PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DALAM UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR IPS-GEOGRAFI SISWA KELAS VII-A SMPN 2 BANGOREJO KABUPATEN BANYUWANGI
Pio Prayogi Universitas Negeri Malang E-mail:
[email protected] ABSTRAK: Observasi awal di kelas VII-A SMPN 2 Bangorejo Kabupaten Banyuwangi menunjukkan bahwa 17 (47%) siswa kurang terlibat secara aktif dalam pembelajaran IPS-Geografi di dalam kelas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas VII-A SMPN 2 Bangorejo Kabupaten Banyuwangi. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan dalam 2 siklus, setiap siklus terdiri atas 4 tahapan yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah keaktifan belajar siswa serta data pendukung berupa catatan lapangan dan hasil wawancara. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lembar observasi keaktifan belajar siswa, catatan lapangan, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian diketahui bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif STAD dapat meningkatkan aktivitas belajar IPS-Geografi siswa kelas VII-A SMPN 2 Bangorejo Kabupaten Banyuwangi. Peningkatan keaktifan belajar siswa ditunjukkan dengan peningkatan persentase keaktifan belajar siswa dari 63,89% pada siklus I menjadi 75% pada siklus II terjadi peningkatan sebesar 11,11% dari siklus I ke siklus II Kata kunci: model pembelajaran kooperatif STAD, aktivitas belajar
Setiap kegiatan pembelajaran memerlukan adanya aktivitas belajar, karena pada prinsipnya belajar adalah proses aktif secara berkesinambungan yang dilakukan siswa dalam menggunakan informasi dari lingkungan untuk membangun interpretasi dan makna sendiri berdasarkan pengetahuan awal dan pengalamannya. Keaktifan siswa dalam menjalani kegiatan pembelajaran merupakan salah satu kunci terciptanya tujuan pembelajaran. Keaktifan didefinisikan sebagai suatu rangkaian kegiatan atau kesibukan (Salim, 2002:34). Sardiman (2007:96) menjelaskan bahwa: ”aktivitas belajar merupakan suatu prinsip atau asas yang sangat penting dalam interaksi pembelajaran, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator yang membantu keaktifan siswa mencapai tujuan pembelajaran”. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada siswa kelas VII-A SMPN 2 Bangorejo Kabupaten Banyuwangi pada bulan November 2011, diketahui bahwa siswa yang aktif dalam bertanya sebanyak 8, berpendapat 6, menjawab pertanyaan 10, mencatat 8, dan tidak terdapat siswa yang melakukan kegiatan sanggahan. Dari banyaknya pendapat, pertanyaan, menjawab pertanyaan, maupun mencatat tersebut hanya dilakukan oleh 16 siswa dari 36 siswa yang terdapat di kelas. Menurut Paul D. Diedrich (dalam Hamalik, 2008:172-173) aktivitas belajar dapat diklasifikasikan dalam delapan kelompok, yaitu: kegiatan-kegiatan
1
2
visual (visual activity),kegiatan-kegiatan lisan (oral activities), kegiatan-kegiatan mendengarkan (listening activities),kegiatan-kegiatan menulis (writing activities),kegiatan-kegiatan menggambar (drawing activities),kegiatan-kegiatan metrik (motor activities),kegiatan-kegiatan mental (mental activities), dan kegiatan-kegiatan emosional (emotional activities). Namun dalam penelitian ini terdapat batasan klasifikasi keaktifan belajar sebagai indikator penelitian. Keaktifan belajar yang digunakan yaitu: (1) Kegiatan-kegiatan lisan (oral activities) yaitu mengajukan pertanyaan, memberi jawaban, mengemukakan pendapat, dan melakukan sanggahan terhadap jawaban atau pendapat orang lain, (2) Kegiatan-kegiatan menulis (writing activities) yaitu mencatat semua hal yang berkaitan dengan diskusi dan materi. Pembelajaran kooperatif tipe STAD dipandang sebagai metode paling sederhana dan paling langsung dalam pembelajaran kooperatif. Sebagai salah satu metode pembelajaran kooperatif, model STAD lebih menekankan pada berbagai ciri pengajaran langsung yaitu siswa bekerja dalam kelompok kecil untuk berlatih menyelesaikan masalah. Siswa bekerja dalam situasi yang didorong dan dikehendaki untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas sehingga melalui pembelajaran kooperatif STAD keaktifan seluruh siswa dalam proses pembelajaran dapat ditingkatkan(Nurhadi, 2004:65). Slavin (2005: 143-146) menjabarkan bahwa terdapat lima komponen utama pelaksanaan pembelajaran kooperatif STAD yaitu presentasi kelas, tim/kelompok, kuis, skor kemajuan individual, dan rekognisi tim (penghargaan kelompok). Dalam penelitian ini, peneliti melakukan modifikasi komponen utama yang terdapat dalam pembelajaran kooperatif Menurut Slavin. Walaupun peneliti melakukan modifikasi, namun peneliti tidak menghilangkan komponen utama STAD. Bagian yang dimodifikasi yaitu skor peningkatan individu tidak peneliti gunakan/dihilangkan. Hal ini peneliti lakukan sesuai kebutuhan peneliti. Karena penelitian ini mengukur aktivitas belajar siswa bukan mengukur hasil belajar. METODE Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research (CAR). PTK dilakukan dalam rangka meningkatkan efektifitas metode pembelajaran, meningkatkan kegiatan pembelajaran dan memperbaiki metode evaluasi. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini cenderung lebih mengarah pada penelitian kualitatif karena dalam penelitian ini menunjukkan karakteristik penelitian kualitatif yang cukup kuat. Karakteristik penelitian kualitatif yaitu: peneliti memaparkan data sesuai dengan kondisi di lapangan, peneliti sebagai pengumpul serta penganalisis data yang selanjutnya data disajikan secara deskriptif. Pelaksanaan penelitian tindakan kelas (PTK) dilakukan melalui beberapa siklus dimana setiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu: 1) perencanaan (plan), (2) tindakan (act), (3) pengamatan (observese), (4) refleksi (Arikunto,2007:16). Selama perbaikan kualitas dalam hal proses dan hasil pembelajaran belum tercapai, maka pelaksanaan tindakan kelas ini akan terus dilaksanakan dari siklus pertama ke siklus kedua, dari siklus kedua ke siklus ketiga dan seterusnya.
3
Dalam penelitian ini peneliti bekerjasama dengan guru geografi dan 2 orang teman sejawat yang bertindak sebagai observer. Observer bertugas sebagai pengamat, pengumpul data dan sebagai reflektor tindakan peneliti di dalam kelas. Penelitian ini akan dilaksanakan di SMP Negeri 2 Bangorejo yang berlokasi di JalanAhmad Yani No 14-A, Kecamatan Bangorejo, Kabupaten Banyuwangi. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan pada semester 2 (genap) tahun pelajaran 2011/2012. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII- A semester genap pada materi hidrosfer dengan jumlah 36 siswa yang terdiri dari 13 siswa laki-laki dan 23 siswa perempuan. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Data tersebut diperoleh dari pengamatan secara langsung di dalam kelas yang dilakukan oleh observer pada saat proses pembelajaran berlangsung. Alat yang digunakan untuk pengambilan data tersebut berupa lembar orservasi aktivitas siswa. Sedangkan untuk mengumpulkan data yang tidak tercantum dalam lembar observasi digunakan lembar catatan lapangan. Prosedur pengumpulan data penelitian ini didahului dengan pengamatan oleh observer pada tindakan siklus I, dan tindakan siklus II. Data tentang keaktifan belajar siswa diperoleh dari hasil pengamatan pada lembar observasi. Lembar observasi diisi oleh observer pada setiap siklus. Untuk melengkapi data yang tidak terekam dalam lembar observasi, menggunakan lembar catatan lapangan dan wawancara. Data keaktifan siswa yang sudah diperoleh akan diolah ke dalam bentuk skor keaktifan. Skor keaktifan tersebut dimasukkan kedalam skala keaktifan siswa agar dapat diketahui skala keaktifan siswa pada tiap tindakan yang kemudian disajikan pada diskripsi data. Berdasarkan 5 indikator aktivitas belajar siswa, skor maksimal pada tiap indikatornya adalah 3, maka skor maksimal keaktifan belajar siswa adalah 15. siswa mendapat skor 3 apabila siswa melakukan indikator sesuai materi yang dibahas dengan frekuensi 2 atau lebih, siswa mendapat skor 2 apabila melakukan indikator sesuai materi yang dibahas dengan frekuensi 1, sedangkan siswa mendapat skor 1 apabila melakukan indikator tetapi tidak terkait dengan materi yang sedang dibahas. Pada penelitian ini analisis data dilaksanakan setiap kali pemberian tindakan berakhir. Adapun persentase keberhasilan tindakan aktivitas siswa diperoleh dengan rumus sebagai berikut: ∑ 100% ∑
Untuk mengetahui berapa banyak siswa yang melakukan keaktifan di dalam kelas, dibuat tabel skala keaktifan belajar siswa seperti berikut ini: Tabel 1. Skala Keaktifan Belajar Siswa Skor
Klasifikasi Keaktifan
12-15 8-11 4-7 1-3 0
Sangat aktif Aktif Cukup Aktif Kurang Aktif Pasif
Nilai (huruf) A B C D E
Frekuensi Siswa …… …… …… …… ……
Presentase (%) …… …… …… …… ……
4
Pada skala keaktifan belajar tersebut, siswa dikatakan aktif apabila skor keaktifan mencapai 8 atau lebih. Frekuensi pada skala keaktifan siswa adalah jumlah siswa yang melakukan indikator pada tiap klasifikasi. Setelah kumpulan data keaktifan belajar diperoleh kemudian diolah menjadi bentuk skor keaktifan dan disajikan dalam bentuk diskripsi data. Hasil analisis data tersebut disajikan ke dalam bentuk tabel, sehingga akan tampak secara keseluruhan bagaimana perubahan keaktifan belajar siswa setelah pemberian tindakan pada siklus ke-1dan siklus ke-2. Berdasarkan tabel perubahan keaktifan belajar tersebut dapat diketahui perbandingan keaktifan belajar siswa antara siklus I dan siklus II, kemudian hasil perbandingan tersebut dijadikan pedoman dalam menentukan tingkat pencapaian keberhasilan tindakan. Dalam penelitian ini target pencapaian keberhasilan tindakan mencapai 75%. Penelitian ini dapat dikatakan berhasil apabila presentase keaktifan belajar siswa mencapai 75%. HASIL Keaktifan belajar siswa diperoleh dari lembar observasi keaktifan belajar siswa yang telah tersedia. Pencatatan keaktifan belajar siswa dilakukan oleh observer dimana 2 observer mencatat keaktifan belajar 3 kelompok dan 1 observer mencatat keaktifan belajar 2 kelompok ,sehingga dibutuhkan 3 observer dalam mencatat keaktifan belajar siswa tersebut. Pada lembar observer keaktifan belajar siswa terdapat 5 indikator keaktifan belajar siswa dimana masing-masing memiliki beberapa deskriptor. Berdasarkan pelaksanaan tindakan yang telah dilakukan pada siklus I dan siklus II diperoleh hasil keaktifan belajar siswa sebagai berikut: a. Siklus I Berdasarkan hasil observasi keaktifan belajar siswa dapat diketahui jumlah siswa dalam melakukan deskriptor dari masing-masing indikator. Siswa mendapat nilai 3 apabila siswa melakukan indikator sesuai deskriptor sebanyak 2 kali atau lebih, siswa mendapat nilai 2 apabila siswa melakukan indikator sesuai deskriptor sebanyak 1 kali, dan siswa mendapat nilai 1 apabila siswa melakukan indikator tetapi tidak sesuai deskriptor. Sehingga dapat dijelaskan bahwa siswa yang melakukan indikator ; 1) bertanya sebanyak 27 siswa, dengan jumlah siswa yang memperoleh skor 3 adalah 13 siswa sedangkan 13 siswa memperoleh skor 2 dan 1 siswa memperoleh skor 1; 2) menjawab pertanyaan sebanyak 26 siswa, dengan jumlah siswa yang memperoleh skor 3 adalah 21 siswa sedangkan yang memperoleh skor 2 adalah 5 siswa; 3) berpendapat sebanyak 27 siswa, dengan jumlah siswa yang memperoleh skor 3 adalah 18 siswa sedangkan 9 siswa memperoleh skor 2; 4) menyanggah sebanyak 17 siswa, dengan jumlah siswa yang memperoleh skor 3 adalah 9 siswa sedangkan 8 siswa memperoleh skor 2; 5) mencatat sebanyak 21 siswa, dengan jumlah siswa yang memperoleh skor 3 adalah 10 siswa sedangkan 11 siswa memperoleh skor 2. Siswa bisa dikatakan aktif apabila siswa memperoleh skor keaktifan ≥8 sedangkan siswa yang memperoleh skor keaktifan ≤8 belum bisa dikatakan aktif. Sehingga pada siklus I terdapat 6 siswa yang tergolong sangat aktif, 17 siswa tergolong aktif, 11 siswa tergolong cukup aktif dan 2 orang tergolong kurang aktif. Ini berarti siswa yang sudah melakukan keaktifan belajar mencapai 23 siswa atau 63,89% sedangkan siswa yang masih belum menunjukkan keaktifan belajar
5
sebanyak 13 siswa atau 36,11%. Sedangkan tingkat pencapaian keaktifan kelompok I sebanyak 40%, kelompok II 60%, kelompok III 80%, kelompok IV 80%, kelompok V 75%, kelompok VI 75%, kelompok VII 75%, kelompok VIII 25%, Sedangkan rata-rata tingkat pencapaian keaktifan kelompok adalah 63,75%. b. Siklus II Berdasarkan hasil observasi keaktifan belajar siswa dapat diketahui jumlah siswa dalam melakukan deskriptor dari masing-masing indikator. Sama seperti pada siklus pertama siswa mendapat nilai 3 apabila siswa melakukan indikator sesuai deskriptor sebanyak 2 kali atau lebih, siswa mendapat nilai 2 apabila siswa melakukan indikator sesuai deskriptor sebanyak 1 kali, dan siswa mendapat nilai 1 apabila siswa melakukan indikator tetapi tidak sesuai deskriptor. Sehingga dapat dijelaskan bahwa siswa yang melakukan indikator ; 1) bertanya sebanyak 26 siswa, dengan jumlah siswa yang memperoleh skor 3 adalah 13 siswa sedangkan 13 siswa memperoleh skor 2; 2) menjawab pertanyaan sebanyak 35 siswa, dengan jumlah siswa yang memperoleh skor 3 adalah 26 siswa sedangkan yang memperoleh skor 2 adalah 9 siswa; 3) berpendapat sebanyak 31 siswa, dengan jumlah siswa yang memperoleh skor 3 adalah 19 siswa sedangkan 12 siswa memperoleh skor 2; 4) menyanggah sebanyak 18 siswa, dengan jumlah siswa yang memperoleh skor 3 adalah 9 siswa sedangkan 9 siswa memperoleh skor 2 dan 2 siswa mendapat skor 1; 5) mencatat sebanyak 21 siswa, dengan jumlah siswa yang memperoleh skor 3 adalah 11 siswa sedangkan 10 siswa memperoleh skor 2. Pada siklus II terdapat 8 siswa yang tergolong sangat aktif, 19 siswa tergolong aktif, dan 9 siswa tergolong cukup aktif. Ini berarti siswa yang sudah melakukan keaktifan belajar mencapai 27 siswa atau 75% sedangkan siswa yang masih belum menunjukkan keaktifan belajar sebanyak 9 siswa atau 25%. Sedangkan tingkat pencapaian keaktifan kelompok I sebanyak 40%, kelompok II 80%, kelompok III 80%, kelompok IV 100%, kelompok V 75%, kelompok VI 100%, kelompok VII 75%, kelompok VIII 50%, Sedangkan rata-rata tingkat pencapaian keaktifan kelompok adalah 75%. Persentase keaktifan belajar siswa pada siklus II adalah 75% yang menunjukkan keaktifan belajar siswa pada siklus II mengalami peningkatan dibandingkan dengan siklus I yang mencapai 63,89%. Peningkatan keaktifan belajar antara siklus I dan siklus II adalah sebesar 11,11%. Sedangkan perbandingan jumlah siswa yang melakukan keaktifan pada tiap klasifikasi keaktifan antara siklus I dan siklus II diketahui siswa yang tergolong sangat aktif mengalami peningkatan sebasar 5,55%, siswa yang tergolong aktif juga mengalami peningkatan sebesar 5,56%, siswa yang cukup aktif mengalami penurunan 5,56%, dan siswa yang tergolong kurang aktif mengalami penurunan 5,55%. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif STAD terbukti dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas VII-A SMPN 2 Bangorejo Kabupaten Banyuwangi. PEMBAHASAN Menurut Paul D. Diedrich (dalam Hamalik, 2008:172-173) aktivitas belajar dapat diklasifikasikan dalam delapan kelompok, yaitu: kegiatan-kegiatan visual (visual activity),kegiatan-kegiatan lisan (oral activities), kegiatan-kegiatan mendengarkan (listening activities),kegiatan-kegiatan menulis (writing
6
activities),kegiatan-kegiatan menggambar (drawing activities),kegiatan-kegiatan metrik (motor activities),kegiatan-kegiatan mental (mental activities), dan kegiatan-kegiatan emosional (emotional activities). Namun dalam penelitian ini terdapat batasan klasifikasi keaktifan belajar sebagai indikator penelitian. Keaktifan belajar yang digunakan yaitu: 1. Kegiatan-kegiatan lisan (oral activities) yaitu mengajukan pertanyaan, memberi jawaban, mengemukakan pendapat, dan melakukan sanggahan terhadap jawaban atau pendapat orang lain. 2. Kegiatan-kegiatan menulis (writing activities) yaitu mencatat semua hal yang berkaitan dengan diskusi dan materi. Berdasarkan indikator tersebut siswa dikatakan aktif apabila siswa melakukan keaktifan bertanya, menjawab, berpendapat, menyanggah, dan mencatat. Setiap melakukan indikator keaktifan tersebut siswa akan memperoleh skor. Skor maksimal dari tiap indikator adalah 3 sedangkan indikator keaktifan ada 5 maka skor keaktifan maksimal adalah 15. Berdasarkan refleksi pada siklus I ditemukan kendala yaitu tidak semua siswa memahami isi dari pokok bahasan yang dibahas pada setiap kelompok sehingga penjelasan pada saat presentasi kurang berjalan dengan baik, kelompok audien kurang begitu paham karena tidak semua kelompok penyaji membaca hasil diskusinya dengan jelas, masih terdapat siswa yang berbicara dengan temanya diluar materi pembelajaran, siswa masih merasa ragu dan malu dalam bertanya, menjawab pertanaan, berpendapat, maupun menyanggah, pengaturan waktu pada saat siswa presentai di depan kelas masih kurang tertata dengan baik. Melihat hasil refleksi tersebut maka pada siklus II dilakukan perubahanperubahan agar pembelajaran lebih baik dan keaktifan siswa dapat meningkat, yaitu setiap kelompok diminta mencari satu artikel yang berkaitan dengan materi. Untuk mengurangi ketidakpahaman audien terhadap pemateri, kelompok diharuskan memfotocopy dan membagikan hasil diskusi kelompoknya terhadap kelompok lain yang menjadi audien. Guru juga menunjuk siswa-siswa yang sangat kurang aktif pada siklus I sebagai ketua kelompok, harapanya adalah agar siswa-siswa tersebut lebih bertanggung jawab dan lebih disiplin dalam memimpin jalanya diskusi kelompoknya dan hasilnya memuaskan. Guru meningkatkan penguasaan kelas supaya suasana kelas lebih tenang dan proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Semua perbaikan tersebut membawa pengaruh positif sehingga menyababkan keaktifan siswa meningkat dari siklus I ke siklus II. Pada siklus I persentase keaktifan belajar siswa sebesar 63,89% dan pada siklus II mengalami peningkatan menjadi 75%. Hasil perbandingan presentase keaktifan belajar siswa pada tiap klasifikasi keaktifan diketahui bahwa terjadi perubahan jumlah persentase frekuensi siswa antara siklus I dan siklus II. Pada klasifikasi sangat aktif terjadi peningkatan sebesar 5,55% dan jumlah siswa yang aktif pada siklus II juga mengalami peningkatan sebesar 5,56%. Sedangkan klasifikasi siswa kurang aktif pada siklus II menurun 5,56% dan siswa sangat kurang aktif tidak ditemukan pada siklus kedua. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada siklus II siswa sudah menunjukkan peningkatan keaktifan belajarnya. Peningkatan keaktifan belajar siswa juga disebabkan oleh motivasi yang selalu dilakukan guru kepada seluruh siswa untuk aktif di dalam kelas, karena
7
keaktifan itu akan mendapat nilai dan penghargaan sehingga siswa berlombalomba menjadi yang teraktif. Adanya penerapan pembelajaran model STAD dengan pembagian tugas dalam kelompok secara bergantian pada tiap siklus membuat siswa selalu sadar dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai anggota kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran melibatkan seluruh siswa. Gagne dan Briggs (dalam Martinis, 2007:84) menyatakan bahwa faktorfaktor yang dapat menumbuhkan timbulnya keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran , yaitu; a) memberikan motivasi atau menarik perhatian peserta didik, sehingga mereka berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran, b) menjelaskan tujuan intruksional (kemampuan dasar kepada peserta didik), c) mengingatkan kompetensi belajar kepada peserta didik, d) memberikan stimulus (masalah, topik, dan konsep yang akan dipelajari), e) memberi petunjuk kepada peserta didik cara mempelajarinya, f) memunculkan aktivitas, partisipasi peserta didik dalam kegiatan pembelajaran, g) memberi umpan balik (feed back), h) melakukan tagihan-tagihan terhadap peserta didik berupa tes, sehingga kemampuan peserta didik selalu terpantau dan terukur, dan i) menyimpulkan setiap materi yang disampaikan diakhir pembelajaran. Berdasarkan faktor-faktor yang telah diungkapkan oleh Gagne dan Briggs dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keaktifan belajar yang digunakan sebagai indikator dalam penelitian adalah memberikan motivasi yang menarik perhatian peserta didik agar siswa berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran, motivasi dapat berupa pemberian hadiah atau penghargaan bagi siswa yang aktif, menjelaskan tujuan instruksional supaya tujuan pembelajaran dapat tercapai sesuai dengan yang diinginkan, mengingatkan kompetensi belajar yaitu sebelum guru menyampaikan materi, memberikan stimulus dengan memberikan pertanyaan yang dapat memancing daya ingat siswa yang berhubungan dengan materi. Sehingga pada siklus II ini siswa merasa lebih bersemangat. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif Student Teams Achievement Division (STAD) dapat meningkatkan aktivitas belajar IPSGeografi siswa kelas VII-A SMPN 2 Bangorejo Kabupaten Banyuwangi. Saran Saran yang dapat diberikan peneliti terhadap pihak sekolah, guru bidang studi geografi, dan peneliti selanjutnya adalah sebagai berikut: (1) Dalam penerapan model pembelajaran kooperatif STAD diharapkan lebih memperhatikan pengaturan waktu secara detail terutama pada saat kegiatan diskusi kelas sehingga kegiatan pembelajaran dapat tertata dengan baik sesuai dengan yang diharapkan, (2) Pada kegiatan diskusi kelas disarankan memerintahkan siswa untuk memfotocopy hasil diskusi kelompoknya supaya siswa yang menjadi audiens lebih memahami hasil diskusi kelompok yang dijelaskan oleh kelompok penyaji, (3) Sebaiknya setiap siswa dianjurkan mempelajari artikel ataupun literatur lain sesuai dengan materi yang dibahas
8
sebelum penerapan model pembelajaran kooperatif STAD serta diwajibkan untuk membawanya pada saat kegiatan pembelajaran diterapkan.
DAFTAR RUJUKAN Arikunto, Suharsimi. Suhardjono. & Supardi. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara Hamalik, Oemar. 2008. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Martinis Yamin, 2007. Kiat Membelajarkan Siswa. Jakarta. Gaung Persada Press dan Center for Learning Innovation (CLI). Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya Dalam KBK. Malang: UM Press. Salim, P. dan Yenny S. 2002. Kamus Bahasa Indonesia Komtemporer. Jakarta: Modern English Press. Sardiman, A.M. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Bandung: CV. Remadja. Slavin, Robet E. 2005. Cooperatif Learning. Bandung: Nusa Media.