PRIOR'S Editorial elezeetsetzut *eut9. litegeadad Vleeleum,
rr
r
Bulan-bulan terakhir sebelum terbitnya Jurnal Prioris nomor ini kita disuguhi pertunjukan yang cukup menarik tentang konvergensi antara hukum dan kekuasaan. Pola hubungan dua lembaga negara penegak hukum KPK dan Kepolisian memanas sejak penetapan calon kepala kepolisian menjadi tersangka oleh KPK. Suasana semakin memanas ketika Presiden memaksakan kehendaknya menyodorkan calon Kepala Polri kepada Dewan
Perwakilan Rakyat. Sejak itu pula terjadi "kriminalisasi", penangkapan terhadap Wakil Ketua KPK, penetapan tersangka terhadap Ketua KPK dengan sebelumnya penyebaran photo rekayasa. Demikian juga terjadi pelaporan terhadap dua komisioner KPK lainnya, dimana semua kejadian yang dituduhkan terjadi di masa lalu, jauh sebelum mereka menjadi komisioner. Tak hanya itu, para penyidik KPK pun tak luput dari ancaman proses hukum. Inilah gambaran nyata berhimpitnya penegakan hukum dengan penggunaan kekuasaan. Kita mengenal dua model pola hubungan antarahukum dan kekuasaan, hukum adalah kekuasaan itu sendiri begitu kata Lassalle di satu sisi, hukum & kekuasaan dua hal yang terpisah di sisi yang lain, meski ada hubungan yang erat diantara keduanya. Hubungan itu dapat berupa hubungan dominatif dan hubungan resiprokal (timbal balik). Dari sudut hukum sebagai kekuasaan, aturan-aturan hukum yang tertuang dalam konstitusi suatu negara merupakan deskripsi struktur kekuasaan yang terdapat dalam negara tersebut dan hubunganhubungan kekuasaan diantara lembaga-lembaga negara. Hakekat hukum dalam konteks kekuasaan menurut Karl Olivercrona tak lain daripada "kekuatan yang terorganisasi", hukum adalah "seperangkat aturan mengenai penggunaan kekuatan", dia mengingatkan "kekerasan fisik atau pemaksaan" sama sekali tidak berbeda dengan kekerasan yang dilakukan oleh pencuriatau pembunuh. Walaupun kekuasaan itu adalah hukum, namun kekuasaan tidak identik dengan hukum. Demikian halnya, hukum juga bisa menjadi media untuk melegalisasi kekuasaan, menetapkan segi yuridis dari kekuasaan. Kekuasaan yang memiliki landasan hukum secara formal memiliki legalitas. Namun yang kerap menjadi persoalan adalah bila kekuasaan yang legal itu juga menjadi kekuasaan yang sewenang-wenang, tidak patut, dan tidak adil. Hukum juga merupakan instrumen untuk mengatur kekuasaan. Hubungan-hubungan kekuasaan dalam penyelenggaraan negara harus diatur sedemikian rupa supaya tidak menimbulkan kekacauan di antara kekuasaan-kekuasaan negara yang ada atau antara kekuasaan pejabat yang satu dengan kekuasaan pejabat yang lain. Adanya kekuasaan yang
Jurnal Hukum PRIORIS, Vol . 4 No. 3, Tahun 2015 I I
Prioris Editorial
akan melahirkan ketidaksinkronan dan ketidakpastian hukum. KPK adalah lembaga yang lahir dari situasi ketidak optimalan lembaga penegak hukum (Kepolisian dan Kejaksaan) dalam memberantas korupsi, karena itu undang-undang selain memberi kewenangan untuk memberantas korupsi, juga memberikan kewenangan kepada KPK untuk mensupervisi lembaga penegak hukum lain dalam menangani perkara korupsi. Dalam konteks pola hubunganantara hukum dan kekuasaan, kita mungkin punya tafsir yang berbeda terhadap fakta-fakta yang terjadi seputar hubungan KPK dan Kepolisian masa kini, dan itu sah-sah saja. Namun realitas kekuasaan telah menempatkan KPK pada posisi yang dilemahkan. Yang dikhawatirkan justru jangan sampai terjadi hukum ditempatkan sebagai alat pelemahanitusendiri. Law as tool of crime, pengunaan hukum sebagai alat kejahatan adalah kejahatan yang sempurna, sulit dilacak, karena diselubungi oleh hukum dan berada di dalam hukum (Nitibaskara, 2001). Jurnal hukum Prioris Fakultas Hukum Universitas Trisakti menempatkan din sebagai bagian dari upaya sengaja yang terus menerus menyirami kesadaran intelektual ditengah pragmatisme kehidupan, dengan selalu berharap dapat mempengaruhi perkembangan pemikiran dan atmosfir penegakan hukum di republik tercinta ini. Terbitan nomor ini menampilkan tiga artikel konseptual dan tiga artikel penelitian dari praktisi, peneliti dan pengajar dari beberapa universitas disamping dari Fakultas Hukum Universitas Trisakti sendiri dengan ekspektasi dapat memenuhi kebutuhan referensi akademis maupun praktis. Adalah realitas, Indonesia merupakan negara perairan dan kepulauan terbesar di dunia. Bentangan wilayah negeri ini juga sangat panjang dan terbagi dalam tiga wilayah waktu, meliputi 17,500 pulau yang terbentang sepanjang lebih dari lima ribu kilometer dari timur ke barat. Dengan wilayahnya yang demikian luas, masalah angkutan (berikut prasarana yang mendukungnya) menjadi masalah sangat besar dan terus menerus merupakan tantangan bagi pemerintah untuk membenahi, mengembangkan dan menjaga kehandalannya. Infrastruktur yang tidak memadai bukan hanya telah menyebabkan Indonesia menjadi tujuan investasi yang tidak begitu menarik tetapi juga telah menimbulkan banyak korban jiwa serta merugikan masyarakat penggunanya secara ekonomis. Terbatasnya kemampuan negara dalam pembangunan infrastruktur serta makin tingginya tuntutan pelayanan dalam pengelolaan infrastruktur, menjadi dasar pemerintah di banyak negara mengambil inisiatif untuk memungkinkan pihak swasta memasuki bidang usaha yang di Indonesia dianggap sebagai industri yang menguasai hajat hidup orang banyak. Begitu pentingnya infrastruktur pelabuhan bagi pembangunan ekonomi Indonesia yang terdiri dari kepulauan, sejauhmana peraturan perundangan is Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dapat mengakomodir pengelolaan pelabuhan oleh swasta, HAMUD M BALVAS, SH., LLM., MKNKonsultan Hukum pada ABNR, membahasnya dalam sebuah artikel Kajian Atas Privatisasi Pelabuhan Berdasarkan Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Ada sejumlah kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia yang belum mendapatkan penyelesaiain memadai. Peristiwa Tanjung Priok, Talangsari Lampung, Penembakan Mahasiswa Trisakti, Semanggi I dan II merupakan beberapa kasus-kasus pelanggaran HAM yang belum tuntas penanganannya, banyak lagi yang bisa disebutkan dan yang sama sekali belum tersentuh penyelesanan pelanggaran HAM korban G30 S/1965.
ii
Jurnal Hubei? PRJOR1S, Vol . 4 No. 3, Tahun 2015
Prioris Editorial
Dalam beberapa kasus yang sudah sampai pemeriksaannya di pengadilan, berbagai masalah muncul dalam proses peradilannya, dugaan suap untuk menuju islah, vonis bebas bagi sang terdakwa hingga mekanisme kompensasi dan restitusi bagi korban pelanggaran HAM yang belum menemukan titik terang. Pelanggaran HAM mempunyai dampak yang signifikan pada korban. Apapun jenis pelanggaran HAM yang dilakukan, sem isal pembunuhan, percobaan pembunuhan, penghilangan secara paksa, penganiayaan dan jenis jenistindakan lain, tetap saja menimbulkan kerugian yang harus diderita oleh korban. Oleh karena itu, korban merupakan pihak yang harus mendapatkan pemulihan kerugian dari terjadinya pelanggaran HAM.Dr. RENA YULIA, SH., MHDosen Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Titayasa Serang, mengkaji dalam sebuah artikel Menggugat Pemenuhan Hak Korban Pelanggaran HAM Masa Lalu. Sistem Peradilan Pidana Indonesia mengatur peran dan fungsi Advokat sebagai bagian dari badan-badan lain dalam kekuasaan kehakiman dan karenanya berlaku pula prinsip-prinsip kekuasaan kehakiman pada advokat yang salah satunya adalah advokat dapat pula menemukan hukum melalui jasa hukum dalam pembelaan terhadap kepentingan hukum tersangka / terdakwa maupun karena tanggung jawab moral profesinya. Konsep advokat sebagai penemu hukum ini sangat relevan, karena miskinnya penemuan hukum dalam putusan-putusan hakim baik ditingkat pertama, banding maupun kasasi di Mahkamah Agung. Namun pada prakteknya advokat belum dapat dikategorikan sebagai penegak hukum, penempatan advokat sebagai subsistem dalam sistem peradilan seharusnya diimplementasikan dalam pengaturan undang-undang secara konkrit, pendampingan kepada setiap orang seharusnya tanpa adanya pembatasan berdasarkan ancaman hukuman. Sehingga di masa datang harus ada pengaturan mengenai fungsi Advokat tentang kewenangan advokat dalam menjalankan profesinya sebagai penegak hukum yang profesional, sehingga advokat dapat membantu hakim dalam menciptakan hukum serta berkontribusi membantu pembentukan hukum nasional.Dr. AZMI SYAHPUTRA, SH., MHDosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadyah Metro Lampung, menuangkan dalam sebuah laporan hasil penelitian yang diberi judul Fungsi Dan Kedudukan Advokat Sebagai Penegak Hukum Dan Penemu Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana. Permasalahan di bidang pendidikan tidak hanya berkisar pada ranah sosial ekonomi saja, seperti anggaran pendidikan, sarana dan prasarana pendidikan, profesionalitas pendidik yang minim, hingga standar pendidikan yang sering berubah-ubah. Namun, juga menyentuh ranah hukum, yang berupa berbagai bentuk penyimpangan pendidikan yang berdampak yuridis.Bentuk penyimpangan yang kerap terjadi adalah tindak kekerasan. Kekerasan yang dihadapi anak-anak merata hampir di semua lingkungan, seperti rumah, sekolah, taman bermain, lembaga pengasuhan anak bahkan di lembaga pemasyarakatan anak, anak-anak dihadapkan pada situasi yang rentan kekerasan. Komnas Perlindungan Anak telah mencatat bahwa sepanjang tahun 2010 hingga 2014 ada sejumlah 21.689.797 kasus kekerasan anak terjadi di Indonesia. Salah satu lingkungan dimana anak rentan menjadi korban kekerasan adalah sekolah, dan kekerasan dapat dilakukan baik oleh oknum tenaga pendidik, tenaga administratif, maupun sesama anak didik. Kekerasan di sekolandapat dibedakan: pertama, kekerasan murni, seperti penganiayaan, dan perkelahian antar murid. Kedua, penerapan
Jurnal Hukum PRIOR'S, Vol . 4 No. 3, Tahun 2015
I iii
Prioris Editorial
metode pembelajaran yang mengandung unsur kekerasan, misalnya penggunaan hukuman disiplin untuk mendapatkan kepatuhan murid atau memperbaiki perilaku murid yang keliru. Pemberian hukuman fisik sebagai sarana disiplin (corporal punishment) umumnya tidak dipandang sebagai tindak kekerasan, melainkan sebagai bagian dart sarana pembelajaran yang cepat dan ampuh untuk mendisiplinkan anak. Di banyak negara telah terjadi gerakan hukum (legal movement) pelarangan penggunaan corporal punishment pada anak, Bagaimana praktek penerapan hukuman disiplin pada anak ini dalamperspektifhukum Indonesia ? RUSMILAWATI WINDARI, SH., MH Dosen Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo Madura, menuliskannya dalam sebuah laporan penelitian yang diberi judul Penggunaan Hukum Disiplin (Corporal Punishment) Pada Anak Di Lingkungabn Sekola Dalam Perspektif Hukum Pidana Indonesia. Perkembangan teknologi informasi mempunyai ikutan pada perkembangan pengertian keamanan. Keamanan yang semula ditafsirkan secara sederhana yaitu suasana bebas dart segala bentuk ancaman bahaya, kecemasan dan ketakutan sebagai kondisi tidak adanya ancaman fisik (militer) yang berasal dart luar.Kini, keamanan tidak hanya dikaitkan dengan ancaman militer namun terkait juga dengan hal-hal lain yang menentukan eksistensi suatu negara, termasuknya didalamnya keamanan internal, kesediaan pangan, fasilitas kesehatan dan terakhir adalah keamanan dalam informasi. Berita mengenai penyadapan oleh satu negara terhadap negara lainnya terjadi melalui ranah teknologi komunikasi seperti telepon selular atau melalui jalur informasi teknologi yaitu berinternet.Penyadapan yang dilakukan Australia kepada Indonesia dilakukan atas permintaan Amerika Serikat dan dibantu oleh Singapura itu dilakukan terhadap telepon selular milik Presiden Indonesia berserta istri dan juga beberapa tokoh negara seperti mantan menteri atau menteri yang masih aktif di pemerintahan. Kejadian ini menggambarkan betapa pentingnya keamanan di bidang informasi ini sebagai bagian dart keamanan nasional. Sejauhmana perlindungan Negara terhadap keamanan nasional Indonesia khususnya penyadapan informasi ditinjau dart Hukum Intemasional, DlNY LUTHFAH, SH., MH., Msi Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti menuangkannya dalam sebuah laporan penelitian yang diberi judul: Perlindungan Negara Terhadap Keamanan Nasional Indonesia Ditinjau dart sudut Hukum Intemasional : Studi Kasus Penyadapan Indonesia. Proses peradilan pidana pemilu belum sepenuhnya dapat menjerat semua pelaku atau aktor intelektual pidana pemilu. Proses hukum tindak pidana pemilu banyak yang berhenti pada pelaksana atau pelaku di lapangan, sedangkanaktor yang menyuruh melakukan dan menginisiatif tidak terjangkauolehproses hukum. Dalam kasus-kasus pelanggaran pidana politik uang atau penggelembungan suara, yang bisa dijerat hanya pelaku orang biasa. Sedangkan caleg atau pelaku yang turut serta atau menyuruh melakukan hanya menjadi saksi dan tidak tersentuh sama sekali oleh penegak hukum. Begitulah salah satu kesimpulan FIRMANSYAH ARIFIN, SH, peneliti senior pada Indonesian Legal Rountable (ILR) menuliskannya dalam satu laporan penelitian yang diberi judul : Penegakan Hukum Pemilu: Tinjauan Atas Putusan Pengadilan Tindak Pidana Petmilu 2014. Akhirul kalam, terlepas dart segala kekurangannya, kami berharap penerbitan Jurnal ini kan mampu menjadi inspirasi dan memberikan kontribusi yang mencerahkan. Atas
IV
I
Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 4 No. 3, Tahun 2015
Prioris Editorial
aseluruh ponggawa redaksi, kami mengucapkan terima kasih kepada Mitra Bestari yang terlibat aktif serta seluruh pihak yang mendukung penerbitan Jurnal ini. Selamat Membaca dan selamat berkarya ! (
[email protected])
Jurnal Flukurn PRIORIS, Vol. 4 No. 3, Tahun 2015
I
V