Journal of Governance, Juni 2017
Volume 2, No. 1
POTENSI PELANGGARAN HAK ATAS PROPERTI PRIVAT DALAM PEMBANGUNAN FASILITAS PUBLIK (Kasus Pembangunan Bandara Internasional Kulonprogo) Rahmad Hidayat Jurusan Ilmu Administrasi, STISIP Mbojo Bima
[email protected] Abstract: this paper tries to explore deeply about the potential of violation of citizens’ economic, social, and cultural rights by state (government) in the public infrastructure building project. One of EcoSoC rights that potential to be violated is right to private property i.e. individual house and land. Such rights violation is manifested in the form of forced eviction conducted by government to take over the citizens’ asset and land that defined as a site or location for building certain public facilities. The construction of Kulonprogo International Airport in Yogyakarta is positioned as the main object of analysis. To find out the right answer, I use a case study approach while utilizing the case of construction of Lombok International Airport in 2006-2011 as a comparison. Keywords: right to private property; forced eviction; eminent domain; land acquisition.
biaya proporsional dan letak yang
PENDAHULUAN Pembangunan
sebuah
fasilitas
tepat,
pemerintah
menggunakan
publik kadang-kadang menghendaki
kekuasaan legal “Eminent Domain”1
agar
guna mengambil-alih tanah atau aset
individu
atau
penduduk
direlokasi secara paksa dari wilayah
tetap
di mana mereka tinggal. Di hampir
(masyarakat).
Eminent
semua negara, membangun fasilitas
adalah
pemerintah
atau
infrastruktur
mensyaratkan privat
lainnya
hak
milik
individu domain atau
publik
selalu
lembaganya mengambil alih properti
pembebasan
tanah
privat
dan/atau
bahkan
bagi
penggunaan
publik,
relokasi 1
penduduk. Untuk memastikan bahwa fasilitas tersebut dibangun dengan
Eminent domain adalah hak pemerintah atau lembaganya mengambil alih properti privat bagi penggunaan publik, dengan membayar kompensasi.
103
Hidayat, Otensi Pelanggaran Hak Atas Properti Privat
dengan
membayar
kompensasi.
Dalam penerapan kewenangan ini, secara de jure, pemerintah dituntut
pembangunan
infrastruktur
yang
direncanakan pemerintah. Penggusuran
paksa
terhadap
membayar kompensasi dengan “adil”
individu atau kelompok dari rumah
atau
privat
dan tanah mereka merupakan sebuah
individu yang diambil-alih (World
fenomena global yang mempenga-
Bank, 2004: xxiv).
ruhi
“fair”
atas
Ketika
properti
kelangsungan
hidup
jutaan
ingin
mendirikan
orang baik yang berada di wilayah
publik,
pemerintah
perkotaan maupun perdesaan. Dalam
seringkali mengalami keterbatasan
banyak kasus, orang miskin dan
lahan. Untuk mengatasi persoalan
kelompok marjinal-lah yang kerap
ini, maka pemerintah melakukan
menjadi
pengadaan tanah (land acquisition).
resettlement dalam setiap proyek
Proses pengadaan tanah ada kalanya
pembangunan
dilaksanakan
dilakukan
pemerintah.
Mereka
infrastruktur
secara
baik-baik
oleh
korban
involuntary
oleh
dipaksa
pemerintah, seiring dengan hadirnya
menyerahkan
respon
atas
miliknya demi kelancaran pelaksa-
yang
naan proyek yang sangat mungkin
dicanangkan. Namun, proses inipun
tidak menguntungkan atau tidak
bisa dilakukan secara semena-mena,
mendatangkan manfaat apapun bagi
brutal, dan tidak demokratis dalam
kelangsungan
bentuk tindakan penggusuran paksa
(COHRE, 2008: 1).
jika masyarakat tidak kooperatif
Penggusuran
proyek
positif
masyarakat
pembangunan
properti
hidup
privat
mereka
paksa
dan/atau
mendukung program pembangunan.
pemindahan tidak sukarela dihasil-
Forced
bertrans-
kan dari situasi dan sebab yang
formasi menjadi aksi perampasan
berbeda. Hal ini bisa berkaitan
tanah (land grabbing) dalam situasi
dengan proyek-proyek pembangunan
dan konteks tertentu, khususnya
(development projects), yang secara
ketika
individu
umum,
secara
bulat
eviction
dapat
atau bersikap
masyarakat menolak
memiliki
“penggusuran
dan
konsekuensi pemindahan
individu, keluarga, dan masyarakat.”
104
Journal of Governance, Juni 2017
Proyek pembangunan tersebut dapat
Volume 2, No. 1
Penggusuran
paksa,
oleh
berupa (1) pendirian bendungan,
karenanya, bukan hanya bersifat
jalan,
tidak adil dan ilegal, tetapi juga
jembatan,
dan
kerja-kerja
perbaikan transportasi; (2) proyek
kontra-produktif
industri
pembangunan manusia seutuhnya.
dan
pertambangan;
(3)
bagi
upaya
proyek pertanian; (4) pembaruan
Ketika
penggusuran-penggusuran
kota;
paksa
dilaksanakan,
(5)
pembangunan
mega
tindakan
infrastruktur olahraga; (6) proyek
tersebut akan melanggar serangkaian
pemulihan
hak
lingkungan
dan
asasi
yang
diakui
secara
konservasi; (7) proyek yang didesain
internasional, yakni: (1) right to
untuk
adequate
menghilangkan
mengurangi daerah
resiko
rawan
bagi
atau daerah-
bencana;
housing;
(2)
right
to
security of the person, and security
(8)
of the home; (3) right to health; (4)
pembangunan bandara; (9) dan lain
right to food; (5) right to water; (6)
sebagainya (Ibid: 2-3).
right to work/livelihood; (7) right to
Forced eviction adalah pemin-
education; (8) right to freedom from
dahan paksa orang-orang dari tanah
cruel,
dan rumah mereka, secara langsung
treatment; (9) right to freedom of
atau tidak langsung dilakukan oleh
movement; (10) right to information;
negara. Ia merupakan pemindahan
dan (11) right to participation and
tetap
self-expression (Cabannes et al.,
atau
sementara
individu,
keluarga, dan masyarakat dari rumah
inhuman
and
degrading
2007: 2-3).
serta tanah yang mereka tempati,
Penggusuran paksa merupakan
tanpa akses penuh pada perlindungan
sebuah fenomena global, muncul di
hukum dan perlindungan lainnya,
negara maju, negara berkembang,
padahal hak untuk tidak digusur
negara
secara paksa merupakan elemen
sekalipun. Penggusuran paksa dapat
HAM atas perumahan yang memadai
disebabkan oleh satu faktor dan/atau
(adequate housing) [OHCHR, 2011:
kombinasi faktor, yakni: (1) proyek
2].
pembangunan dan infrastruktur, yang didanai
demokratis
oleh
dan
otoriter
lembaga-lembaga
105
Hidayat, Otensi Pelanggaran Hak Atas Properti Privat
keuangan internasional besar; (2)
7 (tujuh) Desa Kecamatan Temon,
event-event
yakni Sindutan, Jangkaran, Glagah,
internasional
besar,
mencakup konferensi global dan
Palihan,
kejuaraan
internasional
Wetan, dan Kebonrejo. Pelaksananya
(3)
adalah
seperti
olahraga Olimpiade;
redevelopment
dan
“beautification”,
yang
Urban inisiatif bertujuan
Temon
Kulon,
Temon
PT.
Angkasa
Pura
I,
bekerjasama
dengan
jajaran
Pemerintah
Provinsi
Daerah
menarik investasi ke dalam wilayah-
Istimewa Yogyakarta (DIY) dan
wilayah yang diabaikan sebelumnya
Pemerintah Kabupaten Kulonprogo.
dan menciptakan “kota kelas dunia”;
Proyek pembangunan fasilitas publik
(4) tekanan atau paksaan pasar
tersebut diasumsikan oleh penulis
properti, seringkali didukung oleh
mengandung
intervensi pemerintah, menghasilkan
terhadap hak atas properti privat
“gentrification” sistematis wilayah,
individu atau masyarakat, khususnya
biasanya menjadi beban langsung
dalam proses pengadaan tanah yang
penduduk miskin; (5) ketidakhadiran
sedang dilakukan saat ini, ketika
dukungan
orang
prosesnya mengarah pada pengguna-
miskin yang menghadapi kondisi-
an aksi penggusuran paksa terhadap
kondisi ekonomi yang memburuk;
segenap individu (beserta rumah dan
dan
tanah
(6)
negara
konflik
kepada
politik
yang
mengakibatkan pembersihan etnis di seluruh komunitas dan kelompok (Landford & Plessis, 2004: 4).
tulisan
ini
adalah
miliknya)
proyek
pelanggaran
yang
mendiami
lokasi pembangunan bandara. Hal
ini
mengingat
Kasus yang hendak dikaji dalam
potensi
patut tindakan
dikhawatirkan penggusuran
paksa selalu menyertai pelaksanaan proyek
pembangunan
fasilitas
pembangunan bandara internasional
publik, khususnya bandara berskala
Kulonprogo. Bandara Internasional
internasional,
Kulonprogo dengan luas 680 (enam
tanah ribuan hektar sebagai lokasi
ratus delapan puluh) hektar dan biaya
pendiriannya. Selain mendayaguna-
sebesar
kan tanah milik sendiri, negara atau
Rp.
600
Triliun
akan
dibangun pada area yang berlokasi di
pemerintah
yang
juga
memerlukan
memerlukan
106
Journal of Governance, Juni 2017
Volume 2, No. 1
tambahan tanah milik penduduk
menghilangkan sumber penghasilan
untuk memenuhi luasan tanah yang
andalan mereka selama ini, yakni
dibutuhkan.
tanah pertanian subur yang diolah
Berkaca
pada
bangunan
proyek
Bandara
pem-
demi menyambung hidup).
Internasional
Penolakan masyarakat tersebut
Lombok (BIL) di tahun 2006-2011,
lantas memicu konflik laten dan
yang
kasus
terbuka antara masyarakat dengan
ini,
pemerintah daerah. Merespon resis-
pengadaan tanah menjadi satu proses
tensi ini, atas nama pembangunan
penting, pelik, dramatis, sekaligus
dan kemajuan daerah, pemerintah
menegangkan. Lokasi pembangunan
melakukan
BIL seluas 552 Hektar terletak di
terhadap
Desa
mengikut-sertakan aparat kepolisian
dijadikan
pembanding
dalam
Tanak
Lombok
sebagai
Awu,
studi
Kabupaten
Tengah, Provinsi
Tenggara
Dalam
dan
para
militer.
represif
penduduk
Hal
ini
dengan
sengaja
proses
dilakukan untuk merubah sikap dan
pengadaan tanah untuk memenuhi
pendirian masyarakat agar mereka
kebutuhan
pembangunan
setuju dengan rencana pembangunan
mula-mula
BIL. Perlawanan warga yang semula
menggunakan cara diplomatis dan
mewarnai proses pengadaan tanah,
persuasif (seperti public hearing,
kemudian merembet pada tahapan-
sosialisasi, atau konsultasi publik)
tahapan
untuk membujuk masyarakat agar
masyarakat
mereka
menyerahkan
menyetujui persyaratan-persyaratan
properti miliknya. Namun, rencana
land acquisition yang ditawarkan,
ini tidak serta-merta mendapatkan
pemerintah daerah tetap melanjutkan
persetujuan
Proyek
ke tahapan berikutnya. Tindakan
pembangunan BIL memicu aksi
pemerintah ini semakin memantik
penentangan
perlawanan
respon negatif warga desa. Contoh
penduduk desa dengan beragam
kasus: pada tahap Ground-Breaking
alasan dan pertimbangan rasionil
(Juni 2006), pemerintah lokal beserta
(salah satunya adalah proyek itu akan
aparat keamanan yang menghadiri
bandara,
Barat.
Nusa
tindakan
area pemerintah
bersedia
masyarakat.
dan
lain
proyek.
belum
Meskipun
secara
bulat
107
Hidayat, Otensi Pelanggaran Hak Atas Properti Privat
proses tersebut, dihadang, didemo,
kemunculannya pada saat pemerintah
dan dilempari batu oleh penduduk.
ingin melaksanakan pembangunan
Aparat keamanan kemudian bereaksi
fasilitas publik untuk kepentingan
dengan
dan
umum. Demikian halnya dengan
melakukan penembakan. Imbasnya,
Pemerintah Kabupaten Kulonprogo
37 (tiga puluh tujuh) warga sipil
yang saat ini sedang menyelengga-
terluka.2
rakan proses pengadaan tanah untuk
menyerang
balik
Saat ini, BIL sudah beroperasi
pendirian bandara internasional di
melayani penerbangan domestik dan
wilayahnya,
internasional (sejak peresmiannya di
mungkin proses tersebut dilakukan
tahun 2011 hingga sekarang), namun
secara
proses pendiriannya di masa silam
menjunjung tinggi asas kemanusiaan
masih menyisakan kenangan pahit
dan menghindari aksi penggusuran
bagi
paksa dalam memperoleh luasan
masyarakat
yang
pernah
diharapkan
adil,
demokratis,
serta
menjadi korban penggusuran paksa
tanah
oleh pemerintah. Hal ini merupakan
pembangunan bandara tersebut.
bukti
otentik
pelanggaran
diinginkan
bagi
bahwa
proyek
fasilitas
publik
menyertakan
tindakan
Berdasarkan uraian latar belakang
individu,
masalah di atas, dapat dirumuskan
pembangunan seringkali
yang
sebisa
hak
asasi
RUMUSAN MASALAH
khususnya hak atas properti privat
pertanyaan
yang menjadi salah satu determinan
jawabannya melalui studi ini, yaitu:
kelangsungan hidupnya.
1.
Contoh hendaknya berharga
buruk
semacam
menjadi dan
harus
yang
hendak
Bagaimanakah
dicari
relasi
aktor
itu,
(negara dengan masyarakat)
pelajaran
dalam proses pengadaan tanah
dihindari
untuk pembangunan bandara internasional Kulonprogo?
2
Asian Human Rights Commission. 2006. Indonesia: Excessive Force Used by Police in Central Lombok. Article on Website. Http://www.Ahrchk.net/ua/mainfile.php/200 6/1812. Diakses pada Minggu, 23 Nopember 2014, Jam 21.55 WIB.
2.
Adakah potensi pelanggaran terhadap property
right
to
dalam
private proses
pengadaan tanah tersebut?
108
Journal of Governance, Juni 2017
oleh penggusuran paksa. Intervensi
LITERATURE REVIEW Fenomena
Volume 2, No. 1
penggusuran
paksa
internasional juga disyaratkan untuk
dalam proyek pembangunan fasilitas
penegakan
aturan
hukum
publik sudah familiar terjadi di
pemerintah
dan
hampir semua negara berkembang,
Zimbabwe dalam rangka pemulihan.
juga
oleh
membantu
terlebih lagi negara-negara yang ada
Otiso (2012) mengkaji forced
di benua Afrika dan Asia. Berikut
evictions yang muncul di Kenya,
akan
khususnya
para
diketengahkan analis
kajian-kajian
terhadap
beragam
penduduk perkotaan. Penggusuran
penggusuran
paksa terjadi dikarenakan adanya
paksa yang terjadi di negara-negara
konflik atas hak tanah, non-payment
tertentu.
terhadap sewa rumah dan tanah yang
perspektif
Romero
dengan
penggusuran
tentang
(2007)
menganalisis
berlebih, serta urban redevelopment.
kemunculan doktrin-doktrin inter-
Namun,
nasional
yang
penggusuran adalah disebabkan oleh
pelanggaran-
faktor-faktor yang melekat pada
dan
dipengaruhi
domestik oleh
secara
lebih
pelanggaran HAM akibat dilaksana-
ekonomi
kannya operasi Murambatsvina di
timpangnya
Zimbabwe. Pada tahun 2005, 700
tanah
ribu penduduk terdiri dari laki-laki,
miskin “sulit” mengakses tanah dan
perempuan, dan anak-anak yang
tempat
tinggal
Penggusuran
paksa
(pemukiman yang dikonstruksi tanpa
menghadirkan
kesulitan
izin yang disyaratkan, tanpa bukti
ekonomi
sah kepemilikan atas tanah yang
mempengaruhi kota dan seluruh
digunakan) digusur (Romero, 2007:
negeri (Otiso, 2012: 252). Guna
275).
menghindari
di
pemukiman
Penghormatan
informal
pemerintah
politik
mendasar,
negara
struktur
yang
kepemilikan
menyebabkan
tinggal
bagi
dan
yang
orang
layak. tersebut sosio-
individu-individu,
forced
evictions,
terhadap hak warga negara atas
pemerintah Kenya harus menjadikan
perumahan
ekonomi-politiknya lebih inklusif,
alternatif
menjadi
langkah substantif guna memini-
melaksanakan
land
reform,
malisir dampak yang ditimbulkan
mendomestikasi perencanaan wila-
109
Hidayat, Otensi Pelanggaran Hak Atas Properti Privat
yah dan berelasi dengan ketentuan
atas perumahan yang terjangkau
hukum, serta menciptakan sebuah
adalah disebabkan oleh faktor-faktor:
kebijakan pemukiman kumuh yang
akses yang sukar dan rendah pada
proaktif.
layanan
Mgbako et al (2010) mencer-mati
dasar;
absensi
jaminan
hukum kepemilikan atas rumah dan
penggusuran paksa di Phnom Penh,
tanah;
Kamboja sebagai imbas dari proyek-
pemindahan paksa. Faktor tersebut
proyek
merupakan isu-isu penting yang
pembangunan,
sengketa
serta
penggusuran
tanah, dan perampasan lahan, yang
mempengaruhi
hingga kini tetap menjadi pemicu
perkotaan dan pedesaan di seluruh
utama
pelanggaran-pelanggaran
negeri. Jutaan orang dipaksa tinggal
HAM di sana. Terdapat lebih dari
dalam kondisi-kondisi yang sangat
150 ribu jiwa yang saat sekarang
buruk di perumahan sub-standar,
masih berada dalam resiko dan
yakni di pemukiman informal atau
situasi untuk digusur secara paksa
kumuh (Chaudhry, 2014: 2).
oleh pemerintah. Kajian tersebut
orang
dan
miskin
Involuntary displacement dapat
fokus pada dampak kebijakan “land
mencakup
resettlement” terhadap masyarakat
HAM berat. Hal ini dibuktikan oleh
yang
telah
rangkaian
pelanggaran
digusur
dan/atau
tindakan penggusuran paksa yang
yang
beresiko
terjadi di Bangladesh. Penggusuran
mengalami penggusuran paksa dari
paksa menyebabkan penderitaan bagi
rumah mereka (khususnya komunitas
penduduk miskin perkotaan dan
Boeung Kak Lake di Phnom Penh
memiskinkan mereka lebih jauh.
dan orang-orang yang mengidap
Atas nama pembangunan, antara
penyakit HIV/AIDS) [Mgbako et al.,
tahun
2010: 40-41].
sebanyak 20 pembongkaran (demo-
masyarakat
1989
dan
1998,
terjadi
Kondisi-kondisi perumahan dan
litions) rumah di Bangladesh. Selama
tempat tinggal bagi mayoritas orang
periode tersebut, lebih dari 100.000
India di wilayah pedesaan dan
orang dijadikan “gelandangan” oleh
perkotaan adalah tidak layak dan
pemerintah (COHRE
tidak memadai. Kekurangan akut
2001: 14).
& ACHR,
110
Journal of Governance, Juni 2017
Sama halnya dengan yang terjadi
Volume 2, No. 1
awalnya
hanya
menghancurkan
di Bangladesh, pada tahun 1994,
rumah, namun kemudian tim tersebut
penduduk miskin Kota Bombay-
meluberkan bensin untuk membakar
India yang menjadi penghuni liar di
rumah penghuni liar (Kendra, 1994:
trotoar dan tanah milik pemerintah
1).
juga mengalami penggusuran paksa
penduduk dapat terjadi karena alasan
yang diinisiasi oleh pemerintah guna
perang,
melaksanakan proyek pembangunan.
penggusuran paksa yang disebabkan
Kota Bombay telah melalui tahapan
oleh
baru
besar
perampasan/penyerobotan tanah, dan
pemukiman
kerusuhan komunal. Contoh penggu-
Pemerintah
suran paksa sebagai akibat dari
memutuskan untuk mengubah Kota
pelaksanaan proyek besar adalah
Bombay
pembangunan
penggusuran
terhadap kumuh
skala
penghuni dan
trotoar.
menjadi
semacam
Di
Pakistan,
gempa
proyek
pemindahan
bumi,
besar,
Lyari
banjir,
upaya
Expressway,
Singapura mini karena terpikat oleh
Karachi Circular Railway, dan lain
kondisi
sebagainya, di mana ratusan ribu
“modernity”
Singapura.
Pemerintah percaya bahwa tujuan
orang
tersebut hanya dapat dicapai dengan
perdesaan (tepatnya 286.300 jiwa)
mem-bulldozing-kan
penduduk
dan tinggal di 40.900 unit rumah
sisa-sisa
telah menjadi korban. Rumah mereka
rumah mereka. Yang lebih miris lagi,
telah dihancurkan oleh lembaga-
pemerintah
para
lembaga pemerintah dari tahun 1992
“mafia” untuk menteror penduduk
hingga 2006. Tidak ada kompensasi
miskin
bawah
atau tanah alternatif yang diberikan
perlindungan polisi, di setiap tempat
kepada korban-korban penggusuran
di
tersebut. Tanpa ada pemberitahuan
miskin
dan
membakar
mengundang
tersebut.
kota,
mafia
Di
atau
gangster
miskin
yang
di
beroperasi memaksa orang miskin
sebelumnya
untuk
meninggalkan
pemerintah melakukan penghancuran
dengan
menawarkan
rumahnya ganti
kepada
hidup
penduduk,
rugi
rumah. Tindakan pemerintah ini,
sejumlah uang. Tim pembongkar
lantas mencuatkan resistensi dari
yang ditugaskan pemerintah, pada
masyarakat,
di
mana
mereka
111
Hidayat, Otensi Pelanggaran Hak Atas Properti Privat
mengorganisir diri untuk melawan
pemicu penggusuran paksa, namun
aksi brutal pemerintah. Masyarakat
relasi
juga mendapatkan dukungan dari
acquisition luput dari kajian.
aktor
dalam
proses
land
NGOs nasional dan internasional.
Untuk itu, kajian ini berangkat
Jaringan NGOs yang bekerja dalam
dari optimisme menghadirkan sebuah
domain “housing rights” tumbuh dan
bahasan komprehensif tentang relasi
berkembang
selaras
aktor dalam proses pengadaan tanah
masyarakat
dan mendeteksi potensi pelanggaran-
dengan
kemudian,
perlawanan
terhadap forced evictions (Younus,
pelanggaran
2013: 3-4).
properti
Dari sejumlah literature yang
terhadap
privat
hak
individu
atas oleh
pemerintah.
ditinjau di atas, dapat disimpulkan bahwa penggusuran paksa kerap dilakukan oleh pemerintah terhadap
KERANGKA TEORI Kajian
ini
memfokuskan
penduduk ketika hendak melaksana-
perhatian pada potensi penggusuran
kan proyek-proyek pembangunan,
paksa dalam proyek pembangunan
baik untuk alasan menata keindahan
bandara internasional Kulonprogo.
kota/desa
Hal itu diidentifikasi dalam proses
maupun
menyediakan
fasilitas publik yang berguna untuk
pengadaan
menggenjot
dilakukan oleh Pemerintah Provinsi
laju
(kesejahteraan)
perekonomian
yang
sedang
Menurut
DIY dan Pemerintah Kabupaten
penulis, literature-literature tersebut
Kulonprogo di Kecamatan Temon
tidak mengetengahkan secara detil
saat ini. Bagaimanakah relasi kuasa
perihal
dengan
yang terbentuk antara pemerintah
masyarakat dalam proses pengadaan
dengan masyarakat dalam proses
tanah untuk kepentingan pelaksanaan
pembebasan tanah, apakah relasi
proyek-proyek
tersebut bersifat adversarial ataukah
relasi
Meskipun
ada
negeri.
tanah
negara
pembangunan. literature
yang
menyinggung perihal sengketa tanah (land dispute) dan perampasan tanah (land
grabbing)
sebagai
faktor
collaborative, utama.
menjadi
garapan
112
Journal of Governance, Juni 2017
Pembebasan
Lahan/Pengadaan
Volume 2, No. 1
pihak yang berhak.3 Pengadaan tanah tersebut harus dilaksanakan dengan
Tanah Pengadaan
tanah
merupakan
tahapan awal yang harus dilalui
mengedepankan
prinsip
kemanu-
siaan, demokratis, dan adil.4
ketika pemerintah hendak menye-
Prinsip pengadaan tanah yang
lenggarakan proyek pembangunan
manusiawi, demokratis, dan adil
infrastruktur atau fasilitas publik. Hal
diejawantahkan,
ini menjadi keharusan yang melekat
bentuk pemberian ganti-rugi atau
pada kondisi terbatasnya luas lahan
kompensasi yang layak dan memadai
milik
dapat
kepada para pemegang hak (pemilik
digunakan sebagai lokasi pembangu-
properti privat yang diambil-alih
nan fasilitas tersebut. Untuk menang-
pemerintah) sesuai dengan besaran
gulangi masalah ini, pemerintah
harga tanah di pasaran. Harus ada
berusaha mendapatkan lahan yang
perimbangan dan titik temu antara
memadai dan ideal dari properti
kebutuhan warga pemegang hak
privat
dengan kepentingan pemerintah yang
pemerintah
milik
yang
individu
atau
masyarakat.
terutama,
dalam
ingin melaksanakan pembangunan
Di Indonesia, acuan pelaksa-naan
fasilitas publik. Idealnya, pembeba-
pembebasan lahan untuk kepentingan
san tanah harus dilakukan berda-
umum
adalah
sarkan konsensus di antara kedua
Nomor
2
Undang-Undang
Tahun
tentang
belah pihak (pemerintah-masyarakat)
Bagi
perihal besaran dan bentuk ganti rugi
Pembangunan Untuk Kepentingan
yang diberlakukan dalam proses
Umum.
pemindahan
Pengadaan
2012
Tanah
Pembangunan
fasilitas
publik untuk kepentingan umum memerlukan perolehannya
tanah,
dan
dilakukan
kepemilikan
properti
privat tersebut.
upaya melalui
upaya pengadaan tanah. Pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada
3
Ayat (2), Pasal 1, Bab I; Ketentuan Umum, UU No. 2 Tahun 2012. 4
Konsideran (b), UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
113
Hidayat, Otensi Pelanggaran Hak Atas Properti Privat
Dengan
demikian,
tahapan
menyertakan pemaksaan ketimbang
pengadaan tanah yang paling krusial
dengan pertukaran sukarela (Munch,
adalah
1976: 473).
musyawarah
untuk
menentukan bentuk dan besaran
Di
banyak
negara
berdaulat,
ganti kerugian antara pemerintah
abilitas pemerintah untuk menggu-
yang membutuhkan tanah dengan
nakan kekuasaan eminent domain
masyarakat pemilik tanah. Perlu
guna mendapatkan properti dibatasi
disadari
oleh ketentuan-ketentuan konstitu-
bersama,
sebagaimana
disinggung di awal, bahwa ganti-
sional
kerugian adalah penggantian yang
properti privat wajib diperoleh hanya
layak dan adil (memenuhi standar
untuk
minimal
kompensasi)
“tujuan publik”. Dasar rasionil tujuan
kepada pihak yang berhak dalam
publik menggarisbawahi kekuasaan
proses pengadaan tanah. Pemenuhan
mengambil
prinsip ini menjadi penting artinya
bersandar pada prinsip “kesejah-
dalam mengurangi kadar kegusaran
teraan rakyat adalah hukum maha
dan kesulitan yang dirasakan oleh
penting dan keperluan publik adalah
masyarakat yang terkena dampak.
lebih besar ketimbang kepentingan
pemberian
Pada ranah pengadaan tanah
yang
menetapkan
“kegunaan
privat.”
publik”
pemerintah
Syarat
bahwa
“tujuan
atau
harus
publik”
demi pembangunan untuk kepen-
memaknai bahwa pemerintah tidak
tingan publik, pemerintah memiliki
boleh mengambil alih tanah untuk
satu
tujuan
kewenangan
legal
khusus,
“privat”
meski
sebagaimana disinggung sebelum-
memberi
nya, dalam rangka mengambil-alih
Ketentuan lain menegaskan bahwa
tanah dan properti privat lainnya
setiap subyek memiliki hak untuk
milik
dengan
didengar aspirasinya oleh pemerintah
membayarkan sejumlah kompensasi.
sebelum dicabut hak atas properti
Namun, sering dijumpai jika eminent
yang ia miliki. Ketentuan tersebut
domain sebagai hak legal pemerintah
menempatkan batasan-batasan khu-
untuk mendapatkan properti (power
sus
taking),
eminent domain negara sehingga
warga
negara
diterapkan
dengan
bagi
kompensasi
dengan
penggunaan
sekalipun.
kekuasaan
114
Journal of Governance, Juni 2017
dapat dibatasi penyalahgunaannya (Aggarwala, dalam Fish, 2011: 12). Meskipun
penerapan
eminent
Volume 2, No. 1
Relasi Negara-Masyarakat Relasi kuasa (relation of power) dapat
bersifat
coercive
dan
domain oleh pemerintah telah diatur
collaborative. Relasi kuasa koersif
dalam
perundang-
menunjuk pada praktek kekuasaan
pemerintah
oleh individu, kelompok, atau negara
menyalahi ketentuan tersebut dan
yang dominan terhadap individu,
melakukan proses pengadaan atau
kelompok, atau negara lain yang
pengambil-alihan tanah dengan cara
inferior
yang tidak patut, brutal, dan tidak
Sebaliknya, relasi kuasa kolaboratif
demokratis. Penyalahagunaan kewe-
mencerminkan pemaknaan kekuasa-
nangan
bisa
an sebagai “menjadi mampu dan
melalui
tindakan
berdaya” untuk menggapai sesuatu
pemerintah
dalam
yang lebih. Dalam relasi kuasa
menentukan tujuan publik sesuai
kolaboratif, kekuasaan bukan sebuah
selera
memaksakan
kuantitas tetap, melainkan diproduksi
penentuan sepihak tersebut kepada
melalui interaksi dengan yang lain
individu atau masyarakat pemilik
(Cummins, 2009: 263). Versi lain
properti yang hendak diambil-alih.
menegaskan
Selain
besaran
hubungan antara aktor masyarakat
disalah-
sipil dengan institusi-institusi negara
sebab
bisa berwujud (1) adversarial / con-
mendikte
flictual dan (2) collaborative/ colle-
ketentuan
undangan,
terkadang
eminent
diidentifikasi sepihak
mereka
itu,
kompensasi gunakan
dan
penentuan pun
dan
pemerintah
domain
bisa
rawan distortif, saja
penetapan harga pasar (market value) dalam
mengkompensasi
properti
atau
bahwa
subordinatif.
karakteristik
giate (Habib, 2005: 672). Sifat
hubungan
antara
negara
privat individu yang kepemilikannya
dengan masyarakat yang adversarial
telah
kepada
dan collaborative dapat kita lekatkan
mereka (Kaufman, dalam Benson
pada proses pembebasan tanah yang
(ed.), 2010: 2).
dilaksanakan
dipindah-tangankan
pemerintah
dalam
rangka pembangunan fasilitas publik. Jika muncul resistensi masyarakat
115
Hidayat, Otensi Pelanggaran Hak Atas Properti Privat
atas
proses
tanah
penyuksesan pembangunan fasilitas
proyek
publik, dapat disimpulkan bahwa
pembangunan (umumnya), maka sifat
hubungan negara-masyarakat adalah
relasi
bersifat collaborative dan pemerintah
(khususnya)
pengadaan dan
pada
negara-masyarakat
adversarial, perlu
sehingga
adalah
pemerintah
melakukan
tindakan
tidak
perlu
menerapkan
upaya
penggusuran paksa.
penggusuran paksa dalam rangka mengambil alih tanah dan rumah milik
masyarakat.
Namun,
Kerangka Pemikiran
jika
Keterkaitan
unsur-unsur
masyarakat bersedia secara sukarela
penting yang terdapat dalam konsep
mengikuti
atau teori yang disajikan di atas
setiap
tahapan
proses
pengadaan tanah dan mematuhi segala
dapat
tuntutan
berikut:
Proyek Pembangun an Fasilitas Publik (Bandara Internasion al Kulonprogo )
pemerintah
dalam
Relasi NegaraMasyaraka t dalam Proses Pembebasa n Lahan (Land Acquisition)
kerangkai
Adversarial / Conflictual (Doing Forced Evictions)
dalam
skema
Realizing a Development Project without Forced Eviction or Involuntary Displacement
Collaborative / Collegiate (Avoiding Forced Evictions)
dapat diamati dan dipilih (Nasution,
METODE PENELITIAN Kajian ini metode kualitatif dengan
1996: 24). Penelitian kualitatif juga
pendekatan studi kasus (case study).
bertujuan untuk memahami berbagai isu
Penelitian kualitatif adalah prosedur
dan
penelitian
data
pertanyaan dengan menguji berbagai
deskriptif, berupa kata-kata tertulis/lisan
setting sosial dan individu (Creswell,
dan perilaku dari orang-orang yang
2007: 4).
yang
menghasilkan
mencari
jawab
atas
berbagai
116
Journal of Governance, Juni 2017
Alasan pemilihan metode kualitatif
Volume 2, No. 1
DINAMIKA
PELAKSANAAN
sebagai metode riset, karena studi ini
PEMBANGUNAN
membuat peneliti bakal terlibat dalam
INTERNASIONAL KULONPROGO
setting sosial; tidak berjarak, dalam arti
Bandara internasional Kulon-progo,
mengenal siapa dan apa yang akan
sedianya akan dibangun di atas tanah
diriset,
seluas 680 hektar, berlokasi di 7 (tujuh)
serta
perlu
melakukan
pengenalan ini dalam lingkungan asli
Desa
subyek
Temon,
yang
akan
diteliti;
dapat
lingkup
BANDARA
wilayah
Kabupaten
Kecamatan Kulonprogo,
mengetahui apa-apa yang ada di balik
Provinsi DIY. Komposisi kepemilikan
realitas versi “publik” dan “resmi”
tanah pembangunan bandara, 25% di
dalam rangka mengungkap pemahaman
antaranya diklaim sebagai milik Paku
yang
Alaman
tersembunyi
dan
tidak
Ground
(PAG),
sementara
diungkapkan (Devine, dalam Harrison,
sisanya adalah properti privat sejumlah
2007: 86).
warga
Melalui studi kasus, tentunya, akan dicari
jawaban
tentang
desa.
Saat
ini,
proyek
pembangunan bandara tersebut sedang
potensi
memasuki tahapan pengadaan tanah
pelanggaran hak atas tanah dan rumah
(land acquisition) yang diinisiasi oleh
warga
Pemerintah Provinsi DIY melalui Tim
negara
pembangunan
dalam
Persiapan
Pem-bangunan
Kulonprogo, dengan merefleksikannya
Baru/P2B2
(bentukan
pada
kasus
Internasional pelanggaran pembangunan
bandara
proyek
internasional
Bandara Gubernur)
pembangunan
Bandara
bersama jajaran Pemerintah Kabupaten
Lombok.
Potensi
Kulonprogo. Pengadaan tanah untuk
proyek
pembangunan
HAM
dalam
“Kulonprogo
bandara
memiliki
4
Inte-
(empat) tahap, yakni perencanaan (PT.
rnational Airport” diidentifikasi melalui
Angkasa Pura I), persiapan (P2B2),
proses pengadaan tanah yang sedang
pelaksanaan (Kanwil BPN DIY), dan
dilakukan pemerintah.
penyerahan hasil (dari P2B2 kepada PT. Angkasa Pura I). Proses pengadaaan tanah setelah
sudah P2B2
dapat
diselenggarakan
mengantongi
Izin
Penetapan Lokasi (IPL) dari Pemerintah Pusat dan Gubernur DIY.
Hidayat, Otensi Pelanggaran Hak Atas Properti Privat
Sebagai wujud pendekatan persuasif, pemerintah, melalui P2B2 mengadakan kegiatan
sosialisasi
atau
konsultasi
publik guna mengidentifikasi aspirasi, kepentingan, dan kebutuhan masyarakat terkait segala sesuatu yang berkenaan dengan pelaksanaan proyek, khususnya tanggapan
mereka
pengadaan
tanah
atas
proses
yang
hendak
dilakukan. Kegiatan ini merupakan bagian penting dari tahap persiapan yang dijadikan metode oleh pemerintah untuk finalisasi data warga yang terkena dampak
pembangunan
bandara.
Penghitungan ganti-rugi juga menjadi bagian
pelengkap
dalam
tahapan
tersebut untuk menentukan besaran kompensasi terhadap tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, serta kerugian lain yang dapat dinilai.
Sedang
dikalkulasi
segala
kemungkinan terbaik berkenaan dengan
117
benda di bawahnya. Setelah sosialisasi tahap awal yang sudah kami gelar pada September 2014 yang lalu, kegiatan selanjutnya akan kami fokuskan pada pendataan lahan. Apapun aspirasi masyarakat akan kami dengarkan, dan jika masih ada yang menolak akan kami dekati secara persuasif, berulang-ulang pun tidak apa-apa. Uang ganti rugi yang nanti diberikan akan kami sesuaikan dengan permintaan warga, dan tentu saja harus selaras dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bisa dalam bentuk uang atau tanah pengganti atau kepemilikan saham. Tahap lanjutan proses pengadaan tanah belum dapat kami rampungkan mengingat masih banyak kendala yang kami temui di lapangan, terutama terkait dengan belum bulatnya sikap masyarakat terhadap rencana pemerintah. Pemerintah tidak mau gegabah dan memaksakan kehendak sedikitpun pada masyarakat, sebab kami ingin melaksanakan pembangu-nan bandara ini tanpa catatan buruk.” (wawancara dengan Bapak Arie Yuriwin, Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) DIY), 2014)
Rencana
pemerintah
membangun
diberikan,
bandara internasional ini tidak serta-
apakah dalam bentuk uang, tanah
merta mendapatkan dukungan penuh
pengganti,
alternatif,
dari masyarakat, artinya penerimaan
kepemilikan saham, atau bentuk lain
warga terhadap rencana pemerintah ini
yang disepakati oleh kedua belah pihak.
tidak bersifat tunggal, ada yang pro dan
bentuk
ganti-rugi
yang
pemukiman
“Penilaian dilakukan per bidang sehingga bidang satu dengan bidang tanah lain yang bersebelahan, harganya bisa berbeda. Penilaian dari tim apraisal, berdasarkan nilai tanah, benda di atasnya dan benda-
ada juga yang kontra. Sejumlah warga yang menyetujui rencana pembangunan bandara, siap menyerahkan properti miliknya asalkan besaran ganti rugi yang diberikan cocok dengan harga
118
Journal of Governance, Juni 2017
Volume 2, No. 1
pasaran tanah saat proses pembebasan
untuk menyampaikan kepada pemerin-
berlangsung.
tah perihal ketidak-setujuannya.
Oleh
karenanya,
di
“Alasan kami sudah sangat jelas, kami ingin mempertahankan tanah warisan untuk kesejah-teraan anak cucu di masa mendatang. Jadi apapun komentar pejabat Pemerintahan Kabupaten Kulonprogo tidak akan pernah kami gubris. Apalagi rencana pembangunan bandara tersebut hanya akan menguntung-kan segelintir mantan pejabat Pemkab yang memiliki lahan sangat luas di sekitar sini. Setelah kami menyampaikan aspirasi menolak rencana pembangunan bandara kepada Bupati beberapa waktu lalu, kami langsung menginventarisir warga untuk bergabung dalam pergerakan ini. Prinsipnya, kami menolak rencana pemerintah tersebut, tanpa syarat, tanpa tedeng aling-aling. Penolakan kami adalah harga mati dan tidak bisa ditawartawar. Terlebih lagi, hingga saat ini Bupati Kulonprogo belum sekalipun mengeluarkan pernyataan resmi tentang rencana pembangunan mega proyek tersebut.” (wawancara dengan
masing-masing desa, beberapa warga membentuk Kesatuan Sosial Desa (KSD) sebagai wadah “urun-rembug” untuk mendiskusikan segala hal yang berhubungan
dengan
bandara,
termasuk
besaran
kompensasi
pembangunan perkembangan yang
akan
ditawarkan pemerintah ketika “tahap pelaksanaan”
pengadaan
nantinya
berlangsung. “KSD tidak akan ikut-ikutan mengintervensi penentuan harga dan besaran ganti-rugi untuk tanah milik warga. Kami hanya ingin mengantisipasi dampak sosial, ekonomi, budaya dan pendidikan yang ditimbukan oleh pembang-unan bandara tersebut.” (wawancara dengan Bapak R. Karmadi, Koordinator KSD Kulonprogo, 2014)
Sementara itu, warga (umumnya petani)
yang
tidak
setuju,
lantas
menggabungkan diri dalam Paguyuban
Bapak Suradi, Sekretaris Paguyuban WTT, 2014)
Wahana Tri Tunggal (WTT), sebuah wadah gerakan yang mengusung agenda
Pada
dasarnya,
pembangunan
utama “penolakan dan penentangan
bandara internasional Kulonprogo yang
seluruh tahapan proyek pembangunan
sebagian
bandara” dengan alasan bahwa lahan
pemerintah, memiliki tujuan mendasar
pertanian palawija yang selama ini
yakni
menjadi
sumber
masyarakat, tak terkecuali masyarakat
terancam
hilang
rencana
pemerintah
kerap
melakukan
pencahariannya lantaran
sudah
menyejahterakan
Kulonprogo.
Akan
tetapi,
dilalui
seluruh
proyek
WTT
pembangunan tersebut akan berhasil
demonstrasi
ketika semua stakeholder terlibat secara
tersebut. aksi
adanya
tahapannya
119
Hidayat, Otensi Pelanggaran Hak Atas Properti Privat
aktif
(pemerintah,
instansi,
dan
perihal hak dan kewajiban serta wilayah
masyarakat). Oleh karenanya, dengan
terdampak,
tetap
pembangunan
mempertahankan
penggunaan
pendekatan persuasif, menyampaikan
termasuk bandara
urgensi untuk
masa
depan seluruh lapisan masyarakat.
secara gamblang kepada masyarakat
Ket: Ratusan warga dari desa Paliyan dan Glagah yang tergabung dalam Wahana Tri Tunggal (WTT) menggelar aksi demonstrasi dan memblokir jalan Daendels Kulonprogo. Aksi ini dipicu oleh ketidaksetujuan mereka terhadap rencana pembangunan bandara internasional Kulonprogo (Sumber: http://www.liputan6.com/sctv.2013.html/. Diakses pada Kamis, 11 Desember 2014, Jam 21.30 WIB).
PENGADAAN TANAH:
sebagian warga desa menerima rencana
RELASI AKTOR DAN POTENSI
pembangunan bandara dan bersedia
PENGGUSURAN PAKSA
menyerahkan
PROSES
Mencermati
privat
milik
proses
mereka kepada pemerintah. Dengan
pengadaan tanah yang baru mencapai
sifat relasi semacam ini, maka besar
tahap persiapan dari 4 (empat) tahapan
kemungkinan proses pengambil-alihan
yang ada (tahap perencanaan, persiapan,
properti privat oleh pemerintah dari
pelaksanaan, dan pelaporan), maka sifat
masyarakat tidak akan diwarnai oleh
relasi
(pemerintah)
tindakan penggusuran paksa, sebab
dengan masyarakat 7 (tujuh) desa
tidak ada faktor substantif yang akan
Kecamatan
Temon
memicu
Kulonprogo
adalah
antara
dinamika
properti
negara
Kabupaten
forced
evictions.
Terbukti
collaborative
warga dari tujuh desa yang bergabung
Hubungan
dalam Kesatuan Sosial Desa (KSD),
dengan
sudi menerima rencana pembangunan
masyarakat ditunjukkan oleh kemauan
bandara dengan tangan terbuka asalkan
sekaligus
adversarial.
kolaboratif
antara
negara
120
Journal of Governance, Juni 2017
besaran
ganti
rugi
yang
Volume 2, No. 1
nantinya
warga Desa Tanak Awu yang dijadikan
diberikan pemerintah, dinilai layak,
sebagai lokasi proyek. Pelibatan aparat
adil, dan sesuai dengan harga pasaran.
kepolisian dalam penggusuran paksa
Sementara itu, sifat relasi yang
dan peredaman aksi demonstrasi warga
adversarial tercermin dari munculnya
yang menolak rencana pembangunan
penolakan sejumlah warga (khususnya
BIL menjadi bukti sahih pelanggaran
petani) yang melembagakan diri dalam
terhadap right to private property
Paguyuban Wahana Tri Tunggal (WTT)
individu.
terhadap mega-proyek pembangunan bandara
internasional
Kulonprogo.
Meskipun
di
pengadaan
awal-awal
tanah,
proses
pemerintah
Meskipun adversarial, sangat kecil
menggunakan pendekatan persuasif dan
kemungkinan pemerintah melakukan
menawarkan besaran kompensasi yang
penggusuran paksa, sebab sebagaimana
memadai
dinyatakan oleh Bapak Ari Yuriwin,
pemerintah) agar supaya masyarakat
Kepala Kanwil BPN DIY, bahwa
mau menyerahkan tanahnya kepada
pemerintah akan tetap menghormati dan
pemerintah,
mendengarkan
aspirasi
pemerintah menggunakan pendekatan
masyarakat, dan jika masih ada yang
represif dan memaksa warga yang tidak
menolak akan tetap didekati secara
kooperatif
persuasif,
pemukiman yang ditempati.
apapun
hingga
masyarakat
yang
menolak tersebut merubah pendiriannya dan
bersikap
kooperatif
pada
pemerintah.
(menurut
pada
meninggalkan
akhirnya
lahan
Kini, BIL sudah berdiri kokoh sebagai salah satu bandara berskala internasional
Hal ini sangat bertolak belakang
namun
perspektif
proses
di
Indonesia,
pendiriannya
namun
menyisakan
dengan relasi conflictual antara negara
kenangan pahit bagi setiap korban
dengan masyarakat yang pernah tercipta
penggusuran dan penindakan aparat
dalam proses pengadaan tanah untuk
kepolisian yang opresif.
pembangunan
Bandara
Internasional
Lombok beberapa tahun silam, di mana penggusuran paksa dengan penggunaan
KESIMPULAN Tindakan penggusuran paksa selalu
kekerasan fisik diterapkan pemerintah
menyertai
pelaksanaan
proyek
guna mengambil-alih properti privat
pembangunan fasilitas publik tertentu,
121
Hidayat, Otensi Pelanggaran Hak Atas Properti Privat
seperti bandara berskala internasional.
Dengan
demikian,
dalam
dikon-
Sebagaimana kasus forced eviction
klusikan
yang pernah terjadi dalam proyek
sekarang, belum didapati tindak-tanduk
pembangunan BIL (diposisikan sebagai
pemerintah yang mencitrakan potensi
kasus pembanding dalam kajian ini),
kemunculan forced eviction. Saat ini,
potensi kemunculan tindakan pelang-
sangat kecil kemungkinan penggunaan
garan HAM semacam
metode
itu hendak
bahwa
dapat
penggusuran
konteks
paksa
oleh
diidentifikasi dalam kegiatan pembang-
pemerintah guna memuluskan tahapan
unan bandara internasional Kulonprogo.
pembangunan
Kenyataan
membuktikan
bahwa
Temon
tidak
bersifat
agar
sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan.
respons masyarakat di 7 (tujuh) desa Kecamatan
bandara
Beberapa usulan penting yang harus diperhatikan oleh pemerintah dalam
tunggal. Ada yang menerima dan ada
melaksanakan
juga yang menolak rencana pemerintah
berdasarkan
tersebut.
demokratis, dan adil adalah sebagai
Secara
khusus,
sikap
pemerintah terhadap warga yang kontra
berikut:
dengan pembangunan bandara, masih
1.
persuasif
dengan
sosialisasi,
public
konsultasi
publik.
pengadaan prinsip
tanah
manusiawi,
Jika polemik mengenai status
mengintensifkan
kepemilikan tanah seluas 170
hearing,
hektar antara PLPP dengan PAG
Besar
atau
harapan
dianggap
telah
selesai
dan
pemerintah bahwa dengan memper-
menjadi properti sah PAG, maka
tahankan metode edukatif tersebut,
Paku Alam IX perlu turun tangan
masyarakat akan terenyuh, berubah
memberikan
pendirian, dan sadar akan signifikasi
sejumlah petani yang mengolah
atau implikasi positif yang akan tercipta
tanah
seiring kehadiran bandara internasional
pindah
di
perlawanan atau penolakan berarti
wilayah
bersikukuh
mereka. bahwa
Pemerintah pembangunan
demi
nasehat
miliknya dengan
kelancaran
agar segera
kepada
bersedia tanpa
pelaksanaan
bandara akan semakin meningkatkan
pembangunan bandara yang akan
taraf kemajuan daerah dan kesejah-
mendatangkan manfaat signifikan
teraan masyarakat.
bagi mereka;
122
2.
Journal of Governance, Juni 2017
Gubernur
DIY
mengeluarkan
perlu
surat
segera
penetapan
Volume 2, No. 1
dan paradigma pengadaan tanah yang
terpatri
dalam
mengenai besarnya ganti kerugian
masyarakat.
yang layak bagi masyarakat yang
akan
propertinya
diambil-alih,
bagaimana kaitan kepentingan,
didasari oleh hasil konsensus
motif, dan kebutuhan berbagai
dengan
pihak yang terlibat dalam proses
akan
masyarakat.
Jika
ini
dilakukan, maka respons positif
Dengan
pikiran
tergambar
demikian
secara
jelas
pengadaan tanah.
masyarakat akan muncul dengan sendirinya seiring akomodatifnya
DAFTAR PUSTAKA
pemerintah
Buku:
terhadap
aspirasi
mereka; 3.
Benson,
Kewenangan harus
eminent
domain
digunakan
proporsional,
4.
Dengan
kata
tanah
harus
menjunjung
tinggi
prinsip
Among
Five
Approaches.
Second
Edition.
Oaks.
tentang
Publications.
Penelitian
an umum, yang tidak hanya fokus
Penerbit Kencana.
masalah
mekanisme
konflik
tanah,
penetapan
dan
pemberian kompensasi, melain-
Thousand
Harrison, Lisa. (2007). Metodologi
pengadaan tanah untuk kepenting-
pada
York:
Choosing
Perlu pendalaman lebih lanjut ilmiah
New
Inquiry and Research Design:
Sage
studi
Eminent
Creswell, J. W. (2007). Qualitative
manusiawi, demokratis, dan adil;
melalui
(2010).
Palgrave Macmillan.
lain,
pengadaan
Rights:
Re-Examined.
mengambil keuntungan sepihak
dilakukan.
(ed.).
Domain and Regulatory Takings
tendensi
dari proses pengadaan tanah yang
Bruce
Property
secara
tanpa
L.
Politik.
Jakarta:
Nasution, S. (1996). Metode Research. Jakarta: PT. Bumi Aksara. World
Bank.
(2004).
Involuntary
kan juga pada masalah hubungan
Resettlement
Sourcebook:
agraria pada umumnya. Studi
Planning and Implementation in
tersebut akan menemukan nilai-
Development
nilai yang hidup, cara pandang,
Washington: The International
Projects.
123
Hidayat, Otensi Pelanggaran Hak Atas Properti Privat
Bank for Reconstruction and
International
Development, the World Bank.
Bilingual
Journal
of
Education
and
Bilingualism, Vol. 12, No. 3, pp. 261-271.
Jurnal: Fish, Chelsea. (2011). Land Acquisition
Habib,
Adam.
(2005).
State-Civil
for Special Economic Zones in
Society
India. Thesis. USA: Temple
Apartheid South Africa. Social
University Graduate Board.
Research, Vol. 72, No. 3, South
Cabannes, Yves et al. (2007). Finding Solutions to Forced Evictions Worldwide: A Priority to Meet
Relations
in
Post-
Africa: The Second Decade (FALL), pp. 671-692. Kendra,
Jagruti.
(1994).
Forced
the MDGs and Implement the
Evictions: An Indian Peoples
Habitat
Geneva,
Tribunal Enquiry into the Brutal
Switzerland: Advisory Group on
Demolitions of Pavement and
Forced Evictions (AGFE).
Slum Dwellers Homes by Justice
Agenda.
Chaudhry, Shivani. (2014). How to
Hosbet
Suresh.
India:
The
Respond to Forced Eviction: A
Committee for the Right to
Handbook
Housing (CRH).
Housing
for and
India.
India:
Land
Rights
Network. COHRE.
Landford, Malcolm & Jena du Plessis. (2004). Dignity in the Rubble?
(2008).
Successes
and
Forced Evictions and Human
Strategies: Responses to Forced
Rights Law. Geneva: Centre on
Evictions.
Housing Rights and Evictions
Sri
Lanka:
Wits
Associates.
(COHRE).
COHRE & ACHR. (2001). Forced
Mgbako, Chi et al. (2010). Forced
Evictions in Bangladesh: We
Eviction and Resettlement in
Didn’t Stand a Chance. Geneva:
Cambodia: Case Studies from
COHRE & ACHR.
Phnom
Penh.
Washington
Cummins, Jim. (2009). Pedagogies of
University Global Studies Law
Choice: Challenging Coercive
Review, Vol. 9, No. 39, pp. 39-
Relations
76.
of
Power
in
Classrooms and Communities.
124
Journal of Governance, Juni 2017
Munch,
P.
(1976).
An
Economic
Analysis of Eminent Domain.
Volume 2, No. 1
Internet: Asian
Human
Rights
Commission.
Journal of Political Economy,
(2006).
Indonesia:
Excessive
Vol 84, No. 3, pp. 473-498.
Force Used by Police in Central
Office of the High Commissioner for
Lombok. Article on Website.
Human Rights. (2011). Forced
Http://www.Ahrchk.net/ua/main
Evictions
file.php/2006/1812.
Assessment
Questionnaire.
Geneva:
pada Minggu, 23 Nopember
OHCHR, United Nations. Otiso,
M.,
Kefa.
Evictions
(2012).
in
Kenyan
Diakses
2014, Jam 21.55 WIB.
Forced
Liputan
Cities.
6
SCTV.
(2013).
Aksi
Demonstrasi dan Pemblokiran
Singapore Journal of Tropical
Jalan
Geography, Vol. 23, No. 3, pp.
oleh Paguyuban Wahana Tri
252-267.
Tunggal.
Romero, Sean. (2007). Mass Forced
Daendels
Kulonprogo
http://www.liputan6.com/2013.
Evictions and the Human Right
sctv.html/. Diakses pada Kamis,
to
11 Desember 2014, Jam 21.30
Adequate
Zimbabwe.
Housing
in
Northwestern
Journal of International Human
WIB. Tempo
Interaktif.
Rights, Vol. 5, Issue 2, pp. 275-
Wariskan
297.
Sultan
Younus, Muhammad. (2013). Pakistan:
(2009).
Belanda
Sengketa
Tanah
dan
Pakualam.
http://www.tempointeraktif.com
Forced Evictions and Socio-
/hg/nusa/2009/05/20/brk.
Economic Costs for Vulnerable
Diakses
Communities:
Desember
Karachi,
An
Pakistan:
Overview. Urban
resource Centre.
pada 2014,
Minggu, Jam
28
22.45
WIB. Wawancara:
Dokumen:
Bapak Arie Yuriwin, Kepala Kantor
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012
Wilayah
(Kanwil)
tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pertanahan
Pembangunan
DIY, pada Senin, 29 Desember
Kepentingan Umum.
Untuk
2014.
Nasional
Badan (BPN)
Hidayat, Otensi Pelanggaran Hak Atas Properti Privat
Bapak R. Karmadi, Koordinator KSD Kulonprogo, pada Sabtu, 27 Desember 2014. Bapak Suradi, Sekretaris Paguyuban WTT, pada Sabtu, 27 Desember 2014.
125