PROBLEMATIKA UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN (ORMAS) (STUDI KASUS DI KABUPATEN SLEMAN)
SKRIPSI DIAJUKAN KEPADA FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN SYARAT-SYARAT MEMPEROLEH GELAR SARJANA STRATA SATU DALAM ILMU HUKUM
Disusun Oleh : BIKY UTHBEK MUBAROK NIM : 11340155
Pembimbing : NURAINUN MANGUNSONG, S.H, M.HUM ISWANTORO, SH., M.HUM
ILMU HUKUM FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2015
ABSTRAK Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Ormas dengan segala bentuknya hadir, tumbuh dan berkembang sejalan dengan sejarah perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dinamika perkembangan Ormas dan perubahan sistem pemerintahan membawa paradigma baru dalam tata kelola Organisasi Kemasyarakatan. Sehingga pengaturan serta pembinaannya perlu ditata dengan baik di dalam Undang-Undang. Rancangan Undang Undang (RUU) Organisasi Kemasyarakatan telah diresmikan oleh DPR pada bulan Juli tahun 2013. RUU Ormas yang kini telah menjadi UU No. 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan menggantikan Undang-Undang sebelumnya yakni UU No. 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan, kehadiran Undang-Undang ini mengalami banyak penolakan dari Ormas di tingkat Nasional , baik sebelum maupun sesudah di sahkannya. Dari data tersebut menjadi suatu masalah yang menarik untuk diteliti oleh penyusun dalam mengkaji problematika UU No. 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan. Penelitian ini bersifat deskriptif-analitis, yakni mendeskipsikan dan menganalisis problematika UU No. 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan dari sudut dasar keberlakuan dan penerapannya di kabupaten sleman. Untuk selanjutnya penelitian ini menggunakan penelitian lapangan (field research), yaitu dengan melakukan pengamatan dan wawancara secara langsung terhadap problematika UU No. 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan dari sudut dasar keberlakuan dan penerapannya di Kabupaten Sleman. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa problematika UU No. 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan bertumpu pada materi muatan undangundangnya. Muhammadiyah dan koalisi kebebasan berserikat (KKB) mengajukan permohonan judicial riview kepada Mahkamah Konstitusi (MK). dari dua perkara tersebut, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan dengan membatalkan 10 pasal dan memberi tafsir konstitusional bersyarat atas 2 pasal. Dari 10 pasal yang dibatalkan MK, ada 3 pasal yang bersifat ultra petitum. Maksudnya MK membatalkan pasal yang tidak dimohonkan (tidak diminta oleh pemohon untuk dibatalkan). Problematika ini berpengaruh terhadap penerapannya di Kabupaten Sleman. Hal itu terbukti dengan sikap kehati-hatian yang dilakukan pemerintah daerah dalam mensosialisasikan Undang-Undang No. 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan. Karena UU ini menyangkut hal vital yang dapat mengganggu kondusivitas kehidupan masyarakat.
ii
KATA PENGANTAR
بسم هللا الرحمن الرحيم الحمد هلل الذي علّم بالقلم علّم اإلنسان ما لم يعلم اشهد ان ال اله االهلل واشهد ان محمد الرسول هللا والصالة والسالم على خير االنام وعلى آله وصحبه والتابعين ومن تبعهم باحسان إلى آخر الزمان
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penyusun sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi dengan judul: “Problematika Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) (Studi Kasus di Kabupaten Sleman).” Adapun maksud dari penyusunan skripsi ini untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar sarjana (strata-1) dalam Ilmu Hukum di Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak melalui instansi terkait maupun dengan peran serta orang-orang tercinta yang ada di sekeliling penyusun baik yang bersifat moril maupun materiil sangat membantu dalam penyelesaian penulisan ini. Untuk itu dalam kesempatan ini perkenankanlah penyusun mengucapkan rasa terimakasih yang setulus-tulusnya kepada: 1.
Prof. Drs. H. Akh. Minhaji, MA., Ph.D, selaku Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
vii
2.
Dr. H. Syafiq Mahmadah Hanafi, M. Ag, selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
3.
Ahmad Bahiej, SH., M.Hum, selaku Ketua Jurusan Ilmu Hukum dan Faisal Luqman Hakim, SH., M.Hum selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Hukum.
4.
Nurainun Mangunsong, SH., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing Akademik, sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah rela dan ikhlas meluangkan
waktu
di
sela-sela
kesibukan
untuk
mengarahkan,
membimbing serta memberikan saran dalam penyusunan skripsi ini. 5.
Iswantoro, SH., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah rela dan ikhlas meluangkan waktu di sela-sela kesibukan untuk mengarahkan, membimbing serta memberikan saran dalam penyusunan skripsi ini.
6.
Seluruh Dosen Ilmu Hukum yang telah membantu dalam proses pendidikan serta memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penyusun selama masa kuliah.
7.
Para Staff Administrasi, khususnya bagian Tata Usaha Ilmu Hukum yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini.
8.
Drs, Ardani, selaku Kepala Kesatuan Bangsa Kabupaten Sleman yang telah mengizinkan penyusun untuk melakukan penelitian.
9.
Bapak Hanum Kasi Bidang Politik dan Ormas Kantor Kesbang DIY yang telah mengizinkan penyusun untuk melakukan wawancara di sela-sela kesibukannya.
10.
Drs. KH. Nurjamil Dimiyati, selaku Ketua PCNU Kabupaten Sleman yang telah meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya untuk menjadi
viii
responden serta menjawab kuesioner penyusun, dan berbagi banyak ilmu terkait dengan penyusunan skripsi ini. 11.
Drs. H. Buchari, Selaku Ketua PDM Kabupaten Sleman yang telah meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya untuk menjadi responden serta menjawab kuesioner penyusun, dan berbagi banyak ilmu terkait dengan penyusunan skripsi ini.
12.
Kang Syukron selaku Ketua DPD KNPI Kabupaten Sleman yang telah meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya untuk menjadi responden serta menjawab kuesioner penyusun, dan berbagi banyak ilmu terkait dengan penyusunan skripsi ini.
13.
Kang Munif selaku Ketua Forum Ormas dan LSM Kabupaten Sleman yang telah meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya untuk menjadi responden serta menjawab kuesioner penyusun, dan berbagi banyak ilmu terkait dengan penyusunan skripsi ini.
14.
Ibu Ruqoyaah selaku staf di Kantor Kesatuan Bangsa Kabupaten Sleman yang telah meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya untuk menjadi responden serta menjawab kuesioner penyusun, dan berbagi banyak ilmu terkait dengan penyusunan skripsi ini. Mengingat pengetahuan yang penyusun miliki masih jauh dari sempurna,
maka didalam penyusunan skripsi ini masih banyak ditemui kekurangannya. Namun demikian penyusun telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan, pengetahuan, yang penyusun miliki, serta keyakinan, kesabaran, dan ketekunan diiringi do’a sehingga terwujud skripsi ini.
ix
Penyusun berharap, semoga nilai positif dari penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian, dan penyusun tidak mungkin mampu membalas segala budi baik yang telah direlakan oleh semua pihak, hanya ribuan terimakasih semoga seluruh amal kebaikan mendapat balasan dari Allah SWT. Amin.
Wassalamu’alaikum Wr Wb Yogyakarta, 26 Mei 2015 Penyusun
Biky Uthbek Mubarok
x
PERSEMBAHAN
Dengan memenjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Kupersembahkan skripsi ini kepada: Ibu Surgaku, Papahku KH. Dr. Hilmi Muhammadiah yang selalu memberi nafas dalam setiap lembar skripsi ini, Aang Pahlawan ku dan seluruh keluargaku yang selalu memberikan motivasi, doa restu, keikhklasan, pengorbanan, dan kasih sayang yang tulus. Sahabat IH 304, Rekan-rekanita PC IPNU-IPPNU Kabupaten Sleman dan semua saudaraku yang selalu menemani dan memberikan inspirasi dalam setiap langkahku. Almamater tercinta Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
xi
MOTTO
Afdla Man Syi’ta FaAnta Amiruhu Asala Man Syi’ta FaAnta Ashiruhu
Memulyakan Seseorang Atas Kehendakmu Maka Kamu adalah Pemimpinnya Berharap kepada Seseorang Atas Kehendakmu Maka Kamu adalah Pembantunya
“Durratunnasihin”
xii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ...................................................................................
i
ABSTRAK
...............................................................................................
ii
HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI .................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN .....................................................................
v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ..............................................
vi
KATA PENGANTAR: ..............................................................................
vii
PERSEMBAHAN: .....................................................................................
xi
MOTTO:
...............................................................................................
xii
DAFTAR ISI: .............................................................................................
xiii
BAB I:
BAB II:
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...................................................
1
B. Rumusan Masalah ............................................................
7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................
7
D. Telaah Pustaka .................................................................
8
E. Kerangka Teoretik ............................................................
12
F. Metode Penelitian ............................................................
15
G. Sistematika Pembahasan ..................................................
18
TINJAUAN
UMUM
TENTANG
KEMASYARAKATAN (ORMAS) A. Negara Hukum dan Demokrasi
xiii
ORGANISASI
1. Pengertian Negara Hukum dan Demokrasi .................
20
2. Unsur-unsur Demokrasi ...............................................
22
a. Masyarakat dalam Negara Demokrasi .....................
22
b. Organisasi dalam Negara Demokrasi .......................
24
B. Hak Berkumpul dan Berserikat dalam HAM ...................
33
C. Sejarah Organisasi Masyarakat .........................................
35
D. Pengertian, Asas dan Fungsi Organisasi Masyarakat: 1. Pengertian .....................................................................
39
2. Prinsip dan Asas-Asas Pembentukan Organisasi
BAB
III:
Masyarakat ...................................................................
43
3. Fungsi Organisasi Masyarakat......................................
44
E. Dasar Hukum Pendirian Organisasi Masyarakat ..............
45
TINJAUAN
UMUM
KEMASYARAKATAN
TENTANG (ORMAS)
DI
ORGANISASI KABUPATEN
SLEMAN A. Kondisi sosial masyarakat Sleman 1. Pendidikan .........................................................................
54
2. Agama ...............................................................................
56
B. Profil Ormas (NU, Muhammadiyah, KNPI) 1. Sejarah a. Nahdlatul Ulama (NU) .............................................
56
b. Muhammadiyah........................................................
59
xiv
c. Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) ...........
60
2. Tujuan organisasi a. Nahdlatul Ulama (NU) .............................................
61
b. Muhammadiyah........................................................
62
c. Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) ...........
63
C. Profil Kantor Kesatuan Bangsa Kabupaten Sleman 1. Struktur Organisasi dan Kelembagaan .........................
64
2. Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran ....................................
66
D. Data dan Informasi Pembangunan 1. Data Hasil Pembangunan
BAB IV
a. Letak Wilayah ..........................................................
68
b. Karakteristik Wilayah ..............................................
70
ANALISIS
TERHADAP
UNDANG
NOMOR
ORGANISASI
17
PROBLEMATIKA TAHUN
KEMASYARAKATAN
2013 DI
UNDANGTENTANG
KABUPATEN
SLEMAN A. Antara Demokratisasi dan Birokratisai ............................
72
B. Penerapan Undag-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Ormas Di Kabupaten Sleman Yang Setengah Hati ..............
xv
83
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan ......................................................................
88
B. Saran .................................................................................
90
xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Terbentuknya Undang-Undang bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil, makmur, sejahtera, dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan masyarakat
adil
dan
makmur
berdasarkan
Pancasila,
perlu
dilaksanakan
pembangunan di segala bidang yang pada hakekatnya merupakan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Dengan hakekat pembangunan sebagaimana tersebut, maka pembangunan merupakan
pengamalan
Pancasila.
Dengan
pengertian
mengenai
hakekat
pembangunan, maka terdapat dua masalah pokok yang perlu diperhatikan. Pertama, pembangunan nasional menuntut keikutsertaan secara aktif seluruh lapisan masyarakat Warga Negara Republik Indonesia. Kedua, karena pembangunan nasional merupakan pengamalan Pancasila, maka keberhasilannya akan sangat dipengaruhi oleh sikap dan kesetiaan bangsa Indonesia terhadap Pancasila. Masalah keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan nasional adalah wajar. Kesadaran serta kesempatan untuk itu sepatutnya ditumbuhkan, mengingat pembangunan adalah untuk manusia dan seluruh masyarakat Indonesia. Dengan pendekatan ini, usaha untuk menumbuhkan kesadaran tersebut sekaligus juga
1
2
merupakan upaya untuk memantapkan kesadaran kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berorientasi kepada pembangunan nasional. Tugas-tugas sosial yang menarik untuk diemban, seperti pembangunan, tidak perlu harus dijalankan melalui penciptaan lembaga-lembaga hukum baru, maupun melalui para ahli hukum, demikian menurut Frank. Sekalipun pikiran-pikiran Frank itu niscaya akan mengandung suatu perdebatan mengenainya, namun di dalam pendapatnya itu terkandung suatu kebenaran, dalam arti bahwa di dalam proses pembangunan itu hukum bukanlah merupakan satu-satunya penggerak proses tersebut. Sekalipun mungkin sudah jelas lembaga-lembaga dan konsepsi-konsepsi yang dipersiapkan oleh hukum, namun pelaksanaannya akan banyak tergantung oleh faktor-faktor lain yang terletak di luar kemampuan hukum untuk turut membicarakannya. Kalau sekarang kita beralih pada perincian peranan-peranan positif yang dapat dimainkan oleh hukum, maka antara lain akan dapat kita jumpai hal sebagai berikut: Penciptaan Lembaga-lembaga hukum baru yang melancarkan dan mendorong pembangunan.1 Dalam kerangka inilah letak pentingnya peranan Organisasi Kemasyarakatan. Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Ormas dengan segala bentuknya hadir, tumbuh dan berkembang sejalan dengan sejarah perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dinamika perkembangan Ormas dan perubahan sistem pemerintahan membawa paradigma baru dalam tata kelola
1
Satjipto Raharjo, Hukum dan masyarakat, (Bandung: Angkasa, 1980), hlm. 135-136.
3
organisasi kemasyarakatan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sehingga pengaturan serta pembinaannya perlu diarahkan kepada pencapaian dua sasaran pokok, yaitu 1). Terwujudnya Organisasi Kemasyarakatan yang mampu memberikan pendidikan kepada masyarakat Warganegara Republik Indonesia ke arah : a). makin mantapnya kesadaran kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; b). tumbuhnya gairah dan dorongan yang kuat pada manusia dan masyarakat Indonesia untuk ikut serta secara aktif dalam pembangunan nasional; 2). Terwujudnya Organisasi Kemasyarakatan yang mandiri dan mampu berperan secara berdaya guna sebagai sarana untuk berserikat atau berorganisasi bagi masyarakat Warga Negara Republik Indonesia guna menyalurkan aspirasinya dalam pembangunan nasional, yang sekaligus merupakan penjabaran Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945. Kondisi Kabupaten Sleman terus mengalami perubahan seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk asli daerah dan semakin banyaknya pendatang yang hilir mudik menempat di kabupaten ini. Baik dan buruknya dampak dari kondisi tersebut memberikan pengaruh terhadap kehidupan bermasyarakat, berdasarkan hasil proyeksi sensus penduduk Sleman tahun 2010, jumlah penduduk Sleman tahun 2013 sebesar 1.141.718 jiwa, terdiri dari 574.913 laki-laki dan 566.805 perempuan. Dengan luas wilayah 574,82 km2, maka kepadatan penduduk Kabupaten Sleman adalah 1.986 jiwa per km2. Beberapa kecamatan yang relatif pada penduduknya adalah Depok, Ngaglik dan Gamping. Komposisi penduduk menurut agama yang dipeluk di Kabupaten Sleman pada tahun 2013 mencatat 1.034.100 orang beragama
4
Islam, Katholik 63.637 orang, di susul oleh agama Kristen sebanyak 25.929 orang. Adapun penduduk beragama Hindu dan Budha masing-masing tercatat 1.483 orang dan 905 orang.2 Masyarakat senantiasa mengalami perubahan-perubahan. Perbedaan hanya terdapat pada sifat atau tingkat perubahan itu. Perubahan dapat menonjol atau tidak; dapat cepat atau lambat; dapat menyangkut soal-soal yang fundamental bagi masyarakat bersangkutan atau hanya perubahan yang kecil saja. Namun bagaimanapun sifat dan tingkat perubahan itu, masyarakat senantiasa mengalaminya. 3 Masyarakat tidak hanya merupakan kumpulan sejumlah manusia, melainkan ia
tersusun
pula
dalam
pengelompokan-pengelompokan
dan
pelembagaan-
pelembagaan. Kepentingan para anggota masyarakat tidaklah senantiasa sama. Namun, kepentingan yang sama mendorong timbulnya pengelompokan diantara mereka itu. Di samping pengelompokan itu timbul pula pelembagaan-pelembagaan yang menunjukan adanya suatu usaha bersama untuk menangani suatu bidang persoalan di masyarakat, seperti: ekonomi, politik, agama dan sebagainya. Penyusun melihat bahwa semakin berkembang masyarakat itu semakin banyak pengelompokan dan pelembagaan yang terbentuk.4
2
Sleman dalam angka 2014, http://www.slemankab.go.id/3274/kependudukan-demografi.slm, 19 Maret 2015. 3
Soerjono Soekanto, Pengantar Peneliti Hukum, (Jakarta: UI-Press, 1984), hlm. 215.
4
Satjipto Raharjo, Hukum dan Masyarakat, (Bandung: Angkasa, 1980), hlm. 95.
5
Mengingat tingginya tingkat heterogenitas ini, Pemerintah Kabupaten Sleman terus berupaya menjaga agar tidak dimanfaatkan oleh orang atau kelompok yang berniat memecah belah persatuan dengan dasar perbedaan. Kondisi itu merupakan salah satu potensi terusiknya ketentraman dan ketertiban masyarakat yang telah dibina sejak lama. Rancangan Undang Undang (RUU) Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) telah diresmikan DPR pada bulan Juli tahun 2013. RUU Ormas yang kini telah menjadi
Undang-Undang
Nomor
17
Tahun
2013
Tentang
Organisasi
Kemasyarakatan, menggantikan Undang-Undang sebelumnya yakni Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan. Dengan disahkannya RUU tersebut, peneliti dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Eryanto Nugroho menyatakan, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Ormas tersebut berpotensi menyebabkan dampak. "Dari aspek substansi, UU No. 17 Tahun 2013 Tentang Ormas berpotensi menimbulkan paling tidak lima dampak,"5 Dampak pertama adalah kerancuan kerangka hukum. Eryanto menyatakan apakah semua yayasan, perkumpulan, serta semua perkumpulan yang tidak berbadan hukum akan disebut Ormas.
5
Eryanto dalam Seminar Potensi Dampak UU No. 17 Tentang Ormas di Hotel Santika Jakarta, Senin (23/9)
6
Kedua, pengaturan berlebihan dan multi tafsir bagi organisasi tidak berbadan hukum. Sebagai contoh, Eryanto menambahkan, terdapat 47 LSM yang dianggap ilegal di Lombok Tengah, karena tidak memiliki Surat Keterangan Terdaftar Selanjutnya dampak yang akan dihasilkan adalah pengaturan lingkup organisasi yang multi tafsir. Mantan Menteri Permukiman dan Pengembangan Wilayah, Erna Witoelar, yang juga aktif di berbagai LSM menyatakan kebingungan dengan kegiatan yang sedang dia lakukan.” Dampak keempat yang akan dihasilkan dari UU Ormas ini adalah pengaturan larangan yang multi tafsir. Dan yang terakhir, dikhawatirkan akan kembali bangkitnya konsep Ormas yang mengedepankan pendekatan politik. Sebagai catatan, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas ini mendapat penolakan. Muhammadiyah, Koalisi Kebebasan Berserikat (KKB), dan beberapa organisasi lainnya menolak hadirnya Undang-Undang ini. Padahal penyusun mengetahui bahwa Ormas dapat berperan sebagai sosial kontrol dalam pembangunan nasional, dimana sosial kontrol yang dimaksud merupakan suatu usaha pencegahan terhadap berbagai penyimpangan nilai dan norma sosial. Usaha preventif dapat dilakukan sebelum sebuah peristiwa terjadi. Kegiatan ini dimaksudkan sebagai upaya antisipasi terhadap berbagai kemungkinan penyimpangan sosial sedini mungkin. Berdasarkan hal-hal yang diuraikan diatas, maka penulis akan melakukan penyelidikan dengan judul : “Problematika Undang-Undang Nomor 17 Tahun
7
2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) (Studi Kasus di Kabupaten Sleman).”
B. Rumusan Masalah Berhubungan dengan hal yang diuraikan diatas, maka penulis mengangkat permasalahan-permasalahan sebagai berikut: 1. Apa yang menjadi dasar keberlakuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi kemasyarakatan? 2. Apakah penerapan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi masyarakat di Kabupaten Sleman sudah sesuai dengan amanah UU Ormas tersebut?
C. Tujuan Dan Manfaat 1) Tujuan a. Untuk mengetahui apa yang menjadi dasar keberlakuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi kemasyarakatan b. Untuk mengetahui apakah penerapan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi masyarakat di Kabupaten Sleman sudah sesuai dengan amanah UU Ormas tersebut
8
2) Manfaat Penelitian a. Secara Teoritis Penelitian ini diharapkan mampu menambah khasanah keilmuan dibidang Hukum Tata Negara, khususnya dalam hal peran Oganisasi Kemasyarakatan dalam tatanan masyarakat.
b. Secara Praktis Menjadi masukan bagi pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah untuk dapat menjalankan pemerintahan dan kewenangan yang sesuai dengan UndangUndang, serta menjadi bahan koreksi khususnya bagi pemrintah Kab/Kota agar dapat menjalankan amanat Undang-Undang yang lebih baik. Dapat dijadikan pedoman atau sebagai bahan tambahan materi bagi pihak atau peneliti lain yang ingin mengkaji lebih dalam terkait dengan judul skripsi yang penyusun ambil yaitu tentang Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan.
D. Telaah Pustaka Berdasarkan penelusuran berbagai kepustakaan, penulis belum menjumpai tulisan yang membahas secara mendalam terkait Efektivitas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan serta belum ditemukan kajian mendalam baik secara yuridis maupun sosiologis permasalahan Organisasi Kemasyarakatan. Namun demikian, penyusun akan memaparkan berbagai hasil
9
penelitian para sarjana khususnya dalam Bidang Organisasi Kemasyarakatan. Hasil penelitian para sarjana menjelaskan mengenai kendala dan permasalahan serta kesadaran masyarakat dalam peran terhadap Organisasi Kemasyarakatan. Dari hasil penelitian Arianti yang berjudul “Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Aksi Organisasi Masyarakat Front Pembela Islam (FPI) Dalam Kaitannya Dengan Konflik Keagamaan Di Kota Makasar” menyatakan bahwa eksitensi organisasi kemasyarakatan FPI senantiasa melakukan tindakan anarkisme dan melanggar hak asasi manusia dengan alasan penegakkan amar ma’ruf nahyi mungkar mengatasnamakan penodaan agama. Upaya yang ditempuh untuk menanggulangi aksi organisasi FPI kaitannya dengan konflik keagamaan adalah dengan menempuh dua cara, yakni cara yang bersifat preventif meliputi peningkatan pemahaman agama bagi anggota FPI, sedangkan cara yang bersifat represif keorganisasian adalah melakukan teguran secara tertulis, pemberhentian kegiatan, bahkan sampai pada pencabutan status badan hukum/pembubaran.6 Pemerintah memandang perlu untuk menyusun satu Undang-Undang berdasarkan ketentuan UUD 1945 sebelum reformasi, yaitu UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Karena, UU Ormas yang lama tersebut sudah tidak relevan lagi dengan dinamika masyakarat kini yang kemudian mendorong lahirnya UU Nomor 17 Tahun 2013 sebagai UU Ormas yang baru. UU Ormas yang
6
Arianti “Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Aksi Organisasi Masyarakat Front Pembela Islam (FPI) Dalam Kaitannya Dengan Konflik Keagamaan Di Kota Makassar”, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Hasanudin, 2014.
10
baru diharapkan mampu memberikan kontribusi yang signifikan untuk mengatur ruang lingkup dan definisi ormas secara jelas terkait dengan aspek legal administratif. Walaupun demikian, nyatanya UU Ormas yang baru masih meninggalkan beberapa masalah sehingga perlu ditinjau apakah UU Ormas yang baru tersebut telah sesuai dengan konstitusi serta dapat melindungi hak asasi manusia dari tindakan anarkis melalui sanksi yang tercantum dalam batang tubuh UU tersebut.7 Dalam Tesis Theresia Rifeni Widiartati yang berjudul “Keberadaan Organisasi Kemasyarakatan Berdasarkan Asas Pancasila Ditinjau dari Perspektif Hak Asasi Manusia” ini menggunakan metode penelitian hukum normatif maupun metode penelitian empiris, dengan titik berat pada penelitian normatif. Maksud dan tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui secara yuridis dari perspektif hak asasi manusia terhadap keberadaan Organisasi Kemasyarakatan berdasarkan asas Pancasila dan mengetahui peran negara terhadap Organisasi Kemasyarakatan di Indonesia berdasarkan peraturan perundang-undangan yang sedang berlaku. Secara yuridis keberadaan Organisasi Kemasyarakatan tersebut telah diatur dalam suatu UndangUndang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyaratan. Undang-undang tersebut mewajibkan menggunakan asas Pancasila sebagai asas tunggal dan sampai sekarang masih berlaku. Yang menjadi permasalahannya adalah Apakah keberadaan organisasi-organisasi
7
kemasyarakatan
di
Indonesia
sebagai
proses
Dalam Penelitian Veronica Agnes Sianipar Yang Berjudul, “Tinjauan Yuridis Perlindungan Hukum Hak Asasi Manusia Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan”, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Jember 2014.
11
pendemokratisasian yang berasaskan Pancasila sebagai asas tunggal tersebut melanggar hak asasi manusia? Bagaimana konstitusionalitas keberadaan organisasi kemasyarakatan yang tidak berasaskan asas tunggal Pancasila terhadap terhadap UU Ormas? Berdasarkan Pasal 28 UUD 1945 yaitu “ditetapkan dengan undang-undang” tersebut itu menjadi dasar yang absah bagi keberadaan kewajiban dan tanggung jawab untuk membatasi hak dan kebebasan sesuai dengan semangat demokrasi dan prinsip negara hukum. Keberadaan organisasi kemasyarakatan yang tidak berasaskan tunggal Pancasila itu bertentangan dengan Pancasila tapi tidak bila melihat dari indikator rumusan sila-sila Pancasila. Substansi UU Ormas itu sudah tidak sesuai dengan semangat reformasi sehingga perlu segera direvisi.8 Skripsi Nurmela Sugihani yang berjudul “Framing Harian Umum Solopos dan Harian Jogja Tentang Peristiwa Bentrokan antara Ormas Islam dengan Warga Gandekan, Solo.” Dalam Skripsinya, Nurmela menemukan bahwasannya fakta yang sama dilaporkan secara berbeda oleh Harian Umum Solopos dan Tribun Jogja. Harian Umum Solopos menonjolkan berita bentrokan tersebut dengan menggunakan perangkat framing. Penilitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Data-datanya diperoleh dari teks-teks berita yang berhubungan dengan pemberitaan peristiwa bentrokan antara ormas islam dengan warga Gandekan, Solo. Selebihnya skripsi ini tidak mendalami tentang ormas islam secara mendalam tetepi
8
Theresia Rifeni Widiartati “Keberadaan Organisasi Kemasyarakatan Berdasarkan Asas Pancasila Ditinjau dari Perspektif Hak Asasi Manusia”, Tesis, Program pasca sarjana Program Studi Ilmu Hukum, Universitas Indonesia, 2010.
12
lebih menjelaskan bagaimana sebuah kasus dapat dihidangkan dalam bentuk framing.9 Sebagai Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, Tirto meneliti Ormas Islam pasca gelombang reformasi. Pada saat Ormas-ormas lain menyerukan reformasi politik, ekonomi, atau hokum, FPI menyerukan bahwa krisis bangsa ini berpangkal pada moral. Ketika itu berbagai gerakan islam bermunculan di Indonesia. Baik organ yang baru dibentuk, maupun gerakan yang sudah lama eksis dalam hal keagamaan. Lebih dalam, seperti judul yang diangkat yaitu mengenai “Sikap dan Aksi FPI sebagai Ormas Islam terhadap Sekulerisme, Pluralisme, dan Liberalisme di Indonesia.” Skripsi ini meneliti tentang landasan pemahaman dan pijakan nilai FPI dalam setiap pemikiran dan sikapnya dalam mengisi kemerdekaan dan menghadapi realitas moral bangsa yang demikian beragam dan berkembang seiring bergantinya zaman.10
E. Kerangka Teoretik 1. Teori Negara Hukum Konsep Negara hukum tidak asing lagi dalam ilmu pengetahuan ketatanegaraan sejak zaman purba hingga sekarang ini. Hanya dalam praktek ketatanegaraan orang masih pesimis, apakah negara hukum tersebut sudah diterapkan
9
Nurmela Sugihani “Framing Harian Umum Solopos dan Harian Jogja Tentang Peristiwa Bentrokan antara Ormas Islam dengan Warga Gandekan, Solo” Skripsi, Program Sarjana, Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam, UIN Sunan Kalijaga. 2013 10
Tirto Saputra “Sikap dan Aksi FPI sebagai Ormas Islam Terhadap Sekulerisme, Pluralisme dan Liberalisme di Indonesia” Skripsi, Program Sarjana, Program Studi Jinayah Siyasah, UIN Sunan Kalijaga. 2014
13
sepenuhnya atau belum. Hal ini dapat dipahami karena praktek, pengertian menurut teori, masih perlu diperhitungkan dengan faktor-faktor yang nyata dan hidup dalam masyarakat menurut waktu dan tempat, karena itu tidak mengherankan, sebab citacita universal mengenai Negara Hukum yang diletakkan dalam konstitusi sering dilanggar dalam praktiknya. Jika keadaan semacam ini harus terus menerus terjadi, maka negara hukum bersifat formal, sedang dalam kenyataannya jauh menyimpang dari apa yang tercantum dalam konstitusi, dan seolah-olah negara hukum itu hanyalah suatu mitos saja yang belum pernah terbukti dalam sejarah ketatanegaraan. Dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 hasil amandemen disebutkan, “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Adanya pengakuan Negara Hukum secara intrinsik melekat pada Pancasila dan bersumber pada Pancasila. Tujuan ide negara hukum ini dilahirkan adalah untuk membendung adanya kesewenang-wenangan dari kekuasaan yang mempraktekkan sistem yang absolut dan mengabaikan hak-hak dari rakyat itu sendiri. Negara Hukum adalah negara yang berlandaskan atas hukum dan keadilan bagi warganya. Maksudnya adalah segala kewenangan dan tindakan alat-alat perlengkapan negara semata-mata berdasarkan hukum atau dengan kata lain diatur oleh hukum, hal demikian akan mencerminkan keadilan bagi pergaulan hidup warganya.11
11
Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara, cet.ke-6 (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 88.
14
2. Teori Demokrasi Negara Hukum harus ditopang dengan sistem Demokrasi karena terdapat korelasi yang jelas antara Negara Hukum yang bertumpu pada konstitusi, dengan kedaulatan rakyat yang dijalankan melalui sistem demokrasi. Dalam sistem demokrasi tanpa pengaturan hukum akan kehilangan bentuk dan arah, sementara hukum tanpa demokrasi akan kehilangan makna. Menurut Magnis Suseno sebagaimana dikutip oleh Ni’matul Huda dalam bukunya, demokrasi yang bukan Negara Hukum bukan demokrasi dalam arti yang sesungguhnya. Demokrasi merupakan cara yang paling aman untuk mempertahankan kontrol atas Negara Hukum.12
3. Teori Hak Asasi Manusia Menurut Jerome J. Shestack, istilah Hak Asasi Manusia tidak ditemukan dalam agama tradisional. Namun demikian, ilmu tentang ketuhanan (theology) menghadirkan landasan bagi suatu teori HAM yang berasal dari hukum yang lebih tinggi dari pada negara dan yang sumbernya adalah Tuhan (Supreme Being). Tentunya, teori ini mengandaikan adanya penerimaan dari doktrin yang dilahirkan sebagai sumber dari HAM.13
12
Munthoha, Negara Hukum Indonesia, Pasca Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, cet.ke-1 (Yogyakarta: Kaukaba, 2013), hlm. 3.
15
Ada beberapa teori yang penting dan relevan dengan persoalan HAM, antara lain, yaitu: teori hak-hak kodrati (natural rights theory), teori positivisme (positivist theory) dan teori relativisme budaya (cultural relativist theory). Menurut teori hakhak kodrati, HAM adalah hak-hak yang dimiliki oleh semua orang setiap saat dan di semua tempat oleh karena manusia dilahirkan sebagai manusia. Hak-hak tersebut termasuk hak untuk hidup, kebebasan dan harta kekayaan seperti yang diajukan oleh John Locke. Pengakuan tidak diperlukan bagi HAM, baik dari pemerintah atau dari suatu sistem hukum, karena HAM bersifat universal. Berdasarkan alasan ini, sumber HAM sesungguhnya semata-mata berasal dari manusia.14
F. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yaitu termasuk penelitian yang dilakukan langsung dilapangan, diharapkan peneliti dapat memperoleh informasi dan data sedekat mungkin dengan dunia nyata, sehingga pengguna hasil penelitian dapat dimanfaatkan hasil dengan baik.15
13
Jerome J. Shestack, Jurisprudence of Human Rights, dalam Theodor Mero edit, Human Rights in International Law Legal and Policy Issues, (New York: Oxford University Press, 1992), hlm. 76. 14
Todung Mulya Lubis, In search of Human Rights Legal-Political Dilemmas of Indonesia’s New Order, 1966-1990, (Jakarta: Gramedia, 1993), hlm. 15. 15
Restu Kartiko Widi, Asas Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm. 52.
16
Dalam hal ini penulis menspesifikkan kepada sisi yuridis sosiologis. Yuridis sosiologis yaitu pendekatan yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dan gaya sosial. Hal ini digunakan karena objek pembahasan berkaitan dengan hukum secara yuridis, sedangkan sosiologis adalah untuk mengukur sejauh mana implementasi atau pelaksanaan terhadap peraturan yang di berlakukan serta kesadaran masyarakat atas hukum yang diberlakukan.
2. Sifat penelitian Sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis. Soerjono Soekamto menyatakan bahwa penelitian berbentuk deskriptif bertujuan menggambarkan realitas objek yang diteliti, dalam rangka menemukan diantara dua gejala dengan memberikan gambaran secara sistematis, mengenai peraturan hukum dan fakta-fakta sebagai pelaksana peraturan perundang-undangan tersebut dilapangan16. Selain itu data yang diperoleh seperti hasil pengamatan, hasil wawancara, hasil pemotretan, analisis dokumen, dan catatan lapangan. Semua itu akan diolah untuk menghasilkan analisis data berupa pemaparan mengenai situasi yang diteliti, nantinya akan diuraikan dalam bentuk uraian naratif.
3. Sumber Data a. Data Primer
16
Soerjono Soekanto, Pengantar Peneliti Hukum, (Jakarta: UI-Press, 1984), hlm. 96.
17
Data yang diperoleh dari Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia, Naskah Akademik, dan Undang-unang Nomor 17 Tahun 2013.
b. Data Sekunder Data yang diperoleh dari buku, artikel, literatur, naskah akademik, serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan penulis.
c. Data Tersier Data yang didapat dari sumber internet dan sumber lain.
4. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian bertempat di kabupaten sleman, diantanya: 1. Kantor Kesbang Sleman; 2. Kantor DPD KNPI Sleman; 3. Kantor PCNU Kab. Sleman; 4. Kantor PD Muhammadiyah Kab. Sleman.
5. Narasumber Narasumber dalam penelitian ini meliputi Kepala Kantor Kesbang, Ketua DPD KNPI Sleman, Ketua Forum LSM & ORMAS Kab. Sleman, Ketua PCNU Kab. Sleman, Ketua PD Muhammadiyah Kab. Sleman, dan tokoh masyarakat setempat.
18
6. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu : a. Wawancara Adalah percakapan yang dilakukan dengan narasumber yang telah disebutkan dengan maksud untuk memperoleh data atau kajian yang berhubungan dengan penelitian. b. Dokumentasi Adalah pengumpulan data atau dokumen yang menghasilkan catatan penting yang berhubungan dengan penelitian, sehingga memperoleh data yang sah dan pasti, bukan berdasarkan perkiraan c. Studi Kepustakaan Adalah pengumpulan data melalui buku-buku artikel dan sumber lain yang berkaitan dengan penelitian.
7. Analisis Data Analisis data merupakan proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang mudah untuk di baca dan di pahami, penyusun dalam analisa ini menggunakan deskripsi analitik, yaitu usaha mengumpulkan dan menyusun data. Selanjutnya melakukan analisa dari data-data yang telah didapatkan.
19
G. SISTEMATIKA PEMBAHASAN Sistematika pembahasan dalam penulisan penelitian ini dibagi dalam beberapa bab yang mempunyai sub-sub bab, dan masing-masing bab itu saling berkaitan sehingga membentuk rangkaian kesatuan pembahasan. Bab satu berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka, kerangka teori, metode penelitian, dan sistematika pembahasan. Bab dua berisi tinjauan umum tentang Organisasi Kemasyarakatan. Bab tiga berisi tentang Profil Organisasi Kemasyarakatan dan Kantor Kesatuan Bangsa Kabupaten Sleman. Bab empat berisi tentang analisis problematika Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan Bab lima penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Dasar Keberlakuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi kemasyarakatan (Ormas) Banyak ditemukan problematika di dalam proses pembentukan RUU Ormas. Problematika paling banyak di temukan pada tahap pembahasan. Secara formal dasar hukum tentang ketentuan pembentukan peraturan perundangundangan di dalam melahirkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi masyarakat telah dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden sesuai dengan amanat Undang-Undang No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Meskipun di dalam perjalanannya harus melalui judicial riview yang diajukan Ormas Muhammadiyah dan Koalisi Kebebasan Berserikat (KKB) kepada Mahkamah Konstitusi (MK). Garis besarnya, dari dua perkara tersebut, MK mengabulkan sebagian permohonan dengan membatalkan 10 pasal dan member tafsir konstitusional bersyarat atas 2 pasal. Dari 10 pasal yang dibatalkan MK, ada 3 pasal yang bersifat ultra petitum.
88
89
Maksudnya MK membatalkan pasal yang tidak dimohonkan (tidak diminta oleh pemohon untuk dibatalkan).68
2. Penerapan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi kemasyarakatan (Ormas) di Kabupaten Sleman Kepedulian masyarakat Kabupaten Sleman terhadap dinamika perubahan aturan perundang-undangan masih rendah. Kurangnya informasi yang diterima menjadi salah satu penyebab pasifnya respon yang dilakukan masyarakat. Begitupun realita yang terjadi dengan hadirnya Undang-Undang No. 17 Tahun 2013 tentang Ormas. Hal itu terjadi pula pada kebanyakan Ormas, rutinitas yang padat dan menumpuknya sejumlah agenda juga menjadi alasan tambahan setiap Ormas. Selain itu adanya sikap kehati-hatian yang dilakukan pemerintah daerah dalam mengundangkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2013 Tentang Ormas paska banyaknya problematika yang terjadi, baik sebelum maupun sesudah dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Menurutnya, karena persoalan UU Ormas ini menyangkut hal vital yang dapat mengganggu kondusifitas kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, meskipun telah melalui proses panjang di dalam melahirkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi kemasyarakatan ini, kepastian hukum yang ada serta kejelasan amanat Undang-Undang, di dalam penerapannya masih setengah hati. Pemerintah
68
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.Putusan&id=1&kat=1&cari=8 2%2FPUU-XI%2F2013
90
Kabupaten sleman belum bisa dikatakan telah melaksanakan Undang-Undang ini secara penuh, mengingat masih banyaknya Ormas yang belum mengetahui isi dari UU tersebut, kemudian standar penerapan dan kepatuhan terhadap UndangUndang Ormas tersebut hanya bersifat terlaksana selama tidak mengganggu ketertiban umum, padahal UU Ormas tersebut terdiri dari 87 Pasal dan 19 Bab, termasuk di dalamnya mengenai larangan, sanksi, hak & kewajiban yang harus dipatuhi oleh Ormas.
91
B. Saran 1. Untuk Kantor Kesbang, sediakan kotak saran atau kontak peson untuk menerima keluhan atau masukan dalam hal peningkatan kualitas pelayanan masyarakat. 2. Untuk Kantor Kesbang, seyogjanya berperan aktif dalam merespon setiap kebijakan yang bersangkutan dengan masyarakat, bisa dengan melakukan kegiatan talk show atau dialog yang bisa berkomunikasi langsung dengan masyarakat. 3. Untuk Kepala Kantor Kesbang, bersikap kehati-hatian adalah langkah aman dalam menyikapi setiap kebijakan, namun hal itu tidak mampu bertahan lama, karena setiap kebijakan tentu menghasilkan dampak, maka dari itu harus segera diambil langkah tegas dengan mempertimbangkan resiko, karena jika dibiarkan seperti itu, dalam waktu tertentu akan dirasakan masyarakat sebagai ketidak pastian. 4. Untuk Ormas, keseriusan dalam menjalankan program kerja dan mematuhi AD/ART (aturan-aturan) organisasi bukan menjadi alasan untuk menutup diri dalam merespon setiap kebijakan pemerintah, karena hal itu justru akan merugikan keberadaan Ormas.
DAFTAR PUSTAKA
1) Al-qur’an Surat Ali Imran Ayat 159
2) Undang-Undang Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan
3) Buku A. Sholihul, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan (ORMAS), Surabaya: Rona Publishing. 2014. Alo Liliweri, Sosiologi dan Komunikasi Organisasi, Jakarta: Cahaya Prima Sentosa. 2014.
Arianti “Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Aksi Organisasi Masyarakat Front Pembela Islam (FPI) Dalam Kaitannya Dengan Konflik Keagamaan Di Kota Makassar”, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Hasanudin, 2014. Asshiddiqie Jimly, Hukum Tata Negara & Pilar-pilar Demokrasi, Jakarta: Sinar Grafika Offset. 2011. Buchori Mochtar, Before and After Reformasi, Jakarta: Asia Foundation
&
the Jakarta Post. 2001. Diamond Larry, Developing Democracy: Toward Consolidation. Baltimore: The Johns Hopkins University Press. 1999. Huda, Ni’matul, Hukum Tata Negara, cet.ke-6, Jakarta: Rajawali Pers. 2012. Hatta Muhammad, dalam Subandi Al Marsudi, Pancassila dan UUD 1945 dalam Paradigma Reformasi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2001. Kania Nia Winayanti, Dasar Hukum Pendirian & Pembubaran ORMAS, Yogyakarta: Pustaka Yustisia. 2011. Klingelhoffer, Stephen, and David Robinson, Law and Civil Society in the South Pacific: Challenges and Opportunities; International Best Practices; and Global Developments, New York: ICNL. 2004.
Laodengkowe Ridaya, Mengatur Masyarakat Sipil: Pengaturan Organisasi Masyarakat Sipil Di Indonesia, Depok: Piramedia. 2010. Lubis, Mulya, Todung, In search of Human Rights Legal-Political Dilemmas of Indonesia’s New Order, 1966-1990, Jakarta: Gramedia. 1993. Moh. Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Jakarta: PT. Rineka Cipta. 2003. Munthoha, Negara Hukum Indonesia, Pasca Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, cet.ke-1, Yogyakarta: Kaukaba. 2013. Nurmela Sugihani “Framing Harian Umum Solopos dan Harian Jogja Tentang Peristiwa Bentrokan antara Ormas Islam dengan Warga Gandekan, Solo” Skripsi, Program Sarjana, Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam, UIN Sunan Kalijaga. 2013. Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman Kantor Kesatuan Bangsa,
Profil
Kantor Kesatuan Bangsa. 2014. R. Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya Paramita. 2007.
Richard Robison and Vedi R Hadiz, Reorganizing Power in Indonesia: The Politics of Oligarchy in an Age of Markets, New York: RoutledgeCurzon. 2004. Shestak, J, Jerome, Jurisprudence of Human Rights, dalam Theodor Meron, edit, Human Rights in International Law Legal and Policy Issues, New York: Oxford University. 1992. Soekanto, Soerjono, Pengantar Peneliti Hukum, Jakarta: UI-Press. 1984. Sorjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia. 1977. Theresia
Rifeni
Widiartati
“Keberadaan
Organisasi
Kemasyarakatan
Berdasarkan Asas Pancasila Ditinjau dari Perspektif Hak Asasi Manusia”, Tesis, Program pasca sarjana Program Studi Ilmu Hukum, Universitas Indonesia, 2010. Tirto Saputra “Sikap dan Aksi FPI sebagai Ormas Islam Terhadap Sekulerisme, Pluralisme dan Liberalisme di Indonesia” Skripsi, Program Sarjana, Program Studi Jinayah Siyasah, UIN Sunan Kalijaga. 2014. Veronoca Agnes Sianipar yang berjudul, “Tinjauan Yuridis Perlindungan Hukum Hak Asasi
Manusia Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan”, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Jember 2014. Widi, Kartiko, Restu, Asas Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Graha Ilmu. 2010.
4) Lain-lain Slemankab.bps.go.id. www.nu.or.id. www.muhammadiyah.or.id. www.knpikaltim.or.id. h"p://www.beritasatu.com/poli4k/155142--‐139957--‐ormas--‐berpotensi--‐ jadi--‐penyakit--‐demokrasi.html. Banda Aceh, Senin (4/11/13), Harian Analisia Aceh. Bahtiar sebagai Kepala Sub Bidang Organisasi Kemasyarakatan Direktorat (Ormas) Jendral Kesatuan Bangsa dan Politik Kementrian Dalam Negri. Siaran Pers, pada 28/01/2014, Rilis 28.PUU-XI. 2013. http://hukum.kompasiana.com/2014/12/26/keberadaan-ormas-pasca-putusa-mk--693724.html. http://www.slideshare.net/KurniawanSaputra1/panel-11-kemenkuhmhamwicipto.
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Pem333Q2bentukan Peraturan Perundang-undangan. http://banjarmasin.tribunnews.com/2015/01/04/kemendagri-ikuti-putusan-mterkait-ormas.
NAMA
: BIKY UTHBEK MUBAROK
TTL
: 28 FEBRUARI 1993
ALAMAT
: JL. PALEDAH NO. 24, RT/RW 020/005, DESA KARANGPAWITAN, KEC. PADAHERANG, KAB. PANGANDARAN JAWABARAT
EMAIL
:
[email protected]
NOMOR HP
: 082243810001
NAMA ORANG TUA AYAH
: Drs. H. MASRUH HAERUMAN
IBU
: Hj. SITI HASYAROH
RIWAYAT PENDIDIKAN : SD N 1 PADAHERANG SMP N 1 PADAHERANG MA NU NURUL ULUM RIWAYAT ORGANISASI : WAKIL KETUA OSIS MA NU NURUL ULUM Bid. INTELEKTUAL RAYON ASRAM BANGSA PMII FAK. SYARIAH & HUKUM KETUA PC. IPNU KAB. SLEMAN WA. SEKERTARIS DPD KNPI KAB. SLEMAN