Please refer as: Zulaina S. Rahmawati dan Bondan T. Sofyan, Analisis Pengaruh Sr dan Ti Terhadap Ketahanan Korosi Paduan AC4B, Prosiding Seminar Material dan Metalurgi, Serpong, 3 November 2011, pp.501-512
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
ANALISIS PENGARUH Sr DAN Ti TERHADAP KETAHANAN KOROSI PADUAN AC4B Zulaina S. Rahmawati dan Bondan T. Sofyan Departemen Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Kampus UI Depok 16424. Telp. 021-786 3510, Fax. 021-787 2350 Email:
[email protected] Abstrak Penambahan modifier 0.02 % berat Sr dan 0.0644, 0.0855, 0.1030 % berat Ti sebagai penghalus butir merupakan salah satu cara untuk meningkatkan sifat mekanik dan ketahanan korosi paduan AC4B. Penelitian ini mempelajari pengaruh konsentrasi 0.02 % berat Sr dan 0.064, 0.0855, 0.103 % berat Ti terhadap laju dan fenomena korosi paduan AC4B di dalam larutan H2SO4 4% dan NaCl 5 %. Pengukuran laju korosi melalui polarisasi, menunjukkan AC4B tanpa modifikasi Sr dan Ti memiliki laju korosi tertinggi, dan pada AC4B yang dimodifikasi terjadi kenaikan laju korosi dengan naiknya kandungan Ti. Dari uji kehilangan berat dengan metode uji celup di dalam H2SO4 4 % 0.75 M aerated pada suhu 25oC ± 2 dalam rentang waktu 120, 360, dan 600 jam menunjukkan kondisi optimum ketahanan korosi diperoleh AC4B pada kombinasi komposisi 0.02 % berat Sr dan 0.0644 % berat Ti. Selain itu korosi sumuran terjadi pada waktu ekspos 120 jam dan setelahnya berkembang menjadi korosi uniform di seluruh permukaan paduan AC4B. Hasil uji salt spray selama 108 jam dengan larutan NaCl 5 % pada suhu 38oC ± 2, menunjukkan terjadinya korosi sumuran dengan kedalaman yang berbeda untuk setiap komposisi. Kedalaman korosi setelah terekspos dalam media klorida lebih besar dibandingkan dengan media asam sulfat untuk waktu ekspos 120 jam.Berdasarkan analisa SEM dan EDS menunjukkan dugaan adanya fasa-fasa intermetalik, seperti: Al2Cu, ȕ-Al5FeSi, dan Al12(Fe,Mn)3Si yang memiliki perbedaan potensial cukup besar dengan matriks Į-Al, sehingga diduga dapat memicu terjadinya korosi mikro galvanik saat AC4B terekspos dalam media korosif. Kata kunci:Penghalusan butir, modification, Ti, Sr, AC4B, korosi sumuran, korosi uniform.
A. PENDAHULUAN Aluminium tuang memiliki kombinasi sifat yang menarik, seperti: kerapatan/density rendah (2.689 gr/cm), ringan, kuat, mudah difabrikasi, temperatur lebur yang relatif rendah (650-750oC), dan ketahanan terhadap korosi yang cukup tinggi1. Salah satu paduan aluminium tuang yang sering digunakan sebagai bahan baku pembuatan komponen pada industri otomotif adalah paduan 333.0 as-cast, standar AA (Aluminium Association) atau AC4B (Al-Si-Cu) menurut standar JIS (Japan Industrian Standard). Ditinjau dari ketahanan terhadap korosi, paduan aluminium umumnya memiliki ketahanan korosi yang baik dikarenakan formasi lapisan oksida pada permukaannya. Korosi pada paduan aluminium biasanya merupakan korosi uniform dan lokal2. Keberadaan titik yang lemah dalam permukaan lapisan oksida akan menyebabkan peningkatan sel-sel korosi lokal, sel aktif-pasif. Cacat seperti ini bisa disebabkan oleh ketidakhomogenan komposisi, inklusi slag, endapan dari fasa kedua (secondary phases) atau cacat peleburan pada paduan aluminium2. Korosi lokal pada paduan aluminium ditemui dalam bentuk korosi sumuran (pitting), korosi inter-kristalin, korosi eksfoliasi, dan stress corrosion cracking. Korosi sumuran sangat umum terjadi pada permukaan aluminium dalam air keran, udara basah, larutan asam lemah atau larutan garam. Penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Hengcheng Liao et al3 mengenai pengaruh modifikasi stronsium pada Al - 11.7 % Si terhadap ketahanan korosi menunjukkan terjadinya penurunan ketahanan korosi pada paduan Al - 11.7 % Si dengan adanya modifikasi Sr. Oleh karena itu studi ini mempelajari pengaruh penambahan unsur Ti dan Sr terhadap ketahanan korosi pada paduan aluminium AC4B dengan kombinasi komposisi 0.02 % berat Sr dan 0.064 % berat Ti, 0.0855 % berat Ti, dan 0.103 % berat Ti.
|501
B. METODE PENELITIAN Sampel adalah paduan AC4B dengan variasi Sr dan Ti, dengan komposisi seperti terdapat pada Tabel 1. Pengukuran laju korosi dengan polarisasi menggunakan 500 ml larutan H2SO4 4 % dalam suhu ruang, dengan sampel berdiameter rata-rata 10 mm dan tebal 2 mm. Sementara pengujian ketahanan korosi dengan metode sembur garam (salt spray) menggunakan larutan NaCl 5%, pH= 6.8, pada 38 ± 2oC selama 108 jam, dengan sampel berukuran rata-rata 45 mm x 23 mm x 4 mm. Pengujian korosi dengan metode uji celup (immersion) menggunakan larutan H2SO4 4%, t = 600 jam, T = 25 ± 2oC dengan interval pengukuran pada: 120, 360, 600 jam. Sampel untuk uji celup berdiameter rata-rata 20 mm dan tebal 3 mm. Seluruh sampel uji korosi dihaluskan permukaannya dengan mesin bubut, diamplas hingga #600 mesh, dibersihkan menggunakan aseton dalam ultrasonic bath. Pengamatan mikostruktur dilakukan dengan mikroskop optik dan SEM/EDS dengan proses persiapan sampel sesuai standar dengan etsa Keller (3 ml HCl + 5 ml HNO3 + 2 ml HF (48%) + 190 ml H2O)4. Tabel 1 Komposisi Sampel Komposisi AC4B (wt.%) Unsur Paduan aluminium Si Cu Mg Zn Fe Mn Ni Ti Pb Sn Cr Sr Al
0% Sr , 0% Ti (Sampel A) 8.3900 2.6900 0.9650 0.5550 0.7290 0.4510 0.0353 0.0256 0.0481 0.0299 0.0275 < 0.0001 Sisa
+ 0.02 % Sr, 0.0644 % Ti (Sampel B) 9.4500 2.6300 0.5280 0.5000 0.6460 0.3300 0.0050 0.06444 0.0260 < 0.0100 0.0318 0.0268 Sisa
+ 0.02 % Sr, 0.0855 % Ti (Sampel C) 9.4300 2.6800 0.4120 0.4980 0.7010 0.3280 0.0078 0.0855 0.0293 0.0100 0.0304 0.0153 Sisa
+ 0.02 % Sr, 0.108 % Ti (Sampel D) 8.8500 2.1000 0.2100 0.5500 0.7600 0.2500 0.0900 0.1030 0.0500 0.0200 0.0300 0.0250 Sisa
C. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kekerasan Gambar 1 menunjukkan pengaruh penambahan Sr dan variasi Ti terhadap kekerasan paduan aluminium AC4B. Kekerasan sampel A lebih rendah dibandingkan sampel B, C, dan D yang merupakan paduan aluminium AC4B dengan penambahan Sr dan Ti. Peningkatan kekerasan pada paduan aluminium AC4B akibat penambahan Sr dan Ti disebabkan terjadinya penghalusan ukuran lengan dendrit dan perubahan morfologi fasa kedua, dimana kristal silikon mengalami perubahan dari acicular kasar menjadi fibrous yang halus6,7. Dalam penelitiannya, K.G. Basavakumar et al8 melaporkan dengan penambahan Al-1Ti-3B dan Sr di dalam paduan aluminium Al-7Si-2.5Cu akan mengubah mikrostruktur paduan aluminium, yaitu butir Į-Al dari columnar yang kasar menjadi Į-Al equiaxed halus, kristal silikon dari bentuk pelat kasar menjadi halus, dan fasa intermetalik Al2Cu dari ukuran besar menjadi lebih halus dan terbentuk di sepanjang daerah interdendrit dan tersebar merata. Fenomena yang berbeda terlihat pada sampel C, dimana terjadi penurunan kekerasan dengan peningkatan kandungan Ti dan kandungan Sr yang sama. Hal ini kemungkinan besar karena jumlah porositas yang meningkat dan tidak terdispersi merata menjadi porositas mikro di dalam sampel C. Hal ini akan dikonfirmasi lebih lanjut pada bagian analisis mikrostruktur.
502|Prosiding SMM 2011/501-512
Gambar 1. 1 Pengaruhh penambahaan Ti terhad dap kekerassan paduan A AC4B deng gan kkandungan 0.02 % berrat Sr dan perbandingan nnya dengaan kekerasann paduan AC C4B standar.. Anallisis Mikrostruktur G Gambar 2 menampilkkan mikrosstruktur darri paduan aluminium AC4B tan npa dan denggan penambbahan Sr dan d Ti yangg memperllihatkan sebbaran porositas. Dari gambar tersebut tampakk porositas yang terdaapat pada sampel s A berkumpul. b Setelah diilakukan p penaambahan Sr dan Ti, porrositas terlihhat menyebaar merata daan terdisperrsi sebagai porositas mikrro pada sam mpel B yangg menganddung 0.0644 4 % berat Ti. T Sedangkkan pada saampel C denggan 0.0855 % berat Ti, T terjadi peningkatan volume dan ukurann porositas dengan sebarran yang merata. m Sem mentara ituu sampel D dengan kandungan k Ti 0.103 % berat mem miliki porositas dengan ukuran kasaar. a
b
c
d
200μ
Gam mbar 2. Mikkrostruktur pada p paduaan aluminium m AC4B (a) tanpa penaambahan Srr dan Ti, dann dengan pennambahan (b) 0.02 % berat Sr daan 0.0644 % berat Ti, (c) 0.02 % berat b Sr dann 0.0855 % berat Ti, (dd) 0.02 % beerat Sr dan 0.103 % beerat Ti, yanng memperliihatkan sebaran poroositas. Prepaarasi mengg gunakan etssa reagen Keeller.
Analisis Pengaruh Sr..../ Zulaina S. Rahmawati, dkk |503
Dalam penelitiannya, Haizi Ye9 melaporkan kenaikan kelarutan hidrogen dalam Al-Si cair dengan meningkatnya temperatur. Jika pembekuan paduan lebih cepat daripada keluarnya gas hidrogen dari Al-Si cair, porositas gas akan terbentuk di dalam paduan aluminium padat. Penambahan Sr dan Ti selain menaikkan sifat mekanik Al-Si, juga akan meningkatkan porositas9. Namun jika dibandingkan dengan pengaruh kelarutan hidrogen dalam cairan, pembentukan porositas akibat penambahan Sr dan Ti jauh lebih sedikit. Berdasarkan hal ini diduga sampel C dengan kandungan Ti yang lebih banyak memiliki kekerasan yang lebih rendah daripada sampel B yang memiliki kandungan Ti lebih sedikit. Fenomena ini adalah terjadi akibat inklusi hidrogen yang lebih besar pada sampel C karena tidak terkontrolnya laju pendinginan pada saat pengecoran. Namun demikian hal ini belum dapat dikonfirmasi. Kondisi sampel C dengan porositasnya dianggap sebagai bagian dari kondisi awal sampel. a
b
c
d
20μm
Gambar 3. Perubahan mikrostruktur pada paduan aluminium AC4B sebelum dan setelah penambahan Sr dan Ti, (a) tanpa penambahan, (b) 0.02 % berat Sr dan 0.0644 % berat Ti, (c) 0.02 % berat Sr dan 0.0855 % berat Ti, (d) 0.02 % berat Sr dan 0.1030 % berat Ti yang memperlihatkan perubahan morfologi silikon. Gambar 3 menjelaskan tentang mikrostruktur paduan aluminium AC4B tanpa dan dengan penambahan Sr dan Ti yang memperlihatkan perubahan ukuran DAS dan morfologi silikon. Dari gambar tersebut terlihat DAS pada sampel A lebih besar dibandingkan dengan sampel B, C, dan D yang mengandung Sr dan Ti. Pada Gambar 3a, sampel A yang merupakan paduan aluminium AC4B tanpa penambahan Sr dan Ti, memiliki matriks kaya aluminium (Į-Al) berwarna putih kusam dan kristal Si berbentuk acicular seperti jarum kasar, serta fasa-fasa intermetalik yang terbentuk selama proses casting, yaitu pre-eutektik ȕ-Al5FeSi seperti jarum tebal dan lebar, Al2Cu dalam bentuk blok berwarna coklat tua, eutektik Al-Al2Cu, dan fasa Į-Fe seperti chinese script. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya10. Dari Gambar 3b, 3c, dan 3d penambahan Sr dan Ti menyebabkan perubahan mikrostruktur, yaitu: kristal silikon berubah dari acicular dan kasar menjadi bentuk fibrous yang lebih halus, Į-Al secara signifikan berubah dari bentuk columnar menjadi equiaxed, dan fasa intermetalik seperti Al2Cu dari blocky menjadi halus 504|Prosiding SMM 2011/501-512
di wilayah w interrtendrit. Haal yang sam ma dilaporkaan KG. Basavakumar et al8 padaa paduan alum minium Al-77Si-2.5Cu dengan d penaambahan All-1Ti-3B daan Sr. Sedaangkan L.Liiu et al10 melaaporkan perrubahan mikkrostruktur inilah yang g dapat meeningkatkann kekuatan mekanik m paduuan Al-Si. Penggaruh Sr daan Ti Terhadap Laju Korosi Pad duan AC4B B pada Pen ngujian Pollarisasi G Gambar 4 menunjukka m an pengaruhh kandungaan Ti dan 0.02 0 % beraat Sr terhad dap laju korosi hasil pollarisasi pada paduan aluminium a AC4B A dalam m media H2SO4 4 %, 0.75 M mbahan Sr ddan Ti mem miliki laju aerated. Berdasarkan hasil polarisasi, sampel A taanpa penam 1 mpyy. Dibandinngkan dengan sampel A, laju korrosi pada saampel B korosi sebesar 113.68 m Dengaan penambahhan Ti lebihh tinggi, lajju korosi turunn sebesar 800.8 % menjadi 21.83 mpy. samppel C dan D naik menjaadi 46.89 daan 62.67 mp py.
G Gambar 4. Pengaruh kandungan k T dan 0.02 Ti 2 % berat Sr terhadap llaju korosi hasil h ppolarisasi paada paduan aluminium AC4B dalaam media H2SO4 4 % 00.75 M aera ated. Tingginyya laju korrosi pada saampel A diiduga karenna pengaruhh morfolog gi kristal silikoon yang berrada dalam bentuk pelaat tajam yan ng menjadi konsentrasii tegangan di d dalam D-All. Konsentrrasi tegangaan ini dapaat menyebaabkan lemahhnya ketahhanan korossi ketika perm mukaan samppel A terekkspos dengann media korrosif sepertti H2SO4 4 % %. Berbedaa dengan penelitian yang dilakukan oleh Wisleei R. Osorio o et al11 yaang melaporrkan bahwaa setelah e mical impeddance spectroscopy dilakkukan pengujian ketahhanan korossi dengan electrochem (EIS)), ketahanann korosi padduan Al-Si hipoeutektiik tanpa pennambahan m modifier lebih tinggi dibanndingkan dengan d seteelah penam mbahan mo odifier. Fennomena inni disebabk kan oleh penggaruh mikrostruktur padduan Al-Si. Ketika tidaak dimodifikkasi, fasa paaduan terseb but kaya akann Į-Al dan Si berada dalam benntuk pelat. Sedangkann setelah ddimodifikasii, kristal silikoon berubahh menjadi serat haluus sehingga batas peermukaan fasa Į-Al dan Si meniingkat11. Peeningkatan batas perm mukaan fasaa Į-Al dan Si menyebbabkan Al--Si yang termoodifikasi lebih cenderuung terseranng korosi. Sementara S d dalam penellitian ini, diilakukan penaambahan peenghalus buutir Ti berrsama-samaa dengan Sr, S ternyataa ketahanan n korosi menjjadi lebih baik b terhaddap paduann aluminium m AC4B yang y tergollong sebagaai Al-Si hipoeeutektik. Namun N denggan kandunngan Sr yan ng sama, yaaitu 0.02 % berat Sr,, dengan naiknnya kandunngan Ti dalaam paduan AC4B A meny yebabkan tuurunnya kettahanan korrosi pada samppel B, C, dan d D. Fenoomena ini kemungkin k an besar diisebabkan ooleh unsur Ti yang berpeeran sebagaai penghaluus butir, sehhingga daeraah antar dendrit menjaadi lebih lu uas, yang artinyya terjadi pengumpulann fasa interm metalik di batas b butir. Keadaan inni membuat wilayah di baatas butir menjadi m lebihh lemah dann lapisan ok ksida di titiik ini lebih mudah laru ut ketika terekkspos H2SO O4. Hal inni didukungg juga oleeh analisis mikrostrukktur dari keempat kompposisi paduuan aluminiium AC4B pada Gam mbar 3. Sem mentara ini diduga kan ndungan 0.02 wt % Sr daan 0.0644 % berat Ti merupakan m kondisi k optiimum ketahhanan korosii paduan minium AC44B. alum Analisis Pengaruh Sr..../ Zulaina S. Rahmawati, dkk |505
Penggaruh Kand dungan Sr dan Ti Terrhadap Keh hilangan Berat B Paduaan AC4B G Gambar 5 menunjukkkan hasil ujji celup paaduan AC4B dalam laarutan H2SO4 4 % aerated untuk masing-masi m ing kombinnasi kompossisi Sr dan Ti dengan interval waaktu 120, d tersebuut, dapat diiketahui padda durasi 1120 jam, saampel A 360, dan 600 jam. Dari data miliki persenntase kehilaangan beratt paling besar. Namunn pada duraasi 360 - 600 6 jam, mem samppel D dengaan kandungaan 0.1030 % berat Ti mengalami m k kehilangan bberat paling g besar.
Gam mbar 5. Penngaruh kanddungan Ti dan 0.02 % wt. Sr terhadap kehilaangan berat paduan aluminiuum AC4B pada p uji celuup dalam media m H2SO4 4 % 0.75 M aerated d. Sampel A tanpa penaambahan Tii dan Sr memiliki ketahanan korrosi menjad S di paling rendaah. Unsur Sr sebagaii modifier mengubah morfologi silikon euutektik darii bentuk acicuular flakes menjadi fibrous fi sehiingga meng ghilangkan konsentrasi tegangan pemicu korosi. Selain ittu ketiadaann Sr menyebbabkan morrfologi poroositas mikroonya tidak beraturan b p annya menggikuti permuukaan sel eutektik dann bercabang. Ketiadaan n Sr juga dan pertumbuha menyyebabkan porositas p yanng memangg sudah adaa akibat prooses castingg jadi tidak tersebar dan berkumpull pada baagian-bagiann tertentu dalam padduan alum minium AC C4B ini. b dalaam bentuk ccolumnar daan kasar, Sedaangkan tanppa adanya Ti matriks Į--Al masih berada fasa intermetalikk seperti Al A 2Cu masihh dalam ben ntuk blockyy besar, dann kehomog genannya H ini sepeerti tampak pada p foto mikrostruktu m ur Gambar 22. masih rendah8. Hal S Secara keseeluruhan daari durasi 120 1 – 600 jam waktuu uji celup,, sampel B dengan kanddungan 0.06644 % beraat Ti mem miliki ketahaanan korosii paling baaik. Namun n dengan kanddungan Ti yang y lebih tiinggi lagi, yaitu y pada sampel s D dengan d kom mposisi 0.02 % berat Sr daab 0.1030 % berat Tii, ketahanann korosi seemakin mem mburuk. Daalam peneliitiannya, Chenn Tijun et al a 12 melaporrkan bahwa Ti dapat menurunkan m ketahanan korosi dan terdapat bedaa potensial yang y sangaat besar antaara D-Al daan fasa Al2Cu. Al2Cu memiliki potensial p kelarrutan -440 mV ECS dan matrikks D-Al -75 50 mV13. Sementara S Sibel Zoerr et al14 melaaporkan fasaa intermetallik Al2Cu leebih noble dibandingka d an dengan ffasa D-Al dan dapat menyyebabkan teerjadinya koorosi galvannik mikroseel ketika kedua fasa inii berada dalam satu mikrrostruktur. Meningkatn M nya jumlah Ti dalam paduan p AC44B mengakkibatkan persebaran fasa intermetallik Al2Cu semakin merata. m Diiduga hal ini yang merupakan n faktor katnya kanddungan Ti. Selain itu dengan menuurunnya keetahanan koorosi dengaan meningk penaambahan Tii porositas mikro di dalam padu uan AC4B semakin ttersebar ke seluruh perm mukaan, hal ini dapat diilihat dari footo mikro paada Gambarr 2. K Ketika terekkspos pada lingkungann yang koro osif, yaitu H2SO4 denggan konsentrrasi 4 % 0.75 M aeratedd, korosi ceenderung akkan menyerrang lapisann pasif di ttitik-titik terlemah t paduuan aluminiuum. Lapisaan pasif yanng melindun ngi permukkaan paduann aluminium m AC4B 506|P Prosiding SM MM 2011/5001-512
yang memiliki porositas akan lebih cepat larut karena terjadi inisiasi sumuran (pit initiation) di titik ini. Fasa Į-Al lebih anodik dibandingkan dengan fasa intermetalik, sehingga korosi akan terjadi pada fasa Į-Al yang mengelilingi fasa intermetalik14. Korosi sumuran terjadi ketika lingkungan cairan mengandung ion pelarut seperti klorida, sulfat, atau nitrat. Mekanisme ini dibagi ke dalam 2 tahap13. Pertama, lapisan oksida pasif dilarutkan melalui interaksi dengan ion pelarut. Reaksi ini biasanya terjadi pada sisi aktif (inklusi Al2Cu atau Al3Fe). Kedua, bahan alumunium bagian dalam bereaksi kuat dengan ion pelarut dan membentuk suatu pit (lubang). Pengaruh Waktu Uji Celup Terhadap Kedalaman Korosi Gambar 6 menampilkan foto mikro kedalaman korosi pada paduan AC4B dengan kombinasi komposisi 0.02 % berat Sr dan 0.0644 % berat Ti setelah melewati uji celup pada rentang waktu 120 sampai 600 jam. Dari gambar tersebut terlihat bahwa semakin lama paduan aluminium AC4B terekspos di dalam larutan H2SO4, maka kerusakan akibat serangan korosi pada permukaan logam semakin tinggi. Dari pengamatan menggunakan mikroskop, kedalaman korosi pada sampel B yang dapat diukur pada waktu ekspos 120, 360, dan 600 jam adalah sebesar 34 – 92 µm, 82 – 198 µm , dan 209 – 523 µm. a a
b
c
200μm
Gambar 6. Foto makro kedalaman korosi paduan aluminium AC4B hasil uji celup dalam H2SO4 4 % 0.75 M aerated selama (a) 120 jam, (b) 360 jam, dan (c) 600 jam.
Gambar 6 menunjukkan bahwa korosi sumuran mengawali rusaknya lapisan oksida yang melindungi paduan aluminium pada waktu uji 120 jam. Semakin lama terekspos dalam larutan H2SO4 lapisan oksida yang melindungi permukaan logam makin menipis dan serangan korosi di seluruh permukaan logam semakin gencar. Sehingga pada waktu ekspos 360 jam, serangan korosi yang terjadi adalah uniform, dimana lapisan oksida pelindung larut secara keseluruhan yang ditandai oleh kerusakan secara merata di permukaan logam. Kerusakan semakin parah setelah 600 jam dan ditandai dengan semakin tingginya persentase kehilangan berat dari paduan aluminium AC4B tersebut.
Pengamatan Mikrostruktur Produk Korosi Hasil Uji Celup dengan SEM/EDS Gambar 7 menampilkan morfologi permukaan sampel A, B, C, dan D yang tertutup produk korosi setelah melalui proses uji celup selama 120 jam. Gambar 7a yang merupakan hasil SEM untuk sampel A tanpa penambahan Sr dan Ti, morfologi produk korosinya memanjang dan padat, serta tampak lubang-lubang hitam (black holes) yang ditunjukkan dengan tanda panah. Lubang hitam tersebut diduga merupakan korosi sumuran yang terjadi dalam fasa Į-Al yang mengelilingi ș-fasa Al2Cu. Fasa Į-Al lebih anodik daripada fasa ș - Al2Cu, sehingga korosi terjadi pada fasa Į-Al14. Pada Gambar 7b, c, dan d yang merupakan hasil SEM sampel B, C, dan D dengan kandungan 0.02 % berat Sr dan variasi 0.0644, 0.0855, dan 0.1030 % berat Ti, tampak perbedaan morfologi produk korosi yang cukup jelas. Pada sampel B tampak fasa ș- Al2Cu Analisis Pengaruh Sr..../ Zulaina S. Rahmawati, dkk |507
berwarna abu-abu terang tersebar merata, dengan ukuran lebih kecil dibandingkan fasa ș pada sampel A. Ini merupakan efek dari penambahan Ti pada paduan aluminium AC4B. Diduga awal korosi sumuran terjadi pada fasa Į-Al yang mengelilingi ș-fasa Al2Cu. Dari gambar ini tampak lubang hitam yang terbentuk berukuran lebih kecil dan tersebar merata yang ditunjukkan dengan tanda panah. Berdasarkan literatur bentuk karang-karang halus berwarna abu-abu muda berpori diduga merupakan fasa Al-Si eutektik yang tertutup produk korosi, dimana bentuk kristal silikonnya telah berubah dari acicular flakes yang kasar menjadi fibrous halus yang merupakan efek penambahan Sr15. Pada Gambar 7c dan d yang merupakan hasil SEM untuk sampel B dan C terlihat bahwa lubang hitam lebih besar dibandingkan dengan sampel B. Ekspos hingga 600 jam menyebabkan korosi yang terjadi semakin gencar yang ditandai dengan semakin banyaknya lubang-lubang hitam (black holes) yang terbentuk sebagai efek korosi dan secara merata terjadi di permukaan sampel, sehingga dapat digolongkan sebagai korosi uniform. a
b
c
d
Gambar 7. Mikrostruktur (SEM) pada paduan aluminium AC4B setelah melalui uji celup selama 120 jam, (a) sebelum ditambahkan Sr dan Ti, (b) 0.02 % berat Sr dan 0.0644 % berat Ti, (c) 0.02 % berat Sr dan 0.0855 % berat Ti, (d) 0.02 % berat Sr dan 0.1030 % berat Ti.
Pengujian Ketahanan Korosi dengan Metode Sembur Garam (Salt Spray) Gambar 8 menunjukkan morfologi permukaan paduan aluminium AC4B sebelum dan sesudah terekspos selama 108 jam dalam lingkungan garam NaCl 5% dengan suhu operasi 38 ± 2oC dan pH larutan 6.7. Ketika permukaan aluminium dan paduannya terekspos dalam lingkungan yang mengandung klorida, korosi yang terbentuk pada permukaan logam merupakan korosi sumuran. Pada pH antara 4 – 9 dalam suhu kamar sampai 80oC, sumuran dapat terjadi pada permukaan alumunium dan paduannya dengan kehadiran ion Cl- 13, kemudian menurun sejalan dengan waktu. 508|Prosiding SMM 2011/501-512
a
b
c
d
e
f
4.DataEDSpaduanalu
Gambar 8. Morfologi permukaan paduan aluminium AC4B sebelum dan sesudah uji salt spray dengan larutan NaCl 5 % selama 108 jam pada T = 38oc± 2 dan pH 7.1, (a) dan (d) tanpa penambahan Sr dan Ti, dan dengan kombinasi komposisi: (b) dan (e) 0.02 % berat Sr + 0.0644 % berat Ti, (c) dan (f) 0.02 % berat Sr + 0.0855 % berat Ti. Berbeda dengan logam lainnya, korosi pada aluminium dan paduannya lebih mudah dikenali karena korosi sumuran tertutupi oleh lepuhan gelatin putih dan tebal dari gel alumina Al(OH)3. Lepuhan ini lebih besar dari rongga dibawahnya. Mekanisme sumuran terjadi dalam dua tahap, yaitu tahap inisiasi dan propagasi13. Pada paduan aluminium AC4B inisiasi sumuran diawali ketika ion-ion klorida teradsorb pada lapisan oksida yang diikuti dengan rusaknya lapisan pelindung pada titik titik terlemah, yaitu pada daerah intermetalik (Al2Cu, Al3Fe, FeAlMn6)13. Rusaknya lapisan oksida menyebabkan terbentuknya micro crack yang lebarnya hanya beberapa nanometer. Dalam penelitiannya, Faiza M. Al-Kharafi et al16 melaporkan ketebalan lapisan oksida akan meningkat pada saat pertama kali terekspos dalam media korosif, kemudian menurun sejalan dengan waktu. Perilaku ini disebabkan oleh adsorpsi anion-anion yang reaktif seperti NO3- dan Cl- pada permukaan yang dilapisi oksida. Lapisan oksida pada permukaan logam berangsur-angsur terurai sebagai reaksi kimia antara ion-ion yang teradsorpsi dengan ion-ion aluminium pada lapisan oksida. Proses ini mengawali menipisnya lapisan oksida, dengan reaksi16: Cl- (dalam sejumlah besar larutan) ĺ Cl- (teradsorp dalam Al2O3.nH2O) ...............(1) A13+ (dalam Al2O3.nH2O) + 4Cl- ĺ ି ସ …...............................................(2) Pengamatan secara visual, setelah proses pencucian dengan air demineral, lepuhan putih yang menempel pada permukaan paduan aluminium AC4B ini tidak seluruhnya larut, masih ada lapisan tipis putih yang menutupi sebagian permukaan logam. Namun korosi sumuran sudah dapat dilihat secara visual dengan bantuan cahaya yang cukup. a
b
c
200 µm
Gambar 9. Foto Makro Kedalaman Korosi Paduan Aluminium AC4B Hasil Uji Salt Spray (a) Sebelum Penambahan Sr dan Ti, dan dengan enambahan (b) 0.02 % berat Sr dan 0.0644 % berat Ti, (c) 0.02 % berat Sr dan 0.0855 % berat Ti. Analisis Pengaruh Sr..../ Zulaina S. Rahmawati, dkk |509
Pengaruh Waktu Uji Salt Spray Terhadap Kedalaman Korosi Paduan aluminium AC4B yang telah dibersihkan dari produk karatnya, dipotong dengan arah melintang (cross section) tepat di bagian permukaan yang terbentuk sumuran. Pemotongan dilakukan dengan low speed diamond agar tidak merusak struktur sumurannya. Pengukuran kedalaman korosi dilakukan menggunakan mikroskop pengukur. Gambar 9 menampilkan bentuk korosi pada sampel A, B, dan C setelah dilakukan uji salt spray selama 108 jam. Dari hasil pengukuran diperoleh data kedalaman korosi pada sampel A, B dan C masing-masing adalah 35 – 305 µm, 35 – 449 µm, dan 32 – 400 µm.
C. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1) Kekerasan tertinggi dicapai oleh paduan aluminium AC4B dengan kombinasi komposisi 0.02 % berat Sr dan 0.1030 % berat Ti, yaitu sebesar 56.86 HRB. 2) Pengukuran laju korosi melalui polarisasi dalam larutan H2SO4 4% 0.75 M aerated menunjukkan penambahan Sr dan Ti pada paduan aluminium AC4B menurunkan laju korosi. Laju korosi terendah, yaitu 21.83 mpy dimiliki oleh paduan AC4B dengan kombinasi komposisi 0.02 % berat Sr dan 0.0644 % berat Ti. 3) Dari hasil uji celup selama 120-600 jam dalam larutan H2SO4 4% 0.75 M aerated, paduan aluminium AC4B normal tanpa penambahan Sr dan Ti memiliki ketahanan korosi yang lebih rendah dibandingkan dengan paduan aluminium AC4B yang memiliki kombinasi komposisi 0.02 % berat Sr dengan 0.0644 dan 0.0855 % berat Ti. Namun pada rentang waktu 360 – 600 jam paduan aluminium AC4B dengan kombinasi komposisi 0.02 % berat Sr dan 0.1030 % berat Ti memiliki ketahanan korosi yang lebih rendah daripada paduan aluminium AC4B normal. Ketahanan korosi menurun dengan meningkatnya kandungan Ti dalam paduan aluminium AC4B. 4) Korosi yang terjadi pada permukaan paduan aluminium AC4B yang terekspos larutan NaCl 5% adalah korosi sumuran yang merupakan korosi lokal. Sedangkan korosi yang terjadi pada permukaan paduan aluminium AC4B yang terekspos larutan H2SO4 4% 0.75 M aerated adalah korosi uniform yang merupakan korosi merata. 5) Penambahan Sr dan Ti pada paduan aluminium AC4B dapat memperbaiki sifat ketahanan terhadap korosi dengan kombinasi komposisi 0.02 % berat Sr dan 0.064 % berat Ti. Ucapan Terima Kasih Penelitian ini dibiayai melalui skema Hibah Kompetitif Strategis Nasional Universitas Indonesia 2009. Daftar Pustaka [1] [2] [3]
[4]
ASM International. 1993. ASM Specialty Handbook: Aluminium and Aluminium Alloys. Ohio: American Society for Metals. ASM International. 1992. ASM Handbook Volume 13: Corrosion. Metal Park Ohio: ASM International. Hengcheng Liao, Guangming Dong, & Guoxiong Sun. (2007). Investigation on Influence of Sodium or Stronsium Modification on Corrosion Resistance of Al11.7%Si Alloy (vol. 42, pp: 5175-5181). J Mater Sci. ASM International. 1994. ASM Handbook Volume 9: Metallography and Microstructures. Metal Park Ohio: ASM International.
510|Prosiding SMM 2011/501-512
[5]
[6] [7] [8]
[9]
[10] [11]
[12]
[13] [14]
[15]
[16]
[17]
[18] [19]
ASTM International. Designation: G1. 2003. Standard Practice for Laboratory Preparing, Cleaning, and Evaluating Corrosion Test Specimens. West Conshohocken, PA 19428-2959, United State: American Society Testing and Materials. Argo, D., & Gruzleski, J.E. 1988. Porosity in Modified Aluminium Alloy Castings (vol. 16, pp. 65–74). McGill University, Montreal, Canada. AFS Transactions. Metallurgy of Aluminum. 1998. Grain Refinement of Al-Si Foundry Alloys. London and Scandinavian Metallurgical. Basavakumar, K.G., Mukunda, P.G., & Chakraborty, M. 2007. Effect of Melt Treatment on Microstructure and Impact Properties of Al–7Si and Al–7Si–2.5Cu Cast Alloys. Bull Mater Sci. Indian Academy of Sciences, vol. 30, no. 5, pp. 439– 445. Haizhi Ye. (2003) An Overview of The Development of Al-Si-Alloy Based Material for Engine Applications. Journal of Materials Engineering and Performance, vol. 10. pp. 288-297. Metallurgy of Aluminum. 1998. Grain Refinement of Al-Si Foundry Alloys. London and Scandinavian Metallurgical. Osorio, Wislei R., Noe Cheung. et al. 2007. The Effects of a Eutectic Modifier on Microstructure and Surface Corrosion Behavior of Al-Si Hypoeutectic Alloys. Journal Solid State Electrochem, vol. 11, pp. 1421-1427. Chen Tijun, LI Jian, & HAO Yuan. (2010). Microstructures and Corrosion Properties of Casting in Situ Al3Ti-Al Composites (vol. 27, pp. 78 – 85). Rare Metals. Christian, Vargel. 2004. Corrosion of Aluminium. Elsevier Ltd. Zor, Sibel, Zeren, Muzafer, et al. 2010. Effect of Cu Content on The Corrosion of AlSi Eutectic Alloys in Acidic Solutions. Anti-Corrosion Methods and Materials, vol. 57, pp. 185–191. de Oliveira Santos, Hamilta., dos Reis, Fernando Morais, et al. 2005. Corrosion Performance of Al-Si-Cu Hypereutectic Alloys in a Synthetic Condensed Automotive Solution. Materials Research, vol. 8, no. 2, pp. 155-159. Al-Kharafi, Faiza M., & Badawy, Waheed A. 1995. Corrosion and Passivation of Al and Al-Si in Nitric Acid Solution II-Effect of Chloride Ion. Pergamon. Electrochemica Acta. vol. 40, no. 12, pp. 1811-1817. Guillaumin, Valerie., & Mankowski, Georges. 2000. Localized Corrosion of 6056 T6 Aluminium Alloy in Chloride Media. Pergamon. Corrosion Science, vol. 42, pp.105125. Zaolin Thang, Zuhui Wang, & Weitao Wu. 1999. Hot-Corrosion Behavior of TiAlBase Intermetallics in Molten Salts Oxidation of Metal, vol. 51, pp. 235 – 250. L. Liu, Samuel, A.M., & Samuel, F.H. 2003. Influence of Oksides on Porosity Formation in Sr-Treated Al-Si Casting Alloys. Journal of Material Science, vol. 38, pp. 1255-1267.
Analisis Pengaruh Sr..../ Zulaina S. Rahmawati, dkk |511