POTENSI ANTIBAKTERI EKSTRAK MIKROALGA LAUT Chaetoceros gracilis TERHADAP BAKTERI Staphylococcus epidermidis SECARA in vitro
ARDHI NOVRIALDI GINTING
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi Antibakteri Ekstrak Mikroalga Laut Chaetoceros gracilis terhadap Bakteri Staphylococcus epidermidis secara in vitro adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2015 Ardhi Novrialdi Ginting NIM F34100037
ABSTRAK ARDHI NOVRIALDI GINTING. Potensi Antibakteri Ekstrak Mikroalga Laut Chaetoceros gracilis terhadap Bakteri Staphylococcus epidermidis secara in vitro. Dibimbing oleh LIESBETINI HADITJAROKO dan IRIANI SETYANINGSIH. Resistensi bakteri terhadap antibiotik menjadi satu kendala dalam pengobatan jerawat. Resistensi antibiotik dapat dicegah melalui penggunaan senyawa antibiotik baru. Mikroalga laut Chaetoceros gracilis dapat dijadikan sebagai sumber antibiotik baru dalam pengobatan jerawat. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan aktivitas antibakteri dari C. gracilis terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis secara in vitro. Aktivitas antibakteri diuji berdasarkan indeks penghambatan dan kebocoran membran sel. Produksi biomassa mikroalga menghasilkan rendemen sebesar 0.12 g.L-1. Rendemen ekstrak mikroalga C. gracilis yang diperoleh sebesar 47,40%. Ekstrak mampu menghambat pertumbuhan S. epidermidis dilihat dari indeks penghambatan yang berkisar antara 0.71-1.58. Nilai konsentrasi hambat minimum (KHM) ekstrak sebesar 0,4 mg.mL-1 serta telah menyebabkan kebocoran membran sel bakteri. Komponen aktif yang terkandung pada ekstrak terdiri atas alkaloid dan steroid. Kata Kunci: resistensi antibiotik, ekstrak C. gracilis, S. epidermidis, indeks penghambatan, KHM
ABSTRACT ARDHI NOVRIALDI GINTING. In vitro Potencial of Antibacterial Marine Microalgae Extract Chaetoceros gracilis toward Staphylococcus epidermidis Bacteria. Supervised by LIESBETINI HADITJAROKO and IRIANI SETYANINGSIH. Resistance of bacteria toward antibiotic has become one problem in acne treatment. Antibiotic resistance can be prevented through using new antibiotic compound. Marine microalgae Chaetoceros gracilis can be used as new antibiotic resources in acne treatment. The aim of this research was to determine in vitro antibacterial activity of C. gracilis toward Staphylococcus epidermidis bacteria. Antibacterial activity was tested by inhibition index and cell membrane leakage. Biomass production of microalgae produced yield was 0.12 g.L-1. Yield of microalgae C. gracilis extract which obtained was 47.40%. Extract capable inhibited the growth of S. epidermidis based on inhibition index which ranged between 0.71-1.58. Minimum inhibitory concentration (MIC) value of extract was 0,4 mg.mL-1 and have caused the cell membrane bacteria leakage. Active compounds contained in extract were alkaloid and steroid. Keywords: antibiotic resistance, C. gracilis extract, S. epidermidis, inhibition index, MIC
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
POTENSI ANTIBAKTERI EKSTRAK MIKROALGA LAUT Chaetoceros gracilis TERHADAP BAKTERI Staphylococcus epidermidis SECARA in vitro
ARDHI NOVRIALDI GINTING
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena limpahan rahmat dan pertolongan-Nya, karya ilmiah dengan judul Potensi Antibakteri Ekstrak Mikroalga Laut Chaetoceros gracilis terhadap Bakteri Staphylococcus epidermidis secara in vitro yang dilaksanakan mulai bulan Mei-November 2014 ini dapat diselesaikan. Dalam penyusunan skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1 Orang tua tercinta Lajor Ginting dan Nismah Perangin-Angin, saudara kembar Ardha Novrialdi Ginting dan adik tercinta Qatrunnada Triani Ginting yang selalu mencurahkan doa dan dukungan kepada penulis. 2 Dr Ir Liesbetini Haditjaroko, MS dan Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS selaku pembimbing atas bimbingan, saran dan diskusi ilmiah dalam penyelesaian skripsi ini. 3 Dr Dwi Setyaningsih, STP, MSi selaku dosen penguji atas segala masukkan yang diberikan kepada penulis. 4 Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti selaku ketua Departemen Teknologi Industri Pertanian. 5 Ibu Drs Lily Panggabean, MSc yang telah membantu dalam pengadaan isolat Chaetoceros gracilis. 6 Pak Agus, Laboran Mikrobiologi Medik FKH, atas bantuannya dalam pengadaan kultur Staphylococcus epidermidis. 7 Teman seperjuangan di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan 2 THP (Mas Tyo dan Kak Ria) dan Laboratorium Bioindustri TIN (Fatimah, Ukib dan Kak Fitri) serta teman TIN 47 lainnya. 8 Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atas bantuan dana penelitian melalui Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Penelitian (PKM-P) tahun 2013. 9 Tanoto Foundation atas bantuan dana penelitian melalui program Tanoto Student Research Award (TSRA) tahun 2014. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga diperlukan kritikan dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak. Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, Februari 2015 Ardhi Novrialdi Ginting
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian METODE Bahan Alat Prosedur Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Biomassa Mikroalga Ekstrak Mikroalga C. gracilis Aktivitas Antibakteri Konsentrasi Hambat Minimum Kebocoran Membran Sel Bakteri Komponen Aktif Ekstrak SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vi vi vi 1 1 2 2 3 3 3 4 4 4 9 9 12 14 15 16 18 19 19 19 19 24 28
DAFTAR TABEL 1 Produksi biomassa C. gracilis 2 Rendemen ekstrak C. gracilis 3 Penghambatan bakteri S. epidermidis 4 Konsentrasi hambat minimum ekstrak C. gracilis 5 Hasil fitokimia ekstrak kasar C. gracilis
11 13 14 15 18
DAFTAR GAMBAR 1 Diagram alir penelitian 2 Kultur 0 hari (a), 2 hari (b) dan 6 hari (c) 3 Pemanenan sel (a), sel terkumpul (b) dan biomassa basah (c) 4 Biomassa kering C. gracilis 5 Ekstrak kasar (a) dan ekstrak terlarut (b) 6 Kebocoran membran sel bakteri S. epidermidis 7 Media Guillard termodifikasi
6 10 10 11 12 17 24
DAFTAR LAMPIRAN 1 Komposisi medium Guillard 2 Komposisi pereaksi uji fitokimia 3 Komposisi media uji antibakteri 4 Pembuatan larutan uji aktivitas antibakteri 5 Ekstraksi ultrasonikasi biomassa C. gracilis 6 Zona hambat ekstrak C. gracilis 7 Penghambatan bakteri S. epidermidis 8 Penampakan uji KHM 9 Pembacaan OD uji KHM 10 Pembacaan OD kebocoran membran sel 11 Uji fitokimia ekstrak C. gracilis
24 25 25 25 26 26 26 27 27 27 27
PENDAHULUAN Latar Belakang Jerawat merupakan salah satu penyakit kulit yang banyak ditemukan di masyarakat. Penyakit ini dapat dikenali dengan adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista. Pendiagnosaan secara klinis penyebab jerawat mudah dilakukan, namun upaya pengobatannya terbilang sulit. Hal ini dikarenakan jerawat merupakan penyakit yang bersifat multifaktorial (Mertaniasih et al. 1996). Salah satu faktor penyebab jerawat adalah infeksi bakteri kulit seperti Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis. Penggunaan antibiotik dan bahan kimia menjadi upaya yang lazim dilakukan untuk mengatasi jerawat pada saat ini (Yang et al. 2009). Antibiotik dan bahan kimia yang digunakan untuk mengobati jerawat adalah sulfur presorsinol, asam salisilat, benzoil peroksida, asam azelat, tetrasiklin, eritromisin dan klindamisin (Kumesan et al. 2013). Penggunaan bahan kimia seperti benzoil peroksida telah menyebabkan efek samping bagi para penggunanya seperti kulit kering, iritasi, kemerahan pada kulit, peradangan dan nyeri. Antiobiotik seperti tetrasiklin, eritromisin dan klindamisin cenderung mengakibatkan peningkatan terjadinya infeksi saluran pernapasan atas (Margolis et al. 2005). Penggunaan antibiotik juga telah mengakibatkan terjadinya peningkatan resistensi bakteri jerawat terhadap antibotik (Swason 2003; Tsai et al. 2010). Peneliti di Korea Selatan telah melakukan isolasi bakteri penyebab jerawat dari 100 orang penderita jerawat. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui tingkat resistensi bakteri terhadap antibiotik. Hasil isolasi menunjukkan sebanyak 25 isolat bakteri S. epidermidis dari 36 pasien mengalami resistensi terhadap antibiotik sebesar 69.4%, sedangkan sebanyak 11 isolat P. acnes dari 30 pasien mengalami resisten sebesar 36.7% (Moon et al. 2012). Hasil isolasi bakteri memperlihatkan tingkat resistensi S. epidermidis terhadap antibiotik lebih tinggi dibandingkan dengan P. acnes. Tingginya resistensi S. epidermidis menunjukkan ketahanan yang tinggi terhadap antibiotik. S. epidermidis juga merupakan bakteri jerawat yang dominan ditemukan pada kulit manusia dibandingkan bakteri P. acnes (Dhillon et al. 2013). Berdasarkan kedua faktor tersebut, bakteri ini dipilih sebagai model dalam mekanisme penghambatan jerawat secara in vitro. Pencegahan resistensi bakteri jerawat dapat dilakukan dengan menggunakan sumber antibakteri alternatif. Mikroalga dapat menjadi salah satu sumber antibakteri alternatif yang potensial untuk dikembangkan. Hal ini dikarenakan mikroalga memiliki laju pertumbuhan yang tinggi, mudah diperbanyak, media pertumbuhannya sederhana dan dapat dipanen lebih dari sekali dalam satu tahun (Kawaroe et al. 2010). Beberapa jenis mikroalga memiliki kemampuan antimikroba, satu diantaranya adalah Chaetoceros spp. Mendiola et al. (2007) menguji aktivitas antibakteri C. muelleri terhadap bakteri Escherichia coli ATCC 11775 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923. Ekstrak C. muelleri yang diekstraksi dengan supercritical fluid extraction (SFE) memiliki kemampuan antibakteri. Ekstrak C. muelleri dengan konsentrasi 12 mg.mL-1 mampu membunuh bakteri patogen E. coli ATCC 11775 dan S. aureus ATCC 25923.
2 Setyaningsih et al. (2009) juga menguji aktivitas antibakteri ekstrak C. gracilis dengan menggunakan dua pelarut berbeda yaitu heksan dan metanol. Aktivitas antibakteri kedua jenis ekstrak memperlihatkan terjadinya penghambatan dan kebocoran membran bakteri seperti E. coli ATCC 11775, S. aureus ATCC 25923, Vibrio harveyi, Listeria monocytogenes ATCC feld stem dan Bacillus cereus ATCC 13901. Kedua penelitian ini membuktikan bahwa C. gracilis dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam pengobatan jerawat secara in vitro. Pengujian antijerawat suatu senyawa aktif dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu uji aktivitas antibakteri, antioksidan dan anti-inflamasi. Pengujian tahap awal antijerawat dilakukan dengan mengukur kemampuan aktivitas antibakteri. Jika kemampuan spektrum antibakteri tinggi, dilanjutkan dengan pengujian antioksidan dan anti-inflamasi. Pengujian antibakteri dilakukan dengan melihat kemampuan penghambatan serta kebocoran membran sel bakteri setelah dipaparkan senyawa antibakteri. Senyawa antibakteri C. gracilis dapat diperoleh melalui ultrasound assisted extraction (UAE). Kombinasi dengan ultrasonikasi ditujukan untuk pemecahan dinding sel C. gracilis yang tersusun atas silika. Penggunaan ekstrak C. gracilis dengan menggunakan ultrasonikasi dalam penghambatan bakteri jerawat S. epidermidis belum pernah dilakukan sebelumnya. Selain itu, belum diketahui secara pasti bagaimana mekanisme kebocoran membran sel S. epidermidis oleh ekstrak C. gracilis. Pengujian penghambatan dan kebocoran membran sel bakteri akan menggambarkan proses kerusakan membran sel bakteri, sehingga akan diperoleh informasi kemampuan antibakteri estrak C. gracilis terhadap bakteri S. epidermidis.
Perumusan Masalah Ekstrak mikroalga C. gracilis mempunyai kemampuan sebagai antibakteri. Pada penelitian ini, dikaji kemampuan ekstrak ini sebagai antibakteri terhadap bakteri S. epidermidis penyebab jerawat. pengujian dilakukan dengan melihat kemampuan penghambatan dan kebocoran membran sel bakteri uji. Penggunaan taraf konsentrasi yang berbeda memiliki pengaruh terhadap aktivitas antibakteri. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang diberikan, semakin tinggi pula kemampuan ekstrak dalam menyebabkan penghambatan dan kebocoran membran sel bakteri. Oleh karena itu, perbedaan taraf konsentrasi ekstrak menjadi faktor pada penelitian ini.
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum Untuk mengetahui potensi ekstrak mikroalga laut C. gracilis sebagai antibakteri dan pengaruhnya terhadap membran sel bakteri penyebab jerawat yaitu S. epidermidis.
3 Tujuan Khusus 1 2
Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu : Mendapatkan informasi mengenai konsentrasi optimum untuk penghambatan dan kebocoran membran sel bakteri S. epidermidis serta Menganalisis konsentrasi hambat minimum dan penapisan komponen aktif ekstrak C. gracilis.
Manfaat Penelitian Dengan diketahuinya kemampuan antibakteri ekstrak C. gracilis dalam menghambat pertumbuhan bakteri S. epidermidis penyebab jerawat, dapat dikembangkan formulasi produk berbahan aktif dari ekstrak mikroalga C. gracilis untuk obat jerawat. Selain itu, dapat pula meningkatkan nilai tambah ekstrak C. gracilis sebagai sediaan baru bagi pasien penyakit jerawat.
Ruang Lingkup Penelitian 1 2 3
4 5 6
Ruang lingkup penelitian meliputi : Produksi biomassa C. gracilis dilakukan untuk memproduksi biomassa kering melalui proses kultivasi. Ekstraksi C. gracilis menggunakan ultrasonikasi untuk memperoleh ekstrak. Uji aktivitas antibakteri dilakukan untuk melihat kemampuan ekstrak C. gracilis dengan beberapa taraf konsentrasi dalam menghambat pertumbuhan S. epidermidis. Uji konsentrasi hambat minimum (KHM) ditujukan untuk mengetahui sifat ekstrak C. gracilis terhadap bakteri S. epidermidis. Pengujian kebocoran membran sel bakteri S. epidermidis dilakukan untuk melihat mekanisme penghambatan antibakteri ekstrak C. gracilis. Analisis komponen aktif ekstrak C. gracilis ditujukan untuk mengetahui komponen aktif yang berperan sebagai antibakteri.
METODE Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-November 2014. Tahapan produksi biomassa mikroalga dilakukan di Laboratorium Bioteknologi 2 Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Proses ekstraksi dilakukan di Laboratorium Biofisik Material, Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan di Laboratorium Bioteknologi 2 Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Proses evaporasi sampel dilakukan di Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor. Uji aktivitas antibakteri dilakukan di Laboratroium Bioindustri; Analisis kebocoran membran sel bakteri dilakukan di Laboratorium Teknologi Kimia dan Laboratorium Instrumentasi; Uji fitokimia
4 dilakukan di Laboratorium Dasar Industri Terapan, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bahan Bahan yang digunakan pada tahap kultivasi mikroalga yaitu air laut, kultur murni C. gracilis yang diperoleh dari kultur koleksi Pusat Penelitian Oseanografi, LIPI Ancol dan media Guillard termodifikasi (Komposisi media terlampir pada Lampiran 1). Pada tahapan ekstraksi, digunakan bahan seperti etanol 96% teknis, alumunium foil dan es batu. Karakterisasi senyawa aktif dilakukan dengan menggunakan beberapa bahan yaitu pereaksi Wagner, Dragenndorft dan Meyer (Komposisi pereaksi terlampir pada Lampiran 2), asam asetat anhidrat, H2SO4 pekat, etanol 70% p.a, kertas saring Whatman 0.42 µm, larutan FeCl3 dan HCl 2 N.Bahan yang dipergunakan pada pengujian antibakteri adalah media pertumbuhan bakteri terdiri dari Mueller Hinton Agar (MHA), Nutrient Agar (NA) dan Nutrient Broth (NB) (Komposisi media terlampir pada Lampiran 3), akuades, larutan NaCl 0.9%, larutan bufer fosfat pH 7, etanol 96% p.a, antibiotik klindamisin, ekstrak C. gracilis serta kultur bakteri uji S. epidermidis yang diperoleh dari kultur koleksi Laboratorium Mikrobiologi Medik, Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
Alat Alat yang digunakan pada tahapan kultivasi mikroalga yaitu labu erlemenyer 1 L, stoples kaca 2 L, akuarium 60 L, selang, lux meter (LX-101A), aerator, spatula, filter keramik 0.5 mikron (Portacel), pompa booster (Deng yuan), freeze dryer (CHRIST Alpha 2-4 LD plus), timer, lampu tube light 20 W (Philips) dan gelas ukur 1 L. Pada tahap ekstraksi, alat yang digunakan yaitu labu erlemenyer 500 mL, magnetic stirrer with heater 79-1 dan Yamato MD-41, Sonikator (Cole Pamer Ultrasonic Processor), stirrer, rotary vaccum evaporator dan corong gelas. Untuk tahapan karakterisasi senyawa aktif, digunakan alat tabung reaksi, penangas air, sudip dan pipet tetes. Untuk pengukuran aktivitas antibakteri, penentuan KHM dan analisis kebocoran membran sel, digunakan kertas cakram 6 mm, autoklaf (Yamato SM 52 Autoclave), inkubator goyang (Opic Ivymen System), inkubator (Binder TZB4M Autonics), clean bench (HITACHI), spektrofotometer (Hatch DR 2000), spektrofotometer UV-Vis (HP 8453), cawan petri, tabung reaksi, jarum Ose, mikropipet (Thermo Scientific dan Scipette Micro), gelas ukur, gelas kimia, vortex (Thermolyne Maxi Mix II), labu erlemenyer dan sentrifus (Hermle Z 513 K).
Prosedur Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu produksi biomassa mikroalga terdiri dari penyegaran isolat; kultivasi; pemanenan serta pengeringan biomassa mikroalga, ekstraksi mikroalga, uji aktivitas antibakteri, konsentrasi
5 hambat minimum, kebocoran membran sel bakteri dan komponen aktif ekstrak C. gracilis. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Produksi Biomassa Mikroalga (Modifikasi Lailati 2007) Isolat murni C. gracilis dilakukan penyegaran selama 6 hari pada media Guillard dengan menggunakan stoples kaca 2 L. Kondisi lingkungan proses penyegaran isolat terdiri dari pencahayaan 12 jam, iluminasi 2500 lux, suhu 30 oC dan pemberian aerasi terus menerus. Penyegaran bertujuan untuk menyesuaikan isolat dengan kondisi lingkungan baru serta menyiapkan inokulum untuk kultivasi. Inokulum yang digunakan untuk kultivasi adalah sebanyak 20% (v/v) dari total volume kultivasi yaitu 50 L. Kultivasi dilakukan pada akuarium volume 60 L dengan menggunakan media dan kondisi lingkungan yang sama dengan proses penyegaran. Kultivasi mikroalga C. gracilis dilakukan selama 12 hari. Pemanenan sel mikroalga C. gracilis dilakukan pada hari ke-12 dengan cara filtrasi membran bertekanan. Filtrasi dilakukan menggunakan pompa booster dan filter keramik berpori 0.5 µm. Sel mikroalga yang tertampung pada filter keramik, dipanen dengan spatula untuk mendapatkan biomassa basah. Kemudian biomassa basah ditimbang dan dibekukan selama satu hari pada wadah pengering. Pengeringan dilakukan melalui pengeringan beku pada suhu -82 oC dan tekanan 0.001 bar. Biomassa kering hasil proses pengeringan beku, ditimbang dan dihitung nilai rendemennya. Ekstraksi Ultrasound Assisted Extraction (Modifikasi Lailati 2007) Sebanyak 0.5 g biomassa kering mikroalga C. gracilis disuspensikan dengan etanol 96% pada volume 50 mL yang bertujuan untuk mempermudah proses ultrasonikasi. Ultrasonikasi dilakukan bertujuan untuk memecah dinding sel mikroalga C. gracilis yang tersusun atas silika. Setelah disuspensikan, dilanjutkan dengan pemecahan dinding sel (disruption cell) pada frekuensi suara 20 KHz dan amplitudo 100% selama 15 menit secara kontinyu. Setelah utrasonikasi selesai, dilanjutkan dengan pengadukan menggunakan magnetic stirrer selama 24 jam pada suhu ruang 30 oC. Ekstrak kemudian disaring menggunakan kertas saring Whatman 0.42 µm dan dihasilkan filtrat pertama. Residu hasil penyaringan pertama, kemudian ditambah etanol dilakukan pengadukan dengan perlakuan yang sama dengan sebelumnya sampai dihasilkan filtrat kedua dan ketiga. Hal ini ditujukan untuk mengekstrak seluruh komponen yang masih tersisa pada residu hasil penyaringan pertama. Ketiga filtrat kemudian dijadikan satu dan dipekatkan menggunakan rotary vaccum evaporator pada suhu 40 oC selama 2 jam. Proses ekstraksi dilakukan sebanyak 2 kali ulangan. Ekstrak yang diperoleh, ditimbang dan disebut dengan ekstrak kasar (crude extracts). Persentase rendemen ekstrak mikroalga C. gracilis dapat dihitung dengan rumus :
Rendemen =
6
Gambar 1 Diagram alir penelitian
7 Uji Aktivitas Antibakteri Metode penelitian yang digunakan adalah uji aktivitas antibakteri dengan Metode Difusi Cakram. Parameter uji yang diamati adalah indeks penghambatan perlakuan ekstrak mikroalga C. gracilis. Langkah yang dilakukan meliputi penyegaran dan penyiapan bakteri uji yang akan digunakan untuk pengujian aktivitas antibakteri. a. Penyegaran Bakteri Uji Bakteri uji yang dipergunakan pada penelitian ini adalah S. epidermidis. Media penyegaran bakteri uji yang digunakan yaitu Nutrient Agar (NA). Media dilarutkan dengan menggunakan akuades dan dipanaskan hingga larut sempurna. Media yang telah larut dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 4 mL dan disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121 oC, tekanan 1 atm selama 15 menit. Tabung kemudian dimiringkan dan didiamkan hingga memadat pada suhu 37 oC selama 24 jam. Setelah memadat, sebanyak 1 Ose kultur murni bakteri uji digores pada agar miring. Kemudian dilanjutkan dengan inkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. Setelah inkubasi 24 jam, diperoleh bakteri uji segar yang siap digunakan. b. Penyiapan Bakteri Uji (Setyaningsih 2010) Setelah proses penyegaran selesai, dilanjutkan dengan proses penyiapan bakteri uji. Sebanyak 1 Ose biakan bakteri S. epidermidis hasil penyegaran, diinokulasikan ke 5 mL media Nutrient Broth (NB) steril ke dalam tabung reaksi berulir. Lalu, diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. Kultur bakteri uji diukur kekeruhannya secara turbidimetri dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 600 nm dengan nilai Optical Density (OD) yaitu 0.5 – 0.8. c. Aktivitas Antibakteri C. gracilis (Modifikasi Setyaningsih et al. 2009) Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan menggunakan Metode Cakram. Kertas cakram disterilkan menggunakan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121 oC. Kertas cakram yang steril ditetesi ekstrak C. gracilis dengan konsentrasi yaitu 0.5, 1 dan 2 mg.mL-1 sebanyak 20 µL. Kontrol positif yang digunakan adalah Klindamisin dengan konsentrasi 300 µg sebanyak 20 µL dan kontrol negatif yaitu etanol 96% sebanyak 20 µL (Pembuatan larutan uji terlampir pada Lampiran 4). S. epidermidis yang telah memenuhi nilai OD, kemudian dimasukkan ke dalam media Mueller Hinton Agar (MHA) sebanyak 20 µL. Media MHA yang mengandung bakteri uji dihomogenisasi menggunakan vortex, kemudian dituang pada cawan petri steril secara aseptis. Media yang telah padat dilanjutkan dengan meletakkan kertas cakram berdiameter 6 mm yang mengandung ekstrak uji beserta dengan kontrol negatif dan kontrol positif di atas media. Sebelum diinkubasi, cawan petri disimpan dalam lemari es selama 2 jam untuk proses difusi ekstrak. Kemudian cawan petri diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37 oC selama 24 jam. Aktivitas antibakteri diukur dengan melihat zona bening yang terbentuk di sekeliling kertas cakram dengan menggunakan penggaris. Hasil pengujian dinyatakan positif jika terbentuk zona bening dan dinyatakan negatif jika tidak terbentuk zona bening. Kemampuan antibakteri dinyatakan dalam indeks penghambatan, dengan persamaan sebagai berikut.
8
Keterangan : d = diameter Uji Konsentrasi Hambat Minimum (Modifikasi Mazzola et al. 2009) Metode pengujian konsentrasi hambat minimum (KHM) dilakukan dengan menggunakan Metode Dilusi Cair. Medium cair yang digunakan adalah Nutrient Broth (NB) sebanyak 5 mL. Larutan ekstrak yang digunakan terdiri dari beberapa varian konsentrasi yaitu 0.1, 0.2, 0.3, 0.4 dan 0.5 mg.mL-1, kemudian ditambahkan suspensi bakteri uji sebanyak 5 µL. Kontrol positif berisikan media dan suspensi bakteri uji. Inkubasi dilakukan pada suhu 37 oC selama 24 jam. Pengukuran nilai OD menjadi indikator penentu nilai konsentrasi hambat minimum. Nilai OD diukur dengan panjang gelombang 600 nm pada jam ke-18 dan 24. Nilai KHM ditentukan berdasarkan nilai OD terendah dari semua perlakuan satu taraf di bawah konsentrasi ekstrak tertinggi. Analisis Kebocoran Membran Sel (Chia et al. 2000) Suspensi bakteri uji berumur 24 jam sebanyak 10 mL disentrifus dengan kecepatan 3500 rpm selama 20 menit, sehingga diperoleh endapan sel bakteri. Endapan sel bakteri tersebut kemudian dicuci dengan larutan bufer fosfat pH 7 dan diulang pencuciannya sebanyak 2 kali. Endapan sel tersebut kemudian disuspensikan kembali dalam 8 mL larutan bufer fosfat pH 7, lalu dikontakkan dengan ekstrak C. gracilis dengan perlakuan kontrol, 1 dan 2 KHM (v/v). Kemudian, suspensi sel diinkubasikan kembali dalam inkubator bergoyang (150 rpm) selama 24 jam. Setelah inkubasi, suspensi bakteri disentrifus dengan kecepatan 3500 rpm selama 20 menit sehingga diperoleh supernatan dan pelet. Supernatan dan pelet dipisahkan dengan menggunakan kertas saring Whatmann 0.42 µm. Supernatan kemudian diuji nilai kebocoran membran sel dengan pembacaan absorbansi dengan spektrofotometer UV-Vis pada λ260 nm dan λ280 nm. Nilai λ260 nm megukur kebocoran protein, sedangkan λ280 nm mengukur kebocoran material genetik. Analisis Komponen Aktif Analisis komponen aktif secara kualitatif dilakukan melalui uji fitokimia yang mengacu pada Harborne (1987) yang terdiri dari uji alkaloid, flavonoid, fenol hidrokuinon, steroid, tanin dan saponin. Rincian pengujiannya sebagai berikut: a. Analisis Alkaloid. Asam sulfat pekat ditambahkan ke dalam 0.05 g ekstrak kemudian diujikan dengan beberapa pereaksi seperti pereaksi Mayer, Wagner dan Dragendorff. Uji alkaloid dinyatakan positif jika terbentuk endapan putih untuk pereaksi Mayer, endapan jingga untuk pereaksi Dragendorff dan endapan cokelat untuk pereaksi Wagner. b. Analisis Flavonoid. Ekstrak sebanyak 0.05 g ditambahkan serbuk magnesium sebanyak 0.10 mg dan 0.40 mL amil alkohol dan 4 mL alkohol kemudian campuran dikocok.
9 Warna merah, kuning atau jingga yang terbentuk pada lapisan amil alkohol menunjukkan hasil positif. c. Analisis Fenol Hidrokuinon. Ekstrak sebanyak 1 g ditambahkan ke dalam 20 mL etanol 70%. Larutan yang dihasillkan diambil sebanyak 1 mL kemudian ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3 5%. Hasil dinyatakan positif bila terbentuk warna hijau biru. d. Analisis Steroid. Ekstrak sebanyak 1 g dilarutkan pada 2 mL kloroform, lalu sebanyak 10 tetes asam asetat anhidrida dan 3 tetes asam sulfat pekat ditambahkan ke larutan ekstrak kemudian dikocok secara perlahan dan dibiarkan selama beberapa menit. Uji steroid dinyatakan positif jika terbentuk warna hijau. e. Analisis Tanin. Ekstrak sebanyak 0.1 g ditambahkan air panas dan dididihkan selama 5 menit lalu disaring. Beberapa mL larutan FeCl3 1% kemudian ditambahkan ke filtrat. Hasil uji dinyatakan postif jika terbentuk warna biru tua atau hijau kehitaman. f. Analisis Saponin. Ekstrak sebanyak 0.5 mL dilarutkan dalam 5 mL air suling. Larutan kemudian dikocok beberapa saat dan jika terbentuk busa yang konstan, hasil menunjukkan positif mengandung saponin.
HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Biomassa Mikroalga Pertumbuhan mikroalga umumnya terdiri dari fase lag, fase logaritmik, fase stasioner dan fase kematian. Pada penelitian Lailati (2007), kultivasi C. gracilis dengan pencahayaan 12 jam, iluminasi 2500 lux dan suhu 30 oC memiliki fase logaritmik pada hari ke-0 sampai hari ke-10, fase stasioner berlangsung dari hari ke-10 sampai hari ke-41, fase menuju kematian berlangsung dari hari ke-41 sampai hari ke-48 dan fase kematian berada pada umur kultur ke-54. Pertumbuhan mikroalga ditandai dengan adanya peningkatan jumlah sel dan perubahan warna kultur. Pada penelitian ini, indikator pertumbuhan yang digunakan adalah adanya perubahan warna kultur. Kultur pada tahapan awal penyegaran berwarna kuning bening. Pada hari kedua penyegaran, warna kultur mengalami perubahan dari putih bening menjadi kuning keemasan dan berubah menjadi kuning pekat pada hari keenam penyegaran. Terjadinya perubahan warna kultur dari putih bening menjadi kuning pekat dapat menjadi indikasi pertumbuhan dikarenakan banyaknya sel mikroalga yang terus melakukan pembelahan. Peningkatan sel mikroalga dapat disebabkan oleh adanya pemberian aerasi terus menerus. Selain meningkatkan jumlah sel, pemberian aerasi juga bertujuan untuk menghindari terjadinya sedimentasi mikroalga, perataan cahaya dan nutrien dan pencegahan stratifikasi suhu (Setyaningsih et al. 2012). Perubahan warna kultur selama proses penyegaran dapat dilihat pada Gambar 2.
10
(a) (b) (c) Gambar 2 Kultur 0 hari (a), 2 hari (b) dan 6 hari (c) Pemanenan C. gracilis dilakukan saat kultivasi memasuki puncak populasi pertumbuhan. Puncak populasi dapat ditentukan berdasarkan warna kultur dan kurva pertumbuhan. Pada penelitian ini, pemanenan didasarkan pada kurva pertumbuhan dan dilakukan pada hari ke-12. Lailati (2007) melaporkan bahwa kultivasi C. gracilis pada suhu 30 oC, iluminasi 2500 lux dan intensitas pencahayaan 12 jam memasuki fase stasioner pada hari ke-12 kultivasi. Fase stasioner dipilih sebagai fase pemanenan dikarenakan produksi senyawa antibakteri mikroalga umumnya diproduksi pada fase ini dan merupakan fase terbaik untuk produksi senyawa aktif (Utomo et al. 2005). Pemanenan sel dilakukan dengan filtrasi membran bertekanan. Pemilihan metode filtrasi untuk pemanenan sel dikarenakan lebih efisien dalam waktu dan jumlah biomassa yang dapat dipanen. Pemanenan menggunakan sentrifus akan memerlukan waktu yang cukup lama dikarenakan kapasitas penggunaan sentrifus maksimum 2 liter sekali proses. Kecilnya kapasitas pemanenan disebabkan oleh perbedaan densitas sel dengan cairan media pertumbuhannya yang kecil. Namun tidak semua mikroalga dapat dipanen dengan menggunakan filtrasi. Ukuran mikroalga menjadi faktor utama penggunaan metode ini. Filtrasi dibantu dengan filter keramik berpori ukuran 0.5 µm. Ukuran mikroalga C. gracilis umumnya berkisar antara 0.5-20 µm (Suantika et al. 2009), sehingga filter keramik dapat digunakan untuk memanen sel. Di samping itu, dinding sel C. gracilis yang tersusun atas silika mempermudah proses pemanenan. Silika mengakibatkan sel mudah tertempel pada filter keramik. Biomassa basah yang diperoleh memiliki warna cokelat pekat dan lengket. Warna cokelat pada biomassa berasal dari pigmen karotenoid serta sifat lengket berasal dari silika (Isnansetyo dan Kurniastuty 1995). Proses pemanenan dan biomassa basah C. gracilis tersaji pada Gambar 3.
(a) (b) (c) Gambar 3 Pemanenan sel (a), sel terkumpul (b) dan biomassa basah (c) Pengeringan biomassa dapat dilakukan dengan menggunakan pengeringan panas atau pengeringan beku. Pengeringan panas umumnya menggunakan suhu
11 tinggi untuk mengeringkan bahan. Pengeringan dengan suhu tinggi dapat menyebabkan komponen aktif rusak. Yuan et al. (2011) memperlihatkan bahwa tanaman Scutellaria baicalensis Georgi yang dikeringkan dengan suhu pengeringan 40 oC mengalami penurunan kandungan flavonoid baicalin sebesar 43% dibandingkan dengan suhu 25 oC. Sementara itu, pengeringan beku merupakan metode pengeringan yang menerapkan suhu rendah dan tekanan terkontrol, sehingga tidak merusak komponen aktif. Pada penelitian ini, pengeringan beku dipilih untuk proses pengeringan biomassa mikroalga C. gracilis untuk menjaga komponen aktif seperti sterol, terpen dan asam lemak tidak jenuh agar tidak mengalami kerusakan (Selvendran dan Babu 2012; Mendiola et al. 2007). Biomassa kering yang diperoleh berwarna hijau kecoklatan dikarenakan adanya senyawa klorofil dan karoten. Biomassa kering mikroalga C. gracilis tersaji pada Gambar 4.
Gambar 4 Biomassa kering C. gracilis Parameter pertumbuhan mikroalga dapat diukur melalui kepadatan sel dan rendemen (yield) biomassa yang diperoleh. Rendemen biomassa diartikan sebagai bobot biomassa kering per satuan volume atau per satuan luasan atau per satuan bobot (Becker 1994). Pada penelitian ini, kultivasi dilakukan sebanyak 2 kali ulangan. Ulangan 1 dan 2 kemudian dirata-ratakan dan dihitung nilai dan rendemen biomassa yang diperoleh. Besarnya nilai rendemen biomassa pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Produksi biomassa C. gracilis Bobot biomassa Bobot biomassa Rendemen Ulangan basah kering biomassa (X) (g) (g) (g/L) X1
63.53
7.43
0.15
X2 Rataan
55.94
4.49
0.09
59.73
5.96
0.12
Nilai rendemen pada penelitian ini tergolong rendah. Rendahnya nilai rendemen dapat dikarenakan oleh tidak dilakukannya penambahan CO2 saat kultivasi selain dari aerasi. Gas CO2 merupakan salah satu faktor lingkungan yang berperan penting pada pertumbuhan mikroalga. Gas ini diperlukan untuk membantu proses fotosintesis (Taw 1990). Kadar CO2 yang tinggi akan memacu proses fotosintesis semakin tinggi. Gas CO2 tidak dapat disuplai secara langsung dari udara bebas dikarenakan konsentrasinya hanya sebesar 0.03%, sehingga diperlukan penambahan gas CO2 dari luar. Penambahan gas CO2 dapat dilakukan dengan proses aerasi dan injeksi langsung. Injeksi langsung gas CO2 mampu
12 meningkatkan kelimpahan sel mikroalga Nannochloropsis sp. lebih besar dibandingkan dengan hanya menggunakan aerasi biasa (Kawaroe et al. 2010). Faktor lain yang berpengaruh terhadap produksi biomassa mikroalga adalah pencahayaan. Pencahayaan pada mikroalga juga berperan penting pada proses fotosintesis. Pencahayaan 12 jam akan menghasilkan nilai rendemen yang lebih rendah dibandingkan dengan pencahayaan 24 jam. Cahaya merupakan salah satu komponen yang dipergunakan dalam proses fotosintesis. Cahaya akan memecah molekul air menjadi hidrogen dan oksigen (Dwijoseputro 1980). Selain itu, molekul lain yang diperlukan dalam proses fotosintesis adalah CO2. Pengurangan jumlah CO2 akan meningkat dua kali lipat pada fase gelap dibandingkan fase terang. Pencahayaan 24 jam akan membutuhkan CO2 yang lebih banyak dibandingkan dengan pencahayaan 12 jam. Semakin banyaknya CO2 yang digunakan saat fotosintesis akan mengakibatkan proses metabolisme meningkat dari keadaan normal. Peningkatan metabolisme akan menstimulasi terjadinya pembelahan sel secara terus menerus. Sel yang terus mengalami pembelahan akan menghasilkan jumlah kepadatan sel yang tinggi dan berdampak pada produksi biomassa mikroalga (Purnamasari 2010).
Ekstrak Mikroalga C. gracilis Hasil ekstrak kasar etanol C. gracilis yang diperoleh berwarna cokelat kehijauan, lengket dan penampakannya berupa pasta. Berbeda dengan ekstrak kasar, ekstrak terlarut berwarna kuning keemasan. Warna cokelat kehijauan pada ekstrak kasar diduga berasal dari pigmen klorofil dan karotenoid, sedangkan warna kuning keemasan pada ekstrak terlarut diduga berasal dari pigmen fukosantin. Hasil ekstrak kasar dan ekstrak terlarut mikroalga C. gracilis tersaji pada Gambar 5.
(a) (b) Gambar 5 Ekstrak kasar (a) dan ekstrak terlarut (b) Proses ekstraksi dilakukan dengan pelarut etanol. Etanol dikategorikan sebagai pelarut yang baik (Guvendiren et al. 2010). Pelarut jenis alkohol dapat mengekstraksi hampir semua komponen aktif. Oleh karena itu, alkohol sangat disarankan digunakan sebagai pelarut pada ekstraksi pendahuluan. Efisiensi dan efektivitas proses ekstraksi menggunakan pelarut dapat dilihat dari nilai rendemen yang dihasilkan. Nilai rendemen proses ekstraski biomassa C. gracilis tersaji pada Tabel 2.
13 Tabel 2 Rendemen ekstrak C. gracilis
(X) X1
Bobot biomassa kering (g) 5.00
Bobot ekstrak kasar (g) 2.26
Rendemen ekstraksi (%) 45.20
X2 Rataan
5.00 5.00
2.48 2.37
49.60 47.40
Ulangan
Rendemen ekstrak C. gracilis diperoleh sebesar 47.40%. Rendemen hasil penelitian ini dikategorikan sebagai rendemen yang cukup tinggi. Tingginya nilai rendemen ini dapat disebabkan oleh adanya proses pemecahan dinding sel C. gracilis dengan ultrasonikasi sebelum dilakukan ekstraksi. Ultrasonikasi merupakan metode ekstraksi menggunakan alat sonikator yang mampu menghasilkan bunyi dengan frekuensi yang tinggi. Frekuensi yang dikeluarkan berkisar antara 20 kHz - 50 kHz. Prinsip utama alat ini didasarkan pada fenomena kavitasi, efek mekanis dan termal yang dapat mengakibatkan terganggunya dinding sel, sehingga terjadinya intensifikasi perpindahan massa dan interaksi antara pelarut dan bahan (Shirsath et al. 2012; Azmir et al. 2013). Selain itu, frekuensi dan getaran tinggi yang ditransfer ke dalam sampel akan menimbulkan daerah bertekanan tinggi. Tekanan tinggi menyebabkan terganggunya dinding sel, sehingga terjadi pengembangan dan hidrasi pori-pori yang akan meningkatkan proses difusi dan perpindahan massa (Vinatoru 2001). Tidak hanya itu, daya ultrasonikasi utamanya berfokus pada kerusakan lapisan kutikula diikuti dengan perforasi ke dinding sel bahan yang menyebabkan kerusakan (Aspe dan Fernandez 2011). Hal inilah yang mengakibatkan rendemen ekstrak yang diperoleh menjadi maksimal. Pemecahan dinding sel dengan ultrasonikasi terbukti menghasilkan nilai rendemen yang lebih tinggi. Hal ini didukung oleh penelitian Sanchez et al. (2009). Hasil pengukuran nilai karotenoid dan klorofil mikroalga Dunaliella salina yang diekstraksi dengan ultrasonikasi dan SFE menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Nilai kandungan karotenoid dan klorofil yang diperoleh dengan ultrasonikasi lebih tinggi dibandingkan menggunakan SFE. Hal ini dikarenakan pada SFE tidak dilakukan pemecahan dinding sel serta sulitnya proses difusi untuk sampel uji berupa padatan (Sanchez et al. 2009; Pawliszyn 1993). Tingginya rendemen tidak hanya disebabkan adanya proses ultrasonikasi, tetapi pengadukan (agitasi) dengan magnetic stirrer selama 24 jam juga memberikan efek. Pengadukan meningkatkan terjadinya kerusakan dinding sel mikroalga. Kerusakan dinding sel dapat terjadi akibat adanya pemecahan dinding sel pada tahapan sebelumnya. Pengadukan juga bertujuan untuk meningkatkan efek mekanis yang akan meningkatkan perpindahan massa dan interaksi antara pelarut dan bahan. Hal ini mengakibatkan komponen yang masih terdapat pada sel dipaksa keluar. Sel yang telah keluar akan melakukan proses pengikatan dengan pelarut. Pengikatan antara pelarut dan komponen sel akan semakin kuat akibat adanya tumbukan antar partikel yang disebabkan oleh pengadukan (Setyaningsih 2010; Azmir et al. 2013).
14 Aktivitas Antibakteri Senyawa antibakteri dapat diartikan sebagai suatu senyawa yang dapat menghambat atau membunuh bakteri. Kemampuan senyawa antibakteri yang dapat menghambat namun tidak dapat membunuh bakteri disebut dengan bakteriostatik, sedangkan senyawa antibakteri yang dapat membunuh bakteri dinamakan bakterisidal (Madigan et al. 2012). Pada penelitian ini, bakteri uji yang digunakan adalah S. epidermidis dengan OD 0.78. Penghambatan bakteri S. epidermidis dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Penghambatan bakteri S. epidermidis Diameter Hona Hambat (mm) 0.00 26.50
Indeks Penghambatan 0.00 4.42
Ekstrak 0.5 mg/mL
4.25
0.71
Ekstrak 1 mg/mL
6.50
1.08
Ekstrak 2 mg/mL
9.50
1.58
Perlakuan Etanol 96% (20 µl) Klindamisin (300 µg)
Ekstrak C. gracilis mampu melakukan penghambatan terhadap bakteri S. epidermidis (Tabel 3). Aktivitas penghambatan ditunjukkan dengan adanya zona hambat (Lampiran 7) melalui pengujian dengan Metode Difusi Cakram. Besaran diameter hambat diklasifikasikan oleh Pan et al. (2009), yakni aktivitas antibakteri rendah jika diameter zona hambat 0-3 mm, aktivitas antibakteri sedang bila diameter zona hambat lebih dari 3-6 mm dan aktivitas antibakteri yang kuat ditandai dengan diameter zona hambat lebih dari 6 mm. Pada penelitian ini, konsentrasi ekstrak yang digunakan bervariasi mulai dari 0.5-2 mg.mL-1. Konsentrasi ekstrak 0.5 mg.mL-1 dikategorikan memiliki kemampuan antibakteri yang sedang, sedangkan konsentrasi 1 dan 2 mg.mL-1 dikategorikan sebagai ekstrak dengan kemampuan aktivitas antibakteri kuat. Namun kemampuan penghambatan ekstrak C. gracilis terhadap pertumbuhan S. epidermidis masih lebih rendah jika dibandingkan dengan ekstrak daun Aquilaria crassana. Diameter zona hambat ekstrak daun A. crassana pada konsentrasi 2 mg.mL-1 adalah sebesar 12 mm dan jauh lebih tinggi dibandingkan penghambatan ekstrak C. gracilis sebesar 9.5 mm (Kamonwannasit et al. 2013). Selain itu, kemampuan penghambatan ekstrak C. gracilis jika dibandingkan dengan kontrol positif (klindamisin) masih dikategorikan lemah. Hal ini terlihat dari perbandingan diameter dan indeks penghambatan yang dihasilkan klindamisin lebih besar dibandingkan dengan ekstrak C. gracilis. Besarnya kemampuan penghambatan klindamisin dapat dikarenakan oleh sifat kemurnian dari klindamisin. Klindamisin merupakan senyawa antibiotik golongan linkosamid yang diperoleh dari bakteri Streptomyces lincolnensis melalui proses purifikasi. Oleh karena itu, tingkat kemurniannya lebih tinggi bila dibandingkan dengan ekstrak C. gracilis yang berupa ekstrak kasar dan belum dilakukan pemurnian. Pelarut etanol tidak menunjukkan adanya diameter zona hambat yang terbentuk. Ini menunjukkan bahwa etanol tidak mampu menghambat pertumbuhan bakteri S. epidermidis.
15 Kemampuan penghambatan bakteri dapat terjadi oleh beberapa hal seperti terjadinya kerusakan dinding sel bakteri, perubahan permeabilitas membran sitoplasma, perubahan molekul protein dan asam nukleat, penghambatan kerja enzim dan penghambatan sintesis asam nukleat dan protein (Pelczar dan Chan 2005). Penghambatan bakteri S. epidermidis pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan ekstrak C. gracilis dan antibitiotik klindamisin sebagai pembanding. Penghambatan antibiotik klindamisin terjadi dengan menghambat sintesis protein dan bertindak spesifik pada subunit ribosom 50S bakteri (Spizek dan Rezanka 2004). Penyerangan klindamisin pada unit ini mengakibatkan proses inisiasi pembentukan rantai protein menjadi terganggu dan melakukan stimulasi terhadap perusakan peptida l-tRNA dari ribosom. Klindamisin dalam menghambat sintesis protein hanya bersifat bakteriostatik namun dapat bersifat bakterisidal ketika konsentrasinya tinggi. Mekanisme dan tipe penghambatan ekstrak C. gracilis hanya ditentukan berdasarkan pengujian konsentrasi hambat minimum dan kebocoran membran sel.
Konsentrasi Hambat Minimum Konsentrasi hambat minimum diartikan sebagai konsentrasi terendah senyawa obat yang mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme setelah dilakukan kontak selama 24 jam (Andrews 2001). Pengujian konsentrasi hambat minimum dilakukan dengan Metode Dilusi Cair. Indikator keberhasilan pengujian ini ditandai dengan tidak adanya pertumbuhan bakteri yang dapat dideteksi dengan pembacaan nilai OD pada panjang gelombang 600 nm. Penentuan konsentrasi hambat minimum dan tipe penghambatan dilakukan melalui pembacaan nilai OD pada jam ke-18 dan ke-24. Pembacaan OD jam ke-18 didasarkan pada waktu pembelahan optimum sel bakteri S. epidermidis (Appak 2006). Sementara itu, pembacaan OD jam ke-24 didasarkan pada waktu maksimal difusi senyawa aktif dalam proses penghambatan pertumbuhan bakteri (Andrews 2001). Tabel 4 Konsentrasi hambat minimum ekstrak C. gracilis Perlakuan Kontrol positif
OD 18 Jam 0.363
OD 24 Jam 0.558
0.1 mg/mL
0.029
0.042
0.2 mg/mL
0.029
0.040
mg
/mL
0.027
0.040
0.4 mg/mL
0.019
0.030
0.5 mg/mL
0.012
0.030
0.3
Nilai OD menurun dengan adanya peningkatan konsentrasi (Tabel 4). Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa peningkatan konsentrasi antibiotik akan menurunkan kemampuan tumbuh bakteri. Adanya penghambatan ekstrak C. gracilis ditandai melalui perbandingan nilai OD kontrol dan perlakuan.
16 Pada jam ke-18, nilai OD kontrol lebih besar dibandingkan dengan nilai OD perlakuan. Hal ini memperlihatkan adanya penghambatan pertumbuhan bakteri setelah dikontakkan selama 18 jam. Nilai OD pada jam ke-18 menjadi penentu awal sifat penghambatan ekstrak C. gracilis. Pada pengamatan jam ke-24, nilai OD mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Nilai OD bakteri hampir dua kali nilai OD jam ke-18. Tingginya nilai OD pada jam ke-24 menunjukkan efektivitas ekstrak C. gracilis dalam menghambat pertumbuhan bakteri mulai menurun. Namun penghambatan oleh ekstrak C. gracilis masih terjadi jika melihat nilai OD kontrol yang lebih besar dibandingkan dengan nilai OD perlakuan. Nilai OD yang meningkat juga memperlihatkan bahwa ekstrak tidak mampu membunuh bakteri S. epidermidis melainkan hanya mampu melakukan penghambatan pertumbuhan, sehingga ekstrak C. gracilis bersifat sebagai bakteriostatik. Bakteriostatik merupakan kemampuan senyawa antibiotik yang hanya melakukan penghambatan pertumbuhan namun tidak dapat membunuh mikroba. Antibiotik yang bersifat bakteriostatik hanya melakukan penghambatan dan perusakan komponen membran sel bakteri namun tidak sampai membunuh dan menghancurkannya. Berdasarkan nilai OD jam ke-24, konsentrasi 0.5 mg.mL-1 menghasilkan nilai OD yang sama dengan konsentrasi 0.4 mg.mL-1. Oleh karena itu, konsentrasi hambat minimum ekstrak C. gracilis berada pada konsentrasi 0.4 mg.mL-1 dikarenakan nilai konsentrasi hambat minimum ditentukan berdasarkan konsentrasi terendah yang mampu melakukan penghambatan (Maisak 2011). Holetz et al. (2002) mengatakan bahwa ekstrak yang memiliki nilai KHM kurang dari 0.1 mg.mL-1 memiliki kemampuan aktivitas antimikroba yang kuat. Nilai KHM ekstrak yang berada pada rentang 0.1-0.5 mg.mL-1 memiliki kemampuan aktivitas antimikroba sedang, nilai KHM 0.5-1 mg.mL-1 memiliki aktivitas antimikroba yang lemah sedangkan nilai KHM lebih dari 1 mg.mL-1 bersifat tidak mampu menghambat. Berdasarkan klasifikasi ini, konsentrasi hambat minimum ekstrak C. gracilis yang digunakan memiliki kemampuan antimikroba yang sedang. Namun nilai konsentrasi hambat minimum umumnya bersifat tidak stabil pada setiap senyawa antimikroba yang diberikan. Keberhasilan pengujian ini dipengaruhi beberapa faktor seperti mikroorganisme uji, ukuran inokulum, komposisi media kultur, waktu inkubasi dan kondisi inkubasi yang meliputi suhu, aerasi dan pH (Madigan et al. 2012).
Kebocoran Membran Sel Bakteri Kebocoran membran sel merupakan uji yang ditujukan untuk melihat kerusakan atau gangguan pada permeabilitas membran sel bakteri. Analisis kerusakan membran sel dilakukan melalui pengukuran nilai kekeruhan suspensi sel bakteri yang telah dikontakkan oleh ekstrak uji. Material genetik bakteri yang terlepas akibat terpapar ekstrak berbeda-beda bergantung pada nilai absorbansi yang digunakan. Nilai kebocoran membran sel dapat dianalisis melalui pembacaan nilai absorbansi pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. Park et al. (2003) menyatakan bahwa senyawa purin, pirimidin dan ribonukleotida yang termasuk ke dalam material genetik mampu menyerap maksimal sinar UV pada panjang gelombang 260 nm, sedangkan protein dengan cincin aromatic seperti
17 asam amino dan triptofan juga diketahui menyerap sinar UV pada panjang gelombang 280 nm. Adanya kebocoran membran sel bakteri ditandai melalui perbandingan antara nilai absorbansi kontrol dan perlakuan. Nilai absorbansi kontrol yang diperoleh lebih rendah dibandiingkan dengan perlakuan (Gambar 6). Tingginya nilai absorbansi perlakuan memperlihatkan telah terjadi kerusakan membran sel bakteri setelah dikontakkan dengan ekstrak. Perbedaan taraf konsentrasi ekstrak juga menunjukkan adanya perbedaan tingkat kerusakan membran sel. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak, nilai absorbansi yang dihasilkan semakin tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kerusakan membran sel bakteri semakin tinggi. Hasil pengukuran nilai absorbansi juga menunjukkan adanya perbedaan nilai absorbansi antara panjang gelombang 260 nm dan 280 nm (Gambar 6). Nilai absorbansi pada panjang gelombang 260 nm lebih tinggi dibandingkan dengan 280 nm. Tingginya nilai absorbansi pada panjang gelombang 260 nm menunjukkan bahwa material genetik lebih dominan terlepas dari membran sel bakteri S. epidermidis dibandingkan dengan protein. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Setyaningsih (2010) yang memperlihatkan kebocoran material genetik E. coli dan S. aureus lebih tinggi dibandingkan dengan kebocoran proteinnya setelah dikontakkan ekstrak C. gracilis.
Gambar 6 Kebocoran membran sel bakteri S. epidermidis Salah satu mekanisme penghambatan bakteri adalah kebocoran membran sel. Proses kebocoran diawali dengan penyerangan membran sitoplasma oleh senyawa aktif, sehingga mempengaruhi integritas membran sitoplasma. Membran sitoplasma atau membran sel pada bakteri mengandung komponen fosfolipid dan protein. Fungsi dari membran sel adalah pengangkutan aktif yang bertugas dalam pengendalian komponen internal sel. Ketika fungsi dari integritas membran sel terganggu, makromolekul dan ion akan lolos dari sel, sehingga sel mengalami kerusakan atau bahkan kematian. Selain itu, kebocoran membran sel bakteri juga terjadi akibat adanya kerusakan ikatan hidrofobik serta terlarutnya komponenkomponen yang berikatan secara hidrofilik. Kondisi ini akan meningkatkan kemampuan permeabilitas membran sel meningkat sehingga komponen
18 antibakteri akan mudah masuk ke dalam sel. Masuknya komponen antibakteri ke dalam sel akan memaksa keluar penyusun sel seperti protein dan asam nukleat. Keluarnya kedua komponen ini dari dalam sel mengindikasikan telah terjadinya kerusakan pada membran sel (Ingram 1981).
Komponen Aktif Ekstrak Uji fitokimia pada ekstrak kasar C. gracilis ditujukan untuk menganalisis senyawa metabolit sekunder yang terkandung secara kualitatif (Harborne 1987). Hasil pengujian menunjukkan bahwa ekstrak kasar C. gracilis yang diekstrak dengan etanol mengandung senyawa alkaloid dan steroid . Hal ini menyamai hasil penelitian Selvendran dan Babu (2012) yang memperlihatkan ekstrak mikroalga C. calcitrans yang diekstrak menggunakan metanol mengandung senyawa alkaloid dan steroid. Keduanya merupakan senyawa metabolit sekunder yang memiliki khasiat sebagai antibakteri. Robinson (1995) menyatakan bahwa alkaloid bersifat mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri. Kerusakan peptidoglikan akan menyebabkan lapisan dinding sel tidak terbentuk secara sempurna yang mengakibatkan sel mengalami kematian. Steroid merupakan salah satu senyawa terpen yang mudah larut dalam lemak. Kemudahannya larut dalam lemak menjadi salah satu faktor mudahnya senyawa ini dalam merusak membran sel bakteri. Sifat antibakteri steroid adalah mengganggu proses translasi pada ribosom yang berakibat pada kacaunya pembacaan komponen penyusun sel bakteri. Hal ini berdampak pada proses sintesis protein bakteri (Rosyidah et al. 2010). Senyawa steroid diduga sebagai senyawa antibakteri dominan pada penelitian ini, didasarkan pada hasil penelitian Seraspe et al. (2012) bahwa senyawa antibakteri ekstrak ekstrak C. calcitrans berdasarkan hasil uji FT-IR diduga adalah senyawa terpen (steroid). Hasil analisis komponen aktif ekstrak tersaji pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil fitokimia ekstrak kasar C. gracilis Uji
Indikator (Warna)
Alkaloid a. Wagner Endapan coklat b. Meyer Endapan putih kuning c. Dragendorff Endapan jingga Flavonoid Lapisan warna merah Steroid Warna hijau biru Saponin Tidak ada busa Fenol Hidrokuinon Warna hijau biru Tanin Warna hijau Keterangan : (+) Teridentifikasi (-) Tidak teridentifikasi
Hasil
+ + -
19 Selain alkaloid dan steroid, senyawa antibakteri mikroalga Chaetoceros sp yang lain adalah asam lemak. Wang (1999) menemukan bahwa asam lemak berperan sebagai antibakteri C. gracilis dalam menghambat bakteri V. harveyi di area tambak udang. Senyawa asam lemak juga ditemukan sebagai agen antibakteri pada mikroalga lain seperti Phaeodactylum tricornotum (Desbois dan Smith 2010). Asam lemak dalam proses antibakteri menyerang proses biosintesis lipid. Terganggunya biosintesis lipid akan mengganggu jalannya proses metabolisme sel (Zheng et al. 2005). Asam lemak juga mampu meningkatkan permeabilitas membran sel bakteri sehingga merusak komponen penyusun membran sel (Carson dan Daneo-Moore 1980).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Produksi biomassa mikroalga C. gracilis menghasilkan rendemen sebesar 0.12 g.L-1. Ekstraksi C. gracilis menghasilkan rendemen sebesar 47.40%. Ekstrak C. gracilis mampu menghambat pertumbuhan bakteri S. epidermidis dengan indeks penghambatan berkisar antara 1.58-0.71 serta dapat mengakibatkan kebocoran membran sel bakteri S. epidermidis. Konsentrasi hambat minimum ekstrak yaitu 0.4 mg.mL-1. Kebocoran membran sel bakteri S. epidermidis pada absorbansi dengan panjang gelombang 260 nm lebih tinggi dibandingkan 280 nm. Analisis komponen aktif menunjukkan ekstrak mengandung senyawa alkaloid dan steroid.
Saran Berdasarkan hasil penelitian dapat disarankan beberapa hal antara lain yaitu : 1 Optimalisasi produksi biomassa mikroalga melalui optimasi nutrien dan pengaturan intensitas pencahayaan. 2 Proses ultrasonikasi perlu diteliti lebih lanjut untuk mengetahui kondisi terbaik proses ekstraksi. 3 Pemurnian dan identifikasi senyawa aktif ekstrak C. gracilis perlu dilakukan untuk mendapatkan aktivitas antibakteri lebih kuat dan mengetahui secara pasti senyawa yang berperan sebagai antibakteri.
DAFTAR PUSTAKA Andrews JM. 2001. Determination of minimum inhibitory concentrations. Journal of Antimicrobial Chemotherapy. 48: 5-16. Appak S. 2006. Biochemical and molecular characterization of extracellular enzyme producing Staphylococci isolated from different origins. [tesis]. Mugla (TR): Mugla University.
20 Aspé E, Fernández K. 2011. The effect of different extraction techniques on extraction yield, total phenolic, and anti-radical capacity of extracts from Pinus radiata Bark. J Ind Crops Products. 34: 838–844. Azmir J, Zaidul ISM, Rahman MM, Sharif KM, Mohamed A, Sahena F, Jahurul MHA, Ghafoor K, Norulaini NAN, Omar AKM. 2013. Techniques for extraction of bioactive compounds from plant materials: A review. J Food Eng. 117: 426-436. Becker EW. 1994. Microalgae Biotechnology and Microbiology. USA (US): Cambridge University Pr. Carson DD, Daneo-Moore L. 1980. Effects of fatty acids on lysis of Streptococcus faecalis. J Bacteriol. 141: 1123-1126. Chia M.L., J. K. Preston dan C. I. Wei. 2000. Antibacterial mechanism of allyl isothiocyanate. J. of Food Protection. 63 (6): 727 – 734. Desbois AP, Smith VJ. 2010. Antibacterial free fatty acids: activities, mechanisms of action and biotechnological potential. Appl Microbiol Biotechnol. 85: 1629-1642. Dhillon KS, Varshney KR. 2013. Study of microbiological spectrum in acne vulgaris: an in vitro study. Scholars Journal of Applied Medical Sciences. 1 (6): 724-727. Dwidjoseputro D. 1980. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Malang (ID): Universitas Brawijaya. Guvendiren M, Burdick JA, Yang S. 2010. Solvent induced transition from wrinkles to creases in thin film gels with depth-wise crosslinking gradients. Soft Matter. 6: 5795-5801. Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Penuntun cara modern menganalisis tumbuhan. Padmawinata K dan Soediro I, penerjemah. Bandung (ID): ITB Pr. Terjemahan dari: Phytochemical Methods: A Guide to Modern Techniques of Plant Analysis. Holetz FB, Pessini GL, Sanches NR, Cortez DAG, Nakamura CV, Filho BPD. 2002. Screening of some plants used in the brazilian folk medicine for the treatment of infectious. Memorias do Instituto Oswaldo Cruz. 97 (7): 1027-1031. Ingram LO. 1981. Mechanism of lysis of E. coli by ethanol and other chaotropoc agents. J Bacteriol 146 (1): 331-335. Isnansetyo A, Kurniastuti. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton. Yogyakarta (ID): Kanisius. Kamonwannasit S, Nantapong N, Kumkrai P, Luecha P, Kupittayanant S, Chudapongse N. 2013. Antibacterial activity of Aquilaria crassna leaf extract against Staphylococcus epidermidis by disruption of cell wall. Annals of Clinical Microbiology and Antimicrobials. 12 (20): 1-7. Kawaroe M, Pratono T, Sunnudin A, Sari DW, Agustine D. 2010. Mikroalga : Potensi dan Pemanfaatannya untuk Produksi Bio Bahan Bakar. Jakarta (ID): IPB Pr. Kumesan YAN, Yamlean PVY, Supriati HS. 2013. Formulasi dan uji aktivitas gel antijerawat ekstrak umbi bakung (Crinum asiaticum L.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus secara in vitro. Pharmacon. 2 (2): 18-26 Lailati N. 2007. Metode ekstraksi dan uji aktivitas antibakteri dari ekstrak Chaetoceros gracilis. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
21 Madigan MT, Martinko JM, Dunlap PV, Clark DP. 2012. Brock Biology of Microorganisms 13th ed. San Fransisco (US): Pearson Education Inc. Maisak H, Tipmongkolsilp N, Wongtavatchai J. 2011. Minimum inhibitory concentrations of antimicrobials against clinical Vibrio and Streptococcus isolated from aquaculture. Diseases in Asian Aquaculture VII : 309-316. Margolis DJ, Bowe WP, Hoffstad O, Berlin JA. 2005. Antibiotic treatment of acne may be associated with upper respiratory tract infections. Arch Dermatol, 141: 1132-1136. Mazzola PG, Jozala AF, Novaes LCL, Moriel P, Penna TCV. 2009. Minimal inhibitory concentration (MIC) determination of disinfectant and or sterilizing agents. Brazillian Journal of Pharmaceutical Sciences. 45 (2): 241-248. Mendiola JA, Torres CF, Tore A, Alvarez PJM, Santoyo S, Arredondo BO,Senorans FJ, CifuentesA, Ibanez E. 2007. Use of supercritical CO2 to obtain extracts with antimicrobial activity from Chaetoceros muelleri microalga. A correlation with their lipidic content. European Food Resources Technology. 224: 505-510. Mertaniasih NM, Mudihardi E, K EB, Wiqoyah N, Debora K. 1996. Kepekaan mikroba dari acne vulgaris terhadap beberapa nntibiotika. Media IDI. 21 (2): 9-11. Moon SH, Roh HS, Kim YH, Kim JE, Ko YJ, Ro, YS. 2012. Antibiotic resistance of microbial strains isolated from korean acne patients. Journal of Dermatology. 39: 1-5. Pan X, Chen F, Wu T, Tang H, Zhao Z. 2009. The acid, bile tolerance and antimicrobial property of Lactobacillus acidophilus NIT. Food Control. 20: 598-602. Park SJ, Park HW, Park J. 2003. Inactivation kinetics of food poisoning microorganisms by carbon dioxide and high hydrostatic pressure. J Food Sci. 68: 976-981. Pawliszyn J. 1993. Kinetic model of supercritical fluid extraction. Journal of Chromatographic Science. 31: 31–37. Pelczar MJ, Chan ECS. 2005. Dasar-dasar Mikrobiologi. Volume ke-2. Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari: Elements of Microbiology. 997 hal. Purnamasari E. 2010. Antibakteri dan antifungi dari Chaetoceros gracilis yang dikultivasi dengan perbedaan lama penyinaran dan dipanen pada umur kultur yang berbeda. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Robinson T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi keenam. Padmawinata K, penerjemah. Bandung (ID): ITB. Terjemahan dari: The organic constituents of higher plants. hlm 281-286. Rosyidah K, Nurmuhaimina SA, Komari N, Astuti MD. 2010. Aktivitas antibakteri fraksi saponin dari kulit batang tumbuhan kasturi (Mangifera casturi). Jurnal Bioscientiae. 7 (2): 25-31. Sanchez MDM, Mantell C, Rodriguez M, Ossa EM, Lubian LM, Montero O. 2009. Comparison of Supercritical fluid and ultrasound-assisted extraction of carotenoids and chlorophyll a from Dunaliella salina. Talanta. 77: 948952.
22 Selvendran M, Babu MM. 2012. Studies on antimicrobial compounds from selected marine phytoplanktons. International Journal on Applied Bioengineering. 6 (1): 6-13. Seraspe EB, Ticar BF, Formacion MJ, Pahila IG, Pena MR, Amar EC. 2012. Antibacterial properties of the microalgae Chaetoceros calcitrans. Asian Fisheries Science. 25: 343-356. Setyaningsih I, Hardjito L, Monintja D, Sondita MFA, Bintang M. 2009. Pola pertumbuhan Chaetoceros gracilis dalam medium NPSi dan produksi antibakteri. Jurnal Kelautan Nasional. 2: 59-67. Setyaningsih I. 2010. Kultivasi dan karakterisasi komponen aktif dan nutrisi dari mikroalga laut Chaetoceros gracilis. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Setyaningsih I, Desniar, Purnamasari E. 2012. Antimikroba dari Chaetoceros gracilis yang dikultivasi dengan lama penyinaran berbeda. Jurnal Akuatika. 2: 180-189. Shirsath SR, Sonawane SH, Gogate PR. 2012. Intensification of extraction of natural products using ultrasonic irradiations—a review of current status. J Chem Eng Processing. 53: 10-23. Spizek J, Rezanka T. 2004. Lincomycin, clindamycin and their applications. Appl Microbial Biotechnol. 64: 455-464. Suantika G, Adityawan P, Astuti DI, Sofyan Y. 2009. Pengaruh kepadatan awal inokulum terhadap kualitas kultur Chaetoceros gracilis (Schutt) pada sistem batch. Jurnal Matematika dan Sains. 14 (1): 1-8. Sutomo. 2005. Kultur tiga jenis mikroalga dan pengaruh kepadatan awal terhadap pertubuhan C. gracilis di laboratorium. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. 37: 43-58. Swason JK. 2003. Antibiotic resistance of Propionibacterium acnes in acne vulgaris. Dermatology Nursing. 15 (4): 359-362. Taw. 1990. Petunjuk pemeliharaan kultur murni dan massal mikroalga. Proyek pengembangan udang, United Nations Development Programme. Food and Agriculture Organizations of the United Nations. 120 (2): 20-35. Tsai TH, Wu WH, Tseng JTP, Tsai PJ. 2010. In vitro antimicrobial dan antiinflammatory effects of herbs against Propionibacterium acnes. Food Chemistry. 119: 964-968. Utomo NBP, Winarti, Erlina A. 2005. Pertumbuhan Spirulina platensis yang dikultur dengan pupuk inorganik (Urea, TSP dan ZA) dan kotoran ayam. Jurnal Akuakultur Indonesia 4 (1): 41-48. Vinatoru, M. 2001. An overview of the ultrasonically assisted extraction of bioactive principles from herbs. J Ultrason Sonochem. 8: 303-313. Yang D, Pornpattanangkul D, Nakatsuji T, Chan M, Carson D, Huang CM. 2009. The antimicrobial activity of liposomal lauric acids against Propionibacterium acnes. Biomaterials. 30: 6035-6040. Yuan Y, Liu Y, Luo Y, Huang L, Chen S, Yang Z, Qin S. 2011. High temperature effects on flavones accumulation and antioxidant system in Scutellaria baicalensis Georgi cells. African Journal of Biotechnology. 10 (26): 51825192.
23 Wang JK, penemu; Aquaculture Technology Incorporated, Honolulu. 1999 Feb 2. Antibacterial active extracts from the marine algae Chaetoceros and methods of use. United States Patent (US): 5866150. Zheng CJ, Yoo JS, Lee TG, Cho HY, Kim YH, Kim WG. 2005. Fatty acid synthesis is a terget for antibacterial activity of unsaturated fatty acids. FEBS Letters. 579: 5157-5162.
24 Lampiran 1 Komposisi medium Guillard Larutan
Bahan
Jumlah
NaNO3
8.415 g
NaH2PO4.H2O Akuades
1g 100 ml
Na2SiO3.H2O Akuades FeCl3.6H2O Akuades Na-EDTA Akuades B1 (Thiamin) Biotin B12
1.2 g 100 ml 0.145 g 100 ml 1g 100 ml 20 µl 1m 1 ml
Akuades CuSO4.5H2O
100 ml 1.95 g
Trace metal A
ZnSO4.7H2O Akuades NaMoO4.2H2O
4.40 g 100 ml 1.26 g
Trace metal B
(NH4)6.Mo7O24.4H2O
Larutan 1
Larutan 2 Larutan 3 Larutan 4
Larutan 5
Akuades
6.43 g 100 ml
CoCl2.6H2O 2.00 g Akuades 100 ml MnCl2.4H2O 3.60 g Trace metal D Akuades 100 ml Sumber : Sutomo (2005) NB : Media dibuat dalam bentuk cairan. Pemakaian 1 mL dalam setiap 1 L kultivasi. Trace metal C
Gambar 7 Media Guillard termodifikasi
25 Lampiran 2 Komposisi pereaksi uji fitokimia Pereaksi Pereaksi Wagner
Pereaksi Meyer
Pereaksi Dragendorff
Bahan Iodin Kalium Iodida Akuades HgCl2 Kalium Iodida Akuades Bismut nitrat CH3COOH Kalium Iodida CH3COOH glasial Akuades
Jumlah 2.5 g 2g 210 ml 1.36 g 0.5 g 100 ml 0.8 g 10 ml 8g 20 ml 160 ml
Lampiran 3 Komposisi media uji antibakteri Media
Muller Hinton Agar (MHA)
Nutrient Agar (NA)
Nutrient Broth (NB)
Bahan Beef infusion solids Acid hydrolysed casein Agar Starch Beef extract Peptone Agar NaCl Lab-lemco powder Ekstrak khamir Peptone NaCl
Jumlah (g/L) 2 17.5 17 1.5 1.36 0.5 15 5 1 2 5 5
Lampiran 4 Pembuatan larutan uji aktivitas antibakteri Ekstrak mikroalga C. gracilis Untuk 0.5 mg/mL = ekstrak sebanyak 0.5 mg/ 20 µL. Untuk 1 mg/mL = ekstrak sebanyak 1 mg/20 µL. Untuk 2 mg/mL = ekstrak sebanyak 2 mg/20 µL. Klindamisin Serbuk klindamisin sebanyak 0.0015 g/1 mL = 15000 µg/mL, sehingga dalam = 300 µg.
26 Lampiran 5 Ekstraksi ultrasonikasi biomassa C. gracilis
Ultrasonikasi
Pengadukan
Filtrasi
Ekstrak
Lampiran 6 Zona hambat ekstrak C. gracilis
Ulangan 1
Ulangan 2
Lampiran 7 Penghambatan bakteri S. epidermidis Perlakuan
Diameter zona hambat (mm)
x±std
Ulangan 1
Ulangan 2
Etanol 96% (20 µl)
0
0
0.00±0.00
Klindamisin (300 µg)
26
27
26.50±0.71
Ekstrak 0.5 mg.mL-1
4.5
4
4.25±0.35
Ekstrak 1 mg.mL-1
7
6
6.50±0.71
Ekstrak 2 mg.mL-1
9
10
9.50±0.71
27 Lampiran 8 Penampakan uji KHM
KHM 18 Jam
KHM 24 Jam
Lampiran 9 Pembacaan OD uji KHM Nilai ODa jam ke-18 Nilai ODa jam ke-24 Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan (mg/mL) x±std x±std 1 2 1 2 Kontrol 0.384 0.342 0.363±0.029 0.618 0.419 0.558±0.141 0.1 0.039 0.018 0.029±0.015 0.068 0.015 0.040±0.037 0.2 0.028 0.029 0.029±0.001 0.038 0.042 0.040±0.003 0.3 0.025 0.028 0.027±0.002 0.034 0.045 0.040±0.008 0.4 0.016 0.021 0.019±0.004 0.038 0.022 0.030±0.011 0.5 0.016 0.008 0.012±0.006 0.032 0.028 0.030±0.003 a Nilai OD diukur dengan spektrofotometer pada λ = 600 nm
Konsentrasi
Lampiran 10 Pembacaan OD kebocoran membran sel Absorbansi 260 nm Absorbansi 280 nm Perlakuan Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan x±std x±std 1 2 1 2 Kontrol 1.133 1.088 1.110±0.032 1.033 0.993 1.013±0.028 1 KHM 2.145 1.855 2.000±0.205 1.248 0.963 1.105±0.201 2 KHM 2.717 2.756 2.736±0.027 1.736 1.865 1.800±0.091 Lampiran 11 Uji fitokimia ekstrak C. gracilis
(Alkaloid, flavonoid, steroid, saponin, fenol hidrokuinon dan tanin)
28
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Binjai, Sumatera Utara pada tanggal 7 November 1992 dari ayah A. Lajor Ginting dan ibu Nismah Br. Perangin-angin. Penulis adalah putra kedua dari tiga bersaudara. Pada tahun 2010, penulis lulus dari SMA Negeri 2 Binjai dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten matakuliah Teknologi Pengemasan, Distribusi dan Transportasi tahun ajaran 2012-2013, Praktikum Bioproses tahun ajaran 2012-2013 dan 2013-2014, Analisis Bahan dan Produk Agroindustri tahun ajaran 2013-2014 dan 2014-2015, serta Teknologi Minyak, Emulsi dan Oleokimia tahun ajaran 2014-2015. Selama perkuliahan, penulis aktif bergabung di unit kemahasiswaan IAAS (International Association of Students in Agricultural and Related Sciences) LC IPB dan IMPEMA (Ikatan Mahasiswa Peminat Ekologi Manusia) Nasional. Penulis juga pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa yang didanai oleh DIKTI pada tahun 2012 dan 2013 dan Lomba Karya Tulis Ilmiah The 3rd Airlangga Ideas Competition pada tahun 2013 di Universitas Airlangga Surabaya, Jawa Timur. Penulis merupakan salah satu Mahasiswa Berprestasi Departemen Teknologi Industri Pertanian dan Fakultas Teknologi Pertanian pada tahun 2013 dan 2014. Penulis menjalani praktik lapang di PT Kelola Mina Laut pada JuniAgustus 2013 dengan judul ―Pengolahan Surimi dan Diversifikasi Produk Hasil Samping Pengolahan Ikan di PT Kelola Mina Laut, Gresik, Jawa Timur.‖ Penulis melakukan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul ―Potensi Antibakteri Ekstrak Mikroalga Laut Chaetoceros gracilis terhadap Bakteri Staphylococcus epidermidis secara in vitro‖ yang dibimbing oleh Dr Ir Liesbetini Haditjaroko, MS dan Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS.