PPM PELATIHAN PUBLIC SPEAKING UNTUK MASYARAKAT DI DESA BULUKERTO, KOTA BATU Muhammad Hayat1, Rachmad Kristiono Dwi Susilo2, Vina Salviana Darvina Soedarwo3 1
Universitas Muhammadiyah Malang Universitas Muhammadiyah Malang 3 Universitas Muhammadiyah Malang 2
Jln. Raya Tlogomas No. 246 Malang telpon (0341) 464318 fax (0341) 460782 E-Mail:1)
[email protected], 2)
[email protected], 3)
[email protected]
Abstrak Ketrampilan public speaking menjadi bagian penting dalam kompleksitas masyarakat. Dalam kenyataannya, masih sedikit anggota masyarakat yang mempunyai skill tersebut. Kondisi yang pada akhirnya menghilangkan jejak-jejak potensi yang dimiliki oleh masyarakat. Berangkat dari hal tersebut, Tim Pengabdian Jurusan Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang, berinisiatif untuk melakukan pengabdian tentang Pelatihan Public Speaking. Pengabdian dilaksanakan di Dusun Cangar, Desa Bulukerto, Kota Batu. Pemilihan Dusun tersebut tidak lepas dari banyaknya potensi penduduk yang mempunyai kemampuan public speaking tetapi belum terasah secara maksimal. Hal tersebut terlihat saat demo terhadap penolakan pendirian hotel di daerah mereka. Rentetan demo yang terjadi secara berkesinambungan tersebut jelas membutuhkan orator-orator ulung yang mampu menggelorakan ikatan kolektif kelompok. Oleh karena itu, pelatihan ini diharapkan bisa menyemangati mereka untuk semakin memaksimalkan kemampuan berbicara di depan umum. Metode yang digunakan dalam pelatihan ini adalah ceramah, diskusi dan kompetisi. Sebelum kegiatan pelatihan dilaksanakan, menggali potensi peserta dilakukan dengan meminta mereka untuk berbicara di depan umum tanpa persiapan terlebih dahulu. Hal tersebut memudahkan kami untuk mempetakan potensi yang dimiliki oleh calon peserta pelatihan. Sementara metode kompetisi merupakan suatu cara untuk melihat sejauh mana pelatihan yang sudah dilaksanakan berjalan efektif atau tidak. Kegiatan pengabdian dibagi dalam tiga tahapan penting, yaitu mengidentifikasi kemampuan calon peserta pelatihan, pelatihan public speaking dan kompetisi public speaking. Berdasarkan identifikasi awal menunjukkan jika lebih dari 75% calon peserta pelatihan public speaking mempunyai Kemampuan berbicara secara substantif, tetapi belum diimbangi dengan kemampuan memaksimalkan olah verbal maupun non verbal. Berdasarkan hasil kompetisi menunjukkan , jika peserta serius dan fokus dalam mengikuti kompetisi. Hal tersebut ditunjukkan dengan kemampuan mereka mempraktikkan ilmu selama mengikuti pelatihan public speaking. Pelatihan yang diakhiri dengan kompetisi tersebut menunjukkan jikawarga Dusun Cangar, Desa Bulukerto, Kota Batu mempunyai potensi yang baik di bidang public speaking. Potensi akan menguap begitu saja, manakala keberlanjutan tidak menemukan ruang tumbuhnya. Oleh karena itu pendampingan yang berkelanjutan menjadi tahapan berikutnya untuk secepatnya direalisasikan. Kata Kunci: Masyarakat, Public Speaking
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
561
1. PENDAHULUAN Ernst Friedrich Schumacher seorang Sosiolog Lingkungan dari Jerman mencoba mensintesa gerakan lingkungan melalui stimuli kemandirian. Lewat sebuah kelompok sosial mandiri dibuatlah percontohan tentang miniatur masyarakat yang mampu menghidupi dirinya sendiri melalui keswadayaan keseluruhan kelembagaan sosial. Produk kelompok sosial yang dibentuk di Inggris tersebut mampu mencukupi dirinya dengan mengedepankan semangat kolektivitas kelompok. Pada akhirnya, seluruh mata rantai kehidupan tetap bisa berjalan walau harus terpisah dengan kelompok lain. Gambaran miniatur masyarakat tersebut menjadi salah satu gagasan penting dalam bukunya yang sangat terkenal yaitu “Small is Beautiful”. Menurutnya, setiap kelompok sosial pada dasarnya mempunyai kemampuan untuk survive asal mau mengidentifikasi diri berdasarkan idntitas lokal mereka. Identitas yang memberi ruang bagi tumbuh dan berkembangnya keseimbangan antara manusia dengan alam sekitarnya. Point of view-nya adalah local knowledge mampu memprovokasi penguatan kolektivitas. Schumacher mensintesa kelompok sosial tersebut sebagai “Small is Beautifull”. Kecil tetapi cantik karena mempunyai kekuatan atau power untuk hidup dan tumbuh dan terus bertahan dalam peta space yang diprovokasi oleh aktor-aktor masyarakat industri. Jika kita menengok dalam kehidupan natural masyarakat indonesia, imaji Friedrich Schumacher sejatinya terekam secara jelas dalam keseharian masyarakat Samin di Rembang, Masyarakat Suku Badui Dalam di Jawa Barat maupun masyarakat Suku Kubu di Sumatera. Gagasan utama dari Schumacher pada dasarnya adalah kritik terhadap masyarakat industri yang hanya mengejawantahkan produk ciptaannya melalui uniformitasi dan masalisasi produk dengan menghancurkan alam yang sejatinya merupakan basis utama atau infra sruktur dari produk ciptaannya. Implikasi akhirnya Alam hanya sebagai etalase industri yang kehilangan Logic of knowledge-nya ( tata nilai dan tata guna yang pada awalnya terekam sebagai basis pertama individu atau kelompok sosial melakukan tindakan sosial). Karl Max mngkritik kondisi tersebut sebagai manusia yang kehilangan sisi human-nya karena meng-akuisisi seluruh kehidupan dalam space product knowledge (Karl Marx memberi garis bawah tentang thing dipahami hanya sebatas “produk”, implikasinya thing tersebut hanya didudukkan sebatas alat. Marx sampai pada kesimpulan bahwa seluruh thing, seperti capital, sumber daya alam, dan manusia itu sendiri hanya semata alat produksi industri). Implikasi akhirnya, merujuk dari tema pengabdian yang mengidentifikasi lingkungan sebagai basis utama pelatihan adalah, lingkungan alam bukan tumbuh dan berkembang sebagai manifestasi logic of knowledge tetapi syahwat tentang product of knowledge. Realitas Kota Batu (tempat pengabdian dilaksanakan) menunjukkan kerentanan ekologis yang luar biasa, seperti berkurangnya jumlah mata air ( separo dari sekitar 115 sumber mata air di Kota Batu sudah hilang), hulu Sungai Brantas yang semakin terkooptasi basis ruang ekonomi, hutan lindung yang terakuisisi menjadi kamuflase wisata, sampai Kondisi Gunung Panderman yang hampir setengahnya berubah fungsi menjadi areal pertanian maupun wisata. Sporadisasi ekonomi yang menjalar bagai virus dan membekap titik-titik vital lingkungan semakin menemukan ruhnya saat pengambil kebijakan mensintesa Kota Batu sebagai imaji etalase melalui gagasannya sebagai Kota Wisata Batu. Perubahan identitas kota akan mengubah fungsi kelembagaan sosial yang ada. Saat identitas adalah hasil akhir, sejatinya sebelumnya telah didahului 562
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
dengan proses mengidentifikasi. Disitulah tanda-tanda dirubah, dihancurkan, kalau perlu dihilangkan, dengan harapan “tanda baru” akan muncul sebagai “identity”. Identitas sebagai produk akhir akan berimplikasi pada munculnya tata nilai dan tata guna baru sebagai wujud masyarakat baru. Kota Wisata Batu, telah memunculkan gambaran Masyarakat Batu dengan tata nilai dan tata guna baru yang semuanya mengamini dan dipaksa untuk ada dalam arus besar tersebut. Muncullah, Desa Wisata, Kampung Organik, Hunian baru dari guest house sampai hotel berbintang lima. Semua ingin merayakan tentang Kota Batu yang sudah mempunyai baju baru yaitu baju sebagai Kota Wisata. Hal tersebut menunjukkan jika tanda tentang identitas sebagai hasil akhir dari penadaan sejatinya tidak hanya sebatas membalikkan atau mengubah tanda tetapi merupakan pengubahan relasi sosial. Hal tersebut seperti gagasan seorang tokoh Post Strukturalis yaitu Sausure yang mengatakan tanda sejatinya merupakan hasil relasi sosial. Dia tumbuh bukan di ruang kosong, oleh karena itu spirit “interest” adalah dogma utama dari aktor-aktor yang menstimuli penandaan. Imaji tentang industri wisata berimplikasi pada kemudahan pembuat kebijakan untuk memberi keleluasaan bagi pemilik kapital untuk membuat investasi yang menguntungkan. Salah satu etalase wisata yang banyak dilirik adalah hotel. Hampir bisa dipastikan jika titik-titik strategis di Kota Batu sudah disulap menjadi hotel-hotel nyaman yang meninabobokan siapa saja untuk menginap atau hanya sekedar singgah untuk makan pagi atau meeting bersama kolega. Resiko kehilangan daya serap alam terhadap tumpah ruah etalase industri menjadi pemandangan jamaknya. Hal tersebut memunculkan hegemoni ruang yang dirampas secara paksa oleh pembuat kebijakan dengan melahirkan teks-teks administratif yang semakin menancapkan hegemoninya. Hegemoni selalu memunculkan kondisi oposisi biner baik yang bersifat laten maupun manifest. Ada perlawanan oleh kelompok sosial yang mengalami segregasi kekuatan. Inilah kelompok liyan, dimana didalamnya nutrisi tentang perlawanan tumbuh sebagai manifestasi kolektivitas kelompok sosial saat sebagaian space yang mereka miliki mendapat gangguan dari pihak lain. Kasus Sumber Air Gemulo di Desa Bulukerto menunjukkan hal tersebut. Rencana Pembangunan Hotel The Rayja yang menurut masyarakat akan merusak sumber air Gemulo mengakibatkan muncul benih-benih perlawanan. Kondisi yang pada akhirnya memunculkan gerakan penyelamatan terhadap Sumber Mata Air Gemulo yang dibentuk oleh masyarakat Dusun Cangar, Desa Bulukerto, Kota Batu. Gerakan ini didukung oleh 3 Desa yaitu Desa Sidomulyo, Desa Bumiaji dan Dusun Cangar. Gerakan ini bisa dikatakan “sustainable” karena sejak 2012 masih bertahan. Kesadaran untuk menginisiasi gerakan lingkungan ditunjukkan oleh kemunculan “Nawakalam Gemulo” di Dusun Cangar, Desa Bulukerto, Kota Batu. Selain itu, peristiwa konflik berkaitan dengan rencana pendirian hotel yang terjadi di Dusun Cangar semakin menstimuli tumbuhnya gerakan perlawanan. Pemuda yang menjadi basis gerakan di Dusun Cangar memberi khasanah baru bagi representasi model gerakan. Teks-teks kebudayaan melalui musik, puisi menjadi ruang sadar, bagaimana mereka mensikapi model perlawanan. Salah satu hal yang urgen dan dianggap masih kurang maksimal dimiliki oleh warga adalah kemampuan berbicara di depan publik atau yang biasa disebut dengan kemampuan public speking. Jurusan Sosiologi melalui Pengabdian Masyarakat Dana Block Grand Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang mencoba melakukan pemberdayaan pemuda di Desa Bulukerto, Kecamatan Batu, Kota Batu melalui kegiatan Pelatihan Public Speaking untuk masyarakat. Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
563
2. METODE Metode yang digunakan dalam pengabdian melalui metode ceramah, diskusi dan kompetisi. Melalui metode ceramah, peserta diharapkan fokus pada substansi materi. Harapan akhirnya mereka mampu menjelaskan pemahaman public speaking dalam ruang konsep. Sementara metode diskusi diharapkan peserta mempunyai ruang yang lebih luas untuk bisa mendialogkan pikiran-pikirannya tentang public speaking. Harapan akhirnya, mereka menjadi lebih punya habit public speaking. Hal tersebut akan sangat bermanfaat, saat mereka harus berinteraksi secara langsung dengan masyarakat. Sementara metode melalui media kompetisi, diharapkan peserta semakin punya achievement (dorongan untuk berprestasi) lebih baik lagi.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan yang dilakukan 3.1. Mengidentifikasi Kemampuan Calon Peserta Pelatihan Point utama dari Public Speaking adalah kemampuan mengendalikan peserta. Ada power secara personal yang tidak bisa disamaratakan antara peserta satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu mengidentifikasi seberapa besar potensi peserta adalah hal pertama yang harus kami lakukan. 15 (lima belas) peserta yang hadir diberikan kesempatan untuk berbicara di depan umum dengan tema yang ada di sekitar lingkungan mereka. Secara “mendadak” mereka harus bisa menyampaikan gagasan dalam waktu lima menit dengan tetap mengikuti paugeran atau kaidah public speaking yaitu pembukaan, substansi dan kesimpulan. Terminologi “kemendadakan” (dimana peserta diberitahu beberapa saat sebelum acara Pelatihan Public Speaking) pada dasarnya adalah cara kami untuk bisa menggali potensi peserta secara orisinil. Jika dalam kondisi ‘kemendadakan” mereka mempunyai kemampuan mengeksekusi secara cepat, tepat dan substantif, hal tersebut menunjukkan jika ada potensi besar dari masing-masing peserta untuk semakin bisa dimaksimalkan. Satu point penting dari terminologi kemendadakan sejatinya adalah kemampuan berperilaku secara adaptif terhadap kondisi fisik dan psikis dari lingkungan sekitar. Berdasarkan identifikasi awal menunjukkan jika lebih dari 75% calon peserta pelatihan public speaking mempunyai kemampuan mengeksekusi secara substantif. Hal tersebut dibuktikan dengan kemampuan mereka menyampaikan gagasan yang bervariasi. Tidak ada satupun ide yang sama. Persoalan di sekitar lingkungan terdekat mereka sampaikan secara alamiah. Kondisi yang menunjukkan jika memori yang memorable (diperkuat dengan kemampuan mereka survive dalam melakukan gerakan perlawanan terhadap pemilik capital yang mencoba untuk mengusik sumber air yang pusat lokasinya ada di tempat mereka tinggal) sudah menjadi “stock of knowledge” dalam khasanah keseharian masyarakat. Salah satu contoh adalah peserta mencoba menghubungkan realitas lulusan SMK yang hanya diproduk untuk menjadi buruh bukan menjadi wirausahawan tangguh. “Ternyata hal yang paling Utama dicetak oleh SMK adalah buruh” (Gerakan tangan dan intonasi yang kadang mengeras dan menguat menjadi penanda utama saat menyampaikan gagasannya). Ada orisinalitas gagasan. Hal tersebut penting untuk diapresiasi. Walau dalam penyampaian masih terkendala penguasaan panggung dan belum maksimalnya mengendalikan audience. Hal yang hampir sama juga dilakukan oleh peserta yang lain. Seorang peserta perempuan menyampaikan jika intervensi positif telah dilakukan oleh salah satu LSM yang berkomitmen pada 564
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
pemberdayaan perempuan sehingga menyadarkan perempuan untuk bisa berpartisipasi dalam gerakan sadar terhadap lingkungan sekitar. “Perempuan itu ternyata punya potensi untuk bisa menggerakkan ekonomi.” (diksi yang cukup baik dan ditunjang dengan gerakan tangan dan pandangan semakin memperkuat pernyataan yang sedang disampaikan). Mereka belajar dari lingkungan dan diungkapkan dengan kewajaran. Dua contoh tersebut menunjukkan jika masyarakat Dusun Cangar mempunyai potensi untuk bisa menjadi “public speaker” yang baik. Pengalaman sehari-hari yang banyak bersinggungan dengan “identifikasi konflik” (kolektifitas tumbuh seiring kedekatan mereka untuk belajar dan memahami secara bersama-sama tentang pentingnya lingkungan dalam hal ini “Sumber Gemulo”) telah mengajarkan mereka untuk bisa menuangkan dan mengekspresikan ide-ide orisinal berbasis identitas lokal. Keinginan untuk belajar yang kuat tercermin dari keseriusan mereka saat berbicara di depan public. Hal tersebut menunjukkan jika ada power yang harus ditumbuhkan dan diasah, sehingga berlian tersebut bisa memancarkan sinarnya, yaitu Munculnya individu-individu dengan kemampuan berbicara di depan umun secara baik. Acara identifikasi calon peserta pelatihan public speaking diakhiri dengan penilaian yang dilakukan oleh tiga orang anggota Tim pengabdi. Indikator penilaian tersebut berkaitan dengan isi/materi, body language dan performance. Indikator tersebut kami buat sebagai acuan objektif, sehingga memudahkan kami untuk bisa memberikan pelatihan secara lebih komprehensif, sebab gambaran awal dari peserta pelatihan sudah terdokumentasikan sedemikian rupa. Hasil penilaian menunjukkan jika, calon peserta pelatihan masih kurang dalam hal kemampuan mengoptimalkan body language dan performance. Secara materi hampir semuanya bagus dan cukup substantive. Gambaran awal tersebut memudahkan kami untuk bisa memberi materi secara lebih riil, yaitu berbasis permasalahan utama calon peserta pelatihan. 3.2. Pelatihan Public Speaking Acara pelatihan hari pertama dilaksanakan pada Rabu, 22 Juni 2016 dan dilaksanakan di salah satu ruangan di Balai RW Dusun Cangar, Desa Bulukerto, Kota Batu. Ada 15 peserta yang mengikuti pelatihan, terdiri dari 10 laki-laki dan 5 perempuan. Peserta perempuan lebih homogen yaitu ibu rumah tangga yang bekerja dengan memaksimalkan lingkungan sekitar, yaitu beternak kelinci. Ada juga yang aktif di LSM. Sementara peserta laki-laki sangat bervariasi, ada Ketua RW, Ketua RT, tokoh pemuda, dan remaja SMA. Pelatihan dimulai sekitar pukul 19.30 dengan diawali sambutan dari Ketua RW yaitu Bapak Sumartono. Dalam sambutannya Ketua RW menyampaikan terima kasih atas kepedulian yang dilakukan oleh Jurusan Sosiologi FISIP UMM. Menurutnya, acara tersebut sangat bermanfaat bagi warga masyarakat Dusun Cangar, Desa Bulukerto, Kota Batu. Besar harapannya agar potensi masyarakat bisa tergali sedemikian rupa. Acara berikutnya adalah materi pertama dan menjadi materi satu-satunya pada kegiatan public speaking di hari pertama tersebut. Dr. Vina Salviana DS, M.Si, menyampaikan materi tentang “Arti Pentingnya Public Speaking”. “Public Speaking adalah salah satu skill penting yang harus dimiliki oleh setiap orang untuk bisa membangun karir yang sukses”. Begitulah kalimat pembuka yang disampaikan oleh Dr. Lulusan Universitas Airlangga tersebut. Dengan intonasi yang tertata, dan kadang-kadang Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
565
menggerakkan tangan untuk memperkuat apa yang sedang disampaikan menjadikan kegiatan public speaking tersebut benar-benar proses pembelajaran penting bagi peserta pelatihan. Hal mendasar yang seharusnya disadarai oleh peserta pelatihan adalah tekhnik dasar public speaking, seperti bagaimana mengatasi gugup atau grogi. Gugup memang merupakan hal yang paling alamiah dari setiap siapapun yang akan berbicara di hadapan banyak orang, bahkan mereka yang sudah sangat berpengalaman masih mengalami proses kegugupan tersebut, walau tensi-nya tentunya berbeda. Saat gugup, segala yang ingin kita sampaikan bisa jadi akan hilang bahkan lenyap tanpa bekas. Kondisi yang tentunya sangat tidak bersahabat dengan diri kita. “ Solusinya adalah menguasai materi, banyak baca dan latihan”. Pernyataan penuh motivasi meluncur dari Dosen UMM yang membawahi bidang penelitian di Universitas Muhammadiyah Malang. Peserta dengan antusias dan serius menyerap pernyataan tersebut. Ada juga yang sambil senyumsenyum merasa apa yang disampaikan Bu Vina benar. Ada juga diantara mereka yang saling sikut sambil bisik-bisik “susah itu memang mengatasi gugug. Kalau bicara disini memang tidak grogi. Tapi kalau sudah di depan. Bingung dan grogi” (lalu tertawa kecil dan diikuti oleh peserta disampingnya). “Oleh karena itu, persiapkanlah dengan baik”. Pernyatan tersebut seakan-akan menyadarkan peserta pelatihan untuk terus bisa mengasah dirinya agar bisa berbicara di depan umum dengan baik. Persiapan yang meliputi kemampuan membagi pembicaraan berbasis time management, kejelasan bicara, maupun kemampuan memaksimalkan bahasa tubuh, diharapkan akan menutrisi peserta menjadi pribadi tangguh saat berbicara di depan umum. Bu Vina mengakhiri materi dengan memberikan door prize kepada peserta yang bisa menjawab pertanyaan. Pesan pentingnya dari pelatihan hari pertama tersebut adalah “berilah ruang tumbuh dalam ranah public speaking, niscaya kita akan tumbuh menjadi pribadi tangguh” Materi kedua disampaiakan oleh Bapak Rachmad K. Dwi Susilo, MA. Penyampain materi tersebut dilakukan pada hari kedua pelatihan yaitu kamis, 23 Juni 2016, masih di tempat yang sama yaitu salah satu ruangan di Balai RW Dusun Cangar, Desa Bulukerto, Kota Batu. Dosen yang sedang menempuh studi S-3 di Hosey Universiy Jepang tersebut menyampaikan materi tentang “Pandai Memilih Kata/Kalimat dalam Public Speaking.Pada pelatihan hari kedua peserta pelatihan berjumlah 16 orang, ada penambahan satu peserta. Hal tersebut menunjukkan jika semangat untuk mengikuti kegiatan semakin tinggi. Pemaparan dibuka dengan menampilkan gambar Presiden Pertama Republik Indonesia Soekarno yang memang terkenal sebagai orator ulung. Dengan gerakan tangan khas, yaitu telunjuk yang mengarah ke angkasa seakan ingin mengatakan bahwa “akulah Sang Pengendali Massa”. Peci warna hitam dengan seringai yang memperlihatkan ketegasan raut muka semakin menambah purbawa “ Sang Proklamator” tersebut. Gambar selanjutnya juga semakin mengukuhkan tentang betapa pentingnya melakukan public speaking, yaitu gambar Guru Bangsa HOS Tjokroaminoto. Cokroaminoto memang terkenal dengan kemampuan retorikanya. Pengetahuannya yang luas, gaya bicaranya yang berwibawa, sosoknya yang gagah dan perlente, semakin menunjukkan jika Cokroaminoto adalah contoh orator yang mendekati hampir sempurna. Ditunjang dengan gaya busananya yang cenderung bergaya hampir sama dengan cara berpakaian penjajah Belanda, menunjukkan jika gaya dan sikap berkelas tersebut semakin meningkatkan kualitasnya sebagai seorang orator ulung. Pengalaman Bapak Rahmad bersinggungan dengan realitas lapangan terutama gerakan perlawanan yang digagas masyarakat seperti gerakan peduli mata air sumber gemulo, memudahkannya untuk menarasikan public speaking dalam ruang keseharian masyarakat. Dengan sesekali menggunakan bahasa non verbal, seperti gerakan tangan, atau gelengan kepala, kadang senyum maupun tertawa lepas 566
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
menjadikan materi dengan durasi satu jam tersebut sepertinya berjalan dengan cepat. Lontaran pernyataan yang kadang harus disikapi oleh peserta dengan jawaban, menjadikan “peristiwa” pelatihan public speaking tersebut berjalan hidup dan terus terseriusi oleh peserta pelatihan. Sesekali joke yang dilontakan oleh dosen yang terkenal sebagai ahli mensintesa konsep-konsep lingkungan tersebut semakin mencairkan suasana pelatihan. Dan tatap tanpa menghilangkan substansi pesan utama dari materi pelatihan yaitu “Pandai Memilih Kata/ Kalimat dalam Public Speaking. “Matur nuwun, jazakumullahu khoiron katsiro, atau terima kasih, pada dasarnya punya arti yang sama. Tapi ya tidak bisa kita bicara, misalnya di depan masyarakat kebanyakan dengan sering mengucap jazakumulloh khoiron katsiro. Karena pernyataan tersebut biasanya diucapkan pada kelompok tertentu, misalnya mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Artinya sama dengan matur nuwun, tetapi bisa beda sopo sing menggunakannya”. Pernyataan yang disampaikan tersebut, ingin menunjukkan jika kita tidak bisa semaunya sendiri menggunakan terminologi tertentu. Pada dasarnya terminologi berbasis pada ruang dimana komunitas melakukan interaksi sosial. Pesan yang ingin disampaikan dari salah satu nukilan materi tersebut adalah belajar public speaking, kita wajib memahami seperti apa komunitas yang sedang dihadapi. Dalam terminologi Sosiologi, komunitas lebih dipahami sebagai relasi subjektif diantara individu yang ada dalam space tersebut. Subjektifitas biasanya unik dan spesifik. Disitulah kita ditantang untuk bisa mengurainya dan mencoba masuk menjadi sebuah proses belajar. Pengalaman Bapak Rachmad meleburkan diri dalam beragam komunitas menjadikan penjelasan kata atau kalimat dalam public speaking menjadi sangat taktis, tepat dan substanttif. Peserta diajak untuk membumi dengan realitas yang ada dan secepatnya untuk bisa menyadari bahwa public speaking adalah sesuatu yang mudah untuk dipraktikkan. Peserta diajak untuk bisa membedakan kata yang sama tetapi bisa berbeda arti jika intonasi ditekan secara berbeda. Sebagai contoh, kata “panjenengan jika diucapkan dengan intonasi pelan dengan sikap yang merendah, akan menunjukkan jika yang bicara dipahami sebagai orang yang santun. Tapi jika kata panjenengan diucapkan dengan intonasi meninggi, dengan tangan berkacak pinggang dan raut muka tanpa senyum, orang akan memahami jika kesombongan menjadi bagian yang tidak terbantahkan dari keseharian orang tersebut. Realitas tersebut coba diungkapkan dengan bahasa yang mudah dengan diselingi humor yang dekat dengan mereka. Pak Rachmad sebagai pemateri public speaking pada dasarnya sedang mengajak peserta pelatihan untuk menyadari bahwa ada banyak hal kecil di sekitar kita yang sangat mudah menjadi ruang belajar dan secepatnya akan terproses dalam ruang belajar di otak. Muara akhirnya akan menjadi ritme sehari-hari dari diri kita. (Gambar peserta pelatihan) Beberapa fungsi public speaking seperti mempengaruhi, menginstruksikan, menginformasikan, menstimuli dan menghibur disajikan dengan slide yang berupa kalimat, tabel dan gambar. Variasi tersebut memungkinkan peserta pelatihan untuk punya kemampuan berimajinasi tentang suatu masalah. Mereka pada kahirnya punya pilihan untuk menjembatani sebuah persoalan dengan beragam model pendekatan. Kondisi yang pada akhirnya menumbuhkan sikap percaya diri, kritis dan pada akhirnya berani berbicara sebagai sifat alamiah manusia. Itulah saat public speaking menemukan ruang untuk tumbuh. Peserta tetap serius dan fokus walau waktu telah menunjukkan kuasanya. Saat materi selesai, praktek public speaking adalah ritual berikut yang harus disiapkan sebagai bagian dari kompetisi yang akan dilaksanakan sekitar satu minggu lagi, yaitu tanggal 29 Juni 2016.
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
567
Materi dilanjutkan oleh Bapak Muhammad Hayat, MA dengan materi tentang “Seni Public Speaking”. Walau bertepatan dengan Bulan Puasa dan dilakukan setelah shalat tarawih, tidak menyurutkan peserta pelatihan untuk terus fokus pada kegiatan pelatihan. Hal tersebut tentunya menjadi kegembiraan tersendiri bagi Tim Pengabdian Jurusan Sosiologi FISIP UMM. Harapan sangat besar bahwa materi akan terserap dengan baik, dan dipastikan akan berujung pada kompetisi yang menarik, punya kualitas, kompetitif dan menghibur. “Langkah pertama yang harus dilakukan ketika kita berbicara di depan orang banyak berhasil adalah kita harus tahu tentang acara tersebut, sehabis itu mengumpulkan bahan/materi, melakukan persiapan dengan simulasi dan membuat catatan-catatan dalam lembar kertas yang cukup tebal berukuran sedang (sekitar 10 x 15) berjumlah sekitar 5 buah. Jangan lupa juga cari pilihan kata yang tepat sesuai dengan acara”. Pernyataan dengan suara lantang dalam timbre bass yang kental keluar dari mulut dosen yang juga dikenal sebagai penyuka puisi. Sesekali tangan bergerak yang diseimbangkan dengan gerak mata, sorongan kepala dan kadang hentakan kecil kaki. Keseriusan terlihat dari peserta pelatihan. Terlihat dari sikap duduk yang baik dan pandangan mata yang tertuju ke pemateri. Kondisi tersebut tentunya memberi nutrisi bagi pemateri untuk terus memberikan penjelasan dalam kaidah seorang public speaker. Berjalan ke belakang, sambil memberikan stressing pada satu atau dua kata adalah etalase lain yang diperlihatkan oleh pemateri yang dikenal juga sebagai pendongeng. “Jangan pernah khawatir apalagi takut untuk memberikan penekanan pada kata atau kalimat tertentu. Karena kata kunci dari public speaking, yaitu sebagai seni. Karena sebagai seni ya harus menghibur. Dalam artian menghibur dimana kita tetap yang harus mengendalikan”. Pernyataan dengan memberikan penekanan, nada tinggi, lalu merendah, dilanjutkan dengan diseimbangkan gaya olah non verbal, seperti tatapan mata yang tertuju pada salah satu peserta, lalu disapu dalam satu sapuan pandangan, menjadi etalase yang mengkuti lontaran pernyataan tersebut. Peserta semakin fokus dan merasa mendapatkan gambaran yang semakin komprehensif tentang bagaimana cara berbicara di depan umum dengan baik. Sekitar jam 10 malam pelatihan hari kedua selesai. Ada banyak manfaat yang dirasakan, manfaat yang akan ditunjukkan pada kompetisi public speaking, yang akan dilaksanakan pada tanggal 29 Juni 2016. 3.3. Kompetisi Public Speaking 13 peserta pelatihan hadir pada kompetisi public speaking yang dilaksanakan pada tanggal 29 Juni 2016 di salah satu ruangan di Balai RW Dusun Cangar, Desa Bulukerto, Kota Batu. Ada 3 peserta yang berhalangan hadir pada kompetisi tersebut. Pun demikian tidak mengurangi aura kompetisi. Hal tersebut terlihat dari persiapan yang serius yang ditunjukkan oleh peserta seperti datang tepat waktu, memakai baju terbaik, menyiapkan kelengkapan seperti bahan-bahan tertulis yang ditulis di secarik kertas. Kondisi yang menunjukkan jika keseriusan adalah bagian penting dari mereka mengapresiasi pelatihan public speaking, dari proses awal, mengikuti pelatihan sampai kompetisi. Sekitar pukul 19.45 kegiatan kompetisi public speaking dimulai. Satu persatu peserta menunjukkan kebolehannya tampil di depan umum. Ilmu yang diperoleh pada saat pelatihan hampir semua dipraktikkan dalam kompetisi tersebut. Ada salah satu peserta yang membawa beberapa potongan kertas kecil berisi kata-kata kunci menjadi alat bantu untuk memperlancarkan performance. Membawa kertas dengan ukuran kecil merupakan saran dari salah seorang pemateri. Kondisi yang menunjukkan jika peserta tersebut mencoba serius dan mempraktikkan apa yang diperoleh pada saat pelatihan. Bisa dipastikan apa yang dilakukan peserta diatas panggung hampir semuanya mempraktikkan apa yang diperoleh selama pelatihan. Kondisi yang sangat menggembirakan, khususnya bagi Tim Pengabdian Jurusan Slosiologi FISIP UMM. 568
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
Sekitar pukul 21.30 seluruh peserta sudah tampil untuk menunjukkan kebolehannya dalam kompetisi yang berlangsung menarik, meriah dan kompetitif. Hasil akhir dari kompetisi tersebut adalah juara pertama diraih oleh Siti Maisaroh, juara kedua diraih oleh Pradipta Indra dan juara ketiga diraih oleh Suliadi. Dua hari pelatihan adalah proses belajar dalam keseriusan yang luar biasa dari masingmasing peserta. Sementara satu hari kompetisi adalah kegembiraan, keseriusan, silaturahmi dan semangat menampilkan yang terbaik dalam keinginan untuk saling menghormati. Kemanfaatan pengabdian ini semoga menggerakkan kami untuk kesadaran berbagi dalam koridor participatory. Amien. 4. KESIMPULAN Pengabdian pada masyarakat ini mampu mendorong warga masyarakat untuk mengembangkan potensi diri, memahami bahwa setiap individu mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan akan berimplikasi positif manakala ada kemauan untuk terus menerus berusaha dengan tetap melakukan pendampingan. Kekurangan akan berakibat positif manakala pendampingan masih terus dilakukan. DAFTAR PUSTAKA Banks, J.A, 1972, The Sociology of Social Movements, The macmillan Press
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
569