Prestasi Vol. 9 No. 1 - Juni 2012
ISSN 1411 - 1497
Insentif Bagi Petani pemilik Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LPPB) adalah Suatu Keharusan ,Sebagai Wujud Kebijakan dan Komitmen Negara Terhadap Kebutuhan dan Ketahanan Pangan Bangsa Oleh: Edhy Sutanto Kusumosudjono STIE Bank BPD Jateng Abstrak Pangan merupakan Hak Azasi Manusia , sehingga ketahanan pangan menuju kedaulatan pangan bangsa Indonesia selain memenuhi hak azasi warganya juga merupakan matrtabat dan harga diri bangsa. Apabila negara tidak mampu menyediakan pangan yang cukup bagi rakyatnya, maka akan timbul keresahan sosial yang pada akhirnya akan mengganggu “kestabilan ekonomi dan politik” Negara. Pemerintah mentargetkan ( kuantitatif) ,produksi pangan utama yang hendak dicapai antara lain sasaran Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LPPB) seluas 15 juta hektar untuk menjamin ketersediaan bahan pangan masarakat. Padahal jumlah sawah nasional untuk mendukung ketersediaan pangan secara nasional hanya 7,7 juta ha (2002) dan ternyata sekarang telah menyusut menjadi 6,7 juta ha yang disebabkan disebabkan oleh "konversi lahan pertanian menjadi non pertanian mencapai 110.000 hektar per tahunnya”,namun Badan Penelitian Tanah dan Agroklimat - Bogor mengatakan, laju konversi lahan sawah sekarang telah mencapai 141.000 ha/tahun. Pengalaman pahit yang dialami petani pangan adalah : kesulitan untuk mendapatkan air,bibit,pupuk,obat-obatan,modal ,kesemuanya berdampak pada produksi pangan dan ketahanan pangan bangsa. Menjaga luas LPPB merupakan prioritas pertama sebagai awal menjaga ketahanan pangan , selanjutnya Pemerintah agar menjamin factor-faktor produksi ,hal ini sebagai insentif petani dan sebagai kebijakan politik ekonomi. Secara teoritis kebutuhan pangan bangsa cukup untuk dipenuhi produksi dalam negeri, namun kenyataannya pemerintah selalu mengimpor beras, tahun 2011: 2,7 juta ton dan tahun 2012: 500 ribu ton (Maret 2012) .Bila hal ini dilakukan terus menerus sebagai kebijakan maka kedaulatan pangan tak akan terwujud dan harga serta martabat bangsa semakin melorot. Kata kunci : kedaulatan pangan,petani pangan,LPPB,insentif ,kebijakan pemerintah. LATAR BELAKANG Pangan merupakan Hak Azasi bagi setiap manusia dimuka bumi ini, begitu juga ketahanan pangan menuju kedaulatan pangan bagi bangsa Indonesia selain memenuhi hak azasi bagi warganya namun juga merupakan matrtabat dan harga diri bangsa.Presiden Pertama Republik Indonesia Bung Karno pernah
4
Prestasi Vol. 9 No. 1 - Juni 2012
ISSN 1411 - 1497
menyampaikan pidatonya tentang pangan dan menyadari betapa pentingnya ketahanan pangan bangsa bagi kelangsungan hidup bangsanya, yang diamanatkan pada tanggal 27 April 1952 di Fakultas Pertanian , Universitas Indonesia di Bogor (sekarang telah menjadi Institut Pertanian Bogor/IPB) berucap : “……… apa yang hendak saya katakan itu, adalah amat penting, bahkan mengenai soal mati-hidupnya bangsa kita dikemudian hari……. Oleh karena itu,soal yang hendak saya bicarakan itu mengenai soal persediaan makanan rakyat “. Dari sebagian pidato tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila negara tidak mampu menyediakan pangan yang cukup bagi rakyatnya, maka akan timbul keresahan sosial yang pada akhirnya akan mengganggu “kestabilan ekonomi dan politik” bangsa dan Negara Perlu diketahui bahwa kondisi bangsa saat itu adalah: 1. Jumlah penduduk Indonesia sebanyak 75 juta jiwa dan 2. Konsumsi beras perkapita pertahun 86 kg atau setara dengan 1.712 kkal/hari, 3. Kebutuhan beras dalam negeri mencapai 6,45 juta ton (1960), 4. Produksi beras nasional hanya mencapai 5,5 juta ton, 5. Maka terjadi defisit beras sebesar 0,95 juta ton (15% dari kebutuhan). Selain itu Bung Karno memperkirakan pada 10 tahun yad (1962) : 1. Apabila penduduk Indonesia bertambah menjadi 83 juta jiwa , 2. Asumsi konsumsi beras tetap ( 86 kg/kapita/tahun) atau setara dengan tingkat konsumsi energy 1.712 kkal/kapita/ hari) dan 3. Kemampuan produksi dalam negeri juga tetap ( 5,5 juta ton/tahun), 4. Maka kebutuhan impor beras akan meningkat menjadi 2,2 juta ton, 5. Apabila konsumsi energy harus dipenuhi sesuai dengan standar kecukupan (2.250 kkal/hari/orang), 6. Maka kebutuhan impor akan naik menjadi 6,3 juta ton atau 50% kebutuhan beras dalam negeri dipenuhi dari impor. Kondisi seperti tersebut diatas apabila terjadi maka Bung Karno mengatakankan : “ rakyat akan kelaparan, kocar-kacir dan menyedihkan secara permanen kuadrat “ . Dalam kalimatnya menegaskan : “…… bahwa kita sekarang ini menghadapi hari kemudian yang amat ngeri, bahkan suatu todongan pistol: mau hidup atau mau mati…….” Apakah kondisi “ todongan pistol ” saat ini masih relevan, sehingga apabila kemampuan memproduksi beras dalam negeri lemah dan devisa negara untuk impor atau Hutang Luar Negeri untuk impor tidak ada, maka rata-rata konsumsi energy perkapita akan menjadi 1.547 kkal/hari . Pada tingkat konsumsi energy seperti itu maka orang tidak akan dapat hidup sehat apalagi produktif. Demikianlah perkiraan dan kepedulian “Pemimpin” tentang pangan nasional atau kemandirian pangan. Sekarang (tahun 2012), kondisi Bangsa Indonesia sebagai berikut :
5
Prestasi Vol. 9 No. 1 - Juni 2012
ISSN 1411 - 1497
1. Penduduk Indonesia bertambah menjadi 259,940 juta jiwa (BKKBN 2012) 2. Konsumsi beras /kapita/tahun : 113,48 kg/kapita/tahun (BPS Okt 2011) dan 3. Kemampuan produksi beras dalam negeri 40,99 juta ton/tahun, (ARAM III ,2011) 4. Kebutuhan beras nasional 29,49 juta ton (2012). 5. Walaupun secara teoritis kebutuhan beras tercukupi dari produksi dalam negeri, namun pada kenyataanya pemerintah selalu impor beras yaitu data impor beras pada tahun 2011: 2,7 juta ton dan pada tahun 2012: 500 ribu ton (Maret 2012) Selain dari pada itu, Pemerintah mentargetkan secara kuantitaif, produksi pangan utama yang hendak dicapai dalam Strategi Revitalisasi Pertanian, antara lain sasaran sawah abadi atau sekarang bernama Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LPPB) seluas 15 juta hektar untuk menjamin ketersediaan bahan pangan utama dan surplus produksi 10 juta ton, namun sampai saat ini belum jelas aktivitas dan hasilnya. Padahal jumlah sawah secara nasional untuk mendukung ketersediaan pangan utama secara nasional seluas 7,7 juta ha (2002) , ternyata sekarang telah menyusut menjadi 6,7 juta ha. Hal ini disebabkan antara lain " konversi lahan pertanian menjadi non pertanian mencapai 110.000 hektar per tahunnya ”. Namun menurut Badan Penelitian Tanah dan Agroklimat - Bogor menginformasikan bahwa laju konversi lahan sawah sekarang telah mencapai 141.000 ha/tahun , suatu angka yang sangat mengkawatirkan. Kondisi tersebut diatas, apabila tidak ada konversi lahan saja ( status quo) dengan semakin bertambahnya penduduk ,maka untuk mencapai surplus 10 juta ton saja, diperlukan penambahan lahan yang sudah ada sekarang harus plus 4 juta ha sawah dengan catatan produktivitas gabah yang dihasilkan mencapai 5 ton per hektar. Suatu contoh di Jawa Tengah saja, lahan pertanian pangan yang semula seluas 2 juta ha , kini tahun 2012 tersisa 1,7 juta ha dan sedikitnya 300.000 ha lahan pertanian pangan produktif atau sawah beralih fungsi ke non pangan seperti menjadi perumahan, pabrik, dan peruntukan lain.Target produksi pangan pada tahun 2011 sebanyak 2,9 juta ton , ternyata hanya tercapai 2,6 juta ton. Padahal target produksi Jawa Tengah tahun 2012 menjadi 3,1 juta ton dan Jawa Tengah pada umumnya menyumbang pangan nasional minimal 16 %. Selain dari itu, Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), tahun 2012 menyatakan : 1. Bahwa sekurang-kuarangnya terdapat 925 juta orang kelaparan dan tidur dalam kondisi perut lapar atau, 2. Di dunia saat ini (2012) terdapat satu orang dari tujuh orang kekurangan pangan setiap hari dan atau FAO pada tahun 2010 menyatakan bahwa 98% atau 906,5 juta penduduk dunia yang kekurangan pangan adalah warga negara yang tinggal di Negara Sedang Berkembang (NSB),
6
Prestasi Vol. 9 No. 1 - Juni 2012
ISSN 1411 - 1497
3. Dari jumlah tersebut dua pertiga diantaranya berada di tujuh negara yaitu : Bangladesh, China, Republik Demokratik Kongo, Ethiopia, India, Pakistan dan Indonesia , 4. WHO menginformasikan bahwa penduduk dunia yang tingkat pendapatannya kurang dari 2 (dua) US$/hari (Rp 18.000,-/hari atau Rp 540.000,-/bulan ) membuat kondisi kesehatan dan tingkat pendidikan keluarga jauh dari kecukupan. Menurut Luthfi Fatah (2006), total penduduk Indonesia yang berada dalam kondisi rawan pangan ( food insecure ) adalah 32 juta jiwa dan populasi masyaakat Indonesia memiliki pangsa konsumsi pangan yang tinggi yaitu 70% atau lebih pengeluaran masyarakat hanya untuk keperluan konsumsi pangan. Pengalaman masalalu yang dialami para petani pangan dan ternyata sampai saat ini masih dialaminya yaitu meliputi : 1. Kesulitan petani dalam mendapatkan pasokan air dari air irigasi yang dibuat pemerintah karena banyaknya saluran irigasi yang rusak serta menurunnya daya dukung bendungan yang ada karena lemahnya perawatan. 2. Kesulitan petani dalam mendapatkan bibit, pupuk maupun obat2an yang sekarang lebih banyak didominasi oleh pemodal sebagai produksi perusahaan seperti antara lain Mosanto seagai produsen bibit, Bayer sebagai produsen obat2an dan banyak sekali pengusaha pupuk yang menguasai kebutuhan petani yang harganya setiap tahun akan naik sedangkan produktivitas petani kenaikkannya sangat landai bahkan cenderung mendatar sehingga menyebabkan profit margin petani semakin kecil atau mendekati titik impas , hal ini bisa dilihat dari nilai tukar petani (NTP) yang setiap tahun hanya bergerak disekitar 103-105 %. 3. Kesulitan petani dalam mendapatkan akses permodalan guna membiayai usaha taninya maupun membiaya kehidupannya selama menunggu panen (cost of living), yang dahulu sering disebut sebagai kredit usaha tani (KUT). 4. Kesulitan petani atau keterbatasan petani dalam mendapatkan informasi pasar maupun lemahnya posisi tawar petani dalam menjual hasil produksinya. 5. Kemudahan dan kecepatan pemerintah dalam mengambil keputusan tanpa diperhitungkan masak-masak dalam mengimpor bahan pangan terutama beras yang berdampak nyata dalam degradasi kehidupan dan kesejahteraan petani PERMASALAHAN Oleh karena persoalan ketahanan pangan masih menjadi persoalan yang serius bagi bangsa dan Negara, sehingga terdapat empat permasalahan penting yaitu: 1. Sudah cukupkah persediaan pangan utama masyarakat dari tahun ketahun dari produksi dalam negeri yang dihasilkan oleh petani kita ? 2. Apabila produksi pangan dalam negeri belum dapat memenuhi kebutuhan
7
Prestasi Vol. 9 No. 1 - Juni 2012
ISSN 1411 - 1497
pangan nasional, bagaimana cara menghasilkan dan menjamin ketersediaan pangan utama bagi masyarakat atau bangsa Indonesia, melalui produksi pangan dalam negeri atau pangan nasional ? 3. Bagaimana cara menghentikan alih fungsi lahan pertanian pangan, yang semakin hari semakin luas ? Padahal membuka lahan sawah baru selain sulit juga membutuhkan waktu lama dan biaya semakin mahal. 4. Petani sebagai produsen sekaligus juga sebagai konsumen, bagaimana cara melindungi mereka ? LANDASAN TEORI 1. Fungsi Produksi Fungsi Produksi menunjukkan sifat hubungan antara factor-faktor produksi dan tingkay produksi yang dihasilkan. Faktor-faktor produksi pada umumnya disebut sebagai input dan jumlah produksi yang dihasilkan pada umumnya disebut sebagai output.. Fungsi Produksi selalu dinyatakan dalam rumus sebagai berikut : Q= f ( C,L,R,T), Dimana ;
C (Capital) adalah jumlah modal yang dipergunakan L (Labour) adalah jumlah tenaga kerja yang dipergunakan R (Resources) adalah kekayaan alam yang dipergunakan dan T (Technologi) adalah tingkat teknologi yang dpergunakan, sedangkan Q (Quantity) adalah jumlah produksi yang dihasilkan yang disebabkan oleh berbagai factor-faktor produksi yang dipergunakan.
Dengan adanya LPPB diharapkan pemerintah memberikan kemudahan akses permodalan yang dibutuhkan oelh petani maupun kelompok tani pemilik Lahan sebagaimana yang pernah dilakukan pada Era Orde Baru yang disebut dengan Kredit Usaha Tani (KUT) bedasarkan pengajuan RDK (Rencana Definitif Kelompok) dan RDKK (Rencena Definitif Kebutuhan Kelompok). Sedangkan Tenaga Kerja yang dibutuhkan dalam mengeloh dan mengelola LPPB adalah para petani yang tergabung dalam kelompok tani petani pangan. Sedangkan sarana pendukung yang berasal dari sumber daya alam adalah jaminan lahan untuk memperoleh pasokan air kebutuhan menanam padi sebagai jaminan suksesnya produksi padi yang akan dihasilkan sebagai salah satu insentif yang diberikan pemerintah melalui dinas pengairan. Sedangkan teknologi yang dipergunakan sepenuhnya menjadi tugas Departemen Pertanian melalui Petugas Pertanian Lapangan (PPL) .
8
Prestasi Vol. 9 No. 1 - Juni 2012
ISSN 1411 - 1497
2. Diagnose Ekonomi Politik Menurut Bustanul Arifin (2007) ,berbagai cara untuk melakukan “diagnose ekonomi politik” . Kerangka dalam diagnose ekonomi politik pada umumnya dipengaruhi oleh mazhab yang dianutnya ( school of thoughts ). Salah satu diagnose menggunakan 3 (tiga) indicator utama pada politik ekonomi yaitu : a. Collective actions yaitu ikhtiar bersama yang merujuk kepada sejauh mana proses pembangunan ekonomi melibatkan interaksi seluruh actor yang terlibat dalam pembangunan ekonomi. Keberhasilan collection action tergantung dari kualitas kinerja governance dari masing-masing actor yaitu :1) kelompok masyarakat pebisnis, 2) masyarakat politisi dan 3) masyarakat madani. Bagi negara yang memiliki Struktur Governance yang baik, peran seluruh actor menjadi sangat setara dan seimbang, sehingga tidak ada yang merasa paling dominan atau sebaliknya. Tidaklah berlebihan kiranya Collection Actions seperti tersebut diatas menjadi satu indicator proses demokratisasi dalam kebijakan ekonomi, b. Institutions atau kelembagaan yaitu suatu norma,system nilai,konvensi, atau aturan main baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis namun disepakati oleh kalangan masyarakat. Relevansi pilar kelembagaan adalah dalam suatu kepentingan ekonomi serta kredibilitas komitmen pemerintahan.Dalam hal ini ,indikator kelembagaan termasuk cara masyarakat politik dalam memperoleh dan mempertahankan kekuasaan yang dimiliki untuk mengusulkan atau menyetujui perubahan kebijakan, c. Political Market Imperfection atau Ketidaksempurnaan Pasar Politik adalah pasar politik yang tidak lain dan tidak bukan adalah merujuk pada system pemilihan umum atau rekruitmen politik para pejabat public. Kepedulian para ahli ekonomi politik yang menjadi determinan utama tingkat ketidaksempurnaan pasar politik. Apabila rakyat banyak sebagai pemilih atau pemberi suara dalam system ekonomi politik tidak memiliki informasi tentang komitmen atau program yang ditawarkan seorang pemimpin, rakyat dikatakan turut berkontribusi bagi ketidaksempurnaan pasar politik. Demikian pula ,unsur kredibilitas seorang calon pemimpin menjadi sangat penting, terutama menyangkut karakter pribadi dan kelompok, kinerjanya ( track record) sebelum atau selama menjadi pejabat public, serta tingkat kredibilitasnya dalam menyampaikan dan mewujudkan janji-janjinya selama kampanye politik. Variabel pemilihan umum seharusnya adalah jujur, adil , langsung, umum, bebas dan rahasia. Mazhab ekonomi politik tersebut diatas cukup meyakinkan guna mencapai keseimbangan atau kerjasama yang saling menguntungkan antara yang dipilih dan yang memilih. Apabila konstituen menginginkan pembangunan berpihak terhadap sector pangan dan pertanian, maka para politisi atau perumus kebijakan mutlak untuk memperjuangkannya. Alasan yang rational adalah politisi masih ingin dihormati rakyatnya dan terpilih kembali dalam pemilihan umum yang akan datang atau selanjutnya, yang itu merupakan “ skema kontrak sosial yang lebih beradab ”. Hasilnya
9
Prestasi Vol. 9 No. 1 - Juni 2012
ISSN 1411 - 1497
sangat tergantung dari “kelembagaan” atau aturan main yang telah disepakati atau Konstitusi berwujud Undang-undang Negara dalam konteks yang lebih luas.
3. Agribisnis. Salah satu penemu konsep ini adalah Dr Ray A Godberg dari Harvard University, yang juga dikenal dalam West Point of Capitalism . Konsep agribisnis adalah suatu konsep tentang system yang didalamnya mengandung lebih dari satu unsur yang terkait. Oleh karena itu dalam pendekatan agribisnis pertanian merupakan pendekatan totalitas dari semua sub-sistem agribisnis. Sedangkan sub-sistem dalam agribisnis meliputi : sub-sistem agro-input, sub-sistem agro-output,subsistem agro-prosessing dan sub-sistem agro-marketing, kesemuanya dapat digambarkan sebagai berikut: sub-sistem agroinput
sub-sistem agrooutput
sub-sistem agroprosessing
sub-sistem agromarketing
Sub system Agro input dan sub system agro output merupakan kegiatan ditingkat on farm, sedangkan susb system agro prosessing dan sub system agro marketing merupakan kegiatan off farm. Untuk melihat keberhasilan investasi agribisnis,diperlukan system perencanaan investasi yang sistematis,terutama dengan memperhatikan factor input maupun output yang akan dihasilkan, seperti diagram dibawah ini; Diagram input -output system perencanaan investasi produk agribisnis adalah sebagai berikut :
( Sumber : Edhy Sutanto ,2005)
Sedangkan tingkat keberhasilan sector agribisnis perlu mendapatkan
10
dukungan
Prestasi Vol. 9 No. 1 - Juni 2012
ISSN 1411 - 1497
dari berbagai elemen seperti terlihat dalam diagram dibawah ini yang menggambarkan diagram Lingkar Sebab Akibat Sistem Perencanaan Investasi Produk Agroindustri. Diagram Lingkar Sebab Akibat Perencanaan Investasi Produk Agrobisnis:
(Sumber : Edhy Sutanto ,2005)
PEMBAHASAN Dari permasalah diatas dapat dibahas sebagai berikut: 1.
Menurut HS Dillon ( 2004) ,akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan maka penduduk miskin Indonesia melonjak menjadi 80 juta orang dengan kondisi realita kedaan pertanian Indonesia adalah :a) lebih dari 70% pendududk kita hidup diperdesaan, b) hampir 50% dari total angkatan kerja nasional menggantungkan nasibnya bekerja di sector pertanian, c) sekitar 80% rakyat kita hanya mengenyam pendidikan formal paling tinggi 6 tahun (tingkat sekolah dasar).
2.
Indonesia sebagai negara agraris , maka peran Pertanian sangat diharapkan untuk :a) mencukupi kebutuhan pangan dalam negeri, b) penyediaan lapangan kerja dan berusaha, c) penyediaan bahan baku untuk industry, d) sebagai penghasil devisa Negara.
3.
Problem menjaga luas lahan pertanian pangan berkelanjutan (LPPB) adalah menjadi prioritas pertama untuk menjaga potensi lahan nasional , maka masalah selanjutnya adalah terjaminnya akses factor-faktor produksi bagai LPPB menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam mewujudkan ketersediaan pangan utama untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional
4.
Beberapa bukti ketangguhan sector pertanian, pada saat krisisi ekonomi
11
Prestasi Vol. 9 No. 1 - Juni 2012
ISSN 1411 - 1497
(1997-1998) , sector industry, perdagang dan jasa :minus 12,4% ,minus 21,4% dan minus 5,7 %, namun kenyataan sector pertanian masih surplus 0,26%. 5.
Paradigma yang menganggap Perdesaan sebagai sumber permasalahan dan menjadi beban Negara hendaknya segera dihapuskan sebab Perdesan merupakan potensi agraris yang seharusnya dikelola dengan baik dan berorientasi kepada nilai tambah (system agribisnis) dan SDM petani hendaknya dilatih untuk meningkatkan kemampuannya dibidang agribisnis. 6. Ketidakcermatan pemerintah dalam memposisikan desa dalam perspektif pembangunan ,maka desa denga segala atribut yang ada didalamnya terkesan menjadi sumber kemiskinan, kebodohan dan konflik sosial. 7. Untuk mewujudkan semangat keberpihakan kebijakan terhadap pangan dan pertanian, penelususuran lebih dalam tentang interaksi antara pasar, Negara, pelaku politik dan actor ekonomi, terutama dalam bidang pangan dan pertanian lebih jelas dan relevan dibandingkan dengan seni permainan politik dalam suatu system kontrak sosial atau pemilihan umum sendiri. 8. Dalam teori ekonomi politik modern, bekerjanya system ekonomi dan proses politik bagaikan 2 (dua) sisi dari mata uang sehingga disiplin ilmu ekonomi dan ilmu politik tidak dapat dipisahkan begitu saja. 9. Pasar , agar tetap diatur dalam system kekuatan kelembagaan yang bernama Negara. Bahkan negara dapat mendikte tingkat suplai uang,system accounting dalam pertukaran yang saat ini dianggap paling efisien. Demikian juga masyarakat bukan hanya kelompok produsen dan konsumen suatu system perekonomian, tetapi juga mereka merupakan warga Negara yang dengan kekuatan tertentu tidak hanya dapat mengatur pasar, akan tetapi dapat pula mengambil alih secara langsung sumber daya yang dialokasikan oleh atau dalam system pasar. Dipihak lain,apapun bentuk institusi negara, hukum-hukum yang mengatur kekuatan pasar tidak dapat dibatalkan artinya kekuatan suplai dan demand tetap dapat beroperasi,apapun budaya,etnis,ideology dan system politik yang dianutnya. Maksudnya hampir tidak mungkin membuat prediksi suatu outcome dari system pasar tanpa membuat prediksi respon politik yang dapat saja menghasilkan outcome alternative yang berbeda. 10. Sebelum memutuskan kebijakan impor beras, sebaiknya pemerintah melakukan langkah-langkah sebagai berikut: a). Pemerintah harus mengoptimalkan produktivitas lahan, b).Pemerintah wajib melakukan mengevaluasi kondisi lahan pertanian pangan baik dari segi luas lahan (kuantitas) maupun kualitasnya,c). Pemerintah hendaknya mengendalikan Laju konversi lahan pertanian pangan untuk beralih fungsi ke non pertanian sebab upaya pemerintah mencetak sawah-sawah baru lebih sulit dan lebih lambat daripada mempertahankan lahan petanian, d). Hendaknya Pemerintah dalam menentukan Harga pembelian pemerintah (HPP) yang masih rendah, perlu dicermati lebih mendalam yang membuat petani
12
Prestasi Vol. 9 No. 1 - Juni 2012
ISSN 1411 - 1497
banyak merugi.,walaupun terdapat inpres no 10 tahun 2011 yang memberikan kewenangan Bulog melakukan subsidi harga, namun tetap saja serapan Bulog masih rendah, atau Pemerintah hendaknya mampu mengendalikan harga beras, sehingga harga beras tidak dikendalikan para spekulan beras. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Kebijakan pemerintah dalam membuat UU LPPB sebagai langkah yang tepat untuk menyelamatkan lahan pertanian pangan yang semakin hari cepat berubah dan beralih fungsi menjadi lahan non pangan dengan segala pertimbangannya akan berdampak negative terhadap ketahanan pangan nasional, 2. Menjamin dan memberikan kemudahan akses bagi petani yang memiliki LPPB untuk mendapatkan factor-faktor produksi guna menjamin produksi pangan nasional terutama beras merupakan kewajiban yang harus dilakukan pemerintah untuk melindungi kebutuhan pangan bangsa dan melindungi keluarga petani pangan 3. Perdesaan seharusnya bisa dilihat sebagai potensi dan bukan sebagai sumber masalah untuk membangun Negara. 4. Kemiskinan, kebodohan, kurang tertatanya pemerintahan desa dan konflik sosial adalah mencerminkan kelemahan negara dalam memberdayakan masyarakat desa. 5. Hendaknya pemerintah tetap berperan dan sebagai pengendali apabila terjadi ketidak adilan dalam pasar. DAFTAR PUSTAKA Bulog Merencanakan Impor Beras sampai 400.000 ton. Agroindonesia, 11Februari 2004. http://www.agroindonesia.com/agnews/ind/2004/Februari/11%20 Februari/%2023.html. Bulog Belum Berencana Impor Beras. Tempointeractive, 19 Mei 2. 2004. http://www.tempointeractive.com/hg/eksbis/2004/05/19/brk,2004051911,id.html. 3. _ Ketika Angin Timur Mengeringkan Lembata. Kompas, 19 March 2005. 4. ______Undang-undang RI Nomor 7 tahun 1996 Tentang Pangan; 5. ______Undang-undang RI Nomor 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan; Permentan Nomor 51/Permentan /OT.140/10/2008 Syarat dan Tatacara Pendaftaran Pangan Segar 6.______PP-RI Nomor 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen; 1.
13
Prestasi Vol. 9 No. 1 - Juni 2012
ISSN 1411 - 1497
7. __ ____Permenkes Nomor 329/Menkes/Per/XII/76 Tentang Produksi dan Peredaran Makanan; Undang-undang RI Nomor 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan 8._______Peraturan Menteri Nomor 51/Permentan/OT.140/10/2008 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pangan Segar Asal Tumbuhan Peraturan Pemerintah RI Nomor 69 tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan; 9. _______Peraturan Menteri Pertanian No.27/Permentan/ PP.340/5/2009 tentang Pengawasan Keamanan Pangan terhadap Pemasukan dan Pengeluaran Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT); 10. Achmad Suryana (2003) : Kapita Selekta,Evolusi Pemikiran Kebijakan Ketahanan Pangan.Cetakan Pertama, Penerbit BPFE - Yogyakarta. 11. Bustanul Arifin (2005) : Analisis Ekonomi: Antiklimaks Kebijakan Perberasan. Kompas, 14 March 2005. 12. Bustanul Arifin ( 2007) : Diagnosis Ekonomi Politik Pangan dan Pertanian, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta 13. Edhy Sutanto (2005) : Model Pembiayaan Alternative Bagi Pemberdayaan Usaha Mikro Agribisnis, makalah pada Program Doktor Ilmu Ekonomi, Konsentrasi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Pasca Sarjana Universitas Diponegoro 14. HS Dillon (2002 ) : Pertanian Membangun Bangsa, dalam Pertanian Mandiri, Pandangan Strategis Para Pakar untuk Kemajuan Pertanian Indonesia, Cetakan Pertama, Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta. 16. Luthfi Fatah (2006) : Dinamika Pembangunan,Pertanian dan Pedesaan,Cetakan Pertama, Penerbit Pustaka Buana,Banjar Baru . 17. Mubyarto. 1999. Reformasi Politik Ekonomi. Aditya Media, Yogyakarta. 18. Sadono Sukirno (2002) : Pengantar Teori Mikroekonomi , Cetakan Ketiga, Penerbit PT Raja Grafindo Persada , Jakarta. 19. Said Abdullah (2012) : Ketimpangan Pangan: Negara Maju vs Negara Berkembang, Kompas ,2 Mei 2012. 20. Sulistyastuti, D.R. & Faturochman. 1999. Strategi Bertahan Hidup di Tiga Wilayah,Populasi, Vol. 11(1)
14