Prediksi Frekuensi Alami Ruang Akustik Karoseri Tanpa Peredam Greg. Heliarko SJ Jurusan Mekatronika, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Kampus III, Paingan, Maguwoharjo, Sleman
[email protected] Abstract Room Acoustic of a passenger car is one of the most important thing that vehicle designers are striving to improve as much as possible since it determines the passenger’s satisfaction. The low frequencies and their interferences with those of the interior panels produce most of the noise and uncomfortable frequencies. A good modelling of room acoustics provides a great help for the designers. Combined with a good calculation method, a good modelling waives a lot of trial and error that normally designers have to go through. Variational Formulation and Finite Element Method provide a simple approach to solve the problem of predicting of natural frequencies. Using Jacobi Iteration Method, the predicted natural frequencies and their frequency patterns can be determined. Applying the method to a simple room acoustics gives good results compared to those of classical method. Keywords: room acoustics, natural frequencies, variational formulation, finite element method
1. Pendahuluan Perkembangan teknologi otomotif mengarah pada pemenuhan tuntutan konsumen akan kenyamanan, sehingga banyak memberikan perhatian pada bidang akustik dari ruang kendaraan. Semakin rendah kebisingan, semakin tinggi tingkat kenyamanan. Pada kenyataannya, kebisingan frekuensi rendah dalam kendaraan secara umum tercatat bertambah dengan 15 - 20 dB dalam beberapa dekade terakhir ini akibat ukuran berat kendaraan yang semakin ringan [1]. Hal ini sesuai dengan usaha dari industri karoseri untuk memproduksi mobil dengan tingkat polusi dan konsumsi bahan bakar yang rendah. Frekuensi kebisingan pada ruang kendaraan merentang dari range frekuensi di bawah 0,1 Hz sampai di atas 100 Hz. Rentangan frekuensi itu akan memanjang sampai jauh lebih tinggi seandainya sumber dari angin saat mobil bergerak juga diperhitungkan. Namun energi kebisingan yang khas pada mobil paling banyak terdeteksi pada frekuensi di bawah 125 Hz. Dalam beberapa kasus, kebisingan pada frekuensi rendah menjadi perhatian utama karena adanya interaksi antara mode-mode akustik frekuensi rendah dengan mode-mode struktur bodi [2]. S.K.Jha mengidentifikasi sumber-sumber utama dari kebisingan kendaraan yaitu: 1) mesin, sistem transmisi dan asesoris; 2) eksitasi jalan, 3) eksitasi aerodinamis Salah satu obyek analisa struktur adalah road noise, yang disebabkan oleh vibrasi kekerasan jalan dan pengaruh beberapa sebab seperti komponen ban, suspensi, rangka, bodi dan sistem akustik. Apapun sumber eksitasi, spektrum kebisingan sangat dipengaruhi oleh karateristik vibrasi bodi mobil. Penelitian di dalam laboratorium menunjukkan bahwa bodi kosong bila dieksitasi secara mekanis menghasilkan banyak resonansi akibat mode-mode vibrasi struktur yang kompleks. Kebanyakan resonansi yang kuat terjadi di bawah 100 Hz, sedangkan di atas 180 Hz puncak-puncak resonansi berkurang dan menghalus [3]. Dari penelitian S.K. Jha, kebisingan pada kendaraan akan bertambah kurang lebih 5 dB pada setiap penambahan kecepatan menjadi dua kalinya (Gambar 1). Namun dengan desain struktur yang baik, kebisingan dalam ruang kendaraan dapat cukup banyak dikurangi.
Media Teknika Vol. 8 No. 1, Juni 2008: 37 – 51
Gambar 1. Kebisingan sebagai fungsi kecepatan 1.1 Model Ruang Kendaraan Dari beberapa penelitian ditunjukkan adanya hubungan yang erat antara gerakan panelpanel dengan kebisingan yang terukur. Kebisingan diduga telah diperkuat oleh resonansi ruang kendaraan. Pemasangan bahan absorbsi untuk mengontrol kebisingan frekuensi rendah banyak mengurangi luas kendaraan, maka penyelesaian praktisnya dilakukan dengan memodifikasi struktur kendaraan. Karena ruang kendaraan berbentuk tak tentu, maka frekuensi resonansi dan modenya tidak dapat dicari dengan rumus-rumus sederhana seperti yang digunakan untuk menghitung frekuensi dan mode dari tabung yang lurus. Persoalan ini dapat diatasi dengan menggunakan metode finit elemen (elemen hingga). Variasi tekanan arah melintang terhadap bodi relatif dapat diabaikan sehingga analisa dua dimensi dapat digunakan dengan penyimpangan yang cukup kecil [2] (Gambar 2). Dari perbedaan kondisi batas, maka dapat dibedakan 2 model ruang kendaraan yang tergantung dari dinding ruang itu, yaitu mode untuk dinding ruang rigid dan mode untuk dinding ruang fleksibel. 1.1.1
Mode Untuk Dinding Ruang Rigid Untuk dinding ruang yang rigid tanpa redaman, permukaannya refleksif sehingga komponen percepatan normal ü = 0 [2]. Penyelesaian frekuensi alaminya dapat dianalisa dengan menggunakan routine eigenvalue real. Untuk mode ini, yang diperlukan hanya geometri dari ruang kendaraan. Mode yang pertama rata-rata terjadi di antara 40 - 80 Hz. Adanya kursi-kursi pada ruang kendaraan akan menyebabkan turunnya frekuensi resonansi.
38
Greg. Heliarko SJ, Prediksi Frekuensi Alami …
Gambar 2. Perbandingan hasil pengukuran SPL ruang kendaraan pada tiga posisi lateral: kiri, tengah, kanan
Gambar 3. Tingkat Tekanan Suara (Sound Pressure Level) beberapa Frekuensi untuk Level Kekerasan yang sama
39
Media Teknika Vol. 8 No. 1, Juni 2008: 37 – 51
Beberapa alasan untuk menjelaskan hal ini: 1. Frekuensi alami turun akibat bertambahnya panjang efektif ruang akibat adanya kursi. 2. Pendapat lain menganggap ruang kendaraan terdiri dari 2 ruang, salah satunya Helmholtz Resonator dan karena area orifice berkurang banyak sewaktu kursi dipasang, maka frekuensi alami turun. 1.1.2 Mode untuk Dinding Ruang Fleksibel Dalam ruang akustik tertutup seperti ruang kendaraan, dinding ruang biasanya fleksibel. Dan kondisi batas yang fleksibel ini dapat merubah frekuensi mode-mode akustik dan menggeser garis-garis nodal. Hal ini cukup menarik karena perubahan kecil dari frekuensi ruang dapat menghasilkan perubahan penting dari keseluruhan respon suara akibat perbedaan kopling terhadap sistem struktur. Hal ini ditunjukkan oleh Gambar 3 yang memperlihatkan penambahan tailgate yang telah menurunkan frekuensi resonansi pertama dari 47 Hz menjadi 23 Hz. Tulisan ini selanjutnya akan membahas akustik ruang untuk menentukan eigenfrekuensi yaitu eigenvalue dan eigenvector suatu kendaraan atau karoseri yang belum diberi peredam. Adapun metode yang dipakai adalah metode finit elemen dua dimensi yang diterapkan pada suatu ruang dengan dinding rigid. 2. Tinjauan Pustaka 2.1. Persamaan Umum Gelombang 2 Dimensi Untuk menjabarkan persamaan gelombang secara umum diperlukan kombinasi 3 persamaan dasar fluida, yaitu [4]: 1) persamaan kontinuitas; 2) persamaan dari sifat-sifat elastis fluida; 3) persamaan kesetimbangan gaya elemen. Asumsi-asumsi yang diterapkan adalah: a) prosesnya adiabatis; b) perubahan masa jenis lokal kecil; c) pergeseran dan kecepatan partikel fluida kecil. Gambar 4 menunjukkan sebuah partikel fluida dengan koordinat kesetimbangan x dan y. Secara umum, partikel ini dapat bergerak ke sebarang arah dan pergeserannya dapat dinyatakan dengan vektor d dengan komponen-komponen ξ dan η pada arah x dan y. Vektor kecepatan partikel q = δd/δt dengan komponen u = δξ / δ dan v = δη / δt (1) Semua besaran ini merupakan fungsi x, y, dan t Bila elemen luasan segiempat mengalami pergeseran sejajar sumbu, maka luasan elemen ⎛ δξ ⎞⎛ δη ⎞ ⎟ (2) menjadi: dx dy ⎜1 + ⎟⎜1 + δx ⎠⎜⎝ δy ⎟⎠ ⎝
ρ − ρo Bila kondensasi pada suatu titik didefinisikan sebagai s = ρ o atau ρ = ρ o (1 + s )
(3)
dengan : s = kondensasi pada suatu titik ρ = masa jenis sesaat pada suatu titik ρo = masa jenis pada keadaan setimbang suatu titik maka dari hukum kekekalan masa yang dapat diterapkan pada luasan dxdy dengan tebal satu ⎛ δξ ⎞⎛ δη ⎞ ⎟ = ρo dx dy 1 satuan diperoleh: ρ dx dy 1 ⎜1 + (4) ⎟⎜1 + δx ⎠⎜⎝ δy ⎟⎠ ⎝
40
Greg. Heliarko SJ, Prediksi Frekuensi Alami …
η y dx dy
ξ x
Gambar 4. Model partikel fluida Dengan memasukkan persamaan (3) pada (4) diperoleh: ⎛ δξ ⎞⎛ δη ⎞ ⎛ δξ ⎞⎛ δη ⎞ ρo(1 + s) dx dy 1 ⎜1 + ⎟⎜⎜1 + ⎟⎟ = ρo dx dy 1 atau (1+s) ⎜1 + ⎟⎜⎜1 + ⎟⎟ = 1 (5) δx ⎠⎝ δy ⎠ δx ⎠⎝ δy ⎠ ⎝ ⎝ Dengan menganggap perubahan masa jenis dan pergeseran partikel kecil, maka hasil perkalian diferensial parsial terhadap diferesial parsial dan diferensial parsial terhadap s dapat diabaikan ⎛ δξ δη ⎞ ⎟⎟ sehingga diperoleh persamaan: s = - ⎜⎜ (6) + ⎝ δx δy ⎠ ⎛ dP ⎞ ⎟⎟ dρ P = P ( ρ ) dan diferensialnya: dP = ⎜⎜ (7) ⎝ dρ ⎠ o Untuk perubahan kecil dalam gelombang akustik, pertambahan tekanan yang kecil dP dapat ⎛ dP ⎞ ⎟⎟ ρ o s ditulis P dan dP digantikan ρ o s (3) sehingga diperoleh: P = ⎜⎜ (8) ⎝ dρ ⎠ o
Proses adiabatik dapat ditulis [4]:
⎛ dP ⎞ c 2 = ⎜⎜ ⎟⎟ maka P = ρoc2s ⎝ dρ ⎠ o atau dengan memasukkan persamaan (5) diperoleh: ⎛ δξ δη ⎞ ⎟⎟ + P = - ρ o c 2 ⎜⎜ ⎝ δx δy ⎠ Dari persamaan kesetimbangan gaya arah sumbu x dapat dijabarkan: δP ⎞ δP ⎛ dx ⎟ = − dFx = P − ⎜ P + dx S δx ⎠ δx ⎝ S = penampang elemen arah sumbu x Gaya itu akan mengakibatkan percepatan pada masa luasan elemen
Bila
persamaan:
dFx = ρ o Sdx
δ 2ξ
dt 2 Dengan mengeliminasi dFx dari persamaan (5) maka diperoleh persamaan:
δP δ 2ξ − = ρo 2 δx δt
dan juga
δP δ 2η − = ρ0 2 δy δt
(9)
(10)
(11)
(ρ o Sdx )
mengikuti (12)
(13)
Bila persamaan (5) dideferensial-partialkan terhadap x dan y dan kemudian digabungkan, maka diperoleh: 41
Media Teknika Vol. 8 No. 1, Juni 2008: 37 – 51
⎛ δ 2P δ 2P ⎞ δ 2 ⎛ δξ δη ⎞ ⎟ − ⎜⎜ 2 + 2 ⎟⎟ = ρ o 2 ⎜⎜ + δy ⎠ δt ⎝ δx δy ⎟⎠ ⎝ δx Dengan membandingkan persamaan (10) dan persamaan (14), maka diperoleh: 2 2 δ 2P δ 2ξ δ 2η δ 2η ⎞ δ 2P ⎞ 2 ⎛δ P 2⎛δ ξ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ = atau c + = + + c ⎜ δx 2 δy 2 ⎟ ⎜ δx 2 δt 2 δt 2 δt 2 δy 2 ⎟⎠ ⎝ ⎠ ⎝ jωt δP δ 2P = jωAe jωt dan = −ω 2 P Bila diambil ekspresi P: P = A e , maka 2 δt δt dengan ω = kecepatan sudut Dengan memasukkan persamaan (16) pada persamaan (14) maka diperoleh: ⎛δ 2P δ 2P ⎞ δ 2P δ 2P ω 2 atau + + =0 − ω 2 P = c 2 ⎜⎜ 2 + 2 ⎟⎟ δx 2 δy 2 c 2 δy ⎠ ⎝ δx yaitu persamaan diferensial gelombang 2 dimensi.
(14)
(15) (16)
(17)
2.2. Formulasi Variational Dalam formulasi klasik variational, persoalannya adalah untuk mendapatkan fungsi yang tidak diketahui atau fungsi yang membuat ekstrim (maksimal, minimal) atau membuat stationer kondisi batas yang diberikan seperti dalam formulasi diferensial biasa [5]. Untuk mencapai perumusan finit elemen, persamaan diferensial (17) harus diubah ke dalam bentuk variational. Pengubahan dilakukan dengan mengalikan persamaan diferensial tersebut pada suatu test function dan kemudian dilakukan pendiferensialan antara test function dan variabel tak bebasnya. Maka persamaan (17) menjadi:[6] ⎛ δ ⎛ δP ⎞ δ ⎛ δP ⎞ ω 2 P ⎞ 0 = ∫ E v⎜⎜ ⎜ ⎟ + ⎜⎜ ⎟⎟ + 2 ⎟⎟ (18) Ω ⎝ δx ⎝ δx ⎠ δy ⎝ δy ⎠ c ⎠ Dengan mengambil bentuk: δP δP = F1 dan = F2 (19) δx δy maka berlaku persamaan diferensial parsial: δ δ δv δ δ δv v F1 = (vF1 ) − F1 ; v F2 = (vF2 ) − F2 (20) δx δx δx δy δy δy Dari teori gradien (divergence) diperoleh persamaan:
∫
Ωe
δ (vF1 )dxdy = ∫Π vF1n x dS δx e
;
∫
Ωe
δ (vF2 )dxdy = ∫Π vF2 n x dS δx e
Maka bentuk variational (18) menjadi: ⎛ δ ⎛ δP ⎞ δv δP δ ⎛ δP ⎞ δv δP ω2 ⎜ ⎜ ⎟ = − + − + v v v 0 ∫ e⎜ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ Ω c2 ⎝ δx ⎝ δx ⎠ δx δx δy ⎝ δ y ⎠ δ y δ y ⎛ δv δP δv δP ω 2 ⎞ atau 0 = ∫ e ⎜⎜ − − + 2 vP ⎟⎟dxdy + ∫ e vq n dS Ω ∏ ⎝ δx δx δy δy c ⎠ δP δP dengan qn = nx + ny δx δy
42
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
(21)
(22) (23)
Greg. Heliarko SJ, Prediksi Frekuensi Alami …
Persamaan (23) adalah bentuk variational dari persamaan (18) 2.3. Formulasi Finit Elemen Persamaan (23) menunjukkan bahwa aproksimasi yang dipilih untuk P paling tidak harus bilinier dalam x dan y sehingga dua suku pertama dalam persamaan tersebut dan q n tidak sama dengan nol [6]. Untuk P dipilih sedemikian rupa sehingga: n
P = ∑ Pjψ j
(24)
j =1
dengan: Pj = harga P pada ( x j , y j )
ψ J = fungsi interpolasi dengan sifat ψ i ( x j , y j ) = δ ij untuk n
∑ω j =1
i
i, j
= 1,2,…n
=1 n
Substitusi P = ∑ Pjψ j pada P dan ψ i pada v akan memberikan: j =1
n ⎧ ⎫⎪ ω2 ⎞ ⎪ ⎛ δψ i δψ j δψ i δψ j − + ψ iψ j 2 ⎟⎟dxdy ⎬ Pj − ∫ e ψ i q n dS 0 = ∑ ⎨∫ e ⎜⎜ − Ω Π δy δy c ⎠ ⎪⎭ j =1 ⎪ ⎩ ⎝ δx δx n
∑K
atau
j =1
dengan
e ij
Pj = Fi e
e
⎞ ⎛ δψ i δψ j δψ i δψ j ω 2 K ij = ∫ e ⎜⎜ − − + 2 ψ iψ j ⎟⎟dxdy Ω δy δy c ⎠ ⎝ δx δx e Fi = ∫ e ψ i q n dS
(25) (26)
e
Π
2.4. Fungsi Interpolasi Sebagai fungsi interpolasi dipilih elemen segitiga dengan tiga nodal, yaitu [5]: P( x, y ) = c1 + c2 x + c3 y dan P( xi + yi ) = Pi , i = 1,2,3
(27)
(28)
Dalam hal ini P( xi + yi ) = Pi , i = 1,2,3 adalah koordinat global dari segitiga dengan arah penomoran berlawan arah jarum jam. Konstanta ci dan Pi di atas dicari dengan: P1 = P( x1 , y1 ) = c1 + c 2 x1 + c3 y1 P2 = P( x 2 , y 2 ) = c1 + c 2 x 2 + c3 y 2 (29) P3 = P( x3 , y 3 ) = c1 + c 2 x3 + c3 y 3 Dalam bentuk matriks: ⎧ P1 ⎫ ⎧1 x1 y1 ⎫⎧ c1 ⎫ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪⎪ ⎪ (30) ⎨ P2 ⎬ = ⎨1 x 2 y 2 ⎬⎨c 2 ⎬ ⎪ P ⎪ ⎪1 x ⎪ ⎪ ⎪ y 3 ⎭⎩ c 3 ⎭ 3 ⎩ 3⎭ ⎩ sehingga didapat: 43
Media Teknika Vol. 8 No. 1, Juni 2008: 37 – 51
1 (P1 ( x2 y3 − x3 y2 ) + P2 ( x3 y1 − x1 y3 ) + P3 ( x1 y2 − x2 y1) ) 2A 1 (P1 ( y 2 − y3 ) + P2 ( y3 − y1 ) + P3 ( y1 − y 2 ) ) c2 = 2A 1 (P1 ( x2 − x3 ) + P2 ( x1 − x3 ) + P3 ( x 2 − x1 ) ) c3 = 2A 2 A = ( x2 y3 − x3 y 2 ) + ( x3 y1 − x1 y3 ) + ( x1 y 2 − x2 y1 ) , A = luas segitiga, Dengan memasukkan persamaan (31) ke dalam persamaan (28) didapatkan: c1 =
3
p ( x, y ) = P1ψ 1 ( x, y ) + P2ψ 2 ( x, y ) + P3ψ 3 ( x, y ) = ∑ Piψ i
e
(31) (32)
(33)
i =1
dengan: 1 ψ ie = (α i + β i x + γ i y ) , i = 1,2,3 2A α i = x j y k − xk yi ; β i = y j − yk
(34) ; γ i = xk − x j
Dari persamaan di atas ini dapat kita peroleh:
δψ i β i = δx 2A
dan
(35)
δψ i γ i = δy 2A
(36)
Dengan memasukkan persamaan (36) ke dalam persamaan (27) maka:
δψ δψ j
δψ δψ j
ω2
i i K ij = − ∫ e dxdy − ∫ e dxdy + ∫ e 2 ψ iψ j dxdy Ω δx Ω δy Ω c x δ y δ 144 42444 3 144 42443 42444 3 14 e
I
II
(37)
III
Bila koordinat-koordinat dari luasan diketahui, maka dimungkinkan untuk menggunakan Rumus Integrasi Sederhana (Simple Integration Formula) untuk menentukan suatu integral [5] α! β !γ ! α β γ (38) ∫ψ i ψ j ψ k dA = (α + β + γ + 2) 2 A Untuk suku I dan II dari (37) diperoleh: α = β =γ =0 (39) sehingga, suku I dan suku II menjadi: βi β j β βj 1 0!.0!.0! 2A i I =− =− =− ( y j − y k )( y k − y i ) (40) ( 0 + 0 + 0 + 2) 2A 2A 4A 4A
γ iγ j γ γj 1 0!.0!.0! 2A i =− =− ( x k − x j )( xi − x k ) ( 0 + 0 + 0 + 2) 2A 2A 4A 4A Untuk suku III diperoleh: α = β =1 dan γ =0 II = −
III =
sehingga:
1 ω 1!.1!.0! 2A = A 12 c 2 c (1 + 1 + 0 + 2)
ω
2
(41) (42)
2
2
(43)
Bila ψ i = ψ j maka ψ i .ψ j = ψ i dan α = 2 , β = γ = 0 , sehingga 2
III =
44
2!.0!.0! 1 ω2 A ω2 2 A = A atau = (1 + δ ij ) III 12 c 2 6 c2 c 2 ( 2 + 0 + 0 + 2)
ω
(44)
Greg. Heliarko SJ, Prediksi Frekuensi Alami …
dengan harga δ ij = 1 jika i = j
δ ij = 0 jika i =/ j δP δP Dari persamaan (27), Fi = ∫ ψ i q n dS dengan harga q n = n x + ny Π δx δy 2 δP δξ Dan dari persamaan (13) diketahui bahwa: − = ρ o 2 = ρ o u&& δx δt Untuk dinding rigid u&& = 0 , sehingga: Fi = − ∫ ψ i ρ o u&&dS = 0 dan
e
Πe
n
∑K
Dan persamaan (26) menjadi:
j =1
e ij
Pj = 0 e
(45) (46) (47)
Dalam hal ini K ij = K ij + M ij , dengan harga A ω2 1 1 K ij = − ( y j − y k )( y k − yi ) − ( x k − x j )( xi − x k ) ; M ij = λ (1 + δ ij ) , λ adalah 2 (48) 4A 12 4A c Bila bentuk diubah menjadi: K φ = λ M φ (49) 1 e {( y j − y k )( y k − yi ) + ( xk − x j )( xi − xk )}dan M ij e = A (1 + δ ij ) (50) maka K ij = 4A 12 Selanjutnya persamaan ini diterapkan pada elemen-elemen fungsi interpolasi, yang dibahas dalam bagian penyelesaian finit elemen. 2.5 Penyelesaian Finit Elemen 2.5.1 Penggabungan Elemen Persamaan (50) di atas sudah dapat digunakan untuk memulai perhitungan analisis dengan metode finit elemen, dengan menerapkannya pada masing-masing titik pada elemen segitiga interpolasi berurutan dengan arah berlawanan arah jarum jam. Matrik kekakuan dan matrik masa masing-masing elemen dapat diperoleh dengan memasukkan harga koordinat titik-titik sudut elemen segitiga pada persamaan (50) secara siklis. Setelah masing-masing matrik kekakuan dan matrik masa diperoleh, dilanjutkan dengan menggabungkan masing-masing matrik tersebut ke dalam matrik kekakuan global dan matrik masa global. Akhirnya diperoleh persamaan matrik global [K ][φ ] = λ [M ][φ ] (51) Kedua proses ini lebih mudah dilihat dengan contoh di bawah ini: Dari Gambar 5 di bawah diperoleh: Elemen 1: Untuk luasan, titik i,j,k-nya adalah titik 1,3,2 global. (52) 2A= ( x3 . y 2 − x 2 . y 3 ) + ( x 2 . y1 − x1 . y 2 ) + ( x1 . y 3 − x3 . y1 ) (1)
(1)
Untuk K11 , K 13 , titik i=1, j=3, k=2 global sehingga: 1 1 (1) (1) [( y3 − y 2 )( y 2 − y1 ) + ( x2 − x1 )( x1 − x2 )] (53) K 11 = ( y 3 − y 2 ) 2 + ( x 2 − x3 ) 2 ; K 13 = 4A 4A (1) (1) Untuk maka titik i=3, j=2, k=1 global, sehingga: K 33 , K 32 1 1 (1) (1) [( y2 − y1 )( y1 − y3 ) + ( x1 − x2 )( x3 − x1 )] (54) K 33 = ( y2 − y1 ) 2 + ( x1 − x2 ) 2 ; K 32 = 4A 4A (1) (1) Untuk K 22 , K 21 maka titik i=2, j=1, k=3 global sehingga:
[
[
]
]
45
Media Teknika Vol. 8 No. 1, Juni 2008: 37 – 51
K 22
(1)
=
[
]
1 1 (1) [( y1 − y3 )( y3 − y 2 ) + ( x3 − x1 )( x2 − x3 )] (55) ( y1 − y 3 ) 2 + ( x3 − x1 ) 2 ; K 21 = 4A 4A 2
5
3 3
2
6
3
1 1
1
5 21 1
33 1 2
1
6
2 1
3
4 3
2 2
3
2
4 7 Gambar 5. Penggabungan Elemen Dalam hal ini matrik kekakuan adalah matrik simetri sehingga: (1) (1) (1) (1) (1) (1) K 12 = K 21 , K 23 = K 32 , K 31 = K 13 Untuk matrik masa elemen 1 diperoleh: A A A (1) (1) (1) (1) (1) (1) M 11 = M 22 = M 33 = (1 + 1) = ; M 12 = M 23 = M 31 = (56) `12 6 12 Matrik masa elemen juga simetris sehingga: (1) (1) (1) (1) (1) (1) M 12 = M 21 , M 23 = M 32 , M 31 = M 13 Dengan cara yang sama maka elemen dari matrik kekakuan dan matrik masa elemen segitiga yang lain dapat diperoleh. Proses selanjutnya adalah penggabungan matrik kekakuan elemen dan matrik masa elemen menjadi matrik kekakuan global dan matrik masa global. Penggabungan ini dapat terlihat jelas dengan melihat Gambar 5 di atas. Matrik kekakuan global diperoleh: (1) ( 2) K 11 = K11 + K 11 K 12 = K 13
(1)
K 13 = K 12
(1)
+ K 13
K 33 = K 22
(1)
K 23 = K 23
( 23 )
( 2)
+ K 33
( 2)
+ K 13
+ K 11 + K 11 3
( 4)
+ K 11
(5)
+ K 11
(6)
(6)
K 22 = K 33 + K 33 Demikian dan seterusnya sehingga seluruh elemen matrik kekakuan global diperoleh. Matrik masa global diperoleh dengan cara yang sama: (1) ( 2) M 11 = M 11 + M 11 (1)
M 12 = M 13
(1)
M 13 = M 12
(1)
( 6)
+ M 13
( 2)
M 33 = M 22
(1)
+ M 33
( 2)
M 32 = M 23
(1)
+ M 13
(6)
46
+ M 11
( 3)
+ M 11
( 4)
+ M 11
(5)
+ M 11
(6)
(57)
Greg. Heliarko SJ, Prediksi Frekuensi Alami …
M 22 = M 33 + M 33 (58) Demikian dan seterusnya sehingga seluruh elemen matrik masa global diperoleh. Akhirnya dapat kita peroleh persamaan matrik (51) yaitu dengan bentuk: (1)
⎡ K 11 ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢⎣
( 6)
K 12
K 13
K 22
K 23 K 33
K 24 K 34 K 44
⎡ M 11 ⎤ ⎡φ1 ⎤ ⎢ ⎥ ⎢φ ⎥ ⎢ ⎥⎢ 2 ⎥ ⎢ ⎥ ⎢φ 3 ⎥ ... ⎥⎢ ⎥ = λ ⎢ ... ⎢ ⎥ ⎢φ 4 ⎥ ⎢ ⎥⎢ ⎥ ... ⎢ ⎥⎢ ⎥ K nn ⎥⎦ ⎢⎣φ n ⎥⎦ ⎢⎣
M 12
M 13
M 22
M 23 M 33
M 24 M 34 M 44
⎤ ⎡φ1 ⎤ ⎥ ⎢φ ⎥ ⎥⎢ 2 ⎥ ⎥ ⎢φ 3 ⎥ ⎥⎢ ⎥ ⎥ ⎢φ 4 ⎥ ⎥⎢ ⎥ ⎥⎢ ⎥ M nn ⎥⎦ ⎢⎣φ n ⎥⎦
(59)
2.5.2 Penyelesaian Persamaan Matrik Persoalan utama eigen (eigenproblem) adalah penyelesaian persamaan matrik (59) di atas. Penyelesaian ini tidak lain adalah penyelesaian sebuah polinomial dengan orde sama dengan orde matrik kekakuan. Polinomial dengan orde 4 ke atas tidak mempunyai penyelesaian secara eksplisit untuk memperoleh akar-akarnya, karena harus digunakan metode iterasi. Untuk penyelesaian persoalan ini dipilih Metode Transformasi. Dasar Metode Transformasi adalah mereduksi matrik K dan M menjadi matrik diagonal dengan melakukan prakali dan paskakali matrik Pk T dan Pk terhadap K dan M berulang-ulang. Salah satu penggunaan Metode Transformasi adalah Metode Iterasi Jacobi [7]. Metode Jacobi yang menggunakan matrik rotasi konvensional untuk mereduksi matrik K menjadi matrik diagonal hanya dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan eigen standard, yaitu Kφ = λφ dengan M=1. Penyelesaian persamaan Kφ = λφ dengan M ± I harus menggunakan metode Jacobi yang sudah digeneralisasi, yang akan mereduksi langsung matrik K dan M menjadi matrik diagonal. Dalam Metode Iterasi Jacobi yang digeneralisasi digunakan matrik Pk (61). Konstanta α dan γ dipilih sedemikian sehingga merubah elemen (i,j) dalam matrik Kk dan Mk menjadi nol secara bersamaan. Karena itu harga α dan γ adalah fungsi dari elemen
k ij
(k )
T
, k ii
(k )
, k jj
(k )
, mij
(k )
T
, mii
(k )
, m jj
(k )
. Superskrip
(k )
menunjuk pada iterasi ke k. Perkalian ( k +1)
( k +1)
dan mij Pk .Kk .Pk dan Pk .Mk.Pk dengan memasukkan kondisi k ij menjadi nol menghasilkan persamaan: αk ii ( k ) + (1 + αγ )k ij ( k ) + γk jj ( k ) = 0 dan αmii ( k ) + (1 + αγ )mij ( k ) + γm jj ( k ) = 0
yang akan (60)
47
Media Teknika Vol. 8 No. 1, Juni 2008: 37 – 51
⎡1 ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ Pk = ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣⎢
.
kolom ke-i ke-j : : ⎤ ⎥ : : ⎥ ⎥ baris . : : ⎥ 1 α .. .. ..⎥ ke − i γ 1 .. .. ..⎥ ke − j ⎥ . ⎥. ⎥ . ⎥ 1⎦⎥
(61)
Secara umum, untuk penyelesaian α dan γ digunakan: ⎫ ⎪ ⎪ (k ) (k ) (k ) (k ) (k ) ⎪ k jj = k jj mij − m jj k ij ⎬ ⎪ ⎪ (k ) (k ) (k ) (k ) k ( k ) = k ii m jj − k jj mii ⎪⎭ k ii
(k )
= k ii mij (k )
(k )
− mii k ij (k )
(k )
(62)
(k )
(k )
k jj k dan ; α= γ = ii x x (k ) (k ) k (k ) (k ) (k ) dengan harga x: x = ii + sign(k ( k ) ) + k ii k jj 2 2 Konvergensi tercapai bila:
(63)
1
1
⎡ (mij ( l +1) ) 2 ⎤ 2 ⎡ λi (l +1) − λi ( l ) ⎤ 2 s −s (64) ⎢ ⎥ ≤ 10 ; dan ⎢ (l +1) ( l +1) ⎥ ≤ 10 ( l +1) ⎢⎣ λi ⎥⎦ ⎣⎢ mii m jj ⎦⎥ untuk semua harga i dan j dengan harga i〈 j . Harga 10 − s adalah toleransi konvergensi. Harga s biasa diambil 12. 2.6 Perhitungan Frekuensi Alami Secara Klasik Dasar penjabaran metode klasik adalah persamaan Helmholtz Untuk bentuk ruang yang teratur, perhitungan frekuensi alami bisa dilakukan dengan menggunakan persamaan eksak yang menghasilkan persamaan frekuensi untuk mode-mode normal dua dimensi berikut [4]: c ⎡⎛ n ⎞ ⎛ n y f = ⎢⎜⎜ x ⎟⎟ + ⎜ 2 ⎢⎝ l x ⎠ ⎜⎝ l y ⎣ 2
48
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
2 1/ 2
⎤ ⎥ ⎥ ⎦
(65)
Greg. Heliarko SJ, Prediksi Frekuensi Alami …
3 Hasil Perhitungan Cara yang sederhana untuk menguji ketepatan perhitungan frekuensi alami dengan metode finit elemen ini adalah dengan melakukan perbandingan dengan perhitungan secara klasik. Karena metode klasik membutuhkan sebuah ruang yang teratur, dalam penelitian ini diambil suatu ruang segiempat dengan dinding rigid dan dimensi l x x l y . Perbandingan antara
penggunaan rumus (65) ini dengan metode finit elemen yang diterapkan pada ruang segiempat adalah sebagai berikut:
Mode nx 0 1 2 1 2 3 3 3 4 4 3 4
ny 1 1 0 2 2 0 1 2 0 1 3 2
Tabel 1. Perbandingan Rumus Eksak dan Metode Finit Elemen Kecepatan suara 343 m/dtk; Dimensi ruang 1,9 m x 1,29 m Frek. Normal Dengan Metode Finit Kesalahan (%) Eksak (Hz) Elemen 171,5 174,4 1,69 242,5 243,4 0,37 343,0 331,9 -3,24 383,5 367,0 -4,30 485,0 472,3 -2,62 514,5 514,7 0,04 542,3 530,7 -2,14 618,3 616,5 -0,29 686,0 676,3 -1,41 707,1 706,7 -0,06 727,6 724,9 -0,37 766,0 764,1 -0,25
4. Pembahasan Perbandingan perhitungan frekuensi alami pada ruang segiempat dengan menggunakan rumus eksak dan metode finit elemen seperti terlihat pada Tabel 1 di atas menunjukkan perbedaan hasil yang relatif kecil, yaitu maksimum 4,3% untuk 12 mode yang pertama. Selisih hasil perhitungan yang relatif kecil ini tidak sebanding dengan kemampuan metode finit elemen yang mampu menghitung frekuensi alami dari ruang yang bentuknya tidak teratur. Dengan demikian pemakaian metode ini akan sangat membantu para designer akustik ruang. Di dalam dunia otomotif, analisis dengan metode finit elemen ini dapat dilakukan untuk mengantisipasi dampak frekuensi panel-panel yang mungkin terjadi pada atau di sekitar frekuensi alami atau resonansi ruangnya. Dengan melakukan getaran paksa, andil masingmasing panel terhadap kebisingan dalam ruang kendaraan dapat diketahui. Bila sumber bunyi sudah teridentifikasi, maka perancangan untuk memodifikasi struktur kendaraan serta bentuk ruangnya dapat dilakukan untuk mereduksi kebisingan. Prosedur yang biasa dipakai adalah sebagai berikut: Kendaraan ditest dengan dijalankan di jalan raya untuk mengetahui frekuensi-frekuensi rendah yang dominan. Kemudian kendaraan dieksitasi dalam laboratorium pada frekuensifrekuensi itu dan getaran-getaran pada panel ruang kendaraan diukur. Selanjutnya getarangetaran panel digunakan sebagai input pada model finit elemen untuk menghitung besar dan 49
Media Teknika Vol. 8 No. 1, Juni 2008: 37 – 51
fase dari kebisingan yang timbul akibat dari masing-masing panel. Andil dari masing-masing panel dilukiskan dalam diagram polar yang secara jelas akan menunjukkan besarnya pengaruh masing-masing panel. Resultante kebisingan adalah jumlah vektor dari tekanan akustik akibat masing-masing panel. Bila perhitungan tidak tepat, gerakan panel-panel diubah dengan mengganti frekuensi alami atau tanggapan puncak. Test ulang akan memberikan data untuk diagram polar yang baru yang kemudian dievaluasi lagi. Setelah tanggapan yang memuaskan diperoleh dalam laboratorium, maka dilakukan modifikasi pada kendaraan tersebut. Tahap terakhir adalah test di jalan raya untuk menguji kendaraan yang sudah dimodifikasi tersebut. Dengan demikian, analisis dengan finit elemen ini akan menghemat banyak waktu dan biaya dalam proses modifikasi. Gambar 6 memberikan gambaran proses pemanfaatan analisis ini.
Gambar 6. Prosedur analisis akustik ruang kendaraan 5. Kesimpulan Setelah melakukan analisis secara teoritis dengan memanfaatkan metode finit elemen, dapat diambil kesimpulan berikut: 1. Perhitungan frekuensi alami suatu ruang kendaraan dapat didekati dengan analisis 2 dimensi tanpa penyimpangan yang berarti karena variasi tekanan melintangnya cukup kecil 2. Penggunaan Metode Finit Elemen memberikan hasil dengan penyimpangan yang relatif kecil untuk segala macam bentuk ruang akustik 3. Metode prediksi frekuensi alami ruang karoseri ini mempercepat dan mempermudah proses desain dan redesain karoseri 4. Diperlukan kerjasama dengan metode pengukuran langsung untuk mendapatkan hasil yang maksimum
50
Greg. Heliarko SJ, Prediksi Frekuensi Alami …
Daftar Pustaka [1] Jha. S.K. , 1976, Characteristic and Source of Noise and Vibration and Their Control in Motor Car, Journal of Sound and Vibration, vol. 47, No. 4 [2] Kamal, M.M., dan Wolf, J.A., 1982, Modern Automotive Structural Analysis, van Nostrand Reinhold Company, New York [3] Priede, T. , and Jha, S.K., 1970, Low Frequency Noise in Cars, Journal of Automotive Engineering, Institution of Mechanical Engineering, vol 1 [4] Kinsler, L.E., dan Frey, A.R. , 1964, Fundamentals of Acoustics, John Wiley & Sons, Inc, New York, edisi 2 [5] Huebner, K.H., dan Thornton, E.A. , 1982, The Finite Element Method for Engineers, John Wiley & Sons, New York [6] Reddy, J.N., An Introduction to The Finite Element Method, McGraw Hill Book Company, New York, [7] Bathe,K.J. , 1982, Finite Element Procedures in Engineering Analysis, Prentise Hall.Inc., Englewood Cliffs, New Jersey
51