KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK ZIMBABWE MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa di Montego Bay, Jamaika, pada tanggal 8 Pebruari 1999 Pemerintah Republik Indonesia telah menandatangani Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Zimbabwe mengenai Peningkatan dan Perlindungan atas Penanaman Modal, sebagai hasil perundingan antara Delegasi-delegasi Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Zimbabwe;
b. bahwa sehubungan dengan itu, dan sesuai dengan Amanat Presiden Republik Indonesia kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Nomor 2826/HK/1960 tanggal 22 Agustus 1960 tentang Pembuatan Perjanjian-perjanjian dengan Negara Lain, dipandang perlu untuk mengesahkan Persetujuan tersebut dengan Keputusan Presiden; Mengingat: Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 11 Undang-Undang Dasar 1945; MEMUTUSKAN: Menetapkan: KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK ZIMBABWE MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL. Pasal 1 Mengesahkan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Zimbabwe mengenai Peningkatan dan Perlindungan atas Penanaman Modal, yang telah ditandatangani Pemerintah Republik Indonesia di Montego Bay, Jamaika, pada tanggal 8 Pebruari 1999 sebagai hasil perundingan antara Delegasi-delegasi Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Zimbabwe yang salinan naskah aslinya dalam bahasa Indonesia dan Inggeris sebagaimana terlampir pada Keputusan Presiden ini. Pasal 2 *35303 Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Keputusan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakartapada tanggal 19 Mei 1999PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttdBACHARUDDIN JUSUF HABIBIE Diundangkan di Jakartapada tanggal 19 Mei 1999MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARAREPUBLIK INDONESIA ttdPROF. DR. H. MULADI, S.H. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 77 --------------------------CATATAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIADANPEMERINTAH REPUBLIK ZIMBABWE MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGANATAS PENANAMAN MODAL Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Zimbabwe (selanjutnya disebut sebagai "Para Pihak"); Mengingat persahabatan dan hubungan kerjasama yang telah terjalin antara kedua negara dan rakyatnya; Bermaksud untuk menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi penanaman modal oleh para penanam modal dari satu Pihak di wilayah Pihak lainnya yang berdasarkan kedaulatan dan keuntungan bersama; dan Mengakui pentingnya Persetujuan mengenai Peningkatan dan Perlindungan atas Penanaman Modal tersebut akan mendorong untuk merangsang kegiatan penanaman modal di kedua negara; Telah menyetujui sebagai berikut: PASAL I DEFINISI Untuk tujuan Persetujuan ini: *35304 1. Istilah "penanaman modal" diartikan sebagai segala bentuk aset yang ditanamkan oleh penanam modal dari satu Pihak di wilayah Pihak lainnya, sesuai dengan peraturan hukum dan perundang-undangan yang berlaku dari Pihak terakhir, mencakup tetapi tidak terbatas pada: a. benda bergerak dan tidak bergerak, dan hak-hak lainnya seperti mortgage, hak istimewa, dan jaminan serta hak-hak serupa lainnya;
b. hak-hak yang berasal dari penyertaan, surat berharga, atau bentuk-bentuk lainnya dari kepentingan dalam perusahaan atau usaha patungan di wilayah Pihak lain.
c. tagihan atas uang atau atas setiap pelaksanaan di bawah kontrak yang mempunyai nilai keuangan;
d. hak atas kekayaan intelektual, muhibah dan keahlian;
e. konsesi usaha yang diberikan oleh undang-undang atau berdasarkan kontrak yang berhubungan dengan penanaman modal, termasuk konsesi untuk mencari atau mengolah sumber daya alam. 2. Istilah "penanaman modal" diartikan sebagai warga negara salah satu Pihak yang menanamkan modalnya di wilayah Pihak lain, yang terdiri dari: (1) seseorang yang memiliki kewarganegaraan Para Pihak; (ii) badan hukum yang dibentuk sesuai dengan hukum yang berlaku dari para Pihak; 3. Istilah "tanpa penundaan" dianggap telah dipenuhi jika suatu transfer dilakukan dalam jangka waktu yang lazim dipersyaratkan dalam praktek keuangan internasional. 4. Istilah "wilayah" harus diartikan sebagai: a. Dalam hubungan dengan Republik Indonesia:Wilayah Republik Indonesia sebagaimana wilayah yang ditetapkan dalam perundang-undangannya.
b. Dalam hubungan dengan Republik Zimbabwe:Wilayah Republik Zimbabwe PASAL II PENINGKATAN DAN PERLINDUNGANATAS PENANAMAN MODAL 1. Masing-masing Pihak harus selalu mendorong dan menciptakan iklim yang menguntungkan bagi penanam modal dari Pihak lain untuk menanamkan modal di wilayahnya, serta mengakui penanaman modal tersebut sesuai dengan hukum dan perundangan yang berlaku. *35305 2. Penanaman modal oleh penanam modal dari salah satu Pihak harus selalu diperlakukan secara wajar dan seimbang serta harus mendapat perlindungan dan keamanan yang memadai di wilayah Pihak lain. Kedua belah Pihak tidak akan merugikan, dengan perlakuan yang tidak beralasan atau membeda-bedakan, kegiatan, pengelolaan, pemeliharaan, penggunaan, pemilikan atau pengaturan oleh para penanam modal tersebut. PASAL III KETENTUAN-KETENTUAN PERLAKUAN NEGARA SAHABAT 1. Masing-masing Pihak harus memberikan di wilayahnya penanaman modal tersebut dalam hal apapun harus tidak boleh kurang menguntungkan daripada yang diberikannya kepada para penanaman modal Negara Ketiga.
2. Jika satu Pihak telah memberikan perlakuan khusus yang menguntungkan kepada penanam modal dari Negara Ketiga berdasarkan persetujuan untuk pembentukan kesatuan kepabeanan, kesatuan ekonomi, kesatuan moneter, atau lembaga-lembaga serupa lainnya, atau berdasarkan persetujuan sementara yang mengarah pada penyatuan lembaga-lembaga tersebut, Pihak dimaksud tidak wajib memberikan perlakuan khusus kepada penanam modal dari Pihak lainnya. PASAL IV PENGAMBIL-ALIHAN Masing-masing Pihak tidak boleh melakukan tindakan pengambil-alihan, nasionalisasi, atau segala bentuk pencabutan hak milik lainnya, yang memiliki akibat yang serupa dengan nasionalisasi dan pengambil-alihan, terhadap penanaman modal dari penanam modal dari Pihak lain, kecuali sebagai berikut: (a) tindakan dilakukan untuk kepentingan hukum atau umum dan dilakukan melalui proses hukum; (b) tindakan tidak berdasarkan diskriminasi; (c) tindakan disertai dengan ketentuan pembayaran ganti rugi yang memadai dan efektif. Ganti rugi tersebut harus sesuai dengan harga pasar yang pantas tanpa penundaan sebelum tindakan pencabutan hak milik diumumkan. Harga pasar tersebut harus ditentukan sesuai dengan praktek dan metoda yang diakui secara internasional atau, jika harga pasar yang pantas tidak dapat ditetapkan, ganti rugi tersebut harus merupakan jumlah yang wajar sebagaimana disetujui bersama antara Para Pihak, dan jumlah tersebut harus dapat ditransfer secara bebas dalam mata uang yang dapat dipertukarkan dari para Pihak. PASAL V GANTI RUGI ATAS KERUGIAN 1. Penanam modal dari satu Pihak, yang penanaman modalnya *35306 di wilayah Pihak lain mengalami kerugian karena perang atau konflik bersenjata, revolusi, negara dalam keadaan darurat, pemberontakan, kerusuhan atau huru-hara di wilayah Pihak lainnya, harus diberikan perlakuan oleh Pihak tersebut terakhir berkenaan dengan restitusi, indemnifikasi, ganti rugi, atau penyelesaian lainnya. 2. Perlakuan tersebut tidak boleh kurang menguntungkan daripada yang diberikan oleh Pihak tersebut terakhir kepada penanam modal dalam negeri atau penanam modal Negara Ketiga, yang mana yang lebih menguntungkan bagi penanam modal yang bersangkutan. PASAL VI TRANSFER 1. Masing-masing Pihak harus menjamin dalam lingkup peraturan dan perundang-undangannya yang berkaitan dengan penanaman modal oleh para penanam modal dari Pihak lain tanpa penundaan, untuk melakukan transfer atas: a. laba, bunga, dividen dan penghasilan lainnya;
b. dana yang dibutuhkan: (i) untuk akusisi bahan baku atau bahan pembantu, barang setengah jadi ataupun barang jadi; (ii) untuk menggantikan aset modal guna melindungi kesinambungan penanaman modal;
c. dana tambahan yang dibutuhkan untuk pengembangan penanaman modal;
d. dana pembayaran pinjaman;
e. royalti atau uang jasa yang berhubungan dengan penanaman modal sebagaimana tercantum dalam Pasal I. I.d;
f. pendapatan perorangan;
g. hasil penjualan atau likuidasi dari penanaman modal;
h. ganti rugi atas kerugian;
i. ganti rugi atas pengambil-alihan; 2. Transfer tersebut harus berdasarkan nilai tukar yang berlaku pada saat transfer dilakukan, dengan mengacu pada transaksi berjalan dalam mata uang yang ditransfer. PASAL VII SUBROGASI *35307 Jika penanaman modal dari penanam modal salah satu Pihak diasuransikan untuk resiko non-komersil sesuai sistem hukum yang berlaku, setiap subrograsi dari penanggung atau penanggung-ulang atas hak penanam modal tersebut dengan mengacu pada istilah-istilah dari jaminan harus diakui oleh Pihak lainnya, namun demikian, penanggung atau penanggung-ulang tidak berhak untuk melakukan hak-hak selain dari hak-hak yang seharusnya dilakukan. PASAL VIIIPENYELESAIAN PERSELISIHANANTARA PENANAM MODAL DAN PIHAK 1. Setiap perselisihan antara Pihak dan Penanam Modal dari satu Pihak, mengenai penanaman modal dari Pihak yang disebut terakhir di wilayah yang disebut sebelumnya, harus diselesaikan secara damai melalui konsultasi dan negosiasi. 2. Jika perselisihan tersebut tidak dapat diselesaikan dalam waktu enam bulan sejak tanggal pemberitahuan tertulis dari salah satu pihak untuk meminta penyelesaian secara damai, perselisihan
tersebut atas permintaan penanam modal yang bersangkutan harus disampaikan kepada prosedur peradilan di Pihak yang bersangkutan atau kepada arbitrasi atau konsiliasi internasional. 3. Masing-masing Pihak setuju untuk menyerahkan setiap perselisihan yang timbul antara Pihak dengan penanam modal dari Pihak lainnya mengenai penanaman modal dari penanam modal tersebut di wilayah Pihak yang tersebut terdahulu kepada Pusat Penyelesaian Perselisihan Penanaman Modal Internasional (International Centre for Settlement of Investment Disputes/ICSID) untuk penyelesaian konsiliasi atau arbitrasi berdasarkan Konvensi Penyelesaian Perselisihan Penanaman Modal antara Negara dan Penanam Modal (Convention on Settlement of Investment Disputes Between States and Nationals of other States), yang dibuka untuk ditandatangani di Washington pada tanggal 18 Maret 1965. PASAL IX PENYELESAIAN PERSELISIHAN ANTAR PIHAKMENGENAI PENAFSIRAN DAN PENERAPAN PERSETUJUAN 1. Perselisihan antar Pihak mengenai penafsiran atau penerapan Persetujuan ini, jika mungkin, harus diselesaikan melalui saluran diplomatik. 2. Jika perselisihan antara Para pihak tersebut tidak dapat diselesaikan dalam waktu enam bulan, perselisihan tersebut atas permintaan dari salah satu Pihak disampaikan kepada Peradilan Arbitrasi. 3. Peradilan Arbitrasi tersebut harus dibentuk untuk setiap kasus dengan cara-cara sebagai berikut: Dalam waktu tiga bulan sejak penerimaan permintaan untuk arbitrasi, masing-masing Pihak harus memilih seorang *35308 anggota peradilan. Kedua orang anggota tersebut kemudian akan memilih seorang warga negara dari Negara ketiga yang disetujui oleh kedua belah Pihak untuk menjadi ketua Peradilan. Ketua harus dipilih dalam waktu dua bulan sejak penunjukkan dua anggota lainnya. 4. Jika dalam kurun waktu tersebut pada ayat tiga Pasal ini penunjukkan yang diperlukan belum dilakukan, salah satu Pihak dapat, dalam keadaan tidak terdapat persetujuan lainnya, mengundang Presiden Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) untuk melakukan penunjukkan yang diperlukan. Jika Presiden tersebut adalah warga negara dari salah satu Pihak atau dia tidak dapat melakukan fungsi tersebut, Wakil Presiden harus diundang untuk melakukan penunjukkan yang diperlukan. Jika Wakil Presiden adalah warga negara salah satu Pihak atau dia juga tidak dapat melakukan fungsi dimaksud, anggota Mahkamah Internasional yang paling senior, yang bukan merupakan warga negara salah satu Pihak, harus diundang untuk melakukan penunjukkan yang diperlukan. 5. Peradilan arbitrasi harus menghasilkan keputusan dengan suara mayoritas. Keputusan tersebut harus mengikat para Pihak. Masing-masing Pihak harus menanggung biaya anggotanya dalam peradilan dan perwakilannya dalam mengikuti jalannya arbitrasi; biaya untuk Ketua dan biaya lainlain harus ditanggung sama rata oleh para Pihak. Namun demikian, Peradilan dapat memutuskan bagian biaya lebih besar ditanggung oleh salah satu Pihak, dan keputusan ini harus mengikat kedua belah Pihak. Pengadilan harus menentukan tata caranya sendiri. PASAL X PEMBERLAKUAN PERSETUJUAN
Persetujuan ini harus berlaku terhadap penanaman modal oleh para penanam modal dari Republik Zimbabwe di wilayah Republik Indonesia yang telah mendapatkan ijin sebelumnya sesuai dengan Undang-undang No.1 tahun 1967 mengenai Penanaman Modal Asing dan setiap undang-undang yang mengubah atau menggantikannya, dan terhadap penanaman modal oleh penanam modal Republik Indonesia di wilayah Republik Zimbabwe yang telah mendapatkan ijin sesuai dengan perundang-undang yang berlaku di Zimbabwe. PASAL XI PENERAPAN KETENTUAN-KETENTUAN LAIN Apabila Ketentuan hukum dari salah satu Pihak atau kewajiban berdasarkan hukum internasional yang berlaku sekarang atau dibuat dimasa depan antara Para Pihak sebagai tambahan terhadap Persetujuan ini yang memuat peraturan, baik umum maupun khusus, yang memberi penanaman modal oleh penanam modal dari Pihak lain perlakuan yang lebih menguntungkan daripada Persetujuan ini, peraturan tersebut harus diberlakukan di atas Persetujuan ini. PASAL XII *35309 KONSULTASI DAN PERUBAHAN 1. Masing-masing pihak dapat meminta diadakannya konsultasi mengenai setiap masalah yang menyangkut Persetujuan ini. Pihak lain harus mempertimbangkan usulan tersebut dan mengupayakan kesempatan yang memadai untuk melakukan konsultasi tersebut. 2. Persetujuan ini dapat diubah setiap waktu, jika dianggap perlu, dengan kesepakatan bersama. PASAL XIIIMULAI BERLAKU, JANGKA WAKTUDAN PENGAKHIRAN 1. Persetujuan ini mulai berlaku 3 (tiga) bulan terhitung setelah tanggal pemberitahuan terakhir oleh setiap Pihak mengenai telah diselesaikannya prosedur ratifikasi dalam negeri masing-masing Pihak. Persetujuan ini berlaku untuk masa sepuluh tahun dan akan terus berlaku untuk periode yang sama seterusnya, kecuali salah satu Pihak memberitahukan secara tertulis tentang pengakhirannya satu tahun sebelum masa Persetujuan ini berakhir. 2. Berkaitan dengan penanaman modal yang dilakukan sebelum tanggal pengakhiran Persetujuan ini, ketentuan-ketentuan Pasal-pasal I - XII akan tetap berlaku untuk jangka waktu selama 10 tahun berikutnya terhitung sejak tanggal pengakhiran Persetujuan ini. SEBAGAI BUKTI, yang bertandatangan di bawah ini yang diberi kuasa penuh oleh Pemerintah masing-masing telah menandatangani Persetujuan ini. DIBUAT rangkap dua di Montego Bog pada tanggal 8 February 1998 dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Kedua naskah mempunyai kekuatan hukum yang sama. Jika terdapat perbedaan mengenai penafsiran, maka naskah dalam bahasa Inggris harus berlaku. ttd ttdUNTUK PEMERINTAH UNTUK PEMERINTAHREPUBLIK INDONESIA REPUBLIK ZIMBABWE
AGREEMENTBETWEENTHE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIAANDTHE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF ZIMBABWECONCERNING THE PROMOTION AND PROTECTIONOF INVESTMENTS The Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Republic of Zimbabwe (hereinafter referred to as "Contracting Parties"); *35310 Bearing in mind the friendly and cooperative relations existing between the two countries and their peoples; Intending to create favourable conditions for invetments by investors of one Contracting Party in the territory of the other Contracting Party on the basis of sovereign equality and mutual benefit; and Recognizing that the Agreement on the Promotion and Protection of such Investments will be conducive to the stimulation of investment activities in both countries; Have agreed as follows: ARTICLE IDEFINITIONS For the purpose of this Agreement: 1. The term "investments" means any kind of asset invested by investors of one Contracting Party in the territory of the other Contracting Party, in conformity with the laws and regulations of the latter, including, but not exclusively: a. movable and immovable property as well as other rights such as mortgages, privileges, and guarantees and any other similar rights;
b. rights derived from shares, bonds or any other form of interest in companies or joint venture in the territory of the other Contracting Party;
c. claims to money or to any performance having a financial value;
d. intellectual property rights, goodwill and know-how;
e. business concessions conferred by law or under contract related to investment including concessions to search for or exploit natural resources. 2. The term "investor" means national of one Contracting Party who invests in the territory of the other Contracting Party comprising: (i) natural person having the nationality of that Contracting Party; (ii) legal person constituted under the law of that Contracting Party;
3. The term "without delay" shall be deemed to be fulfilled if a transfer is made within such period as is normally required by international financial practices. 4. "Territory" shall mean: *35311 a. In respect of the Republic of Indonesia:The Territory of the Republic of Indonesia as defined in its laws.
b. In respect of the Republic of Zimbabwe:The Territory of the Republic of Zimbabwe ARTICLE IIPROMOTION AND PROTECTION OF INVESTMENTS 1. Either Contracting Party shall encourage and create favourable conditions for investors of the other Contracting Party to invest in its territory, and shall admit such capital in accordance with its laws and regulations. 2. Investments of investors of either Contracting Party shall at all times be accorded fair and equitable treatment and shall enjoy adequate protection and security in the territory of the other Contracting Party. Neither Contracting Party shall impair, by unreasonable or discriminatory measures, the operation, management, maintenance, use, enjoyment or disposal thereof by those investors. ARTICLE IIIMOST-FAVOURED-NATION PROVISIONS 1. Each Contracting Party shall in its territory accord to such investments treatment which in any case shall not be less favourable than that accorded to investments of investors of any third state. 2. If a Contracting Party has accorded special advantages to investors of any third state by virtue of agreements establishing customs unions, economic unions, monetary unions or similar institutions, or on the basis of interim agreements leading to such unions of institutions or double taxation agreements or any other similar agreements, that Contracting Party shall not be obliged to accord such advantages to investors of the other Contracting Party. ARTICLE IVEXPROPRIATION Each Contracting Party shall not take any measures of expropriation, nationalization or any other dispossession, having effect equivalent to nationalization or expropriation against the investments of an investor of the other Contracting Party except where: (a) the measures are taken for a lawful purpose or public purpose and under process of law; (b) the measures are non discriminatory; (c) the measures are accompanied by provisions for the payment of prompt, adequate and effective compensation. *35312 Such compensation shall amount to the fair market value without delay before the measure of dispossession became public knowledge. Such market value shall be determined in accordance with internationally acknowledged practices and methods or, where such fair market value cannot be determined, it shall be such reasonable amount as may be mutually agreed between the Contracting Parties hereto, and it shall be freely transferable in freely usable currencies from the Contracting Party.
ARTICLE VCOMPENSATION FOR LOSSES 1. Investors of one Contracting Party, whose investments in the territory of the other Contracting Party suffer losses owing to war or other armed conflict, revolution, a state of national emergency, revolt, insurrection or riot in the territory of the latter Contracting Party, shall be accorded by the latter Contracting Party treatment, as regards restitutions, indemnification, compensation or other settlement. 2. The treatment shall not be less favourable than that which the latter Contracting Party accords to its own investors or investors of any third state, whichever is more favourable to the investors concerned. ARTICLE VITRANSFER 1. Either Contracting Party shall grant, within the scope of its laws and regulations in respect to investments by investors of the other Contracting Party, the transfer, without delay, of: a. profits, interests, dividends and other current income;
b. funds necessary (i) for the acquisition of raw or auxiliary materials, semi fabricated or finished products, or (ii) to replace capital assets in order to safeguard the continuity of an investment;
c. additional funds necessary for the development of an investment;
d. funds in repayment of loans;
e. royalties or fees in respect to the investments as referred to in Article I.1.d;
f. earnings of natural persons;
g. the proceeds of sale or liquidation of the investment; *35313 h. compensation for losses;
i. compensation for expropriation. 2. Such transfer shall be made at the prevailing rate of exchange on the date of transfer with respect to current transaction in the currency to be transferred.
ARTICLE VIISUBROGATION If the investments of an investor of one Contracting Party are insured against non-commercial risks under a system established by law, any subrogation of the insurer or re- insurer to the rights of the said investor pursuant to the terms of such insurance shall be recognized by the other Contracting Party, provided, however, that the insurer or the re-insurer shall not be entitled to exercise any rights other than the rights which the investor would have been entitled to exercise. ARTICLE VIIISETTLEMENT OF DISPUTES BETWEENINVESTOR AND THE CONTRACTING PARTY 1. Any dispute between a Contracting Party and an investor of the other Contracting Party, concerning an investment of the latter in the territory of the former, shall be settled amicably through consultations and negotiations. 2. If such a dispute cannot be settled within a period of six months from the date of a written notification either party requested amicable settlement, the dispute shall, at the request of the investor concerned, be submitted either to the judicial procedures provided by the Contracting Party concerned or to international arbitration or conciliation. 3. Each Contracting Party hereby consents to submit any dispute arising between that Contracting Party and an investor of the other Contracting Party concerning an investment of that investor in the territory of the former Contracting Party to the International Center for Settlement of Investment Disputes for settlement by conciliation or arbitration under the Convention on the Settlement of Investment Disputes between States and Nationals of other States opened for signature at Washington, D.C, on 18 March 1965. (i) General of the Permanent Court of Arbitration at the Hague. The third arbitrator shall not be a national of either Contracting Party. (ii) The parties shall appoint their respective arbitrators within two months. (iii) The arbitral award shall be made in *35314 accordance with the provisions of this Agreement. (iv) The arbitral tribunal shall state the basis of its decision and give reasons upon the request of either party. (v) The arbitral award shall be final and binding on both the parties. ARTICLE 10Disputes between the Contracting Parties 1. Disputes between the Contracting Parties concerning the interpretation or application of this Agreement shall, as far as possible, be settled amicably through negotiation. 2. If a dispute between the Contracting Parties cannot thus be settled within six months from the time the dispute arose, it shall upon the request of either Contracting Party be submitted to an arbitral tribunal. 3. Such an arbitral tribunal shall be constituted for each individual case in the following way. Within two months of the receipt of the request for arbitration, each Contracting Party shall appoint one member of the tribunal. Those two members shall then select a national of a third State who on
approval by the two Contracting Parties shall be appointed Chairman of the tribunal. The Chairman shall be appointed within two months from the date of appointment of the other two members. 4. If within the periods specified in paragraph (3) of this Article, the necessary appointments have not been made, either Contracting Party may, in the absence of any other agreement, invite the President of the International Court of Justice to make any necessary appointments. If the President is a national of either Contracting Party or if he is otherwise prevented from discharging the said function, the Member of the International Court of Justice next in seniority who is not a national of either Contracting Party shall be invited to make the necessary appointments. that a higher proportion of cost shall be borne by one of the two Contracting Parties, and this award shall be binding on both Contracting Parties. The Tribunal shall determine its own procedure. ARTICLE XAPPLICABILITY OF THIS AGREEMENT This Agreement shall apply to investments by investors of the Republic of Zimbabwe in the territory of the Republic of Indonesia which have been previously granted admission in accordance with the Law No. 1 of 1967 concerning Foreign Investment and any law amending or replacing it, and to investments by investors of the Republic of Indonesia in the *35315 territory of the Republic of Zimbabwe which have been granted admission in accordance with laws and regulations of the latter. ARTICLE XIAPPLICATION OF OTHER PROVISIONS If the provisions of law of either Contracting Party or obligations under international law existing at present or established hereafter between the Contracting Parties in addition to the present Agreement contain a regulation, whether general or specific, entitling investments by investors of the other Contracting Party to a treatment more favourable than is provided for by the present Agreement, such regulation shall to the extent that it is more favourable prevail over the present Agreement. ARTICLE XIICONSULTATION AND AMENDMENT 1. Either Contracting Party may request that consultations be held on any matter concerning this Agreement. The other Party shall accord sympathetic consideration to the proposal and shall afford adequate opportunity for such consultations. 2. This Agreement may be amended at any time, if deemed necessary, by mutual consent. ARTICLE XIIIENTRY INTO FORCE, DURATION AND TERMINATION 1. The present Agreement shall enter into force three months after the date of the last notification by either Contracting Party of the accomplishment of its internal procedures of ratification. It shall remain in force for a period of ten years and shall continue in force thereafter for successive periods of ten years unless denounced in writing by either Contracting Party one year before its expiration. 2. In respect of investments made prior to the date of termination of this Agreement becomes effective, the provisions of Article I to XII shall remain in force for a further period of ten years from the date of termination of the present Agreement. IN WITNESS WHEREOF, the undersigned, duly authorized thereto by their respective Governments, have signed this Agreement.
Done in duplicate at Montago Bay on 8th February 1999 in Indonesian and English languages. Both texts are equally authentic. If there is any divergence concerning the interpretation, the English text shall prevail. FOR THE GOVERNMENT OF FOR THE GOVERNMENT OFTHE REPUBLIC OF INDONESIA THE REPUBLIC OF ZIMBABWE ttd ttd