Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas Kota Medan PENELITIAN DI BAGIAN / SMF ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RS H ADAM MALIK MEDAN
JANUARI - JULI 2008
TESIS
OLEH BISTOK SIHOMBING DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP H ADAM MALIK/ RSUD DR PIRNGADI MEDAN 2008
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
DIAJUKAN DAN DIPERTAHANKAN DIDEPAN SIDANG LENGKAP DEWAN PENILAI DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN USU
DAN DITERIMA SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENDAPATKAN KEAHLIAN DALAM BIDANG ILMU PENYAKIT DALAM
PEMBIMBING TESIS (DR DHARMA LINDARTO, SpPD-KEMD)
DISAHKAN OLEH
KEPALA DEPARTEMEN
KETUA PROGRAM STUDI
ILMU PENYAKIT DALAM
ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN USU
FAKULTAS KEDOKTERAN USU
(DR SALLI R NASUTION, SpPD-KGH)
(DR ZULHELMI BUSTAMI, SpPD-KGH)
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
DEWAN PENILAI
1
Prof dr Lukman Hakim Zain SpPD-KGEH
2
Prof dr M Yusuf Nasution, SpPD-KGH
3
dr A Adin St Bagindo SpPD-KKV
4
dr Alwinsyah SpPD-KP
5
dr Juwita Sembiring SpPD-KGEH
6
dr Blondina Marpaung SpPD-KR.
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
KATA PENGANTAR Puji dan Syukur serta terimakasih kepada Yang Maha Kuasa, di dalam nama Yesus Kristus, saya dapat menyelesaikan tesis yang berjudul: ‘Prevalensi Penyakit Arteri Perifer (PAP) pada penderita diabetes melitus di Puskesmas Kota Medan”, yang merupakan persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan dokter ahli dibidang Ilmu Penyakit Dalam pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Dengan selesainya karya tulis ini, maka penulis ingin menyampaikan terima kasih dan rasa hormat serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Dr Salli R Nasution, SpPD-KGH, selaku Kepala Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan, yang memberikan segala kemudahan dan perhatian yang besar terhadap kami selama menjalankan studi. Dan saat ini juga saya mengucapkan terimakasih dan penghargaan saya yang setinggi-tingginya kepada seluruh staff pengajar Departement Penyakit Dalam FK USU, RS H.Adam Malik. 2.
Dr Zulhelmi Bustami SpPD-KGH dan Dr Dharma Lindarto SpPD-KEMD sebagai ketua dan sekretaris program studi Ilmu Penyakit Dalam yang dengan sungguh-sungguh telah membantu dan memudahkan penulis hingga tulisan ini bisa dibacakan di meja hijau dan kemudian untuk diuji dan kemudian diperbaiki oleh sidang tim penguji. Kesempatan ini juga saya mengucapkan terimakasih yang setinggi-tingginya kepada sidang tim penguji saya: Prof Lukman Hakim Zain, SpPD-KGEH, Prof Dr M Yusuf Nasution, SpPD-KGH, Dr A Adin St Bagindo SpPD-KKV, Dr Alwinsyah SpPD-KP, Dr Juwita Sembiring SpPD-KGEH, dan Dr Blondina Marpaung SpPD-KR.
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
3. Khusus mengenai karya tulis ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr Dharma Lindarto, SpPD,KEMD selaku kepala Divisi Endokrinologi dan Metabolik Departemen Ilmu Penyakit Dalam yang memberikan judul ini untuk saya teliti, sekaligus sebagai pembimbing tesis saya. Saya merasakan benar-benar tulusnya bantuan Bapak dalam menyelesaikan penelitian dan karya tulis ini, Bapak tak jemu dan tak lelah dalam mengoreksi karya tulis ini, hanya doa yang dapat saya panjatkan kiranya berkat berlimpah dari Yang Maha Kuasa selalu beserta Bapak dan keluarga. 4. Kepada DR.Ir. Erna Mutiara dan Drs Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes yang telah memberikan
bantuan yang
tulus
kepada penulis khususnya dalam
metodologi penelitian ini dan statistik yang dibutuhkan pada penulisan tesis ini. 5. Kepada kedua orang tua saya ayahanda tercinta Z. Muller Sihombing, dan ibunda Tamar Simangunsong yang saya kasihi, tiada kata-kata yang paling tepat untuk mengungkapkan perasaan hati, rasa terimakasih atas segala jasa-jasa ayahanda dan ibunda yang tiada mungkin terucapkan dan terbalaskan. Demikian juga kepada mertuaku Dr Drs Toga Sianturi MA, dan ibu Mertuaku Tiurma Panjaitan, terimakasih untuk segala jerih payah, pengorbanan moril dan tak ketinggalan materi yang ayah dan ibu mertua berikan. Kiranya Tuhan lah yang membalaskannya. 6. Kepada istriku tercinta Mariam Agustina Sianturi, terimakasih untuk segala keikhlasanmu dalam kesabaran, dan memberi dorongan, bantuan, serta semangat sehingga perjuangan dalam melewati sekolah ini bisa tercapai. Kepada anak-anakku yang kusayangi Walensia B.N.S, Teguh Christian dan
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
Yosua P.S yang senantiasa menjadi pendorong, semangat serta pelipur lara bagiku selama mengikuti pendidikan, kuucapkan terimakasih atas segala kesabaran, keikhlasan serta pengorbanan yang telah kalian berikan. Harapanku kiranya Tuhan juga lah yang memperkenankan kita hidup dengan baik, selalu terjaga oleh perlindungaNya. Kalau ada sedikit ilmu ataupun berkat yang bisa didapat, kiranya Tuhan juga lah yang memberi kesempatan itu bisa berguna untuk semua umatNya. Akhirnya izinkanlah penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya atas kesalahan dan kekurangan selama mengikuti pendidikan ini, semoga segala bantuan, dorongan dan petunjuk yang diberikan kepada penulis selama mengikuti pendidikan kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah Yang Maha Pengasih, dan Maha Pemurah, didalam nama Yesus Kristus. Amin.
Medan, 12 September 2008
Bistok Sihombing
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
DAFTAR ISI Bab
Hal
Kata pengantar
I
Daftar isi
IV
Daftar gambar dan tabel
VI
Daftar singkatan
VII
Abstrak
VIII
Bab I
Pendahuluan
1
Bab II
Tinjauan pustaka
3
2.1
Definisi
3
2.2
Patofisiologi
3
2.3
Faktor risiko
9
2.3.1 Usia
9
2.3.2 Hipertensi
9
2.3.3 Rokok
10
2.3.4 Hiperlipidemia
11
2.4
Manifestasi klinik
12
2.5
Perjalanan alami dari PAP
13
2.6
Klasifikasi
16
2.7
Diagnosa banding
17
2.8
Penegakan diagnosis
18
Penelitian sendiri
26
3.1
Latar belakang penelitian
26
3.2
Perumusan masalah
29
3.3.
Tujuan penelitian
29
3.4
Manfaat penelitian
30
3.5
Kerangka konsepsional
30
3.6.
Bahan dan cara
30
3.6.1.
Desain penelitian
31
3.6.2.
Waktu dan tempat penelitian
31
3.6.3.
Populasi terjangkau
31
Bab III
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
3.6.4.
Kriteria inklusi/eksklusi
31
3.6.5
Kriteria eksklusi
31
3.6.6
Besar sampel
31
3.6.7
Cara penelitian
32
3.6.8
Analisa data
34
3.6.9
Defenisi operasional
35
3.6.10 Kerangka operasional Bab IV.
37
Hasil penelitian
38
4.1
Prevalensi PAP
41
4..2
Gambaran pola kaki kiri dan kanan yang PAP
42
4.3
Gambaran berat ringannya pap yang dijumpai pada kedua 43 kaki
4.4
Karakteristik data kontinu
44
4.5
Karakteristik data kategorikal dan PAP
45
4.6
Hasil analisa faktor risiko dan PAP
52
Pembahasan
55
5.1
Prevalensi PAP
55
5.2
Kekerapan dan nilai ABI
59
5.3
Faktor risiko
60
Kesimpulan dan saran
63
6.1
Kesimpulan
63
6.2
Saran
64
Bab V
Bab VI.
Daftar pustaka
65
Lampiran (L) L1
Master tabel penelitian
69
L2
Lembar penjelasan kepada calon subjek penelitian
79
L3
Informed consent
81
L4
Profil peserta studi
82
L 5.
Etika kedokteran
84
L6
Persetujuan Komite etik
84”
L7
Riwayat hidup
85
L8
Partisipasi dalam kegiatan ilmiah
87
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR Tabel/gambar
Keterangan
Hal
Tabel I
Klasifikasi Rutherford
17
Tabel II
Kwesioner Rose untuk klaudikasio intermittens
19
Tabel III
Kwesioner Edinburgh untuk klaudikasio intermittens
20
Tabel IV
Interpretasi hasil ABI
22
Tabel V
Pemeriksaan Fisik dan PAP
26
Tabel VI
Perkiraan besar sampel
32
Tabel VII
Data pekerjaan pasien DM di 10 Puskesmas Medan
39
Tabel VIII
Pemakaian obat-obatan
40
Tabel IX
Analisa univariat mean, SD ABI < 0,9, normal dan > 1,3
41
Tabel X
Data responden penderita DM
42
Tabel XI
Gambaran PAP pada Puskesmas di kota Medan
43
Tabel XII
Gambaran berat ringannya PAP
44
Tabel XIII
Analisa univariat
45
Tabel XIV
Karakteristik Penelitian dengan status PAP
50
Tabel XV
Adjusted Oods ratio dengan analisa regresi karakteristik
52
PAP pasien DM Tabel XV
Analisa multivariate
54
Gambar I
Aterogenesis pada diabetes mellitus
5
Gambar II
Perjalanan alami dari PAP
15
Gambar III
Ekstremitas bawah
20
Gambar IV
Persentase PAP pada derajat perokok
47
Gambar V
Indeks massa tubuh dengan jumlah yang menderita PAP
48
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
Daftar singkatan
Singkatan
Kepanjangan
ABI
Ankle Brachial Index
ACC
American Collage of Cardiology
ADA
American Diabetic Association
CLI
Critical Limb Ischemic
CTA
Computed Tomograpic Angiography
DM
Diabetes Melitus
EDRF
Endothelium Derived Relaxing Factors
eNOS
Endothelium Nitric Oxide Sintetase
FFA
Free Fatty Acid
IC
Intermitten Claudicatio
IMT
Index Massa Tubuh
JNC
Joint National Committee
KGD LDL MRI NF- B NO
Kadar Gula Darah Low Density Lipoprotein Magnetic Resonance Angiography Nukleus Kappa Beta B Nitric Oxide
5 P's": PAI-1 PAP PAD PARTNERS
Pulselessness, Paralysis, Paraesthesia, Pain, Pallor. Plasminogen Aktivator Inhibitor-1 Penyakit Arteri Perifer Peripheral Arterial Disease PAD Awareness Risk And Treatment New Resources For
PI-3 kinase RAGE
Survival Phospatidil Inositol Kinase Receptor Advance Glycation End Products
ROS
Reactive Oxygen Species
TD VSMCs
Tekanan Darah Vaskular Smooth Muscle Cell
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
Prevalensi Penyakit Arteri Perifer pada penderita diabetes melitus di Puskesmas Kota Medan Bistok Sihombing, Mardianto, Dharma Lindarto Divisi Endokrinologi Metabolik RSHAM/FKUSU Univ Sumatera Utara
ABSTRAK. Latar Belakang Studi epidemiologi Penyakit Arteri Perifer (PAP) pada populasi umum dan pasien diabetes mellitus tipe 2 (DM) sudah sering dilakukan dengan pengambilan sampel dari rumah sakit, namun studi khusus mengenai prevalensi PAP pada penderita DM dengan pengambilan sampel dari puskesmas di Indonesia belum pernah dilakukan. Pada studi Framingham dengan sampel dari rumah sakit prevalensi ini adalah sekitar 20%, pada studi PAD Search di 7 negara Asia sekitar 17%, di Arab Saudi sekitar 61,4%, bervariasinya prevalensi dan belum adanya studi di tingkat Puskesmas membuat hal ini menarik untuk diteliti. Tujuan. Berapa prevalensi PAP pada pasien DM, yang berumur > 50 tahun di Puskesmas di Kota Medan Mengetahui bagaimana hubungan faktor-faktor risiko yang lain seperti hipertensi, dislipidemia dan merokok pada PAP pasien DM. Metoda. Penelitian dilakukan dari bulan januari hingga juni 2008, dengan metoda potong lintang. Jumlah semua penderita DM yang diperiksa adalah 355 orang yang didapat dari 10 Puskesmas yang sebelumnya dipilih acak dari total 39 Puskesmas di Kota Medan. Semua penderita berumur > 50 tahun, dianamnese, dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan Ankle Brachial Index (ABI). DM ditegakkan dengan adanya gejala klinis ditambah dengan satu atau kedua kriteria kadar gula darah (KGD) puasa >126 mg% atau KGD 2 jam PP >200 mg%, telah mengkonsumsi obat oral antidiabetes ataupun bentuk injeksi insulin. Digolongkan PAP bila ABI < 0,9. Penderita ABI >1,3 dikeluarkan dalam analisa untuk hasil penelitian. Hasil. Dari 355 orang, yang memenuhi syarat diteliti 311 orang. Jumlah penderita PAP yang ditemukan adalah 137 orang (prevalensi PAP 44% dengan 95% CI 38,5-49,8). PAP dijumpai paling banyak pada kaki sebelah kiri, dan menurut berat ringannya paling banyak adalah PAP ringan menyusul sedang dan berat, masing masing 81, 76 dan 15 orang. Rerata umur adalah 61,78 ± 8,03, indeks massa tubuh rata-rata 25,31 ± 4,59, lama diabetes diderita rata-rata 5,65 ± 5,90 Kesimpulan Prevalensi PAP di Puskesmas Kota Medan cukup tinggi. Kata Kunci : Prevalensi PAP, DM, Puskesmas
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
The Prevalence of Peripheral Arterial Disease in Primary Health Centres in Medan Bistok Sihombing, Mardianto, Dharma Lindarto Division Endocrinology Metabolic RSHAM/FKUSU University of North Sumatera
Abstract
Background Epidemiological studies of Peripheral Arterial Disease (PAD) have been conducted in general population also in diabetes mellitus patients which samples taken from hospitalized patients. However, there has not been found epidemiological study of PAD to diabetic patients from Puskesmas based (primary health centre) in Indonesia. From those studies conducted, the prevalence of PAD were 20% from Framingham Study, 17 % from PAD search study, 61,4% from Arabic study. Due to the varied result of those studies, and also there has not been found based Puskesmas study; this is interesting area to be performed. Objective What is the prevalence of peripheral arterial disease of Diabetic patients in Primary Health Centre in Medan To what extent the role of other risk factors which contributed to PAD diabetic patients Method Cross sectional study has been done since January until June 2008. The study conducted to 355 diabetic patients which taken from 10 Primary health centres of 39 total Primary health centre. Off all participants (age at least 50 years) were performed anamneses, physical diagnostic, and a hand held Doppler examination. Diagnose of diabetes mellitus was established by two categories. Firstly, it is from the clinical manifestation and by looking at the level of blood glucose. Fasting (>126mg%, Post Prandial > 200mg %), secondly, patients who consumed oral hypoglycemic agents and insulin injection. PAD was established if the ABI <0, 9. ABI > 1,3 was excluded from analyses. Results Of the 355 patients, 311 patients analyzed, there were 137 established as PAD. The Prevalence of PAD was 44%, CI 95% (38,5-49,8). The PAD was found dominantly in the left extremities. Based on severity, the mild PAD was the most common (81 persons, the secondly was the moderate (76 persons) and finally was the worst (severe) 15 persons. The mean age was 61,78 ±8,03, mean BMI was 25,31 ± 4,59, mean duration of diabetes 5,65 ± 5,9 years. Conclusion The Prevalence of PAD in the primary of health centre in Medan is quite high. Keywords: Prevalence PAD, DM, Primary Health Centre
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
BAB I PENDAHULUAN Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronik yang membebani masyarakat baik secara ekonomi dan kualitas hidup hampir diseluruh dunia tak terkecuali Indonesia
1
dan hingga ke daerah-daerah seperti Medan
bahkan daerah perifer. Beban ekonomi tersebut bisa sebagai biaya perawatan dan produktivitas yang menurun sedangkan beban pada kualitas hidup tersebut menyangkut banyak aspek termasuk morbiditas dan mortalitas yang berkaitan dengan komplikasi penyakit baik mikrovaskular dan makrovaskular
2
Penyakit Arteri Perifer (PAP) adalah salah satu komplikasi yang sangat sering dari makrovaskular
3
PAP merupakan manifestasi dari aterosklerosis
yang ditandai oleh penyakit penyumbatan aterosklerotik pada extremitas bawah. PAP juga merupakan pertanda adanya penyakit aterosklerotik ditempat lain, apakah di pembuluh darah yang mendarahi otak, jantung dan organ-organ lain, yang kesemuanya sering mengancam nyawa
4
Pada Studi Framingham telah didemonstrasikan bahwa merokok, diabetes melitus, usia tua, dislipidemia, hipertensi, hiperhomosisteinemia, dan peningkatan fibrinogen merupakan faktor risiko yang telah terbukti pada PAP 5
Faktor-faktor risiko tersebut akan memberikan konstribusi yang masing-
masing dalam terjadinya PAP. Pada pasien-pasien diabetes melitus sendiri sejauh mana hubungan ataupun kekuatan faktor risiko yang lain bersama-
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
sama dengan dibetes melitus sendiri, ditambah dengan aspek lama diabetes melitus, ada atau tidaknya klaudikatio intermitens dalam terjadinya PAP adalah hal yang difokuskan pada penelitian ini. Prevalensi dari PAP ini cukup tinggi, pada Framingham Heart Study, sekitar 20% dari pasien diabetes melitus
6
, studi yang mewakili negara-
negara di Asia mendapatkan prevalensi PAP pada DM yaitu sekitar 17%
7
Angka prevalensi yang mencolok adalah di Arab Saudi yang mendapatkan prevalensi 61,4%
8
Kebanyakan negara-negara di eropah prevalensi PAP
pada DM tipe 2 dengan menggunakan alat non invasif dopler adalah sekitar 20%. Studi-studi di atas mengambil sampel dari rumah sakit, dan belum ada studi dari tingkat puskesmas (primary health centre) yang melihat prevalensi PAP pada diabetes melitus ini. Oleh karena bervariasinya prevalensi tersebut dan juga belum adanya studi di tingkat puskesmas membuat hal ini menarik untuk diteliti.
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Arteri Perifer (PAP) Penyakit Arteri Perifer (PAP) merupakan kondisi yang disebabkan oleh pengurangan aliran darah pada arteri perifer, dimana hal ini tidak membedakan apakah sudah bergejala ataupun belum dikeluhkan
9
Secara
anatomi penyakit-penyakit arteri diluar dari arteri pada kepala (otak), dan jantung bisa disebutkan sebagai arteri perifer, sehingga sebenarnya penyakit pada arteri-arteri di extremitas atas, arteri karotis diluar kepala, arteri mesenterika, dan arteri pada ginjal dimasukkan juga pada PAP namun sehari-hari yang dimaksud dengan PAP ini hanyalah yang melibatkan extremitas bawah 10,11 Pada tinjauan kepustakaan ini akan dibahas berturutturut patofisiologi, faktor risiko, gejala klinis, perjalanan alami, klasifikasi, diagnosis banding, dll.
2.2 Patofisiologi Dijumpai dua tipe kerusakan dari vaskular pada diabetes melitus yang pertama sekali yaitu tipe bukan penyumbatan (non occlusive) dari mikrosirkulasi dimana hal ini dijumpai pada kapiler, arteriol dari ginjal retina dan saraf perifer. Dan tipe kedua yaitu tipe penyumbatan yang dijumpai pada makroangiopati seperti halnya dijumpai pada arteri koroner dan pembuluh darah perifer dimana hal ini ditandai dengan proses aterosklerosis 12 . Proses
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
aterosklerosis dari diabetes melitus akan dilihat dari akibat diabetes melitus dengan disfungsi endotel, diabetes terhadap platelet dan akibatnya pada koagulasi dan rheologi. Sketsa 1, di bawah ini menggambarkan proses-proses yang terjadi pada diabetes yaitu, hiperglikemia, kelebihan pembebasan dari asam lemak bebas, dan insulin resisten. Semuanya ini akan membahayakan dengan kejadian efek-efek metabolik pada sel endotel. Aktivasi dari sistem akan memperburuk
sel
endotel,
memperhebat
vasokonstriksi,
peningkatan
peradangan dan cenderung terjadinya trombosis. Penurunan nitric oxide (NO), peningkatan kadar endothelin-1 dan angiotensin II menyebabkan peningkatan tonus vaskular dan pertumbuhan dari sel otot polos dan migrasinya. Aktivasi dari transkripsi faktor nukleus kappa beta B (NF- B) dan protein 1 akan menginduksi peradangan dan aktivasi protein 1 menginduksi ekspresi gen yang dibebaskan dengan pembebasan
leukosit-attracting
chemokines, peningkatan produksi sitokin pro inflamasi memperkuat ekspresi adhesi molekul sel. Peningkatan produksi faktor jaringan dan PAI-1 akan membuat keadaan protrombotik, sementara itu terjadi juga aktivasi penurunan endothelium-derived nitric oxide dan prostacyclin favors platelet activation 13 Selanjutnya gangguan endotel pada DM diterangkan lebih jelas di bawah ini.
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
Gambar 1 Aterogenesis pada diabetes melitus dikutip dari13 2.2 .1 DM dan Gangguan Fungsi Endotel Lapisan sel endotel dari arteri merupakan organ yang aktif secara biologi, oleh karena kemampuannya dalam memproduksi zat vasodilator yang dinamakan endothelium derived relaxing factors (EDRF) yang dikenal juga sebagai Nitric Oxide (NO). Banyak fungsi lain yang dilakukan antara lain: memodulasi hubungan antara elemen sel darah dan dinding pembuluh darah, memperantarai keseimbangan normal antara trombosis dan fibrinolisis, dan berperan pada integritas dari interaksi leukosit
14
Pasien dengan DM
termasuk mereka yang juga PAP menunjukkan ketidak normalan dari fungsi endotel
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
Sebab yang paling utama adalah gangguan dari bioavailabilitas dari NO. NO adalah stimulus yang penting dari vasodilatasi dan mengurangi terjadinya peradangan melalui modulasi interaksi leukosit dan dinding pembuluh darah dan lebih jauh NO membatasi migrasi dan proliferasi vascular smooth muscle cell (VSMC) serta membatasi aktivasi dari sel pembeku darah.
Inilah sebabnya, hilangnya NO akan mengganggu
pembuluh darah yang menyebabkan aterosklerosis. Pada diabetes melitus mekanisma yg berkonstribusi pada hilangnya homestasis NO yaitu hiperglikemia, resistensi insulin, dan produksi Free Fatty Acid (FFA). Hiperglikemia menghambat endothelium nitric oxide sintetase (eNOS) dan meningkatkan produksi yang sangat hebat dari (Reactive Oxygen Species) ROS, yang memperburuk hemostatis yang dijaga endotelium, transport glukosa didawn regulasi dari hiperglikemia. Sebagai tambahan pada hiperglikemia, resistensi insulin akan berperan pada hilangnya hemostatis normal NO
15
Satu konsekuensi dari resistensi insulin adalah pembebasan yang berlebihan dari FFAs. FFAs bisa memperburuk efek hemostatis pembuluh darah normal, termasuk aktivasi protein kinase C (PKC), penghambatan dari phospatidil inositol kinase (PI-3 kinase) (sebagai agonis pathway eNOS) dan produksi ROS. Efek paduan adalah hilangnya hemostatis dari NO. Efek disfungsi endotel, terjadi juga aktivasi RAGE (Receptor advance glycation End Products), peningkatan keadaan/keseimbangan peradangan lokal dari dinding pembuluh darah. Yang diperantarai oleh peningkatan faktor
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
traskripsi, NF-kB dan aktivator protein-1. Peningkatan pro inflamasi lokal ini, bersama- sama dengan hilangnya fungsi normal NO yang dihubungkan dengan
peningkatan
kemotaksis
leukosit,
adhesi,
transmigrasi,
dan
transformasi dalam sel foam. Proses belakangan inilah yang memperhebat peningkatan stress oksidatif
16
.
Transformasi sel foam merupakan prekusor pembentukan ateroma. Kehadiran dari diabetes juga berhubungan dengan keabnormalan dari fungsi Vascular
Smooth
Muscle
Cell
(VSMC).
DM
menstimulasi
aktivitas
proaterogenik dari VSMC melalui mekanisma yang sama dengan sel endotel, termasuk penurunan PI-3 kinase, juga peningkatan stress oksidatif dan up regulasi PKC, RAGE, dan NF-kB.
Kumulatif dari efek ini menyebabkan
formasi lesi aterosklerosis. Efek ini juga meningkatkan apoptosis VSMC dan produksi jaringan, sementara menurunkan sintesis de novo dari komponen stabilnya plaq, seperti kolagen. Inilah sebabnya kejadian ini memperkuat proses aterosklerosis dan dihubungkan dengan destabilisasi dari plaq dan presipitasi dari kejadian klinis
17
2.2.2 Diabetes dan Platelet Trombosit berperan terhadap terjadinya trombosis. Kelainan pada trombosit akan mempengaruhi disrupsi dari plaq dan atero trombosis. Sebagaimana pada sel endotel, ambilan dari trombosit akan glukosa meninggi pada keadaan hiperglikemia dan menghasilkan stres oksidatif. Konsekwensinya, aggregasi trombosit menguat pada DM. Kelainan lain pada
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
trombosit pada DM juga dijumpai peningkatan glikoprotein 1b dan IIb/IIIa, yang sangat penting pada trombosis lewat peran mereka pada adhesi dan aggregasi.
18
2.2. 3 DM, Koagulasi dan Rheologi Ini dihubungkan dengan peningkatan produksi dari faktor jaringan dari sel endotel, proliferasi VSMCs, dan juga peningkatan dari konsentrasi faktor VII plasma, sementara itu pada hiperglikemia terjadi juga penurunan konsentrasi antitrombin dan protein C, dimana ini akan memperburuk fungsi fibrinolitik, dan kelebihan produksi dari PAI-1. Gangguan rheologi pada pasien DM dihubungkan dengan peningkatan viskositas dan fibrinogen. Dan ini akan meningkatkan risiko aterogenesis melalui perburukan efek dari pembuluh darah sebagai pengaruh dari sel darah (rheologi). Gangguan ini menyebabkan terjadinya aterosklerosis pada pasien DM yang dalam hal ini berhubungan dengan lamanya DM dan perburukan dari kontrol gula darah. Lesi aterosklerotik paling sering terjadi pada shear stress yang rendah. Bahkan akan lebih hebat pada yang shear stress tidak dijumpai. 19 Pada posisi ini kemampuan vasular wall turnover dan juga transport pro inflamasi yaitu zat pro-aterosklerotik dari dinding pembuluh darah menjadi sangat rendah.
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
2.3 Faktor-Faktor Risiko pada PAP Secara umum faktor-faktor risiko yang berperan timbulnya PAP adalah usia, hipertensi, rokok, dislipidemia, dan faktor risiko lain. Secara umum faktor risiko ini bekerja pada timbulnya aterosklerosis.
20, 21,22
2.3.1 USIA Prevalensi dari PAP meningkat dengan tajam sesuai dengan pertambahan usia, dari 3% pada pasien yang lebih muda dari 60 tahun hingga 20 % pada pasien yang lebih tua dari 75 tahun 23,24 data dari Studi Framingham menghasilkan bahwa prevalensi dari PAP meningkat 10 kali dari laki-laki usia 30-44 tahun hingga 65-74 tahun dan hampir 20 kali lipat pada wanita pada kelompok umur yang sama. Untuk klaudikasio intermiten, prevalensi meningkat dengan peningkatan usia dan dihubungkan dengan peran peningkatan komomorbiditas yang lain
25 26
2.3.2 HIPERTENSI Peran dari hipertensi sebagai faktor risiko besar pada perkembangan PAP didemonstrasikan pada offspring dan trial dengan ABI pada studi epidemiologi GERMAN
27
Penelitian-penelitian epidemiologi lain juga menghubungkan dan mendapatkan risiko PAP dan hipertensi sekitar 50-92%. Pada studi National Health and Nutritional Examination Survey (NHANES) dan Peripheral Arterial Disease Awareness
Risk And Treatment: New Resources for Survival
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
(PARTNERS) mendapatkan hubungan PAP dengan hipertensi sekitar 74% dan 92% berturut-turut. Pada Studi Framingham menunjukkan peningkatan 2,5-4 kali lipat risiko klaudikasio intermiten dengan hipertensi. Namun tidak ada studi dalam mengevaluasi apakah terapi antihipertensi langsung mengganggu progresifitas dari PAD yang simptomatik. Tekanan darah yang proporsional pada studi diabetes membuktikan pengurangan dari kejadian kardiovaskular pada PAP. Pada guidelines yang paling baru dari JNC pada deteksi, evaluasi, dan pengobatan hipertensi, PAP dipikirkan bersamaan pada risiko terjadinya iskemia jantung, ini menyokong pengunaan terapi agressif tekanan darah.27 Dan target yang disepakati oleh American Association Diabetes (ADA) untuk tekanan darah adalah <130/80 mmHg.
2.3.3 ROKOK Penggunaan rokok merupakan hal yang paling penting dalam merubah faktor risiko pada perkembangan dari penyakit aterosklerosis. 28 Jumlah
dan
lamanya
rokok
berkorelasi
secara
langsung
dengan
perkembangan progresifitas PAP27. Peranannya adalah efek aterogenik dari rokok. Efek tersebut adalah akibat gabungan aktivasi dari sistem simpatetik, efek
vasokonstriksi,
oksidasi
dari
LDL
kolesterol,
penghambatan
pembebasan dari plasminogen aktivator dari endotelium, peningkatan kadar fibrinogen, peningkatan aktivitas trombosit, peningkatan ekspresi dari faktor jaringan, dan disfungsi endotel
29
Pada studi Reykjavik 30 merokok
meningkatkan risiko terjadinya klaudikasio intermitten 8 hingga 10 kali, dan
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
penghentian rokok bisa menghasilkan penurunan 50% dari klaudikasio intermitten hingga kurang lebih 20 % pada orang Iceland. Hubungan sebab akibat dari penggunaan rokok dengan perkembangan PAD adalah regresi PAP terjadi setelah menyetop rokok. Penghentian rokok menghasilkan perbaikan dari tekanan di ankle dan toleransi latihan pada pasien dengan klaudikasio intermitten lebih awal 10 bulan setelah stop rokok 27 Penghentian rokok ini juga mempunyai efek besar pada penurunan risiko komplikasi, termasuk progresifitas dari PAP, infark otot jantung dan mortalitas. Pada studi Jonason dkk
27
laju dari perkembangan rasa sakit
waktu istirahat pada pasien dengan klaudikasio intermiten adalah 0 pada yang bukan perokok dan 16% pada perokok, sementara 10 tahun laju infark otot jantung adalah 11% dan 53%, 10 tahun laju kumulatif dari kematian oleh karena jantung adalah 6% dan 43% dan 10 tahun survival rate 82% dan 46% diantara yang tidak merokok dan perokok secara bertutut-turut.
2.3.4 Dislipidemia Studi PARTNERS menemukan prevalensi PAP meningkat 66% pada pasien dislipidemia. Pada Framingham Heart Study peningkatan kadar kolesterol total dihubungkan dengan peningkatan dua kali klaudikasio intermiten. Dari studi mengenai lipid mengkonfirmasi dislipoproteinemia yang terjadi adalah kombinasi penurunan HDL dan peningkatan trigliserida.
27,31
.
Pada National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III) pada deteksi, evaluasi dan pengobatan dari kolesterol yang
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
tinggi pada darah
PAP diperkirakan sebagai risiko yang sama dengan
penyakit arteri koroner 31 . Pada banyak studi tentang statin, terbukti statin bisa mengurangi ketebalan dari pembuluh darah. Ini menunjukkan bahwa penyakit aterosklerosis bisa diperlambat dengan pemberian statin32
2. 4 Manifestasi klinik Manifestasi klinik dari PAP bisa: tanpa gejala, ataupun bergejala seperti klaudikasio intermiten, dan rasa sakit pada ekstremitas bawah waktu istirahat. Lebih dari 50% kasus PAP adalah tanpa gejala, baik pada waktu olah raga ataupun istirahat. Klaudikasio intermiten bisa sebagai manifestasi tunggal dari PAP yang bergejala awal
32
Hal-hal yang berkenaan dengan
klaudikasio intermiten pada arterial bisa dilihat sebagai berikut 33,27 PAP pada aortoiliaka bisa bermanifestasi sebagai rasa sakit pada paha dan pinggul, sedangkan PAP pada femoral ataupun pada poplitea bermanifestasi berupa rasa sakit di betis. Gejala biasanya dicetuskan oleh berjalan dengan jarak < 200 meter dan manifestasinya menghilang setelah istirahat. Peredaran darah kolateral bisa berkembang dan ini akan mengurangi gejala, namun bila gagal dalam mengontrol faktor presipitasi ataupun faktor risiko maka PAP ini akan makin berat. Rasa sakit pada PAP tidak dijumpai pada perobahan posisi dari duduk ke berdiri atau sebaliknya. Keadaan yang lebih menghawatirkan dikenal rasa sakit waktu istirahat (ischemic rest pain). Keadaan ini bisa dijumpai bila PAP disertai keadaan yang menimbulkan curah jantung yang kurang. Pada keadaan ini rasa sakit
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
akan hilang bila extremitas diposisikan tergantung (menjuntai) sehingga perfusi akan membaik dengan gravitasi. Tanda-tanda fisik
27
Pemeriksaan fisik dari gangguan pembuluh darah
disebut sangat kritis bila ditemukan: tanda-tanda klasik "5 P's": yaitu pulselessness, paralysis, paraesthesia, pain dan pallor. Bila dijumpai Paralysis dan paraesthesia kita sangkakan sudah terjadi iskemia kaki yang sangat kritis dan keharusan untuk dilakukan evaluasi dan konsultasi. Nilai juga desah dari jantung yang tak normal. Periksa semua pembuluh darah perifer termasuk carotid, abdominal, dan femoral, untuk kualitas pols dan adanya bruit. Dikatakan pada a. dorsalis pedis bisa tidak dijumpai adanya pols pada 5-8% subjek, tapi a. tibial posterior ada. Keduanya bisa tidak dijumpai pada 0.5% pasien. Kulit bisa atropi, dan nampak bersinar, hal ini bisa menunjukkan tanda perubahan
pertumbuhan, termasuk alopesia;
kering, scaly, atau kulit erythematous perubahan pigmentasi. Manifestasi PAP lanjut “fishnet pattern” (livedo reticularis), pulselessness, numbness, atau cyanosis. Bisa diikuti Paralysis, dan extremitas menjadi dingin; dan bisa dijumpai gangren. Penyembuhan yang sangat sukar juga dari ulkus pada extremitas bisa kita sangkakan kemungkinan PAP 33 .
2.5 Perjalanan Alami dari PAP Beberapa ukuran yang sering dipakai dalam melihat perjalanan alami PAP antara lain: jarak tempuh jalan kaki (walking distance) perburukan dari lumen arteri itu sendiri, morbiditas, dan mortalitas. Untuk walking distance
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
dikatakan 33% dari penderita dengan klaudikasio intermiten akan mengalami perburukan. Pada satu studi angiografi (Studi Basle) dijumpai perburukan yang progresif dalam interval 5 tahun. Pada Studi Basle dan juga Studi Framingham diketahui risiko untuk amputasi relatif kecil yaitu sekitar 2%, namun risiko mortalitas secara umum meningkat sebanyak 50%. Mekanisma progresifitas dari perburukan ini tetap adalah
aterosklerosis.
Studi lain,
sekitar 27% dari pasien dengan PAP menunjukkan progresifitas dalam 5 tahun, dengan kejadian kehilangan kaki 4%. Mortalitas umum yang terjadi pada klaudikasio intermiten ditaksir 30% akan terjadi pada 5 tahun pertama, 50% akan meninggal pada 10 tahun, dan 70% pada 15 tahun. Tingginya mortalitas dan morbiditas ini memberikan kesan bahwa klaudikasio intermiten merupakan ancaman hidup walaupun bukan pada ancaman secara khusus pada kondisi kesehatan kaki. Pada individu dengan Critical Limb Ischemic (CLI), outcome lebih buruk lagi, sekitar 25% akan menjalani amputasi dan 25% akan meninggal dalam 12 bulan. Di bawah ini dilihatkan perjalanan alami dari PAP secara umum27
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
Gambar 2 Perjalanan alami dari Penyakit Arteri Perifer dikutip dari Hirsch et al 27
Khusus pada PAP dengan DM, satu studi di Jepang yang mempelajari perjalanan alami dari klaudikasio intermiten dari 59 kaki dari 44 pasien. Dengan rata-rata diikuti 3 tahun (1-8,3 tahun). Selama diamati 72 % dari kaki yang dengan kerusakan dengan tak berobah atau bahkan dijumpai perbaikan. Namun, analisis yang detail, 53,3% kaki dengan penyumbatan dan 50% dari mereka stenosis a femoropopliteal memburuk dan 18,7% a tibialis
39
. Pada PAP dengan diabetes melitus risiko untuk terjadi penyakit
jantung lebih tinggi daripada PAP yang bukan diabetes melitus. Dalam
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
perjalanannya pasca bedah pembuluh darah pada PAP dengan diabetes melitus kemungkinan re-stenosis dan oklusi dari graft lebih tinggi. 2.6 Klasifikasi Pada terminologi klinis maka PAP dibagi menjadi 4 kelas menurut Fontaine 34 : Tingkat I
:
Asymptomatik arteriopathy
Tingat II
:
Iskemia yang di induksi olah raga
Tingkat IIa
:
Intermitten Claudicatio (IC) (klaudikasio intermitten), rasa sakit waktu berjalan, gejala
menghilang waktu istirahat,
pada keadaan terkompensasi berjalan masih bisa > 200 m. Tingkat II b
:
Dekompensasi: Jarak berjalan < 200 m
Tingat III
:
Rasa sakit pada waktu istirahat
Tingkat IV
:
Gangren/ulkus tropik
Pembagian menurut Fontaine di atas praktis digunakan, namun belakangan kurang sering digunakan terutama bila dihubungkan ke aspek kualitas hidup oleh karena keterbatasan dalam sering dijumpainya salah penempatan tingkat, oleh karena bisa saja penderita tidak dijumpai klaudikasio intermiten dan karena tidak sering olah raga penderita ditempatkan pada kelas asymptomatik, padahal kenyataanya bisa penderita sudah pada tingkat IIb. Klasifikasi yang lain juga dikenal klasifikasi Rutherford (Tabel 1). Klasifikasi ini membagi PAP menjadi empat grade dan 6 kategori,
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
dimana masing-masing grade satu kategori kecuali grade I dibagi menjadi 3 kategori. Klasifikasi ini sangat berguna pada studi studi epidemiologi dalam mengidentifikasi PAP baik yang simptomatik maupun yang tidak simptomatik. Tabel
I
Klasifikasi Rutherford. Dikutip dari Hirsch et al 2005 ACC/AHH
Practice Guidelines 20 Grade
Kategori
Klinis
0
0
Asymptomatik
I
1
Klaudikasi ringan
2
Klaudikasi sedang
3
Klaudikasi berat
II
4
Rasa sakit waktu istirahat karena Iskemia
III
5
Hilang sebagian kecil jaringan
IV
6
Ulserasi atau gangren
2.7 Diagnosis Banding: Beberapa keadaan yang bisa memberikan gejala seperti PAP adalah27 OA panggul atau sendi lutut: Rasa sakit pada OA tidak hilang setelah latihan, bisa dihubungkan dengan perobahan cuaca, dan intensitas berubah dari hari ke hari. Pseudoklaudikasio: Sindrom rasa sakit yang disebabkan kompresi kanalis spinalis berupa penyempitan karena pembentukan osteofit pada
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
kanalis neurospinal. Rasa sakit pada pseudoclaudicatio pada keadaan tegak (lordosis) dan hilang setelah duduk atau berbaring. Klaudikasi oleh karena vasospasme: Kondisi yang ditandai oleh pulsasi normal & bruit (-) tapi gejala (+) bila stres. Belakangan diteliti lesi sub aterosklerotik telah dijumpai pada fase ini. Walau jarang kompresi dari luar bisa menyebabkan kondisi ini yang terjadi pada sindroma entrapment a. poplitea.
2.8 Penegakan Diagnosis dari Penyakit Arteri Perifer (PAP) Komponen pertama pada penilaian PAP adalah anamnesis
27 .
Anamnesis ditujukan untuk mengetahui keberadaan gejala. Pertanyaan ditujukan untuk mengetahui adanya rasa sakit pada kaki waktu berjalan, apakah rasa sakit muncul pada waktu perobahan posisi dari duduk ke berdiri atau sebaliknya, demikian juga untuk mengetahui lokasi rasa sakit dan apakah rasa sakit ini masih dijumpai setelah istirahat? Pertanyaanpertanyaan lain bisa dilihat pada tabel di bawah seperti pada tabel kuesioner Rose. Penyebab alternatif nyeri tungkai saat berjalan banyak, termasuk stenosis spinal, artritis, saraf yang tertekan, sindrom kompartemen kronis, sehingga hal hal ini harus disingkirkan27 Kuesioner di bawah ini dikenal sebagai Kuesioner Rose yang dikenal juga kuesioner WHO dimana sangat berguna dalam mengidentifikasi penyakit arteri perifer
35 36
,
Klaudikasio intermitten dianggap positip bila
semua jawaban sesuai dengan yang disediakan.
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
Tabel II Kuesioner Rose untuk Klaudikasio Intermitten dikutip dari 37 No Pertanyaan
Jawaban yang di harapkan bila diagnosis (+)
1
Apa pernah merasa sakit pada kaki ketika Ya berjalan?
2
Apa rasa sakit mulai ketika berdiri atau duduk
Tidak
3
Apa rasa sakitnya pada satu betis atau Ya kedunya?
4
Apakah rasa sakitnya dialami ketika berjalan Ya posisis menaik / buru buru?
5
Apakah rasa sakit dialami ketika berjalan Ya/Tidak pada permukaan yang datar
6
Apakah rasa sakit ini menghilang ketika Tidak berjalan?
7
Apakah yang dilakukan ketika mendapatkan Stop atau jalan lebih rasa sakit ini ketika berjalan?
8
lambat
Apakah yang terjadi pada rasa sakit jika Membaik kurang lebih berhenti berjalan dan hanya berdiri?
10 mnt
Selain kuesioner Rose, dikenal kuesioner Edinburgh. Isi kuesioner sama namun ditambahkan gambar atau skets pada responden didalam melokalisasi daerah yang sakit.
42
Penilaian IC dikatakan positip bila
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
ditemukan semua jawaban positip. Dikatakan sensitifitas 91,3%, CI 95% (88,1-94,5)% dan spesifisitas 99.3% CI 95%(98,9-100)%.
Tabel III Kuesioner Edinburgh untuk Kuesioner Klaudikasio 37 Karakteristik 1
Ya
Tidak
Apakah dirasakan sakit/kram pada kaki ketika berjalan? (Pertanyaan berlanjut ke 2 dst bila jawab ya)
2
Apakah rasa sakit/kram dirasakan ketika berdiri/duduk?
3
Apakah rasa sakit/kram dirasakan ketika berjalan mendaki ?
4
Apakah sakit/kram dirasakan ketika berjalan dengan langkah teratur?
5
Berlanjut > 10 mnt Bagaimanakah rasa sakit/ kramnya Hilang dalam 10
bila hanya berdiri posisi tegak ? . 6
mnt/kurang
Dimana dijumpai rasa sakit / kram ? Mohon di X pada diagram yang tersedia.
Depan
Belakang
Gbr 3. Extremitas bawah depan dan belakang37
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
Komponen kedua yang penting yaitu pemeriksaan fisik : inspeksi kaki dan palpasi denyut nadi perifer. Pada inspeksi diamati adanya tanda-tanda rubor, pucat, tidak adanya bulu kaki, distropia kuku ibu jari kaki dan rasa dingin pada tungkai bawah, kulit kering, fisura pada kulit, hal ini merupakan tanda insufisiensi pembuluh darah. Diantara jari-jari kaki harus juga diamati adanya fisura,
ulserasi dan infeksi
37
. Kehadiran dari bruit pada femoral
menolong pemeriksa untuk mengidentifikasi kehadiran dari PAP yang cukup tinggi yaitu 95 % dari data-data yang ada, dan dikatakan walaupun sensitivitas dari pemeriksaan fisik sekitar 29% tapi dengan kehadiran bruit di atas, kemungkinan untuk PAP pasien yang diperiksa adalah 5,7 kali lebih besar. Pada palpasi: denyut nadi merupakan komponen rutin yang harus dinilai. Penilaian meliputi arteri femoralis, poplitea dan dorsalis pedis. Denyut arteri dorsalis pedis akan menghilang pada 8,1% populasi normal, arteri tibialis posterior pada 2,0% populasi normal. Bila tidak dijumpai kedua denyut nadi pada kaki tersebut diduga kuat adanya penyakit vaskular. Komponen yang ketiga untuk diagnostik adalah dengan bantuan alat 37,37. Alat yang digunakan seperti halnya pemakaian alat pengukur ABI, angiografi, Magnetic Resonance Angiografi (MRI), Computed Tomograpic Angiografi (CTA) dan lain lain. Untuk menegakkan penyakit arteri perifer sebaiknya akurat, murah, diterima secara luas, mudah dan non invasif. Variasi teknik yang tersedia untuk mendeteksi penyakit arteri perifer yaitu menilai adanya stenosis , tingkat keparahan, evaluasi pasien terhadap progresivitas penyakit atau respon dari terapi.
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
Dalam deteksi dini dari PAP dikenal beberapa tehnik atau fasilitas dalam menilai gambaran dari PAP yang bisa digunakan pada waktu rawat jalan 1. Ankle Brachial Indeks (ABI) ABI merupakan penilaian kwantitatif dari sirkulasi perifer, test ini mudah dan murah. Test ini dilakukan dengan menghitung rasio Tekanan Darah (TD) sistolik pembuluh darah arteri pergelangan kaki dibandingkan dengan pembuluh darah arteri lengan. Pengukuran ABI dilakukan sesudah pasien berbaring 5-10 menit. Test ini mencatat TD sitolik kedua arteri brachialis dan kedua arteri dorsalis pedis serta arteri tibialis posterior. ABI dihitung pada masing-masing tungkai dengan pembagian nilai tertinggi TD sistolik pergelangan kaki dibagi nilai tertinggi TD sistolik lengan, yang dicatat nilai dengan 2 angka desimal. Interpretasi
nilai
ABI
menurut
American
Collage
of
Cardiology
(ACC)/American Diabetes Association (ADA): Tabel IV Interpretasi Hasil ABI Tabel 2.4. Interpretasi dari nilai ABI Nilai ABI
Interpretasi
> 1,3
Dugaan kalsifikasi arteri
0,91 – 1,3
Normal
0,9-0,8
Ringan
0,79- 0,5
Sedang
< 0,50
Berat
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
ABI dapat mendeteksi lesi stenosis paling sedikit 50% pada tungkai. Pembuluh darah yang kaku bila didapati adanya kalsifikasi arteri. Hal ini sering dijumpai pada pasien diabetes, orang tua, GGK dengan HD reguler dan pasien yang mendapat terapi steroid kronis. Bila ABI tidak dapat mendeteksi penyakit arteri perifer karena pembuluh darah yang kaku, maka digunakan test toe-brachial indeks. Test ini lebih baik untuk menilai perfusi ke tungkai bawah bila nilai ABI > atau sama dengan 1,3. Nilai toe brachial indeks < 0,7 dapat digunakan menegakkan adanya gangguan pembuluh darah arteri perifer. Sensitivitas dan spesifisitas dari ABI ini 95% dan 100% berturut-turut. Petunjuk praktis penanganan PAP menurut ACC/AHA merekomendasikan test ABI dilakukan pada individu yang diduga gangguan arteri perifer karena adanya luka yang tidak sembuh sembuh atau pada Usia 50-70 tahun yang mempunyai
riwayat
merokok
atau
DM.
Sebagai
tambahan,
ADA
menyarankan skrining ABI dilakukan pada penderita DM dengan usia < 50 tahun yang mempunyai faktor risiko penyakit arteri perifer seperti merokok, hipertensi, hiperlipidemia, terutama pada yang menderita DM di atas 10 tahun. 2. Segmental Limb Pressure dan Pulse Volume Recording Segmental limb pressure dapat menilai adanya PAP serta lokasinya yang dicatat dengan alat dopler dari plaethysmographic cuffs yang ditempatkan pada arteri brakialis dan daerah tungkai bawah termasuk di atas paha, di bawah lulut dan pergelangan kaki. Test ini mempunyai batasan yang sama dengan ABI tentang adanya pembuluh darah yang kaku, dapat diukur
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
tersendiri, tetapi umumnya digunakan bersamaan pulse volume recording, dimana kombinasi keduanya mempunyai akurasi diagnostik 97%. Pulse volume recording digunakan dengan sistem cuffs, dimana pneumo plaethysmograph mendeteksi perubahan volume pada tungkai melalui siklus jantung. Perubahan kontur nadi dan amplitudo juga dapat dianalisis. Gelombang normal bila kenaikannya tinggi, puncak sistolik yang menajam, pulsasi yang menyempit, adanya dicrotic notch sampai dasar. Pada gangguan arteri perifer, terdapat gambaran gelombang yang mulai landai, puncak yang melingkar, pulsasi yang melebar, dicrotic notch yang menghilang dan melengkung kebawah. 3. Exercise Stress Testing Pengukuran ABI dilakukan dengan kombinasi pre dan post aktivitas yang dapat digunakan untuk menilai gejala tungkai bawah yang disebabkan gangguan pembuluh darah arteri perifer atau pseudo-claudication dan menilai status fungsi pasien dengan gangguan pembuluh darah arteri perifer. Metoda ini baik, non invasif dalam mendeteksi gangguan pembuluh darah arteri perifer, dimana digunakan bila nila ABI pada saat istirahat normal, tetapi secara klinis diduga mengalami gangguan. 4. Duplex Ultrasonography Alat ini berguna dalam mendeteksi PAP pada tungkai bawah yang juga sangat berguna dalam menilai lokasi penyakit dan membedakan adanya lesi stenosis dan oklusi, selain itu juga dapat sebagai persiapan untuk pasien
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
yang akan dilakukan tindakan/intervensi. Duplex Ultrasonography merupakan kombinasi analisis gelombang dopler dan kecepatan aliran dari dopler.
5. Magnetic Resonance Angiografi (MRA) MRA khusus digunakan sebagai diagnosis radiologi penyakit arteri perifer. MRA
dilakukan
sebagai
tindakan
lanjutan
persiapan
evaluasi
re-
vaskularisasi. 6. Computed Tomography Angiografi (CTA) CTA digunakan sebagai alat terbaru diagnostik penyakit arteri perifer, dengan kemampuan resolusi tampilan gambar lebih baik dan tiap scanning menampilkan 64 channel menggunakan multidetector scanner. ACC/AHA: rekomendasi CTA dipakai dalam perencanaan tindakan revaskularisasi, mempunyai kemampuan menampilkan gambar yang lebih cepat dan ketepatan lebih baik dibandingkan dengan MRI. Sebagai pegangan bahwa kombinasi dari pemeriksaan fisik dan hasil ABI menentukan sensitivitas dan spesifisitas dan juga likehood of rasio atau kemungkinan untuk ditemukannya penyakit arteri perifer ini.
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
Tabel V : Pemeriksaan Fisik dan PAP: Sensitivitas dan Spesifisitas, dikutip Dari Mc GEE SR dan Boyco EJ. Dikutip dari Rousin 37 Temuan
yang
tidak ABI
Sensitivitas
Spesifisitas
normal
Likehood rasio (+)
1 Tidak dijumpai
< 0,9
0,63-0,73
0,92-0,99
9,0-44,6
< 0,5
0,65-0,95
0,73-0,79
3,0-3,8
< 0,9
0,29
0,95
5,7
Tidak ada bruit
< 0,8
0,20
0,76
4,7
3 Keterlambatan
< 0,5
0,22- 0,25
0,94-0,95
3,6-4,6
< 0,9
0,1
0,98
5,8
0,65-0,80
0,46-0,47
1,2-1,5
0,35
0,87
2,8
0,24-0,32
0,84-0,85
1,6-2,0
0,43-0,5
0,7-0,71
1,4-1,6
PT dan DP pulses 2 Bruit pada femur
pengisian vena 4 Dingin kaki sebelah
Kaki tidak ada dingin < 0,5 sebelan 5 Perubahan warna kaki
< 0,9
Tidak ada perubahan < 0,5 warna 6 Kulit
kaki
atropi
& < 0,5
rambut (-)
Prevalensi dari PAP yang dilaporkan dipengaruhi oleh metoda dalam mendiagnosis. Dua hal yang paling sering adalah ketidak hadiran dari pulse dan kehadiran dari klaudikasio intermiten dimana 2 hal ini sangat tidak sensitif. ABI merupakan hasil pembagian dari sistole tertinggi dari arteri dorsalis
pedis
atau
arteri
tibialis
dengan arteri brakialis dengan
menggunakan a hand held dopler dan kemudian menghitung rasionya dan ini dianggap lebih akurat. Ini telah divalidasi dengan angiografi didapatkan 95% sensitif dan hampir 100% spesifik.
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
BAB III PENELITIAN SENDIRI
3.1. Latar belakang. Penyakit Arteri Perifer (PAP) adalah penyempitan pembuluh darah arteri di perifer, dimana prosesnya kronis dan progresif
10
Bentuk
penyempitan yang bisa terjadi adalah adanya ateroma, arteritis, trombus lokal, ataupun embolisasi
sehingga outputnya adalah pengurangan aliran
darah ke jaringan yang lebih perifer
11,38,39
Respon adaptasi hemodinamik
sangat beragam membuat klinis dari PAP berbeda-beda, lebih 50% penderita PAP dijumpai tanpa gejala, 25% dengan keluhan klasik dan 10% dengan iskemik kritis anggota gerak yang ditandai adanya rasa sakit waktu istirahat, ulkus iskemik yang tidak sembuh (nyeri, kulit ulkus yang kering terutama didaerah jempol kaki, dan adanya gangren 9 Proses yang melatarbelakangi adalah aterosklerosis, dimana semua pembuluh darah akan terserang tanpa kecuali termasuk arteri-arteri pada anggota gerak, arteri koroner
40,41
Proses aterosklerosis biasanya dimulai
pada pembuluh pembuluh darah yang berdiameter lebih besar
54
. Wajar
pembuluh darah di kaki bisa lebih dulu terkena aterosklerosis kemudian menyusul arteri-arteri yang ukuran lebih kecil, termasuk kepala dan koroner. Sehingga deteksi dini PAP sangat berguna karena bisa memprediksi sudah atau akan terjadi proses yang sama diarteri lain, seperti pada a. koroner dan arteri arteri di otak.
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
Banyak faktor risiko independen yang menyebabkan perkembangan dari
PAP
seperti
usia,
diabetes
melitus,
rokok,
hipertensi,
hiperkolesterolemia. Dengan usia > 60 tahun manusia akan PAP 4,1 x lipat, demikian dengan adanya penyakit serebrovaskular, penyakit koroner 3,6X, DM 3,5x, hiperkolesterol 2,5x, merokok akan terkena PAP sebanyak 2,11 x. Penyakit arteri perifer membawa masalah besar karena prevalensinya tinggi dan dihubungkan dengan peningkatan risiko kesakitan dan kematian akibat penyakit jantung21,22,23 dan dihubungkan dengan tingginya amputasi pada diabetes melitus.
42
Dengan menggunakan ABI pada pasien diabetes melitus, satu survei oleh Hirsch dkk, didapatkan prevalensi > 40 tahun sekitar 20%, dan di atas 50 tahun sekitar 29%
43
Studi lain oleh Bart dkk, pada kelompok umur di atas
50 tahun mendapatkan PAP sekitar 25% hingga 30%.33 Studi yang ada khusus mengenai diabetes melitus di ASIA dilakukan terhadap sampel 6625 penderita DM tipe 2 (Korea, Cina, Taiwan, Hong Kong, Indonesia, Thailand, Philippines) dengan usia di atas 50 tahun: Prevalensinya pada laki-laki 17% dan pada perempuan 18,3%6. Khusus untuk Indonesia, pengambilan sampel adalah dari
rumah sakit (14 rumah sakit). Studi pada populasi DM dari
populasi umum telah banyak dilakukan, demikian juga studi berbasis rumah sakit, namun studi dari primary care (puskesmas) sangat jarang dilakukan. Penelitian prevalensi di puskesmas dianggap sangat perlu, terutama berkenaan dengan faktor risiko seperti pada diabetes melitus. Alasannya,
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
studi ini masih terbatas, dan relatif lebih spesifik dilaksanakan sebagaimana pasien sangat banyak asimptomatik, dan banyak tak mengeluhkan gejala sehubungan dengan persepsi rasa sakit yang tumpul dengan kehadiran neuropati perifer. Studi yang ada dengan pengambilan sampel penderita diabetes melitus dari puskesmas hanya pernah di lakukan di USA yang dikenal studi PARTNERS (PAD Awareness, Risk, and Treatment: New Resources for Survival mendapatkan sekitar 33% dijumpai PAD.12 Oleh karena ini penulis ingin meneliti prevalensi PAP di puskesmas kota Medan.
3. 2. PERUMUSAN MASALAH 9 Berapa prevalensi penyakit arteri perifer pada Diabetes Melitus usia > 50 tahun di Puskesmas Kota Medan 9 Bagaimana peranan faktor-faktor risiko yang lain seperti hipertensi, merokok, dan dislipidemia pada PAP pada diabetes melitus
3. 3. TUJUAN PENELITIAN 9 Untuk mengetahui prevalensi penyakit arteri perifer pada pasien DM usia > 50 tahun di Puskesmas Kota Medan 9 Untuk mengetahui peran faktor-faktor risiko lain seperti hipertensi, merokok, dan dislipidemia yang bersama-sama dengan diabetes melitus terhadap timbulnya penyakit arteri perifer
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
3. 4. MANFAAT PENELITIAN 9 Hasil penelitian dapat menjadi data dasar mengenai penyakit arteri perifer di Puskesmas Kota Medan 9 Diharapkan dapat menjadi masukan untuk membuat kebijakan dalam program penanganan penyakit metabolik 9 Hasil penelitian dapat dipakai untuk pencegahan PAP dan penyakit kardiovaskular.
3.5 . KERANGKA KONSEPSIONAL DM atau/dengan
Î
faktor risiko
ABI
Î
PAP
Dengan hand held dopler Kerangka konsepsional
3.6 BAHAN DAN CARA
1. Desain Penelitian Penelitian dilakukan dengan pendekatan potong lintang
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
2. Waktu dan Tempat Penelitian Dari 21 Kecamatan yang tersebar di kota Medan, dengan jumlah 39 Puskesmas, sampel akan dipilih secara acak dengan menggunakan tabel acak. Hal ini bisa dilakukan oleh karena populasi yang homogen.
44
Dari 39
Puskesmas, jumlah sampel akan diambil dari 10 Puskesmas dengan masing masing sampel sekitar 40 orang.
3. Populasi terjangkau Pasien diabetes melitus yang datang melakukan pemeriksaan kesehatan rawat jalan di Puskesmas yang diambil secara acak.
4. Kriteria yang dimasukkan Pasien diabetes melitus laki-laki dan wanita, Umur ≥ 50 tahun, berobat jalan ke puskesmas dan bersedia ikut dalam penelitian.
5. Kriteria yang dikeluarkan Penderita dengan kelainan yang dapat mengggangu jalannya penelitian misalnya tromboflebitis, asites, keempat extremitas tidak lengkap, oedem di extremitas. 6.Besar sampel Besar sampel untuk estimasi prevalensi: n = Z21- ά/2.P(1-P) d2
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
n = besar sampel; Z1- ά/2 untuk derajat kepercayaan 90% = 1,64, sedangkan untuk 95% = 1,96 dan untuk 99% = 2,58. P = prevalensi pada > 50 tahun , dan ά = 5% dan precisi 0,05, atau 0,02 atau presisi bisa 0,01. Bila prevalensi pada Puskesmas adalah 33%. maka besar sampel adalah adalah seperti pada kotak di bawah (tabel V).
Tabel VI. Perkiraan besar sampel Ketelitian
Jumlah sampel
0,05
339
0,02
2123
0,01
8493
Mengingat keterbatasan dalam waktu, sumber dana (dana sendiri) dalam mengerjakan penelitian, pemilihan besar sampel yang diambil adalah 339 orang.
7.Cara Penelitian Terhadap pasien yang diteliti diminta persetujuan tertulis (informed consent). Penelitian ini dilakukan dengan cara: a. Dicatat umur, jenis kelamin, riwayat merokok, riwayat keluarga menderita diabetes, hipertensi, infark otot jantung b. Diukur TB (Cm), Berat badan (BB) (Kg)
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
c. Diukur tekanan darah dengan sphygmomanometer (nova), dimana pasien dibaringkan selama 5 menit kemudian dipasang manset pada lengan kanan dan dilakukan pengukuran sebanyak 2 kali dan diambil nilai reratanya. d. Diukur lingkar pinggang dengan posisi berdiri tegak tanpa alas kaki dengan jarak kedua tungkai 25-30 Cm. Pengukuran dilakukan melingkar secara horizontal dari titik tengah antara puncak krista iliaca dan tepi bawah kosta terakhir pada garis axilaris medialis. Hasil pengukuran dinyatakan dengan sentimeter. e. Kuesioner diisi berikut riwayat riwayat lamanya DM dialami, riwayat obat yang dipakai, riwayat hipertensi, kolesterol, rokok, aktivitas fisik, PJK, stroke dan lain lain. f. Dilakukan pemeriksaan fisik lain dalam meraba pulsasi a. Femoralis, a. Poplitea, a. Tibialis posterior, dan a. Dorsalis pedis g. Dilakukan tes ABI menggunakan alat hand held dopler, dimana pasien disuruh berbaring selama 5-10 menit, lalu dipasang manset pada lengan atas kiri dan kanan yaitu 2 jari di atas lipatan siku. Tekanan pada manset dinaikkan hingga dopler tidak didengar lagi, pasien disuruh tenang, jangan bicara dan bergerak selama pengukuran, kemudian perlahan diturunkan tekanan hingga diketahui pada tekanan berapa bunyi pertama dopler berbunyi, gelombang dopler diprint hingga tercetak minimal 3 gelombang pulsasi. Prosedur yang sama dilakukan kemudian pada kedua tungkai.
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
h. Nilai ABI dihitung dengan rumus:
Bila didapati interpretasi ABI sebagai berikut: > 1,3 : dugaan kalsifikasi.
0,91 – 1,3: Normal
0,8 – 0,9: Ringan
< 0,50
0,5 – 0,7 : Sedang
: Berat
3.8. Analisis Data 9 Analisis Univariat: Untuk memperoleh gambaran distribusi frekwensi, proporsi masing-masing variabel. 9 Analisis Bivariat: Untuk mengetahui hubungan antara masing-masing variable bebas dan terikat. Uji statistik yang dilakukan adalah Ood ratio. 9 Analisis multivariat: Untuk mengetahui hubungan beberapa variabel bebas secara bersamaan dengan variabel terikat, dan melihat variabel mana yang paling berhubungan dengan PAP. Dalam hal ini akan dikumpulkan nilai p < 0,25
48
Analisis multivariat dengan
menggunakan analisis regresi logistik ganda. Analisis regresi logistik ganda
dan
justifikasi
dilakukan
untuk
mengendalikan
konfounding dan mengidentifikasi efek interaksi.
bias/
Analisis data akan
dilakukan dengan SPSS 11,5
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
3.9. DEFENISI OPERASIONAL 9 ABI: Suatu test yang mengukur perbandingan nilai tertinggi TD sistolik pergelangan kaki dibagi nilai tertinggi TD lengan. Yang berguna sebagai skrining terjadinya PAP pada individu.
9 PAP: Penderita yang dijumpai bila nilai ABI ≤ 0,9 dan dijumpai ada atau tidak adanya simptom nyeri pada saat berjalan (claudikasio intermitten)
9 Diabetes Melitus:
1. Gejala klinis ditambah dengan salah satu atau kedua dari nilai KGD puasa > 126mg% ataupun KGD PP > 200 mg% 2. Telah teratur mengkonsumsi pengobatan, oral anti diabetic (OAD) ataupun injeksi insulin.
9 Hipertensi: 1. Tekanan darah di atas 140/90 mmHg, diukur setelah pasien istirahat posisi tidur, sekurang kurangnya 5 menit (WHO). Riwayat hipertensi positip bila penderita mempunyai tekanan darah > 140/90 2. Telah
mengkonsumsi
teratur
obat
antihipertensi
dari
dokter
Puskesmas ataupun dari dokter spesialis.
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
9 Dislipidemia: 1. Anamnese pernah plasma trigliserida > 150 mg/dL, dan atau HDL kolesterol untuk laki laki < 35 mg/dL dan pada wanita P< 40 mg/dL, ataupun kolesterol total > 200 mg% 2. Dari pernyataan penderita telah mengkonsumsi obat penurun kolesterol seperti simvastatin atau sejenisnya.
9 Rokok: anamneses adanya aktifitas menghisap cigaret dengan tidak membedakan kadar tar, kadar nikotin ataupun jenis rokok. Pengkategorian merokok adalah berdasarkan indeks Brinkman (IB) Perokok ringan 0-200 batang/tahun Perokok sedang 200-600 batang/tahun Perokok berat adalah > 600 batang/tahun.
45
9 Riwayat stroke: Penderita pernah dirawat dengan kelemahan tubuh baik sebelah tubuh (Hemiparese) ataupun seluruhnya (tetraparese) dan pernah dirawat dirumah sakit oleh dokter spesialis saraf.
9 Riwayat PJK: Penderita pernah mengeluh nyeri dada, diperiksakan gelombang listrik jantung (EKG) dan pernah dirawat oleh dokter spesialis penyakit jantung ataupun ahli penyakit dalam.
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
3.10 . KERANGKA OPERASIONAL
Subjek yang diteliti adalah pasien DM yang berobat ke 10 Puskesmas, yang dipilih acak dari 39 Puskesmas di Kota Medan
sebanyak
minimal 339
pasien.
↓ Pasien dengan DM usia > 50 tahun akan dicatat : Umur, seks, TB, BB, IMT, TD, Lingkar pinggang, Data yang berhubungan dengan riwayat (DM, merokok, hipertensi, PJK, Stroke, Hiperkolesterol). Pulsasi arteri femoralis, a poplitea, a dorsalis pedis, a tibialis posterior diraba Kuesioner diisi oleh peneliti. Diperiksa nilai ABI dengan hand dopler
↓ ABI Normal : 0,91-1,30 Abnormal: Ringan : 0,80- 0,90
Prevalensi
Sedang : 0,51-0,79
Arteri Perifer ?
Berat
Penyakit
: < 0,5
Kerangka operasional Penelitian
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
Bab IV Hasil Penelitian Hasil Penelitian Penelitian dilakukan di 10 Puskesmas dari 39 puskesmas di kota medan, diambil secara acak (Nama nama Puskesmas terlampir). Dilakukan sejak tanggal
2 Februari 2008 hingga 9 juni 2008. Pengambilan sampel
dilakukan kepada setiap pasien diabetes melitus yang berobat ke Puskesmas ataupun kepada mereka yang diabetes melitus yang sedang mengambil surat rujukan berobat dari Puskesmas ke RSHAM Adam Malik ataupun RS Pirngadi Medan. Diagnosis diabetes melitus adalah berdasarkan penegakan diagnosis dari dokter puskesmas, ataupun riwayat pengobatan dari RS rujukan seperti RSHAM, RSPM dan dokter-dokter yang praktek. Diinklusikan pasien umur minimal 50 tahun, telah menderita diabetes melitus sebelumnya, telah pernah berobat diabetes melitus ataupun dari anamnesis setidaknya telah pernah mendapat obat-obat diabetes melitus seperti glibenclamid atau golongan sulfonilurea lainnya, metformin atau golongan sensitizer lainnya, ataupun injeksi insulin. Kadar glukosa yang tertinggi ditanyakan nilainya.
Orang-orang yang masuk kriteria inklusi
dimintakan kesediaan untuk ikut dalam penelitian sesudah diberikan gambaran penelitian tentang tujuan/manfaat penelitian. Kriteria eksklusi adalah adanya keadaan yang mengganggu pemasangan cuff misalnya gangren diabetikum, amputasi dan lain lain.
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
Data-data yang diperlukan dicatat oleh peneliti dan asisten peneliti (anamnese pribadi, penyakit diabetes, hipertensi dan lain lain, pengukuran antropometri dilakukan. Pemeriksaan dopler dilakukan setelah pasien terlihat santai (dengan sedikitnya istirahat 5 menit). Jumlah waktu yang diperlukan untuk memeriksakan satu orang sebanyak 15 menit. Dari tabel VII di atas terlihat responden yang diperiksa paling banyak adalah ibu rumah tangga yaitu 173 orang (hampir 50%), menyusul wiraswasta dan pensiunan PNS masing masing 70 orang dan 67 orang, sedangkan yang aktif PNS hanya 38 orang, dan pegawai swasta sebanyak 7 orang.
Tabel VII. Data pekerjaan responden no
Pekerjaan
Jumlah
Persentase
1
Ibu rumah tangga
173 orang
48,7
2
Wiraswasta
70 orang
19,7
3
Pensiunan PNS
67 orang
18,9
4
PNS
38 orang
10,7
5
Pegawai swasta
7 orang
2
355 orang
100
Total
Pada tabel VIII di bawah, dari 355 orang yang diikutkan dalam studi penderita yang tidak mengkonsumsi obat-obatan 252 orang (71%), dan mengkonsumsi glibenclamid 77 orang (21,7 %). Yang mengkonsumsi hanya metformin ada 3 orang (0,3%) dan kombinasi antara glibenclamid dan metformin ada 22
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
orang (6,2%) sedangkan yang mengkonsumsi insulin hanya 1 orang. Pemakaian obat-obat lain tidak dijumpai.
Tabel VIII. Obat-obatan No
Obat
Jumlah
Persentase
1
Tidak ada obat
252
71
2
Glibenclamid
77
21,7
3
Metformin
3
0,8
4
Kombinasi 2 & 3
22
6,2
5
Insulin
1
0,3
355
100
Total
Pada tabel IX di bawah terlihat perbandingan beberapa rata-rata data karakteristik dari kelompok mengalami penyempitan pembuluh darah arteri perifer (nilai ABI < 0,9), kelompok normal dengan ABI antara 0,9 hingga 1,3, dan kelompok drop out (nilai ABI >1,3) atau dikenal sebagai kelompok yang inkompressible. Indeks massa tubuh dan lamanya menderita diabetes, tekanan darah sistol ataupun tekanan darah diastol, dan juga tinggi badan, terlihat tidak begitu bermakna pada penelitian ini. Namun terlihat umur lebih tua pada kelompok dengan ABI di atas 1,3 dibandingkan 2 kelompok lain, meski hal ini tidak bermakna secara statistik dengan p > 0,05. Nilai ABI kanan dan kiri merupakan karakteristik yang sangat vital, dimana nilainya semakin ke kelompok kalsifikasi nilainya semakin tinggi dan ketiga kelompok ini berbeda bermakna secara statistik.
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
Tabel IX. Anasisa Univariat Mean dan Standard Deviasi ABI < 0,9, normal dan > 1,3 ABI < 0,9
ABI normal
ABI > 1,3
n = 137
n= 174
n=44
Total P
n= 355
Mean
SD
Mean
SD
Mean
SD
value
Mean
SD
Umur
61,95
8,347
61,14
7,77
64,22
8,18
0,08
61.78
8.04
IMT
24,83
4,49
25,33
4,77
24,47
4,12
0,47
25.31
4.59
5,56
6,27
5,62
5,49
6,07
6,67
0,88
5.65
5.90
TD Sistolik
136,6
23,56
136,86
23,413
134,39
18,3
0,81
136.55
23.3
TD Diastolik
83,62
6,74
83,64
7,82
81,95
6,7
0,34
83.63
7.69
Nilai ABI kiri
0,90
0,25
1,08
0,13
1,27
0,28
0,000
1.04
.24
Nilai ABI kanan
0,89
0,20
1,07
0,14
1,28
0,22
0,000
1.04
.22
Lama
tahun
menderita DM
4.1. PREVALENSI PAP Dari 10 Puskesmas di atas, jumlah seluruh sampel adalah 355 responden,
distribusi
tidak
merata
pada
setiap
puskesmas
dengan
persentase tertinggi dijumpai pada Puskesmas Rantang, Padang Bulan, Darursalam, Helvetia, menyusul Puskesmas Desa Lalang, dan seterusnya. Perbedaan ini dihubungkan dengan persentase tertinggi pasien DM di kota Medan dimana Puskesmas Helvetia merupakan kunjungan tertinggi nomor 2 setelah Puskesmas Rantang. (lihat tabel X) Responden wanita dijumpai mendominasi yaitu 58% (207 responden) dengan usia rata rata 61 tahun + 2 SD (16.07), dan sebaran umur paling tinggi pada kelompok ≤ 50 – 59 tahun yaitu sekitar 47%, menyusul kelompok umur 60-74 tahun sekitar 44% dan sisanya kelompok umur di atas 75 tahun sekitar 9%.
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
Tabel X. Data responden penderita DM yang diperiksa pada 10 Puskesmas No Puskesmas
Bukan
PAP N
%
PAP
DO
Total
1
Helvetia
21
15,4
23
4
48
2
Rantang
29
21,1
32
6
67
3
Darursalam
18
13,1
27
4
49
4
Padang Bulan
18
13,1
28
5
51
5
Desa Lalang
11
8,2
19
6
36
6
Sering
3
2,2
5
4
12
7
Belawan
9
6,5
11
3
23
8
Simalingkar
12
8,8
11
4
27
9
Teladan
10
7,3
7
6
23
10
P. Bayan
6
4,3
11
2
19
137
100
174
44
355
Total
Pada tabel X tersebut terlihat jumlah kasus yang drop out yang cukup tinggi dari seluruh Puskesmas yaitu 44 orang atau kurang lebih 12,4%. Kriteria Drop Out bila nilai ABI di atas 1,3 pada salah satu atau kedua kaki, dimana yang kaki sebelahnya bisa normal, atau dua-duanya yang incompresible. Setelah dikurangi dengan yang dropout maka, orang yang PAP adalah 137 orang dari 311 orang atau sekitar 44%. Angka ini menunjukkan prevalensi PAP pada penderita DM tipe 2 di Medan yaitu 44% dengan 95% confidence interval 38,5-49,8%.
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
4. 2 Gambaran pola kaki kiri dan kanan yang terkena PAP Penyebaran dari penyakit arteri perifer apakah terbatas hanya pada satu kaki atau kedua duanya terlihat pada tabel XI di bawah. Terlihat kaki kiri lebih banyak terkena PAP dibandingkan dengan kaki kanan. PAP ini merupakan total dari kasus PAP, dan tidaklah merupakan penjumlahan kiri dan kanan.
Tabel XI. Gambaran PAP pada Puskesmas di Kota Medan No
Puskesmas
PAP
Kiri
Kanan
Kiri
+
Kanan 1
Helvetia
21
8
8
5
2
Rantang
29
13
8
8
3
Darursalam
18
9
5
4
4
Padang Bulan
18
10
5
3
5
Desa Lalang
11
6
2
3
6
Sering
3
0
3
0
7
Belawan
9
2
5
2
8
Simalingkar
12
3
4
5
9
Teladan
10
3
2
5
10
P Brayan
6
3
1
2
137
57
43
37
Total
4.3 Gambaran berat ringannya PAP yang dijumpai pada kedua kaki Pada tabel di bawah (tabel XII) berat ringannya PAP yang dialami pada setiap extremitas. Terlihat PAP ringan mendominasi dimana dijumpai
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
pada 88 kaki yaitu hampir 47%, menyusul PAP sedang pada 76 ekstremitas yaitu (44%) dan sisanya adalah PAP berat yaitu 15 ekstremitas (9%).
Tabel XII Gambaran berat ringannya PAP pada Puskesmas di Kotamedan No
Berat
ringanya Jumlah
Persentase
PAP 1
PAP ringan
81
47
2
PAP sedang
76
44
3
PAP berat
15
9
172
100
Total
4.4 KARAKTERISTIK DATA KONTINU Dari penelitian yang dilakukan, didapatkan data-data univariat seperti pada tabel XIII . Terlihat umur tertua adalah umur 86 tahun dan termuda umur 50 tahun, dengan rata rata umur 61,78 + 2 SD (8,035). Rata-rata berat badan adalah 60, 47 kg + 2 SD (60,47). Rerata lamanya menderita diabetes melitus adalah 5,65 tahun + 2 SD (5,902) dengan paling lama menderita DM 31 tahun dan kasus terbaru 1 tahun. Rerata nilai indeks massa tubuh adalah 25,31 + 2 SD 4,51 kg/m2. Rerata nilai tekanan darah sistol adalah 136,55 + 2 SD (23.35) dan tekanan darah diastole 83,63 + 2 SD (7,69). Nilai rata-rata ABI pada kaki kiri adalah 1,0352 dan kanan 1,0335 dan dijumpai lebih tinggi pada kaki sebelah kiri dengan selisih 0,0017 (0,002).
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
Tabel XIII. Anasisa Univariat No
Karakteristik
Minimum
Maximum
Mean
SD
1
95% CI
Umur
50
86
61.48
7.98
60.33-62.80
2
Berat badan
34
97
60.73
11.13
58.11-61,51
3
Lingkaran pinggang
41
120
86.19
11.56
84.99-88.10
4
TB
136
178
157.63
7.61
156.21-158.76
5
TD Diastolik
60
130
60
7.8
73.83-89.23
6
TD Sistolik
100
210
137.16
23.74
7
Lama tahun
1
31
5.62
5.80
5.21-6.65
8
BMI actual
15
48
25.31
4.59
23.44-25.76
9
Nilai ABI kiri
.45
2.50
1.03
.24
1.01-1.04
10
Nilai ABI kanan
.27
1.84
1.03
.22
1.01-1.04
133.16-139.21
4.5 KARAKTERISTIK DATA KATEGORIKAL DAN PAP Pada karakteristik penelitian (tabel XIV) di bawah ini terlihat jenis kelamin perempuan mendominasi dari segi jumlah sampel namun persentase yang terkena PAP pada laki laki dan perempuan adalah sama yaitu 44%. Pada penelitian ini pengelompokan data dilakukan tergantung kepada tujuan masing masing kategori. Umur dikelompokkan menjadi 2 pembagian kelas yaitu 50-59 tahun, 60-74 tahun, >75 tahun Pengelompokan umur yang kedua yaitu < 55 tahun, 55-64 tahun, 65-74 tahun dan >75 tahun. Dua pengelompokan ini dilakukan untuk membandingkannya dengan penelitian yang lain seperti studi Waspaji S dkk 6 ataupun studi yang dilakukan Paulose Ram dkk 46 . Kelompok umur < 50 hingga 59 tahun merupakan persentase paling besar yaitu sekitar 47% dan menyusul 60 – 74 tahun, 44 % sedangkan di atas 75 tahun hanya sekitar 9%. Pada kelompok umur yang kedua dijumpai sebaran persentase 21, 41, 30 dan 5% masing masing dari total 311
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
orang responden. Setelah dihubungkan dengan PAP maka terlihat dijumpai persentase yang hampir sama pada setiap kelompok umur PAP yaitu 44, 44, 43, dan 44%. Lingkaran pinggang merupakan pengukuran antropometrik yang ikut dicatat pada penelitian ini. Lingkaran pinggang yang dikategorikan normal yaitu untuk laki laki 80 cm, dan laki laki 94 cm, dengan lingkaran pinggang normal dijumpai pada 79% sedangkan 21 % di atas normal. Namun terlihat persentase dari PAP adalah sama pada kedua kelompok tersebut yaitu 44%. Dari riwayat adanya DM pada orang tua dari responden, terlihat hanya sebagian kecil yaitu 54 orang (17%) yang mengaku ibunya menderita DM dan yang mengaku ayahnya menderita 4% sedangkan yang ayah dan ibunya menderita tidak dijumpai pada responden. Selebihnya yaitu 247 (79%) orang tuanya tidak ada yang menderita DM.
Pada karakteristik ini juga terlihat
bahwa penderita PAP dijumpai sekitar 44% pada setiap kelompok, kecuali yang ayahnya menderita DM akan dijumpai anaknya menderita PAP 40%. Pengkategorian merokok adalah berdasarkan indeks Brinkman (IB), yang membagi merokok menjadi perokok ringan, sedang dan berat. Didapatkan dengan mengalikan jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap sehari dikalikan lama merokok merokok dalam tahun. Sehingga didapatkan: Perokok ringan 0-200 batang/tahun, perokok sedang 200-600 batang/tahun, dan perokok berat adalah > 600 batang/tahun.
47
Dari seluruh responden
dijumpai 12% yang merokok dan sisanya tidak merokok. Dari 12% perokok masing masing 3,5 %, 5% dan 3,5% berturut turut sebagai perokok ringan
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
sedang dan berat. Persentase responden yang PAP pada perokok ringan, sedang, dan berat berturut-turut 45, 92, 90%. Sedang persentase responden yang tidak perokok menjadi PAP adalah lebih rendah yaitu 39%. Hampir seluruhnya perokok tersebut adalah laki-laki. Dari pearson chisquare terlihat hubungan antara rokok dengan PAP bermakna.
Gbr IV. Persentase PAP pada Derajat Perokok
100
% PAP 80
60
% menderita PAP Dari 311 orang, dijumpai responden yang tidak hipertensi sekitar 211 orang (67%) sedangkan jumlah orang yang tergolong hipertensi
40
stage I, dan stage II masing masing 55 orang (18%) dan 45 orang (15%). Penderita PAP dijumpai 44% pada responden yang tidak hipertensi. Sedangkan dari 20 yang hipertensi stage I dan stage II dijumpai penderita PAP persentasenya hampir sama yaitu 43% dan 44%.
0 Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
ringan
sedang
berat
Indeks massa tubuh dikelompokkan atas 2 kategori, yang pertama dengan IMT kurus, normal, overweight, obesitas I, dan obese II. Dan juga dengan pembagian normal atau tidak normal dengan IMT besar atau kecil dari 25 Kg/m2 . Pada indeks massa tubuh ini, persentase tertinggi dari responden adalah total obese I dan obese II (147) responden (47%), menyusul responden yang menurut kriteria IMT normal 76 orang (24%), dengan risiko ringan 68 responden 21%, dan yang paling sedikit adalah yang kurus sebanyak 20 orang (7%). Terlihat PAP tersebar hampir merata atau tidak terlalu berbeda menyolok pada setiap kriteria IMT.
Gbr V. Persentase PAP pada tingkatan Indeks Massa tubuh
50 % PAP 40
30
20
%PAP
Dilipidemia ditanyakan hanya berdasarkan ingatan, 84%
responden tidak pernah diukur kolesterol dan sisanya pernah diukur 10 kolesterol.
Dari
yang
pernah
diukur
kolesterol
maka
hampir
10%
0
kolesterolnya di atas 200, sedangkan sisanya pernah diukur tapi masih Kurus PAPNormal ringan normal. Penderita dijumpaiRisiko pada 37% Obese dari yang belum pernah diukur Indeks Massa Tubuh (IMT)
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
kolesterolnya, 44% dari yang normal kolesterolnya dan juga dari yang kolesterolnya tinggi. Responden sekitar 83% pada kelompok yang inaktif menyusul yang olah raga > 3 kali seminggu sebanyak 23%. Penderita PAP dijumpai pada kedua kelompok dengan masing masing persentase 44 % dan 45%. Lamanya menderita DM dibagi menurut < 5 tahun, 5-10 tahun dan di atas 10 tahun. Sebaran kasus PAP masing masing 45% atau 141 orang, menyusul 59 orang 18% yang 5-10 tahun dan sisanya adalah > 10 tahun. Penderita PAP dijumpai paling banyak pada kelompok yang ketiga sekitar 43, 44, dan 44 % pada setiap kategori. Dari 311 orang responden dijumpai kelompok asimptomatik 166 orang dan selebihnya dijumpai klaudikasio 145 orang. Dari antara yang asimptomatik dijumpai 73 orang (43%) yang PAP positip. Sedangkan dari kelompok klaudikasio (simptomatis) dijumpai 64 orang (44%) yang PAP. Dari 311 orang yang data responden yang diolah, yang riwayat PJK diolah ada 288 orang yang sama sekali tidak ada mengeluh nyeri dada, ataupun belum pernah mengeluh nyeri dada dan belum pernah mendapat pelayanan dari Puskesmas atau rumah sakit. Sedangkan yang ada keluhan nyeri dada dan telah pernah dirawat dengan nyeri dada ataupun di EKG dijumpai kelainan dijantung pada 23 responden. (7,4%). Dari 7% ini yang dijumpai kelaianan PAP ada 10 orang atau 43%. Yang pernah mendapat pelayanan atas penyakit stroke dijumpai 17 orang. Dan dari jumlah ini respoden yang PAP adalah 8 orang (47%)
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
Analisis Bivariat Tabel XIV. Karakteristik Penelitian dengan status PAP No
Karakteristik
1
J e n i s
2
Total
PAP
Non PAP
Laki-laki
131
58
73
Perempuan
180
80
100
< 0,003
67
30
37
0,63
55-64 tahun
130
58
72
65-74 tahun
96
42
54
18
8
10
Normal
227
100
127
Di atas normal
84
37
47
Tidak merokok(b)
276
110
166
Merokok Ringan
11
5
6
Sedang
13
12
1
Berat
11
10
1
Tidak
211
93
118
Stage I
55
24
31
Stage II
45
20
25
Kurus
20
9
11
Normal
76
34
42
Dengan risiko ringan
68
30
38
Obese
147
65
82
Kolesterol > 200 mg%
29
13
16
Normal
19
8
11
K e l a m i n
≥ 75 tahun
4
5
6
7
( a )
Umur(b) < 55 tahun
3
Nilai P
Lingkaran pinggang (CM) (b) 0.30
0,000
Hipertensi (mmHG)(b) 0,000
IMT (kg/m2) (b) 0,352
Dislipidemia (b) 0,144
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
8
9
10
11
12
Aktifitas (b) Tidak ada olah raga
260
115
145
Olah raga > 3 x/mgg
51
23
28
< 5 tahun
174
62
79
≥5 tahun
137
75
95
Asimptomatik
166
73
93
Klaudikasio
145
64
81
Tidak ada data
288
127
161
Dijumpai PJK
23
10
13
Tidak ada data
294
130
164
Riwayat stroke (+)
17
8
9
0,009
Lama DM(b)diderita 0,00
Edinburgh(b) 0,00
PJK 0,954
Stroke
Ket: (a):
0,454
(b): pearson chi square
4.4 HASIL ANALISIS FAKTOR RISIKO DAN PAP 4.4.1 BIVARIAT Pearson chi square di atas memperlihatkan pola kebermaknaan dari berbagai karakteristik dengan PAP. Terlihat beberapa yang bermakna secara statistik adalah seperti jenis kelamin, aktivitas, lama diabetes melitus, hipertensi dan rokok, dengan beberapa karakteristik secara statistik mendekat bermakna seperti dislipidemia. Dengan kebermaknaan tersebut terlihat juga OR dengan 95% CI masing masing pada tabel XV. Sehingga terlihat yang sangat pengaruh pada risiko
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
PAP ini adalah: jenis kelamin, aktivitas, lama diabetes melitus, hipertensi dan rokok, dengan beberapa karakteristik secara statistik mendekat bermakna seperti dislipidemia. Dari beberapa semua faktor tersebut diadjust juga sehingga terlihat OR yang seperti di bawah ini (tabel XV) Tabel XV. Adjusted oods ratio dengan analisis regresi beberapa karakteristik dengan PAP pasien DM
No 1
Karakteristik
OR
95% CI
p
Jenis Kelamin (a) Laki-laki
0,48
(0,31-0,77)
0,003
Perempuan 2
Umur(b) < 55 tahun
1
55-64 tahun
2.02
(0,45-9,07)
0,39
65-74 tahun
1,08
(0.27-4,39)
0,90
1,13
(0.28-4,62)
0,88
1,153
(0,534-2,49)
0,716
≥ 75 tahun 3
0,63
Lingkaran pinggang (b) Normal Di atas normal
4
5
Hipertensi(b) Tidak
1
Stage I
0,40
(0,15-1,03)
0,05
Stage II
1.16
(0,37-3,55)
0,79
Dislipidemia
0,02
(b)
(mg%)(b)
1
Tidak ada data
0,63
(0,20-1,92)
0,41
Normal
0,32
(0,05-1,73)
0,18
0,41
Kolesterol > 200 mg%
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
6
Aktifitas (b)
0,65
(0,28-1,46)
0,29
Olah raga > 3 x/mgg 7
8
Lama DM(b)diderita < 5 tahun
1
0,00
5-10 tahun
0,05
(0,02-0,12)
0,01
> 10 tahun
0,41
(0,18-0,9)
0,02
2,00
(1,06-3,78)
0,03
Edinburgh(b) Asimptomatik Klaudikasio
9
PJK
0,69
(0,19-2,54)
0,58
10
Stroke
0,39
(0,10-1,54)
0,181
Demikian juga kebermaknaan dari beberapa karakteristik di atas dicoba pada analisis multivariat yang mencoba melihat faktor yang paling berpengaruh dari paduan beberapa yang dianggap bermakna. Terlihat seks yang sebelumnya bermakna tidak bermakna lagi pada analisis ini. Sedangkan lama diabetes, rokok, adanya simptom atau tidak adanya simptom serta aktifitas kelihatan tetap bermakna pada timbulnya PAP (tabel XVI).
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
4.4.2. Analisis Multivariat Tabel XVI Analisis multivariat dan Persamaan Variabel penderita diabetes melitus dengan faktor risiko.
Tabel XVI. Variables in the Equation
No
Bobot Persamaan nilai p
1
Aktifitas
2
Lama Diabetes
OR
95.0% C.I
-0.36
0.35
0.70
(0.33-1.47)
2.26
0.00
9.57
(5.42-16.92)
3
Rokok
1.68
0.002
5.37
(1.90-15.32)
4
Dislipidemia
0.28
0.53
1.33
(0.55-3.24)
5
Hipetensi
0.60
0.02
1.84
(1.07-3.15)
6
J.Kelamin
-0.30
0.27
0.74
(0.43-1.27)
-2.17
0.00
0.11
Konstanta
OR SETELAH DIKONTROL VARIABEL LAIN, HUBUNGAN SECARA BERSAMA SAMA . Status PAP = -2.17 – 0.30 (seks) + 1.68 (rokok) + 2,26 (lama diabetes) – 0.36 (aktifitas) + 0,29 (dislipidemia) + 0,61 (hipertensi)
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
BAB V PEMBAHASAN 5.1 Prevalensi Dikatakan bahwa prevalensi dari PAP sangat bervariasi hasilnya tergantung pada cara yang dipakai untuk mengukur, parameter yang dipakai oleh alat ukur, daerah, masyarakat, waktu pengukuran dan lain lain. Cara yang dipakai sering dalam menskrining PAP adalah dengan pemeriksaan fisik sederhana berupa perabaan pulsasi di arteri perifer seperti a tibialis posterior, arteri dorsalis pedis dan lain lain. Sedangkan skrining yang lebih sering dipakai belakangan adalah dengan dopler yang telah divalidasi dibanding angiografi dengan spesifisitas 95% dan sensitivitas hampir 100%. Dalam prakterik klinis, alat ini sangat mudah, murah, dan akurat sehingga mudah dalam menggunakannya untuk menegakkan suatu PAP.
48
Dari data-data belum ada studi epidemiologi di tingkat Puskesmas (Primary Health Centre ataupun Primary care yang bertujuan melihat Prevalensi Penyakit Arteri Perifer pada populasi Diabetes Melitus. Studi sebelumnya yang ada ditingkat puskesmas adalah studi prevalensi PAP pada populasi umum jadi bukan pada penderita diabetes melitus, yang mendapatkan prevalensi PAP sekitar 29% dari 6979 responden 49 . Dan juga studi Hirsch A, Hiatt WR pada studi The USA PARTNERS program yang mendapatkan prevalensi sekitar 15%. 50
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
Pada buku-buku sering dikatakan prevalensi PAP yang sebenarnya sering “diunderestimatekan”. Kesan dari hasil penelitian ini membenarkan pendapat dari kalimat di atas. Hasil dari penelitian ini adalah prevalensi PAP pada orang diabetes melitus di Medan adalah
44% dengan 95% confidence
interval 38,5-49,8%. Angka ini hampir sama dengan prevalensi di Greece yaitu 42%. Namun prevalensi ini jauh di atas angka prevalensi pada kebanyakan studi.
Di Mid America (st Luke Hospital), Kansas, Missuori,
prevalensi PAP sekitar 29%54 Studi multicountry di Asia termasuk Indonesia mendapatkan prevalensi tersebut hanya 17.7% Taiwan hanya 10 %.
51
6
, lebih rendah lagi yaitu
demikian juga India hanya 11,8%, bahkan hal yang
paling kontras yaitu di southern Sardinia hanya 3,6 %. Namun angka prevalensi yang di Medan masih rendah dibandingkan dengan di Saudi Arabia yaitu 61,4%.7 Satu studi yang hampir sama prevalensinya terutama berdasarkan kelompok umur adalah studi yang dilakukan National health and Nutrition Examination Survey 1999-2002 di USA:Prevalensi 60-74 tahun yaitu 39,3% (95% CI 30,3-48,4%) dan usia di atas > 75 tahun yaitu 44,4 % dengan 95% CI (31,2-55,7%)
52
sedangkan pada studi ini adalah
adalah 39,2% pada
masing masing kategori umur. Prevalensi PAP yang asimtomatik dijumpai lebih tinggi atau lebih sering daripada kelompok yang simptomatik.
53
Pada penelitian ini kelihatan
terbukti. Jumlah yang asimptomatik sebanyak 184 orang yaitu 51% dan dari sini yang positip PAP adalah 30% atau 56 orang, sedangkan jumlah yang
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
jelas PAP dari kelompok klaudikasio intermitten adalah 81 orang (47%) dari sebanyak 171 orang (49%) seluruh jumlah sampel. Perbedaan ini bila dikaji secara statistik dikatakan bermakna, bila dijumpai orang orang yang klaudikasio intermitten artinya 47% kemungkinan dijumpai PAP. Angka ini tentu kesannya mengurangi sensitifitas dari kriteria Edinburgh ini, oleh karena pada tulisan tulisan bahwa sensitifitas dari kategori Edinburgh adalah 95% sensitive dan 90% spesifik. Persentase laki laki PAP pada studi ini 43% dan untuk wanita 44%. Hasil ini tidak seperti pada studi studi lain, dimana biasanya wanita yang lebih sering terkena PAP dari pria. Hasil ini hampir sama dengan pola pada studi penelitian di Taiwan dimana wanita lebih prevalence dari laki laki yaitu 8,6% berbanding 11,1 %.
56
Namun berbeda dengan hasil penelitian pada studi
yang dilakukan oleh Paulose-Rim dkk sedangkan wanita 24,7 %.57
57
dimana 33,2% untuk laki laki
Ood ratio jenis kelamin untuk terjadinya PAP
adalah 0,48 dengan 95% CI (0,31-0,77), dengan jenis kelamin laki-laki kelihatan lebih rendah untuk terjadinya PAP dibandingkan dengan wanita. Bila dibandingkan dengan hasil studi yang dilakukan oleh Waspaji dkk, hampir semua karakteristik yang sama hasilnya berbeda, seperti halnya rerata umur lebih tua pada penelitian Waspaji yaitu 63, 7 + 2 SD (8,2) berbanding 61,78 + 2SD (8,03), rerata lama diabetes melitus, lebih lama pada penelitian Waspaji yaitu 10,3 + 2 SD (8,0) berbanding 5,65 +2 SD (4,59), rerata BMI lebih tinggi pada penelitian di Medan daripada pada penelitan Waspaji tersebut yaitu 24,9 + 2 SD 3,7 berbanding 25,03 + 2 SD
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
(5,90), dari hasil perbandingan ini seharusnya prevalensi pada penelitian oleh Waspadji lebih tinggi daripada penelitian di Puskesmas Medan ini, namun kenyataannya berbeda dimana Prevalensi PAP jauh lebih tinggi pada penelitian Puskesmas di Medan yaitu 44% berbanding 17%. Beberapa kemungkinan yang bisa menjawab adalah, seperti diketahui bahwa penelitian yang dilakukan Waspaji dan kawan kawan adalah berbasis rumah sakit 6, sedangkan penelitian yang dilakukan saat ini adalah berbasis Puskesmas, Salah satu penjelasan untuk ini adalah angka PAP lebih tinggi pada kelompok asimptomatis, sehingga orang tidak menyadari penyakitnya. Penjelasan lain orang orang yang berobat di Rumah Sakit mendapat lebih banyak jenis pengobatan dibandingkan dengan puskesmas. Pada penelitian Waspaji dkk, jenis obat yang dipakai oleh responden relatif baik. Selain obat oral hipoglikemik dengan kombinasi sulfonylurea dan biguanid yang mencapai 70%, insulin 12,8%, responden juga mengkonsumsi antihipertensi, antiplatelet, dan obat hiperlipidemia. Pemakaian statin dijumpai pada 81% responden, fibrat 21,7%, bile acid binding resin 1,1%, nicotinamic acid 0,7%. Antiplatelet yang dipakai seperti aspirin hingga 81% responden, clopidogrel 5,1%, toclopidin 0,9%, cilostazol hampir 20%, pentoksifilin hampir 2%. Pemakaian obat antihipertensi CCB 20%, ACEI 51%, ARB 20%6.
Dari 311
orang yang diikutkan dalam studi, penderita yang memakan obat obatan 89 orang, dan tidak makan obat 222 orang (72%). Dari 89 orang yang mendapat obat-obat, sekitar 75% yang memakai hanya glibenclamid, hal ini disebabkan karena hanya obat ini yang disediakan di Puskesmas. Menyusul kombinasi
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
antara sulfonilurea dan biguanid 20 orang dan yang hanya metformin ada satu orang, sementara yang memakai insulin hanya satu orang. Pemakaian obat-obat lain tidak dijumpai.
5.2 Kekerapan dan Nilai ABI Pada tabel XI terlihat bahwa dijumpai kekerapan yang lebih tinggi pada kaki kiri dibandingkan dengan kaki sebelah kanan. Dari 137 pasien yang positip PAP, yang terkena hanya kaki kiri 57 orang dan yang sebelah kanan 43 orang, serta yang terkena kaki kanan dan kaki kiri 37 orang. Jadi dijumpai 14 kaki lebih sering terjadi disebelah kanan. Dua pertanyaan yang muncul adalah apakah kejadian ini muncul hanya sebagai peristiwa kebetulan saja dan apakah hal ini mempunyai makna biologis?
Setelah
diolah dengan software SPSS 11,5 kejadian ini bermakna secara statistik dengan P < 0,05 dengan kelebihan risiko kaki kiri lebih sering 1,3 kali dibanding kaki kanan, jadi dalam hal ini tidak terjadi secara kebetulan saja. Dikatakan aterosklerosis akan lebih cepat muncul pada arteri arteri yang ukuran relative lebih besar, lebih sering terjadi pada pembuluh darah yang shear stress lebih sedikit. 54 Seperti diketahui beban ataupun mobilitas kaki kanan dan kaki kiri adalah hampir sama, sehingga kemungkinan untuk terjadinya PAP akan sama kemungkinannya terjadi. Dalam hal ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Perbedaan lagi adalah angka-angka yang didapat (ABI) pada penelitian ini lebih rendah nilainya daripada di PAD search6. Nilai ABI kanan 1. 04 ± 0.14
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
berbanding dengan
1.03 ± 0 .22 dengan ABI kiri yaitu 1.04
± 0.15
berbanding 1.03 ± 0.24 Hal ini mungkin disebabkan oleh alat. Alat yang dipakai pada penelitian Waspaji dan kawan kawan lebih canggih dibanding dengan alat yang dipakai pada penelitian ini. Hasil ABI pada penelitian Waspaji dengan memakai alat VS-1000TTM dimana hasil ABI langsung tercetak oleh alat, sedangkan pada penelitian ini hasil ABI dihitung secara manual dengan memakai pendekatan ataupun pembulatan dengan alat ES 11000 SPM.
5.3 Faktor Risiko Dikatakan bahwa perkembangan klaudikasio intermittens akan lebih sering atau lebih tinggi dijumpai pada wanita dari pada laki laki, pada satu studi Framingham (kohort) kehadiran DM akan meningkatkan Klaudikasio sebanyak 3.5 x pada laik laki dan 8.6 kali pada wanita.
55
Pada penelitian ini
kesan itu seperti itu tidak dijumpai. Walaupun jenis kelamin tidak proporsional dimana jumlah laki laki 41% (148 orang) dan selebihnya wanita 207 orang (59%) namun secara proporsional jumlah penderita yang dijumpai klaudikasio intermitten antara laki laki dan perempuan hampir sama yaitu 479 permil (lakilaki) berbanding 483 permil untuk wanita. Dalam hal ini kemungkinan akan lebih terlihat ketika dilakukan studi kohort. Pada banyak tulisan dan penelitian bodi mass indeks (BMI) berhubungan bermakna dengan kejadian PAP. Namun pada studi ini tidak ada kelihatan perbedaan yang bermakna. Persentase BMI tersebut masing masing adalah
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
8%, 28%, 19%, 33%, dan 12%.
Hasil penelitian ini sama seperti pada
penelitian di Taiwan yang justru berhubungan terbalik yaitu makin kurus, makin banyak dijumpai PAP dengan persentase berturut turut 18,8, 14,4, 9,2 dan 0 persen. Hal ini mungkin dihubungkan dengan setelah terserang oleh diabetes melitus para penderita menjadi diet ketat dan menjadi makin kurus. Pada beberapa penelitian melaporkan bahwa rokok tidak didapatkan sebagai faktor risiko untuk PAP, hal ini dijumpai pada penelitian oleh Tseng dkk pada studi Taiwan,55 demikian juga penelitian di India. Alasan yang disajikan adalah adanya kemungkinan ketidak jujuran dari peserta penelitian dalam memberikan keterangan. (kepustakaan dari studi di Taiwan) Namun pada penelitian ini didapati merokok merupakan faktor risiko untuk menyebabkan PAP. Pada penelitian ini didapatkan bahwa rokok mempunyai OR 4,81 kali dengan 95% CI 1,99 – 11,6 pada analisis bivariat dan setelah pada analisis multivariat masih tetap didapatkan kemaknaanya. Sebenarnya keterangan mengenai rokok kurang kuat berdasarkan memori, dan supaya lebih jelas sebenarnya kadar nikotin dalam darah dianggap lebih pasti dalam mencari hubungan yang lebih menggambarkan yang sebenarnya. Pada hasil analisis bivariat di atas, terlihat jenis kelamin, merokok, hipertensi, aktivitas, lama diabetes baik pada yang mengalami < 5 tahun, 510 tahun dan > 10 tahun) adalah bermakna secara statistik dalam menyebabkan terjadinya PAP. Dan terlihat juga bahwa pada diabetes melitus kelihatan kelompok asimptomatik lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang mengalami klaudikasio intermitten. Khusus pada lamanya menderita
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
diabetes melitus, orang yang menderita DM 5-10 tahun akan mengalami PAP 0,05 dengan CI 95% (0,02 -0,12) dan > 10 tahun 0,41 dengan 95% CI (0,18-1,9). Kesan dari hasil ini sepertinya bertolak belakang dengan teori. Dimana
sebenarnya
makin
lama
menderita
diabetes
melitus
maka
kemungkinan PAP akan lebih besar. Dengan regresi binomial pada analisis multivariat terlihat lama diabetes melitus, rokok, hipertensi tetap bermakna dalam terjadinya PAP. Sedangkan aktivitas, dislipidemia dan jenis kelamin tidak berperan lagi pada terjadinya PAP.
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. KESIMPULAN o Prevalensi penyakit arteri perifer di kota Medan cukup tinggi. o Persentase penyakit arteri perifer pada kelompok asimptomatis cukup tinggi, dimana nilainya tidak berbeda jauh dari kelompok simptomatis. o Resiko penyakit arteri perifer untuk laki laki lebih rendah dibandingkan dengan perempuan. o Faktor-risiko yang berperan timbulnya penyakit arteri perifer pada populasi diabetes melitus yang paling besar adalah lamanya diabetes melitus disusul merokok, hipertensi, dan dislipidemia. Sedangkan faktor risiko aktifitas merupakan faktor yang melindungi untuk terjadinya pernyakit arteri perifer. o Penyakit arteri perifer lebih sering terjadi pada kaki kiri dibandingkan dengan kaki kanan.
Dari persamaan analisis multivariat yang didapatkan status PAP = -2,17 - 0,3 (seks) + 1,68 (rokok) – 0,36 (aktivitas) + 0,29 (disllipidemia) + 0,61 (hipertensi)
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
6.2. SARAN Setiap pasien DM dengan umur diatas 50 tahun, sebaiknya diperiksanakan ABI untuk mengetahui komplikasi PAP yang sudah terjadi. Dalam penatalaksanaan kasus penderita DM dengan umur 50 tahun, faktor risiko terhadap timbulnya PAP yang lain seperti merokok, hipertensi, dislipidemia, aktifitas, sebaiknya ditangani dengan baik, untuk meminimalkan terjadinya PAP. Perlu dilakukan lagi studi dengan desain studi yang sama ataupun yang berbeda seperti kohort dengan sampel lebih besar, analisis dan evaluasi faktor risiko yang lebih objektif dimana tidak mengandalkan ingatan. Faktor risiko tersebut perlu dilakukan dengan pemeriksan yang lebih objektif misalnya, rokok sebaiknya diperiksa kadar nikotin, kolesterol yang diperiksa dinilai setelah informasi tertulis (blanko hasil pemeriksaan laboratorium dicantumkan, demikian juga obat-obat yang dikonsumsi sebaiknya dari catatan/copy resep ataupun sampul/pembungkus obat. Demikian juga faktor risiko aktivitas dicatat dengan berapa lama olah raga, nama alat yang dipakai untuk olah raga dan lain-lain. Untuk mengetahui prevalensi yang sebenarnya dikota medan sebaiknya sampel yang diambil harus gabungan dari orang yang kontrol ke rumah sakit Pemerintah dimana sediaan obat-obat lebih lengkap, ataupun rumah sakit rumah sakit swasta ataupun BUMN seperti rumah sakit perkebunan yang jelas persediaan obat relatif lengkap.
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
Kepustakaan 1. King H, Aubert RE, Herman WH, Global Burden of DM, 1995-2025; Prevalence, numerical estimates projection, Diabetes care 21, 1998: 1414-31 2. Powers AC, Diabetes Melitus, Endocrinology and Metabolism, Harrison’s Principles of Internal Medicine, 2001, 15th edition vol 2, International medicine, Brawnwald, Fauci, Kasper, Hauser, longo, Jameson p.2109-36
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
3. Standard of medical care Diabetes 2008, American diabetes
association Diabetes
Care, Vol 31, supp 1, jan 2008. 4.
Viles-Gonzalez JF, Fuster V, Badimon JJ, Atherombosis: A widespread disease with unpredictable & life-threatening consequences European Heart Journal 2004 25(14):1197-07
5. Kannel WB, Mc Gee DL, Update on some epidemiologic features of intermittent claudication: the Framingham study. J Am Geriatr Soc 1995; 33;13-8 6. Murabito JM, D’Agustino RB, Silbershatz H, Wilson WF, intermitten claudication: a risk profile from the Framingham Heart Study. Circulation 96: 44-49, 1997 7. Waspadji S, Guan H, Liu ZM, Cheng SW-K, Rhee SY, Palmers P, et al. Multicountry study on the prevalence and clinical features of peripheral arterial disease in asian type 2 diabetes patients at hihg risk of atherosclerosis. Diabetes Research and Clinical Practice. 2006;76(2007):82-92. 8. Al Zahrani HA, Al Bar HM, Bahnassi A, The distribution of peripheral arterial disease in a defined population of elderly high risk Saudi patients. Int Angiol 11:218-229,1992 9. Stoyioglou A, Jaff MR. Medical Treatment Of Pheriperal Arterial Disease : a Comprehensive Review. J Vasc Interv Radiol Review Article. 2004;15:1197-207. 10. Almahameed A. Peripheral Arterial Disease : Recognition and Medical Management. Cheleveland Clinic Journal Of Medicine. 2006;73:621-38. 11. Ouriel K. Peripheral arterial disease. 2001 oct 13 358. The Lancet :1257. 12. Hirsch AT, Hiatt WR, Committe PS. PAD awareness, risk, and treatment : new resources for survival-the USA Partners program. Vascular Medicine. 2001;6:9-12 13. Joshua A, Beckman, Mark A, Creager, Libby P. Diabetes and Atherosclerosis Epidemiologi, Pathophysiology, and Management, JAMA. 2002;287:2570-2581. 14. Beckman JA, Creager MA, Libby P: Diabetes and atherosclerosis, Epidemiologi, pathophysiology, and management, JAMA, 2002; 287: 2570-2581. 15. Coggins M, Lindner J, Rattigan S, Fasy E, Kaul S, Barret E, Physiologic hyperinsulinemia enhances human skleletal muscle perfusion by capillary recruitment 2001; Diabetes 50: 2682-2690 16. Tsao PS, Wang BY, Buitrago R, Jhon Y, Shyy J, Cooke JP: Nitric Oxide Regulates monocyte chemotactic protein 1, .1997 circulation 96,934-940 17. Geng YJ, Libby P, Progression of atheroma a struggle between death and procreaton; 2002; Arteriorsclerthrombo.vasc boil.22;1370-80. 18. Schneider DL, Sobel BE, Jhonstone MT, Veves A, Ads. Totowa, NJ, Diabetes and thrombosis, In Diabetes and Cardiovascular Disease. Humana Press, 2001
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
19. Verma S. Patophysiology of atherosclerosis.
Canadian Cardiovascular Society
Consensus Confrence Peripheral Arterial Disease. Canada; 2005 20. Hiatt WR. Medical Treatment Of Peripheral Arterial Disease and Clauditation The New England Journal Of Medicine. 2001;344:1608-21. 21. Hooi JD, Kester ADM, Stoffers HEJH, Overdijk MM, Ree JWV, Knottnerus JA. Incidence of and Risk Factors for asymptomatic peripheral arterial occlusive disease : a longitudinal study. American Journal Epidemiologi. 2001;153:666-72. 22. Collins TC, Petersen J, Suarez-Almazor M, Ashton CM. Ethnicity and peripheral arterial disease. Original Article. 2005;80:48-54. 23. Chen SY, Wu Y-t, Wang S-S. Derelationship Between Exercise Performance and Peripheral Circulation in Patients With Peripheral Arterial Occlusive Disease. Angiology. 2001;52:253-8. 24. Sheehan P. Peripheral arterial Disease in people with diabetes: consensus statement recommends screening In Clinical Diabetes. 2004;22:179-80. 25. Meijer WT, Hoes AW, Rutgers D, Bots ML, Hofman A, Grobbee DE. Arteriosclerosis, Thrombosis and Vascular Biology. American Hearth Association. 2007;18:185-92. 26. Kugler C, Rudofsky G. The Role of Comorbidity Burden for Patients with Symptomatic
Peripheral
Arterial
Disease
(PAD).
International
angiology.
2003;22:290-301. 27. Meijer WT, Hoes AW, Rutgers D, Bots ML, Hofman A, Grobbee DE. Arteriosclerosis, Thrombosis and Vascular Biology. American Hearth Association. 2007;18:185-92. 28. Eason SL, Petersen NJ, Suarez-Almazor M, Davis B, Collins TC. Diabetes Mellitus, Smooking, and the Risk for Asymptomatic Peripheral Arterial Disease : Whom Should We Screen? JABFP. 2005;18:355-61. 29. Asgeirsdottir LP, Agnarsson U, Jonsson GS. Lower Extremity Blood Flow in Healthy men : effect of smooking, Cholesterol and Physical activity-A Doppler Study Angiology. 2001;52:437-45. 30. Teo KK. Risk Factor for peripheral arterial disease traditional and emerging, lifestyle modification and evidence for symptom relief. Canadian Cardiovascular Society Consensus Confrence Peripheral Arterial Disease. 2005. 31. Lysen S, Joseph D. The clinical presentation of peripheral arterial disease and guidance for early recognition in Clevelan clinical Journal of Medicine. 2006;73 (4):15-21.
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
32. Bart E, Paul G, Sheehan P. Peripheral arterial disease; Clinical Assessment and indicators for Revasculartization in the patient with diabetes. Current Diabetes Reports. 2005;5:24-9. 33. McGee S, Boyko E. Physical examination and chronic lower- extremity Ischemic A critical riview. Arch Intern Med. 1998;158:1357 34. Lamina C, Meisinger C, Heid IM, Rantner B, Doring A, Lowel H, et al. Ankle-Brachial Index and Peripheral Arterial Disease. Gesundheitswesen. 2005;67:557-61. 35. Rousin A, Screening and Diagnostic Techniques for peripheral arterial disease, CCS 2005 peripheral arterial arterial disease concensus document CC Final Pre CJC Pub, Canadian Cardiovascular Society Consensus Confrence Peripheral arterial disease 7:29-45 36. Tzou W.S, Mohler ER, Peripheral arterial Disease: Diagnosis and Medical Management, Hospital Physician, July 2006:17-25 37. Lamina C, Meisinger C, Heid IM, Rantner B, Doring A, Lowel H, et al. Ankle-Brachial Index and Peripheral Arterial Disease. Gesundheitswesen. 2005;67:557-61. 38. Garcia LA. Epidemiologi and Pathophysiology of low ext PAD. 2006;13 (suppl II):II-3II-9. J. Endovasc ther 2006:113. 39. Anand SS. The medical treatment of patient with Peripheral arterial disease sction 8. 40. Poredos P, Golob M, Jensterle M. Interrelationship between Peripheral arterial occlusive disease, carotid atherosclerosis and flow mediated dilation of the brachial artery. International angiology. 2003;22:83-7. 41. Hirsch AT, Duprez D. The potential role of angiotensin-converting engine inhibition in peripheral arterial disease. Vascular Medicine. 2003;8:273-8. 42. Trautner C, Haastert B, Giani G, Berger M. Amputation and Diabetes mellitus A case control study. Diabet Med 2002;19:35-40. 43. Hirsch A, Criqui M, Jacobson D, Regensteiner J, Greger M, Olin J, et al. Peripheral arterial disease detection, awareness and treatment in Primary Care. JAMA 2001;286:1317-24. 44. Sastroasmoro S, Ismael S: Dasar dasar metodologi penelitian klinis edisi 2 CV Agung Seto Jakarta 2002 hal 384. 45. Mengunnegoro H, Amin M, Yunus F, Abdullah A, et al, PPOK pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia, Tim kelompok kerja PPOK perhimpunan dokter paru Indonesia.
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
46. Paulose-Ram, Gu Q, Eberhardt M, Gregg E, et al, Lower Extremity Disease Among Person aged ≥ 40 years with and without diabetes mellitus MMWR Morbidity and mortality Weekly report; Nov 18, 2005; proquest medical library 47. Mengunnegoro H, Amin M, Yunus F, Abdullah A, et al, PPOK pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia, Tim kelompok kerja PPOK perhimpunan dokter paru Indonesia. 48. Stoffers HE, Rinkens PE, Kester ADM, Kaiser V, Knottnerus, 1996, The Prevalence of
asymptomatic
and
unrecognized
peripheral
arterial
occlusive
Disease,
International Journal of Epidemiological Association, Vol 25. 2. 49. Hirsch AT, Criqui MH, Treat-Jacobson D, Regensteiner JG, Creager MA, Olin JW, et al, Peripheral arterial disease detection, awareness , and treatment in primary care. JAMA 2001, 286(11); 1317-24 50. Hirsch AT, Hiatt WR, PAD awareness, risk, and treatment:2001, New resources for survival – the USA PARTNERS program, Vascular Medicine 2001; 6 (suppl 1) 9-12 51. Tseng CH, Prevalence and risk factor of peripheral arterial obstructive disease in Taiwanese type 2 Diabbetic patients. 52. R Paulose-Ram; Q Gu; M Eberhardt; Greg; et al, Lower extremity Disease among person aged > = 40 years with and without diabetes mellitus MMWR. Morbidity and mortality weekly report; Nov 18, 2005; 54,45:1158 53. UUsitupa, Niskanen LK, Silitonen O, et al. 5 year incidence of atherosclerotic vascular disease in relation to general risk factors, insulin level, and abnormalities in lipoprotein composition in non –insulin dependent diabetic and nondiabetic subjects. Circulation 1990: 82: 27-36. 54. Kusmana D, Track your plaque; your vessel is your age, Common soils in atherosclerosis, the base prevention and intervention, Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:1-7 55. Kannel WB, McGee DL. Update on some epidemiologic features of intermittent claudication : the Framingham Study. J Am Geriatr Soc. 1985; 33:13-18
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008
Bistok Sihombing : Prevalensi Penyakit Arteri Perifer Pada Populasi Penyakit Diabetes Melitus di Puskesmas…, 2008 USU e-Repository © 2008