PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder Dalam penggunaan profil baja tunggal (seperti profil I) sebagai elemen lentur jika ukuran profilnya masih belum cukup memenuhi karena gaya dalam (momen dan gaya lintang) yang sangat besar, maka alternatif yang pertama dipilih adalah dengan menambahkan elemen pelat pada salah satu atau kedua sayap (flens) profil. Gaya dalam (momen dan gaya lintang) sangat besar sebagai konsekwensi dari beban yang bekerja intensitasnya sangat besar atau bentangan (jarak tumpuan) yang sangat panjang. Apabila alternatif penambahan elemen pelat pada sayap masih belum cukup untuk menahan gaya dalam, maka digunakan balok berupa profil (penampang) yang terdiri dari beberapa elemen pelat yang disusun menjadi bentuk geometri tertentu.
Jenis profil balok semacam itu dikenal dengan istilah plate girder atau balok pelat berdinding penuh (Gambar 1).
Gambar 1. Penampang balok pelat berdinding penuh
Bentuk profil yang sering digunakan terdiri dari sebuah badan (web) dengan dua buah pelat sayap (fens) yang dihubungkan satu sama lain dengan alat sambung tertentu. Fungsi utama dari sayap (atas dan bawah) adalah untuk menahan gaya aksial tekan dan tarik yang timbul dari bekerjanya momen lentur, sedangkan fungsi utama dari pelat badan adalah untuk menahan gaya geser. Bisa juga juga digunakan profil yang terdiri dari dua buah pelat badan dan dua buah pelat sayap sehingga membentuk suatu bentuk geometri kotak (hollow), yang selanjutnya dikenal dengan istilah box girder. Profil jenis ini mempunyai tahanan torsi (puntir) cukup baik dan dapat digunakan untuk struktur balok bentang panjang tak terkekang (tidak ada sokongan lateral).
Untuk efisiensi, pada plate girder dimungkinkan untuk membuat variasi dimensi bagian profil (penampang) di sepanjang bentang. Untuk zona yang dominan gaya geser (tumpuan), maka penampang pelat girder dapat dibuat dengan pelat bagian badan (web) lebih tebal tapi pelat bagian sayap (flens) lebih tipis. Untuk zona yang dominan momen lentur (lapangan), maka penampang plate girder dapat dibuat dengan pelat bagian sayap (flens) lebih tebal tapi pelat bagian badan (web) lebih tipis.
Kemungkinan variasi dimensi bagian profil yang lain yaitu untuk zona yang dominan geser (pada bagian tumpuan) dibuat pelat badan yang lebih tinggi dibandingkan dengan bagian lapangan (dominan momen lentur).
Gambar 2. Pelat girder dengan variasi pelat bagian badan lebih tebal pada zona tumpuan dan pelat bagian sayap lebih tebal pada zona lapangan
Gambar 3. Pelat girder dengan variasi pelat bagian badan lebih tinggi pada zona tumpuan
Selain variasi dimensi bagian profil (penampang), variasi lain pada pelat girder yaitu perbedaan mutu pelat baja yang digunakan pada bagian sayap (flens) dan badan
(web).
Untuk zona dominan geser (tumpuan) maka bagian badan digunakan pelat baja yang mutunya lebih tinggi dibandingkan dengan bagian sayap. Dan untuk zona dominan momen lentur (lapangan) maka bagian sayap digunakan pelat baja yang mutunya lebih tinggi dibandingkan dengan bagian badan. Jenis pelat girder semacam itu dikenal dengan istilah hybrid girder.
Dalam praktek pembuatannya, alat sambung yang digunakan untuk merangkai pelat girder bisa berupa paku keling, baut dan las. Tapi sekarang metode yang digunakan lebih banyak menggunakan alat sambung las. Hal khusus yang dijumpai pada struktur pelat girder biasanya ialah ada pemasangan pengaku badan (stiffener), yang berfungsi untuk mencegah tekuk lokal (local buckling). Bentuk pengaku badan biasanya berupa pengaku melintang (transverse stiffener) atau ditambah dengan pengaku memanjang (longitudinal stiffener).
Gambar 4. Tekuk lokal pada badan dan pada sayap
h a
Pengaku melintang
Gambar 4. Pelat girder dengan pengaku melintang
Pengaku melintang Pengaku memanjang
Gambar 5. Pelat girder dengan pengaku melintang dan memanjang
B.
Aplikasi Pelat Girder
Pelat girder digunakan sebagai struktur balok yang menahan gaya dalam (momen lentur dan gaya lintang) yang sangat besar, sebagai konsekwensi dari beban kerja yang intensitasnya besar atau bentang balok (jarak antar tumpuan) yang panjang. Dalam aplikasinya di lapangan pelat girder biasa dipakai sebagai gelagar induk pada konstruksi jembatan, baik jembatan jalan raya maupun jembatan kereta api. Pada jembatan kereta api umumnya digunakan pada bentang 15 meter sampai dengan 40 meter. Sedangkan untuk jembatan jalan raya umunya digunakan pada bentang 24 meter sampai dengan 46 m, namun pada jembatan yang menerus, bentang yang dapat dicapai lebih besar lagi yaitu 61 meter. Pada bangunan gedung pelat girder dijumpai sebagai balok crane atau sebagai balok portal yang memikul beban yang besar.
Gambar 6. Penggunaan pelat girder pada jembatan kereta api
Gambar 7. Penggunaan pelat girder pada jembatan jalan raya
Gambar 8. Penggunaan pelat girder sebagai balok crane
Gambar 9. Penggunaan pelat girder sebagai balok portal gedung
C. Dimensi Pelat Girder Tinggi pelat girder bervariasi antara 1/6 sampai 1/15 kali bentang atau rata-rata adalah 1/10 sampai 1/12 kali bentangan. Keadaan yang membatasi tinggi pelat girder adalah tinggi bebas yang diinginkan dan masalah mobilisasi.
1. Dimensi pelat badan Panel pelat badan adalah mencakup luasan pelat yang tidak diperkaku dengan ukuran dalam arah memanjang adalah a dan ukuran dalam arah tinggi balok adalah h. Sehingga batas-batas pelat badan adalah pelat sayap, pengaku memanjang, pengaku melintang (vertikal) atau tepi bebas.
Gambar 10.
Dimensi panel pelat badan
a. Pelat badan tidak diberi pengaku Apabila kedua sisi memanjangnya dibatasi oleh pelat sayap harus memenuhi,
h E 6,36 tw fy Apabila salah satu sisi memanjangnya dibatasi oleh tepi bebas maka harus memenuhi,
h E 3,18 tw fy
b. Pelat badan dengan pengaku melintang Ketebalan pelat badan yang diberi pengaku melintang harus memenuhi,
Bila a/h > 3,0 dianggap tidak diberi pengaku melintang.
c. Pelat badan memanjang
dengan
pengaku
melintang
dan
Ketebalan pelat badan yang diberi pengaku melintang dan memanjang yang ditempatkan di salah satu sisi atau di kedua sisi pada jarak 0,2h dari pelat sayap tertekan harus memenuhi,
Ketebalan pelat badan yang diberi pengaku memanjang tambahan yang ditempatkan di salah satu sisi atau kedua sisi pelat badan pada sumbu netral harus memenuhi,
Bila a/h > 3,0 pelat girder tersebut dianggap tidak diberi pengaku. Untuk tujuan praktis ketebalan pelat badan umumnya diambil, Untuk jembatan, tw min = 3/8 inc (9 mm) Untuk gedung, tw min = 1/4 - 5/16 inc (6 – 8 mm)
2. Dimensi pelat sayap Secara teoritis kekuatan lentur dari pelat girder merupakan penjumlahan dari kekuatan lentur sayap ditambah dengan kekuatan lentur badannya. Namun sebagai pendekatan kekuatan lentur dari pelat girder semuanya disumbangkan dari kekuatan lentur sayapnya. Maka sebagai perkiraan luas sayapnya adalah : Af . fy . h Mu atau, Af Mu / (fy . h)
D. Kekuatan Lentur Pelat Girder 1. Kekuatan lentur rencana Kuat lentur rencana (desain) Mu pelat girder dihitung, Mu = Mn dengan, Mn = kuat lentur nominal = faktor resistensi momen lentur = 0,90
2. Kekuatan lentur nominal Komponen struktur dapat dikategorikan sebagai balok biasa atau sebagai balok pelat berdinding penuh, tergantung dari rasio kelangsingan web, h/tw, dengan h adalah tinggi bersih bagian web dan tw adalah tebal dari web. Jika nilai : h/tw < r h/tw > r dimana,
maka dikategorikan sebagai balok biasa maka dikategorikan sebagai balok pelat berdinding penuh.
λr
2550 fy
Nilai fy dalam MPa, dan untuk balok hibrida maka nilai fy diambil dari nilai fy fens, hal ini disebabkan karena stabilitas dari web untuk menahan tekuk lentur tergantung pada regangan yang terjadi dalam flens.
Momen nominal balok, Mn = Kg. S .fcr dimana Kg sebagai koefisien balok berdinding penuh diambil sebesar, h 2550 ar Kg 1 fcr 1200 300 ar t w
dimana, ar = Aw = Afc = h = S = = ymax = d = fcr =
Aw/Afc luas pelat badan luas pelat sayap tertekan tinggi bersih balok modulus penampang Inetto/ymax d/2 tinggi penampang pelat girder tegangan kritis
Tegangan kritis
Tegangan kritis fcr ditentukan oleh: Kelangsingan berdasar panjang bentang (tekuk torsi lateral) Kelangsingan berdasarkan tebal pelat sayap (local buckling) Kelangsingan berdasar panjang bentang (tekuk torsi lateral) ditentukan sebagai, G = L/rt dengan, L = jarak pengekang lateral rt = jari-jari girasi (pelat sayap + 1/3 pelat badan tertekan) Batas kelangsingan,
λp
1,76
E fy
λr
4,40
E fy
Kelangsingan berdasarkan tebal pelat sayap (local buckling) ditentukan sebagai,
Batas kelangsingan, dengan,
dan 0,35 kc 0,763
Maka besarnya fcr adalah, 1. Untuk G p (bentang pendek) maka,
fcr = fy
2.
Untuk p G r (bentang menengah) maka,
3.
Untuk r G , (bentang panjang) maka, fcr = fc (r/G)2 dengan,
jika ditentukan oleh tekuk torsi lateral fc = fy /2
jika ditentukan oleh tekuk lokal
E. Kuat Geser Pelat Girder 1. Kuat geser rencana Pelat badan memenuhi Vu dengan, Vn = =
yang memikul gaya geser perlu Vu harus Vn
kuat geser nominal pelat badan faktor resistensi untuk pelat badan yang memikul geser = 0,90
2. Kuat geser nominal Nilai kuat geser nominal (Vn) pelat badan ditentukan dengan ketentuan, a. Jika perbandingan maksimum tinggi terhadap tebal pelat h/tw memenuhi,
dengan,
maka, Gambar 11. Dimensi panel pelat badan Vn = 0,6 fy Aw di mana, Aw = luas bruto pelat badan
b.
Jika perbandingan maksimum tinggi terhadap tebal pelat h/tw memenuhi,
maka,
Atau,
dengan,
c. Jika perbandingan maksimum tinggi terhadap tebal pelat h/tw memenuhi,
maka,
Atau,
dengan,
F. Interaksi Geser dan Lentur Interaksi geser dan lentur diberlakukan pada daerah (titik) yang menderita gaya geser dan momen lentur yatu pada panel lapangan. Untuk pelat girder dengan tumpuan sederhana (sendi – roll) panel-panel ujungnya tidak perlu diperiksa terhadap interaksi geser dan lentur. Interaksi geser dan lentur hanya diperiksa jika dipenuhi syarat,
0,6 Vn Mn
Vu Mu
Vn 0,75 Mn
Kuat geser nominal pelat badan dengan adanya momen lentur harus dihitung dengan ketentuan,
a.
Jika momen lentur dianggap dipikul hanya oleh pelat sayap maka momen lentur perlu (Mu) memenuhi, Mu Mf dengan Mf adalah kuat lentur nominal dihitung hanya dengan pelat saya saja, Mf = Af . df . fy di mana, Af = df =
luas efektif pelat sayap (mm2) jarak antara titik berat pelat-pelat sayap (mm)
Maka pelat badan harus memenuhi Vu Vn dengan Vn adalah kuat geser nominal pelat badan (butir E.2.a, b, c atau butir 8.8.2 SNI 03 – 1729 – 2002) b. Jika momen lentur dianggap dipikul oleh seluruh penampang, maka pelat girder harus direncanakan untuk memikul kombinasi lentur dan geser yaitu,
dengan, Vn = kuat geser nominal pelat badan akibat geser saja (butir E.2.a, b, c atau butir 8.8.2 SNI 03 – 1729 – 2002) Mn = kuat lentur nominal (butir 8.2, 8.3, atau 8.4 SNI 03 – 1729 – 2002)
G. Pengaku (Siffener)
Tujuan pemasangan pengaku (stiffener) pada pelat girder adalah untuk memperkecil bahaya lipat pada pelat badan. Bentuk pengaku badan biasanya berupa pengaku vertikal atau pengaku melintang (transverse stiffener) atau ditambah dengan pengaku memanjang (longitudinal stiffener). Dalam sistem struktur jembatan pengaku vertikal biasanya di tempatkan pada posisi gelagar-gelagar melintangnya. Namun bila diperlukan lagi (masih kurang), pengaku vertikal dapat ditempatkan lagi diantara gelagar-gelagar melintang tersebut.
Gambar 12. Sistem balok tanpa pengaku melintang
Gambar 13. Pengaku melintang pada posisi balok melintang
Gambar 14. Pengaku melintang pada posisi balok melintang dan diantara balok melintang
1. Pengaku penumpu peban Kekuatan pelat badan (Rb) akibat beban terpusat atau gaya tumpu gelagar melintang (Ru) harus memenuhi,
dengan, Ru
Rb
As
= beban terpusat atau gaya tumpu gelagar melintang = kekuatan nominal pelat badan berdasarkan kuat leleh, kuat tekuk (dihitung berdasarkan butir 8.10.3, 8.10.4, 8.10.5, dan 8.10.6, SNI 03 – 1729 – 2002) = luas tampang pengaku = 0,9
Bila (Ru - Rb) hasilnya negatif (-) maka tidak perlu pengaku badan.
2. Lebar pengaku Lebar pengaku pada setiap sisi pelat badan harus lebih besar dari sepertiga lebar pelat sayap dikurangi setengah tebal pelat badan,
Gambar 15. Notasi penampang pelat girder 3. Tebal pengaku Tebal pengaku harus lebih tebal dari setengah tebal pelat sayap, dan harus memenuhi
4. Kontrol sebagai kolom
Gambar 16. Bagian tepi (tumpuan)
Gambar 17. bagian tengah
Gambar 18. Tinggi pelat badan h sebagai tinggi kolom
Panjang tekuk kolom lk = 0,75 h
Untuk,
c 0,25 0,25 c 1,2 c 1,2
Harus dipenuhi, R u
maka maka maka
A'
fy ω
= 1 = 1,43/(1,6 – 0,67c) = 1,25c2 dengan = 0,85
5. Luas minimum pengaku Bila kuat geser pelat badan Vn tidak memenuhi, maka dipasang pengaku vertikal pada salah satu sisi atau di kedua sisi pelat badan. Pengaku vertikal yang tidak menerima beban luar secara langsung atau momen, harus memenuhi: 2 a a h As 0,5 D Aw 1 Cv 2 h a 1 h
dengan, D = = = AW = Cv =
1,0 untuk sepasang pengaku 1,8 untuk pengaku tunggal 2,4 untuk pengaku pelat tunggal luas pelat badan perbandingan antara kuat geser pada butur 8.8.4 atau 8.8.5 terhadap kuat geser pada butir 8.8.3
6. Kekakuan minimum pengaku Pengaku vertikal pada pelat badan yang tidak menerima beban luar secara langsung atau momen harus mempunyai momen inersia (Is) terhadap garis tengah bidang pelat badan, Is 0,75
h.tW3
1,5h 3 .t W Is a2
untuk
3
untuk
a 2 h a 2 h
dimana,
Is
1 2 .t s .bs 12
Gambar 19. Notasi penampang pengaku
H. Contoh Soal Suatu plate girder dengan bentang L = 21,00 m memikul beban-beban sebagai berikut : • Beban hidup, WL = 5200 kg/m • Beban mati, WD = 3000 kg/m • Berat sendiri gelagar (taksir) = 370 kg/m' Rencanakan plate girder tersebut !
THE END
•
Pelat girder atau balok pelat berdinding penuh adalah suatu balok yang dimensi penampangnya besar yang tersusunan dari elemen-elemen pelat baja dan disatukan dengan alat penyambung (paku keling, baut atau las).
•
, untuk mendapatkan suatu profil susunan bahan yang lebih effisien dibanding yang diperoleh dengan balok tempa (rolled beam). Keberadaan stiffner menjadikan struktur pelat girder memiliki perilaku seperti rangka batang, bagian badan (web) akan memikul gaya tarik diagonal sedangkan pengaku akan memikul gaya tekan. Perilaku ini disebut sebagai aksi medan tarik (tension-feld action).
Perencanaan pengaku yang tepat dapat meningkatkan kuat geser pasca tekuk (post buckling strength) dari balok pelat berdinding penuh.