POLA MANAJEMEN PONDOK PESANTREN AL-RAISIYAH MATARAM Nurul Yakin Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram Jl. Pendidikan Nomor 35 Mataram Emil:
[email protected]
Abstrak: Studi ini membahas mengenai: (1) pola menajemen dalam penggunaan kurikulum,(2) pola manajeman pengajar dan karyawan, (3) pola manajemen keuangan di Pondok Pesantren Al-Raisyah di Mataram. Penelitian ini menggunakan Metodologi kualitatif dengan suatu studi kasus berdasarkan intrinsik disain. Pengumpulan data dengan menggunakan wawancara, dokumentasi dan pengamatan partisipatif. Data yang telah terkumpul diuji kebenarannya, kecocokan dan keserasiannya melalui metode triangulasi dan sumber lainnya. Selanjutnya, data tersebut disusun, dianalisis dan dipadukan pada setiap kasus studi kasus, dan dibandingkan dengan data lainnya, kemudian dapat ditarik kesimpulan. Hasil temuan dari studi ini bahwa (1) kurikulum yang digunakan pada Pondok Pesantren Al Raisyiah terdiri dari dua model yakni, School-Based Curikulum (KTSP) dan ‘Takhassus Kurikulum’ Particular/Typical Kurikulum. Particular/Typical kurikulum menekankan pada belajar klasikal / dengan menggunakan buku Islam klasik terutama mengenai tata bahasa Arab, yang dikenal dengan Nahwu oleh para siswa dan orang sekitarnya. (2) pola manajemen yang diterapkan pada guru dan karyawan cendrung atas dasar kekeluargaan dan sebagian besar masyarakat yang ada di Pondok Pesantren tersebut adalah penduduk asli Sekarbela. Masyarakat yang bukan dari penduduk setempat dapat juga direkrut bila mereka memenuhi syarat pengusulan. (3) pola manajemen keuangan menerapkan pengelolaan yang terbuka dengan menekankan pada nilai-nilai kejujuran dan ketulusan dalam semua aspek pelaksanaan. Abstract: This study aims to discuss in detail about: (1) the management pattern of curriculum used, (2) the management pattern of teacher and educational staff, (3) the management pattern of budgetary fund of Pondok Pesantren Al-Raisiyah in Mataram. The methodology used in this study was qualitative with a case study intrinsic design. The data were collected by using interviews, participative observations and documentations. The data collected were examined its truth, congeniality and reliability through triangulation method and source. Furthermore, they were organized, analyzed and inferred in each case of study, and were compared with the data of other studies, then the conclusion was gained.As a result, the study found that (1) the curriculum used at Pondok Pesantren Al Raisyiah consisted of two models, namely School-Based Curriculum (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan/KTSP) and ‘Takhassus Curriculum’ Particular/typical curriculum. The particular/typical curriculum emphasized on studying classical/old Islamic books especially Arabic Grammar which was familiarly known as Nahwu by the students and the villagers. (2) The management pattern of teacher and educational staff prioritized on pointing the relatives of Pondok Pesantren and the aboriginal inhabitants of Sekarbela. The other persons who were not from both criteria were also possibly recruited if they could fulfill requirements proposed. (3) The management pattern of budgetary fund implemented an open management which stressed on values of honesty and sincerity in all of the implementation.
Kata kunci: manajemen, pesantren al-Raisiyah, pendidikan Islam 75
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 9, No. 1, Januari 2013: 75-92
PENDAHULUAN Pondok pesantren merupakan sistem pendidikan tertua yang dianggap sebagai produk budaya Indonesia yang indigenous (berkarakter khas). Lembaga ini juga berfungsi sebagai sarana untuk mendalami ajaran agama islam dan mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian.1 Pesantren juga memiliki kultur yang unik dengan elemen utama sebagai subkultur, yakni pola kepemimpinan yang berada di luar kepemimpinan pemerintahan desa, literature universalnya terus terpelihara selama berabad-abad dari sistem nilai yang diikuti oleh masyarakat luas.2 Saridjo, dkk menyatakan bahwa agama islam tersebar luas di seluruh pelosok tanah air dan sarana popular pembinaan kader dan ulama ialah pesantren dan masjid. 3 Kelebihan pesantren terletak pada kemampuannya menciptakan sikap hidup universal, merata, lebih manidir dan tak bergantung pada lembaga masyarakat apapun. 4 Namun, perkembangan pesantren sangat dipengaruhi oleh manajemen yang terdapat pada tiap-tiap pesantren. Adanya manajemen merupakan sebuah konsekuensi logis untuk menjawab kebutuhan dan tuntutan perkembangan pendidikan yang terus berubah. Fattah mengatakan bahwa manajemen merupakan suatu konsep yang mengkaji keterkaitan dimensi perilaku, komponen sistem dalam kaitannya dengan perubahan dan pengembangan organisasi. Tuntutan perubahan dan pengembangan yang muncul sebagai akibat tuntutan lingkungan internal dan eksternal, membawa implikasi terhadap perubahan perilaku dan kelompok dan wadahnya.5 Lembaga pendidikan pondok pesantren telah lama bertahan dan tetap eksis hingga kini. Kemampuan eksistensinya sebagai lembaga pendidikan telah diakui sebagai bagian lembaga pendidikan nasional. Namun hal tersebut tak terlepas dari manajemen pendidikan yang diterapkan. Mastuhu menyatakan suatu sistem pendidikan (termasuk pondok pesantren) yang diterapkan akan menentukan apakah ia diminati atau tidak oleh khalayak. Sistem pendidikan akan mampu melayani tantangan zamannya apabila ia mampu merespon kebutuhan anak didik dan mengembangkan kemampuannya sesuai dengan kecenderungannya, merespon kemajuan ilmu dan teknologi serta kebutuhan pembangunan nasional.6 Keberadaan pondok pesantren juga tak luput dari pulau Lombok, pulau yang dikenal dengan nama pulau seribu masjid. Sejumlah nama pondok pesantren berdiri dengan kekhasannya masing-masing
1
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pondok Pesantren. Jakarta INIS: 1994), h. 3 Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi Esai-esai Pesantren.Yogyakarta: LKiS, 2001) h. 171 3 Saridjo, Marwan. Sejarah Pondok Pesantren Indonesia. Jakarta: Dharma Bakti, 1979), h. 35 4 Wahid, Abdurrahman. Bunga Rampai Pesantren. Jakarta: Dharma Bhakti, 1999), h. 74 5 Fattah, Nanang. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: RR, 2001), h. 39 6 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan, h. 41 2
76
Pola Manajemen Ponpes (Nurul Yakin)
dari ujung timur hingga barat. Salah satu pondok pesantren yang cukup dikenal dan berkarakter khas di kota Mataram ialah Pondok Pesantren Al-Raisiyah Sekarbela. Pondok Pesantren Al-Raisyah Sekarbela merupakan salah satu pondok pesantren yang berlokasi di daerah Sekarbela, kota Mataram yang dikenal oleh khalayak beberapa faktor utama. Pertama, daerah itu dikenal karena khazanah keagamaan yang kuat dengan lahirnya tokoh agama yang banyak mengasuh masyarakat Sasak di Lombok. Kedua, daerah Sekarbela memiliki masjid bersejarah yang masuk dalam kategori masjid tertua di Lombok. Ketiga, Sekarbela dikenal sebagai daerah pengrajin dan produsen barang-barang perhiasan khas Lombok. Pondok pesantren tersebut sebagai lembaga pendidikan masyarakat setempat memiliki beberapa keunikan. Beberapa keunikannya ialah (1) pengelolaan pesantren tersebut mengedepankan aspek dan nilai kekeluargaan di mana komponen pesantren seperti tenaga pendidik dan kependidikan beserta peserta didiknya berasal dari keluarga dan masyarakat sekitar, (2) mengajarkan ilmu nahwu (ilmu gramatika bahasa arab) dengan mendalam sebagai ciri khas pondok tersebut, (3) secara lebih luas dari poin kedua ini, kurikulum di pondok tersebut lebih menekankan pemberian materi agama terutama nahwu sebagai bentuk konsep KTSP, (4) dari aspek sosial, pondok pesantren itu lahir dan berkembang dalam mayoritas masyarakat pengrajin yang umumnya memiliki kepedulian yang rendah terhadap pendidikan, (5) sebagai konsekuensi logis dari kondisi sosial masyarakat tersebut, para santri memiliki keterampilan membuat barang pengrajin perhiasan yang membedakannya dari pondok pesantren yang lain, dan (6) mempertahankan sarana prasarana dan asrama bagi santri berupa rumah panggung dari anyaman bambu sebagai symbol tradisional di samping asrama putri yang bersifat permanen dari beton. Dengan keunikan dan keunggulan di atas menjadikan pondok pesantren ini menarik untuk dikaji lebih mendalam. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha untuk melihat hal-hal penting yang terkait dengan pembangunan pola manajemen pendidikan pondok pesantren. Beberapa di antaranya adalah model kurikulum pendidikan yang digunakan, proses perekrutan, pengelolaan sarana dan prasarana, sistem pengelolaan anggaran dan pola hubungan masyarakat di pondok pesantren. Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: (1) bagaimana pola manajemen kurikulum di pondok pesantren Al-Raisiyah, (2) bagaimana pola manajemen pendidik dan tenaga kependidikan di pondok pesantren AlRaisiyah, (3) bagaimana pola manajemen sarana dan prasarana di pondok pesantren AlRaisiyah, (4) bagaimana pola manajemen pembiayaan atau pendanaan di pondok pesantren Al-Raisiyah, (5) bagaiaman pola manajemen kesiswaan di pondok pesantren Al-Raisiyah, (6) bagaiamana pola manajemen hubungan masyarakat di pondok pesantren Al-Raisiyah. 77
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 9, No. 1, Januari 2013: 75-92
Melalui penelitian ini, maka nantinya tujuan yang diharapkan dapat berguna demi kebutuhan ilmiah dan kepentingan praktis. Kegunaan ilmiah disini ialah penelitian ini dapat memberikan sumbangsih pemikiran kepada intelektual akademisi kependidikan khususnya meyangkut pola manajemen pendidikan pondok pesantren. Selain itu, kepentingan praktis disini adalah studi ini dapat bermanfaat bagi (1) pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan pondok pesantren (pengasuh, pengelola, yayasan, pengajar, santri, alumni dan sebagainya) dalam meningkatkan kualitas pendidikan pondok pesantren, (2) kementerian agama propinsi NTB terutama bidang pendidikan dan pondok pesantren sebagai bahan informasi untuk mengambil langkah-langkah konkret dalam penyelenggaran pendidikan pondok pesantren yang lebih baik, (3) pemerintah daerah NTB, khusunya pemerintah kota Mataram sebagai bahan informasi dalam upaya pemberdayaan masyarakat dan meningkatkan sumber daya manusia setempat sehingga pemerintah kelak mampu membantu menyelenggarakan pendidikan pondok pesantren yang lebih baik. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah pendekatan kualitatif. Creswell (2007) menyatakan bahwa penelitian kualitatif ialah suatu proses penelitian ilmiah untuk memahami masalah-masalah manusia dalam konteks sosial dengan menciptakan gambaran menyeluruh dan kompleks yang disajikan melaporkan pandangan terperinci dari para sumber informasi serta dilakukan dalam setting yang alamiah tanpa adanya intervensi apapun dari peneliti. Oleh karena penelitian ini mengkaji pola manajemen yang tumbuh dan berkembang melalui proses, sebab itu metode ini dipilih. Penelitian kualitatif menekankan pada proses bukan hasil atau produk. Relevan dengan pendekatan di atas, sumber data dalam penelitian mengacu pada pendapat Pohan,7 bahwa sumber data dibagi menjadi (1) pribadi atau perorangan memiliki informasi terkait dengan yang diteliti, dalam penelitian ini sumber datanya ialah pimpinan pondok pesantren, kepala MA dan MTs, dan tokoh-tokoh masyarakat. (2) Lembaga-lembaga, organisasi social, sekolah, komite sekolah dan sejenisnya, (3) proses kegiatan, peristiwa yang sedang berlangsung, dalam hal ini contohnya kegiatan belajar mengajar, pengajian dan sejenisnya. (4) Bahan-bahan dokumen, laporan, arsip, surat-surat keputusan, undang-undang, peraturan dan sebagainya (5) Kepustakaan, yaitu buku, kitab, majalah, artikel dan bahan tertulis sejenisnya.
7
Prastowo, Andi. Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian. Jakarta: Ar-Ruzza Media, 2011.
78
Pola Manajemen Ponpes (Nurul Yakin)
Adapun sumber data utama (sumber primer) penelitian ini ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya data tambahan seperti dokumen merupakan sumber kedua (sekunder). Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati dan diwawancari merupakan sumber utama yang dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman dan pengambilan foto dan film. Sedangkan pengumpulan data di lapangan dengan menggunakan pengamatan partisipatif (obervasi), wawancara mendalam dan dokumentasi. Dalam observasi, fokus pengamatan dilakukan terhadap tiga komponen utama, yaitu ruang/tempat, aktor atau pelaku dan aktivitas (kegiatan). Secara rinci, data yang dikumpulkan dengan teknik ini adalah data tentang pola manajemen pondok pesantren Al-Raisiyah (pola manajemen kurikulum, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pembiayaan/pendanaan, kesiswaan dan pola manajemen hubungan masyarakat) Data-data yang berhasil dikumpulkan, dianalisis dengan merujuk pada analisis data kualitatif dalam rumusan Bogdan dan Biken (1982), yaitu upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milihnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensitesiskannya, mencari, dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang telah dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Moeleong menambahkan bahwa analisis data merupakan tahap pertengahan dari serangkaian dalam sebuah penelitian yang harus melalui proses analisis data terlebih dahulu agar dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya.8 Dalam hal ini, peneliti aka melakukan analisis data secara tepat dan sesuai prosedur yang ditentukan, yaitu mengurai dan mengolah data mentah menjadi data yang dapat ditafsirkan dan dipahami secara spesifik sehingga hasil dari analisis data yang baik adalah data olah yang tepat dan dimaknai sama atau relatif sama dan tidak bias atau menimbulkan perspektif yang berbeda-beda. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Manajemen di Pondok Pesantren Al-Raisiyah Manajemen merupakan kata kunci dari keberhasilan pengelolaan suatu lembaga pendidikan seperti juga pondok pesantren. Perlunya penerapan manajemen dengan pola yang tepat dan efektif didorong oleh suatu kenyataan bahwa perkembangan dunia pendidikan dewasa ini semakin kompetitif. Selain itu tuntutan pelayanan pendidikan yang sesuai dengan standar pelayanan minimal pendidikan mengharuskan lembaga pendidikan seperti pondok pesantren harus berbenah,
8
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2010), h.248
79
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 9, No. 1, Januari 2013: 75-92
Latar belakang sejarah yang berabad-abad, menunjukkan bahwa pesantren telah mampu bertahan dan dapat mengatasi tantangan zaman, Perannya yang begitu besar di tengah-tengah masyarakat sekaligus memmadukan tiga unsur pendidikan yang amat penting, ibadah untuk menanamkan iman, tablig untuk penyebaran ilmu, dan amal untuk mewujudkan kegiatan kemasyarakatan dalam kehidupan sehari-hari menjadikan pondok pesantren sebagai lembaga alternatif bagi masyarakat. Kondisi ini diperparah dengan terjadinya dekadensi moral dikalangan generasi muda sehingga pondok pesantren menjadi lembaga harapan bagi masyarakat untuk memperbaiki kondisi generasi muda di masa depan. Kondisi di atas menggambarkan bahwa harapan dan optimisme masyarakat terhadap pesantren dan lembaga pendidikan Islam lainnya sungguh sangat besar, sebagaimana diungkapkan oleh dua tokoh intelektual Islam. Misalnya Fazlur Rahman, ia mengatakan bahwa kemungkinan besar madrasah-madrasah dan pesantren-pesantren akan menjadi Feeder Institution sumber in put bagi lembaga-lembaga Islam negeri. Nurcholish Madjid bahkan melihat lebih dari itu. Menurutnya, pesantren dimungkinkan sebagai sebagai lembaga pendidikan masa depan Indonesia.9 Atas dasar itulah maka penerapan manajemen yang tepat di suatu pondok pesantren sangat penting untuk mencapai tujuan pendidikan yang optimal, untuk bisa menjadi lembaga pendidikan masa depan Indonesia dan ini merupakan bentuk investasi. Dengan demikian, manajemen yang handal merupakan sesuatu yang tidak boleh tidak ada dalam pengelolaan pondok pesantren. Penerapan aspek-aspek manajemen pendidikan di pondok pesantren ini tentunya mencakup semua aspek baik kurikulum, pendidik dan tenaga kependidikan, peserta didik, sarana dan prasarana, pembiayaan dan hubungan masyarakat. Fokus kajian dalam penelitian ini ditekankan pada pola penerapan manajemen kurikulum, manajemen pendidik dan tenaga kependidikan serta manajemen pembiayaan/pendanaan.
Pola Manajemen Kurikulum Sebagai lembaga pendidikan yang memproses santri menjadi anak manusia yang bermanfaat dalam kehidupan duniawi dan ukhrawinya, maka pesantren dalam konteks pencapaian tujuan pendidikannya tidak bisa dipisahkan dengan kurikulum yang didesainnya. Oleh karena itu, bukan sesuatu yang naif bila dipandang perlu adanya manajemen kurikulum pesantren yang handal dan mumpuni sekaligus dapat mengantisipasi perkembangan ilmu dan teknologi dewasa ini. Berbicara tentang manajemen kurikulum, dalam konteks penelitian ini lebih menekankan pada pola penerapannya di lapangan yang setidaknya dapat diklasifikasi 9 Yasmadi. Modernisasi Pesantren Kritik Nurcholis Madjid Terhadap Pesantren Islam Tradisional.Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 3
80
Pola Manajemen Ponpes (Nurul Yakin)
menjadi empat aspek, yaitu perencanaan kurikulum, organisasi kurikulum, pelaksanaan kurikulum dan pengawasan atau evaluasi kurikulum. Mengingat pentingnya masalah kurikulum ini maka kepala madrasan sebagai manajer di madrasah, diharapkan sudah mahir mengoptimalkan setiap potensi madrasah dalam proses mencapai tujuan pendidikan, termasuk bagaimana mensukseskan implementasi kurikulum yang berlaku. Sehubungan dengan suksesnya pelaksanaan kurikulum, kepala madrasah setidak-tidaknya melaksanakan fungsi-fungsi manajemen: perencanaan, pengorganisasian (koordinasi), penggerakan (kepemimpinan, motivasi, komunikasi), dan pengendalian.10 Begitu pula yang ada di pondok pesantren Al-Raisiyah Sekarbela. Di pondok ini berlaku dua jenis kurikulum yaitu : Kurikulum Umum Kementerian Agama (KTSP) sesuai dengan jenjang pendidikan yang ada dan Kurikulum Takhassus (Khusus) sebagai kurikulum khas pondok pesantren Al-Raisiyah dan membedakannya dengan pondok pesantren yang lainnya. Pembelajaran dengan kurikulum umum dilaksanakan menggunakan sistem klasikal dengan mengambil Jum’at sebagai hari libur dan kenaikan kelas dilaksanakan setiap setahun sekali dengan berpedoman pada kurikulum yang telah dibuat. Proses belajar mengajar menggunakan papan tulis (white board), buku catatan, kitab, dan medea lainnya yang lazim digunakan di sekolah pada umumnya. Sedangkan kurikulum takhassus dilaksanakan melalui kegiatan pengajian dengan duduk bersila (halaqoh) berkelompok dan jarang menggunakan papan tulis dan media lain pada umumnya. Para santri belajar dengan mencatat arti di bawah teks atau di samping kitab, menghafal dan bertanya. Sedangkan model evaluasi yang dilakukan di pondok pesantren Al-Raisiyah pada dasarnya sama dengan madrasah-madrasah yang lain pada umumnya yaitu evaluasi harian, tengah semester dan akhir semester serta dilaksanakan dengan jadwal yang telah ditentukan. Kegiatan evaluasi dilakukan dalam rangka untuk mengetahui sejauhmana penguasaan santri terhadap materi pelajaran yang diberikan, dan juga untuk memberikan peredikat kenaikan kelas atau tingkat kepada jenjang yang lebih tinggi. Namun dalam kegiatan pengajian sedikit ada perbedaan, terutama pada pengajian-pengajian kitab dimana evaluasi dilakukan dengan menghafal, dan memahami isi kandungan kitab, dan ini dilakukan secara spontanitas untuk kenaikan atau kepindahan kepada materi kitab yang lain, jadi bukan untuk kenaikan kelas. Waktu evaluasipun tidak terikat dengan jadwal dan waktu yang ketat. Berdasarkan kondisi di lapangan tersebut terlihat bahwa manajemen kurikulum telah berjalan dengan baik meskipun belum benar-benar maksimal. Hal ini dibuktikan dengan sudah tersusunnya program-program kurikulum (pembelajaran), disusunnya administrasi
10
Ibid. h. 21
81
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 9, No. 1, Januari 2013: 75-92
pembelajaran berupa silabus dan RPP oleh para tenaga pendidik (guru) dan telah dituangkannya uraian tugas-tugas mengajar guru dalam bentuk jadwal pelajaran beserta tugas-tugas tambahan lainnya baik bagi guru maupun tenaga kependidikan lainnya serta adanya kegiatan evaluasi pembelajaran untuk mengukur tingkat daya serap siswa yang dilaksanakan secara rutin dan berkesinambungan. Ini menunjukkan bahwa para kepala madrasah yang berada di lingkup pondok pesantren Al-Raisiyah telah memahami dengan baik arti penting manajemen kurikulum di suatu lembaga pendidikan sehingga senantiasa berupaya untuk memanfaatkan segenap potensi di madrasah untuk mensukseskan pelaksanaan kurikulum tersebut, baik kurikulum formal maupun kurikulum takhassus. Hal ini sejalan dengan pernyataan Iskandar yang mengingatkan bahwa masalah kurikulum di sekolah/madrasah adalah hal yang paling penting sehingga kepala sekolah/madrasah sebagai manajer pendidikan, diharapkan mampu mengoptimalkan potensi sekolah dalam proses mencapai tujuan pendidikan, termasuk bagaimana mensukseskan implementasi kurikulum yang dapat dicapai dengan melaksanakan fungsi-fungsi manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian (koordinasi), penggerakan (kepemimpinan, motivasi, komunikasi), dan pengendalian.11 Namun satu hal yang menjadi catatan penting dalam pelaksanaan manajemen kurikulum di pondok pesantren Al-Raisiyah adalah masih adanya kekeliruan dalam pola fikir pengurus pondok yang mengatakan bahwa kurikulum formal (dalam hal ini adalah KTSP) merupakan kurikulum siap pakai yang telah disiapkan oleh pemerintah (Kementerian Agama) dan madrasah hanya bertugas melaksanakan saja. Akibat kesalahan pola fikir ini maka terdapat perbedaan perlakuan terhadap kurikulum formal dengan kurikulum takhassus. Sebagaimana diketahui bahwa kurikulum takhassus memiliki tim khusus yang bertugas menyusun dan mengembangkannya, sedangkan KTSP sebagai kurikulum formal di pondok pesantren AlRaisiyah disusun tanpa menggunakan tim tertentu. Padahal idealnya, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang merupakan seperangkat bahan-bahan pembelajaran yang akan diberikan kepada peserta didik harus disusun secara bersama-sama oleh seluruh stakeholder pendidikan yang ada di tingkat satuan pendidikan (baik sekolah maupun madrasah) dan berorientasi pada : 1) hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri siswa melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna; dan 2) Keberagaman yang dapat diwujudkan sesuai kebutuhan siswa.12 KTSP sebagai kurikulum pendidikan formal semestinya lebih mendapatkan perhatian mengingat legalitas pendidikan peserta didik diatur dalam kurikulum
11
Iskandar, H. PengelolaanKurikulum di Tingkat Sekolah. Jakarta: Depdiknas, 2003), h. 21 Ibid. h. 13
12
82
Pola Manajemen Ponpes (Nurul Yakin)
tersebut. Namun begitu kurikulum takhassus meskipun bukan kurikulum formal tetap harus diformulasikan dengan baik mengingat kurikulum ini merupakan ciri khas pondok pesantren Al-Raisiyah sekaligus nilai jual kepada masyarakat.
Pola Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan Di dalam organisasi ada beberapa orang yang melakukan kegiatan sesuai tugas masingmasing dan mereka saling berinteraksi. Sebenarnya bukan hanya interaksi saja namun setiap individu di dalamnya perlu dipacu untuk terus andil mengambil peran dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu pengelolaan sumber daya manusia di dalam suatu organisasi sangatlah penting, termasuk juga di lembaga pendidikan besar semacam pondok pesantren. Manajemen sumber daya manusia atau dalam lembaga pendidikan menjadi manajemen pendidik dan tenaga kependidikan, merupakan bagian dari manajemen organisasi yang memfokuskan pada pengelolaan sumber daya manusia. Pengembangan sumber daya manusia dibagi dalam beberapa area kerja yaitu desain organisasi, pengembangan organisasi, perencanaan dan pengembangan karir pegawai, perencanaan sumber daya manusia, sistem kinerja pegawai, kompensasi dan gaji, kearsipan pegawai. Perlu dipahami juga oleh suatu organisasi bahwa pilar utama dalam membangun organisasi yang berwawasan global adalah kemampuan setiap individu yang tergabung dalam organisasi. Satu pertanyaan kritis muncul karakteristik individu seperti apa yang dibutuhkan oleh suatu lembaga dan bagaimana manajemen pengelolaannya. Karakteristik sumber daya manusia (pendidik dan tenaga kependidikan) yang diperlukan saat ini adalah mereka yang mempunyai : “integritas, inisiatif, kecerdasan, keterampilan sosial, penuh daya dalam bertindak dan penemuan baru, imajinasi dan kreatif, keluwesan, antusiasme dan mempunyai daya juang (kecerdasan adversity / kemampuan mengubah hambatan menjadi peluang), mempunyai pandangan ke depan dan mendunia.” Kemampuankemampuan di atas adalah kemampuan yang dianggap sesuai untuk mengembangkan lembaga-lembaga pendidikan besar semacam pondok pesantren. Begitu pula dalam masalah pengelolaan manajemen pendidik dan tenaga kependidikan harus benar-benar efektif dan efisien. Manajemen pendidik dan tenaga kependidikan yang efektif artinya bahwa manajemen tersebut mampu meningkatkan budaya kerja dan kinerja guru dan pegawai. Efisien dalam arti dapat memberikan peluang bagi seluruh guru dan pegawai untuk mengembangkan diri sesuai kemampuan. Penerapam manajemen pendidik dan tenaga kependidikan di pondok pesantren AlRaisiyah cenderung masih menerapkan pola tertutup dimana perekrutan pendidik maupun
83
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 9, No. 1, Januari 2013: 75-92
tenaga kependidikan dilaksanakan secara diam-diam atau tanpa publikasi dan hanya diprioritaskan bagi kalangan tertentu di sekitar lingkungan pondok pesantren. Hal ini dibuktikan dengan adanya pemisahan antara penerimaan guru/pegawai dari kalangan dalam pondok dan luar pondok. Kondisi tersebut tentunya kurang tepat karena akan mempersempit peluang lembaga untuk memperoleh tenaga pendidik maupun tenaga kependidikan yang benar-benar handal, meskipun dalam recruitment dan pengembangan sumber daya manusia tersebut telah mengacu kepada karakteristik-karakteristik tertentu yang ditentukan pondok seperti profesionalisme, kejujuran dan keikhlasan. Selain itu dalam pola pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan perlu lebih dikembangkan selain telah adanya pola pembinaan berkesinambungan melalui kegiatan pengajian dan workshop peningkatan mutu, lembaga juga perlu mempersiapkan adanya “masa orientasi” agar nantinya guru/pegawai mampu berkembang dan berjuang sesuai yang diharapkan lembaga. Masa orientasi sangat penting untuk mengurangi keluhan pada masa mendatang akan ketidakmampuan individu ketika lembaga mengadakan perubahan. Masa orientasi ini perlu di desain sebaik mungkin karena merupakan masa transisi dimana setiap individu dibentuk sesuai yang diharapkan lembaga dengan dimulai dari kompetensi awal yang dimiliki mereka. Kegiatan pada masa orientasi terbatas pada waktu tertentu dan kegiatan dapat berupa pelatihan atau kegiatan apa saja yang wajib diikuti oleh setiap individu untuk memenuhi standar yang diharapkan. Masa ini menjadi masa kritis guru untuk tetap dipertahankan atau tidak bergabung dengan lembaga. Selanjutnya masa orientasi ini dapat diteruskan dengan “masa pemantapan” dengan pola yang sama dengan orientasi hanya kadar kompetensi yang dituntut berbeda. Selain itu, penerapan pola tertutup dalam pengelolaan pendidik dan tenaga kependidikan di pondok pesantren Al-Raisiyah Sekarbela secara tidak langsung telah menutup pengembangan karir (career development) guru/pegawai. Career development ini hadir sebagai jawaban atas realita keseharian kualitas guru yang berbeda-beda, dimana ada guru yang dapat diandalkan dan ada pula guru yang hanya sekedar menjalankan tugas. Dalam hal ini career development menjadi sangat dibutuhkan untuk membuat guru termotivasi meningkatkan kinerjanya. Seperti yang dijelaskan oleh Imma Helianti (2006), career development perlu diciptakan oleh lembaga agar dapat memotivasi setiap individu yang terlibat. Setiap individu tahu jelas persyaratan yang harus dipenuhi untuk menduduki satu jabatan atau tingkatan tertentu. Bagi individu ada satu kepastian sejauh mana kemampuan dan pengetahuannya perlu dikembangkan. Setiap individupun dapat menilai dirinya sendiri pada level apa sebenarnya kemampuan dan pengetahuannya. Jelas disini dapat menghindari unsur subyektivitas. Career development dapat menjadi satu nilai positif ketika pada setiap level 84
Pola Manajemen Ponpes (Nurul Yakin)
di dalamnya jelas alat ukurnya. “Pengendalian posisi” dapat menjadi partner dalam penerapan career development . Karena dalam pengendalian posisi ada aturan untuk kapan ‘dipromosikan’, berapa lama di posisi tersebut, kapan berhenti, individu tersebut direncanakan untuk posisi apa dan sebagainya. Pengendalian posisi ini untuk mengantisipasi jika semua guru mempunyai motivasi berprestasi sekaligus mensortir guru yang tak mempunyai motivasi berprestasi. Kondisi demikian akan memicu setiap individu untuk berprestasi sesuai dengan harapan individu dan lembaga.
Pola Manajemen Pembiayaan Aspek pembiayaan sangatlah menentukan kelangsungan dari suatu lembaga pendidikan. Dalam merencanakan suatu pembiayaan pendidikan apalagi lembaga pendidikan tersebut merupakan lembaga pendidikan dengan kompleksitas tinggi seperti pondok pesantren, maka pengelolaan keuangan sangat menentukan dalam menjamin kelangsungan hidup lembaga pendidikan tersebut. Disini fungsi manajemen pembiayaan menjadi benar-benar sangat dibutuhkan. Berdasarkan temuan pada paparan data hasil penelitian di bab sebelumnya dapat diketahui bahwa pola pelaksanaan manajemen pembiayaan di pondok pesantren Al-Raisiyah Sekarbela sudah menerapkan pola “manajemen terbuka” dengan memperhatikan penerapan fungsi-fungsi manajemen pembiayaan dari perencanaan ( planning) melalui penyusunan RAPBS, pengorganisasian (organizing) melalui pengalokasian sumber dana, pelaksanaan (directing) melalui penggunaan sumber dana untuk membiaya kegiatan pondok dan pengawasan (controlling) melalui pemeriksaan terhadap buku-buku administrasi keuangan dan laporan-laporan keuangan. Pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen pembiayaan ini sejalan dengan pendapat Handoko yang menjelaskan bahwa perencanaan dalam kaitannya dengan sumber dana mencakup tahapan financial planning yang melahirkan istilah budgetting, financial organizing yang mencakup penyiapan anggaran, inventarisir sumber dan menetapkan biaya dan tahap monitoring atau evaluasi jika diperlukan.13 Manajemen terbuka yang diterapkan di pondok pesantren Al-Raisiyah ini memang sedikit berbeda dengan kebanyakan pondok pesantren yang kental dengan nuansa “paternalistic management” dan umumnya lebih memilih “manajemen tertutup” ( close management). Meskipun diakui bahwa para pengelola anggaran di pondok pesantren Al-Raisiyah adalah orang-orang yang memiliki hubungan kedekatan dengan pimpinan pondok, namun telah melalui proses seleksi yang ketat dengan mempertimbangkan kemampuan dan loyalitas. 13
Handoko, T. Hani. Manajemen (Edisi2). Yogyakarta: BPFE, 2003), h. 79
85
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 9, No. 1, Januari 2013: 75-92
Pola “manajemen terbuka” ini serasa lebih komplit dengan menyisipkan orientasi nilai menuju akuntabilitas dalam pengelolaan dana dan segala aktivitas di pondok. Orientasi nilai tersebut seperti yang dijabarkan oleh pengurus pondok adalah nilai-nilai yang ditanamkan oleh para pendiri pondok yakni, keterbukaan dan keikhlasan dengan mengharapkan keridho`an Allah SWT. Tentunya semua itu bermuara pada satu harapan yaitu terciptanya pengelolaan anggaran yang akuntabel dan transparan. Satu hal yang luput dari kajian para pemengang kebijakan di pondok pesantren AlRaisiyah adalah perlunya “perimbangan biaya” pada setiap biaya yang dikeluarkan. Perimbangan biaya ini tentunya disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dimungkinkan. Perimbangan biaya tersebut misalnya : (a) lembaga telah mengeluarkan biaya untuk melakukan kegiatan intern di pondok maka sebagai perimbangannya dapat dilakukan satu program kerjasama dengan pihak luar yang dikemas secara professional memanfaatkan sumber daya manusia intern yang telah terlatih, dan menggunakan fasilitas yang sudah ada. Maka keuntungan ganda akan muncul, lembaga akan dikenal oleh masyarakat, sumber daya manusia intern dapat mengaktualisasi dirinya, memanfaatkan fasilitas semaksimal mungkin dan lembaga mendapat keuntungan nominal dari program tersebut. Selain itu, lembaga dapat juga melakukan perimbangan dengan menyiapkan fasilitas gedung dengan ruangan (aula) yang memadai untuk memperlancar opersional. Setelah tidak ada kegiatan sekolah maka ruang tersebut menjadi ruangan kosong. Pada kondisi ini dapat perimbangan biaya yang dapat dilakukan misalnya dengan menyewakan ruangan tersebut untuk masyarakat sekitar. Dalam pelaksanaan perlu aturan main yang tidak membahayakan atau merugikan lembaga. Ruang/lab komputer dapat dimanfaatkan dan dikelola untuk pelatihan/ruang kursus. Ruang laboratorium beserta peralatan dapat dikelola (seperti perpustakaan umum) untuk kegiatan penelitian. Namun ada satu syarat bila dikelola secara professional sehingga tidak menggangu. pelaksanaan kegiatan sekolah. (c) Pembuatan buku yang didesain oleh lembaga dengan melibatkan guru yang ada. Kondisi ini menguntungkan karena sekolah sudah mempunyai pasar sendiri sehingga tidak takut lagi buku tersebut tidak akan laku. Sementara di sisi lain dapat terciptanya wadah untuk menyalurkan bakat guru sebagai penulis. Namun kehadiran Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) di pondok diharapkan dapat menjadi cikal bakal program-program perimbangan biaya yang tentunya harus dikelola secara professional dan sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku.
86
Pola Manajemen Ponpes (Nurul Yakin)
Faktor–faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Manajemen di Pondok Pesantren Al-Raisiyah Sebagai pelengkap analisis terhadap hasil peneltian ini dapat dikemukakan beberapa faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pola manajemen pendidikan di pondok pesantren Al-Raisiyah Sekarbela antara lain :
Faktor pendukung a. Pengasramaan Salah satu ciri khas pondok pesantren adalah adanya asrama bagi santri sehingga para santri diharuskan tinggal di asrama. Meskipun dengan bentuk asrama yang sangat sederhana namun pengasramaan santri di pondok pesantren Al-Raisiyah ternyata membawa dampak yang cukup berarti. Menurut pengelola pondok, kondisi ini maka akan sangat mempermudah para tuan guru atau ustadz dalam melaksanakan pengajian meskipun dengan waktu yang berbeda-beda. Selain itu, posisi santri yang berada di asrama akan sangat membantu dalam melakukan pengawasan terutama terhadap aktifitas atau bahkan jika ingin menanamkan suatu nilai kepada para santri. b. Ketaatan Doktrin ajaran akhlakul karimah yang diajarkan para tuan guru dan ustadz kepada para santri untuk mendengarkan setiap nasehat betul-betul dapat membentuk ketaatan pribadi para santri dan pengurus. Kebersamaan hidup dalam perjuangan dan keprihatinan, kebersamaan dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, shalat berjamaah, zikir dan pengajian adalah beberapa wahana menanamkan nilai-nilai ketaatan yang dibangun di pondok pesantren Al-Raisiyah Sekarbela. Bahkan para alumni terkadang rela kembali ke pondok untuk menjadi tenaga pengajar bila dibutuhkan meskipun tanpa imbalan yang sepantasnya. c. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kondisi sosial ekonomi masyarakat Sekarbela yang berlatar belakang sebagai pengusaha emas dan mutiara secara langsung maupun tidak langsung telah membawa dampak yang signifikan dalam perkembangan pondok pesantren Al-Raisiyah. Bantuan dana atau sarana prasarana yang dibutuhkan oleh pondok dengan cepat dapat dipenuhi melalui peran orang tua/wali santri, d. Fanatisme Sebagai wilayah muslim yang luas, masyarakat Sekarbela telah terbentuk menjadi pribadi-pribadi yang memiliki fanatisme tinggi terhadap Islam dan para tuan guru di wilayahnya. Setiap perkataan tuan guru senantiasa terpatri di jiwa setiap pribadi di Sekarbela dan ini menumbuhkan ghiroh perjuangan untuk membesarkan pondok. 87
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 9, No. 1, Januari 2013: 75-92
Faktor Penghambat a. Sumber daya manusia Meskipun memiliki sumber daya manusia yang melimpah namun kualitas SDM pondok pesantren Al-Raisiyah masih dominan pada satu bidang saja yaitu bidang agama. Hal ini tidak mengherankan mengingat pengembangan kurikulum di pondok pesantren Al-Raisiyah masih dititikberatkan pada pengembangan kurikulum takhassus yang bercirikan materi-materi agama. Kondisi ini mengakibatkan hamper semua SDM di sekita pondok adalah SDM yang berlatar belakang agama dan masih sangat jarang mereka yang mau menggeluti bidang yang lain selain bidang agama, seperti : matematika, sains, teknologi, kedokteran atau yang lainnya. b. Sumber dana Adanya kebijakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dewasa ini ternyata membawa dampak yang kurang menguntungkan juga bagi lembaga-lembaga pendidikan, tidak terkecuali pondok pesantren Al-Raisiyah. Pondok pesantren Al-Raisiyah yang pada awalnya hidup dan berkembang dari sumber dana berupa beras jimpitan dari masyarakat, namun karena adanya dana BOS mengakibatkan masyarakat menjadi enggan untuk berpartisipasi melalui program beras jimpitan tersebut. Bahkan program tersebut kini telah benar-benar terhenti dan itu artinya satu sumber pendanaan pondok telah hilang. c. Sifat kekeluargaan yang tertutup Adanya sifat lebih mengutamakan keluarga dan lingkungan pondok terutama dalam penerimaan pendidik dan tenaga kependidikan serta pengelolaan anggaran juga bisa memberikan dampak yang negatife karena akan menimbulkan fitnah dari kalangan luar pondok. Selain itu, kondisi ini juga akan menimbulkan adanya “hello effect” dimana pengawasan dan evaluasi terhadap pelaksanaan suatu aspek manajemen menjadi terganggu karena adanya perasaan yang tidak nyaman ketika akan menegur atau mengoreksi keluarga sendiri. SIMPULAN Berdasarkan uraian di atas, maka disimpulkan bahwa pola manajemen yang diterapkan di pondok pesantren Al-Raisiyah Sekarbela Mataram adalah: pertama, pola manajemen kurikulum di pondok pesantren Al-Raisiyah menerapkan dua model kurikulum, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sebagai kurikulum umum dan Kurikulum Takhassus (Kurikulum Khusus). Dalam penerapannya, pola manajemen kurikulum yang dilaksanakan masih menitikberatkan pada kurikulum takhassus sebagai ciri khas pondok yang dibangun dengan latar belakang historis yang kuat. Akibatnya KTSP sebagai kurikulum
88
Pola Manajemen Ponpes (Nurul Yakin)
umum tidak banyak mendapat pengurus karena berkembangnya pemikiran bahwa KTSP sebagai kurikulum pendidikan formal telah disusun secara penuh oleh pemerintah (melalui Kementerian Agama) dan pondok/madrasah tinggal melaksanakan saja. Sedangkan pola pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan kurikulum dibebankan sepenuhnya kepada kepala madrasah beserta staf untuk kurikulum umum dan tim takhassus untuk kurikulum khusus. Kedua, pola manajemen pendidik dan tenaga kependidikan dilaksanakan dengan pola berkesinambungan yang meliputi : analisis kebutuhan, rencana perekrutan, proses seleksi, penempatan, pembinaan dan penilaian pendidik dan tenaga kependidikan. Semua proses manajemen pendidik dan tenaga kependidikan ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan kekerabatan dan aspek “putra daerah”. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pengurus pondok melakukan pemisahan antara sistem penerimaan pendidik dari kalangan keluarag atau masyarakat sekitar pondok dengan pendidik dari luar wilayah pondok, dimana mereka yang bisa diterima menjadi tenaga pendidik atau tenaga kependidikan di pondok pesantren Al-Raisiyah diprioritaskan dari kalangan keluarga pondok dan atau masyarakat di sekitar pondok. Pola ini dilaksanakan untuk mempermudah fungsi kontrol bagi semua pendidik dan tenaga kependidikan karena bertempat tinggal dekat dengan pondok sekaligus dapat menekan kemungkinan-kemungkinan adanya rasa ketidakpuasan pendidik dan tenaga kependidikan yang disebabkan oleh pemberian kesejahteraan ataupun yang lainnya. Hal ini mengingat dasar pengangkatan pendidik dan tenaga kependidikan di pondok pesantren Al-Raisiyah sangat menekankan pada keikhlasan; dan ketiga, pola manajemen pembiayaan di pondok pesantren Al-Rasiyah menerapkan pola manajemen terbuka melalui tahap-tahap perencanaan anggaran, organisasi dan alokasi anggaran, penggunaan anggaran dan pengawasan atau evaluasi anggaran. Pola manajemen terbuka ini terasa lebih lengkap dengan disisipkannya orientasi nilai-nilai kejujuran dan keikhlasan pada semua pengelola anggaran sehingga mendukung pengelolaan anggaran yang akuntabel dan transparan. Daftar Pustaka Abd. Syakur, Ahmad. Islam dan Kebudayaan: Akulturasi Nilai-Nilai Islam Dalam Budaya Sasak, Yogyakarta: Adab Press, 2006. Anselm, Astrauss& Juliet Corbin. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif . Yogyakarta: PustakaPelajar, 2009. Anwar, Qomari. Reorientasi Pendidikan dan Reorientasi Keguruan. Jakarta: Uhamka, 2002. Arif, Halim Choiru. Manajemen Pesantren. Yogyakarta: LKiS Printing Cemerlang, 2009. 89
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 9, No. 1, Januari 2013: 75-92
Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta: Logos WacanaIlmu, 2002. Badan Pusat Statistik Propinsi Nusa Tenggara Barat. Nusa Tenggara Barat dalam Angka: Mataram, 2010. Beane, James A.at. Al. Curriculum Planning and Development.Boston: Allyn andBacon, Inc. 1986. Bedein, Arthur G. & William F. Glueck. Management. Chicago: The Dryden Press, 1983. Bloom, Benjamin S. Taxonomy of Educational Objectives. New York: Longman, 1981. Blaug, Mark. Economics of Education. New Zealand: Penguin Books, 1972. Bolman, Lee G. Reframing Organizations; Artistry, Choice and Leadership Third Edition.San Francisco: Jossey-Bass, 2003. Bryson, Johnm. Perencanaan Strategis Bagi Organisasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003. Budiwanti, Erni. Islam Sasak (Wetu Telu Versus Waktu Lima). Yogyakarta: LKiS. 2000. Cohn, Elchanan. The Economics of Education, Revised Edition. Cambridge: Ballinger Publishing Company, 1979. Denzin, Norman K.Hand Book of Qualitative Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Edisi Bahasa Indonesia, 1998. Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia, 2008. Djarwanto, Capital Budgeting.Yogyakarta: BPEE, 1993. Endang, Herawati dan Nani, Hartini. Manajemen Pendidikdan Kependidikan, Manajemen Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2009. Fajar, Abdul Malik. Platform Reformasi Pendidikandan Sumber Daya Manusia .Jakarta: Ditjen Bimbaga Depag RI, 1999. Fattah, Nanang. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: RR, 2001 Griffin, Ricky W. Management. New Delhi: Houghton Miffin Company, 1997. Hamalik, Oemar. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010. Handoko, T. Hani. Manajemen (Edisi2). Yogyakarta: BPFE, 2003. Harapandi.Studi Kepemimpinan Kyai pada Pondok Pesantren Al-Islahudini Kediri Lombok Barat (LaporanPenelitian).Mataram: LembagaPenelitian IAIN Mataram, 2005. Herdiyansyah, Hari. Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-ilmu Sosial . Jakarta: SalembaHumanika, 2010.
90
Pola Manajemen Ponpes (Nurul Yakin)
Hornby, A. S. Oxford Advanced Learner‘s Dictionary of Current English. Oxford: Oxford University Press, 1995. Imron, Ali. Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara, 2011. Iskandar, H. PengelolaanKurikulum di Tingkat Sekolah. Jakarta: Depdiknas, 2003. Iskandar. Mengenal Sekarbela Lebih Dekat. Yogyakarta: Mahkota Kata, 2011. Ismail, M., Sukardi, dan Su’ud Surachman. “Pengembangan Model Pembelajaran IPS Berbasis Kearifan Lokal Masyarakat Sasak : Kearah Sikap dan Berprilaku Berdemokrasi Siswa SMP/MTs”. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran. Jilid 42. Nomor 2. Juli 2009. halaman 136 – 144. Singaraja: Undiksha. 2009. Kafrawi. Pembaharuan Sistem Pendidikan Pondok Pesantren. Jakarta: Cemara Indah, 1987. Kementrian Agama Propinsi Nusa Tenggara Barat, Data Kepala Bidang Kapontren. Mataram. 2011. Levey. School Dictionary. New York: Mac Millan/ McGraw-Hill, 1993. Madjid, Nurcholis. Bilik-bilik Pesantren, Sebuah Potret Perjalanan, Jakarta: Paramadina, 1997. Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pondok Pesantren. Jakarta INIS: 1994. Masyhud, Sulthon. Manajemen Pondok Pesantren. Jakarta: Diva Pustaka, 2005. Maxwell, John C. Developing the Leader Within You. Jakarta: Binarupa Aksara, 1995. Michael, Lolor & Peter Handley.The Creative Trainer.New York: The McGrew-Hill Training Series Book Company, 1998. Miles, M. B.and A.M. Huberman, Qualitatif Data Analysis (Second Edition). London: Sage Publications Inc, 1994. Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2010. Mullins, Laurie J. Management and Organizational Behavior. London: Prenntice Hall, 1999. Mulyasa. Manajemen Berbasis Sekolah Konsep Strategi dan Implementasinya. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009. Mulyati, Yati Siti dan Komariah, Aan. Manajemen Sekolah. Dalam Riduwan (Ed.). Manajemen Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2009. Nuraedi dan Rosalin, Kerjasama Sekolah dan Masyarakat .Manajemen Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2009. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: Gramedia, 2008. Prastowo, Andi. Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian. Jakarta: Ar-Ruzza Media, 2011. Rohiat. Manajemen Sekolah; Teori Dasar dan Praktek. Bandung: PT. Refika Aditama, 2009. Saridjo, Marwan. Sejarah Pondok Pesantren Indonesia. Jakarta: Dharma Bakti, 1979. 91
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 9, No. 1, Januari 2013: 75-92
Saryanto. “Peran Kepala Sekolah dalam Manajemen Pembelajaran di SD Negeri Cepogo 01 Kabupaten Boyolali ” .Tesis program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta: Surakarta, 2006. Scott Jr, Martin, Petty, & Keown. Basic Financial Management. New Jersey: Prentice Hall, Inc, 1999. Steenbrink, Karl A. Pesantren Madrasah dan Sekolah Pendidikan Islam dalam Kurun Modern.Jakarta: LP3ES, 1994. Subagyo.Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: Ardadizya Jaya, 2000. Sugiyono.Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2005. Syamsudduha, St. “Manajemen Pesantren: Kasus Tiga Pesantren di Kabupaten Gowa”. Tesis Program Pascasarjana Universitas Negeri Makassar, Makasar, 2001. Terry, George R. Principles of Management. George Town Ontario: Erwin Dorsey, 1996. Umar, Husaini. Manajemen:Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: PT BumiAksara, 2009. Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Wahid, Abdurrahman. Bunga Rampai Pesantren. Jakarta: Dharma Bhakti, 1999. _________, Menggerakkan Tradisi Esai-esai Pesantren.Yogyakarta: LKiS, 2001. William, G. Monahan & Herbert R. Hengst.Contemporary Educational Administration. New York: Macmillan Publishing CO., Inc, 1982. Winardi, J. Manajemen Perilak uOrganisasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2004. Yakin, Husnul. Sistem Pendidikan Pesantren di Kalimantan Selatan.Disertasi, 2008 Yasmadi. Modernisasi Pesantren Kritik Nurcholis Madjid Terhadap Pesantren Islam Tradisional.Jakarta: Ciputat Press, 2002. Yin, Robert, K. Qualitatif Research From Start to Finish. London : The Guilford Press, 2011. Yunus, Mahmud.Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Hidayat Karya,1998.
92