UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1951 TENTANG MENGUBAH "GRONDHUUR-ORDONNANTIE" (S. 1918 NO. 88) DAN "VORSTENLANDSCHGRONDHUURREGLEMENT" (S. 1918 NO. 20) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa "Grondhuur-ordonantie" (S. 1918 No. 88) dan "Vorsteniandsch Grondhuurreglement" (S. 1918 No. 20) sementara belum diganti dengan peraturan undang-undang baru, perlu diubah dan ditambah untuk memberi ketentuan-ketentuan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dalam masa peralihan ini; b. bahwa ketentuan-ketentuan tentang minimum uang sewa tanah yang dimaksudkan dalam pasal 8 ayat 1 huruf b "Grondhuur-ordonnantie" dan pasal 15 "Vorstenlandsch Grondhuuffeglement" tersebut perlu dijalankan juga terhadap perjanjian sewa tanah selainnya yang dimaksudkan oleh pasal-pasal tersebut; c. bahwa peraturan-peraturan tentang penetapan minimum uang sewa tanah termuat dalam "Gouvermentsbesluit " tanggal 15 Februari 1918 No. 68 (bijblad No. 9030 jo. bijblad No. 9089 dengan segala perubahannya) dan "Gouvemementsbesluit" tanggal 15 Januari 1918 No. 39 (bijblad No. 9029 dengan segala perubahannya) harus diganti atas dasar lain; d. bahwa kekuasaan untuk menetapkan peraturan-peraturan tentang minimum uang sewa tanah atas dasar lain, dapat diserahkan kepada Menteri Dalam Negeri setelah mendapat persetujuan Menteri Pertanian; e. bahwa berhubung dengan keadaan-keadaan yang mendesak mengingat musim tanam tebu tahun 1951/1952 peraturan ini perlu segera ditetapkan dengan Undang-undang darurat. Mengingat: Pasal 96 dan pasal 142 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia. MEMUTUSKAN: Menetapkan UNDANG-UNDANG DARURAT UNTUK MENGUBAH "GRONDHUURORDONANTIE" (S. 1918 NO. 88) DAN "VORSTENLANDSCH GRONDHUURREGLEMENT" (S. 1918 NO. 20). PERTAMA: Sesudahnya pasal 8 "Grondhuur-ordonnantie" (S. 1918 No. 88) diadakan dua pasal baru, yakni pasal 8a dan 8b yang bunyinya sebagai berikut :
Pasal 8a Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam pasal 4 dan 8 serta peraturan-peraturan lain yang bertentangan dengan ketentuan dalam pasal 8aini, maka buat tanaman tebu dan tanaman lainlain yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian, di dalam hal ini bila perlu atas usul Dewan Pemerintah Daerah Propinsi bagi daerahnya masing-masing, perjanjian sewa tanah yang dimaksud dalam pasal 1 hanya diperbolehkan buat paling lama satu tahun untuk tanaman yang umurnya kurang dari waktu itu, sedang untuk tanaman yang menghajatkan waktu lebih dari satu tahun, hanya dibolehkan buat selama umur tanaman tadi menurut kebiasaannya.
Pasal 8b Buat persewaan tanah tersebut dalam pasal 8a oleh Menteri Dalam Negeri dengan persetujuan Menteri Pertanian diadakan peraturan-peraturan tentang uang sewa tanah, dengan mengingat perbedaan jenis dan banyaknya hasil tanah masing-masing. KEDUA: Sesudah pasal 15 "Vorstenlandsch Grondhuurreglement" (S.1918 No. 20) diadakan dua pasal baru, yakni pasal 15a dan 15b yang bunyinya sebagai berikut: Pasal 15a Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam pasal 15 serta peraturan-peraturan lain yang bertentangan dengan ketentuan dalam pasal 15a ini, maka buat tanaman tebu dan tanaman lain-lain yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian, perjanjian sewa tanah yang dimaksud dalam pasal 5b, hanya diperbolehkan buat paling lama satu tahun untuk tanaman yang umurnya kurang dari waktu itu, sedang untuk tanaman yang menghajatkan waktu lebih dari satu tahun, hanya dibolehkan buat selama umur tanaman tadi menurut kebiasaannya. Pasal 15b Buat persewaan tanah tersebut dalam pasal 15a oleh Menteri Dalam Negeri dengan persetujuan Menteri Pertanian diadakan peraturan-peraturan tentang uang sewa tanah, dengan mengingat perbedaan jenis tanaman dan banyaknya hasil tanah masing-masing. KETIGA: Undang-undang darurat ini mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undangundang darurat ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan Di Jakarta, Pada Tanggal 2 Maret 1951 WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd. MOHAMMAD HATTA. PERDANA MENTERI REPUBLIK INDONESIA,
Ttd. MOHAMMAD NATSIR. MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA, Ttd. ASSAAT MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Ttd. TANDIONO MANU
Diundangkan Di Jakarta, Pada Tanggal 3 Maret 1951 MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA, Ttd. WONGSONEGORO.
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1961
PENJELASAN UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1951 TENTANG MENGUBAH "GRONDHUUR-ORDONNANTIE" (S. 1918 NO. 88) DAN "VORSTENLANDSCHGRONDHUURREGLEMENT" (S. 1918 NO. 20) UMUM Perubahan dalam peraturan-peraturan tentang persewaan tanah diusulkan dengan Undangundang Darurat, karena waktu untuk mulai penanaman tebu buat tahun 1951/1952 sudah amat mendesak. Sesungguhnya perubahan ini sudah sejak pertengahan tahun 1950 dirasa perlu, tetapi perundingan-perundingan dengan organisasi tani dan pihak pengusaha pabrik sedemikian lambat jalannya, hingga sampai kini pun belum tercapai persetujuan bulat antara kedua pihak. Dalam pada itu pemerintah menginsafi, bahwa penghasilan gula bagi negara dan rakyat sangat pentingnya, buat rakyat karena konsumsi gula termasuk bahan makanan yang tidak dapat ditinggalkan; bagi negara karena mengingat pentingnya perusahaan gula menjadi salah satu sumber deviezen pula. Mengingat pentingnya perusahaan gula itu maka pemerintah berpendapat, bahwa dalam soal persewaan tanah yang belum dapat dipecahkan dengan usaha perundingan tadi, pemerintah harus menentukan sikapnya yang tegas. Menurut peraturan lama (S. 1918 No. 88 dan S. 1918 No. 206) maka sewa-menyewa tanah dari rakyat kepada perusahaan gula didasarkan azas sukarela. Sungguhpun demikian, oleh karena rakyat tani adalah pihak yang lemah menghadapi pengusaha yang bermodal besar, maka dalam
peraturan yang lama itu diadakan ketentuan-ketentuan untuk melindungi kepentingan pemilik tanah. Sebaliknya ada pula ketentuan untuk menjamin, supaya pabrik mendapatkan tanah secukupnya. Kedua maksud itu digabungkan menjadi suatu peraturan, ialah yang menetapkan akan adanya minimum uang sewa untuk persewaan tanah dengan kontrak panjang. Penetapan minimum sewa itu tidak berlaku buat persewaan tanah yang hanya buat satu atau dua tahun saja. Pada sekarang ini Pemerintah berpendirian, bahwa undang-undang persewaan tanah tahun 1918 No. 88 (buat di Solo dan Yogyakarta Undang-undang tahun 1918 No. 20) perlu diganti baru, karena dasar sewa-menyewa tidak dapat dipakai seterusnya untuk mewujudkan perusahaan gula sebagai "Belangengemeenschap". Sementara Undang-undang baru itu belum terbentuk, Pemerintah tidak menghendaki adanya persewaan tanah dengan kontrak panjang; bahkan hanya dapat mengizinkan sewa tanah buat paling lama satu musim. Dengan hanya ada kemungkinan sewa tanah buat satu musim, peraturan minimum sewa tanah tidak dapat dipakai lagi, yang hanya berlaku buat kontrak panjang, Pun perhitungan minimum menurut cara lama tidak dapat disetujui Pemerintah pula, karena memang pangkal pendirian yang menjadi dasar perhitungan itu ialah menjamin rakyat tani, supaya jangan sampai mendapat uang sewa yang terlalu rendah. Demikianlah minimum sewa tanah menurut peraturan lama itu sengaja diperhitungkan "aande lage kant"; pada azasnya si-tani boleh menuntut sewa yang lebih tinggi, sekalipun di dalam prakteknya jarang tercapai itu. Maksud Pemerintah sekarang ialah, menjamin kepada rakyat tani, supaya mendapat uang sewa yang seimbang dengan penghasilan perusahaan gula; artinya, supaya keuntungan yang dicapai oleh pabrik itu ikut dirasakan juga oleh si pemilik tanah. Jaminan sewa itu mengharuskan kepada pabrik supaya menyewa dengan harga yang ditetapkan Pemerintah; di bawahnya itu tidak mungkin, atau pabrik tidak menyewa tanah. Tetapi pun si-tani sekarang terikat; kalau ia menyewakan tanah, maka sewanya tidak boleh lebih dari penetapan Pemerintah itu juga; atau ia tidak menyewakan tanah. Dengan pendirian yang tegas itu mudah-mudahan keragu-raguan, pihak tani maupun pengusaha dapat disingkirkan. Menurut perhitungan Kementerian Pertanian dengan penetapan minimum sebagai yang diusulkan ini, pabrik, masih mendapat cukup keuntungan dan tiadalah alasannya untuk menghentikan perusahaan.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 1951