POLA SPASIAL DAN TEMPORAL KESUBURAN PERAIRAN PERMUKAAN LAUT DI INDONESIA B. Realino, Teja A. Wibawa, Dedy A. Zahrudin, Asmi M. Napitu Balai Riset dan Observasi Kelautan, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Negara, Jembrana, Bali, Indonesia. Ph. +62 365 44266, Fax. +62 365 44278
Abstract Pelagic and demersal fishes will be live well in the waters which have a lot of their food which is indicated as ocean productivity. The sea surface productivity could be detected by Aqua-MODIS Satellite. This satellite data could inform us the sea surface chlorophyll-a content which is the one of ocean productivity parameters. Understanding spatial and temporal distribution pattern of sea surface productivity in Indonesian seas will help us to understanding the pelagic economic fish availability in the seas, and then will help the fishermen to catch fish at the right place and time. This study use AquaMODIS Satellite data, July 2002 - December 2006, to produce monthly and seasonal sea surface chlorophyll-a distribution in Indonesian seas. It appears that there are difference patterns for monthly and seasonal ocean productivity in some Indonesian seas. At certain month and season, some of Indonesian seas have the high productivity meanwhile it is low for the others. In West Monsoon, the high productivity concentrated on in northwest part of Indonesian seas that is around Malaka Strait, Natuna Sea, Karimata Strait and Java Sea. In East Monsoon it concentrated on in Southeast part. Keywords: ocean productivity, chlorophyll-a, Aqua-MODIS Satellite.
1. PENDAHULUAN Salah satu parameter yang sangat berpengaruh terhadap keberadaan ikan si suatu perairan adalah ada tidaknya sumber makanan yang dibutuhkan. Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan, sumber makanan ikan terkonsentrasi di wilayah perairan yang subur. Daerah perairan yang subur memiliki kandungan nutrien yang tinggi, seperti orthoposphat, nitrat, nitrit dan unsur hara lainnya. Daerah ini biasanya diindikasikan dengan kelimpahan fitoplankton yang tinggi dan konsentrasi klorofil-a yang tinggi pula. Konsentrasi klorofil-a di permukaan laut dapat dideteksi melalui Satelit Oseanografi, seperti Satelit SeaWiFS dan Aqua-MODIS. Salah satu keunggulan penggunaan teknologi satelit adalah dapat melakukan pemantauan untuk wilayah yang luas dalam waktu yang hampir bersamaan. Data Satelit SeaWiFS sudah tersedia sejak tahun 1997 sedangkan data Satelit Aqua-MODIS sejak tahun 2002, sehingga dapat dilakukan pemantauan guna mengetahui pola sebaran kesuburan perairan permukaan laut di Indonesia. Tulisan ini akan membahas data sebaran klorofil-a yang dihasilkan dari data Satelit Aqua-MODIS yang dapat di-download dengan gratis. Data tentang pola sebaran kesuburan perairan permukaan laut di Indonesia dapat dimanfaatkan untuk mengetahui pola keberadaan ikan pelagis, sehingga dapat digunakan untuk memperkirakan waktu dan lokasi yang tepat untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan pelagis. Disamping itu, juga dapat memberi input penting dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP). Riset ini bertujuan untuk mengidentifikasi pola kesuburan perairan permukaan laut Indonesia. Dengan terlaksananya tujuan tersebut diharapkan dapat terwujud sasaran dari riset yaitu teridentifikasinya pola sebaran kesuburan perairan laut Indonesia sehingga membantu nelayan dalam memperkirakan waktu dan wilayah yang tepat untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan pelagis.
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber May be cited with reference to the source
1
2. DATA DAN METODE Sampai saat ini, terdapat beberapa data Satelit Penginderaan Jauh yang dapat mendeteksi konsentrasi klorofil-a. Akan tetapi, akan lebih baik jika memanfaatkan data satelit yang dapat diperoleh dengan gratis. Salah satu data satelit yang dapat mendeteksi konsentrasi klorofil-a dan dapat diperoleh dengan gratis adalah data Satelit Aqua-MODIS yang tersedia sejak bulan Juli tahun 2002 dan akan digunakan dalam tulisan ini. Data yang digunakan dalam tulisan ini adalah data sejak Juli 2002 - Desember 2006. 2.1. Satelit Aqua-MODIS Satelit Aqua adalah sebutan untuk satelit EOS PM-i (Earth Observing System) yang diluncurkan pada tanggal 4 Mei 2002. Satelit Aqua membawa 6 sensor, salah satunya adalah sensor MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer). Aqua Project adalah studi multi disiplin mengenai proses-proses yang berhubungan dengan bumi (atmosfir, laut dan permukaan darat).
Gambar 2.1. Satelit Aqua dengan tampilan sensor MODIS (Sumber: disc.gsfc.nasa.gov/AIRS/airs_QA_subset.shtml, 1 Agustus 2006) Tabel 2.1. Orbit satelit Aqua Orbit Sun Synchronous, polar Ascending node 1:30 p.m.15mnt Period 98.8 mnt Altitude 705 diatas ekuator Inclination 98.2° ± 0.1° Tabel 2.2. Karakteristik instrument satelit Aqua
Orbit:
705 km, 10:30 a.m. descending node (Terra) or 1:30 p.m. ascending node (Aqua), sun-synchronous, near-polar, circular Scan Rate: 20.3 rpm, cross track Swath Dimensions: 2330 km (cross track) by 10 km (along track at nadir) Telescope: 17.78 cm diam. off-axis, afocal (collimated), with intermediate field stop Size: 1.0x1.6x1.0m Weight: 228.7kg Power: 162.5 W (single orbit average) Data Rate: 10.6Mbps (peak daytime); 6.1 Mbps (orbital average) Quantization: 12 bits Spatial Resolution: 250 m (bands 1-2), 500 m (bands 3-7), 1000 m (bands 8-36)
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber May be cited with reference to the source
2
DesignLife: Primary Use Land/Cloud/Aerosols Boundaries Land/Cloud/Aerosols Properties
Ocean Color/ Phytoplankton/ Biogeochemistry
Atmospheric Water Vapor 1
6years Band 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Bandwidth1 620 - 670 841 - 876 459-479 545 - 565 1230-1250 1628 - 1652 2105-2155 405 - 420 438 - 448 483-493 526-536 546-556 662-672 673 - 683 743-753 862-877 890-920 931 - 941 915-965
Spectral Radiance2 21.8 24.7 35.3 29.0 5.4 7.3 1.0 44.9 41.9 32.1 27.9 21.0 9.5 8.7 10.2 6.2 10.0 3.6 15.0
Required SNR3 128 201 243 228 74 275 110 880 838 802 754 750 910 1087 586 516 167 57 250
Bands 1 to 19 are in nm; Spectral Radiance values are (W/m2 -m-sr) 3 SNR = Signal-to-noise ratio Note: Performance goal is 30-40% better than required Sumber : http://modis.gsfc.nasa.gov/about/specs.html 2
Data Sateit Aqua-MODIS dapat dipesan dengan gratis dan dilakukan secara on-line. Dengan terlebih dahulu mendaftar dan memesan data yang diinginkan, selanjutnya data dapat diperoleh dengan mengikuti pro sedur yang ada. Untuk ini, diperlukan akses internet yang cepat karena ukuran file yang di-download cukup besar. 2.2. Metode Pengolahan Data Pengolahan data satelit dilakukan dengan menggunakan software SeaDAS (Sea WiFS Data Analysis System) untuk mengetahui tingkat kesuburan perairan yang dapat diketahui dari konsentrasi korofil-a. Selanjutnya dari hasil olahan data tersebut dilakukan pengolahan komposit untuk menghasilkan citra komposit mingguan, bulanan dan musiman, yaitu Musim Barat (Desember, Januari, Februari), Musim Peralihan I (Maret, April, Mei), Musim Timur (Juni, Juli, Agustus) dan Musim Peralihan II (September, Oktober, November). Data yang digunakan bersumber dari www.oceancolor.gsfc.nasa.gov atau melalui ftp:ioceans.gsfc.nasa.gov/MODISAIMappedI. Data yang digunakan merupakan data level 3 yang mempunyai resolusi spasial 4 km dan merupakan komposit data mingguan, bulanan, tahunan dan musiman. Proses pengambilan data dilakukan dengan proses download dengan bantuan software Download Accelerator Plus (DAP) dan Flash Get. Data yang telah didownload mempunyai format hdf. dan masih terkompress. Untuk dapat diolah, data tersebut diekstrak terlebih dahulu dengan software winrar. Proses selanjutnya adalah pengolahan data di
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber May be cited with reference to the source
3
SeaDAS 5.0 yang dijalankan di sistem operasi Linux. Dalam software SeaDAS 5.0, data ditampilkan, kemudian disimpan dalam bentuk binnary dengan type file SeaDAS Mapped. Selanjutnya pengolahan dilanjutkan dengan menggunakan software Envi 4.1. Data terlebih dahulu diimport ke dalam format Envi standar (.hdr). Kemudian dilakukan proses georektifikasi untuk memberikan nilai koordinat lintang bujur pada data. Setelah data mempunyai nilai koordinat lintang bujur, dilakukan proses klasifikasi untuk membedakan nilai klorofil-a yang ada pada data. Proses dilakukan dengan menggunakan menu density slice yang ada pada software Envi 4.1. Klasifikasi dilakukan dengan memberikan warna yang berbeda pada tiap range nilai klorofil-a yang ada pada data. Selanjutnya data disimpan dalam format GeoTiff dan ASCII. Langkah selanjutnya, untuk pembuatan peta kesuburan, data tersebut dioverlay dengan garis pantai perairan Indonesia. Proses ini menggunakan software Arcview 3.3. 2.3. Metode Analisis Untuk mengetahui pola sebaran kesuburan perairan laut dilakukan dengan menggunakan metode analisis spasial (metode overlay) terhadap peta kesuburan bulanan dan musiman. Untuk melakukan hal ini digunakan software ArcGIS. Analisis pola kesuburan juga dilakukan dengan menggunakan grafik tingkat kesuburan menurut waktu. Hal ini dilakukan untuk mengetahui fluktuasi tingkat kesuburan terhadap waktu. Analisis pola kesuburan akan dikaitkan dengan Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) untuk mengetahui pola kesuburan di setiap WPP. Untuk analisis ini terlebih dahulu dihitung nilai rata-rata konsentrasi klorofil-a di setiap WPP untuk setiap bulan dan musim.
Gambar 2.2. Batas-batas Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP)
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Dengan melakukan download data Aqua-MODIS (2002-2006) dan selanjutnya dilakukan pengolahan untuk memperoleh data konsentrasi klorofil-a, dihasilkan peta kesuburan perairan laut Indonesia. Agar dapat dilakukan analisis dengan baik dan sistematis, dibuat peta kesuburan rata-rata mingguan, bulanan, musiman dan tahunan. Khusus untuk peta kesuburan rata-rata mingguan hanya dibuat dalam periode waktu 1
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber May be cited with reference to the source
4
(satu) tahun yaitu tahun 2005-2006. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, maka analisis pola kesuburan akan mengacu pada WPP (Wilayah Pengelolaan Perikanan).
3.1. Pola Kesuburan Perairan Mingguan Dari data komposit mingguan terlihat bahwa masih terdapat banyak tutupan awan disana-sini pada setiap minggunya (lihat Gambar 3.1.) sehingga sangat sulit untuk melakukan analisis pola kesuburan di suatu wilayah selama periode waktu tertentu. Dalam periode 1 tahun, setiap wilayah selalu tertutup awan selama minimal 5 bulan. Berikut ini adalah contoh komposit kesuburan perairan minggu ke-1 sampai minggu ke 6 tahun 2006.
Minggu ke-1 2006
Minggu ke-2 2006
Minggu ke-3 2006
Minggu ke-4 2006
Minggu ke-5 2006
Minggu ke-6 2006
Gambar 3.1. Kesuburan perairan rata-rata mingguan pada minggu ke 1-6 tahun 2006 Untuk itu, analisis pola kesuburan untuk data mingguan tidak dapat dilakukan dengan baik.
3.2. Pola Kesuburan Perairan Bulanan Analisis pola kesuburan perairan rata-rata bulanan menggunakan data komposit bulanan sejak Juli 2002 - Desember 2006. Berikut ini adalah contoh gambar kesuburan perairan laut rata-rata bulanan tahun 2006.
Jan2006
Feb2006
Mar 2006
Apr2006
Mei 2006
Jun2006
Jul 2006
Agt 2006
Sep2006
0kt2006
Nov2006
Des 2006
Gambar 3.2. Kesuburan perairan laut rata-rata bulanan pada tahun 2006
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber May be cited with reference to the source
5
Selanjutnya, dari hasil perhitungan nilai konsentrasi klorofil-a rata-rata bulanan di setiap WPP dapat dilihat fluktuasinya menurut waktu pada gambar berikut.
Monthly Sea Surface Chlorophyll-a Distribution in FMZIWPP 2.50000
WPP Samudera Hindia B WPP Laut Ja)a WPP Laut Banda
2.00000
1.50000
WPP Laut Arafuru WPP Selat Makassar WPP Laut Maluku
1.00000
WPP Samudera Hindia A WPP Samudera Pasifik WPP Laut +ina Selatan
0.50000
WPP Selat Malaka
0.00000 2002
2003
2004
2005
2006
Month-Year
Gambar 3.3. Grafik nilai rata-rata konsentrasi klorofil-a bulanan di setiap WPP Dari data kesuburan perairan bulanan dan grafik di atas dapat dijelaskan hal-hal sebagai berikut: Selat Malaka, Laut Jawa dan Laut Arafuru merupakan wilayah yang memiliki tingkat kesuburan rata-rata bulanan yang tertinggi dibanding dengan wilayah lainnya. Di Laut Banda, Laut Maluku dan Samudera Hindia B, kesuburan tertinggi terjadi pada bulan-bulan Juli, Agustus dan September (Musim Timur). Sedangkan tingkat kesuburan terendah terjadi pada bulan-bulan Januari, Februari dan Maret (Musim Barat). Hal yang bertolak belakang dengan yang terjadi di Laut Banda, Laut Maluku dan Samudera Hindia B ditemui di Selat Malaka dan Laut Jawa. Di wilayah ini, tingkat kesuburan yang tinggi justru terjadi pada bulan-bulan Musim Barat dan tingkat kesuburan terendah terjadi pada bulan-bulan Musim Timur. 3.3. Pola Kesuburan Perairan Musiman Analisis pola kesuburan perairan rata-rata menurut musim menggunakan data komposit musiman sejak Juli 2002 - Desember 2006. Pada Gambar 3.4. dapat dilihat contoh gambar kesuburan perairan laut rata-rata menurut musim tahun 2004-200 6. Dari hasil perhitungan nilai konsentrasi klorofil-a rata-rata menurut musim di setiap WPP dapat dilihat fluktuasinya menurut waktu seperti terllihat pada Gambar 3.5. Dengan memperhatikan dan mengkaji data kesuburan komposit musiman dari tahun 2002 - 2006 serta grafik fluktuasi seperti terlihat pada Gambar 3.5 dapat diketahui bahwa: Pada Musim Barat, wilayah perairan Selat Malaka, Selat Sunda, Bagian Utara Laut Jawa, Pantai Utara Papua dan Laut Arafuru merupakan wilayah yang hampir selalu subur. Wilayah cukup subur selalu ditemui di perairan antara Kalimantan, Sumatera, Jawa dan Sulawesi. Pada Musim Peralihan 1, daerah yang hampir selalu subur adalah Laut Arafuru, Selat Bali dan Selatan Bali serta Laut Jawa bagian Utara dan Barat. Sedangkan wilayah yang hampir selalu cukup subur adalah Selat Karimata, Laut Jawa, Selat Malaka, perairan selatan Bali dan Nusa Tenggara, sebelah Utara punggung Papua, Selat Sunda, Selat Makassar serta perairan antara Ternate, Seram dan kepala burung.
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber May be cited with reference to the source
6
Musim Barat 2006
Musim Peralihan I 2006
Musim Timur 2006
Musim Peralihan II 2006
Musim Barat 2005
Musim Peralihan I 2005
Musim Timur 2005
Musim Peralihan II 2005
Musim Barat 2004
Musim Peralihan I 2004
Musim Timur 2004
Musim Peralihan II 2004
Gambar 3.4. Kesuburan perairan laut rata-rata musiman pada tahun 2004, 2005 dan 2006 Seasonal Sea Surface Chloropyll-a Distribution in FMZ/WPP 1.8
1.6
WPP SamuderaHindia B WPP Laut Jawa WPP Laut Banda WPP LautAra*uru
1.4
1.2
1.0
WPP Selat Makassar WPP Laut Maluku WPP SamuderaHindia A WPP SamuderaPasi*ik WPP Laut Cina Selatan
0.8
0.6
WPP Selat Malaka
0.4
0.2
0.0 E-02
P2-02
W-03
P1-03
E-03
P2-03 W-04
P1-04
E-04
P2-04
W-05
P1-05
E-05
P2-05
W-06
P1-06
E-06
P2-06
Season/Year
Gambar 3.5. Grafik nilai rata-rata konsentrasi klorofil-a musiman di setiap WPP
Musim Timur Berdasarkan hasil pengamatan, wilayah yang hampir selalu subur adalah Selat Malaka, Selat Sunda, Laut Jawa bagian Barat (antara Kalimantan dan Bangka Belitung), Samudera Hindia di selatan Jawa dan Bali, Selat Bali, perairan di Utara Sumba, perairan Kupang bag Utara dan Laut Arafuru. Pada tahun 2003 dan 2006, terdapat wilayah subur yang lebih luas di Selat Sunda dan Samudera Hindia di Selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Wilayah yang relatif cukup subur adalah Laut Jawa, Laut Cina Selatan bagian selatan, Selat Makassar bagian selatan, Samudera Hindia di Selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Laut Banda, Laut Maluku serta perairan sekitar Mentawai. Wilayah cukup subur terluas terjadi pada tahun 2006 dengan wilayah di Laut Jawa bagian barat, Samudera Hindia bagian selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Laut Banda dan Laut Arafuru. Musim Peralihan 2 Dari hasil pengamatan pada musim peralihan 2, diketahui bahwa wilayah yang hampir selalu subur adalah Selat Bali dan Laut Aru, Laut Jawa bagian Barat.
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber May be cited with reference to the source
7
Wilayah yang relatif cukup subur adalah perairan sekitar P. Nias dan Mentawai, Laut Cina Selatan bagian Selatan, Selat Karimata, Laut Jawa, perairan sekitar Kepulauan Aru, Samudera Hindia sebelah selatan Bali dan Nusa Tenggara serta Laut Sawu. Tahun 2006 lebih subur dari tahun2 sebelumnya terutama di Selatan Jawa. Secara keseluruhan, terlihat bahwa pada Musim Barat wilayah subur terlihat lebih terkonsentrasi di bagian Barat Laut Indonesia yaitu di sekitar Selat Malaka, Laut Natuna, Selat Karimata dan Laut Jawa. Sedangkan pada Musim Timur lebih terkonsentrasi di bagian Tenggara Indonesia 3.4. Pola Kesuburan Perairan Tahunan
Tahun 2002
Tahun 2003
Tahun 2004
Tahun 2005
Gambar 3.4. Kesuburan perairan laut rata-rata tahunan Deskripsi hasil analisis pola kesuburan tahunan dapat diketahui pada penjelasan berikut: WPP Samudera Hindia A Secara umum merupakan wilayah tidak subur. Dalam wilayah ini, wilayah Nias dan Mentawai merupakan wilayah yg paling subur. WPP Selat Malaka Merupakan wilayah cukup subur. WPP Laut Cina Selatan Merupakan wilayah yang kurang subur. Wilayah paling subur berada di wilayah perairan antara Kepulauan Natuna dan Karimata WPP Laut Jawa Secara keseluruhan tergolong wilayah yang cukup subur dengan wilayah paling subur berada di perairan pantai timur Lampung dan Selatan Kalimantan. Perairan Selat Sunda Wilayah ini tergolong wilayah yang cukup subur sampai subur dimana tahun 2003 merupakan tahun yang paling subur diantara tahun-tahun lainnya. WPP Samudera Hindia B Merupakan wilayah dengan klasifikasi cukup subur sampai subur. Perairan Selat Bali merupakan wilayah yang selalu subur sedangkan perairan Nusa Tenggara selalu cukup subur. Pada tahun 2002 dan 2003, wilayah Selatan Jawa (terutama Jawa Timur dan Bali) merupakan wilayah yang paling subur. WPP Selat Makasar Secara umum tergolong sebagai wilayah perairan yang selalu cukup subur kecuali di sekitar Laut Flores. WPP Laut Banda Tahun 1998 merupakan tahun yang paling tidak subur. Perairan di bagian Timur dan Utara NTT merupakan wilayah yang tidak subur.
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber May be cited with reference to the source
8
WPP Laut Maluku Teluk Tomini dan Sangihe selalu tidak subur. Laut Seram merupakan wilayah yang paling subur. Tahun 2002 merupakan masa paling subur. WPP Laut Arafuru Merupakan wilayah paling subur jika dibanding dengan seluruh wilayah perairan Indonesia. Laut Aru merupakan wilayah yang selalu s ubur sepanj ang tahun. - WPP Samudera Pasifik Secara umum merupakan wilayah yang tidak subur kecuali di sekitar Biak dan "Punggung Burung".
Secara umum dapat dikatakan bahwa wilayah yang cukup subur selalu ditemui di perairan antara Kalimantan, Sumatera, Jawa dan Sulawesi; selatan Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara; Laut Banda; Laut Arafuru; dan Selat Malaka. Sedangkan wilayah yang subur selalu ditemui di Laut Aru dan Selat Bali.
4. KESIMPUILAN DAN REKOMENDASI 4.1. Kesimpulan Dari hasil pembahasan dan analisis yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu: Data kesuburan perairan rata-rata mingguan tidak dapat digunakan untuk melakukan analisis pola kesuburan dikarenakan banyak data yang masih tertutup awan. Terdapat fenomena kesuburan perairan yang bertolak belakang untuk wilayah perairan di Laut Banda, Laut Maluku dan Samudera Hindia B dengan di Selat Malaka dan Laut Jawa. Wilayah-wilayah perairan yang disebut pertama memiliki kesuburan tertinggi pada bulan-bulan Juli, Agustus dan September (Musim Timur) dan terendah pada bulan-bulan Januari, Februari dan Maret (Musim Barat). Sedangkan hal sebaliknya terjadi di wilayah perairan Selat Malaka dan Laut Jawa. Pada Musim Barat wilayah subur terlihat lebih terkonsentrasi di bagian Barat Laut Indonesia yaitu di sekitar Selat Malaka, Laut Natuna, Selat Karimata dan Laut Jawa. Sedangkan pada Musim Timur lebih terkonsentrasi di bagian Tenggara Indonesia. Untuk pola kesuburan rata-rata tahunan, wilayah yang cukup subur selalu ditemui di perairan antara Kalimantan, Sumatera, Jawa dan Sulawesi; selatan Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara; Laut Banda; Laut Arafuru; dan Selat Malaka. Sedangkan wilayah yang subur selalu ditemui di Laut Aru dan Selat Bali.
4.2. Rekomendasi
Diperlukan penelitian lebih lanjut agar diperoleh hasil yang lebih baik, terutama dalam pengembangan algoritma yang sesuai dengan kondisi oseanografi di perairan Indonesia. Pola kesuburan yang diperoleh dapat dimanfaatkan untuk memprediksi kapan waktuwaktu yang paling sesuai untuk menangkap ikan pelagis. Hasil pengolahan data satelit ini belum divalidasi terhadap wilayah-wilayah perairan Indonesia sehingga masih diperlukan analisis validasi data.
5. DAFTAR PUSTAKA Bhattacharya, Mohon, 2005: Estimation of Primary Productivity in the Case 2 Waters of North-Eastern Bay of Bengal, Indian Institute of Remote Sensing, India. Hatta, M, 2002: Hubungan Antara Klorofil-a dan Ikan Pelagis dengan Kondisi Oseanografi di Perairan Utara Irian Jaya; Makalah Falsafah Sains Program Pasca Sarjana /S3, Institut Pertanian Bogor.
Diperbolehkan mengutip dengan menyebut sumber May be cited with reference to the source
9
Hendiarti, N., 2003: Investigations of remote sensing ocean color in Indonesian Waters. A thesis of Doctor of Philosophy, University of Rostock, Germany. Nybakken, J.W., 1992: Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Diterjemahkan oleh H.M. Eidman, Koesoebiono, D.G. Bengen, M. Hutomo dan S. Sukardjo. PT. Gramedia. Jakarta. Hal. 36-83
Pola Spasial dan Temporal Kesuburan Perairan Permukaan Laut di Indonesia
10