diketahui bahwa secara yuridis formal hanya Rv yang diakui sebagai hukum positif arbitrase, dan tertutup kemungkinan untuk memilih PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
189
dan mempergunakan instirusi atau peraturan yang terdapat dalam Rv. Namun keberadaan BANI telah menerobos sifat tertutup Rv tersebut dengan memberlakukan beberapa peraturan lain, diantaranya UndangUndang Nomor 5 Tahun 1968 yang meratifikasi International Centre for the Settelment of Ivesment Disputes (ICSID) dan KEPRES Nomor 34 Tahun 1981 yang meratifikasi New York Convention 1959, sehingga ketentuan yang menentukan Rv sebagai satu-satunya aturan hukum yang mengatur arbitrase sudah dipakai lagi. Dengan demikian sejak berdirinya BANI dibolehkan mendirikan institusi arbitrase permanent yang dilengkapi oleh aturanaturan yang dibuat oleh pemerintah dan DPR atau hak opsi mempergunakan aturan Rv atau aturan lainnya. Meskipun ada perbedaan yang cukup signifikan dengan tugas-tugas pengadilan, tetapi proses ajudikasi BANI tetap berpedoman kepada peraturan prosedur secara khusus. Secara garis besar prosedur pelaksanaan arbitrase melalui BANI sebagai berikut, yakni: • Prosedur arbitrase dimulai dengan didaftarkannya surat permohonan untuk mengadakan arbitrase dan PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
190
•
•
•
didaftar dalam register perkara masuk. Apabila perjanjian arbitrase ada klausula yang mengatakan bahwa sengketa akan diselesaikan melalui arbitrase, maka klausula tersebut dianggap telah mencukupi. Dengan hal tersebut Ketua BANI segera mengeluarkan perintah untuk menyampaikan salinan dari surat permohonan kepada si termohon, disertai perintah untuk menanggapi permohonan tersebut dan memberi jawaban secara tertulis dalam waktu 30 hari. Majelis arbitrase yang dibentuk atau arbiter tunggal yang ditunjuk menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku, akan memeriksa sengketa antara para pihak atas nama BANI dan menyelesaikan serta memutus sengketa. Bersamaan dengan itu, Ketua BANI memerintahkan kepada kedua belah pihak untuk menghadap di muka sidang arbitrase pada waktu yang ditetapkan selambat-lambatnya 14 hari terhitung mulai hari dikeluarkannya perintah itu, dengan pemberitahuan bahwa mereka boleh
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
191
•
•
•
•
•
mewakilkan kepada seorang kuasa dengan surat kuasa khusus. Terlebih dahulu majelis akan mengusahakan tercapainya perdamaian antara kedua-belah pihak yang bersengketa. Kedua-belah pihak dipersilahkan untuk menjelaskan masing-masing pendirian serta mengajukan buktibukti yang oleh mereka dianggap perlu untuk menguatkannya. Selama belum dijatuhkan putusan, pemohon dapat mencabut permohonannya. Apabila majelis arbitrase menganggap pemeriksaan sudah cukup, maka ketua majelis akan menutup dan menghentikan pemeriksaan dan menetapkan hari sidang selanjutnya untuk mengucapkan putusan yang akan diambil. Biaya pelaksanaan (eksekusi) suatu putusan arbitrase ditetapkan dengan peraturan bersama antara BANI dan Pengadilan Negeri yang bersengketa.
Meskipun sudah ada putusan arbitrase yang telah diputus oleh BANI, kebanyakan para pihak tidak puas terhadap putusan tersebut. Hal ini dapat diketahui bahwa sebagian besar perkara PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
192
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
yang telah diputus oleh arbiter BANI masih tetap diajukan kepada Pengadilan secara litigasi. b) Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) Perkembangan bisnis ummat Islam berdasar syari’ah semakin menunjukkan kemajuannya, maka kebutuhan akan lembaga yang dapat menyelesaikan persengketaan yang terjadi atau mungkin terjadi dengan perdamaian dan prosesnya secara cepat merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak. Majelis Ulama Indonesia (MUI) memprakarsai berdirinya BAMUI dan mulai dioperasionalkan pada Tanggal 1 Oktober 1993. Adapun tujuan dibentuk BAMUI adalah: pertama, memberikan penyelesaian yang adil dan cepat dalam sengketa-sengketa muamalah perdata yang timbul dalam bidang perdagangan, industri, keuangan, jasa dan lain-lain. Kedua, menerima permintaan yang diajukan oleh para pihak dalam suatu perjanjian tanpa adanya suatu sengketa untuk memberikan suatu pendapat yang mengikat mengenai suatu persoalan berkenaan dengan perjanjian tersebut. Syarat utama untuk menjadi arbiter tunggal atau arbiter majelis PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
193
diantaranya adalah beragama Islam yang taat menjalankan agamanya dan tidak terkena larangan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam menjalankan tugasnya arbiter harus mengupayakan perdamaian semaksimal mungkin dan apabila usaha ini berhasil, maka arbiter membuat akta perdamaian dan menghukum kedua belah pihak untuk mentaati dan memenuhi perdamaian tersebut. Jika perdamaian tidak berhasil, maka arbiter akan meneruskan pemeriksaannya, dengan cara para pihak membuktikan dalil-dalil gugatannya, mengajukan saksisaksi atau mendengar pendapat para ahli dan sebelum mengajukan keterangannya ia harus disumpah terlebih dahulu. Asas pemeriksaan sidang arbitrase bersifat tertutup dan asas ini tidak bersifat mutlak atau permanen, akan tetapi dapat dikesampingkan jika atas persetujuan kedua belah pihak setuju sidang dilaksanakan terbuka untuk umum. Kepentingan pemeriksaan secara tertutup ini adalah menghindari publisitas demi menjaga nama baik perusahaan atau bisnis masing-masing para pihak. Putusan BAMUI bersifat final dan mengikat bagi para pihak yang PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
194
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
bersengketa dan wajib menaati putusan tersebut, para pihak harus segera menaati dan memenuhi pelaksanaannya. Apabila ada para pihak yang tidak melaksanakan itu secara suka rela, maka putusan itu dijalankan menurut ketentuan yang diatur dalam pasal 637 dan 639 Rv, yakni Pengadilan Negeri memiliki peranan yang penting dalam memberikan exequatur bagi putusan arbitrase. Oleh karena itu, BAMUI harus menyesuaikan diri dengan tata hukum yang ada, khususnya jangkauan kewenangannya, karena sengketa yang diputus oleh BAMUI itu bukanlah perkara yang didalamnya termuat campur tangan pemerintah atau bukan masalah-masalah yang berhubungan dengan NTCR, Wakaf dan Hibah sebagaimana tersebut dalam pasal 616 Rv yang pada perkara ini ada Pengadilan yang mengurusnya. Mengingat bahwa tidak semua masalah dapat dieksekusi oleh Pengadilan, maka BAMUI membatasi kewenangannya hanya pada penyelesaian sengketa yang timbul dalam hubungannya dengan perdagangan, industri, keuangan dan jasa yang dikelola secara Islami. Supaya putusan arbitrase BAMUI ini dapat diterima dengan baik oleh pihak-pihak PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
195
yang bersengketa, maka arbiter harus dapat menjatuhkan putusan yang adil dan tepat bagi pihak yang bersengketa. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa keberadaan Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) sebagai salah satu contoh lembaga arbitrase Islam yang ada di Indonesia, apabila dilihat dari aspek yuridis mempunyai dasar hukum yang sangat kuat, yaitu bersumber dari Al-Qur’an, As Sunnah dan Ijma’ Ulama. Secara historis, dapat dikatakan bahwa keberadaan lembaga Arbitrase Islam sudah sejak masa Rasulullah SAW dan berkembang sampai sekarang dari lembaga adhoc menjadi lembaga permanen. Demikian juga secara sosiologis, keberadaan Arbitrase Islam merupakan kebutuhan umat dalam menyelesaikan setiap terjadi sengketa diantara mereka yang meliputi masalah politik, peperangan, perdagangan, keluarga, ekonomi dan bisnis. Selain juga dapat dilakukan secara murah, mudah dan cepat dibandingkan dengan proses pengadilan. c) Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) berkedudukan di Jakarta PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
196
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
dengan cabang atau perwakilan di tempat-tempat lain yang dipandang perlu. Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) pada saat didirikan barnama Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI). BAMUI didirikan pada tanggal 21 Oktober 1993, berbadan hukum Yayasan. Akte pendiriannya ditanda-tangani oleh Ketua Umum MUI Bp KH. Hasan Basri dan Sekretaris Umum Bp. HS Prodjokusumo. BAMUI dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) berdasarkan keputusan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) MUI Tahun 1992. Perobahan nama dari BAMUI menjadi BASYARNAS diputuskan dalam Rakernas MUI tahun 2002. Perubahan nama, perubahan bentuk dan pengurus BAMUI dituangkan dalam SK MUI No. Kep-09/MUI/XII/2003 tanggal 24 Desember 2003. Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) sesuai dengan Pedoman Dasar yang di tetapkan oleh MUI: ialah lembaga hakam yang bebas, otonom dan independent, tidak boleh dicampuri oleh kekuasaan dan pihak-pihak manapun. Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) adalah perangkat PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
197
organisasi MUI sebagaimana DSN (Dewan Syariah Nasional), LP-POM (Lembaga Pengkajian, Pengawasan Obat-obatan dan Makanan), YDDP (Yayasaan Dana Dakwah Pembangunan). Adapun dasar hukum pembentukan lembaga BASYARNAS sebagai berikut: • Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Arbitrase menurut Undang-Undang No, 30 Tahun 1999 adalah cara penyelesaian sengketa perdata diluar peradilan umum, sedangkan lembaga arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu. Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) adalah lembaga arbitrase sebagimana dimaksud Undang-Undang No. 30 Tahun 1999. Sebelum Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 diundangkan, maka dasar hukum berlakunya arbitrase adalah: • Reglemen Acara Perdata (Rv.S,1847:52) Pasal 615 sampai dengan 651, Reglemen PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
198
•
•
Indonesia yang Diperbaharui (HIR S.1941:44) Pasal 377 dan Reglemen Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (RBg 3.1927:227) Pasal 705. • Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 tentang KetentuanKetentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman: Penjelasan Pasal 3 ayat 1. • Yurisprudensi tetap Mahkamah Agung RI. SK MUI (Majelis Ulama Indonesia) SK. Dewan Pimpinan MUI No. Kep-09/MUI/XII/2003 tanggal 24 Desember 2003 tentang Badan Arbitrase Syariah Nasional. Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) adalah lembaga hakam (arbitrase syariah) satusatunya di Indonesia yang berwenang memeriksa dan memutus sengketa muamalah yang timbul dalam bidang perdagangan, keuangan, industri, jasa dan lain-lain. Fatwa DSN-MUI Semua fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSNMUI) perihal hubungan muamalah (perdata) senantiasa diakhiri dengan
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
199
ketentuan: “Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah”. (Lihat Fatwa No. 05 tentang Jual Beli Saham, Fatwa No. 06 tentang Jual Beli Istishna’, Fatwa No. 07 tentang Pembiayaan Mudharabah, Fatwa No.O8 tentang Pembiayaan Musyarakah, dan seterusnya). Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) berwenang: • Menyelesaikan secara adil dan cepat sengketa muamalah (perdata) yang timbul dalam bidang perdagangan, keuangan, industri, jasa dan lain-lain yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa, dan para pihak sepakat secara tertulis untuk menyerahkan penyelesaiannya kepada BASYARNAS sesuai dengan Prosedur BASYARNAS. • Memberikan pendapat yang PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
200
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
mengikat atas permintaan para pihak tanpa adanya suatu sengketa mengenai persoalan berkenaan dengan suatu perjanjian. Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) mempunyai peraturan prosedur yang memuat ketentuan-ketentuan antara lain: permohonan untuk mengadakan arbitrase, penetapan arbiter, acara pemeriksaan, perdamaian, pembuktian dan saksi-saksi, berakhirnya pemeriksaan, pengambilan putusan, perbaikan putusan, pembatalan putusan, pendaftaran putusan, pelaksanaan putusan (eksekusi), biaya arbitrase. Putusan Badan Arbitrase Syari’ah baru dapat dilaksanakan apabila ketentuan dalam Pasal 59 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 telah dipenuhi, yaitu pertama, Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal putusan Badan Arbitrase Syari’ah diucapkan, lembar asli atau salinan otentik putusan tersebut diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada Panitera PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
201
Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal Termohon dalam penyelesaian sengketa melalui Badan Arbitrase Syari’ah. Kedua, penyerahan dan pendaftaran sebagaimana dimaksud diatas, dilakukan dengan pencatatan dan penandatanganan pada bagian akhir atau dipinggir putusan oleh Panitera Pengadilan Negeri dan arbiter atau kuasanya yang menyerahkan, dan catatan tersebut merupakan akta pendaftaran. Ketiga, Arbiter atau kuasanya wajib menyerahkan putusan dan lembar asli pengangkatan sebagai arbiter atau salinan otentiknya kepada Panitera Pengadilan Negeri. Keempat, tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a diatas, berakibat putusan arbitrase tidak dapat dilaksanakan. Kelima, semua biaya yang berhubungan dengan pembuatan akta pendaftaran dibebankan kepada para pihak. Perintah pelaksanaan putusan Badan Arbirase Syari’ah tersebut diberikan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah permohonan eksekusi didaftarkan PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
202
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
kepada Panitera Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal Termohon dalam penyelesaian sengketa melalui Badan Arbitrase Syari’ah. Ketua Pengadilan Negeri sebelum memberikan perintah pelaksanaan, memeriksa terlebih dahulu apakah pertama, persetujuan untuk menyelesaikan sengketa melalui Badan Arbitrase Syari’ah dimuat dalam suatu dokumen yang ditandatangani oleh para pihak. Kedua, sengketa yang diselesaikan tersebut adalah sengketa dibidang ekonomi syari’ah dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundangunangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Ketiga, putusan Badan Arbitrase Syari’ah tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah. Ketua Pengadilan Negeri tidak memeriksa alasan atau pertimbangan dari putusan Badan Arbitrase Syari’ah tersebut. Perintah Ketua Pengadilan Negeri ditulis pada lembar asli dan salinan otentik putusan Badan Arbitrase Syari’ah yang dikeluarkan. Putusan Badan PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
7)
203
Arbitrase Syari’ah yang telah dibubuhi perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk dilaksanakan adalah sesuai dengan ketentuan pelaksanaan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang berlaku di Pengadilan Negeri. Proses Litigasi Pengadilan Sengketa yang tidak dapat diselesaikan baik melalui sulh (perdamaian) maupun secara tahkim (arbitrase) akan diselesaikan melalui lembaga Pengadilan. Menurut ketentuan pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 jo Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman, secara eksplisit menyebutkan bahwa di Indonesia ada 4 lingkungan lembaga peradilan yaitu Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Agama. Dalam konteks ekonomi Syari’ah, Lembaga Peradilan Agama melalui pasal 49 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama telah menetapkan hal-hal yang menjadi kewenangan lembaga Peradilan Agama. Adapun tugas dan wewenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara tertentu bagi yang beragama Islam
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
204
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
dalam bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi syari’ah. Dalam penjelasan Undangundang ini disebutkan bahwa yang dimaksud dengan ekonomi syari’ah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah yang meliputi bank syari’ah, asuransi syari’ah, reasuransi syari’ah, reksadana syari’ah, obligasi syari’ah dan suratsurat berharga berjangka menengah syari’ah, sekuritas syari’ah, pembiayaan syari’ah, pergadaian syari’ah, dan dana pensiun, lembaga keuangan syari’ah, dan lembaga keuangan mikro syari’ah yang tumbuh dan berkembang di Indonesia. Dalam hal penyelesaian sengketa bisnis yang dilaksanakan atas prinsipprinsip syari’ah melalui mekanisme litigasi Pengadilan terdapat beberapa kendala, antara lain belum tersedianya hukum Acara baik yang berupa Undang-undang maupun Kompilasi sebagai pegangan para hakim dalam memutus perkara. Disamping itu, masih banyak para aparat hukum yang belum mengerti tentang ekonomi syari’ah atau hukum bisnis Islam. Dalam hal yang menyangkut bidang sengketa, belum tersedianya lembaga penyidik khusus yang berkompeten dan menguasai hukum syari’ah. Pemilihan lembaga Peradilan Agama PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
205
dalam menyelesaikan sengketa bisnis (ekonomi) syari’ah merupakan pilihan yang tepat dan bijaksana. Hal ini akan dicapai keselarasan antara hukum materiel yang berlandaskan prinsip-prinsip Islam dengan lembaga peradilan Agama yang merupakan representasi lembaga Peradilan Islam, dan juga selaras dengan para aparat hukumnya yang beragama Islam serta telah menguasai hukum Islam. Sementara itu halhal yang berkaitan dengan kendala-kendala yang dihadapi oleh Pengadilan Agama dapat dikemukakan argumentasi bahwa pelimpahan wewenang mengadili perkara ekonomi syari’ah ke Pengadilan Agama pada dasarnya tidak akan berbenturan dengan asas personalitas keislaman yang melekat pada Pengadilan Agama. Hal ini sudah dijustifikasi melalui kerelaan para pihak untuk tunduk pada aturan syari’at Islam dengan menuangkannya dalam klausula kontrak yang disepakatinya. Selain kekuatiran munculnya kesan eksklusif dengan melimpahkan wewenang mengadili perkara ekonomi syari’ah ke Pengadilan Agama sebenarnya berlebihan, karena dengan diakuinya lembaga ekonomi syari’ah dalan undang-undang tersebut berarti Negara sudah mengakui eksistensinya untuk menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah kepada siapa saja, termasuk PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
206
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
juga kepada yang bukan beragama Islam.
D. Sumber Hukum Dalam Menyelesaikan Sengketa Ekonomi Syari’ah. 1. Sumber Hukum Acara (Hukum Formil) Hukum Acara yang berlaku di Pengadilan Agama untuk mengadili sengketa ekonomi syari’ah adalah Hukum Acara yang berlaku dan dipergunakan pada lingkungan Peradilan Umum. Ketentuan ini sesuai dengan ketentuan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006. Sementara ini Hukum Acara yang berlaku dilingkungan Peradilan Umum adalah Herziene Inlandsch Reglement (HIR) untuk Jawa dan Madura, Rechtreglement Voor De Buittengewesten (R.Bg) untuk luar Jawa Madura. Kedua aturan Hukum Acara ini diberlakukan dilingkungan Peradilan Agama, kecuali hal-hal yang telah diatur secara khusus dalam UndangUndang Nomor 7 Tahun 1989 Jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006. Tentang Peradilan Agama. Disamping dua peraturan sebagaimana tersebut diatas, diberlakukan juga Bugerlijke Wetbook Voor Indonesia (BW) atau yang disebut dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, khususnya buku ke IV tentang Pembuktian yang termuat dalam Pasal 1865 sampai dengan Pasal 1993. Juga diberlakukan Wetbook Van Koophandel (Wv.K) yang diberlakukan berdasarkan Stb 1847 Nomor 23, khususnya dalam pasal 7, 8, 9, 22, 23, 32, PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
2.
207
225, 258, 272, 273, 274 dan 275. Dalam kaitan dengan peraturan ini terdapat juga Hukum Acara yang diatur dalam Failissements Verordering (Aturan Kepailitan) sebagaimana yang diatur dalam Stb 1906 Nomor 348, dan juga terdapat dalam berbagai peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia dan dijadikan pedoman dalam praktek Peradilan Indonesia. Sumber Hukum Materil a. Nash Al Qur’an Dalam Al Qur’an terdapat berbagai ayat yang membahas tentang ekonomi berdasarkan prinsip syariah yang dapat dipergunakan dalam menyelesaikan berbagai masalah ekonomi dan keuangan. Syauqi al Fanjani26 menyebutkan secara eksplisit ada 21 ayat yaitu Al Baqarah ayat 188, 275 dan 279, An Nisa’ ayat 5 dan 32, Hud ayat 61 dan 116, al Isra’ ayat 27, An Nur ayat 33, al Jatsiah ayat 13, Ad Dzariyah ayat 19, An Najm ayat 31, al Hadid ayat 7, al Hasyr ayat 7, Al Jumu’ah ayat 10, Al Ma’arif ayat 24 dan 25, al Ma’un ayat 1, 2 dan 3. Disamping ayat-ayat tersebut diatas, sebenarnya masih banyak lagi ayat-ayat al Qur’an yang membahas tentang masalah ekonomi dan keuangan baik secara mikro maupun makro, terutama tentang prinsip-prinsip dasar keadilan dan pemerataan, serta berupaya selalu siap untuk memenuhi transaksi ekonomi yang dilakukannya selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
26 Mahmud Syauqi al Fanjani, Al Wajiz fi al Iqtishad al Islami, terjemahan Mudzakkir AS dengan judul Ekonomi Islam Masa Kini,1989, Husaini, Bandung. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
208
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
syari’ah. b. Nash al Hadits Melihat kepada kitab-kitab hadits yang disusun oleh para ulama ahli hadits dapat diketahui bahwa banyak sekali hadits Rasulullah SAW yang berkaitan langsung dengan kegiatan ekonomi dan keuangan Islam. Oleh karena itu mempergunakan al Hadits sebagai sumber hukum dalam penyelesaian sengketa ekonomi Syari’ah sangat dianjurkan kepada pihak-pihak yang berwenang. Hadits Rasulullah SAW yang dapat dijadikan rujukan dapat diambil dalam beberapa kitab Hadits sebagai berikut: 1) Sahih Buchari, Al Buyu’ ada 82 Hadits, Ijarah ada 24 Hadits, As Salam ada 10 Hadits, Al Hawalah ada 9 Hadits, Al Wakalah 17 Hadits, Al Muzara’ah 28 Hadits dan Al Musaqat 29 Hadits. 2) Sahih Muslim ada 115 Hadits dalam al Buyu’. 3) Sahih Ibn Hiban, tentang al Buyu’ ada 141 Al Hadits, tentang al Ijarah ada 38 al Hadits. 4) Sahih Ibn Khuzaimah ada 300 al Hadits tentang berbagai hal yang menyangkut ekonomi dan transaksi keuangan. 5) Sunan Abu Daud ada 290 al Hadits dalam kitab al Buyu’. 6) Sunan Al Tarmizi ada 117 al Hadits di dalam kitab al Buyu’. 7) Sunan al Nasa’i ada 254 al Hadits di dalam kitab al Buyu’. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
8)
209
Sunan Ibn Majah ada 170 al Hadits di dalam kitab al Tijarah. 9) Sunan al Darimi terdapat 94 al Hadits dalam al Buyu’. 10) Sunan al Kubra li al Baihaqi terdapat 1085 al Hadits tentang al Buyu’ dan 60 al Hadits tentang al Ijarah. 11) Musannaf Ibn Abi Syaibah terdapat 1000 al Hadits. 12) Musanaf Abdul al Razzaq terdapat 13054 al Hadits tentang al Buyu’ 13) Mustadrah al Hakim terdapat 245 al Hadits tentang al Buyu’. Angka-angka yang tersebut dalam kitab-kitab tersebut bukanlah hal yang berdiri sendiri, sebab banyak sekali nash al Hadits yang terdapat dalam kitab-kitab tersebut bunyi dan sanad-nya sama. Hal ini akan sangat membantu dalam menjadikan al Hadits sebagai sumber hukum Ekonomi Syari’ah. Disamping sumber hukum ekonomi syari’ah yang terdapat di dalam kitab-kitab al Hadits diatas, masih banyak lagi al Hadits yang terdapat dalam kitab-kitab lain seperti Sunan al Daruquthni, Sahih Ibnu Khuzaimah, Musnad Ahmad, Musnad Abu Ya’la al Musili, Musnad Abu ‘Awanah, Musnad Abu Daud al Tayalisi, Musnad al Bazzar, dan masih banyak yang lain yang semuanya merupakan sumber hukum ekonomi syari’ah yang dapat dijadikan pedoman dalam menyelesaikan perkara di Peradilan Agama. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
210
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
c. Peraturan Perundang-Undangan Banyak sekali aturan hukum yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mempunyai titik singgung dengan UndangUndang Nomor 3 Tahun 2006 ini. Oleh karena itu Hakim Peradilan Agama harus mempelajari dan memahaminya untuk dijadikan pedoman dalam memutuskan perkara ekonomi syari’ah. Diantara peraturan perundang-undangan yang harus dipahami oleh Hakim Peradilan Agama yang berhubungan dengan Bank Indonesia antara lain: • Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. • Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. • Peraturan BI No. 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syari’ah. • Peraturan BI No. 6/9/PBI/DPM Tahun 2004 tentang Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif bagi Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah. • Peraturan BI No. 3/9/PBI/2003 tentang Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif bagi Bank Syari’ah. • Surat Edaran BI No. 6/9/DPM Tahun 2004 tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi Bank Syari’ah. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
•
211
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/34/Kep/Dir tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syari’ah. • Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/36/Kep/Dir tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syari’ah. • Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 21/53/Kep/Dir./1988 Tanggal 27 Oktober 1988 tentang Surat Berharga Pasar Uang (SBPU). • Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 21/48/Kep/Dir./1988 dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 21/27/UPG Tanggal 27 Oktober 1988 tentang Sertifkat Deposito. • Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 28/32/ UPG Tanggal 4 Juli 1995 Jo. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 28/32/Kep/ Dir. tertanggal 4 Juli 1995 tentang Bilyet Giro. • Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/67/Kep/Dir. tertanggal 23 Juli 1998 tentang sertifikat Bank Indonesia. • Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 28/49/ UPG tertanggal 11 Agustus 1995 tentang Persyaratan Penerbitan dan Perdagangan Surat Berharga Komersial (Commercial Paper). • Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 23/5/ UKU Tanggal 28 Februari 1991 tentang Pemberian Garansi Bank. Sedangkan peraturan perundang-undangan yang lain yang mempunyai persentuhan dengan PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
212
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2003 tentang Peradilan Agama, antara lain: • Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Agraria. • Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1969 Tentang BUMN. • Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982, tentang Wajib Daftar Perusahaan. • Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992, tentang Usaha Perasuransian. • Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992, tentang Perkoperasian. • Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1987, tentang Dokumen Perusahaan. • Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995, tentang Perusahaan Terbatas. • Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998, tentang Kepailitan. • Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Bendabenda yang berkaitan dengan tanah. • Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995, tentang Pasar Modal. • Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Bendabenda yang Berkaitan dengan Tanah. • Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, tentang Antimonopoli dan Persaingan Tidak Sehat. • Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
•
• • • • • • • • • • • • •
213
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, tentang Wakaf. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999, tentang Zakat. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, tentang Fidusia. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000, tentang Desain Industri. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001, tentang Paten. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, tentang Merek. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001, tentang Yayasan. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977, tentang Wakaf Tanah Milik. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, tentang Pendaftaran Tanah. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998, tentang Perusahaan Terbatas (Perseroan). Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998, tentang Perusahaan Umum (Perum). Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1995, tentang Penyelenggaraan Kegiatan dibidang Pasar Modal.
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
214
•
•
•
• •
•
•
•
•
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, tentang Hak Guna Usaha. Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005, tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005, tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 1999 tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal. Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 Tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan. Keputusan Menteri Negara Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 38/SK/1999 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing. Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 515/Kpts/HK.060/9/2004 Nomor 2/SKB/ BPN/2004. Keputusan Bersama Menteri Agama dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 422 Tahun 2004, Nomor 3/SKB/BPN/2004 tentang Sertifikasi Tanah Wakaf. PERMA No. 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah.
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
215
d. Fatwa-Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) Dewan syari’ah Nasional (DSN) berada dibawah MUI, dibentuk pada tahun 1999. Lembaga ini mempunyai kewenangan untuk menetapkan fatwa tentang produk dan jasa dalam kegiatan usaha Bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah. Sampai saat telah mengeluarkan 61 fatwa tentang kegiatan ekonomi syari’ah. Sebagai berikut: • Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 01/DSNMUI/IV/2006 Tentang Giro. • Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 02/DSNMUI/IV/2006 Tentang Tabungan. • Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 03/DSNMUI/IV/2006 Tentang Deposito. • Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 04/DSNMUI/IV/2006 Tentang Murabahah. • Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 05/DSNMUI/IV/2006 Tentang Jual Beli Saham. • Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 06/DSNMUI/IV/2006 Tentang Jual Beli Istishna’. • Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 07/ DSN-MUI/IV/2006 Tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh). • Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 08/ DSN-MUI/IV/2006 Tentang Pembiayaan Musyarakah. • Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 09/DSNMUI/IV/2006 Tentang Pembiayaan Ijarah. • Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 10/DSNPELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
216
• • •
•
•
•
•
•
• •
•
MUI/IV/2006 Tentang Wakalah. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 11/DSNMUI/IV/2006 Tentang Kafalah. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 12/DSNMUI/IV/2006 Tentang Hawalah. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 13/DSNMUI/IV/2006 Tentang Uang Muka dalam Murabahah. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 14/DSNMUI/IV/2006 Tentang Sistem Distribusi Hasil Usaha dalam Lembaga Keuangan Syari’ah. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 15/DSNMUI/IV/2006 Tentang Prinsip Distribusi Hasil Usaha dalam Lembaga Keuangan Syari’ah. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 16/ DSN-MUI/IV/2006 Tentang Diskon dalam Murabahah. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 17/DSNMUI/IV/2006 Tentang Sanksi atas Nasabah Mampu yang Menunda-nunda Pembayaran. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 18/ DSN-MUI/IV/2006 Tentang Pencadangan Pengahapusan Aktiva Produktif dalam Lembaga Keuangan Syari’ah. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 19/DSNMUI/IV/2006 Tentang al Qardh. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 20/DSNMUI/IV/2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syari’ah. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 21/DSN-
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
•
•
• • • •
•
•
•
• •
217
MUI/IV/2006 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syari’ah. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 22/DSNMUI/IV/2006 Tentang Jual Beli Istishna’ Pararel. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 23/DSNMUI/IV/2006 Tentang Potongan Pelunasan dalam Murabahah. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 24/DSNMUI/IV/2006 Tentang Safe Defosit Box. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 25/DSNMUI/IV/2006 Tentang Rahn. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 26/DSNMUI/IV/2006 Tentang RAHN Emas. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 27/DSNMUI/IV/2006 Tentang al Ijarah al Muntahiyah Bi al Tamlik. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 28/DSNMUI/IV/2006 Tentang Jual Beli Mata Uang (al Sharf). Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 29/ DSN-MUI/IV/2006 Tentang Pembiayaan Pengurusan Haji Lembaga Keuangan Syari’ah. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 30/DSNMUI/IV/2006 Tentang Pembiayaan Rekening Koran Syari’ah. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 31/DSNMUI/IV/2006 Tentang Pengalihan Hutang. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 32/DSNMUI/IV/2006 Tentang Obligasi Syari’ah.
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
218
•
•
•
•
•
•
• •
•
• •
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 33/DSNMUI/IV/2006 Tentang Obiligasi Syari’ah Mudharabah. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 34/DSNMUI/IV/2006 Tentang Letter of Credit (L/C) Impor Syari’ah. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 35/DSNMUI/IV/2006 Tentang Letter of Credit (L/C) Ekspor Syari’ah. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 36/DSNMUI/IV/2006 Tentang Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia (SWBI). Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 37/DSNMUI/IV/2006 Tentang Pasar Uang Antar Bank Berdasarkan Prinsip Syari’ah. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 38/DSNMUI/IV/2006 Tentang Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank (Sertifkat IMA). Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 39/DSNMUI/IV/2006 Tentang Asuransi Haji. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 40/DSNMUI/IV/2006 Tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syari’ah di Bidang Pasar Modal. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 41/DSNMUI/IV/2006 Tentang Obligasi Syari’ah Ijarah. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 42/DSNMUI/IV/2006 Tentang Syari’ah Charge Card. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 43/DSN-
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
• •
•
•
•
•
•
•
•
•
219
MUI/IV/2006 Tentang Ganti Rugi (Ta’widh). Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 44/DSNMUI/IV/2006 Tentang Pembiayaan Multijasa. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 45/DSNMUI/IV/2006 Tentang Line Facility (atTashilat). Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 46/DSNMUI/IV/2006 Tentang Potongan Tagihan Murabahah (al Khas, Fi al Murabahah). Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 47/DSNMUI/IV/2006 Tentang Penyelesaian Piutang Murabahah Bagi Nasabah Tidak Mampu Membayar. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 48/DSNMUI/IV/2006 Tentang Penjadwalan Kembali Tagihan Murabahah. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 49/ DSN-MUI/IV/2006 Tentang Konversi Akad Murabahah. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 50/DSNMUI/IV/2006 Tentang Akad Mudharabah Musyarakah. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 51/DSNMUI/IV/2006 Tentang Akad Mudharabah Musyarakah Pada Asuransi Syari’ah. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 52/DSNMUI/IV/2006 Tentang Akad Wakalah Bil Ujrah Pada Asuransi dan Reasuransi Syari’ah. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 53/DSNMUI/IV/2006 Tentang Adab Tabarru’ Pada
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
220
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
Asuransi dan Reasuransi Syari’ah. • Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 54/DSNMUI/X/2006 Tentang Card. • Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 55/DSNMUI/V/2007 Tentang Pembiayaan Rekening Koran Syari’ah Musyarakah. • Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 56/DSNMUI/V/2007 Tentang Ketentuan Review Ujrah Pada Lembaga Keuangan Syari’ah. • Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 57/DSNMUI/V/2007 Tentang Letter of Credit (L/C) Dengan Akad Kafalah Bil Ujrah. • Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 58/DSNMUI/V/2007 Tentang Hawalah Bil Ujrah. • Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 59/ DSN-MUI/V/2007 Tentang Obligasi Syari’ah Mudharabah Konvensi. • Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 60/DSNMUI/V/2007 Tentang Penyelesaian Piutang dalam Ekspor. • Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 61/DSNMUI/V/2007 Tentang Penyelesaian Piutang dalam Impor. e. Aqad Perjanjian (Kontrak) Mayoritas Ulama berpendapat bahwa asal dari semua transaksi adalah halal. Namun asal dari persyaratan memang masih diperselisihkan. Mayoritas Ulama berpendapat bahwa persyaratan itu harus diikat dengan nash-nash atau kesimpulan-kesimpulan dari nash berdasarkan PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
221
ijtihad. Kalangan Hambaliyah dan Ibnu Syurmah serta sebagian para pakar hukum Islam dikalangan Malikiyyah berpendapat lain. Mereka menyatakan bahwa transaksi dan persyaratan itu bebas27. Namun demikian telah disepakati bahwa asal dari perjanjian itu adalah keridhaan kedua belah piahk, konsekwensinya apa yang telah disepakati bersama harus dilaksanakan. Menurut Taufiq28 dalam mengadili perkara sengketa Ekonomi Syari’ah, sumber hukum utama adalah perjanjian, sedangkan yang lain merupakan pelengkap saja. Oleh karena itu, hakim harus memahami apakah suatu akad perjanjian itu sudah memenuhi syarat dan rukun sahnya suatu perjanjian. Apakah suatu aqad perjanjian itu sudah memenuhi azas kebebasan berkontrak, azas persamaan dan kesetaraan, azas keadilan, azas kejujuran dan kebenaran serta azas tertulis. Hakim juga harus meneliti apakah akad perjanjian itu mengandung hal-hal yang dilarang oleh Syari’at Islam, seperti mengandung unsur riba dengan segala bentuknya, ada unsur gharar atau tipu daya, unsur maisir atau spekulatif dan unsur dhulm atau ketidak-adilan. Jika unsur-unsur ini terdapat dalam aqad perjanjian itu maka hakim dapat menyimpang dari isi aqad perjanjian itu. Berdasarkan pasal 1244, 1245 dan 1246 KUH Perdata, apabila salah satu pihak melakukan 27 Abdullah al Mushlih dan Shalah Ash Shawi, Ma La Yasa’ut Tajiru Jahluhu, terjemahan Abu Umar Basyir, Fiqih Ekonomi Keuangan Islam Darul Haq, Jakarta, 2004,hal.58 28 Taufiq, Sumber Hukum Ekonomi Syari’ah, Makalah yang disampaikan pada acara Semiloka Syari’ah, Hotel Gren Alia Jakarta, tanggal 20 November 2006,hal 6-7. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
222
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
ingkar janji (wanprestasi) atau perbuatan melawan hukum, maka pihak yang dirugikan dapat menuntut ganti rugi yang berupa pemulihan prestasi, ganti rugi, biaya dan bunga. Apakah ketentuan ini dapat dilaksanakan dalam konsep perjanjian dalam syari’at Islam? Ketentuan ini tentu saja tidak bisa diterapkan seluruhnya dalam hukum keperdataan Islam, karena dalam akad perjanjian Islam tidak dikenal adanya bunga yang menjadi bagian dari tuntutan ganti rugi. Oleh karena itu, ketentuan ganti rugi harus sesuai dengan prinsip Syari’at Islam. Jika salah satu pihak tidak melakukan prestasi, dan itu dilakukan bukan karena terpaksa (overmach), maka ia dipandang ingkar janji (wanprestasi) yang dapat merugikan pihak lain. Penetapan wanprestasi ini bisa berbentuk putusan hakim atau atas dasar kesepakatan bersama atau berdasarkan ketentuan aturan hukum Islam yang berlaku. Sehubungan dengan hal diatas, bagi pihak yang wanprestasi dapat dikenakan ganti rugi atau denda dalam ukuran yang wajar dan seimbang dengan kerugian yang ditimbulkannya serta tidak mengandung unsur ribawi. Jika debitur yang wanprestasi karena pertama, ketidakmampuan yang bersifat relatif, maka kreditur harus memberikan alternatif berupa perpanjangan waktu pembayaran (rescheduling), memberi pengurangan (discaunt) keuntungan, diberikan kemudahan berupa secondinitioning kontrak atau dilakukan likuidasi (penjualan barangPELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
223
barang jaminan). Jika debitur masih juga tidak mampu membayar prestasinya, maka kreditur (Bank) dapat memberikan kebijakan hapus buku (write of). Kedua, karena ketidakmampuannya yang bersifat mutlak, kreditur (Bank) harus membebaskan debitur dari kewajiban membayar prestasi atau memberikan kebijakan hapus tagih (hair cut). Ketiga, jika debitur wanprestasinya karena itikad tidak baik, maka dapat diumumkan kepada masyarakat luas sebagai debitur nakal dan dikenakan sangsi paksa badan atau hukuman lainnya. Perbuatan melawan hukum oleh CST Kansil29 diartikan bahwa berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang melanggar hak orang lain, atau berlawanan dengan kewajiban hak orang yang berbuat atau tidak berbuat itu sendiri atau bertentangan dengan tata susila, maupun berlawanan dengan sikap hati-hati sebagaimana patutnya dalam pergaulan masyarakat, terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain. Sangsi untuk perbuatan melawan hukum diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata yang menetapkan bahwa setiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian pada orang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut. Dalam hukum Islam, perbuatan melawan hukum dikenal dengan istilah “Perbuatan yang membahayakan” atau “Al Fi’il al Dharr”. Dalam 29 CST. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Idonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1986), hal.254. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
224
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
kaitan ini Musthafa Ahmad al Zarqa30 menjelaskan bahwa ada 9 ayat al Qur’an, 31 Hadits Rasulullah SAW dan 23 pendapat sahabat yang menjelaskan perbuatan yang membayakan itu. Ayat-ayat Al Qur’an yang dimaksud adalah Al Nisa ayat 30, Al Baqarah ayat 188, Al ‘Araf ayat 56, Al Baqarah ayat 205, Yusuf ayat 73, Al Nur ayat 4 & 23 dan surat Al Anbiya ayat 78-79. Melihat kepada ayat-ayat diatas, maka bagi seorang yang melakukan perbuatan melawan Hukum diminta untuk bertanggung-jawab atas perbuatannya. Hanya saja bentuk tanggungjawabnya berbeda-beda, ada yang bersifat moral (saksi ukhrawi) ada pula yang bersifat sanksi duniawi, yakni berbentuk keharusan memberi ganti rugi yang seimbang dan adil dengan kerugian yang diderita, ada juga yang berbentuk tanggung jawab dengan menghilangkan dharar (bahaya dan kerugian) dengan cara yang makruf atau bentuk lain yang dibenarkan oleh Syari’at Islam. Namun ganti rugi disini tidak boleh mengandung unsurunsur ribawi sebagaimana konsep ganti rugi yang diatur dalam KUHPerdata. Jadi, dalam hukum Islam bagi pihak debitur/kreditur yang melakukan perbuatan melawan hukum dapat dikenakan ganti rugi dan atau denda dalam ukuran yang wajar dan seimbang dengan kerugian yang ditimbulkan dan tidak mengandung unsur ribawi. 30 Musthafa Ahmad al Zarqa, Al Fi’il al Dharr al Dhaman fih, (Damaskus; Dar’al Qalam, 1988),hal.208. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
f.
225
Fiqih dan Ushul Fiqih Fiqih merupakan sumber hukum yang dapat dipergunakan dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah. Sebagian besar kitab-kitab fiqih yang muktabar berisi berbagai masalah muamalah yang dapat dijadikan acuan dalam menyelesaikan masalah ekonomi syari’ah. Disamping kitabkitab fiqih yang dianjurkan oleh Menteri Agama RI melalui Biro Peradilan Agama berdasarkan Surat Edaran Nomor B/1/735 Tanggal 18 Februari 1958 agar mempedomani 13 kitab fiqih dalam memutus perkara dilingkungan Peradilan Agama, perlu juga dipelajari berbagai kitab fiqih lain sebagai bahan perbandingan dan pedoman seperti Bidayatul Mujtahid yang ditulis oleh Ibn Rusy, Al Mulakhkhash Al Fiqhi yang ditulis oleh Syaikh DR. Shalih bin Fauzan bin Abdullah al Fauzan, Al Fiqh al Islami wa Adillatuhu yang ditulis oleh DR. Wahbah al Zuhaili, Fiqhus Sunnah yang ditulis oleh Sayyid Sabiq dan sebagainya. Selain dari itu perlu juga dipahami berbagai kaidah fiqih, sebab kaidah-kaidah ini sangat berguna dalam menyelesaikan perkara. Kaedah fiqih terkandung prinsip-prinsip fiqh yang bersifat umum dalam bentuk teks pendek yang mengandung hukum umum yang sesuai dengan bagian-bagiannya. Kaedah Fiqh ini berisi kaedahkaedah hukum yang bersifat kulliyah yang diambil daripada dalil-dalil kulli, yaitu dari dalil-dalil Al Qur’an dan al Sunnah, seperti al Dararu Yuzalu
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
226
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
(Hal-hal yang darurat mesti harus dilenyapkan dan lain-lain). Dengan hal tersebut diatas dapat diketahui bahwa qawaid fiqiyah adalah kaidah atau dasar fiqh yang bersifat umum yang mencakup hukumhukum syara’ menyeluruh dari berbagai bab dalam masalah-masalah yang masuk dibawah cakupannya. Dewan Syari’ah Nasional MUI dalam menetapkan berbagai fatwa tentang ekonomi syari’ah sebagaimana yang terdapat dalam buku Himpunan Fatwa DSN, hampir semua fatwanya selain ber-hujjah pada al Qur’an dan al Sunnah serta aqwal ulama juga ber-hujjah kepada qowaidul fiqhiyyah. g. Adab Kebiasaan Islam sengaja tidak menjelaskan semua persoalan hukum, terutama dalam bidang muamalah didalam al Qur’an dan al Sunnah. Islam meletakkan prinsip-prinsip umum yang dapat dijadikan pedoman oleh para Mujtahid untuk berijtihad menentukan hukum terhadap masalahmasalah baru yang sesuai dengan tuntutan zaman. Inilah diantaranya yang mejamin eksistensi dan fleksibelitas hukum Islam, sehingga hukum Islam akan tetap shalihun likulli zaman wal Makan. Jika masalah-masalah baru yang timbul saat ini tidak ada dalilnya dalam al Qur’an dan al Sunnah, serta tidak ada prinsip-prinsip umum yang dapat disimpulkan dari peristiwa itu, maka dibenarkan untuk mengambil dari nilai-nilai yang PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
227
hidup dalam masyarakat, sepanjang nilai-nilai itu tidak bertentangan dengan syari’at Islam. Hal-hal yang baik menjadi kebiasaan, berlaku dan diterima secara umum serta tidak berlawanan dengan prinsip-prinsip syari’ah itulah Urf. Para ahli Hukum Islam sepakat bahwa urf semacam ini dapat dijadikan pertimbangan dalam menetapkan hukum. Disinilah muncul kaedah “Al ‘Adah Muhakkamah”. Berdasarkan uruf, para ahli hukum Islam menyatakan sahnya bai’ salam, bai’ istishna’, bai’ mu’athah, ijarah dan sebagainya. Dalam literatur yang membahas tentang ke-hujjah-an urf sebagai sumber hukum, dapat diketahui bahwa urf itu telah diamalkan oleh semua para ahli hukum Islam, terutama dikalangan mazhab Hanafiah dan Malikiyyah. Ahli hukum dikalangan Hanafiah menggunakan Istihsan dalam menetapkan hukum dan salah bentuk istihsan ini adalah istihsan al urf. Para ahli hukum dikalangan mazhab Malikiyyah juga mempergunakan urf sebagai sumber hukum terutama urf yang hidup dikalangan ahli Madinah sebagai dasar dalam menetapkan hukum. Para ahli hukum dikalangan Syafiiyyah banyak mempergunakan urf dalam hal yang tidak ditemukan hukumnya dalam hukum syara’. Mereka mempergunakan kaedah “setiap yang datangnya dengan syara’, secara mutlak, dan tidak ada ukurannya dalam syara’ maupun dalam bahasa, maka hal tersebut dikembalikan kepada urf. Imam Syafi’i mempergunakan urf PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
228
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
sebagai sumber hukum atas dasar pertimbangan kemaslahatan (kebutuhan orang banyak), dalam arti orang banyak akan mengalami kesulitan bila tidak mempergunakan urf sebagai sumber hukum dalam menyelesaikan berbagai masalah sosial yang timbul dalam kehidupan masyarakat. h. Yurisprudensi Sampai saat ini belum ada yurisprudensi (putusan Pengadilan Agama) yang berhubungan dengan ekonomi syari’ah. Sementara ini baru ada empat buah putusan dari Pengadilan Agama Purbalingga Jawa Tengah dan satu putusan Pengadilan Agama Bukit Tinggi dan satu putusan Pengadilan Tingi Agama Padang yang sekarang sedang kasasi di Mahkamah Agung. Selain dari itu, terdapat beberapa putusan Pengadilan Niaga tentang ekonomi konvensional yang sudah menjadi yurisprudensi tetap. Yurisprudensi ini dapat dipergunakan sebagai bahan perbandingan dalam pemeriksaan dan memutus perkara ekonomi syari’ah. Dalam kaitan ini ada beberapa yurisprudensi dari Pengadilan Sudan, Bangladesh, Bahrain dan Qatar yang dapat dijadikan acuan dan perbandingan dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara ekonomi syari’ah. Saat ini sedang diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia.
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
229
E. Penutup Demikianlah beberapa hal yang menyangkut permasalahan dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari’ah, Sebuah Kewenangan Baru Peradilan Agama. Sudah tentu kendala-kendala yang dihadapi cukup banyak, namun sebahagian kecil permasalahan tersebut telah diuraikan diatas dengan maksud semua pihak, terutama aparat di lingkungan Peradilan Agama supaya mempersiap diri menghadapi kendala-kendala tersebut, guna mengantisipasi dalam menangani kasus-kasus penyelesaian sengketa ekonomi Syari’ah yang ditugaskan kepadanya. Oleh karena kurangnya literatur, dan waktu yang sangat terbatas, maka makalah yang sederhana ini banyak kekurangannya. Oleh karena itu, saran-saran yang bersifat membangun dalam penyempurnaan makalah ini sangat diharapkan dari peserta forum ini. Billahi taufiqy wal-hidayah
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
230
Tanya Jawab Ahrum Hoerudin Pengadilan Agama Indramayu Pertanyaan: Pertama Perihal sistem kamar dengan amandemen RUU yang baru sekarang. Dikatakan bahwa perkara dari pengadilan agama dan perkara-perkara yang mendapat prioritas, tidak boleh kasasi, hanya sampai tingkat banding. Begitu juga dikatakan dalam buku pedoman jangka panjang rencana kerja Mahkamah Agung 25 tahun ke depan. Barangkali Bapak lebih mengetahui mengenai hal tersebut. Kedua Misalnya, saya melihat dalam kenyataan praktek dilapangan, sistem akad yang terjadi diperbankan termasuk juga di BSM dan bank-bank lain. Pada akad murabahah mengenai pembelian sebuah rumah dan tanah masih tercantum kalimat, perselisihan berkaitan dengan masalah akad ini akan disepakati bersama yaitu akan diselesaikan melalui Pengadilan Negeri. Kedua, mengenai pola pelaku ekonomi yang belum memasyarakat, belum percaya atau belum tahu mengenai UU No. 3 tahun 2006. Menurut hemat saya, semestinya perselisihan mengenai hal-hal akad menjadi ruang lingkup pengadilan agama, sesuai dengan UU. Ketiga mengenai sosialisasi hukumnya merupakan kemestian seperti yang Bapak sampaikan. Persepsi Aparat departemen agama dan masyarakat juga demikian. Oleh karena itu salah satu solusimya barangkali anggaran untuk penyuluhan dan sosialisasi hukum harus ditingkatkan karena merupakan bagian integral dari upaya untuk meningkatkan citra take and give di dalam PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
231
memahami Undang-Undang tentang eksistensi peradilan agama. Jawaban: Pertama, masalah sistem kamar di Mahkamah Agung tidak ada permasalahan. Jadi memang ada kamar perdata, perdata agama, pidana dan kamar TUN. Saya memang orang peradilan agama, tapi juga menyelesaikan perkara umum. Saya termasuk di tim 4 yang dipimpin oleh Pak Muhammad Saleh, yang kemarin terpilih menjadi wakil ketua yudisial. Jadi tidak ada masalah. Kemudian memang ada wacana dalam draft RUU Mahkamah Agung untuk pembatasan perkara cerai di peradilan agama, tetapi insya Allah tidak. Ketua Mahkamah Agung setuju jika masalah perceraian akan tetap diselesaikan sampai Mahkamah Agung. Departemen kehakiman juga begitu dan mudah-mudahan DPR nanti juga setuju. Pada Surat Edaran Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa, seluruh Pengadilan Agama harus menangani masalah-masalah orang yang mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Kemudian kemarin juga banyak surat-surat yang masuk ke DPR terutama dari ibu-ibu, yang meminta agar masalah perceraian itu harus tetap sampai ke Mahkamah Agung. Menurut mereka, itu adalah hak asasi manusia, apabila tidak diberikan haknya akan melanggar hak asasi manusia. Kedua, Bank Indonesia menganggap bahwa orang-orang Pengadilan Agama tidak tahu masalah ekonomi syariah, akan tetapi setelah kita jelaskan dan berikan data yang lulus S2 ekonomi syariah. Bank Indonesia baru mengerti. Bahkan Bank Indonesia menyambut positif. Insya Allah pada Bulan April akan ada 2 angkatan yang akan diberi pelatihan seperti ini oleh Bank Indonesia. Pada Bulan Maret nanti, hakim agung akan diundang untuk pemahaman bersama tentang istilah-istilahnya. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
232
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
Ini tadi bank apa Pak? Kalau Bank Mandiri sudah mengirim surat kepada Tuada Agama, memberitahu bahwa, kalau ada sengketa kontrak ekonomi syariah akan diselesaikan di PA. Masalah sosialsiasi insya Allah nanti kita akan berusaha untuk bisa sosialisasi lebih banyak lagi. Bua Eva Hidayah Pengadilan Agama Bandung Pertanyaan: Jujur saya belum pernah menangani perkara ekonomi syariah. Namun setelah saya pindah di Pengadilan Agama Bandung, saya mendengar bahwasanya Pengadilan Agama Bandung pernah memeriksa perkara ekonomi syariah, namun perkara tersebut dinyatakan tidak dapat diterima, karena pada saat itu hakim melihat pada transaksi yang dibuat. Bilamana terjadi sengketa, penyelesaiannya dilakukan di Pengadilan dan/atau Badan Arbitrase Nasional, sehingga oleh hakim sebelumnya dinyatakan tidak dapat diterima. Salah satu pertimbangannya karena ada Surat Edaran Mahkamah Agung yang berkaitan dengan penyelesaian sengketa ekonomi syariah, kalau tidak salah diselesaikan oleh Badan Arbitrase. Pertanyaan saya, seandainya masuk dan ada perkara yang demikian, apakah kita masih bisa memeriksa perkara tersebut? Jawaban: Sebelum Ibu Wakil, Bu Mariana pensiun, Beliau mengeluarkan Surat Edaran No. 2 Tahun 2008, tapi bunyi Surat Edaran itu adalah, terhadap putusan Basyarnas eksekusinya dilakukan oleh Pengadilan Agama bukan Pengadilan Negeri. Tidak ada masalah kewenangan. Jadi apabila sudah diputus oleh Basyarnas dan perlu eksekusi, maka eksekusinya ke Pengadilan Agama. Dalam PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
233
waktu 1 bulan setelah diputus oleh Basyarnas harus didaftarkan ke Pengadilan Agama. Itu bunyi Surat Edaran No. 2 Tahun 2008. Kemudian ketika keluar Undang-Undang Kehakiman menyebutkan dalam penjelasannya ada kata-kata, termasuk ekonomi syariah. Jadi Mahkamah Agung membatalkan Surat Edaran No. 2 Tahun 2008, mengatakan bahwa Putusan Basyarnas bukan lagi menjadi wewenang Pengadilan Agama lagi. Yang mengeksekusi adalah Pengadilan Negeri. Itu saja bukan masalah kewenangan. Jadi dalam surat edaran itu, harus dibaca dulu duduk masalahnya. Jadi masalah eksekusi putusan Basyarnas dulu menjadi wewenang Pengadilan Agama menurut surat edaran Mahkamah Agung kemudian waktu Pak Abdul Kadir Mappong jadi wakil ketua itu dicabut, sebab ada Undang-Undang yang dalam penjelasannya menyatakan bahwa eksekusi Arbitrase itu adalah wewenang Pengadilan Negeri, oleh karena itu Mahkamah Agung mencabut surat edaran itu. Sekarang ada perkara di Mahkamah Konstitusi Pasal 55 UU No. 21 Tahun 2006 supaya ada ketegasan, apakah masuk Pengadilan Negeri atau masuk Pengadilan Agama. Jangan digantungkan seperti itu. Semuanya ada dalam penjelasan, jika kita baca Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2006 itu Pasal 55 mengatakan bahwa, ekonomi syariah itu wewenang Pengadilan Agama sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, akan tetapi karena dalam penjelasan dikatakan penyelesaian sengketa itu bisa Pengadilan Negeri, bisa juga lembaga lain, bolehboleh saja. Itu kan artinya membuat orang lain bingung. Pasal itu sekarang sedang di uji materiil, sudah 2 (dua) kali sidang, kita tinggal tunggu saja hasilnya. Kemudian masalah kontrak, apa yang disebut dalam kontrak memang tidak dapat diubah. Jadi Pengadilan Agama Bandung menurut saya sudah benar. Jadi kalau yang disebut dalam kontrak PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
234
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
itu Basyarnas, ya Basyarnas, kita tidak boleh mengadili, sudah betul NO. Hanya saja masalah pengadilannya pengadilan agama atau pengadilan negeri tidak tegas. Kalau sudah masuk Pengadilan Agama, ya adili saja, nanti kan sampai juga, di Mahkamah Agung nanti terserah Mahkamah Agung. Artinya di Mahkamah Agung timnya tidak hanya dari agama saja, dari lingkungan peradilan umum juga ada. Sarnoto Pengadilan Agama Jakarta Pusat Pertanyaan: Tadi disampaikan bahwa kewenangan ekonomi syariah untuk Pengadilan Agama sesuai dengan Undang-Undang No. 3 tahun 2006 itu ada 11 kalau ditambah wakaf dan zakat sehingga 13. Sengketa ekonomi syariah disini apakah hanya terbatas pada antara nasabah dengan lembaga keuangan syariah ataukah bisa menjangkau antara orang per orang yang melakukan perjanjian dibawah tangan atau bahkan secara adat kemudian dibawa sengketa ke pengadilan agama, misalnya gadai di bawah tangan. Bisa tidak menjangkau kesana? Yang kedua, disini kan kita ada Undang-Undang haji, kemudian juga ada biro-biro travel dan umroh, misalnya kalau ada sengketa antara calon jamaah dengan biro travel itu apakah itu juga bisa dibawa ke ranah pengadilan agama? Jawaban: Yang pertama ini sudah pernah masuk, jadi boleh saja seluruhnya tapi kasus ini belum diputus oleh Mahkamah Agung jadi saya tidak berani berkomentar. Tapi perkara ini sudah sampai kasasi, Insya Allah nanti kalau sudah diputus kami masukkan ke varia peradilan apakah bisa atau tidak dibawah tangan dibawa ke pengadilan PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
235
agama, tapi perkara itu 1-1 ya, di Pengadilan Agama dikabulkan, kemudian di PTA ditolak, sekarang kasasi. Kemudian untuk yang kedua juga sudah pernah masuk, travel biro yang syariah yang urusan haji sudah pernah masuk, tapi hanya sampai banding tidak sampai kasasi, artinya boleh saja travel biro digugat oleh nasabahnya karena kontraknya kontrak syariah.
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
SESI VIIi
teknik pembuatan putusan
dr. h. habiburrahman, s.h., m.hum. hakim agung ma ri
239
Teknik Pembuatan Putusan A. Pendahuluan Putusan adalah “Mahkota Hakim”, karena dari putusan itu orang lain dapat menilai kedalaman pengetahuan hukum hakim yang memeriksa dan memutus sesuatu perkara. Pengetahuan hukum yang harus dikuasai hakim sesungguhnya harus multi disiplin yang meliputi hukum acara/hukum formil, hukum materiil, ilmu hukum, filsafat hukum, sosiologi hukum, politik hukum, kriminologi, psikologi hukum, ilmu komunikasi, hukum adat, metodologi hukum, dan lain-lan. Kritik Asikin Kusumah Atmadja, bahwa sering dijumpai putusan-putusan hakim yang kurang dalam mempertimbangkan hukum (onvoldoende gemotiveerd) sehingga putusan tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Agung. Tentu yang menjadi korban dari kedangkala pengetahuan hukum hakim Judex Factie tersebut adalah para pihak pencari keadilan, dan hal ini salah satu bentuk ketidak-adilan yang dapat melukai hati dan perasaan masyarakat pencari keadilan. Lebih lanjut Beliau memberikan kritikan terhadap beberapa putusan hakim yang disinyalir “hakim tidak tahu apa yang seharusnya dibuktikan dan siapa yang harus membuktikan (burden of proof). Agar pembuktian lebih fokus dan tajam, maka Pasal 163 HIR tidak mewajibkan Penggugat untuk membuktikan semua dalil gugatannya, melainkan hal-hal yang disengketakan saja yang harus dibuktikan – pengakuan PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN
240
dihadapan hakim perdata adalah sah dan mengikat -, oleh karenanya dalil-dalil Penggugat yang tidak dibantah oleh Tergugat, tidak perlu Penggugat dibebani alat bukti lainnya. Yang harus membuktikan adalah yang mendalilkan, Yurisprudensi tetap menyatakan bahwa tidak mungkin Penggugat harus membuktikan bahwa Tergugat belum membayar harga barang yang dibelinya, tetapi Tergugatlah yang dibebankan untuk membuktikan bahwa ia telah membayar, Penggugat yang menuntut pembayaran sejumlah uang nafkah yang dilalaikan oleh Tergugat, bila Tergugat menyangkal bahwa ia tidak pernah melalaikan memberikan nafkah kepada Penggugat dan/atau anak-anak keduanya, maka Tergugatlah yang harus membuktikan bahwa ia benarbenar telah memberikan nafkah yang menjadi kewajibannya itu. Suatu putusan yang baik, bukan hanya ditentukan kecukupan pertimbangan hukumnya, tetapi dapat dinilai dari kepadatan isi dan runtutnya redaksi, sehingga dapat dihindari putusan yang berpanjang-panjang atau justru dipanjangpanjangkan dengan mengejar ketebalan jumlah halaman putusan. Kiranya para hakim dapat menyadari bahwa putusan yang dijatuhkan merupakan mahkotanya, yang melambangkan harga diri seorang hakim, yang membedakan profesi luhur seorang hakim dengan pegawai lainnya, sehingga dapat dikaji secara akademik, dan juga secara structural kelembagaan.1 Aharon Barak: “Hakim yang baik adalah hakim dengan legitimasi yang dimilikinya mampu membuat dan menciptakan hukum lebih dari sekadar hukum, yaitu dapat menjadi jembatan terbaik yang dapat menghubungkan 1
Sutadi, Mariana, Op. Cit., h. 38-39. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN
241
hukum an sich dengan masyarakatnya dan dapat menjadi pelindung bagi nilai-nilai konstitusi dan kemasyarakatan”2 Cita-cita tersebut tersebut berbanding lurus dengan induk teori kontrak sosial ala Thomas Hobbes, Locke dan JJ. Rousseau dan/atau Roscoe Pound yang secara garis besar menyebutkan bahwa hukum adalah instrumen pengubah masyarakat, yang harus berjalan sebagai pengayom dan pelindung warga negara, karena sejatinya hukum diciptakan untuk memenuhi rasa keadilan manusia. Dengan kondisi seperti itu, dimana sebenarnya letak strategis putusan hakim untuk menjadi penegak hukum yang mandiri sebagaimana amanat undang-undang tanpa diintimidasi kekuasaan apapun? Sementara disisi lain harus mampu memenuhi dahaga masyarakat terhadap keadilan sosial. Bagaimana cetak biru badan peradilan dalam menyelesaikan gejolak psikososiologis sehingga dapat mensterilkan opini publik yang berada pada grey area? Dalam konteks ilmu sosial, dapatkah bias opini publik terhubungkan dengan sistem instalasi yuridis saat hakim wajib membuat putusan dengan asas: Mengadili menurut hukum? (Rechtratigheid).3 Kata peradilan sebagai penegak hukum dan keadilan, terkandung makna bahwa tugas penegakan hukum dan keadilan tersebut berada dipundak hakim (Penjelasan Pasal 1 UU. No. 48 Tahun 2009). Hakim sebagai manusia yang akan menentukan keputusan yang akan ditetapkannya. Keputusan hakim: berupa putusan (vonnis) dan penetapan (beschikking). 2 Aharon Barak, The Judge in a Democracy, Princenton University Press, 2006. Halaman 122-123. 3 Maruli, Jimmy, Putusan Yang Progresif, (Jakarta: Varia Peradilan PP IKAHI, 2010), Ed. April 2010, h. 78. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
242
TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN
Putusan dan penetapan ialah hasil yang diambil dari suatu pemeriksaan didasarkan pada pertimbangan hukum dan ketentuan-ketentuan yang berlaku serta atas keyakinan Hakim, diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka untuk umum. Beda putusan dan penetapan; putusan untuk perkara contentieus, sedangkan penetapan untuk perkara voluntaire. B. Putusan 1. Kepala Putusan Pertama, Judul. Perkara perdata yang masuk ke pengadilan dikategorikan kepada perkara voluntair dan perkara contentius. Untuk perkara voluntair produknya diberi judul “PENETAPAN” (Beschikking), sedangkan untuk perkara contentius diberi judul “PUTUSAN” (Vonnis). (letakkan ditengah, dikasih spasi, ditulis dengan huruf besar, diblok dan digaris-bawah). Kedua, Nomor perkara. Perkara perdata yang bersifat voluntair diberi nomor urut sesuai nomor yang dicatatkan oleh bendahara perkara pada SKUM (Surat Kuasa Untuk Membayar), dengan kode P, dan yang bersifat contentius dengan kode G. Nomor Perkara (letaknya di bawah judul, dengan 1(satu) spasi, tidak diblok dan tdk digaris bawah) Ketiga, BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM Keempat, DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA; Misi luhur dan mulia serta sesuai dengan ajaran agama Islam, bahwa lembaga peradilan adalah lembaga PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN
243
Negara untuk menegakkan hukum dan keadilan, bagi masyarakat pencari keadilan. UU. No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU. No. 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan UU. No. 50 Tahun 2009 Pasal 57 ayat (1) menyatakan: Pengadilan dilakukan DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Ayat (2) Tiap penetapan dan putusan dimulai dengan kalimat BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM diikuti dengan DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. “Misi suci (mission secree) lembaga peradilan di Indonesia bukan untuk menegakkan hukum demi hukum itu sendiri, seperti yang dikemukakan oleh Oliver Wendell Holmes, “The supreme court is not court of justice, it is a court of law”, melainkan untuk menegakkan hukum demi keadilan, baik bagi individu maupun bagi masyarakat, bangsa, dan Negara; bahkan keadilan yang dimaksud adalah keadilan Demi Tuhan Yang Maha Esa sehingga terciptanya suasana kehidupan bermasyarakat yang aman, tenang, tenteram, tertib, dan damai. Hal ini tercermin dari setiap keputusan hakim di Indonesia, yang diawali dengan ungkapan yang sangat religius, yakni “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.4 Memulai putusan dengan basmalah amat dalam maknanya, sebagaimana yang dikemukakan Abul A’la al-Maududi (1903-1983) dalam teorinya “Kedaulatan Tuhan”.5 Menurut Maududi, Tuhan merupakan Sang 4 Sudirman, Antonius, Hati Nurani Hakim dan Putusannya, (Bandung, PT. Aditya Bakti, 2007), Cet. I, h. 1. 5 Maududi, Sayyid Abul A’la, The Islamic Law And Constitution, (Lahore, Pakistan: Islamic Publications Ltd., 1960), Ed. II, Terjemah oleh Drs. Asep Hikmat, Hukum Dan PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN
244
Maha Tunggal yang paling otoritatif dalam prinsip hukum. Dengan demikian, seluruh konsepsi-konsepsi tentang hukum atau apapun bentuknya atas nama hukum apapun, bila bertentangan dengan ajaran-ajaran Tuhan sebagai sumber hukum hendaklah ditolak. Oleh karena itu, menurut al-Maududi, segala macam teori dan ajaran hukum yang tidak mengambil dan/atau bersumber kepada ajaran-ajaran Tuhan berarti menolak kedaulatan Tuhan. Masyarakat menjadi resah dan bingung, bila ada putusan hakim pada peradilan agama yang nyata-nyata menyimpang dari ajaran Tuhan, mereka menganggap bahwa hakim tersebut tidak taat kepada ajaran-ajaran Allah dan menolak kedaulatan Tuhan. Penulisan Basmalah telah terjadi silang pendapat, ada yang bertahan harus sesuai dengan bunyi pasal perundang-undangan dan ada yang diketik dengan huruf ‘arab. Dalam tugas hakim mengkualifisir, bahwa rujukan pertama hakim pada peradilan agama adalah alQurân dan Hadits, berikutnya baru hukum perundangundangan. Dengan demikian dalam satu pendapat, lebih tinggi nilai putusan/penetapan yang menggunakan: (Bismillah dengan menggunakan tulisan Arab) dibandingkan dengan menggunakan: BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM, karena dapat terjamin ketepatan dari segi makhraj dan tajwidnya. Kelima, Pembukaan putusan yaitu penyebutan pengadilan yang memeriksa dan memutus, pengadilan Konstitusi Sistem Politik Islam, (Bandung: Mizan, 1990), Cet. I, h. 23. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN
245
tingkat pertama dengan menyebut nama Kota atau Kabupaten, sedangkan untuk tingkat banding, nama Ibu Kota Provinsi atau nama Provinsi, sesuai dengan sebutan pada Undang-Undang pembentukannya. Keenam, Identitas kedua belah pihak (ditulis memanjang kesamping, berbeda dengan perkara jinayat yang ditulis berurutan kebawah). Ketujuh, Entry Point yang berisikan kalimat: Pengadilan Negeri tersebut; Setelah membaca ………………dst ; Contoh: P U T U S A N No. 050/Pdt.G/2013/PA.Wtp. : DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA; Pengadilan Agama Watampone yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara perdata agama pada tingkat pertama, telah mengambil putusan sebagai berikut dalam perkara gugatan harta warisan antara: SYAMSINAR binti HARUN, umur 78 tahun, Pendidikan Meyses, agama Islam, alamat Jl. Pinus No.71 RT.03/ RW.VII. Perum Bumi Tanjung Elok, Kel. Antah Berantah, Kec. Watan Selatan, Kabupaten Watampone, selanjutnya disebut sebagai Penggugat; M e l a w a n: 1.WARDOYO bin MUJONO, umur 39 tahun, pekerjaan Pelaut, agama Islam, alamat Jln. Karangbolong No. 27 RT.06/RW.I Desa Udayana, Kec. Watan Selatan, Kabupaten Watampone, selanjutnya disebut sebagai PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN
246
Tergugat I; 2.NATEM binti SAMADIKUN, umur 67 tahun, pekerjaan pensiunan RSU Watampone, agama Islam, alamat Jln. Karangbolong No. 27 RT.06/RW.I Desa Udayana, Kec. Watan Selatan, Kabupaten Watampone, selanjutnya disebut sebagai Tergugat II; Pengadilan Agama tersebut; Telah membaca dan mempelajari berkas perkara dan semua bukti surat yang berhubungan dengan perkara ini; Telah mendengar keterangan saksi-saksi yang diajukkan dalam persidangan; 2.
3.
Tentang Duduk Perkaranya. Pertama, uraian tentang pendaftaran perkara, dengan menyebutkan tanggal pembuatan surat gugatan/ permohonan, tanggal didaftar dalam Buku Register Perkara, dan Nomor perkara; Kedua, uraian tentang posita surat gugatan Penggugat, jawaban Tergugat, replik, duplik, alat-alat bukti diberi nomor urut, seperti: P – I, II, III dst atau T – I, II, III dst – hakim harus menjelaskan apakah alat bukti berupa fotokopi yang telah dinaarzegelen tersebut telah dicocokkan dengan aslinya -, keterangan saksisaksi juga dikonfrontir dengan pihak lawan – keterangan saksi Penggugat apakah dibenarkan atau ditolak oleh Tergugat, demikian sebaliknya, dan kesimpulan masingmasing pihak. Tentang Hukumnya. Pertama, tentang “EKSEPSI” PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN
•
247
apakah tentang absolut competensi atau relatif competensi; • atau error in persona; • atau obscuur libel; dll. Eksepsi Tergugat harus dipertimbangkan dengan baik dan lengkap Kedua, tentang POKOK PERKARA Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat adalah sebagaimana tersebut di atas; Apa saja yang menjadi pokok masalah yang dituntut oleh Penggugat, sebagaimana jelas tuntutantuntutan Penggugat tersebut terurai satu-persatu di dalam petiutm surat gugatan; Ketiga, masalah dianalisa satu-persatu, apakah dalil Penggugat diakui oleh Tergugat ataukah ditolak, bila diakui berlaku aksioma “pengakuan dihadapan hakim perdata adalah sah dan mengikat”, bila ditolak maka alat bukti yang dikemukakan oleh Penggugat diuraikan dan dinilai alat bukti tersebut, apakah cukup meyakinkan majelis hakim atau hanya berupa bukti permulaan yang masih memerlukan alat bukti lainnya. Contoh penilaian hakim terhadap bukti tertulis: Menimbang, bahwa semua fotocopy bukti tertulis yang diajukan Kuasa Penggugat tersebut telah diperiksa dan diteliti oleh Majelis Hakim, ternyata bukti P-1, P-2, P-3, P-7, P-9, P-10, P-11, P-12, P-13, P-14, P-15, P-16, P-17, P-18, P-19, P-20, P-24, P-25 dan P-26 sesuai dengan asli dan telah dibubuhi meterai secukupnya, sedangkan bukti P-4, P-5, P-6, P-8, P-21, P-22 dan P-23 tidak ada aslinya; PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
248
TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN
Selanjutnya pemeriksaan saksi-saksi, baik saksisaksi Penggugat untu memperkuat dalil-dalilnya atau memperkuat bukti tertulis, maupun saksi-saksi Tergugat dalam rangka mematahkan alat bukti yang diajukan Penggugat. Bila Penggugat dapat membuktikan dalilnya, maka dalil Penggugat tersebut adalah “fakta”. Sebaliknya Tergugat pun diberi kesempatan untuk membuktikan sanggahannya, sama seperti diatas hakim lah yang akan menilai alat bukti – alat bukti tersebut., apakah Tergugat dapat mengajukan bukti yang lebih kuat untuk mematahkan bukti Penggugat. Tugas hakim dalam rangka menemukan fakta disebut “mengkonstatir”. Mengkonstatir adalah upaya majelis hakim untuk mengungkap dalil-dalil yang dikemukakan oleh Penggugat di dalam posita surat gugatan, jawaban Tergugat dalam eksepsi, dalam pokok perkara, dan gugatan rekonvensi. Selanjutnya replik, duplik, dan selanjutnya kemampuan para pihak memanfaatkan hukum pembuktian untuk mendukung kebenaran dalil-dalil gugatan Penggugat dan bantahan Tergugat, sehingga dalil-dalil dari Penggugat dan bantahan dari Tergugat jelas bagi majelis hakim, mana yang fakta dan mana yang hanya sekedar asumsi para pihak. Hal-hal yang tidak boleh terlewatkan dalam pertimbangan hukum, seperti: • apakah pemanggil pihak-pihak untuk bersidang, sah dan patut; • apakah para pihak telah menempuh mediasi (Pasal 56 ayat (2) UU. No. 7 Tahun 1989 -> UU. No. 3 PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN
249
Tahun 2006 -> UU. No. 50 Tahun 2009); • apakah ada bagian dari berita acara yang belum dimuat dalam putusan, atau adakah putusan tersebut memuat sesuatu yang tidak ada di dalam berita acara; Berita acara sidang yang telah diketik dan ditanda-tangani oleh Ketua Majelis dan Panitera Sidang (Pasal 186 ayat (2) HIR/Pasal 197 ayat (3) RBg); melakukan pemeriksaan setempat (Surat Edaran Mahkamah Agung No. 7 Tahun 2001, Tanggal 15 November 2001 tentang Pemeriksaan setempat). Dasar penerbitan SE-MA tersebut karena banyaknya eksekusi yang gagal diktum putusan tidak sesuai dengan obyek perkara, mengenai letak, luas, batas-batas maupun situasi pada saat dieksekusi; Ketiga, setelah menemukan fakta, tugas hakim berikutnya adalah menerapkan hukum atas fakta tersebut disebut “mengkualifisir”. Mengkualifisir adalah menerapkan dasar hukum yang sesuai dengan fakta tersebut. Dasar hukum yang bersumber dari Nash (al-Qur’an dan Hadits), Peraturan perundangundangan, Perma, Yurisprudensi, dan lain-lain. 1) MENGADILI Musyawarah Majelis Hakim. Pasal 178 ayat (1) HIR/189 ayat (1) RBg. “Hakim karena jabatannya waktu bermusyawarah wajib mencukupkan segala alasan hukum, yang tidak dikemukakan oleh kedua belah fihak”. Yang dimaksud dengan “alasan hukum” ialah kaidah PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
250
TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN
hukum perundang-undangan (qanun/ regel van het objectieve recht). Bila penggugat didalam surat gugatannya tidak menyebut atau keliru didalam menyebut kaidah hukum yang ia gunakan sebagai dasar dari tuntutannya (contoh: menggunakan kata ‘perwalian’, padahal yang dimaksudkannya hadhanah, hal ini umumnya karena penggugat atau wakil/kuasanya kurang pengetahuannya dalam hukum Islam), hal itu tidak dapat dijadikan alasan menganggap gugatan penggugat kabur (obscuur libel), karena hakim mengetahui alasanalasan hukum itu dan oleh karena itu ia diwajibkan menggunakan hukum perundang-undangan itu, didalam mempertimbangkan perkara yang dihadapkan kepadanya, maka ia akan menggunakan kaidah-kaidah hukum yang berlaku untuk perkara itu (the first). Inilah yang dimaksudkan oleh Pasal 178 dengan perkataan hakim “wajib mencukupkan segala alasan hukum” itu. Apabila didalam surat gugatannya hanya menerangkan bahwa orang yang digugat telah meminjam uang darinya dan ia menuntut supaya uang dikembalikan, dengan tidak mengemukakan alasan hukumnya, maka tuntutannya yang PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN
251
demikian sudah cukup. Alasan hukumnya boleh diserahkan kepada hakim dan hakim akan mencukupkan alasan hukum itu, karena ia tahu, bahwa menurut kaidah hukum perundang-undangan uang yang dipinjamkan itu harus dibayar kembali. Akan tetapi jika Penggugat menuntut supaya yang punya utang itu, karena tidak membayar kembali uang pinjamannya, dikeluarkan dari rumahnya (tuntutan pengosongan rumah), maka tuntuan itu tidak akan dipenuhi oleh hakim, karena tidak ada kaidah hukumnya untuk mendasarkan tuntutan itu6 – Ini artinya tidak ada dasar bukti tertulis/ akta yang menyatakan bahwa bila hutang tidak dibayar, maka rumahnya menjadi jaminan. Musyawarah Majelis Hakim, dimulai dengan penyerahan konsep pertimbangan dan kesimpulan masing-masing anggota majelis kepada ketua majelis, bila majelis telah sepakat maka langkah berikutnya adalah merumuskan diktum amar putusan yang akan diucapkan dalam persidangan pembacaan putusan. Adakalanya terjadi dissenting opinion, hal ini harus dimuat didalam berita 181.
6
Tresna, R., Komentar HIR, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1978), Cet. VII, h. 180PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
252
TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN
acara permusyawaratan majelis, untuk selanjutnya dituangkan didalam putusan. Tugas hakim mengadili disebut “mengkonstituir”. Dalam tugas mengkonstituir ini, Majelis Hakim wajib memperhatikan ketentuan Pasal 178 ayat (2) dan (3) HIR/Pasal 189 ayat (2) dan (3) RBg. yang menyatakan: (2) Hakim wajib mengadili atas segala bagian gugatan. (3) Ia tidak diizin menjatuhkan keputusan atas perkara yang tidak digugat, atau memberikan daripada yang digugat. Penjelasan kedua ayat tersebut sebagaimana diuraikan R. Tresna berikut ini: Ayat (2)”maksudnya bahwa jika ada beberapa hal yang dituntut penggugat, misalnya pokok utang dengan bunga yang harus dibayar atau dengan pembayaran kerugian maka Pengadilan Negeri harus memberikan keputusan dengan nyata dari tiap-tiap bagian dari tuntutan itu. Penulis tambahkan, demikian pula halnya bila ada yang dituntut penggugat rekonpensi. Pada Pengadilan Agama untuk perkara talak seyogyanya secara ex officio hakim wajib mematuhi ketentuan hukum Islam seperti kewajiban memberi mut’ah, nafkah iddah, dan nafkah anak (bila ada anak yang hadhanahnya pada PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN
253
Ibu) – ex officio harus difahami bahwa kewajiban tersebut tak terpisahkan dengan adanya izin menjatuhkan talak, dan tidak termasuk dalam gugatan rekonpensi. Gugatan rekonpensi dalam hal tersebut dikesampingkan, karena telah dipertimbangkan dan diputus didalam bagian konpensi, termasuk pengecualian bila si isteri nusyuz dalam hal ini tidak ada nafkah iddah dan tidak ada nafkah anak, bila si anak tidak dalam hadhanah Ibu. Pembebanan mut’ah, nafkah iddah, dan nafkah anak, haruslah disesuaikan dengan kemampuan suami. Dalam tugas hakim mengkonstatir diatas, berapa besar penghasilan suami harus jelas dalam berita acara sidang dan dimuat di dalam putusan. Secara kasuistis majelis hakim dapat menghukum suami dengan mut’ah yang cukup besar, alasannya: pertama, untuk benar-benar menjadi penghibur isteri yang di satu sisi selalu patuh dan setia kepada suami dan anakanak mereka (tamkin), disisi lain secara memaksa suami mencari-cari alasan mau mentalak, kedua, guna memberi pelajaran/efek jera kepada suami yang suka menyia-nyiakan isteri yang tamkin. Ayat (3) “melarang hakim menjatuhkan PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN
254
keputusan atas perkara yang tidak dituntut atau akan meluluskan lebih daripada yang dituntut. Jika seorang penggugat dimenangkan didalam perkaranya, akan tetapi ia tidak menuntut tergugat membayar biaya perkara, maka hakim tidak boleh menghukum tergugat membayar biaya perkara. Dalam hal demikian hakim harus menghukum kedua belah pihak masing-masing menanggung biayanya.7 Dalam persidangan terakhir hakim membacakan putusan dalam persidangan yang terbuka untuk umum, yang amarnya sebagaimana yang telah dirumuskan didalam permusyawaratan majelis hakim diatas. Seringkali dalam sidang pembacaan putusan tersebut, ketua majelis hanya membacakan amarnya saja, putusan baru diketik belakangan. Ada majelis hakim yang merubah amar putusan yang dibacakan dalam persidangan terakhir tersebut, sehingga amar dalam salinan putusan yang disampaikan kepada masingmasing pihak tidak sama dengan yang diucapkan. Dalam hal seperti demikian ‘tidak diperbolehkan sama sekali’, karena hari dan tanggal putusan adalah hari dan 7 Ibid. h. 181. PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN
255
tanggal pada saat amar putusan dibacakan dalam persidangan terbuka untuk umum dan telah dipalukan oleh ketua majelis. Ketokan palu hakim dalam persidangan terakhir tersebut, pertanda perkara sudah diputus, apa pun bunyi amar yang telah dibacakan di muka umum tersebut diikuti dengan penuh tanggung-jawab majelis hakim bersangkutan. Guna menghindari penyesalan di belakang hari, ketentuan Pasal 178 ayat (1) HIR/189 ayat (1) RBg yang telah diuraikan di atas, benar-benar dipatuhi dan dilaksanakan sebagaimana mestinya. C. Beberapa Catatan Penting Ketiga tahapan tugas hakim (mengkonstatir, mengkualifisir, dan mengkonstituir) diatas, ada beberapa hal penting yang akhir-akhir ini menjadi hangat dalam diskusi, antara lain: Pertama, tentang perubahan anggota majelis hakim, tanpa dibarengi terbitnya PMH baru atau tidak dimuat didalam berita acara persidangan. Hal ini sering terjadi, misalnya perkara in casu ditunda pada hari dan tanggal yang sudah ditentukan, setelah tiba hari dan tanggal tersebut, ada hakim dalam majelis bersangkutan yang mutasi, sakit, cuti, dan lain sebagainya, sedangkan proses sesuai jadwal harus berjalan (asas peradilan cepat, Pasal 58 ayat (1) UU PA). Kesalahan Pimpinan PA tidak menerbitkan PMH baru adalah pelanggaran terhadap tertib administrasi peradilan, tetapi PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
256
TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN
tidak dapat dijadikan alasan bagi hakim tingkat banding atau tingkat kasasi untuk membatalkan putusan hakim pertama. Seharusnya hakim banding memutus sela, atau Ketua majelis hakim banding melalui KPTA memerintahkan KPA menyusulkan PMH baru tersebut, dengan demikian pihak pencari keadilan tidak teraniaya/dirugikan; Kedua, meterai surat kuasa khusus tidak dibubuhi tanggal. Undang-undang meterai bukan untuk mengatur acara di peradilan, oleh karenanya hal-hal kecil sedemikian jangan dijadikan alasan membatalkan putusan tingkat pertama; Ketiga, sidang tertutup atau terbuka. Bila hakim tingkat banding menemukan kekeliruan atau kekurangan di dalam pengetikkan berita acara sidang bundel A, seharusnya pemeriksaan dilakukan dalam persidangan tertutup, dalam berita acara tertulis sidang terbuka untuk umum, seyogyanya majelis tingkat banding menempuh seperti halnya penggantian anggota majelis diatas, guna perbaikan berita acara dimaksud, bukan dengan membatalkan putusan hakim pertama. Berita acara persidangan adalah dokumen rahasia negara yang hanya diketahui oleh lembaga peradilan, bukan untuk diketahui oleh pencari keadilan. Bila pihak Pembanding didalam memori bandingnya memuat keberatan adanya pelanggaran hukum acara yang dilakukan oleh majelis tingkat pertama, maka majelis hakim banding dapat menyatakan “putusan batal demi hukum”. Dalam hal demikian hakim tingkat banding sebagai pemeran pengawasan tehnis justisial, patut melakukan pembinaan kepada hakim-hakim tingkat pertama. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 1959, tanggal 20 April 1959 dan Nomor 1 Tahun 1962, tanggal 7 Maret 1962, menyatakan bahwa seyogyanya pada waktu PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN
257
putusan diucapkan konsep putusan harus sudah selesai, hal ini dimaksudkan untuk mencegah adanya perbedaan isi putusan yang diucapkan dan yang ditulis. D. Penutup Setiap perbuatan umat manusia ada yang bernilai baik, cukup, sedang, kurang, dan buruk, demikian juga dengan putusan yang kita produk. Dilingkungan peradilan agama sekitar tahun 1990 – an pernah digalakkan “Eksaminasi Putusan”, demikian juga Mahkamah Agung pada Tahun 2003/2004, dalam rangka promosi jabatan. Sudah 9 (sembilan) tahun terakhir ini eksaminasi putusan tidak muncul lagi, kecuali selentingan penulis mendengar, bahwa ada sekitar 20 (dua puluh) orang Hakim Tinggi yang dilatih dan melakukan BINTEK (Pembinaan Teknis) ke seluruh Indonesia dibiayai oleh Ditjen Badilag dan juga biaya Pengadilan Tinggi Agama Setempat, apakah termasuk juga dalam rangka meningkatkan mutu putusan, penulis belum mendapat informasi. Tradisi eksaminasi atau BINTEK patut dilestarikan dan disarankan penekanan pada tema “Teknik Pembuatan Putusan”, seperti kegiatan yang dilaksanakan oleh KY pada saat ini.
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
259
Penutup Proceeding pelatihan Tematik “Ekonomi Syariah” bagi hakim dilingkungan pengadilan agama ini berisikan bahan ajar pelatihan yang meliputi: Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, Asuransi dan Reasuransi Syariah, Hukum Ekonomi Syariah, Peran dan Tanggung Jawab Hakim Agama dalam Mewujudkan Keadilan Ilahiyah Bagi Masyarakat, Hukum Perbankan Syariah, Pegadaian Syariah, Hukum Acara Sengketa Ekonomi Syariah, dan Teknik Pembuatan Putusan. Sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan kapasitas hakim, proceeding ini disusun untuk memberikan kesempatan memperluas wawasan bagi para hakim yang tidak mengikuti pelatihan secara langsung pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. “Tiada gading yang tak retak” demikian pula proceeding ini yang masih jauh dari kesempurnaan, oleh karenanya diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga dapat tersusun proceeding yang lebih baik di masa yang akan datang Akhir kata, semoga proceeding ini dapat memberikan sumbangsih positif bagi kita semua.
lampiran
foto kegiatan
265
Susunan Acara Waktu
Materi
Narasumber
Keterangan
Rabu, 13 Februari 2013 14.00
Chek In Peserta
19.30 – 22.00
a. Laporan Pelaksanaan Program Peningkatan Kapasitas Hakim Tahun 2012
Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial RI
b. Pembukaan: c.
-
Sambutan Ketua MA
Diwakili oleh Dr. H. Ahmad Kamil, S.H.,M.Hum (Wakil Ketua MA RI Bidang Non Yudisial)
Sambutan Ketua KY
Prof. Dr. H. Eman Suparman, S.H., M.H.
Orientasi Pelatihan
Kamis, 14 Februari 2013 07.30 – 08.00
Pre Test
Fasilitator
Aris Purnomo
08.00 – 09.00
KEPPH
09.00 – 10.00
Diskusi
Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si. (Anggota Komisi Yudisial)
Fasilitator: Asep RF
10.00 – 10.15
Coffee break Prof. Dr. H. M. Amin Suma, S.H., M.A. (Guru Besar & Dekan Fakultas Syariah UIN/IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Fasilitator: Asep RF
Prof. Dr. H. Jaih Mubarok, M.Ag. (Guru Besar UIN Sunan Gunung Djati Bandung)
Fasilitator: Asep RF
Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj, M.A. (Ketua PBNU)
Fasilitator: M. Muslih
Duddy Yustiadi, S.E. (Pakar Perbankan Syariah)
Fasilitator: M. Muslih
Dr. Ir. Iwan P. Pontjowinoto, M.M., CFP (Pakar Ekonomi Syariah dan Mantan Ketua Umum MES)
Fasilitator: M. Muslih
Prof. Dr. H. Abdul Manan, S.H., S.IP., M.Hum. (Hakim Agung MA RI)
Fasilitator: Hirman P.
Dr. H. Habiburrahman, S.H., M.Hum. (Hakim Agung)
Fasilitator: Hirman P.
10.15 – 11.15
Asuransi dan Reasuransi Syariah
11.15 – 12.15
Diskusi
12.15 – 13.15
ISHOMA
13.15 – 14.15
Hukum Ekonomi Syariah
14.15 – 15.15
Diskusi
15.15 – 15.30
Coffee break
15.30 – 16.30
Peran dan Tanggung Jawab Hakim Agama dalam Mewujudkan Keadilan Ilahiyah Bagi Masyarakat
16.30 – 17.30
Diskusi
Jumat, 15 Februari 2013 07.30 – 08.30
Hukum Perbankan Syariah
08.30 – 09.30
Diskusi
09.30– 09.45
Coffee break
09.45 – 10.45
Pegadaian Syariah
10.45 – 11.45
Diskusi
11.45 – 13.30
ISHOMA
13.30 – 14.30
Hukum Acara Sengketa Ekonomi Syariah
14.30 – 15.30
Diskusi
15.30 – 15.45
Coffee break
15.45 – 17.30
Teknik Pembuatan Putusan
19.00 – 20.30
Lanjutan
ISHOMA
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
SUSUNAN ACARA
266 Sabtu, 16 Februari 2013 07.30 – 08.30
Diskusi Kelompok
Fasilitator
Fasilitator: Aris Purnomo
08.30 – 10.30
Post Test
Fasilitator
Aris Purnomo
10.30 – 10.45
Coffee break
10.45 – 12.00
Penutupan a. Evaluasi, pesan dan kesan b. Penutupan resmi
Ketua Pengadilan Tinggi Agama Bandung Ketua Bidang SDM, Penelitian dan Pengembangan Komisi Yudisial RI
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
267
Daftar Peserta NO
NAMA PESERTA
INSTANSI
1.
Drs. Sarnoto, M.H.
Pengadilan Agama Jakarta Pusat
2.
Dra. Taslimah, M.H.
Pengadilan Agama Jakarta Pusat
3.
H. Abdillah, S.H,M.H
Pengadilan Agama Jakarta Timur
4.
Dra. Sarbiati, S.H.
Pengadilan Agama Jakarta Utara
5.
Hj. Munifah Djam'an, S.H.
Pengadilan Agama Jakarta Utara
6.
Drs. Saifuddin, M.H.
Pengadilan Agama Jakarta Selatan
7.
Tamah, S.H., M.H.
Pengadilan Agama Jakarta Selatan
8.
Drs. Ahmad, M.Hum.
Pengadilan Agama Jakarta Barat
9.
Drs. Sanusi, M.H.
Pengadilan Agama Jakarta Barat
10.
Bua Eva Hidayah, S.H., M.H.
Pengadilan Agama Bandung
11.
Drs. Mustopa, S.H.
Pengadilan Agama Bandung
12.
Drs. Ahrum Hoerudin, S.H.
Pengadilan Agama Indramayu
13.
Usman, S.H.
Pengadilan Agama Indramayu
14.
Dra. Siti Munawaroh, S.H.
Pengadilan Agama Majalengka
15.
Drs. Abdul Aziz
Pengadilan Agama Majalengka
16.
Dra. Hj .Sunaenah, M.H.
Pengadilan Agama Sumber
17.
Drs. Endang Wawan
Pengadilan Agama Sumber
18.
Drs. H. Taufiqurrohman, M.H.
Pengadilan Agama Ciamis
19.
Drs. Masnun, S.H.
Pengadilan Agama Ciamis
20.
Drs. H. Engkos Hasyim Koswara, S.H.
Pengadilan Agama Tasikmalaya
21.
Dra. Hj.Ai Suhayati, S.H.,M.H.
Pengadilan Agama Tasikmalaya
22.
Drs. Jajang Suherman, S.H.
Pengadilan Agama Karawang
23.
Dra. Budi Purwantini, M.H.
Pengadilan Agama Karawang
24.
Drs. Komar, S.H.
Pengadilan Agama Cimahi
25.
Drs. Yeyep Jaja Jakaria, S.H.
Pengadilan Agama Cimahi
26.
Drs. H. Endang Tamami, M.H.
Pengadilan Agama Subang
27.
Dra. Hj. Euis Kartika
Pengadilan Agama Subang
28.
Drs. Syarif Hidayatullah, M.H.
Pengadilan Agama Sumedang
29.
H. Oding Halim, S.H.
Pengadilan Agama Sumedang
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
DAFTAR PESERTA
268 NO
NAMA PESERTA
INSTANSI
30.
Drs. H. Afrizal
Pengadilan Agama Purwakarta
31.
Drs. Uman
Pengadilan Agama Purwakarta
32.
Drs. H. A. Jazuli , M.Ag.
Pengadilan Agama Sukabumi
33.
Drs. M. G. Zulzamar, S.H. M.H.I
Pengadilan Agama Sukabumi
34.
Drs. Fuad Syakir, S.H.
Pengadilan Agama Cianjur
35.
Drs. Nahrawi, M.H.I.
Pengadilan Agama Cianjur
36.
Drs. Nasruddin, S.H.
Pengadilan Agama Kuningan
37.
Drs. A. Sanusi
Pengadilan Agama Kuningan
38.
Drs. H. Darul Palah
Pengadilan Agama Cibadak
39.
Drs. H. Sabri Syukur, M.H.I.
Pengadilan Agama Cibadak
40.
Drs. Tauhid, S.H., M.H.
Pengadilan Agama Cirebon
41.
Drs. H. Saluki, S.H., M.H.
Pengadilan Agama Cirebon
42.
Drs. H.R.A. Satibi, S.H. M.H.
Pengadilan Agama Garut
43.
Drs. Amu Nadjmuddin
Pengadilan Agama Garut
44.
Dra. Euis Nurjannah
Pengadilan Agama Bogor
45.
Dra. Luluk Arifah, M.H.
Pengadilan Agama Bogor
46.
Drs. H.Muhlis Budiman, M.H.
Pengadilan Agama Cibinong
47.
Drs. H. Jakarsih, M.H.
Pengadilan Agama Cibinong
48.
Praptiningsih, S.H.
Pengadilan Agama Cikarang
49.
Drs. H. Chalid L., M.H.
Pengadilan Agama Cikarang
50.
Dra. Hj .Rogayah
Pengadilan Agama Depok
51.
Hj. Suciati, S.H.
Pengadilan Agama Depok
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG