PRESEPSI DOSEN TENTANG TINGKAT KECERDASAN PADA MAHASISWA TINGKAT III PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN DI POLITEKNIK HARAPAN BERSAMA TEGAL TAHUN 2014
KARYA TULIS ILMIAH Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Diploma IV Kebidanan pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karya Husada Semarang Disusun Oleh :
WIPI SARI AISAH NIM : 1404053
PROGRAM STUDI D IV KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA SEMARANG 2015
HALAMAN PERSETUJUAN
KTI ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim penguji KTI Program Studi D IV Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karya Husada Semarang
Pembimbing I
Dyah Ayu Wulandari, S,SiT. M,Keb
Pembimbing II
Ns. Achmad Syaifudin, M.Kep
HALAMAN PENGESAHAN
KTI ini telah dipertahankan di hadapan Tim penguji KTI Program Studi D IV Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karya Husada Semarang
Pada Tanggal 2015
Tim Penguji :
1. Dita Wasthu Prasida, Am.Keb, SKM, M.Kes. epid
...........................................
2. Dyah Ayu Wulandari, S,SiT. M.Keb
.........................................
3. Ns. Achmad Syaifudin, M.Kep
.........................................
PROGRAM STUDI D IV KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA SEMARANG 2015 Karya Tulis Ilmiah, Januari 2015 Wipi Sari Aisah* Dyah Ayu Wulandari** Ns. Achmad Syaifudin*** Persepsi Dosen Tentang Tingkat Kecerdasan Pada Mahasiswa Tingkat III Program Studi DIII Kebidanan di Politeknik Harapan Bersama Tegal Tahun 2014 xiii + 114 halaman + 4 tabel + 5 bagan + 12 lampiran
Abstrak
Munculnya era globalisasi, telah membuka wawasan dan kesadaran masyarakat, dengan sejumlah harapan sekaligus kecemasan. Harapan-harapan ini muncul karena ada perbaikan kualitas hidup dan kehidupan di satu sisi sebagai akibat penguasaan ilmu pengetahuan dan IPTEK serta informasi dan teknologi (INFOTEK), sehingga untuk menghadapi era globalisasi ini seorang individu harus memiliki kualitas sumber daya yang tinggi (Mukhtar, 2012:h 1) Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi secara mendalam tentang gambaran persepsi dosen tentang tingkat kecerdasan pada mahasiswa tingkat III DIII Kebidanan di Politeknik Harapan Bersama Tegal tahun 2014 Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi, Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling, Jumlah partisipan dalam penelitian ini tidak ada batasnya tetapi memiliki karakteristik sesuai dengan tujuan penelitian dan kriteria yang sesuai. semua dosen di DIII Kebdianan Politeknik Harapan Bersama Tegal sudah tahu tentang IQ, EQ,SQ dan sudah menerapkan kepada mahasiswanya. semua dosen di DIII Politeknik Harapan bersama tegal sudah tahu cara meningkatkan IQ, EQ, SQ pada mahasiswanya. Kata kunci
: Persepsi Dosen dan Tingkat Kecerdasan
Kepustakaan : 15( 2004-2014) * ** ***
: Mahasiswa STIKES Karya Husada Semarang : Dosen STIKES Karya Husada Semarang : Dosen STIKES Karya Husada Semarang
DIV MIDWIFERY STUDY PROGRAM HEALTH SCIENCE COLLEGE OF KARYA HUSADA SEMARANG 2015
Scientific Paper, January 2015 Wipi Sari Aisah*, Dyah Ayu Wulandari**, Ns Achmad syaifudin*** Lecturer perception About The Intelligence On Student Level DIII Midwifery Studies Program at the Politeknik Harapan Bersama Tegal 2014 xiii + 114 pages + 4 table + 5 chart + 12 attachments Abstract The advent of the era of globalization , has opened insight and awareness , with some hope and anxiety . These expectations arise because there is improvement in the quality of life and life on the one hand as a result of the mastery of science and science and technology and information and technology ( INFOTEK ) , so as to face the globalization era is an individual must have a highquality resources ( Mukhtar , 2012: h 1 ) This study aims to explore in depth about the picture faculty perceptions about the level of intelligence on third level students in the Diploma III Midwifery Politeknik Harapan Bersama Tegal 2014 The method used in this study is a qualitative study using a phenomenological approach , this study used purposive sampling method , number of participants in this study there is no limit but have characteristics consistent with the research objectives and criteria . all lecturers in DIII Midewifery Politeknik Harapan Bersama Tegal already know about IQ , EQ , SQ , and have applied to students . all lecturers at the Polytechnic Diploma Hope along tegal already know how to increase IQ , EQ , SQ on students .
keywords : Lecturer Perception and Intelligence Quotient Bibliography : 15( 2004-2014) * ** ***
: student at STIKES Karya Husada Semarang : Lecturer at STIKES Karya Husada Semarang : Lecturer at STIKES Karya Husada Semarang
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur Penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT. Karena atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat dalam menempuh program pendidikan Diploma IV Kebidanan di Sekolah Tinggi Kesehatan Karya Husada Semarang. Adapun judul Karya Tulis Ilmiah ini adalah “Presepsi Dosen Tentang Tingkat Kecerdasan Pada Mahasiswa Tingkat III Program Studi DIII Kebidanan Di Politeknik Harapan Bersama Tegal Tahun 2014”. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini, kususnya kepada : 1. Ns. Fery Agusman MM, SKM, M.Kep, Sp.Kom, selaku Ketua Stikes Karya Husada Semarang. 2. Dyah Ayu Wulandari, S.SiT, M.Keb, selaku Ka. Prodi D IV Kebidanan dan selaku
pembimbing
I
yang
telah
memberikan
bimbingan
dalam
menyelesaikan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini. 3. Ns. Achmad Syaifudin, M.Kep, selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dalam menyelesaikan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini. 4. Dosen dan staf yang telah banyak memberikan wawasan keilmuan selama Penulis menempuh pendidikan di Stikes Karya Husada Semarang.
5. Teruntuk orang tua tercinta, ayahanda Casgiyono,SH dan ibunda Saripah, S.SiT yang telah memberikan dukungan baik material maupun spiritual. 6. Buat kaka ku Bima Afriadi Yudistiyono Amd dan adik ku tersayang Bekti Nur Cahyono yang selalu memberikan dukungan dan semangat. 7. Buat calon imamku Amin SE, yang selalu memberikan dukungan dan semangat. 8. Teman-teman yang telah membantu penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini. 9. Semua pihak yang telah membantu penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, karena itu penulis berterima kasih atas kritik dan saran yang diberikan demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.
Semarang,
Penulis
2015
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN...................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................
iii
ABSTRAK .............................................................................................
iv
KATA PENGANTAR................................................................................
vi
DAFTAR ISI..............................................................................................
viii
DAFTAR TABEL......................................................................................
xi
DAFTAR BAGAN....................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................
xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang......................................................................
1
B. Fokus Penelitian....................................................................
6
C. Rumusan Masalah.................................................................
6
D. Tujuan Penelitian.................................................................
6
E. Manfaat Penelitian................................................................
7
F. Originalitas Penelitian...........................................................
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka....................................................................
10
B. Kerangka Teori......................................................................
55
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian.....................................................
56
B. Waktu dan Tempat Penelitian..................................................
57
C. Definisi Istilah.......................................................................
57
D. Partisipan .............................................................................
58
E. Instrumen Penelitian...............................................................
59
F. Tekhnik Pengumpulan Data.....................................................
61
G. Cara Pengolahan Data............................................................
65
H. Analisis Data.........................................................................
68
I. Kredibilitas Data......................................................................
69
J. Etika Penelitian........................................................................
72
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian.......................................................................
74
B. Pembahasan............................................................................
98
C. Keterbatasan penelitian.........................................................
110
BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan.................................................................................
111
B. Saran ......................................................................................
113
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Originalitas Penelitian....................................................................
8
Tabel 3.1 Definisi Istilah................................................................................
58
Tabel 4.1 Karakteristik Partisipan .................................................................
76
Tabel 4.2 Analisa Data...................................................................................
90
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Proses Terjadinya Persepsi.........................................................
16
Bagan 2.2 Proses Penerimaan Stimulus.......................................................
17
Bagan 2.3 Proses Penerimaan Stimulus.......................................................
17
Bagan 2.4 Kerangka Teori............................................................................
55
Bagan 3.1 Skema Teknik Analisis Data........................................................
67
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
:
Surat Permohonan Penelitian
Lampiran 2
:
Surat Balasan Izin Penelitian
Lampiran 3
:
Panduan Wawancara Mendalam Pada Informan Utama
Lampiran 4
:
Panduan Wawancara Mendalam Pada Triangulasi
Lampiran 5
:
Transkrip wawancara dengan partisipan
Lampiran 6
:
Transkrip wawancara dengan triangulasi
Lampiran 7
:
Surat permohonan menjadi partisipan
Lampiran 8
:
Surat persetujuan menjadi partisipan
Lampiran 9
:
Jadwal penelitian
Lampiran 10 :
Dokumentasi
Lampiran 11
Lembar oponen
:
Lampiran 12 :
Lembar konsultasi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Munculnya era globalisasi, telah membuka wawasan dan kesadaran masyarakat, dengan sejumlah harapan sekaligus kecemasan. Harapanharapan ini muncul karena ada perbaikan kualitas hidup dan kehidupan di satu sisi sebagai akibat penguasaan ilmu pengetahuan dan IPTEK serta informasi dan teknologi (INFOTEK), sehingga untuk menghadapi era globalisasi ini seorang individu harus memiliki kualitas sumber daya yang tinggi (Mukhtar, 2012:h 1). Pembelajaran masyarakat menuntut instansi pendidikan baik secara internal maupun eksternal. Secara internal, pendidikan yang bertumpu pada sekolah melakukan persiapan dan pembenahan, baik dari segi sarana prasarana, pembiayaan dan manajemen sedangkan secara eksternal, pendidikan yang bertumpu disuatu institusi secara mutlak tidak mampu melakukan fungsi-fungsi manajerialnya sendiri, hal ini disebabkan karena keterbatasan, baik dari segi manajemen, profesionalitas pendidik, tingkat penugasan metodologis pengajaran, serta pembiayaan. Maka dari itu untuk memenuhi semua kebutuhan maka setiap instansi pendidikan harus meningkatkan kualitas salah satunya kualitas pendidik(Mukhtar,2012:h 2). Mengingat kualitas pendidik, kepribadian seorang pendidik pun mempunyai pengaruh langsung dan komulatif terhadap hidup dan kebiasaan-kebiasaan belajar para siswa. Yang dimaksud kepribadian disini
meliputi pengetahuan, ketrampilan, ideal dan sikap, dan juga presepsi yang dimilikinya tentang orang lain (Hamalik, 2012:h 34). Sejumlah percobaan menguatkan kenyataan bahwa banyak sekali yang dipelajari siswa dari tenaga pendidiknya. Para siswa menyerap sikapsikap tenaga pendidiknya, merefleksikan perasaan-perasaannya dan mengutip pernyataan-pernyataanya. Pengalaman menunjukan bahwa masalah –masalah seperti motivasi, disiplin, tingkah laku, sosial, prestasi, dan hasrat belajar yang terus- menerus itu semuanya bersumber dari kepribadian tenaga pendidik (Hamalik, 2012:h 35). Lembaga pendidikan merupakan peranan yang sangat penting dalam rangka pengingkatan SDM yang berkualitas. Salah satu indikator lembaga pendidikan yang berkualitas adalah berawal dari tenaga pendidik yang profesional sehingga menghasilkan peserta didik yang berprestasi. Melalui prestasi belajar peserta didik dapat mengetahui kemajuankemajuan yang telah dicapainya dalam belajar (Mukhtar, 2012:h 6). Belajar sesungguhnya adalah proses mental dan intelektual yang keberhasilanya dipengaruhi oleh banyak faktor. Proses belajar dikatakan sukses apabila peserta didik terjadi prubahan perilaku yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotorik (Sukardi, 2013: h 12). Belajar mengandung pengrtian terjadinya perubahan dari presepsi dan perilaku, termasuk juga perbaikan perilaku, misalnya pemuasan kebutuuhan masyarakat dan pribadi secara lengkap. ( Hamalik, 2012:h 45) Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psiko-
fisik dalam mereaksikan rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan demikian kecerdasan bukan dipengaruhi oleh intelegensi quetion (IQ) saja, tetapi ada faktor lain yang mempengaruhinya (Sukardi, 2013: h 14). Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling penting dalam proses belajar siswa, karena itu menentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi intelegensi seorang individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya semakin rendah tingkat intelegensi individu, semakin sulit individu itu mencapai kesuksesan belajar. Sebagai faktor psikologi yang penting dalam mencapai kesuksesan
belajar,
maka
pengetahuan
dan
pemahaman
tentang
kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon tenaga pengajar yang profesional, sehingga mereka dapat memahami tingkat kecerdasan anak didiknya (Sukardi, 2013: h 15). Kecerdasan
intelektual
dan
kecerdasan
emosional
saling
melengkapi satu sama lain dalam proses belajar. Keseimbangan antara kedua keceerdasan ini merupakan kunci keberhasilan belajar peserta didik disuatu lembaga pendidikan karena kecerdasan intelektual tidak akan berfungsi dengan baik tanpa adanya partisipasi penghayatan emosional terhadap mata pelajaran yang disampaikan. Hal ini membuktikan bahwa tanpa adanya kecerdasan emosi, seseorang tidak akan dapat menggunakan kemampuan kognitifnya secara optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya (Dede, 2013: h 3).
Kecerdasan emosi yang dimiliki seseorang akan membantu dalam penggunaan pikiran dan perasaanya untuk menyelesaikan semua pekerjaan, tugas, dan tanggung jawab dengan baik, sehingga prestasi yang diharapkan dapat tercapai dengan hasil yang optimal (Dede, 2013: h 3). Menurut Zohar dan Marshall dalam buku Wardi, 2010: h 65 , Faktor yang lebih penting untuk meraih prestasi belajar yang baik selain faktor kecerdasan emosi (EQ) adalah kecerdasan spiritual (SQ) karena dengan kecerdasan spiritual seseorang akan mampu mengoptimalkan kecerdasan yang lain. Kecerdasan spiritual juga merupakan kecerdasan tertinggi manusia yang berperan sebagai landasan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Artinya IQ memang penting peranya dalam kehidupan manusia agar manusia mampu memanfaatkan teknologi secara efesiensi dan efektif. Peran EQ juga penting dalam membangun hubungan antar manusia yang efektif dan juga dapat meningkatkan kinerja, namun tanpa SQ yang mengajarkan nilai-nilai kebenaran maka keberhasilan itu hanyalah akan menghasilkan masalah baru (Dede, 2013: h 3). Dosen yang profesional dapat menyeimbangkan antara IQ, EQ dan SQ pada mahasiswanya sehingga ketiga kecerdasan tersebut dapat seimbang. Kecerdasan intelegensi hanya menyumbang 20% dari kesuksesan , sedangkan 80% nya sumbangan dari faktor lain dan SQ lah
yang
mengajarkan nilai-nilai kebenaran. Jadi dapat disimpulkan bahwa
kecerdaasan spiritual ini selain bisa membawa seseorang ke puncak kesuksesan dan memperoleh ketentraman diri, juga dapat melahirkan karakter-karakter yang mulia di dalam diri manusia. (dalam penelitian dede hernawati yang berjudul hubungan kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual dengan prestasi belajar mahasiswa tingkat II program studi DIII kebidanan) Data yang peneliti ambil dari agenda tahunan di Prodi DIII Kebidanan Politeknik Harapan Bersama Tegal terdapat peningkatan jumlah mahasiswa yang terhambat wisudanya dikarenakan tugas yang tidak selesai, dimana pada tahun 2012 terdapat 7 mahasiswa sedangkan pada tahun 2013 terdapat 24 mahasiswa yang terhambat wisudanya. Studi pendahuluan yang telah diakukan di Prodi DIII Kebidanan di Politeknik Harapan Bersama Tegal. Diperoleh data dari hasil wawancara pada 3 tenaga pendidik bahwa 2 dari 3 tenaga pendidik belum mengetahui secara jelas pentingnya menyeimbangkan antara IQ, EQ dan SQ. Dimana 2 tenaga pendidik yang kurang mengetahui pentingnya menyeimbangkan antara IQ, EQ, SQ mereka hanya tahu pengertianya saja tanpa tahu makna dari pentingnya menyeimbangkan tingkat kecerdasan mahasiswanya. Fenomena tersebut dapat diketahui bagaimana tenaga pendidik dapat menyeimbangkan antara IQ, EQ dan SQ pada peserta didik yang diajarnya. Dengan harapan peningkatan kualitas SDM dapat berjalan maksimal.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “persepsi dosen tentang tingkat kecerdasan pada mahasiswa tingkat III program studi DIII Kebidanan di Politeknik Harapan Bersama Tegal Tahun 2014. B. Fokus Penelitian Penelitian ini akan difokuskan pada penggalian persepsi dosen tentang : 1.
Pengetahuan IQ, EQ, SQ
2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi IQ, EQ, SQ
3.
Ciri-ciri mahasiswa yang memiliki IQ, EQ, SQ tinggi
4.
Peran tingkat kecerdasan dalam kehidupan
5.
Cara meningkatkan kecerdasan pada mahasiswa tingkat III DIII Kebidanan di Politeknik Harapan Bersama Tegal Tahun 2014.
C. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang ada diteliti dan dirumuskan dalam penelitian ini adalah :” Bagaimanakah persepsi tenaga pendidik tentang tingkat kecerdasan pada mahasiswa tingkat III DIII Kebidanan di Politeknik Harapan Bersama Tegal tahun 2014?” D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi secara mendalam tentang gambaran persepsi dosen tentang tingkat kecerdasan pada
mahasiswa tingkat III DIII Kebidanan di Politeknik Harapan Bersama Tegal tahun 2014. 2. Tujuan khusus a. Menjelaskan persepsi dosen tentang IQ, EQ, SQ pada mahasiswa DIII Kebidanan Tingkat III DIII Kebidanan di Politeknik Harapan Bersama Tegal tahun 2014. b. Mengeksplorasi persepsi dosen tentang cara meningkatkan IQ, EQ, SQ pada mahasiswa tingkat III DIII kebidanan di Politeknik Harapan Bersama Tegal. c. Mengeksplorasi persepsi dosen tentang hambatan meningkatkan IQ, EQ, SQ pada mahasiswa tingkat III DIII kebidanan di Politeknik Harapan Bersama Tegal. E. Manfaat 1. Bagi tenaga pengajar Hasil penelitian ini memberikan gambaran tentang IQ, EQ, SQ pada mahasiswa tingkat III DIII Kebidanan. Sehingga tenaga pengajar dapat lebih mengetahui permasalahan pada mahasiswa. 2. Bagi peneliti Hasil
penelitian
ini
memberikan
pengalaman
nyata
dalam
melaksanakan penelitian sederhana secara ilmiah dalam rangka mengembangkan diri dan melaksanakan fungsi bidan sebagai peneliti. 3. Bagi instasi tempat penelitian Hasil penelitian ini memberikan gambaran tentang IQ, EQ, SQ pada
mahasiswa, agar tenaga pengajarnya lebih memperhatikan IQ, EQ, SQ sehingga pendidika di Indonesia khususnya pendidikan kebidanan bisa lebih maju. 4. Bagi instansi pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat untuk menjadi bahan referensi bagi mahasiswa dan sebagai masukan untuk lebih meningkatkan kualitas serta mutu pendidikan. F. Originalitas penelitian Tabel 1.1 Originalitas penelitian
No
1.
2
Nama Peneliti dan Tahun Penelitian Diptasari Wibawanti, 2013
Judul
Metodologi Penelitian
Persepsi dan perilaku mahasiswa dalam pendidikan karakter di fakultas keguruan dan ilmu pendidikan universitas sebelas maret
Menggunak an pendekatan deskriptif kualitatif dengan tehnik sampling purposive sampling.
Khairi Wardi, Hubungan 2010 antara kecerdasan spiritual dengan motivasi berprestasi pada santri pondok pesantren Al Asma’ul Husna NW Tanak Beak
Perbedaan
Dahulu: 1. Tempat di FKIP UNS 2. Partisipan mahasiswa Sekarang: 1. Tempat : Politeknik Harapan Bersama Tegal 2. Partisipan dosen
Menggunak Dahulu: an 1. Responden : penelitian santri kelas analitik dan I,II,III MTS dan desain MA pondok penelitian pesantren Alcross Asma’ul husna secsional NW Tanah beak barat lombok tengah.
3
Dede Hernawati, 2013
Barat Lombok Tengah.
Sekarang : 1. responden : mahasiswa tingkat III program studi DIII Kebidanan Politeknik harapan bersama tegal.
Hubungan kecerdasan Emosi dan Kecerdasan Spiritual dengan prestasi belajar mahasiswa tingkat II Program Studi DIII Kebidanan Stikes Karya Husada Semarang
Menggunak Dahulu : an jenis 1. Menggunakan penelitian penelitian deskriptif kuantitatif korelasi dan 2. Responden : desain mahasiswa penelitian tingkat II Prodi cross DIII Kebidanan sectional STIKES Karya Husada Semarang. Sekarang : 1. Menggunakan penelitian kualitatif 2. responden : mahasiswa tingkat III program studi DIII Kebidanan Politeknik harapan bersama tegal.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori 1. Persepsi a. Pengertian Persepsi merupakan salah satu aspek kognitif manusia yang sangat penting, yang memungkinkanya untuk mengetahui dan memahami dunia sekelilingnya. Tanpa persepsi yang benar, manusia mustahil dapat menangkap dan
memaknai
berbagai fenomena, informasi atau data yang senantiasa mengitarinya. Demikian juga halnya dengan kehadiran peserta didik di suatu institusi, tidak akan mendapatkan manfaat yang berarti dari informasi atau materi pelajaran yang disampaikan tenaga pengajar, atau mungkin malah menyesatkan, tanpa adanya persepsi yang benar (Desmita, 2014:h 116). Persepsi merupakan sebuah istilah yang sudah sangat familiar didengar dalam percakapan sehari-hari. Istilah PERSEPSI berasal dari bahasa inggris “precepcion”, yang diambil dari bahasa latin “preceptio”, yang berarti menerima atau mengambil. Dalam kamus inggris indonesia, kata preception diartikan dengan “penglihatan” atau “tanggapan” (Echols&shadily, 1997) dalam buku (Desmita, 2014:h 117).
10
Preception
dalam
pengertian
sempit
adalah
“penglihatan”, yaitu bagaimana cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas, preception adalah “pandangan”, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Chaplin (2002) dalam buku (Desmita, 2014:h 117) mengartikan persepsi
sebagai
“proses mengetahui atau
mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera. Tetchener mengatakan bahwa persepsi adalah satu kelompok pengindraan dengan penambahan arti-arti yang berasal
dari
pengalaman
dimasa
lalu.
Variabel
yang
menghalangi atau ikut campur tangan yang berasal dari kemampuan organisme untuk melakukan perbedaan diantara perangsang-perangsang (Pieter, 2010: h 39). Menurut pandangan psikologi kontemporer, persepsi secara umum diperlakukan sebagai satu variabel campur tangan (variabel intervening) yang tergantung pada faktor-faktor motivasional. Maka arti suatu objek atau kejadian objektif ditentukan oleh kondisi perangsang atau faaktor organisme. Dengan alasan ini, maka persepsi mengenai dunia oleh pribadi ditanggapi berbeda-beda, karena individu menanggapinya berdasarkan aspek-aspek situasi yang memberikan arti khusus kepada dirinya (Pieter, 2010: h 39).
Secara umum persepsi adalah proses mengamati dunia luar yang mencangkup perhatian, pemahaman, dan pengenalan objek-objek atau peristiwa. Biasanya persepsi diorganisasikan kedalam bentuk (figure), dasar(ground), garis bentuk(garis luar, kontur) dan kejelasan (Pieter, 2010: h 40). b. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi Menurut (Pieter, 2010: h 40) Secara umum, adapun faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang, yaitu: 1) Minat, artinya semakin tinggi minat seseorang terahadap suatu objek atau peristiwa, maka semakin tinggi juga minatnya dalam memersepsikan objek atau peristiwa. 2) Kepentingan, artinya semakin dirasakan penting terhadap suatu objek atau periwtiwa tersebut bagi diri seseorang, maka semakin peka dia terhadap objek-objek persepsinya. 3) Kebiasaan, artinya objek atau peristiwa semakin sering dirasakan seseorang, maka semakin terbiasa dirinya di dalam membentuk persepsi. 4) Konstansi, artinya adanya kecenderungan seseorang untuk selalu melihat objek atau kejadian secara konstan sekalipun sebenarnya itu bervariasi dalam bentuk, ukuran, warna, dan kecemerlangan.
c. Bentuk-bentuk persepsi Dalam buku Pieter, 2010:h 40 bentuk-bentuk persepsi ada 3 yaitu : 1) Persepsi jarak Persepsi jarak sebelumnya ,merupakan suatu teka-teki bagi teoritis persepsi, karena cenderung dianggap sebagai apa yang dihayati oleh indra perorangan yang berkaitan dengan bayangan dua dimensi. Akhirnya ditemukan bahwa
stimulus
visual
memiliki
ciri-ciri
yang
berhubungan dengan jarak pengamatan. Atau lebih dikenal dengan istilah isyarat jarak (distance cues).sebagian faktor ini hanya ada bila suatu penglihatan dipandang dengan kedua mata (isyarat binokuler) dan sebagian lagi ada dalam stimulus pada tiap mata (isyarat monokuler). Persepsi jarak menjadi lebih rumit karena sangat tergantung pada sejumlah besar faktor. 2) Persepsi gerakan Gibson dkk, mengatakan bahwa isyarat persepsi gerakan ada dilingkungan sekitar manusia. Kita melihat sebuah benda bergerak karena benda itu bergerak, sebagian menutupi dan sebagian lagi tidak menutupi latar belakangnya yang tak bergerak. Kita juga akan melihat benda-benda bergerak ketika berubah jarak. Kita melihat
bagian baru ketika bagian lain hilang dari pandangan. Jadi tidak peduli apakah pandangan mata kita mengikuti benda yang bergerrak atau pada latar belakangnya. Suatu hal akan menjadi menarik jika meninggalkan isyarat yang ambigius
sehingga dapat
memungkinkan terjadinya
kekeliruan dalam memersepsi. 3) Persepsi kedalaman Persepsi kedalaman dimungkinkan akan muncul melalui penggunaan isyarat-isyarat fisik, seperti akomodasi, konvergensi dan disparitas selaput jala dari mata dan juga disebabkan oleh isyarat-isyarat yang dipelajari dari prespektif linier dan udara interposisi atau meletakan ditengah-tengah, dimana ukuran relatif dari objek dalam penjajaran, bayangan, ketinggian tekstur, atau susunan. d. Mekanisme dalam persepsi Persepsi meliputi suatu interaksi rumit yang melibatkan setidaknya tiga komponen utama yaitu: seleksi, penyusunan, dan penafsiran. 1) Seleksi adalah proses penyaringan oleh indera terhadap stimulus, dalam proses ini, struktur kognitif yang telah ada dalam kepala akan menyeleksi, membedakan data yang masuk dan memilih data mana yang relevan sesuai dengan kepentingan dirinya. Jadi seleksi preseptual ini tidak hanya
bergantung pada determinan-determinan utama dari perhatian, seperti: intensitas (intensity), kualitas (quality), kesegeraan (suddenness), kebaruan (novelty), gerakan (movement), dan kesesuaian (congruity) dengan muatan kesadaran yang telah ada melainkan juga bergantung pada minat, kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai yang dianut. e. Proses terjadinya persepsi Menurut (Walgito, 2004: h 71) Proses terjadinya persepsi dapat dijelaskan sebagai berikut: objek menimbulkan stimulu, dan stimulus mengenai alat indera atau reseptor. Proses stimulus mengenai alat indera merupakan proses kealaman atau proses fisik. Stimulus yang diterima oleh alat indra diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak. Proses ini yang disebut sebagai proses psikologis. Kemudian terjadilah proses diotak sebagai pusat kesadaran sehingga individu menyadari apa yang dilihat, atau apa yang didengar, atau apa yang diraba. Proses yang terjadi didalam otak atau dalam pusat kesadaran inilah yang disebut sebagai proses psikologis. Dengan demikian apat dikemukakan bahwa taraf terakhir dari proses persepsi ialah individu menyadari tentang misalnya apa yang dilihat, atau apa yang didengar, atau apa yang diraba, yaitu stimulus yang diterima melalui alat indera. Proses ini merupakan proses terakhir dari persepsi dan merupakan proses
persepsi sebenarnya. Respon sebagai akibat dari persepsi dapat diambil oleh individu dalam berbagai macam bentuk. Dalam proses persepsi individu tidak hanya dikenai oleh satu stimulus saja, tetapi individu dikenai berbagai macam stimulus yang ditimbulkan oleh keadaan disekitarnya. Namun demikian tidak semua stimulus mendapatkan respon dari individu untuk dipersepsi. Secara skematis hal tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut: St
St
St
St
SP
Fi
Fi
RESPON
Fi
Fi
Bagan 2.1 Proses Terjadinya Persepsi Sumber : Walgito( 2004) Keterangan : St : Stimulus (Faktor Luar) Fi : Faktor Intern (Faktor Dalam, Termasuk Perhatian ) Sp : Struktur Pribadi Individu Skema tersebut memberikan gambaran bahwa individu menerima bermacam-macam stimulus yang datang dari lingkungan. Tetapi tidak semua stimulus akan diperhatikan. Individu
mengadakan
seleksi
terhadap
stimulus
yang
menanganinya, dan di sini berperanya perhatian. Sebagai akibat dari stimulus yang dipilihnya dan diterima oleh individu, individu menyadari dan memberikan respon sebagai reaksi terhadap stimulus tersebut. Skema tersebut dapat dilanjutkan sebagai berikut: L
S
O
R
L
Bagan 2.2 Proses Penerimaan Stimulus Sumber : Walgito( 2004) L : Lingkungan S : Stimulus O : Organisme atau Individu R : Respon atau reaksi Atau dapat pula digambarkan dalam bentuk lain sebagai berikut: L
S
R
L
Bagan 2.3 Proses Penerimaan Stimulus Sumber : Walgito( 2004) L
: Lingkungan
S
: Stimulus
R
: Respon
2. Tenaga pendidik (dosen) a. Pengertian Dosen (tenaga pendidik) adalah pendidik sebagai agen pembelajaran (learning agen) dengan memiliki peran sebagai fasilitator, motivator, pemacu, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik ( Mukhtar, 2012:h 289). Undang-undang guru dan dosen No 14 Tahun 2005 menetapkan kualifikasi dosen harus S2, Undang-undang ini ditegaskan oleh permenpan No 17 Tahun 2013 bahwa dosen wajib S2. Tenaga pendidik menyandang tugas yang amat penting, baik di dalam kelas maupun di luar kelas, dalam bentuk pengabdian. Sekurang-kurangnya ada tiga tugas utama tenaga pendidik yaitu tugas mengajar, tugas mendidik dan melatih. Mendidik berarti mengembangkan dan meneruskan nilai-nilai hidup. Mengajar berarti meneruskan dan mangambangkan ilmu pengetahuan
dan
teknologi,
sementara
melatih
berarti
mengembangkan ketrampilan-ketrampilan para mahasiswa (Mukhtar, 2012:h 289). Sesuai dengan perkembangan zaman dan teknologi, dimensi pengetahuan semakin meluas. Maka tenaga pendidik yang
profesional
dituntut
untuk
mampu
mengatasi
perkembangan itu dengan meningkatkan profesionilitasnya.
Tenaga
pendidik
menyeimbangkan
yang
profesional
kecerdasan
seharusnya
intelegensi,
dapat
kecerdasan
emosional dan kecerdasan spiritual pada anak didiknya, tidak hanya terfokus pada kecerdasan intelegensinya saja (Mukhtar, 2012:h 291). b. Tenaga pendidik/dosen sebagai profesi Bicara masalah profesi dalam dunia pendidikan tidak bisa dilepaskan dengan konsepsi profesi pendidik. Dimana beberapa alasan sehingga seseorang mengambil keputusan untuk menjadi pendidik. (Mukhtar, 2012:h 291) Tugas yang mulia seorang pendidik juga berhadapan dengan seperangkat komponen yang terkait dan mempunyai hubungan yang sangat penting dalam mendidik, untuk menuju pada satu titik optimal dari pengembangan segala potensi yang dimiliki anak didik, dalam rangka menciptakan kondisi profesional bagi para pendidik, maka harus dilakukan beberapa hal
yang
Pendidik/guru
berhubungan yang
dengan
profesional
keprofesionalan tentu
harus
itu.
memiliki
keahlian/ketrampilan tertentu (Mukhtar, 2012:h 291). Tenaga pendidik/dosen menurut paradigma baru bukan hanya bertindak sebagai penyampai informasi, pengalihan ilmu pengetahuan, tetapi sebagai motivator dan fasilitator proses belajar. Maksudnya dengan proses belajar merupakan realisasi
atau aktualisasi sifat-sifat alami pada manusia, yaitu aktualisasi potensi-potensi manusia agar dapat mengimbangi kelemahan pokok yang dimilikinya, yaitu sifat suka lupa, sehingga seharusnya tenaga pendidik tidak hanya fokus meningkatkan kecerdasan intelegensi saja, tetapi fokus juga terhadap kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritualnya sehingga kecerdasan
anak
didik
menjadi
seimbang
(Mukhtar,2012:h291). Sikap mental positif, kreatif dan motivasi sangat diperlukan bagi tanaga yang berjiwa besar, yang mempunyai peranan tidak hanya sebagai penyampai ilmu pengetahuan didepan kelass, tetapi juga memegang peranan kepemimpinan dan pembaharuan dalam masyarakat, dimana mereka bekerja dalam usaha memberikan pelayanan yang diinginkan dan dibutuhkan oleh siswa dan masyarakat (Mukhtar,2012:h 292). Dilihat dari sudut pandang herarki profesi tenaga kependidikan dapat dijelaskan bahwa: 1) Tenaga profesional, yaitu tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan tenaga kependidikan minimal S1 atau yang setara, dan memiliki wewenang penuh dalam perencanaan, pelaksanaan, penilaian dan pengendalian pendidikan pengajaran dan berwenang membina tenaga kependidikan yang lebih rendah jenjang profesinya.
2) Tenaga semi profesional yaitu tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan tenaga kependidikan D3 atau yang setara, yang telah berwenang mengajar secara mandiri, tetapi masih harus melakukan konsultasi dengan tenaga
kependidikan
yang
lebih
tinggi
jenjang
profesionalnya, baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan, penilaian maupun pengendalian pengajaran 3) Tenaga profesional yaitu tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan tenaga kependidikan dibawah D2 ke bawah, yang memerlukan pembinaan dalam perencanaan, pelaksanaan, penilaian dan pengendalian pendidikan dan pengajaran. (Mukhtar, 2012:h 292) c. Proses peningkatan profesionalitas tenaga pendidik Proses peningkatan profesionalitas tenaga pendidik dapat dilakukan dengan hal-hal sebagai berikut: 1) Penataran tenaga pendidik di berbagai jenjang pendidikan dimana hal ini telah menjadi kebijakan pemerintah untuk meningkatkan profesionalisme tenaga pendidik 2) Peningkatan profesionalisme tenaga pendidik masa depan perlu memanfaatkat pendekatan yang bersifat kolaboratif. Yaitu model peningkatan yang mengacu pada penelitian atau dikenal dengan colaborative action research ( CAR )
3) Memanfaatkan forum seperti MGMP(Musyawarah guru mata pelajaran)untuk mengembangkan profesionalitas baru. (Mukhtar, 2012:h 293) d. Tenaga pendidik harus profesional dalam mendesain pembelajaran 1)
Tenaga pendidik bertanggung jawab menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, beriman, bertaqwa, dan berilmu pengetahuan serta memahami teknologi.
2)
Tenaga pendidik bertanggung jawab bagi kelangsungan hidup suatu bangsa, menyiapkan seorang pelajar untuk menjadi seorang pemimpin masa depan. Study today leader tomorrow.
3)
Tenaga pendidik bertanggung jawab atas keberlangsungan budaya dan beradapan suatu generasi. Change of attitude and behavior. (Mukhtar, 2012:h 293)
e. Profesionalisme tenaga pendidik/dosen Profesi dosen adalah tenaga profesi dimana termasuk tenaga kependidikan yang sesuai dengan bidang keahlianya. Tenaga
pendidik
bertugas
melaksanakan
administrasi,
pengelolaan, pengembangan, pengawasan dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan (Mukhtar, 2012:h 295).
Implementasi kemampuan profesional tenaga pendidik hendaknya mampu meningkatkan peran tenaga pednidik sebagai : informator, fasilitator, organisator, motivator, inisiator, mediator, transmitor, dan evaluator sehingga mampu mengembangkan kompetensinya (Mukhtar, 2012:h 295). Menurut Mukhtar (2012:h 296) tenaga pendidik yang profesional
adalah
mereka
yang
memiliki
kemampuan
profesional dengan berbagai kapasitasnya sebagai pendidik. Studi yang dilakukan oleh ace suryani menunjukan bahwa guru yang bermutu dapat diukur dengan lima indikator: 1) Kemampuan professional, sebagaimana terukur dari ijazah, jenjang pendidikan, jabatan, dan golongan serta pelatihan. 2) Upaya profesional, sebagaimana terukur dari kegiatan mengajar, pengabdian dan penelitian. 3) Waktu yang dicurahkan untuk kegiatan profesional, sebagaimana terukur dari masa jabatan, pengalaman mengajar. 4) Kesesuaian antara kehalian dan pekerjaanya, sebagaimana terukur dari mata pelajaran yang diampu apakah telah sesuai dengan sepesialisasinya atau tidak. 5) Tingkat kesejahteraan, sebagaimana terukur dari upah, honor, atau penghasilan rutinya. Tingkat kesejahteraan
yang rendah mendorong pendidik untuk melakukan kerja sambilan, dan apabila kerja sambilan lebih sukses, bisa jadi profesi pendidik hanya sebagai profesi sambilan saja. Cara belajar ssiswa yang berbeda-beda, memerlukan cara pendekatan pembelajaran yang berbeda. Tenaga pendidik harus memprgunakan berbagai pendekatan agar siswa tidak cepat bosan. Kemampuan tenaga pendidik untuk melakukan berbagai
pendekatan
dalam
belajar
perlu
diasah
dan
ditingkatkan. Jangan cepat puas tetapi lihat hasil yang diapat setelah mengajar (Mukhtar, 2012:h 299). Tenaga
pendidik
perlu
membekali
diri
dengan
pengetahuan tentang psikologi dalam menghadapi siswa yang beraneka ragam dan berkarekter karena tugas tenaga pendidik tidak hanya mengajar, tetapi sekaligus sebagai pendidik yang akan membentuk jiwa dan kepribadian siswa (Mukhtar, 2012:h 299). Tenaga pendidik juga sebaiknya tidak hanya sekedar tahu saja tentang Psikologi siswa nya tetapi sebagai tenaga pendidik sebaiknya memahami psikologi anak didiknya sehingga akan lebih memudahkan dosen dalam mengetahui karakter anak didiknya dalam segi kecerdasan emosional dan spiritualnya, sehingga pembelajaran dapat diserap sesuai yang diharapkan (Oemar, 2012:h 3).
Tenaga pendidik yang profesional amat berarti bagi pembentukan karakter SDM yang unggul (Mukhtar,2012:h 296). f. Etika profesi tenaga pendidik/dosen Tenaga pendidik dalam menjalankan profesinya yang erat dengan nilai moral dalam melakukan trensformasi ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Maka sebagai tenaga pendidik seharusnya memiliki etika dalam menjalankan profesinya (Mukhtar, 2012:h 300). Etika profesi guru / tenaga pendidik adalah seperangkat norma yang harus diindahkan dalam menjalankan profesinya ke msayarakat. Tenaga
pendidik
indonesia
menyadari
bahwa
pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Bangsa, dan Negara serta kemanusiaan pada umumnya (Mukhtar, 2012:h 300). 3. Tingkat Kecerdasan Menurut Joseph (1978,dalam buku bulan 2012:h 8) kecerdasan dalam arti umum adalah suatu kemampuan umum yang membedakan kualitas orang yang satu dengan orang yang lain. Kecerdasan merupakan salah satu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa kepada manusia dan menjadikanya sebagai salah satu kelebihan manusia dibandingkan dengan makhluk lainya. Manusia
dapat terus menerus mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidupnya yang semakin kompleks melalui proses berfikir dan belajar secara terus menerus. Manusia memiliki 3 dimensi kecerdasan yaitu, kecerdasan intelegensia, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual. a. IQ (Intelllegence Quotient) 1) Pengertian Menurut Spearman dan Wynn jones (dalam buku Saifuddin, 2013:h 1) mengemukakan adanya suatu konsepsi lama mengenai suatu kekuatan (power) yang dapat melengkapi akal fikiran manusia dengan gagasan abstrak yang
universal,
untuk
dijadikan
sumber
tunggal
pengetahuan sejati. Kekuatan demikian dalam bahasa yunani disebut nous, sedangkan penggunaan istilah tersebut dalam bahasa latin dikenal sebagai intellectus dan intelligentia. Pada giliranya, dalam bahasa inggris masingmasing diterjemahkan sebagai intellect dan intelligence. Ternyata,
transisi
bahasa
tersebut
membawa
pula
berubahan makna. Intelligence, yang dalam bahasa indonesia kita sebut
dengan intelegensi, semula berarti
penggunaan kekuatan intelektual secara nyata, akan tetapi kemudian diartikan sebagai sesuatu kekuatan lain. Masyarakat umum mengenal intelegensi sebagai
istilah yang menggambarkan kecerdasan, kepintaran, ataupun kemampuan untuk memecahkan problem yang dihadapi. Gambaran tentang anak yang berintelegensi tinggi adalah gambaran mengenai siswa yang pintar, siswa yang selalu naik kelas dengan nilai baik, atau siswa yang jempolan dikelasnya (Saifuddin , 2013: h 2). Pandangan awam sebagaimana digambarkan diatas, walaupun tidak memberikan arti yang jelas tentang intelegensi namun pada umumnya tidak berbeda jauh dari makna intelegensi sebagaimana yang dimaksudkan oleh para ahli. Apapun definisinya, makna intelegensi memang mendeskripsikan kepintaran dan kebodohan (Saifuddin, 2013: h 2). 2) Faktor-faktor yang mempengaruhi Menurut Anonim (2009) terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat IQ pada diri seseorang, antara lain: a) Pengaruh faktor bawaan atau keturunan Penelitian menunjukan bahwa individu yang berasal dari suatu keluarga yang IQ nya tinggi maka besar kemungkinan anaknya juga IQ nya tinggi. b) Pengaruh lingkungan Lingkungan dapat sangat mempengaruhi kecerdasan
Intelektual pada anak, meskipun pada dasarnya kecerdasan ini sudah dibawa sejak lahir. c) Minat dan pembawaan yang khas Minat dapat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dorongan yang terdapat di dalam diri manusia mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar. d) Kebebasan Kebebasan berarti bahwa setiap individu itu dapat memilih metode-metode tertentu dalam memecahkan suatu masalah. 3) Ciri-ciri individu yang memiliki IQ tinggi Menurut Anonim (2009) karakteristik individu yang memiliki IQ tinggi antara lain: a) Berpikiran secara logis Logis merupakan hasil pertimbangan akal pikiran yang diungkapkan lewat kata-kata dan dinyatakan dalam bahasa. Logis bisa juga diartikan dengan masuk akal. Orang yang berpokiran logis pasti pikiranya masuk akal. b) Rasional Rasional diambil dari bahasa inggris rational yang
berarti dapat diterima oleh akal dan pikiran serta dapat dinalar sesuai dengan kemampuan otak. c) Sistematis Sistematis adalah segala usaha untuk menguraikan dan merumuskan sesuatu dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu, mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat yang menyangkut objeknya. 4) Peran IQ dalam kehidupan Kecerdasan intelektual memiliki peranan penting dalam kehidupan setiap individu karena dengan kecerdasan intelektual tersebut individu dapat melakukan beberapa kemampuan, seperti kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir, memahami gagasan, menggunakan bahasa, belajar, dan mengambil keputusan serta menjalankan keputusan tersebut. Tidak ada informasi yang sulit bagi individu yang memiliki tingkat kecerdasan intelektual yang baik (Saifuddin, 2013: 3). Gambaran tentang anak yang berintelegensi tinggi biasanya dianak tersebut pintar, siswa yang selalu naik kelas dengan nilai yang baik, bahkan gambaran ini meluas pada pencitraan fisik yaitu citra yang anak wajahnya bersih, berpakaian rapi, berkaca mata sedangkan gamabran anak
yan berintelegensi rendah membawa citra seseorang yang lamban berfikir, sulit mengerti, prestasi belajar rendah, dan lebih banyak bingung (Saifuddin, 2013: 2). 5) Cara meningkatkan kecerdasan intelektual Secara tradisional, angka normatif dari hasil tes intelegensi dinyatakan dalam bentuk rasio (quetion) dan dinamai intelligence quetient (IQ). Dari sini kita kita akan melihat bahwa pengertian tes intelegensi sering kali dan memang dapat dipertukarkan dengan pengertian tes IQ (Saifuddin, 2013: 51). Macam-macam tes IQ antara lain : a) Standford-binet intelligence scale b) The wechsler intelligence scale for children-revised (WISC-R) c) The wechsler adult intelligence scale revised (WAISR) d) The standard progressive matrices e) The kaufman assessment battery for children (K-ABC) (Saifuddin, 2013:h 105) (Menurut Saifuddin 2013:h 164
) Adapun cara
meningkatkan IQ adalah sebagai berikut: a) Belajar Keberhasilan dalam belajar dipengaruhi oleh banyak
faktor yang bersumber dari dalam diri individu (Faktor internal) dan yang bersumber dari luar (faktor eksternal). Faktor internal dipengaruhi oleh fisik dan psikologis dimana fisik yang mempengaruhi yaitu panca indra dan kondisi fisik umum sedangkan psikologis yang mempengaruhi minat, motivasi, bakat, kemampuan umum/intelegensi, dan faktor eksternal dipengaruhi oleh fisik dan sosial dimana fisik yang mempengaruhi yaitu kondisi tempat belajar, sarana prasarana, materi pelajaran, kondisi lingkungan belajar sedangkan
psikologis
yang
mempengaruhi
yaitu
dukungan sosial dan pengaruh budaya. Jika individu dapat belajar dengan baik tanpa ada gangguan faktor internal
dan
faktor
eksternal
maka
kecerdasan
intelegensia dapat meningkat. 6. Faktor yang menghambat kecerdasan intelegensia Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar anak dibedakan menjadi faktor internal dan faktor eksternal: a. Faktor internal Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor internal meliputi fsktor
fisiologis dan biologis serta faktor psikologis. b. Faktor eksternal Faktor eksternal juga dapat mempengaruhi proses belajar. Faktor eksternal yang mempengaruhi proses belajar dapat digolongkan menjadi faktor lingkungan sosial dan non sosial (Syah 2003): 1). Lingkungan sosial Lingkungan sosial
anak dapat
menimbulkan
kesulitan dalam belajar. Lingkungan sosial dibagi menjadi 3 yaitu: (a)
Lingkungan sosial sekolah salah satu harapan dari pendidik yaitu Self Regulated Learner (SRL). SLR adalah murid-murid yang memiliki kemampuan belajar tinggi dan disiplin sehingga mereka membuat belajar itu lebih mudah dan menyenangkan. Namun harapan itu tidak akan terwujud jika lingkungan sekolah seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas tidak mendukung. Faktor-faktor yang dapat menghambat anak belajar di sekolah adalah:
Metode
mengajar,
Kurikulum,
Penerapan disiplin, Hubungan siswa dengan
guru maupun teman, Tugas rumah yang terlalu banyak, Sarana dan prasarana (b)
Lingkungan Kondisi
sosial
lingkungan
masyarakat
masyarakat
tempat
tinggal siswa juga mempengaruhi proses belajar anak. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran, dan banyak teman sebaya di lingkungan yang tidak sekolah dapat menjadi faktor yang menimbulkan kesukaran belajar bagi siswa. (c)
Lingkungan keluarga Keluarga merupakan tempat pertama kali anak belajar. Oleh karena itu, lingkungan keluarga sangat mempengaruhi proses belajar anak. Faktor
dari
keluarga
yang
dapat
menimbulkan permasalahan belajar anak adalah: Pola asuh orang tua, Hubungan orang tua dan anak, Keadaan ekonomi keluarga, Keharmonisan keluarga, Kondisi rumah.
b. EQ (Emosional Quotient) 1) Pengertian a) Emosi Goleman tahun 2002 mengatakan dalam buku Saefullah, 2012:h 177) Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere yang artinya bergerak menjauh. Arti kata ini menggambarkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Menurut Walgito 1989 dalam buku Nurfaizin tahun 2007 h 139 mengatakan emosi adalah suatu keadaan dari diri organisme atau individu pada satu waktu, misalnya seseorang merasa senang, sedih, terharu, dan sebagainya jika melihat atau mendengar sesuatu. (Menurut Ali dan Asrosi dalam buku Dini tahun 2010) mengatakan bahwa emosi banyak mempengaruhi fungsi-fungsi psiikis seperti pengamatan, tanggapan, pemikiran, dan kehendak. Seseorang akan mampu melakukan pengamatan atau pemikiran dengan baik manakala disertai dengan emosi yang baik pula. Seseorang juga akan memberikan tanggapan yang positif terhadap suatu objek apabila disertai dengan emosi yang positif pula. sebaliknya seseorang akan melakukan pengamatan atau tanggapan negatif terhadap
suatu objek jika disertai dengan emosi yang negatif terhadap objek tersebut. Emosi tidak hanya berkaitan dengan fungsi psikis,
emosi
juga
berkaitan
dengan
perubahan
fisiologis sehingga menjadi salah satu aspek yang penting dalam kehidupan manusia karena dapat menjadi motivator
bagi
perilaku
manusia
dalam
arti
meningkatkan, tetapi juga dapat mengganggu perilaku manusia. (Saefullah, 2012:h 178) Fatimah (2010:h 105), juga mengemukakan beberapa perubahan fisik yang terjadi ketika seseorang mengalami emosi, antara lain: (1) Peredaran darah bertambah cepat apabila marah (2) Denyut jantung bertambah cepat apabila terkejut (3) Bernafas panjang ketika ketawa (4) Pupil mata membesar apabila marah (5) Bulu roma berdiri apabila takut (6) Pencernaan menjadi sakit atau mencret-mencret ketika tegang. Menurut Mayer (dalam buku Saefullah 2012:h 179) mengatakan bahwa orang cenderung menganut gaya-gaya khas dalam menangani dan mengatasi emosi mereka,
yaitu
sadar
diri,
tenggelam
dalam
permasalahan dan pasrah. Oleh krena itu, penting bagi setiap individu untuk memiliki kecerdasan emosional agar menjadikan hidup lebih bermakna dan tidak menyia-nyiakan kehidupan yang dijalaninya. Berdasarkan uraian diatas, dapat kita simpulkan bahwa emosi adalah suatu perasaan (afek) yang mendorong individu untuk merespon atau bebrtingkah laku terhadap stimulus, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar dirinya. b) Kecerdasan Emosi Istilah” kecerdasan emosional” pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog peter salovey dari harvad university dan john mayer dari university of new hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas
emosional
yang
penting
bagi
keberhasilan. Kualitas-kualitas yang dimaksud antara lain
kepedulian
memahami
(emphaty),
perasaan,
mengungkapkan
mengenddalikan
dan
amarah,
kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, diskusi, kemampuan memecahkan masalah antara pribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan, dan sikap hormat (Un0, 2008:h 67). Cooper dan Sawaf 1998 (dalam Muttaqiyathun,
2010)
mendefinisikan
kecerdasan
emosi
dengan
kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi, dan pengaruh manusiawi. Sedangkan menurut Hamzah (Ardianie & Hapsari, 2012), kecerdasan emosional didefinisikan sebagai
kemampuan,
seperti
kemampuan
untuk
memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati. Kecerdasan emosi sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat menetap, dan juga dapat berubah setiap saat. Oleh karena itu, peran lingkunagn terutama orang tua sangat mempengaruhi pembentukan kecerdasan emosional. Keterampilan EQ bukan merupakan lawan dari ketrampilan IQ. Akan tetapi, keduanya berinteraksi secara dinamis, baik secara konsseptual maupun nyata. Selain itu EQ tidak dipengaruhi oleh faktor keturunan. Berbagai penelitian menemukan ketrampilan sosial dan emosional akan semakin penting peranya
dalam kehidupan daripada kemampuan intelektual (Uno, 2008:67). 2) Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi Menurut Goleman (2009 dalam Nurynati, 2010) faktor-faktor yang yang mempengaruhi kecerdasan emosional adalah : a) Lingkungan keluarga Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama dalam mempelajari emosi dan orang tualah yang sangat berperan dalam pembelajaran emosi tersebut. Anak akan
mengidentifikasi
perilaku
orang
tua
yang
kemudian diterapkan dan akhirnya menjadi bagian dalam kepribadian anak. Ketrampilan emosi yang dibangun
dalam
keluarga
sangat
berguna
bagi
kehidupan anak kelak, sehingga kelak anak dapat cerdas secara emosi. b) Lingkungan non keluarga Lingkungan
yang
dimaksud
adalah
lingkungan
masyarakat dan lingkungan pendidikan yang dianggap bertanggung jawab terhadap perkembangan emosi. Pergaulan dengan teman sebaya, pendidikan, dan masyarakat luas juga memberi pengaruh besar terhadap kecerdasan emosi seseorang.
c) Otak Otak merupakan organ yang penting dalam tubuh manusia karena otaklah yang mempengaruhi dan mengontrol seluruh kerja tubuh. Bagian otak yang digunakan untuk berfikir yaitu korteks, sedangkan bagian yang mengurusi emosi yaitu sistem limbik, tetapi sesungguhnya hubungan antara kedua bagian itulah yang menentukan kecerdasan emosi seseorang. Bradbarry dan Greaves (2007 dalam Nurhayati 2010) menambahkan bahwa tingkat kecerdasan emosi cenderung meningkat seiring bertambahnya usia. Sebagian besar orang mengalami peningkatan dalam ketrampilan kesadaran diri dan memiliki kemudahan mengelola emosi dan perilaku di saat mereka beranjak tua. Gottman dan De claire (2003 dalam Nurhayati, 2010)
merumuskan
mempengaruhi
bagaimana
kecerdasan
emosi.
jenis Dijelaskan
kelamin bahwa
meskipun kaum pria dan kaum wanita mempunyai pengalaman emosi batiniah yang serupa, tetapi kaum pria cenderung menyembunyikan emosi mereka dari dunia luar kaum wanita lebih leluasa dalam mengungkapkan perasaanperasaan mereka dalam kata-kata, ungkapan-ungkapan wajah, dan bahasa tubuh, sedangkan kaum pria lebih
cenderung menahan diri, menutup-nutupi, dan meremehkan perasaan mereka. Berdasarkan uraian diatas, faktor-faktor yang mempengaruhi
kecerdsan
emosi
seseorang
adalah
lingkungan keluarga, non keluarga, struktur otak, usia dan jenis kelamin. 3) Ciri-ciri individu yang memiliki kecerdasan emosi tinggi Goleman
(2009
dalam
buku
Nurita
2012)
mengemukakan ciri-ciri individu yang memiliki kecerdasan emosi tinggi, antara lain: a) Memiliki kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan dapat bertahan dalam menghadapi frustasi. b) Dapat mengendalikan dorongan hati sehingga tidak melebih-lebihkan suatu kesenangan c) Mampu mengatur suasana hati dan dapat menjaganya agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir seseorang. d) Mampu untuk berempati terhadap orang lain dan tidak lupa berdoa. Menurut Jack Block (dalam buku Nuryanti, 2010) dari hasil penelitianya menyebutkan bahwa: a) Kaum pria yang memiliki kecerdasan emosi tinggi
secara sosial mantap, mudah bergaul, jenaka, dan tidak mudah
takut
atau
gelisah.
Mereka
mempunyai
kemampuan besar untuk melibatkandiri dengan orangorang atau permasalahan, memikul tanggung jawab, mudah simpatik, dan mempunyai pandangan moral. Mereka akan merasa nyaman dengan dirinya sendiri, orang lain, dan dunia pergaulan lingkungannya. b) Kaum wanita yang memiliki kecerdasan emosi tinggi cenderung bersikap tegas, mengungkapkan perasaan mereka secara langsung, memandang dirinya sendiri secara positif. 4) Peran kecerdasan emosi dalam kehidupan Menurut Suharsono (2001 dalam Nurhayati, 2010), peran kecerdasan emosi yang memadahi dalam kehidupan adalah: a) Kecerdasan emosi sebagai alat pengendalian diri sehingga seseorang tidak terjerumus ke dalam tindakantindakan yang merugikan dirinya sendiri maupun orang lain. b) Kecerdasan emosi dapat diimplementasikan sebagai cara yang baik dalam membesarkan atau merealisasikan ide dan konsep. c) Kecerdasan emosi merupakan modal penting bagi
seseorang untuk mengembangkan kemampuanya dalam bidang apapun. Uno (2008 dalam Nuryanti, 2010) menyatakan bahwa manfaat emosi adalah untuk bertahan hidup dan mempersatukan semua manusia. Sedangkan hartini (2004 dalam Nuryanti, 2010) menambahkan bahwa orang-orang yang memiliki kecerdasan emosi dengan efektif memiliki keuntungan dalam setiap bidang kehidupan serta mampu mendorong produktivitasnya sendiri. 5) Cara meningkatkan dan mengembangkan kecerdasan emosi Kecerdasan emosional dapat dilatih, dikembangkan, dan ditingkatkan karena emosi bukanlah suatu karakter yang dimiliki atau yang tidak dimiliki. Kita dapat meningkatkan
kecrdasan
emosional
dengan
cara
mempelajari dan melatih ketrampilan serta kemampuan yang menyusun kecerdasan emosional. (Weisinger 2006 dalam buku Yuniani, 2010) mempunyai cara untuk meningkatkan kecerdasan emosional kita, yaitu: a) Mengembangkan kesadaran yang tinggi Kesadaran
yang
tinggi
dapat
memonitor
diri,
mengamati tindakan, dan mempengaruhinya demi kebaikan kita.
b) Mengelola emosi Mengelola emosi berarti memahaminya kemudian menggunakan pemahaman tersebut untuk menghadap situasi secara produktif. Dengan kata lain, bukan menekan emosi dan menghilangkan informasi berharga yang disampaikan oleh emosi kepada kita. c) Memotivasi diri sendiri Motivasi merupakan pencurahan tenaga pada suatu arah tertentu untuk sebuah tujuan spesifik. Jika dilihat dalam konteks kecerdasan emosional, sistem emosional digunakan untuk memfasilitasi keseluruhan proses dan menjaganya tetap berlangsung. Anthony
(2004
dalam
Yunani,
2010)juga
menyajikan program untuk meningkatkan kecerdasan emosional menuju pintu kesuksesan dengan lima langkah berikut: a) Awarennes (kesadaran) Menyesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan alami, meneliti bagaimana dampak kepribadian seseorang terhadap orang lain, dan menyadari emosi. b) Restraint ( pengekangan diri ) Mengidentifikasi emosi negatif yang dapat merusak hubungan serta menyiapkan tanggapan rasional yang
akan mengekang emosi. c) Resilience ( daya pemulihan ) Belajar
mengembangkan
sifat
optimistis,
gigih,
mengenali sumber sesungguhnya dari keputusan dan menerima motivator intrinsik. d) Other ( empati ) Perasaan dan motif yang tajam, mengembangkan radar emosional dan belajar untuk menjadi pendengar dan pengamat yang lebih baik. e) Working with other ( building rapport )/bekerja sama dengan orang lain ( membina hubungan ) Berkomunikasi, menyelesaikan konflik, dan belajar menjalin hubungan dan memimpin orang lain.Selain itu, masih
ada
satu
cara
lagi
untuk
menerapkan
dan
mengembangkan EQ yang dirumuskan oleh Jhon gottman (dalam Yuniani, 2010), langkah ini sangat praktis dan efektif untuk membina kerjasama dan saling pengertian baik dengan teman, peserta didik, anak-anak, dan lain-lain. Langkah itu dilakukan dengan menyadari emosi anak, mengakui dengan
emosi empati,
sebagai
kesempatan,
mengungkapkan
menemukan solusi dan menjadi teladan.
mendengarkan
emosi,
membantu
6. Faktor yang menghambat kecerdasan emosi Menurut Dinkmeyer (1965) faktor-faktor yang menghambat kecerdasan emosi anak adalah a.
Faktor kondisi fisik dan kesehatan, Anak yang memiliki kesehatan yang kurang baik dan sering lelah cenderung menunjukkan reaksi emosional yang berlebihan.
b.
Tingkat intelegensi Tingkat intelegensi yang kurang akan mempengaruhi kecerdasan emosi anak.
c.
Lingkungan sosial Lingkungan
sosial
yang
kurang
baik
akan
keluarga
yang
mempengaruhi kecerdasan emosi anak. d.
Keluarga Anak
yang
dibesarkan
dalam
menerapkan disiplin yang berlebihan cenderung lebih emosional. Pola asuh orang tua berpengaruh terhadap kecerdasan emosi anak dimana anak yang dimanja, diabaikan atau dikontrol dengan ketat (overprotective) dalam
keluarga
cenderung
menunjukkan
emosional yang negatif (Dinkmeyer,1965).
reaksi
c. SQ (Spiritual Quotient) 1) Pengertian Secara konseptual kecerdasan spiritual terdiri atas gabungan kata kecerdasan dan spiritual. Kecerdasan berasal dari kata cerdas yang berarti sempurna perkembangan akal budi untuk berfikir dan mengerti. Ibid (dalam Badawi, 2008) mendefinisikan kecerdasan sebagai kapasitas umum dari seorang individu yang dapat dilihat pada kesanggupan pikiranya dalam mengatasi masalah dan memenuhi tuntutan kebutuhan-kebutuhan baru dalam kehidupan. Istilah spiritual berasal dari bahasa latin”spiritus” yang berarti nafas atau prinsip yang memvasilitasi suatu organisme (Buzan dalam Badawi , 2008). Zohar
dan
Marshall
(Anggraini,
2012)
mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya. Agustian 2001 (dalam Saefullah 2012 h 63) menyatakan bahwa kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah menuju manusia yang seutuhnya dan memiliki pola pemikiran tauhid serta berprinsip hanya
kepada Allah. Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
kecerdasan
spiritual menurut Agustian (dalam Anonim 2009) adalah inner value (nilai-nilai spiritual dari dalam) yang berasal dari
dalam
diri
(keterbukaan),
(suara
hati),
responsibilities
seperti
trensparency
(tanggung
jawab),
accountabilities (kepercayaan), fairness (keadilan) dan social wareness (kepedulian sosial). Faktor kedua adalah drive yaitu dorongan dan usaha untuk mencapai kebenaran dan kebahagiaan. 2) Faktor yang mempengaruhi kecerdasan spiritual Menurut Sumediyani (2002, h 3 dalam Trihandini, 2005)
ada
beberapa
hal
yang
dapat
menghambat
perkembangan kecerdasan spiritual dalam diri seseorang, yaitu: a) Adanya keseimbangan yang dinamis antara ego dan super ego, keseimbangan antara ego sadar yang rasional dan tuntutan dari alam tak sadar secara umum. b) Adanya orang tua yang cukup menyayangi. c) Tidak mengharapkan sesuatu terlalu banyak. d) Tidak ada beban yang dapat menekan insting
3) Ciri-ciri individu yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi Zohar dan Marshall (2007 dalam Anggraini, 2012) mengindikasikan ciri individu yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi, antara lain: a) Kemampuan bersikap fleksibel (adaptif secara spontan dan aktif) b) Tingkat kesadaran yang tinggi c) Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan situasi. d) Kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit e) Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai f) Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu g) Kecenderungan untuk melihat ketertarikan antara berbagai hal (holistik view). h) Kecenderungan untuk bertanya mencari jawban yang mendasar. i)
Bertanggung jawab untuk membawakan visi dan nilai yang lebih tinggi pada orang lain.
Saefullah
(2012:
h
68)
mengatakan
bahwa
seseorang yang cerdas secara spiritual mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a) Memiliki tujuan hidup yang jelas Seseorang yang cerdas secara spiritual akan memiliki tujuan hidup berdasarkan alasan-alasan yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. b) Memiliki prinsip hidup Orang yang cerdas secara spiritual adalah orang yang menyadarkan prinsipnya hanya kepada Allah dan tidak ragu terhadap hal yang telah diyakininya berdasarkan ketentuan ilahi. c) Selalu merasakan kehadiran Allah Seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual akan selalu merasakan kehadiran Allah, yaitu dalam setiap aktivitasnya tidak satu pun yang luput dari pantauan Allah. Kesadaran ini akan memunculkan moral yang baik. d) Cenderung pada kebaikan Seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual akan selalu termotivasi untuk menegakan nilai-nilai moral yang baik sesuai dengan keyakinan agamanya dan
menjauhi segala kemungkaran dan sifat yang dapat merusak kepribadian sebagai umat beragama. e) Berjiwa besar Seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual akan bersikap sportif, mudah mengintrispeksi diri, mudah meminta
maaf
mendahulukan
dan
memaafkan,
kepentingan
umum
serta
lebih
dari
pada
kepentingan pribadi. f)
Memiliki empati Orang yang memiliki kecerdasan spiritual adalah orang yang peka dan memiliki perasaan yang halus, suka membantgu, dan berssimpati terhadap keadaan orang lain.
4) Peran kecerdasan spiritual dalam kehidupan Zohar & Marshall (2007 h 12 dalam Wardi 2010) menyatakan bahwa fungsi kecerdasan spiritual antara lain: a) Menjadikan kita untuk menjadi manusia apa adanya sekarang dan memberi potensi lagi untuk terus berkembang. b) Menjadi lebih kreatif dalam hal yang positif c) Menghadapi masalah ekstensial yaitu saat kita secara pribadi terpuruk dan terjebak oleh kebiasaan dan kekhawatiran, atau kesedihan masa lalu. Melalui
kecerdasan spiritual, kita akan menyadari masalah ekstensial tersebut dan kita akan berusaha untuk mengatasi atau berdamai dengan masalah tersebut. d) Kecerdasan
spiritual
dapat
digunakan
untuk
menyelesaikan masalah krisis yang membuat kita seakan kehilangan keteraturan diri. Melalui SQ pula maka suara hati kita akan menuntun kita ke jalan yang benar. e) Kita akan mempunyai kemamopuan beragama yang benar tanpa harus fanatik dan tertutup terhadap kehidupan yang beragama. f)
Kecerdasan spiritual memungkinkan kita menjembatani atau menyatukan hal yang bersifat personal dan interpersonal serta menyadari integritas diri sendiri dan orang lain.
g) Kecerdasan spiritual bisa digunakan untuk mencapai kematangan pribadi yang lebih utuh, menyadari makna dan prinsip sehingga tidak mengedepankan ego. h) Kecerdasan spiritual bisa digunakan dalam menghadapi pilihan dan realitas yang pasti akan datang dan harus kita hadapi apapun bentuknya. Baik atau buruk, bahkan dalam segalam penderitaan yang tiba-tiba datang tanpa kita duga.
5) Cara meningkatkan dan mengembangkan kecerdasan spiritual Di bawah ini terdapat Beberapa cara untuk mengembangkan kecerdasan spiritual secara islami menurut Almascaty (2008 dalam Wardi 2010) yaitu: a) Mengidentifikasi ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan topik, maksudnya adalah mempelajari ayat-ayat Al-Qur’an, serta mengamalkan ajaran-ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi. b) Mengidentifikasi Maksudnya
hadits-hadits
adalah
Rasulullah
mempelajari
SAW.
hadits-hadits
Rasulullah serta mengamalkan ajaranya sesuai dengan sunnah beliau. c) Mengidentifikasi riwayat para sahabat Maksudnya adalah mempelajari riwayat para sahabat, meneladani kebaikanya, serta meneladani kehidupan para sahabat Rasulullah. d) Mengidentifikasi
karya-karya
agung
ulama
dan
cendikiawan muslim. Maksudnya adalah mempelajari karya-karya umala dan cendikiawan muslim, serta mengambil hikmah sehingga kita bisa menerapkanya dalam hidup.
e) Mengidentifikasi karya-karya cendikiawan barat Maksudnya
adalah
cendikiawan
barat
mempelajari sebagai
karya-karya
pengetahuan
uuntuk
memperkaya khazanah keilmuan kita. f)
Membangun dasar-dasar sebuah model kecerdasan spiritual islami. Maksudnya
adalah
membangun
sebuah
dasar
kecerdasan spiritual berdasarkan apa yang telah kita pelajari, baik dari Al-Qur’an, hadits, tauladan para sahabt, karya-karya para ulama serta para cendikiawan, kemudian kita implementasikan dalam hidup. Agustian 2008, menyatakan untuk mengembangkan kecerdasan spiritual yaitu dengan melakukan shalat atau ibadah kepada Allah dengan penuh kekhusyukan karena shalat khusyuk mengajak kita untuk menajamkan hati serta merasakan sifat-sifat kebijaksanaan illahi hadir dalam jiwa kita dan selanjutnya muncul dalam perilaku sehari-hari. 6) Faktor yang mempenghambat kecerdasan spiritual Menurut Sumediyani (2002, h 3 dalam Trihandini, 2005)
ada
beberapa
hal
yang
dapat
menghambat
perkembangan kecerdasan spiritual dalam diri seseorang, yaitu:
a)
Tidak adanya keseimbangan yang dinamis antara ego dan super ego, keseimbangan antara ego sadar yang rasional dan tuntutan dari alam tak sadar secara umum.
b)
Tidak adanya orang tua yang cukup menyayangi.
c)
Mengharapkan sesuatu terlalu banyak.
d)
Ada beban yang dapat menekan insting
B. Kerangka Teori Stimulus Minat Reseptor Kepentingan
Kebiasaan
PERSEPSI
Kontansi Faktor yang mempengaruhi IQ: a) Faktor bawaan/keturunan b) Pengaruh lingkungan c) Minat dan pembawaan yang khas Faktor yang mempengaruhi EQ: IQ, EQ, SQ
a) Lingkungan keluarga b) Lingkungan non keluarga c) otak Faktor yang mempengaruhi SQ: a) Adanya keseimbangan yang dinamis antara ego dan super ego. b)Adanya orang tua yang cukup menyayangi. c)Tidak mengharapkan sesuatu terlalu banyak.
d)Tidak ada beban menekan insting
yang
dapat
Bagan 2.4 Kerangka Teori Sumber : Walgito (2004), Pieter (2010)
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Dan Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Penelitian kualitatif adalah
untuk menggali pengalaman
hidup manusia dengan menekankan nilai-nilai subyektif yang disampaikan oleh partisipan dari fenomena yang ada dan ditampilkan dalam bentuk narasi (Saryono, 2013: h 50). Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi yaitu peneliti dengan cara menangkap dan menggali fenomena atau gejala yang timbul dari obyek yang diteliti (Moleong, 2007: h 6). Tujuan
suatu
penelitian
dilakukan
dengan
pendekatan
fenomenologi adalah mengembangkan makna pengalaman hidup dari suatu fenomena dalam mencari suatu makna dengan mengidentifikassi inti fenomena dan menggambarkan secara akurat dalam pengalaman hidup sehari-hari (Saryono, 2013:h 49). Penelitian ini berusaha memahami keunikan individu dan arti pengalaman berupa peristiwa-peristiwa yang dialami (Saryono,2013: 50).
56
B. Waktu dan tempat penelitian 1. Waktu penelitian penelitian akan dilaksanakan dalam kurun waktu 2 bulan yaitu bulan November 2014 - Desember 2014. Waktu pengambilan data disesuaikan dengan kontrak yang telah dibuat dengan partisipan. 2. Tempat penelitian Penelitian ini akan dilakukan oleh peneliti secara langsung di Prodi DIII Kebidanan Politeknik Harapan Bersama Tegal. C. Definisi Istilah Definisi istilah adalah unsur-unsur yang membantu dalam pelaksanaan proses pengumpulan data pada penelitian. Definisi istilah yang berkaitan dengan penelitian ini adalah : Tabel 3.1 Definisi Istilah No 1
Istilah Persepsi
2
Dosen
3
Kecerdasan IQ,EQ,SQ
Definisi proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indara. Dosen adalah pendidik sebagai agen pembelajaran (learning agen) dengan memiliki peran sebagai fasilitator, motivator, pemacu, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik. Undang-undang dosen No 14 Tahun 2005 menetapkan kualifikasi dosen harus S2, Undang-undang ini ditegaskan oleh permenpan No 17 Tahun 2013 bahwa dosen wajib S2. IQ (kecerdasan intelegensi) adalah menggambarkan kecerdasan, kepintaran, ataupun kemampuan untuk memecahkan problem yang dihadapi. EQ (kecerdasan emosi) adalah
kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi, dan pengaruh manusiawi. SQ ( kecerdasan spiritual ) adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah menuju manusia yang seutuhnya dan memiliki pola pemikiran tauhid serta berprinsip hanya kepada Allah.
D. Partisipan Sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden, tetapi partisipan/ informan dalam penelitian (Saryono, 2013; h 51). Pengambilan sampel dalam penelitian kualitatif biasanya menggunakan purposive sampling dengan berbagai pendekatan yang paling refresentatif untuk penelitian kualitatif. (Saryono, 2013; h 51) Cara pemilihan partisipan pada penelitian ini tidak diarahkan pada jumlah tetapi berdasarkan pada asas kesesuaian dan kecukupan sampai mencapai saturasi data, oleh karena itu pemilihan partisipan pada penelitian ini berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dan berdasarkan teori-teori atau konstruk operasional sesuai dengan tujuan penelitian. Hal ini dilakukan agar partisipan benar- benar dapat mewakili terhadap fenomena yang diteliti (Poerwandari, 2005 dalam buku Saryono 2013). Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling, dimana purposive sampling adalah metode pemilihan partisipan dalam suatu
penelitian dengan menentukan terlebih dahulu kriteria yang akan dimasukan dalam penelitian, dimana partisipan yang diambil dapat memberikan informasi yang berharga bagi peneliti (Saryono,2013:h52). Jumlah partisipan dalam penelitian ini tidak ada batasnya tetapi memiliki karakteristik sesuai dengan tujuan penelitian dan kriteria yang sesuai dengan kebutuhan dalam penelitian dengan karakteristik sebagai berikut : 1.
Tenaga pendidik dengan usia 25-50 tahun
2.
Tenaga pendidik dengan pengalaman mengajar minimal 2 tahun
3.
Jenjang pendidikan telah menyelesaikan studi S2
4.
Tenaga pendidik yang komunikatif dan kooperatif
5.
Tenaga pendidik DIII Kebidanan tingkat III politeknik harapan bersama Tegal
6.
Tenaga pendidik yang bersedia menjadi subyek penelitian.
E. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah alat – alat yang digunakan untuk pengumpulan data (Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa alat pengumpulan data, antara lain: 1.
Peran peneliti dalam penelitian sebagai instrumen utama dalam menjaring data dan informasi yang diperlukan, ada beberapa alasan mengapa peneliti sebagai instrument utama dalam penelitian kualitatif, antara lain:
a.
Peneliti sebagai instrumen dapat berinteraksi langsung dengan partisipan yang pada penelitian ini berfokus pada tenaga pendidik DIII Kebidanan politeknik harapan bersama tegal, interaksi dalam bentuk wawancara langsung secara mendalam dan observasi.
b.
Peneliti sebagai instrumen dapat menyesuaikan diri dengan kondisi partisipan
c.
Peneliti sebagai instrumen dapat memahami dan merasakan secara kompeten terhadap fenomena yang muncul secara konstektual dan melalui proses interaksi, sehingga peneliti dapat menganalisis, menafsirkan dan merumuskan kesimpulan sementara
dalam
menentukan
arah
wawancara
dan
pengamatan. d.
Peneliti sebagai instrument dapat menggali lebih dalam tentang presepsi tenaga pendidik tentang tingkat kecerdasan pada mahasiswanya.
2.
Pedoman wawancara Pedoman wawancara digunakan agar wawancara yang dilakukan tidak menyimpang dari tujuan penelitian. Pedoman ini di susun tidak hanya berdasarkan tujuan penelitian, tetapi juga berdasarkan teori yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
3.
Camera digital Camera
digital
dipilih
peneliti
sebagai
alat
bantu
mendokumentasikan beberapa gambar pada saat peneliti sedang melakukan pembicaraan dengan informan/partisipan dengan adanya foto ini maka dapat meningkatkan keabsahan peneliti akan lebih
terjamin,
karena
peneliti
benar-benar
melakukan
pengumpulan data. 4.
Handphone Untuk merekam suara pada saat wawancara berlangsung. Handphone disini yang peneliti gunakan adalah type samsung galaxy tab 3 yang memiliki kualitas merekam yang bagus.
5.
Buku catatan Buku catatan untuk mencatat hasil wawancara maupun ekspresi partisipan yang tidak mungkin direkam dengan alat bantu rekam.
F. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data pada penellitian ini menggunakan teknik in depth interview atau wawancara mendalam yang berhubungan dengan persepsi dosen tentang tingkat kecerdasan pada mahasiswa tingkat III DIII Kebidanan. In depth interview merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai (Saryono, 2013: h 59). Menurut Saryono, 2013: h 60, Beberapa hal yang perlu diperhatikan seorang peneliti saat mewawancarai responden adalah intonasi suara, kecepatan berbicara, sensitifitas pertanyaan, kontak
mata, dan kepekaan nonverbal. Wawancara yang dilakukan sampai mendapatkan informasi yang sesuai dengan tujuan penelitian. Sebelum wawancara mendalam dilaksanakna, peneliti membuat pertanyaan sebagai pedoman di lapangan mengenai : 1.
Pengetahuan IQ, EQ, SQ
2.
Cara meningkatkan IQ, EQ, SQ
3.
Hambatan meningkatkan IQ, EQ, SQ Pada
penentuan
partisipan
dalam
penelitian
kualitatif
berdasarkan pertimbangan kemampuan peneliti untuk menggali secara mendalam pengalaman individu dimungkinkan optimal dengan jumlah sampel yang relative kecil, dilakukan penentuan jumlah sampel dianggap telah memadai pada saat informasi yang didapat telah mencapai saturasi. Adapun tahap-tahap dalam wawancara, sebagai berikut : 1.
Tahap persiapan Sebelum melakukan wawancara yang dilakukan peneliti adalah : a.
Peneliti mengajukan permohonan ijin penelitian kepada Prodi DIII Kebidanan Politeknik Harapan Bersama Tegal dengan tenaga pendidik program studi DIII Kebidanan sebagai subyek penelitian.
b.
Setelah mendapat ijin/ balasan dari politeknik harapan bersama tegal kemudian baru peneliti mulai melakukan penelitian.
c.
Sebelum penelitian, dilakukan pemilihan sampel sesuai dengan
kriteria yang telah ditentukan. d.
Peneliti melakukan informed consent kemudian menjelaskan tujuan penelitian yang didalamnya terdapat keuntungan, kerugian, hak, dan kewajiban dalam proses wawancara. Setelah memahami tujuan penelitian, partisipan diminta menandatangani
surat
pernyataan
kesediaan
menjadi
partisipan. 2.
Tahap wawancara Peneliti dapat melakukan wawancara langsung, tetapi sebelum melaksanakan wawancara, peneliti membuat kerangka atau pedoman wawancara tentang : a.
Pengetahuan IQ, EQ, SQ
b.
Cara meningkatkan IQ, EQ, SQ
c.
Hambatan meningkatkan IQ, EQ, SQ Pedoman wawancara tersebut berguna agar terhindar dari
pertanyaan yang melenceng dari topik utama. Hasil wawancara kemudian dicatat atau direkam. Tahap wawancara: a.
Peneliti berpakaian sepantasnya dan menepati janji terutama datang tepat waktu sesuai dengan waktu kontrak yang telah ditetapkan.
b.
Setelah bertemu dengan partisipan yang sesuai dengan kontrak wawancara, peneliti memperkenalkan diri terlebih dahulu. Kemudian menjelaskan maksud dan tujuan penelitian.
c.
Dalam proses wawancara peneliti bertindak sebagai orang yang netral artinya tidak memihak pada suatu konflik pendapat, peristiwa dan semacam itu.
d.
Wawancara ini dilakukan untuk memperoleh informasi dengan menggali sebanyak.banyaknya pengetahuan untuk presepsi tenaga pendidik tentang tingkat kecerdasan pada mahasiswa tingkat III DIII Kebidanan dengan cara tanya jawab dalam suasana yang resmi tapi santai sambil memperhatikan mimik atau ekspresi muka antara peneliti dengan partisipan.
e.
Wawancara
dilakukan
oleh
peneliti
sampai
partisipan
mengungkapkan segala informasi yang sudah partisipan dapatkan dan diharapkan sesuai dengan masalah atau tujuan penelitian agar tercapai hasil yang di inginkan. Untuk mendapatkan hasil yang sesuai dilakukan validitas berupa triangulasi waktu dan dilakuakan dengan adanya perbedaan/ jeda waktu dari wawancara sebelumnya. Wawancara yang dilakukan pagi hari akan dilakukan triangulasi pada siang hari begitu pula sebaliknya. f.
Saat proses wawancara, peneliti mencatat hal-hal yang penting dan selama proses wawancara berlangsung dengan direkam menggunakan alat perekam.
g.
Setelah suatu topik selesai tanyakan dan mendapat informasi yang diharapkan, partisipan langsung diberi pertanyaan baru
dan demikian seterusnya sampai seluruh tema didiskusikan dengan prosedur yang sama. 3.
Tahap penutup Setelah
melakukan
wawancara,
peneliti
mengecek
keabsahan dan mengecek kualitas data dengan mengulang jawaban partisipan sesekali setelah partisipan menjawab pertanyaan, kemudian mengakhiri wawancara dengan mengucapkan terima kasih. Tidak lupa peneliti melakukan pengecekan keabsahan data dan kualitas data dengan mengulang hasil rekaman. Hal ini untuk memastikan sekiranya saat wawancara alat perekam yang dipakai tidak rusak, maka peneliti dapat langsung melakukan wawancara ulang atau melakukan pencatatan kembali, catatan yang telah dicatat sekaligus dapat menilai mimik wajah partisipan guna memperkaya konteks wawancara. Mimik wajah partisipan yang mendukung kelancaran partisipan dalam menjawab pertanyaan yang
diberikan.
Data
yang
sudah
didapatkan
kemudian
diorganisasikan dan disistematiskan agar siap dianalisis. (Moleong, 2005) G. Cara Pengolahan Data Berdasarkan pada penjelasan yang telah dikembangkan oleh Agus salim (2006:h 22-23), dapat dijelaskan secara ringkas pengolahan data kualitatif sebagai berikut : 1.
Reduksi data (data reduction), dalam tahap ini peneliti melakukan
pemilihan dan pemusatan perhatian untuk penyederhanaan dan transformasi data kasar yang diperoleh. 2.
Penyajian data (data display), peneliti mengembangkan sebuuah deskripsii informasi tersusun untuk menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan. Display data atau penyajian data yang laizim digunakan pada langkah ini adalah dalam bentuk teks naratif.
3.
Penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing and verivication), peneliti berusaha menarik kesimpulan dan melakukan verifikasi dengan mencari makna setiap gejala yang diperolehnya dari lapangan, mencatat keteraturan dan konfigurasi yang mungkin ada, alur dari fenomena dan porposi. Agar mendapatkan gambaran yang memuaskan dari sebuah hasil wawancara, karena penelitian ini menerapkan wawancara sebagai alat pengumpulan data yang pokok, dpat ditempuh tahaptahao sebagai berikut, jika peneliti talah menyampaikan teks atau transkip wawancara secara lengkap: a.
Pahami catatan secara keseluruhan, peneliti akan membaca semua catatan dengan seksama dan mungkin juga akan menuliskan sejumlah ide yang muncul
b.
Selanjutnya, peneliti akan memilih satu dokumen wawancara yang paling menarik, yang singkat yang ada pada tumpukan paling atas
c.
Menyusun daftar seluruh topic untuk beberapa informan
d.
Tahap berikutnya, peneliti akan menyingkat topik-topik tersebut kedalam kode-kode tersebut pada bagian naskah yang sesuai.
e.
Selanjutnya peneliti akan mencari kata yang paling deskriptif untuk topic dan mengubah topik-topik tersebut kedalam katagori-katagori
f.
Membuat keputusan akhir tentang singkatan setiap katagori dan mengurutkan katagori-katagori tersebut menurut abjad
g.
Mengumpulkan setiap materi yang ada dalam satu tempat dan memulai melakukan analisis awal. Membaca transkrip secara keseluruhan
Memilih satu dokumen wawancara
Menyusun daftar seluruh topik untuk informan Menyingkat topik kedalam kode pada bagian naskah yang sesuai Mencari kata deskriptif dan mengubah topik kedalam katagori Mengurutkan katagori sesuai abjad Mengumpulkan materi dan melakukan analisis awal Bagan 3.1
Skema tehnik analisis data
H. Analisis Data Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lai, sehingga dapat mudah dipahami dan temuanya dapat diinformasikan kepada orang lain (Sugiyono, 2008). Menurut Saryono (2010) Proses analisa dimuali segera setelah pengumpulan data dimulai. Peneliti harus menjalankan proses perekaman data, persiapan analisis (penyusunan transkip), proses analisis dan cara analisisnya. Menurut Saryono, ( 2013; h 84) langkah-langkah analisis data, yaitu: 1.
Peneliti memulai mengorganisasikan semua data atau gambaran menyeluruh
tentang
fenomena
pengalaman
yang
telah
dikumpulkan. 2.
Membaca data secara keseluruhan dan membuat catatan pinggir mengenai data yang dianggap penting kemudian melakukan pengkodean data.
3.
Menemukan
dan
mengelompokan
makna
pernyataan
yang
dirasakan oleh responden dengan melakukan horizontaliting yaitu setiap pernyataan pada awalnya diperlakukan memiliki nilai yang sama, selanjutnya pernyataan yang tidak relevan dengan topik dan pertanyaan maupun pernyataan yang bersifat repetitif atau tumpang tindih dihilangkan, sehingga tersisa hanya horizons ( arti tekstural
dan unsur pembentuk atau penyusun dari fenomena tidak mengalami penyimpangan) 4.
Pernyataan tersebut kemudian dikumpulkan ke dalam unit makna lalu ditulis gambaran tentang bagaimana pengalaman tersebut terjadi.
5.
Selanjutnya peneliti mengembangkan uraian secara keseluruhan dari fenomena tersebut sehingga menemukan esensi dari fenomena tersebut.
Kemudian
mengembangkan
tekstural
description
(mengenai fenomena yang terjadi pada responden) dan structural description ( yang menjelaskan bagaimana fenomena itu terjadi ). 6.
Peneliti kemudian memberikan penjelasan secara naratif mengenai esensi dari fenomena yang diteliti dan mendapatkan makna pengalaman responden mengenai fenomena tersebut.
7.
Membuta laporan pengalaman setiap partisipan. Setelah itu, gabungan dari gambaran tersebut ditulis.
I.
Kredibilitas Data Menurut Saryono (2013:h 72) kredibilitas data dalam penelitian ini,
peneliti
(triangulation),
menggunakan adalah
teknik
pemeriksaan
triangulasi. keabsahan
Triangulasi data
yang
memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Studi kasus ini menggunakan penelitian kualitatif, saryono (2010) dimana terdapat tiga kriteria kreadibilitas yang diperlukan suatu
pendekatan kualitatif. Tiga hal tersebut sebagai berikut: 1.
Keabsahan konstruk (construk validity) Kebasahan
bentuk
batasan
berkaitan
dengan
suatu
kepastian bahwa yang berukur benar-benar merupakan variabel yang ingin diatur. Keabsahan ini juga dapat dicapai dengan proses pengumpulan data yang tepat. Salah satu caranya adalah dengan proses triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu
yang
diluar
data
guna
keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding. Macam-macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan mencapai keabsahan, yaitu: a.
Triangulasi sumber Triangulasi sumber berarti membandingkan dengan cara mengecek ulang derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh
dari
membandingkan
suatu hasil
sumber
yang berbeda,
pengamatan
dengan
misalnya
wawancara,
membandingkan dengan apa yang dikatakan secara umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi. Membandingkan hasil wawancara dengan dokumen dan arsip yang ada, dalam penelitian ini teknik triangulasi sumber yang dilakukan peneliti adalah: 1) Melakukan uji wawancara sebelumnya dengan subyek yang dianggap memiliki karakteristik yang sama dengan kriteria partisipan yang sudah ditentukan oleh penelitian,
sehingga peneliti memperoleh gambaran sementara tentang berbagai jawaban yang muncul yang mungkin keluar dari konteks pertanyaan atau jawaban yang tidak terduga sebelumnya, Sehingga
peneliti
dapat
mengantisipasi
dengan membuat pertanyaan lain yang lebih terarah. 2) Memutar kembali perekam (tape recorder/camera digital) agar didengar oleh participant. 3) Membandingkan data hasil wawancara dari dosen dengan data hasil wawancara dengan ketua prodi DIII Kebidanan politeknik
harapan
bersama
Tegal
sebagai
data
pembanding. Pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan triangulasi sumber yaitu dengan cara melakukan wawancara untuk dilakukan pengamatan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan triangulasi yaitu ketua prodi DIII Kebidanan di Politeknik Harapan Bersama Tegal. b.
Triangulasi teori Penggunaan berbagai teori yang berlainan untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan sudah memasuki syarat. Pada penelitian ini, berbagai teori telah dijelaskan pada BAB II untuk dipergunkan dan menguji terkumpulnya data tersebut.
J.
Etika Penelitian Sebelum melakukan penelitian, peneliti harus memperhatikan etika dalam penelitian karena merupakan masalah yang sangat penting mengingat penelitian ini berhubungan langsung dengan manusia yang mempunyai hak asasi dlam kegiatan penelitian, sehingga peneliti perlu mendapatkan persetujuan dari instansi terkait, yang dijadikan lokasi npenelitian dan meminta persetujuan dari partisipan sebagai subjek penelitian. Sebelum meminta persetujuan dari partisipan, peneliti memberikan penjelasan tentang penelitian yang akan dilakukan. Dalam
melakukan
penelitian,
peneliti
akan
meminta
rekomendasi dari STIKES Karya Husada Semarang, kemudian wawancara dilakukan kepada subjek yang diteliti dengan menekankan pada masalah etika yang meliputi : 1.
Informed consent Yaitu penjelasan kepada partisipan mengenai penelitian yang akan dilakukan sehingga tidak ada tuntutan di kemudian hari serta tidak ada yang merasa dirugikan dari kedua belah pihak, baik peneliti maupun partisipan.
2.
Membina hubungan baik Sikap yang diberikan yaitu ramah, dan melakukan pendekatan yang baik dengan partisipan.
3.
Lembar persetujuan menjadi partisipan Lembar persetujuan penelitian diberikan kepada subyek
yang akan diteliti. Tujuannya adalah subyek mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta dampak-dampak yang diteliti selama pengumpulan data. Jika subyek bersedia diteliti maka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika subyek menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya. 4.
Tanpa nama ( Anonymity) Tanpa nama adalah menjaga kerahasiaan dimana peneliti tidak mencantumkan nama partisipan tetapi peneliti menggunakan inisial atau kode.
5.
Kerahasiaan (Confidentiality) Dalam mengambil data dari partisipan kami akan menjaga dan memperhatikan dengan baik serta tidak akan membicarakan identitas dan permasalahan partisipan kepada orang lain. Hanya kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil riset.
6.
Tidak ada unsur paksaan Dalam pengambilan data kepada partisipan, kami tidak melakukan paksaan dan harus ada persetujuan dari responden, jika responden tidak setuju maka kami tidak akan mengambil datanya.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Gambaran umum tempat penelitian a. Politeknik Harapan Bersama Tegal
Politeknik Harapan Bersama Tegal didirikan tahun 2002 berdasarkan SK.Mendiknas RI Nomor : 128/D/O/2002 yang berkedudukan di kota Tegal. Pada awal berdirinya Politeknik memiliki empat Program Studi yaitu Teknik Mesin, Teknik Elektro, Teknik Komputer & Akuntansi. Sejalan dengan pesatnya pembangunan nasional dan perkembangan industri dan kesehatan maka ditahun 2004 Politeknik membuka Program Studi Kebidanan dan Farmasi. Dengan dibukanya Prgram Studi Kebidanan diharapkan Politeknik menjadi lebih maju dan lebih dikenal oleh masyarakat.
b. DIII Kebidanan
Penyelenggaraan program studi kebidanan, sama dengan dasar Penyelenggaraan Politekhnik Harapan Berasama Tegal, yaitu bersifat universal dalam ilmu pengetahuan untuk mencapai kenyataan dan kebenaran, keadaban, kemanfaatan dan kebahagiaan manusia.
74
75 5
1) Landasan
Landasan
Pancasila
dan
kebudayaan
Indonesia
diwujudkan dalam kaidah dasar kerokhanian, nasionalisme, demokrasi,
kemasyarakatan,
kebersamaan
dan
dasar
kekeluargaan.
2) Visi Mewujudkan Program Studi D III Kebidanan Politeknik Harapan Bersama yang berkualitas dan unggul pada tingkat Kopertis Wilayah VI (Propinsi Jawa Tengah) maupun pada tingkat nasional. 3) Misi a)
Melaksanakan fungsi pokok pendidikan sesuai standar yang ditentukan guna meningkatkan mutu pendidikan.
b)
Melaksanakan penelitian dan pengabdian pada masyarakat dibidang
kesehatan
masyarakat
untuk
menunjang
terlaksananya program-program pelayanan kesehatan di masyarakat. c)
Mewujudkan sumber daya kesehatan perencana, pelaksanan, dan penggerak pembangunan kesehatan.
d)
Menghasilkan sumber daya yang bermutu dan kompetitif guna mendukung program pembangunan nasional dan
76
komitmen global di bidang kesehatan pada tingkat Ahli Madya Kebidanan.
2. Karakteristik Partisipan Jumlah partisipan yang ada pada penelitian ini adalah 4 orang, diambil berdasarkan saturasi data yang terdiri dari dosen tetap di prodi DIII Kebidanan Politeknik Harapan Bersama Tegal. Berikut ini adalah karakteristik khusus dari partisipan: Tabel 4.1 Karakteristik partisipan No Partisipan P1
P2
P3
P4
Triangulasi
Tgl Wawancar a/Jam 1 Desember 2014/jam 12:57 WIB 1 Desember 2014/jam 13: 30 WIB 1 Desember 2014/jam 14:00 WIB 13 Desember 2014/jam 11:00 WIB 22 Desember 2014/jam 09: 00 Wib
Usia Prtisipan
Lama Bekerja
Pendidikan Terakhir
26 Tahun
3 Tahun
S2
28 Tahun
5 Tahun
S2
30 Tahun
4 Tahun
S2
32 Tahun
6 Tahun
S2
36 Tahun
10 Tahun
S2
77
3. Karakteristik informasi Wawancara mendalam atau in-depth interview dilakukan antara seorang informan dengan pewawancara yang ditandai dengan penggalian
informasi
yang
mendalam
dengan
menggunakan
pertanyaan terbuka tentang persepsi dosen tentang tingkat kecerdasan pada mahasiswa tingkat III program studi DIII kebidanan di politeknik harapan bersama tegal tahun 2014. Penelitian ini mencapai saturasi pada partisipan yang ke 4 sehingga pengambilan data dihentikan sampai mencapai saturasi data dan tidak dapat lagi dilakukan pengkodean atau tidak ada lagi data yang terkumpul. 4. Analisa Data Peneliti membuat transkrip dilakukan dengan cara merubah dari rekaman suara menjadi bentuk narasi secara verbatim dan hasil catatan lapangan yang dibuat selama wawancara. Membaca transkrip untuk mendapatkan ide yang dimaksud partisipan yaitu berupa kata kunci dari setiap pertanyaan partisipan agar bisa dikelompokan. Melakukan pengelompokan data ke dalam berbagai katagori untuk selanjutnya dipahami secara utuh untuk menentukan tema-tema utama yang muncul. Hasil analisa yang didapat dari analisa data tersebut adalah sebagai berikut:
1. Persepsi dosen tentang IQ, EQ, SQ pada mahasiswa DIII Kebidanan Tingkat III DIII Kebidanan di Politeknik Harapan Bersama Tegal tahun 2014. a.
Apa yang ibu ketahui tentang IQ, EQ, SQ? dari pernyataan P1, P2, P3 dan P4 dititik beratkan pada singkatan IQ,EQ,SQ
IQ: kecerdasan intelektual, EQ: kecerdasan emosional, SQ: kecerdasan spiritual(agama) (P1) IQ:ya tingkat kecerdasan intelektual, EQ: kecerdasan emosional, SQ:kecerdasan spiritual( P2) IQ: kecerdasan intelegensi, EQ: emosional, SQ: spiritual(P3) IQ: kecerdasan intelektual, EQ: kecerdasan emosional, SQ: kecerdasan spiritual(agama) (P4) Pada triangulasi sumber sesuai dengan katagori diatas yaitu Pada triangulasi sumber sesuai dengan katagori pertama yaitu dititik beratkan pada singkatan IQ, EQ, SQ , hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut: “ Ya kalo IQ kan :tingkat kecerdasan intelektual pada mahasiswa , EQ: kecerdasan emosional pada mahasiswa , sedangkan SQ:kecerdasan spiritual pada mahasiswa“.(T)
b.
Apakah ibu tahu pentingnya menyeimbangakan IQ, EQ, SQ? Pernyataan P1, P2, P3 dan P4 Dititikberatkan pada pentingnya EQ dan SQ sedangkan IQ tidak terlalu menjadi masalah, Hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut:
penting, setiap orang memang harus menyeimbangkan kalo IQ pinter tapi secara emosi dan agama tidak baik sama aja bohong nanti malah akan menjadi kejahatan. (P1) IQ, EQ SQ memang harus disebangkan, ilmu keseimbangan saling melengkapi ke tiganya harus seimbang, orang cerdas tapi tidak bisa menggunakan kecerdasanya dalam kehidupan seharihari. jika SQ dan EQ tidak bagus maka kecerdasanya akan menjadi kejahatan. ( P2) IQ: mahasiswa pinter kalo nggak punya SQ (percuma) kalo punya SQ dan EQ nya bagus Insya Allah tingkah laku etikanya bagus, lain halnya kalo pinter tapi EQ, SQ nya jelek ya percuma ya.bagus meskipun IQ nya kurang. ( P3) Penting lah mba, setiap orang memang harus menyeimbangkan kalocuma IQ pinter tapi secara emosi dan agama tidak baik sama aja bohong yang ada malah akan menjadi kejahatan saja. (P4) Pada triangulasi sumber tidak sesuai dengan P1 –P4 yaitu Dititikberatkan pada pentingnya IQ, Hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut:
“Tau mba , ketiga kecerdasan memang harus seimbang menyeimbangkan kecerdasan itu memang penting, kecerdasan intelegensi yang baik akan mempengaruhi EQ dan SQ nya, tapi nggak semua IQ pinter terus EQ dan SQ nya bagus.” (T)
c.
Kalo tahu, apa ibu sudah menerapkan untuk mahasiswa ibu ? pernyataan P1 dan P4, Dititikberatkan untuk mahasiswa itu sendiri, Hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut:
Kalo menerapkan pasti diterapkan Cuma untuk menerima pada mahasiswa itu sendiri-sendiri. ( P1) pasti kita menerapkan tapi semua kami kembalikan ke mahasiswanya masing – masing. ( P4) pernyataan P2 Dititik beratkan untuk diri sendiri dan profesinya, hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut: Pasti diterapkan, ilmu yang dia punya jelas untuk profesinya, pada saat penularan ilmu itulah dihadapkan pada berbagai karakter mahasiswa, otomastis harus menstabilkan emosi, ketiganya sudah saya terapkan . ( p2) pernyataan P3 dititik beratkan pada lingkungan rumahnya, hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut: Eeem paling banyak dirumah ya mba, dari kampus sih sekedarnya saja. (P3) Pada triangulasi sumber sesuai dengan katagori ke dua yaitu Dititikberatkan untuk diri sendiri dan profesinya, Hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut: “Pasti saya menerapkan mba dengan memotivasi memantau nilainya, dan sebagainyan, dari kehadiranya, perkuliahnya bagaimana, saya juga menanyakan bagaimana ibadahnya selama ini, karena ilmu yang kita punya ya untuk diri kita sendiri dan untuk profesi kita tentunya. “ (T)
d.
Apa saja Faktor-faktor yang mempengaruhi IQ, EQ, SQ? pernyataan P1 dan P4 dititik beratkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi IQ, EQ, SQ , hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut:
Kalo IQ ya dari genetik, lingkungan, pendidikan formal, kalo EQ dari kampus, diri sendiri dan keluarga, SQ: harus dari kecil. ( P1) eeemkalo IQ bisa dari Genetik, lingkungan,kalo EQ bisa dari Lingkungan keluarga, luar, dan kalo SQ itu harus diterapkan dari kecil (P4) Pernyataan
P3 dititik
beratkan pada faktor
yang
mempengaruhi dilihat dari efeknya, hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut: Eem IQ dari hamil, dari diri sendiri ya mba (Genetik) yang di bawa ibu bapak , EQ dari lingkungan,kalo SQ dari keluarga, lingkungan ( P3)
Pernyataan P2 dititik beratkan pada asal usul IQ, EQ SQ, hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut: Kalo IQ kan pinter ya sama kaya tadi dari genetik, lingkungan keluarga kaka, adik, orang tua, dan lingkungan luar,kalo EQ: sama hanya saja IQ kan mempengaruhi otak sedangkan EQ mempengaruhi sikap, SQ: dari lingkungan, dari faktor perilakunya. ( P2) Pada triangulasi sumber sesuai dengan katagori pertama yaitu dititik beratkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi , hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut: “Kalo IQ itu ya berasal dari keturunan, dan lingkungan juga , kalo EQ itu bisa dari lingkungan internal dan eksternal sedangkan kalo SQ lingkungan dan yang utama orang tua (T)
e.
Apa ciri-ciri mahasiswa yang memiliki IQ, EQ, SQ tinggi? pernyataan P1, P3 dan P4 dititik beratkan pada prestasi mahasiswa, sikap sopan dan ibadahnya, hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut: Kalo IQ anaknya pinter, nilai bagus pembawaan juga sopan, kalo EQ itu sopan, dan kalo SQ itu rajin beribadah (P1) IQ: pinter,sopan EQ: sopan menjaga etika,tata kramanya tinggi SQ: rajin beribadah.( P3) Kalo IQ itu pinter, sopan, dan EQ itu sopan, kalo SQ biasanya rajin beribadah (P4) pernyataan P2, dititikberatkan pada prestasi mahasiswa , sikap,
dan perilaku mahasiswa, hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut: Pinter, biasanya bisa dilihat dari perilakunya, tatap mata kalo dia punya IQ tinggi untuk menentukan iya atau tidaknya setelah evaluasi pada saat di beri pengarahan nrima tau nrimo ya mba, agama bagus, perilakunya juga bagus ( P2) Pada triangulasi sumber sesuai dengan katagori pertama yaitu dititik beratkan pada prestasi mahasiswa, sikap sopan dan ibadahnya, hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut: “Kalo IQ itu biasanya dari nilai prestasi nya akan bagus, anaknya pinter,sopan, patuh juga dalam artian disiplin dalam pemebelajaran juga dia aktif, diterapkan dalam ibadahnya ya, tapi tidak bisa memantau ibadahnya, tapi pada beberapa mahasiswa bimbingan saya, sering saya menanyakan ibadahnya 5 waktu sudah dijalankan tidak, ada yang iya, ada yang tidak, tapi saya selalu memotivasi biar hal-hal seperti itu bisa dijalankan dengan baik,”(T)
f.
Menurut ibu apa peran tingkat kecerdasan dalam kehidupan? pernyataan P1 dan P4, dititik beratkan pada EQ dan SQ saja, hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut: penting, kalo seorang seimbang mudah mencari kerja, mudah mencari jodoh, yang penting EQ, dan SQ . IQ bisa disesuaikan( P1) penting ya ya mba kalo tingkat kecerdasan seimbang dia bisa cepat cari kerja yang utama sih EQ dan SQ kalo IQ bisa disesuaikan lah (P4) pernyataan P2, Dititikberatkan untuk pemecahan sebuah masalah, hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut:
penting untuk mengatasi masalah saja perlu kecerdasan, padahal hidup itu ya penuh masalah. ( P2)
pernyataan P3, Dititikberatkan pada prestasi dan sikap, hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut: banyak, untuk pendidikan ( pinter, sopan menjaga etika, tata krama tinggi) ( P3)
Pada triangulasi sumber sesuai dengan katagori pertama yaitu dititik beratkan pada EQ dan SQ nya saja sebagai fokus utama, hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut:
“ Peran tingkat kecerdasan dalam kehidupan ya banyak ya mba, selain mempunyai pengetahuan yang banyak juga dapat dengan mudah dalam melakukan segala hal, dalam sekolah, pergaulan, mencari kerja, kalo semuanya seimbang pasti jadi mudah semuanya.tapi fokus yang utama sih EQ dan SQ kalo IQ sih masih bisa disesuaikan” ( T)
2. Persepsi dosen tentang cara meningkatkan IQ, EQ, SQ pada mahasiswa tingkat III DIII kebidanan di Politeknik Harapan Bersama Tegal. a.
Bagaimana menurut ibu cara meningkatkan kecerdasan pada mahasiswa tingkat III DIII Kebidanan? Pernyataan P1dan P4, Dititik beratkan pada agenda yang sudah ada dikampus , hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut: untuk meningkatkan IQ : silabus sudah ada jadi sesuai dengan silabus. EQ: pendidikan karakter dasar dan lanjut. SQ: pendidikan agama wejangan-wejangan agama motivasi ( P1) untuk meningkatkan IQ : Kebetulan di silabus sudah ada jadi kita menerapkan sesuai dengan silabus. EQ: kami juga menerapkan pendidikan karakter dasar dan pendidikan karakter lanjut. SQ: pendidikan agama dan motivasi. ( P4)
Pernyataan P2, Dititikberatkan pada flash back kepada mahasiswanya , hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut: ilmu yang dibekali langsung secara mandiri, mengingatkan ilmu lamanya, materi, materi intinya.( P2) Pernyataan P3, Dititikberatkan pada Asal usul tingkat kecerdasan , hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut: tingkat kecerdasan dari awalnya dulu ikut sekolah dari dini dulu, belajar, dan sering buka buku ( P3)
Pada triangulasi sumber sesuai dengan katagori pertama yaitu dititik beratkan pada agenda yang sudah ada dikampus, hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut “Kalo IQ biasanya ya belajar, sering baca buku, seminar, media sedangkan kalo EQ itu ya melalui pendidikan karakter dari dosen atau orang tuanya, dan kalo SQ itu harus lebih dalam mengajarkan agama . “ ( T)
b.
Apakah
menurut
ibu
mahasiswanya
terus
berusaha
meningkatakan kecerdasan mereka ? Pernyataan P2 dan P4 , Dititikberatkan pada mahasiswanya , hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut: iya, tingkat III dimana mereka punya rasa takut sehingga mempunyai keinginan menggali lebih banyak, dan lebih bertanggung jawab serta rasa ingin tahunya semakin tinggi.( P2) iya, tingkat III mereka lebih punya rasa takut mungkin karena sudah tingkat akhir sehingga terus menggali lebih banyak dan pernyataan P1, Dititik lebih bertanggung jawab.( P4)beratkan pada sikap mahasiswanya, hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut: jawaban pada mahasiswa ( P1) pernyataan P3, Dititikberatkan pada fakta, hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut: Iya, ( P3)
Pada triangulasi sumber sesuai dengan katagori pertama yaitu dititik beratkan
pada mahasiswanya, hal ini dibuktikan
dengan ungkapan sebagai berikut: “Iya pasti terbukti dari skill dan knowledge mereka yang semakin bertambah dan tugas yang dikerjakan selalu sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.”( T) c.
Kalo Iya, apa aplikasinya? Pernyataan P2, P3, P4, dititikberatkan pada Keaktifan mahasiswa, hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut: banyak bertanya, pertanyaan lebih bagus dibandingkan semster 1 kebanyakan sudah bisa mengatasi masalahnya( P2) Sering bertanya, kemauan untuk tahu, belajar di lab ( P3) banyak bertanya, pertanyaan lebih bagus dibandingkan semster yang lalu dan sudah bisa memecahkan masalah. ( P4) Pernyataan
P1,
dititikberatkan
kepada
sikap
mahasiswanya, hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut: Aplikasinya secara kesopanan semester 1 kurang sopan namun tambah semster, mereka semakin sopan karena diajarkan etika. Dan yang tadinya tidak bisa menjadi bisa ( P1) Pada triangulasi sumber sesuai dengan katagori pertama yaitu dititik beratkan
pada keaktifan mahasiswanya, hal ini
dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut: “Mahasiswanya jadi lebih aktif, pintar dalam praktik di
laboratorium, lebih banyak menguasai materi, dilihat dari nilainya.”(T)
3. Persepsi dosen tentang hambatan meningkatkan IQ, EQ, SQ pada mahasiswa tingkat III DIII kebidanan di Politeknik Harapan Bersama Tegal. a.
Menurut ibu, apakah ada hambatan dalam meningkatkan kecerdasan pada anak didik ibu? Pernyataan P3 dan
P4,
dititikberatkan pada sikap
mahasiswa, hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut: Mahasiswanya malas, tidak suka dengan pelajaran, punya pacar . ( P3) Mahasiswanya malas, tidak suka dengan pelajaran. ( P4) Pernyataan P1, dititikberatkan keantusiasan mahasiswa, hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut: ada mahasiswa yang antusias dan ada yang ribut sendiri ada yang susah dan gampang.( P1)
Pernyataan P2 , dititikberatkan pada perbedaan IQ, EQ, SQ, hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut: Karena perbedaan IQ, maka satu kelas harus menerima dengan IQ nya masing-masing, setelah di evaluasi nilainya ada yang tinggi dan sedang.( P2) Pada triangulasi sumber sesuai dengan katagori kedua yaitu dititik beratkan pada keantusiasan mahasiswa, hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut:
“mahasiswanya ada yang antusias ada yang nggak mba.ini
mungkin dikarenakan ada faktor dari lingkungan luar, ada permasalahan keluarga atau teman dekat.”(T) b.
Apakah hambatan itu menjadi masalah Tujuan yang ketiga pada point pertanyaan B katagori pertama, Dititikberatkan pada karakter mahasiswa, hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut: ya,otomatis, pengenya mahasiswa. ( P2) ya,menjadi masalah mahasiswanya.(P4) Pernyataan
P1,
mengenal
pengenya
lebih
dekat
mengenal
dititikberatkan
karakter
lebih
pada
dekat
pentingnya
menyeimbangkan, hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut: tidak jadi masalah, itu karakter orang sendiri-sendiri yang penting ngimbangi ( P1) Pernyataan P3, dititikberatkan pada mata kuliah, hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut: masalah, untuk belajar dalam mata kuliah .( P3)
Pada triangulasi sumber sesuai dengan katagori pertama yaitu dititik beratkan pada karakter mahasiswa, hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut: “tentunya menjadi masalah mba, karena itu akan menurunkan prestasi mahasiswa. , tetapi kita tetap menyesuaikan dengan kemampuan mereka.”( T)
c.
Meminimalisir hambatan tersebut Pernyataan P1 dan P4, dititikberatkan pada kebutuhan mahasiswa, hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut:
ngikutin anaknya saja, walaupun si anak harus butuh bimbingan lebih ya di ikuti saja, pokonya ngikuti sikap anaknya ( P1)
Mengikuti maunya si anak saja, walaupun butuh bimbingan lebih ya diikuti saja. (P4)
Pernyataan P2, dititikberatkan pada Tuhan, hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut:
porsinya disesuaikan anaknya saja, selalu mengaitkan dengan tuhan.( P2)
Pernyataan
P3,
dititikberatkan
pada
usaha
untuk
memperbaiki mahasiswa, hal ini dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut: memberikan nasihat-nasihat kepada mahasiswa. ( P3) Pada triangulasi sumber sesuai dengan katagori pertama yaitu dititik beratkan
pada kebutuhan mahasiswa, hal ini
dibuktikan dengan ungkapan sebagai berikut: “Tetap
mengimbangi mahasiswa, walaupun harus ada bimbingan tambahan tapi kita tetap mengikuti saja.ada bimbingan PA rutin, biasanya tiap akan uts, pada saat itu lah kita memberi motivasi dibantu dengan BK”(T)
B. PEMBAHASAN d.
Menjelaskan persepsi dosen tentang IQ, EQ, SQ pada mahasiswa DIII Kebidanan Tingkat III DIII Kebidanan di Politeknik Harapan Bersama Tegal tahun 2014. a.
Persepsi dosen tentang pengertian IQ,EQ,SQ Persepsi tentang pengertian IQ, EQ, SQ terdapat 1 kategori. Pada kategori pertama berbunyi dititikberatkan pada singkatan IQ, EQ, SQ. Hal ini sesuai dengan kategori pertama dan triangulasi sumber. Pernyataan dari kategori pertama dan triangulasi sumber di atas sesuai dengan teori
menurut Spearman dan Wynn jones
(dalam buku Saifuddin, 2013:h 1) penggunaan istilah tersebut dalam bahasa latin dikenal sebagai intellectus dan intelligentia. Dalam bahasa Inggris masing-masing diterjemahkan sebagai intellect dan intelligence. Ternyata, transisi bahasa tersebut membawa pula berubahan makna. Intelligence, yang dalam bahasa indonesia kita sebut dengan intelegensi. Emosional quotient adalah Istilah” kecerdasan emosional” pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog peter salovey dari harvad university dan john mayer dari university of new hampshire, dan Spiritual quotient menurut Agustian 2001 (dalam Saefullah 2012 h 63) menyatakan bahwa kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah
b.
Persepsi dosen tentang Pentingnya menyeimbangkan IQ,EQ,SQ Triangulasi sumber tidak sesuai dengan P1 –P4 yaitu Dititikberatkan pada pentingnya IQ, Pernyataan dari PI, P2, P3 dan P4 sesuai dengan teori (Dede, 2013: h 3) Kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional saling melengkapi satu sama lain dalam proses belajar. Keseimbangan antara kedua kecerdasan ini merupakan kunci keberhasilan belajar peserta didik disuatu lembaga pendidikan karena kecerdasan intelektual tidak akan berfungsi dengan baik tanpa adanya partisipasi penghayatan emosional terhadap mata pelajaran yang disampaikan. Hal ini membuktikan bahwa tanpa adanya
kecerdasan
emosi,
seseorang
tidak
akan
dapat
menggunakan kemampuan kognitifnya secara optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Menurut Dede, 2013: h 3, Kecerdasan spiritual juga merupakan kecerdasan tertinggi manusia yang berperan sebagai landasan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Artinya IQ memang penting peranya dalam kehidupan manusia agar manusia mampu memanfaatkan teknologi secara efesiensi dan efektif. Peran EQ juga penting dalam membangun hubungan antar manusia yang efektif dan juga dapat meningkatkan kinerja, namun tanpa SQ yang mengajarkan nilai-nilai kebenaran maka keberhasilan itu hanyalah akan menghasilkan masalah baru.
Kecerdasan emosi yang dimiliki seseorang akan membantu dalam penggunaan pikiran dan perasaanya untuk menyelesaikan semua pekerjaan, tugas, dan tanggung jawab dengan baik, sehingga prestasi yang diharapkan dapat tercapai dengan hasil yang optimal (Dede, 2013: h 3). Menurut Zohar dan Marshall dalam buku Wardi, 2010: h 65, Faktor yang lebih penting untuk meraih prestasi belajar yang baik selain faktor kecerdasan emosi (EQ) adalah kecerdasan spiritual (SQ) karena dengan kecerdasan spiritual seseorang akan mampu mengoptimalkan kecerdasan yang lain. c.
Penerapan pada mahasiswa Pernyataan dari P1 dan P4 Dititikberatkan untuk mahasiswa itu sendiri. Hal ini sesuai dengan teori (Saifuddin, 2013: 3) Kecerdasan intelektual memiliki peranan penting dalam kehidupan setiap individu karena dengan kecerdasan intelektual tersebut individu dapat melakukan beberapa kemampuan, seperti kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir, memahami gagasan, menggunakan bahasa, belajar, dan mengambil
keputusan
secara
mandiri
serta
menjalankan
keputusan tersebut. Tidak ada informasi yang sulit bagi individu yang memiliki tingkat kecerdasan intelektual yang baik itu artinya dalam penerapan keputusan di tangan mahasiswa itu sendiri. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada dimana
pernyataan dari P2 Dititik beratkan untuk diri sendiri dan profesinya, hal ini sesuai dengan triangulasi sumber. Hal ini mungkin disebabkan persepsi seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Walgito ( 2004) . Hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada dimana pernyataan P3 dititik beratkan pada lingkungan rumahnya. Hal ini sesuai dengan teori Hal ini mungkin disebabkan persepsi seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Walgito ( 2004) . d.
Apa saja Faktor-faktor yang mempengaruhi IQ,EQ,SQ Pernyataan PI dan P4 dititik beratkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi IQ, EQ, SQ, hal ini sesuai dengan triangulasi sumber. Pernyataan ini sesuai dengan teori Menurut Anonim (2009) terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat IQ pada diri seseorang, antara lain: e) Pengaruh faktor bawaan atau keturunan f)
Pengaruh lingkungan
g) Minat dan pembawaan yang khas Faktor-faktor yang mempengaruhi EQ Menurut Goleman (2009
dalam
Nurynati,
2010)
faktor-faktor
mempengaruhi kecerdasan emosional adalah : 1) Lingkungan keluarga 2) Lingkungan non keluarga
yang
yang
Dan faktor-faktor yang mempengaruhi SQ menurut Sumediyani (2002, h 3 dalam Trihandini, 2005) ada beberapa hal yang dapat menghambat perkembangan kecerdasan spiritual dalam diri seseorang, yaitu: 1) Adanya orang tua yang cukup menyayangi Pernyataan
P2
dititik
beratkan
pada
faktor
yang
mempengaruhi dilihat dari efeknya. dan pernyataan P3 dititik beratkan pada asal usul IQ, EQ SQ. Hal ini tidak sesuai dengan teori faktor-faktor yang mempengaruhi IQ, EQ, SQ. Hal ini mungkin disebabkan persepsi seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Walgito ( 2004) . e.
Persepsi dosen tentang ciri-ciri mahasiswa yang memiliki IQ, EQ, SQ tinggi Pernyataan P1, P3, P4 dititik beratkan pada prestasi mahasiswa, sikap sopan dan ibadahnya, hal ini sesuai dengan triangulasi sumber. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan gambaran tentang anak yang berintelegensi tinggi adalah gambaran mengenai siswa yang pintar, siswa yang selalu naik kelas dengan nilai baik, atau siswa yang jempolan dikelasnya (Saifuddin , 2013: h 2). Menurut Jack block (dalam buku Nuryanti, 2010) dari hasil penelitianya menyebutkan bahwa:
yang memiliki kecerdasan emosi tinggi secara sosial mantap, mudah bergaul, jenaka, dan tidak mudah takut atau gelisah.
Mereka
mempunyai
kemampuan
besar
untuk
melibatkandiri dengan orang-orang atau permasalahan, memikul tanggung jawab, mudah simpatik, dan mempunyai pandangan moral. Mereka akan merasa nyaman dengan dirinya sendiri, orang lain, dan dunia pergaulan lingkungannya. Saefullah (2012: h 68) mengatakan bahwa seseorang yang cerdas secara spiritual mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: Selalu merasakan kehadiran Allah. Pernyataan P2, dititikberatkan pada prestasi mahasiswa , sikap, dan perilaku mahasiswa untuk ciri-ciri yang SQ tidak sesuai dengan teori Saefullah (2012: h 68) mengatakan bahwa seseorang yang cerdas secara spiritual mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: Selalu merasakan kehadiran Allah. f.
Persepsi dosen tentang tingkat kecerdasan dalam kehidupan Pernyataan P3, Dititikberatkan pada prestasi dan sikap. Hal ini sesuai dengan teori, Kecerdasan intelektual memiliki peranan penting dalam kehidupan setiap individu karena dengan kecerdasan intelektual tersebut individu dapat melakukan beberapa
kemampuan,
seperti
kemampuan
menalar,
merencanakan, memecahkan masalah, berpikir, memahami gagasan, menggunakan bahasa, belajar, dan mengambil keputusan
serta menjalankan keputusan tersebut. Tidak ada informasi yang sulit bagi individu yang memiliki tingkat kecerdasan intelektual yang baik (Saifuddin, 2013: 3). Dan teori Menurut Suharsono (2001 dalam Nurhayati, 2010), peran kecerdasan emosi yang memadahi dalam kehidupan adalah: Kecerdasan emosi sebagai alat pengendalian diri sehingga seseorang tidak terjerumus ke dalam tindakan-tindakan yang merugikan dirinya sendiri maupun orang lain. Pernyataan P1 dan P4, dititik beratkan pada EQ dan SQ saja, hal ini sesuai dengan triangulasi sumber. Hal ini sesuai dengan teori Kecerdasan emosi yang dimiliki seseorang akan membantu dalam penggunaan pikiran dan perasaanya untuk menyelesaikan semua pekerjaan, tugas, dan tanggung jawab dengan baik, sehingga prestasi yang diharapkan dapat tercapai dengan hasil yang optimal (Dede, 2013: h 3). Kecerdasan spiritual juga merupakan kecerdasan tertinggi manusia yang berperan sebagai landasan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Artinya IQ memang penting peranya dalam kehidupan
manusia
agar
manusia
mampu
memanfaatkan
teknologi secara efesiensi dan efektif. Peran EQ juga penting dalam membangun hubungan antar manusia yang efektif dan juga dapat meningkatkan kinerja, namun tanpa SQ yang mengajarkan nilai-nilai kebenaran maka keberhasilan itu hanyalah akan
menghasilkan masalah baru (Dede, 2013: h 3). Dosen yang profesional dapat menyeimbangkan antara IQ, EQ dan SQ pada mahasiswanya sehingga ketiga kecerdasan tersebut dapat seimbang. Kecerdasan intelegensi hanya menyumbang 20% dari kesuksesan , sedangkan 80% nya sumbangan dari faktor lain dan SQ lah
yang mengajarkan nilai-nilai kebenaran. Jadi dapat
disimpulkan bahwa kecerdaasan spiritual ini selain bisa membawa seseorang ke puncak kesuksesan dan memperoleh ketentraman diri, juga dapat melahirkan karakter-karakter yang mulia di dalam diri manusia. Pernyataan P2, Dititikberatkan untuk pemecahan sebuah masalah. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada dikarenakan persespsi seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Walgito (2004) e.
Mengeksplorasi persepsi dosen tentang cara meningkatkan IQ, EQ, SQ pada mahasiswa tingkat III DIII kebidanan di Politeknik Harapan Bersama Tegal. a.
Persepsi dosen tentang cara meningkatkan IQ, EQ, SQ pada mahasiswa tingkat III DIII kebidanan Pernyataan P1 dan P4, Dititik beratkan pada agenda yang sudah ada dikampus, hal ini sesuai dengan triangulasi sumber hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada mungkin disebabkan
persepsi seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Walgito (2004) Pernyataan P2, Dititikberatkan pada flash back kepada mahasiswanya. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada mungkin disebabkan persepsi seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Walgito (2004) Pernyataan P3, Dititikberatkan pada asal usul tingkat kecerdasan. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada mungkin disebabkan persepsi seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Walgito (2004) b.
Persepsi dosen tentang usaha mahasiswa dalam meningkatkan kecerdasanya Pernyataan P1, Dititikberatkan pada mahasiswanya , hal ini sesuai dengan triangulasi sumber. Dan hal ini juga sesuai dengan (Menurut Saifuddin 2013:h 164 ) Adapun cara meningkatkan IQ adalah sebagai berikut: b) Belajar Keberhasilan dalam belajar dipengaruhi oleh banyak faktor yang bersumber dari dalam diri individu
(Faktor
internal) dan yang bersumber dari luar (faktor eksternal). Faktor internal dipengaruhi oleh fisik dan psikologis dimana fisik yang mempengaruhi. Kita dapat meningkatkan kecerdasan emosional
dengan cara mempelajari dan melatih ketrampilan serta kemampuan
yang
menyusun
kecerdasan
emosional.
(Weisinger 2006 dalam buku Yuniani, 2010) Agustian 2008, menyatakan untuk mengembangkan kecerdasan spiritual yaitu dengan melakukan shalat atau ibadah kepada Allah dengan penuh kekhusyukan karena shalat khusyuk mengajak kita untuk menajamkan hati serta merasakan sifat-sifat kebijaksanaan illahi hadir dalam jiwa kita dan selanjutnya muncul dalam perilaku sehari-hari. Pernyataan P2 dan P4, dititik beratkan pada sikap mahasiswanya. hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada mungkin disebabkan persepsi seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Walgito (2004) Pernyataan P3, dititikberatkan pada fakta. hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada mungkin disebabkan persepsi seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Walgito (2004) c.
Persepsi dosen tentang aplikasinya pernyataan P2, P3 dan P4, Dititikberatkan pada Keaktifan mahasiswa, hal ini sesuai dengan triangulasi sumber. hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada mungkin disebabkan persepsi seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Walgito (2004)
pernyataan P1, Dititikberatkan kepada sikap mahasiswanya. hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada mungkin disebabkan persepsi seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Walgito (2004) f.
Mengeksplorasi persepsi dosen tentang hambatan meningkatkan IQ, EQ, SQ pada mahasiswa tingkat III DIII kebidanan di Politeknik Harapan Bersama Tegal. a.
Persepsi dosen tentang hambatan meningkatkan IQ, EQ, SQ pada mahasiswa tingkat III DIII kebidanan Pernyataan P3 dan
P4, dititikberatkan pada sikap
mahasiswa. hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada mungkin disebabkan persepsi seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Walgito (2004) Pernyataan P1, dititikberatkan keantusiasan mahasiswa, hal ini sesuai dengan triangulasi sumber. Dan hal ini juga sesuai dengan (Syah 2003) Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor internal meliputi faktor fisiologis dan biologis serta faktor psikologis. Faktor eksternal juga dapat mempengaruhi proses belajar. Faktor eksternal yang mempengaruhi proses belajar dapat digolongkan menjadi faktor lingkungan sosial dan non sosial (Syah 2003)
Menurut
Dinkmeyer
(1965)
faktor-faktor
yang
menghambat kecerdasan emosi anak adalah e.
Faktor kondisi fisik dan kesehatan,
f.
Tingkat intelegensi
g.
Lingkungan sosial
h.
Keluarga
Menurut Sumediyani (2002, h 3 dalam Trihandini, 2005) ada beberapa hal yang dapat menghambat perkembangan kecerdasan spiritual dalam diri seseorang, yaitu: e)
Tidak adanya orang tua yang cukup menyayangi.
f)
Ada beban yang dapat menekan insting
Pernyataan P2, dititikberatkan pada perbedaan IQ, EQ, SQ. hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada mungkin disebabkan persepsi seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Walgito (2004) b.
Persepsi dosen tentang hambatan yang menjadi masalah Pernyataan P2 dan P4, Dititikberatkan pada karakter mahasiswa, hal ini sesuai dengan triangulasi sumber. hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada mungkin disebabkan persepsi seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Walgito (2004) Pernyataan
P1,
dititikberatkan
pada
pentingnya
menyeimbangkan. hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada
mungkin disebabkan persepsi seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Walgito (2004) Pernyataan P3, dititikberatkan pada mata kuliah. hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada mungkin disebabkan persepsi seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Walgito (2004) c.
Persepsi dosen tentang cara meminimalisir hambatan Pernyataan P1 dan P4, dititikberatkan pada kebutuhan mahasiswa, hal ini sesuai dengan triangulasi sumber. hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada mungkin disebabkan persepsi seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Walgito (2004) Pernyataan P2, dititikberatkan pada Tuhan. hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada mungkin disebabkan persepsi seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Walgito (2004) Pernyataan
P3,
dititikberatkan
pada
usaha
untuk
memperbaiki mahasiswa. hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada mungkin disebabkan persepsi seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Walgito (2004)
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan teori, hasil penelitian dan pembahasan yang telah peneliti lakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1.
Pengetahuan IQ, EQ, SQ IQ, EQ, SQ merupakan tiga tingkat kecerdasan yang saling terkait dimana IQ kecerdasan
emosi
adalah dan
kecerdasan intelegensia, EQ adalah SQ
adalah
kecerdasan
spiritual.
Menyeimbangkan IQ, EQ SQ penting karena jika ketiga kecerdasan itu tidak seimbang maka kecerdasan itu akan menjadi masalah, SQ menjadi fokus utama karena kecerdasan spiritual menjadi dasar dalam kehidupan manusia. Penerapan pada mahasiswa sudah dilakukan tetapi hasilnya dikembalikan ke mahasiswa, profesinya dan paling banyak diterapkan di lingkungan rumah. Faktor-faktor yang mempengaruhi IQ, EQ, dan SQ adalah IQ: Genetik, lingkungan. EQ: lingkungan internal dan eksternal, SQ: keluarga, diterapkan sejak dini dan dari lingkungan. Ciri- ciri mahasiswa
yang memiliki
pintar,nilainya
bagus,
EQ:
IQ, EQ, SQ tinggi sopan,
etikanya
adalah
bagus,
IQ: dapat
mengendalikan diri. SQ: rajin beribadah biasanya dapat dilihat dari perilakunya yang bagus, selalu mengait ngaitkan dengan Allah.
Adapun peran tingkat kecerdasan dalam kehidupan adalah mudah mencari kerja, dimana EQ dan SQ menjadi fokus utama dan IQ bisa disesuaikan. 2.
Cara meningkatkan IQ, EQ, SQ Cara meningkatkan kecerdasan pada mahsiswa tingkat III DIII Kebidanan adalah penerapan pada akademik institusi dimana IQ sudah ada di silabus. EQ sudah ada dalam pendidikan karakter dasar dan lanjut. SQ sudah ada pada pelajaran pendidikan agama serta selalu memberi motivasi dan selalu mengingatkan materi-materi yang lalu dan belajar. Usaha mahasiswa dalam meningkatkan kecerdasanya adalah dimana tingkat III punya rasa takut sehingga mempunyai keinginan menggali lebih banyak, dan lebih bertanggung jawab serta rasa ingin tahunya semakin tinggi. Aplikasi pada mahasiswa bisa dilihat dari keaktifan mahasiswa, banyak bertanya, pertanyaan lebih bagus dibandingkan semster 1 kebanyakan sudah bisa mengatasi masalahnya, pada semester akhir terlihat semakin menjaga etika.
3.
Hambatan meningkatkan IQ, EQ, SQ Hambatan dalam meningkatkan kecerdasan pada mahsaiswa adalah Mahasiswa malas, tidak suka dengan pelajaran, keantusiasan mahasiswa yang kurang dan suka ribut dikelas. perbedaan IQ dalam satu kelas harus menerima dengan IQ nya masing-masing, setelah di evaluasi nilainya ada yang tinggi dan sedang. Sebagian besar
hambatan sebagai masalah maka harus lebih mengenal lebih dekat karakter
mahasiswa
namun
sebagai
dosen
juga
harus
bisa
mengimbangi. Cara Meminimalisir hambatan adalah mengikuti keinginan anak didiknya meskipun harus butuh bimbingan lebih tetap harus di ikuti saja. Dan selalu memberikan nasihat-nasihat kepada mahasiswa. B. Saran 1. Bagi tenaga pengajar (dosen) Mengetahui gambaran tentang IQ, EQ, SQ pada mahasiswa tingkat III DIII Kebidanan. Sehingga tenaga pengajar dapat lebih mengetahui permasalahan pada mahasiswa dan dapat memecahkan masalahmasalah yang terjadi pada mahasiswanya. 2. Bagi instansi tempat penelitian Memberikan gambaran tentang IQ, EQ, SQ pada mahasiswa tingkat III DIII Kebidanan, agar institusi pendidikan
lebih memperhatikan 3
tingkat kecerdasan pada mahsiswanya dan dapat menerapkan metode khusus untuk meningkatkan IQ, EQ, SQ pada mahsiswanya, serta mendirikan kegiatan-kegiatan secara rutin yang bertujuan untuk meningkatkan IQ, EQ, SQ mahasiswanya seperti ekstrakulikuler keagamaan, ektrakulikuler karya tulis ilmiah. Sehingga pendidikan di Indonesia khususnya pendidikan kebidanan bisa lebih maju. 3. Bagi instansi pendidikan Bagi instansi pendidikan hendaknya bisa untuk menjadi bahan
referensi bagi mahasiswa dan sebagai masukan untuk lebih meningkatkan kualitas serta mutu pendidikan. 4. Bagi peneliti selanjutnya Memberikan pengalaman nyata dalam melaksanakan penelitian sederhana secara ilmiah dalam rangka mengembangkan diri dan melaksanakan fungsi bidan sebagai peneliti.
`
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010 “ Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Jakarta : Rineka Cipta Azwar, Saifuddin. 2013 “ Pengantar Psikologi Intelegensi “ Yogyakarta : Pustaka Pelajar Dede, 2013. “Hubungan kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual dengan prestasi belajar mahasiswa tingkat II Stikes Karya Husada Semarang “ Desmita. 2014. “ Psikologi Perkembangan Peserta Didik “ Bandung : PT Remaja Rosdakarya Diptasari, W. 2013.”Jurnal Persepsi dan Perilaku Mahasiswa Dalam Pendidikan Karakter (Studi Kasus di Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS)” Hamalik, Oemar. 2012. “ Psikologi Belajar Dan Mengajar “ Bandung : Sinar Baru Algesindo Moelong, lexy, 2004. “Metodologi penelitian” Bandung : PT Remaja Rosdakarya 2007. “Metodologi penelitian kualitatif edisi revisi” Bandung : PT Remaja Rosdakarya Mukhtar dan Iskandar. 2012. “ Desain Pembelajaran Berbasis TIK ” Jakarta: Referensi Notoadmodjo. 2010 “ Metode Penelitian Kesehatan “ Jakarta : Rineka Cipta Pieter, zan, herri. 2010 “ Pengantar Psikologi Dalam Keperawatan “ Jakarta: Prenada Media Group Saryono. 2013. “ Metodologi Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif “ Yogyakarta :Nuha Medika Sukardi, Ismail. 2013 “ Model-Model Pembelajaran Modern ” Palembang : Tunas Gemilang Press Uno, Hamzah. 2008 “ Perencanaan Pembelajaran “ Jakarta : Bumi Aksara Walgito, Bimo. 2004 “ Pengantar Psikologi Umum “ Yogyakarta : Andi Offset