SAKRAMEN PERNIKAHAN
Problematika Ratum-Consummatum
Oleh
Yusuf. Siswantara. S.S., M. Hum
Penelitian Pustaka Pribadi dalam bidang Teologi Pastoral Untuk Fakultas Filsajbt
Fakultas Fisafat Universitas Katolik Parahyangan
2010
Diketahui Oleh
Dr. Ign. Eddy Putranto, OSC., S.Ag., MA Wakil Dekan I Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Fakultas Filsafat
2
A. Pengantar Manus1a aclalall makhluk sos1al. Scbagai rnakhluk sosial, manusia mempunyai kcccndcnmgan untuk bcrkumpul dan sa ling interaksi satu dengan yang lain. Mereka saling mcngcnal. Dalarn kchidupan schari-hari, mereka saling bekerja sama dan saling nwnolong satu dcngan yang lain. Hal itu terjadi karena mereka sadar bahwa tanpa orang lain kiLl tclah mati. Hidup berarti hidup ebrsama dengan orang lain. Dalam ke1·angka intcraksi itu, ikat:an dan hidup perkawinan akan dibicarakan. Hidup bersama bukanlah masalah berada dalam satu tempat dan waktu yang sarna. Hidup bcrsarna tidak identik dengan kesatuan atau perjumpaan fisik. Sebabnya, kita bisa tetap tcrsisih, scpi, sendiri, saat: berada dalam kerumunan orang. Crowd atau kcrmnunan orang itu bcrsifat pribadi-egois. Di sana, tidak ada saling rnengenal. Mereka t1dak berkumpui bersama dengan arah dan tujuan sarna. Model relasi ini bukanlah yang dirindukan oleh manusia. Manusia ingin berelasi dan hidup bersama dalam scbuah komunitas atau paguyuban (communion). Paguyuban (cornmunion] hadir jika para anggotanya saling mencintai. Dalam cinta sebuah komunilas ini, satu dengan yang lain saling mengenal dan akrab. Mereka t:idak cuek melainkan selalu berkomunikasi demi perkembangan. Keakraban dalam komunitas yang dirindukan ini tidak hanya bersifat semu atau keakraban permukaan saja. Mereka memahami dan menerima sebagai pribadi. Mereka saling menyapa dan memperkcmbangkan. Dalam relasi, mereka merasakan kebersamaan dan kcsdtuan. J!al ini diikat dalam satu ikatdn. Dalam ikatan itu, mcreka hidup dan t:umbuh menu rut panggilan dasarnya sebagai manusia. Pcngaturan hidup menjadi hal yang sangat penting dalam komunitas dan keiangsungannya. llaiam pcrJaianan waktu, pengaturan hid up mi mau trdak mau ada dalam hidup berkomunitas. lnilah yang membuat hidup komunitas atau paguyuban bi.sa bertahan, hidup baik, dan terus bertumbuh dalam seluruh seginya. Dalam pengaturan hidup ini, dibutuhkan seorang pemimpin unluk scnanliasa rnenjaga kesatuan dan kcutuhan sclmuh komunit:as. Tanpa seorang pemimpin komunitas itu akan menjadi kelompok tanpa arah. Entah formal atau informal, komunitas yang baik tidak dapat dilepaskan dari pemimpin. Demikian pula sebaliknya seorang pemimpin aclalah bukan apa-apa tanpa seluruh para anggota komunitas. Dengan dcmikian, kcdu;mya s;Iling nwlcne,k;Ipi dan sa ling nwmbutuhkan demi terbentuknya suatu komunitas. J
B. Pe1·kawinan dan Tahbisan: Pcnopang Hidup Bc1·sama Gereja adalah fenomena sosial hidup bersama, yaitu hidup bcrsama umat yang beriman kepada Yesus Kristus. Yesus Kristus sendiri yang menjadi pijakan dan dasar hidup bersama. Panggilan untuk hidup bersama pun berasal dari Yesus dalam kcsatuannya dengan Allah.Dengan begitu inisiatif untuk hidup bersama, pertamatoma. adalah Allah. !a menggerakkan hati dan mengumpulkan umat-Nya dalam Roh
l
l
tuhhison, orang dilwdisl
C. Perjalanan Pemahaman Perl
a.
/{ita b Suci lkatan perkawinan dan kehidupan perkawinan adalah fenomena biasa clalam masyarakat. Dalarn kehudpuan masyarakat ini, perkawinan secara umum dipraktikkan. Penghayatannya'~ Dalam penghayatannya, perkawinan dihayati sebagai tinclakan religius. C:ontoh yang clapat diambil adalah 1) banyaknya ritual yang harus dilakukans pada suatu menyongsong perkawinan atau saat perkawinan itu senc!iri terjadi. Uparaca midodoreni dan acara memandikan pengantin adalah scdikit contoh ritual perkawinan yang sampai saat ini masih sering dilakukan. 2) Dalam peninggalan sejarah, kita tabu adanya lingga-yogi. Lingga-Yogu ini ac!alah karya yang melambangkan persatuan penc>mpuan dan lal
Umat Israel memandang pcrkawinan sccara hcdJcda. Mereka menghayati perkawinan daiarn art! profan, reaittas ciptaan. Pcrkawman dtadakan atau tldak didukung melalui c:ara upacara pcrkawinan (Tob B: 19-20). Lal
b.
Moso PotrisLii< Dalam masa ini, refleksi tcntang perkawinan bergerak c!alam dua ekstrim: penolakon seks(ualita.\) sebagoi kedosaan atau mengobral tindakan sei<s(ualitas). !<arena tidak mungkin mcngobral scks, Bapa Gcreja cenderung menempatkan seksualitas c!alam pcnolakannya. Untuk rnencnma perkawinan, mereka membuat pertimbangan-pertirnbangan. St. Agustinus rnernandang negatif terhadap seksualitas. Walaupun demikian, perkawinan dilihat positif dengan
5
mernpcrtimbangkan tiga kcbaikan (bona fides, bona proles, bona sacramentum). lgnanus dcu·r flnthrokra menerima perkawin<Jn karena Allah menghendaki pcrkawinan.
c. II bad Pertcngahon Pcrkembangan baru baru dari Abaci Pertengahan adalah 1) penekanan unsur yuridis don peiaksanaon peri
l
tidak dipandang scbatas Paus, Uskup, Imam, Diakon saja. Kcluarga pun mcrupakan Gereja yang hidup. Selain itu, dilihat pula bahwa perkawinan bukanlah kontrak tetapi perjanjian dan clalam perkawinan itu makna luhur dan ilahi terlaksana dalam hid up sehari-hari.
D. Makna Teologis a.
Peri
6
cukuplah mcmbangun suatu pcrkawinan berdasarkan pandangan umum: cinto. IJenar bahwa cinta caJon suanlHStn 1tu penting, tctapi untuk melangsungkan perkawinan orang harus yakin bahwa dirinya dipanggil Allah untuk hidupbersama dalamperkawinan. 'Sebab eli dalam Dia, Allah telah mcmilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat dihadapn-Nya' (Ef 1: 4).
b. Perlwwinan sebago! ilwton soi
c.
Perkawinan sebogai inti sel Gereja Tentang ini telah disinggung bahwa unsur eklesial dari keluarga adalah istilah Gereja-Keluarga. Dari ungkapan ini, mau ditekankan bahwa dalam sakramen perkawinan sudah terbentuk persekutuan hidup kaum beriman. Persekutuan hidup beriman itu sudah merupakan Gereja yang benar dan sungguh-sungguh. Titik inti pembcntuk GcrCJil adalah ikatan dalam sat:u tubuh, satu Hoh, soil.! pengharapan, satu tuhan, satu iman, satu boptisan, satu Allah dan Uapa dari sernuo (Ef4: 'i-6).
d.
l'erkawinan sebago! t:ando eslwtnlogis i<ehendoi< [(erojaon Allah. Yesus pernah mcngatakan bhwa dua atau tiga orang bcrkumpul dalam nama-I
7
E. Pastoral ten tang Hubungan Seksual pra-nikah a tau di luar nikah(Studi Kasus) Studi kasus diambil dari ;naj
b. Tanggapan pengasuh Rubrik, Pst. Hardiwiratmo MSF. ltulah kasus yang diajukan dalam rubrik ini. Oleh pastor Hardi\AJiratmo MSF, kasus ini ditanggapi dengan cara demikian. Diberitdhukan bahwa inilah kasus ratum non consummatum. Dalam kasus ini ditunjukkan kanon 1124 § 2 tentang kemungkinan diputuskannya perkawinan oleh Paus dengan alasan wajar 2tas pennintJJ.n kedua pihak atau salah SEttunya. Tentctng perketwinan rat:urn & consummotum ini lebih lanjut dijelaskan dalam KI·Jl( kanon 1061 tentang maksud perkawinan ratum don consummatum, kanon 1141 tentang tidak-tercerainya perbwinan ratwn dan consummatum, serta IG:mon 1142 scperti elise but di atas. Selanjutnya, Pastor Harid menjelaskan bahwa karena belum disempurnakan dalarn consummatum (persetubuhan seteiah perkawinan, bukan sebelum ni!wh), perkawinan A-13 dapat diputuskan oleh Paus dengan alasan wajar (misalnya, pcrcekcokkan atau pennusuhan keluarga, bahaya iman, dsb). Cara mendapat dispensosi perkawinan ini adalah mengurus ke keusi
tcntang kumpul kebo sehingga pcnegasan (Jarangan] pastor Harid menjadi berisi dan rnendl~Sdk untu disebarluaskan. c. Konkubinat dan Perluasan Persoalan. Pcrsoalan pcrkawinan rotum et consumnwtum adalah kumpul kebo. lstilahnya adalah konkubinat (L, cubo, tidur, con bersoma). Konkubinat ialah bentuk hidup bersama dari pria dan wanita dengan hubungan seksual tanpa ikatan perkawinan, melainkan dengan syarat dapat dibubarkan sewaktu-waktu tanpa formalitas. Perbedaan dengan perkawinan dengan demikian adalah i
1
Data TEMPO, 22 Agustus 19Bl (digunakan oleh Pst. Pit Go dalam Seksualitas Perkawinan) menunjukkan bahwa 1) setuju sanggama sebclum perkawinan asal suka sama suka 17,0%, 2_) Setuju sanggama dcngan syarat tcrtentu (30,04%], 3] 12 % responden pria dan 90% responclen wanita melihat virginitas tidak mutlal< dalam pcrkawinan, 4) 17 % rcspondcn pria pernah pcrgi ke WTS, 5) 2,4B%J rcspondcn (pria-\vanita) pernah bersanggama dcngan pacar.
9
rnasa tunggu tcrscbut, padahal itulah rnasa (umur-umur) dimana nafsu kcldlllill
1nendesak.
2. Privatisasi scksualitas yang dipandang scbagai urusan pribadi dalam dunia acuh -tak- acuh. 3. Risiko bcrkurang. Dcngan alat-alat modern, akibat yang tak diinginkan dapat diminimalisir. Hukuman sosial pun berkurang atau lenyap karena masyarakat mcnjadi pcrsmisif dan tidak menjadi alat kontrol bagi urusan orang.
4. Banyak kescmpata karcna suasana bebas dan kcscdiaan yang besar dapa kedua kdarnin untuk rnengadakan hubungan seksual. S. Situasi lingkungan yang penuh dengan warna seks (dalam hal serius:
kedokteran, hioogi, psikologi, otou apopun dalom hal komersial: media cetok otuu elekt.ronik, gum!Jur~ aLou ji'lm). Scmcntara itu, dalam rnclihat hubungan seksual eli luar atau sebelum perkawinan harus memperhatikan dan memperjuangkan bcberapa hal di bawah Ill!:
1. Harkat Manusia Pribadi manusia mempunyai martabat luhur dan harus diberlakukan sesuai dcngan martabatnya itu. Hal ini clapat ditapakkan dalam hubungan seksual. Perbedaan tajam binatang dan manusia adalah babwa manusia mcngcnal pcrawinan (dim ana hubungan seksual direstui), sedangkan hinatang tidak mcngcnalnya. Lebih dari sekcdar itu, seks dan seksualitas bukanlah sekcdar i;"Jsting Lc\akd lc·tdpl anugc:ra\1 pencipla. Dctri sana, pencipta n1en1berikan
sarana
bagi
ungkapan
kesatuan
cinta. Allab
yang
mcnganugerahkan
seksualitas; kcpada Dia-lah anugerah itu diarahkan. 2. Marta bat Partner Orang lain ada bukan untuk menjadi objek seks. Orang lain baruslah kita horati sebagai pribadi yang mempunyai martabat luhur (bdk. Point 1-2). Olch karcnanya, persetubuhan dilakukan dalam perkawinan monogamy yang ticlak clapat dicerakan karena pribadi partner clicintai seumur hidup clan hanya dia. jadi, ada tekad dan ikatan kcsctiaan yang tal< dibatasi, yakni totalitas. Persetbuhuan mcnjadi ujud penycrahan total dan penerimaan total dalam cinta dan kcsetiaan. Dengan demikian, terjadi penghormatan martabat partner. Mcrcka mcnghargai pasangannya. 3. lntegrasi Personal Seksualitas bcrkaitan er-at dengan komunikasi, dan komunkiasi yang baik dan schat bcrtautan erat dengan keterbukaan dan komitmcn dalam keseluruhan pribadi. Dua hal ini akan bertumbuh dan mengalami kcpenuhannya dalam pribadi yang matang dan dewasa. Dengan kata lain, dibutuhkan pribadi yang intergral, dalam membangun scbuah kcterbukaan dan komitmen. Hubungan scks termasuk eli dalamnya. Dewasa ini (dan sudah waktu lampau), hubungan seks bukanlah sekedar gcrak mekanis alat tubuh. fa adalah sarana
10
komunikasi. Untuk hisa menjadi sarana terbaik, hubungan seks haruslah L>c·r·ada dai<1rn kontcks kciuarga. Mcngapa? !<arena di sana, totalitas, kcsctiaan, keterhukaan, komitmcn dan lainnya dapat dimungkinkan dan d ipert a nggu llgjtJ\-Va bka n. ~-
Mart.abat l'cr·kawinan Di bagian awal, sudah diungkapkan martabat perkawinan, terkhusus dalam Gereja I
irri,
kcbahagiaan kt:Llua pasdngan. Ter.api konkubinat ini 111enghiiangkan unsure
inti dan pcnting dari pcrkawinan yaitu kesepakatan. Dengan demikian juga tckad sctia seumur hid up. 2) Dari sudut penghayatan iman, konkubinat tidak bisa dirasakan dan dialami scbagai perwujudan iman. Di sana unsure I
pcrkawinan. l
1. Mengingat periiaku seks dcrnikian cepat bergerak, apakah titik berat diberikan kepada pengalaman dan pertanyaan kaum muda ataukah penjeiasan seksualitas seperti yang seharusnya diketahui oleh kaum muda. 2. Mengingat bahwa akses informasi begitu mudah, tidak mengherankan bahwa kaum mucia ticiak akan mengaiami kesuiitan dalam mendapatkan berbagai hal tentang seksualitas. Olch karena itu, daiam konteks komputasi ini bukan informasi yang mendapat penekanan tctapi pembentukan filter informasi dan mentalitas (dasar) daiam menerima inforrnasi tersebut. Dua hal tersebut (filter dan mentalitas) mengacuh pada pendampingan pendewasaan kepribadian secara iebih iuas. 3. Mengingat bahwa bagaimanapun juga keiuarga mempunyai peranan yang SdngctL penLing dalatn pendt-.unping;.~n <-lnak-(Hlak rnereka. Kiranya tetap
actual
untuk senantiasa mengingatkan keiuarga-keiuarga Kristiani untuk mendapingi anak-anak secara sehat dan baik. Alasannya, ketertiban keluarga scjak ciini sangat menentukan. Saat strategis (waiau teriampau jauh, tetapi sangat penting), KPP (l
12
DAFT AR BACAAN 1. Manasudjita, F, 200:l, Sokromen-sokromen Gerejo, Yogyakarta, l(anisius.
2. Go. 0, C:ann, Dr. Piet, 19fl5, Sexuoitos Perlwwinon, Malang, STFT Wldya Sasana. 3. Kartosiswoyo, V, 1991, KitoiJ Hukum !
13
