PETUNJUK PELAKSANAAN KEGIATAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN (PENGEMBANGAN BIOGAS LIMBAH TERNAK, PENGOLAHAN JARAK PAGAR, DAN PENGOLAHAN KOMPOS)
DIREKTORAT JENDERAL PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERTANIAN 2009
KATA PENGANTAR Pada tahun 2009 Ditjen PPHP mengalokasikan dana tugas pembantuan untuk pengelolaan lingkungan yang meliputi kegiatan pengembangan biogas limbah ternak, pengolahan jarak pagar dan pengembangan pengolahan kompos. Kegiatan tugas pembantuan, dilaksanakan dalam bentuk fasilitasi peralatan, bangunan dan modal usaha yang akan dikelola oleh Kelompok Tani atau Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Bantuan pengembangan biogas dan pengolahan jarak pagar merupakan salah satu langkah kongkret dukungan pemerintah untuk mendorong kemandirian masyarakat dalam penyediaan energi terbaharukan (Desa Mandiri Energi) dan ramah lingkungan di perdesaan. Sedangkan pengolahan kompos dimaksudkan untuk menciptakan peluang usaha dan produk yang lebih bermanfaat dari limbah usaha pertanian. Tujuan umum dari pengelolaan lingkungan adalah dalam rangka
penyediaan
masyarakat
di
energi
perdesaan,
alternatif
secara
peningkatan
swadaya
pendapatan,
untuk dan
kesejahteraan masyarakat serta kelestarian sumber daya alam dan lingkungan. Dalam rangka memberikan arahan untuk pelaksanaan kegiatan tersebut di atas disusun Petunjuk Pelaksanaan bagi pelaksana kegiatan pada setiap Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
Dengan acuan Pedoman Umum Kegiatan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian tahun 2009 dan Petunjuk Pelaksanaan ini diharapkan setiap penanggung jawab kegiatan di Kabupaten/Kota dapat
menyusun
Petunjuk
Teknis
yang
diperlukan
untuk
pelaksanaan kegiatan dimaksud dengan sebaik-baiknya.
Direktur Pengolahan Hasil Pertanian Ditjen PPHP,
Ir. Chairul Rachman, MM
2
I. PETUNJUK PELAKSANAAN KEGIATAN PENGEMBANGAN BIOGAS LIMBAH TERNAK TAHUN 2009 1.
Pendahuluan
A. Latar belakang Salah satu permasalahan nasional yang kita hadapi dan harus dicarikan jalan keluarnya saat ini adalah masalah energi, baik untuk keperluan rumah tangga, maupun untuk industri dan transportasi. Terkait dengan masalah tersebut, salah satu kebijakan pemerintah ialah rencana pengurangan penggunaan bahan bakar minyak tanah untuk keperluan rumah tangga termasuk untuk keperluan energi industri kecil. Sejalan dengan itu pemerintah juga mendorong upaya-upaya untuk penggunaan sumber-sumber energi alternatif lainnya yang dianggap layak dilihat dari segi teknis, ekonomi, dan lingkungan seperti biofuel, biogas, briket arang dan lain sebagainya. Dalam rangka pemenuhan keperluan energi rumah tangga khususnya di perdesaan maka perlu dilakukan upaya yang sistematis untuk menerapkan berbagai alternatif energi yang layak bagi masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut maka salah satu
3
upaya terobosan yang dilakukan adalah melaksanakan program Bioenergi Perdesaan (BEP), yaitu suatu upaya pemenuhan energi secara swadaya (self production) oleh masyarakat khususnya di perdesaan (Desa Mandiri Energi), termasuk bagi masyarakat di desa-desa terpencil seperti di daerah pedalaman dan kepulauan. Pelaksanaan program BEP terkait dengan upaya-upaya pengembangan agribisnis dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan dan ramah lingkungan. Secara berkembangnya
garis
besar
swadaya
tujuan
masyarakat
program dalam
BEP
adalah
penyediaan
dan
penggunaan bioenergi (biogas, biomass, dan biofuel) bagi keperluan rumah tangga termasuk untuk kegiatan usaha industri rumah tangga khususnya di perdesaan. Adapun sasaran (Output) program BEP adalah: 1) Tersosialisasinya teknologi penyediaan bioenergi secara swadaya untuk keperluan rumah tangga khususnya di perdesaan. 2) Terbangunnya pilot model biogas, biomassa, dan biofuel di setiap provinsi. Outcome yang diharapkan dari program BEP antara lain adalah: 1) Diterapkannya teknologi penyediaan dan penggunaan bioenergi untuk keperluan rumah tangga khususnya di perdesaan.
4
2) Berkembangnya
usaha
agribisnis
yang
terpadu
dengan
penyediaan bioenergi (peternakan, hortikultura, perkebunan dll) 3) Berkembangnya usaha agroindustri masyarakat yang ditunjang oleh penyediaan dan penggunaan bioenergi secara swadaya oleh masyarakat di perdesaan. Dengan output dan outcome tersebut di atas maka diharapkan program BEP akan mempunyai dampak (impact) positif yang signifikan dalam hal: 1) Tersedianya energi untuk rumah tangga secara swadaya masyarakat di perdesaan (Desa Mandiri Energi) 2) Berkurangnya ketergantungan masyarakat terhadap bahan energi konvensional (minyak tanah, LPG) 3) Peningkatan kesejahteraan masyarakat 4) Kelestarian
sumber
daya
alam
dan
lingkungan,
karena
berkurangnya penggunaan kayu bakar dari penebangan hutan serta berkurangnya emisi gas rumah kaca terutama metana (CH4)) dan karbon dioksida (CO2). B. Biogas Salah satu sumber energi terbarukan yang berasal dari sumber daya alam hayati adalah biogas dari kotoran ternak. Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi yang relatif sedikit oksigen (anaerob).
5
Komponen penyusun Biogas meliputi: ± 60 % CH4 (metana) ± 38 % CO2 (karbon dioksida) ± 2 % N2, O2, H2, dan H2S Biogas dapat dibakar langsung seperti elpiji dan menjadi sumber energi yang mudah digunakan oleh masyarakat. Selain itu biogas merupakan energi alternatif yang ramah lingkungan dan terbarukan Sumber bahan baku untuk menghasilkan energi biogas yang utama adalah kotoran ternak sapi, kerbau, babi, kuda dan ayam. Sebagai contoh, kotoran satu ekor ternak sapi dapat menghasilkan kurang lebih 2 m3 biogas (gas bio) per hari. Bila diperbandingkan dengan energi lainnya, 1 m3 biogas setara dengan 0,46 kg LPG, 0,62 liter minyak tanah, atau 3,5 kg kayu bakar. 2.
Tujuan Tujuan kegiatan pengembangan biogas limbah ternak tahun
2009 yang difasilitasi melalui dana Tugas Pembantuan Ditjen PPHP adalah:
6
a.
Membangun unit pengolahan biogas rumah tangga skala kecil atau
skala
sedang
dan
sarana
penunjangnya,
sebagai
percontohan dan sekaligus dapat dimanfaatkan langsung oleh kelompok tani/peternak di wilayah yang bersangkutan. b.
Memotivasi
masyarakat
untuk
mengembangkan
dan
menggunakan teknologi penyediaan energi perdesaan yang sesuai dan ramah lingkungan, antara lain biogas. c.
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta mendorong berkembangnya usaha produktif masyarakat melalui penyediaan energi secara mandiri di perdesaan.
d. 3.
Mendorong tumbuhnya Desa Mandiri Energi (DME). Sasaran/Output Sasaran kegiatan pengembangan biogas limbah ternak tahun
2009 adalah: a.
Terbangun dan beroperasinya unit pengolahan biogas limbah ternak di Kabupaten/Kota yang mendapatkan alokasi dana Tugas Pembantuan sesuai dengan dana di masing-masing Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
b.
Tersosialisasinya program pengembangan Desa Mandiri Energi (DME) dan Bioenergi Perdesaan (BEP).
c.
Tersosialisasinya teknologi biogas, khususnya dari limbah ternak.
4.
Penerima bantuan
7
Penerima bantuan fasilitasi pengembangan biogas limbah ternak diidentifikasi oleh Dinas Kabupaten/Kota yang bersangkutan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a.
Bantuan diberikan kepada Kelompok Tani/Kelompok Peternak, penempatan unit pengolahan biogas ditentukan oleh Kelompok yang bersangkutan.
b.
Untuk unit pengolahan biogas rumah tangga skala kecil, Kelompok yang bersangkutan harus memiliki ternak minimal 3 ekor sapi atau 8 ekor babi atau 5.000 ekor ayam secara tetap sepanjang tahun yang dipelihara dengan sistem kandang.
c.
Untuk biogas rumah tangga skala sedang, Kelompok yang bersangkutan harus memiliki ternak minimal 10 ekor sapi atau 30 ekor babi, atau 15.000 ekor ayam secara tetap sepanjang tahun yang dipelihara dengan sistem kandang.
d.
Lahan dan saluran limbah dalam kandang disediakan oleh Kelompok penerima bantuan.
e.
Diutamakan Kelompok Tani/Kelompok Peternak yang sudah mempunyai atau akan mengembangkan usaha pengolahan hasil pertanian dan/atau di daerah terpencil.
5. a.
Spesifikasi Teknis Unit pengolahan biogas rumah tangga skala kecil - Kapasitas/volume digester biogas: 4 – 6,5 m3 - Bahan digester: Fiber glass YUCALAK Tipe 235 ketebalan 4 5 mm atau konstruksi semen. Bahan fiber glass lebih diutamakan jika segi harga setempat memadai.
8
- Kompor biogas: minimal 1 buah. - Selang/pipa gas: plastik atau paralon PVC minimal 15 m. - Bak inlet: bahan semen, pasir dan bata (plester); lebar 30 cm; saluran dari kandang minimal 5 m; diameter lubang 8 – 10 inchi. - Bak outlet: bahan semen, pasir dan bata (plester); ukuran bak minimal 1x1x1 m; diameter lubang 8 – 10 inchi. b.
Unit pengolahan biogas rumah tangga skala sedang. -
Kapasitas/volume digester: 8 – 17 m3
-
Bahan digester: Fiber glass YUCALAK Tipe 235 yang didesain khusus sebagai digester biogas atau konstruksi semen.
-
Kompor biogas minimal 3 buah.
-
Selang/pipa gas: plastik atau paralon PVC minimal 15 m.
-
Bak inlet: bahan semen, pasir dan bata (plester); lebar 30 cm; saluran dari kandang minimal 5 m; diameter lubang 8 – 10 inchi.
-
Bak outlet: bahan semen, pasir dan bata (plester); ukuran bak minimal 1x1x1 m; diameter lubang 8 – 10 inchi.
-
Generator listrik dari biogas: 500 watt – 1.200 watt.
c. Bangunan dan Sarana Bangunan dan sarana penunjang pengolahan biogas dapat terdiri dari: -
Bangunan pengaman (naungan atau pagar) unit pengolahan biogas
9
-
Saluran limbah padat dan cair dari kandang ke unit pengolahan biogas
-
Bangunan dan sarana pengolahan pupuk organik padat/kompos
-
Bangunan dan sarana pengolahan pupuk cair
Gambar 1.1. Contoh Unit Pengolahan Biogas Rumah Tangga Skala Kecil Dari Bahan Fiber Glass Dan Kompor Biogas
Gambar 2.1. Contoh Unit Pengolahan Biogas Rumah Tangga Skala Sedang Dengan Konstruksi Semen, Generator Biogas Dan Kompor Biogas d.
Tata Letak Digester Biogas
10
Digester biogas diletakkan didekat kandang dan saluran masuk (inlet) kotoran dapat mengalirkan kotoran ternak ke dalam digester biogas. Biogas yang dihasilkan disalurkan langsung ke dapur/rumah pengguna energi biogas. 6.
Pengadaan Pengadaan/pembangunan
dilaksanakan
oleh
Dinas
unit
pengolahan
Kabupaten/Kota
biogas
pelaksana
Tugas
Pembantuan, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan memperhatikan Petunjuk Pelaksanaan ini. Pengadaan alat dari pihak ketiga harus sekaligus dengan paket teknologi yang digunakan (formula, prosedur kerja, teknik pengoperasian alat, teknik pemeliharaan, dll). 7. Pembinaan Pembinaan
dilakukan
oleh
Ditjen
PPHP
Departemen
Pertanian, Dinas Provinsi dan Dinas Kabupaten/Kota terkait, serta pihak pengembang/kontraktor (rekanan) yang ditetapkan oleh Dinas.
Pembinaan
meliputi
aspek
teknis
dan
manajemen
pemanfaatan biogas yang dihasilkan dari unit pengolahan biogas yang dibangun. Penerima bantuan mempunyai kewajiban memelihara unit pengolahan
biogas
dari
limbah
ternak
yang
dibangun
dan
memanfaatkan biogas yang dihasilkan dengan sebaik-baiknya.
11
8.
Pelaporan Kelompok penerima bantuan wajib menyampaikan laporan
kepada Dinas Kabupaten/Kota mengenai kondisi unit pengolahan biogas serta pemanfaatannya setiap 6 bulan atau sewaktu-waktu bila ada permasalahan/perkembangan yang nyata (signifikan). Dinas Kabupaten/Kota wajib menyampaikan laporan kepada Ditjen PPHP dan Dinas Peternakan/Pertanian Provinsi mengenai kondisi unit pengolahan biogas serta pemanfaatannya setiap 6 bulan atau sewaktu-waktu bila ada permasalahan/perkembangan yang nyata (signifikan).
Konsultasi Teknis: Subdit Pengelolaan Lingkungan, Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian, Ditjen PPHP Departemen Pertanian, Jakarta. Telp. (021) 78842572, 78842569, 7815380 ext. 5334 e-mail:
[email protected]
12
II. PETUNJUK PELAKSANAAN KEGIATAN PENGEMBANGAN PENGOLAHAN JARAK PAGAR TAHUN 2009 1.
Pendahuluan
A.
Latar belakang Salah satu permasalahan nasional yang kita hadapi dan
harus dicarikan jalan keluarnya saat ini adalah masalah energi, baik untuk keperluan rumah tangga, maupun untuk industri dan transportasi. Terkait dengan masalah tersebut, salah satu kebijakan pemerintah ialah rencana pengurangan penggunaan bahan bakar minyak tanah untuk keperluan rumah tangga termasuk untuk keperluan energi industri kecil. Sejalan dengan itu pemerintah juga mendorong upaya-upaya untuk penggunaan sumber-sumber energi alternatif lainnya yang dianggap layak dari berdasarkan aspek teknis, ekonomi, dan lingkungan seperti biofuel, biogas/gas bio, briket arang dan lain sebagainya. Dalam rangka pemenuhan keperluan energi rumah tangga khususnya di perdesaan maka perlu dilakukan upaya yang sistematis untuk menerapkan berbagai alternatif energi yang layak
13
bagi masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut maka salah satu upaya terobosan yang dilakukan adalah melaksanakan program Bio Energi Perdesaan (BEP), yaitu suatu upaya pemenuhan energi secara swadaya (self production) oleh masyarakat khususnya di perdesaan (Desa Mandiri Energi), termasuk bagi masyarakat di desa-desa terpencil seperti di daerah pedalaman dan kepulauan. Tujuan Kegiatan Desa Mandiri Energi terutama adalah dalam rangka penyediaan energi non BBM di perdesaan secara swadaya oleh
masyarakat
untuk
meningkatkan
kegiatan
ekonomi,
mengurangi pengangguran, mengurangi kemiskinan dan pelestarian lingkungan hidup. Definisi Desa Mandiri Energi adalah desa yang mampu memenuhi dan mengembangkan kebutuhan energinya untuk memasak dan penerangan, mengembangkan industri rumah tangga, serta kegiatan lainnya dengan tetap menjaga (konservasi) ekosistem dan lingkungan hidup Pelaksanaan program Bio Energi Perdesaan (BEP)
terkait
dengan upaya-upaya pengembangan agribisnis dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan dan ramah lingkungan. Secara berkembangnya
garis
besar
swadaya
tujuan
masyarakat
program dalam
BEP
adalah
penyediaan
dan
penggunaan bio energi (biofuel, biogas dan biomassa) bagi
14
keperluan rumah tangga termasuk untuk kegiatan usaha industri rumah tangga khususnya di perdesaan. Adapun sasaran (Output) program BEP adalah: 1.
Terbangunnya pengolahan jarak pagar sebagai pilot model DME berbasis jarak pagar di Kabupaten/Kota yang mendapat alokasi dana Tugas Pembantuan.
2.
Tersosialisasinya teknologi penyediaan bio energi secara swadaya
untuk
keperluan
rumah
tangga
khususnya
di
perdesaan. Outcome yang diharapkan dari program BEP antara lain adalah: 1.
Diterapkannya teknologi penyediaan dan penggunaan bio energi untuk keperluan rumah tangga khususnya di perdesaan.
2.
Berkembangnya
usaha
agribisnis
yang
terpadu
dengan
penyediaan bio energi (peternakan, hortikultura, perkebunan) 3.
Berkembangnya usaha agroindustri masyarakat yang ditunjang oleh penyediaan dan penggunaan bio energi secara swadaya oleh masyarakat di perdesaan. Dengan output dan outcome tersebut di atas maka
diharapkan program BEP akan mempunyai dampak (impact) positif yang signifikan dalam hal: 1.
Tersedianya energi untuk rumah tangga secara swadaya oleh masyarakat di perdesaan (terwujudnya Desa Mandiri Energi)
2.
Berkurangnya ketergantungan masyarakat terhadap bahan energi konvensional (BBM)
15
3.
Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat
4.
Pengurangan pengangguran
5.
Kelestarian sumber daya alam dan lingkungan
B.
Pengolahan Bio Energi Berbasis Jarak Pagar Jarak pagar (Jatropha curcas) merupakan tanaman yang
mudah untuk dibudidayakan karena tidak memerlukan perawatan yang
rumit,
dapat
tumbuh
dilahan-lahan
kritis
(marjinal),
berkembang dengan cepat, dan dapat tumbuh sampai 30 tahun. Dalam rangka mencukupi kebutuhan pasokan jarak pagar bagi penyediaan bahan baku energi maka perlu dilakukan upaya pembibitan, budidaya, penanganan dan pengolahan yang lebih baik. Sebagai bioenergi di perdesaan, biji jarak pagar dapat digunakan melalui cara-cara sebagai berikut: 1.
Digunakan langsung untuk memasak dengan cara dibakar menggunakan kompor khusus berbahan bakar biji jarak
2.
Diolah hingga dihasilkan minyak jarak mentah (Crude Jatropha
Oil) dan minyak jarak murni (Pure Jatropha Oil). Minyak jarak mentah dapat digunakan sebagai bahan energi untuk memasak, sedangkan
minyak
jarak
murni
dapat
digunakan
untuk
memasak dan menggerakkan mesin/motor. 3.
Diolah untuk menghasilkan Biofuel berupa biodiesel, sebagai bahan bakar diesel secara murni atau dicampur dengan solar.
2.
Tujuan
16
Tujuan
kegiatan
pengembangan
desa
mandiri
energi
berbasis jarak pagar (Jatropha curcas) yang difasilitasi melalui dana Tugas Pembantuan Ditjen PPHP tahun 2009 adalah: a.
Membangun unit pengolahan jarak pagar untuk bioenergi di Kabupaten/Kota
yang
Pembantuan,
sebagai
dimanfaatkan
langsung
mendapat percontohan oleh
alokasi dan
Kelompok
dana sekaligus
Tugas dapat
Tani/Gapoktan
di
wilayah yang bersangkutan. b.
Memotivasi
masyarakat
untuk
mengembangkan
dan
menggunakan teknologi penyediaan energi perdesaan yang sesuai karakteristik wilayah dan ramah lingkungan, antara lain berbasis jarak pagar. c.
Mendorong upaya rehabilitasi dan konservasi lahan dengan penanaman jarak pagar.
d.
Meningkatkan peri kehidupan masyarakat serta mendorong berkembangnya usaha produktif masyarakat melalui penyediaan energi secara mandiri di perdesaan.
e.
Mendorong tumbuhnya Desa Mandiri Energi (DME).
3.
Sasaran Sasaran kegiatan pengembangan pengolahan jarak pagar
tahun 2009 adalah: -
Terbangun dan beroperasinya unit pengolahan jarak pagar untuk penyediaan energi di perdesaan pada Kabupaten/Kota yang mendapat alokasi dana Tugas Pembantuan.
17
-
Tersosialisasinya program pengembangan Desa Mandiri Energi (DME) dan Bio Energi Perdesaan (BEP).
-
Tersosialisasinya
teknologi
pengolahan/pemanfaatan
jarak
pagar untuk memenuhi kebutuhan energi (pengganti BBM dan kayu baka) di perdesaan. 4. Penerima Bantuan Penerima bantuan fasilitasi pengembangan pengolahan jarak pagar dalam rangka Desa Mandiri Energi diidentifikasi oleh Dinas Kabupaten/Kota yang bersangkutan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a.
Bantuan diberikan kepada Kelompok Tani/Gapoktan, yang memiliki sumber bahan baku biji jarak pagar yang cukup sesuai kapasitas alat yang akan diberikan. Penentuan paket bantuan dan penempatan unit pengolahan disesuaikan dengan potensi dan aspirasi kelompok yang bersangkutan.
b.
Untuk paket A berupa unit pengolahan minyak jarak (alat press biji jarak, alat penyaring bungkil dengan minyak jarak, dan kompor tekan minyak jarak), kelompok yang bersangkutan harus memiliki luasan kebun jarak pagar minimal 2,96 ha dan sudah berproduksi. (dengan asumsi 1 kelompok mempunyai 10 orang
anggota,
populasi
tanaman
yang
sudah
menghasilkansebanyak 2.500 pohon/ha, dan produktivitas 10.000 kg/ha/th). c.
Untuk paket B berupa unit pengolahan pasta jarak (hammer mill dan kompor pasta jarak), kelompok yang bersangkutan harus memiliki luasan kebun jarak pagar minimal 0,36 ha/kepala
18
keluarga dan sudah berproduksi (dengan asumsi 1 kelompok mempunyai 20 orang anggota, populasi tanaman yang sudah menghasilkan sebanyak 2.500 pohon/ha, produktivitas 10.000 kg/ha/th, penggunaan biji jarak perhari sebanyak 1 kg) d.
Untuk paket C berupa kompor biji jarak, dengan asumsi setiap kepala keluarga membutuhkan 3,5 kg biji jarak per hari, maka dalam
1
tahun
setiap
kepala
keluarga
minimal
harus
mempunyai 1.300 pohon jarak pagar (3,5 Kg/hari x 365 hari = 1.300 Kg dengan asumsi 1 pohon jarak mempunyai produksi 1 Kg/tahun) e.
Masing-masing kelompok mendapatkan dana sebagai modal usaha sesuai dengan dana yang dialokasikan untuk tiap Kabupaten/Kota.
f.
Diutamakan Kelompok Tani/Gapoktan yang sudah mempunyai atau akan mengembangkan usaha pengolahan hasil pertanian dan/atau di daerah terpencil.
5. Paket Bantuan dan Spesifikasi Teknis A.
Paket A (unit pengolahan minyak jarak)
Peralatan terdiri dari: - Alat press biji jarak: 1 unit, - Alat penyaring minyak jarak kasar: 1 unit, - Kompor minyak jarak: jumlah disesuaikan. Spesifikasi Teknis:
19
Alat pengepres biji jarak menjadi minyak jarak kasar (CJO) Type
: Ulir/Screw Press C-45
Kapasitas Produksi
: 50 kg/jam
Power
: Dinamo 3 Phase, 5,5 Kw, 50 Hz
Waktu operasi
: 10 jam/hari
Rendemen
: 23 -25 %
Casing & Frame Material : Carbon Steel Penggerak
: Diesel Engine with electric starter
Bahan bakar
: Solar atau biodiesel
Gambar 2.1. Contoh Mesin Pengepres Biji Jarak Tipe Ulir Alat penyaring minyak jarak kasar Tipe
: Filter Press
Kapasitas Produksi
: 100 lt/jam
Motor
: Pompa Gear 0,75 Kw, 1 Phase, 50 Hz
20
Material
: Carbon steel
Accessories
: Filter, Pipe, Kran, Slang
Penggerak
: Diesel Engine with electric starter
Bahan bakar
: Solar atau biodiesel
Gambar 2.2. Contoh Alat Penyaring Minyak Jarak Kasar Kompor Tekan Minyak Jarak Kapasitas
: 5 liter
Burner – diameter
: 2 inch, hole 0,1 mm
Frame
: Steel
Accesories
21
Gambar 2.3. Contoh Kompor Tekan Minyak Jarak B. Paket B (unit pengolahan pasta jarak pagar) Peralatan terdiri dari: - Hammer milll biji jarak: 1 unit - Kompor pasta jarak: jumlah disesuaikan
Spesifikasi Teknis : Hammer Mills model 121 Screen Area
: 675
HP
: 30 -60
RPM
: 3.600 – 17.000 fpm
22
Gambar 2.4. Contoh Hammer Mills Kompor Pasta Jarak Berat
: 9 kg
Diameter
: 17,5 inch
Frame
:
Steel
Gambar 2.5. Contoh Kompor Pasta Jarak
23
C.
Paket C (kompor biji jarak)
Terdiri dari kompor biji jarak pagar dengan jumlah disesuaikan. Berat
: 3 kg
Burner – diameter
: 6 inch
Frame
: Steel
Gambar 2.6. Contoh Kompor Biji Jarak 6.
Pengadaan Pengadaan/unit peralatan pengolahan biji jarak dilaksanakan
oleh Dinas Pertanian/Perkebunan Kabupaten/Kota pelaksana Tugas Pembantuan, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan memperhatikan Petunjuk Pelaksanaan ini. Pengadaan alat dari pihak ketiga harus sekaligus dengan paket teknologi yang digunakan (formula, prosedur kerja, teknik pengoperasian alat, teknik pemeliharaan dll).
24
7.
Pembinaan Pembinaan
dilakukan
oleh
Ditjen
PPHP
Departemen
Pertanian, Dinas Provinsi dan Dinas Kabupaten/Kota terkait, serta pihak pengembang/kontraktor (rekanan) yang ditetapkan oleh Dinas. Pembinaan meliputi baik aspek teknis maupun manajemen pemanfaatan
bahan
bakar/energi
yang
dihasilkan
dari
unit
pengolahan biji jarak yang dibangun. Penerima bantuan mempunyai kewajiban memelihara unit pengolahan jarak pagar yang dibangun dan memanfaatkan hasilnya dengan sebaik-baiknya. 8. Pelaporan Kelompok penerima bantuan wajib menyampaikan laporan kepada Dinas Kabupaten/Kota mengenai kondisi unit pengolahan jarak pagar serta pemanfaatannya setiap 6 bulan atau sewaktuwaktu
bila
ada
permasalahan/perkembangan
yang
nyata
(signifikan). Dinas Kabupaten/Kota wajib menyampaikan laporan kepada Ditjen PPHP dan Dinas Peternakan Provinsi mengenai kondisi unit pengolahan jarak pagar serta pemanfaatannya setiap 6 bulan atau sewaktu-waktu bila ada permasalahan/ perkembangan yang nyata (signifikan).
25
Konsultasi Teknis: Subdit Pengelolaan Lingkungan, Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian, Ditjen PPHP Departemen Pertanian, Jakarta. Telp. (021) 78842572, 78842569, 7815380 ext. 5334 e-mail:
[email protected]
26
III. PETUNJUK PELAKSANAAN KEGIATAN PENGEMBANGAN PENGOLAHAN KOMPOS TAHUN 2009 1. Pendahuluan A. Latar Belakang Kegiatan pertanian, baik budidaya (on farm) maupun pengolahan (off farm) akan menghasilkan produk utama dan limbah padat. Sebagai contoh, budidaya padi akan menghasilkan produk berupa gabah dan limbah padat berupa jerami. Contoh lainnya adalah pada pengolahan komoditas hortikultura, akan dihasilkan produk berupa sirop, jus dan manisan buah serta dihasilkan limbah padat berupa kulit buah atau sayur afkir. Pada kegiatan peternakan limbah padat yang dihasilkan berupa sisa pakan, kotoran hewan (manure) dan lain-lain. Limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan pertanian perlu dikelola dengan baik agar tidak mencemari lingkungan. Pada pengelolaan lanjutan, limbah yang dihasilkan diupayakan agar memiliki nilai ekonomi. Salah satu upaya untuk meningkatkan aspek pengelolaan lingkungan dan nilai ekonomi limbah adalah dengan mengolahnya melalui kegiatan pengomposan. Dengan proses yang benar, kompos
27
yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik, aman digunakan dan memiliki nilai jual yang kompetitif. Pengembangan usaha pengolahan kompos memerlukan sarana dan prasarana penunjang produksi yang meliputi bangunan pengomposan, peralatan kerja, bahan baku, bahan penunjang dan tenaga kerja. Sarana dan prasarana yang diperlukan harus disesuaikan dengan bahan baku dan kapasitas produksi kompos. Adapun
sasaran
(Output)
kegiatan
pengembangan
pengolahan kompos adalah: 3) Tersosialisasinya teknologi pengolahan limbah padat pertanian menjadi kompos yang berkualitas. 4) Terbangunnya usaha pengolahan kompos. 5) Terciptanya usaha pengolahan pertanian yang berwawasan lingkungan. Outcome yang diharapkan dari kegiatan pengembangan pengolahan kompos antara lain adalah: 1)
Diterapkannya teknologi pengolahan limbah padat pertanian menjadi kompos yang berkualitas.
2)
Berkembangnya
usaha
pengolahan
kompos
usaha
pengolahan
hasil
dari
limbah
pertanian. 3)
Berkembangnya
pertanian
yang
berwawasan lingkungan.
28
Dengan output dan outcome tersebut di atas maka diharapkan kegiatan pengembangan pengolahan kompos akan mempunyai dampak (impact) positif yang signifikan dalam hal: 1). Tersedianya kompos berkualitas untuk pengembangan usaha agribisnis secara terpadu. 2). Terciptanya kondisi lingkungan pengolahan hasil pertanian yang bersih dan higienis. 3). Berkurangnya ketergantungan petani terhadap pupuk sintetis dan kompos yang dihasilkan dari daerah lain. 4). Meningkatnya pendapatan masyarakat karena nilai tambah dari usaha pengolahan kompos. 5). Terciptanya kelestarian sumber daya alam dan lingkungan, karena dapat diatasinya masalah pencemaran lingkungan dari limbah padat pertanian. 6). Meningkatnya penggunaan kompos yang akan meningkatkan kualitas lingkungan tanah dan mengurangi emisi gas rumah kaca terutama metana (CH4)) dan karbon dioksida (CO2). B. Pengolahan Kompos Pengomposan
didefinisikan
sebagai
sistem
pengolahan
sampah organik dengan bantuan mikro organisme sehingga terbentuk pupuk organik (pupuk kompos) atau dapat juga dipahami sebagai proses dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme dalam kondisi aerobik terkendali menjadi produk kompos.
29
Bahan baku yang dapat digunakan meliputi sampah rumah tangga, sampah kebun, sampah pasar dan sampah pertanian. Disamping itu dapat digunakan pula kotoran ternak sebagai campuran bahan baku pembuatan kompos. Kotoran ternak tersebut dapat memperkaya unsur hara dan membantu dalam proses dekomposisi bahan organik. Setiap bahan organik yang akan dikomposkan memiliki karakteristik yang berlainan. Karakter terpenting dari bahan organik dan berguna untuk mendukung proses pengomposan adalah karbon (C) dan nitrogen (N). Perbandingan jumlah karbon dan nitrogen dalam bahan organik dinamakan rasio karbon:nitrogen atau rasio C/N. Perbandingan karbon dengan nitrogen (C/N) yang baik bagi pengomposan berkisar antara 25 hingga 35/1. Jika perbandingannya jauh lebih tinggi, maka prosesnya akan memerlukan waktu yang lama, sedangkan bila lebih kecil maka nitrogen akan dilepaskan sebagai amonia. Pada pra pengomposan kegiatan yang dilakukan adalah pemilahan bahan organik dan anorganik dari sampah, pengecilan atau penyeragaman ukuran bahan baku, dan pembuatan tumpukan pengomposan. Bila bahan baku yang ada berukuran besar maka perlu diperkecil ukurannya dengan menggunakan alat manual seperti pisau, golok, atau alat mekanis seperti mesin pencacah. Mesin pencacah biasanya digunakan bila produksi kompos lebih besar dari
30
2 ton/hari dan bahan baku perlu diseragamkan atau dikecilkan ukurannya. Selanjutnya, pembuatan tumpukan bahan baku untuk dikomposkan dapat dilakukan secara manual atau menggunakan kendaraan wheel loader. Kendaraan ini biasa digunakan bila produksi kompos lebih besar dari 5 ton/hari. Kondisi yang perlu dijaga agar proses produksi kompos berjalan optimal adalah ukuran bahan, ketebalan tumpukan, suhu dan kelembaban atau kadar air tumpukan kompos. Proses produksi kompos berjalan optimum pada kondisi kadar air bahan 50-60%. Ukuran
tumpukan
kompos
yang
baik
adalah
tinggi
maksimum 1,5 m dan lebar maksimum 2,5 m. Panjang tumpukan dapat disesuaikan dengan panjang bangunan kompos yang ada atau volume produksinya. Dengan ukuran tersebut tumpukan kompos akan memiliki daerah panas yang memungkinkan reaksi penguraian berjalan sempurna. Pada tahapan pengomposan peralatan digunakan bila akan melakukan pembalikan tumpukan kompos. Pembalikan dapat dilakukan secara manual oleh pekerja dengan menggunakan cangkul atau sekop, atau dapat pula menggunakan mesin pembalik kompos (turning machine). Mesin pembalik kompos biasanya digunakan bila kapasitas produksi kompos berada diatas 4 ton/hari.
31
Untuk dapat menggunakan mesin pembalik secara efektif, maka tumpukan kompos dibuat secara memanjang. Pembalikan tumpukan kompos merupakan salah satu hal yang perlu dilakukan. Pembalikan tumpukan kompos dimaksudkan untuk memberikan tambahan udara secara alami pada tumpukan kompos, menjaga suhu dan mengontrol kelembaban. Selain itu pembalikan dapat digunakan juga untuk meratakan campuran bahan, mengecilkan ukuran bahan (karena terkena alat atau mesin pembalik), dan pemisahan bahan. Pembalikan kompos juga sebagai upaya pemisahan bahanbahan anorganik yang mungkin masih ada walaupun telah dilakukan pemilahan pada awal pengomposan. Tahapan
pasca
pengomposan
terdiri
dari
kegiatan
pengayakan dan pengemasan. Pengayakan dimaksudkan untuk mendapatkan butiran kompos dengan ukuran tertentu. Pengayakan manual menggunakan kawat kisa sebagai penyaringnya atau dengan menggunakan mesin pengayak. Kompos yang telah diayak selanjutnya dikemas dalam plastik dengan berat 5, 10 dan 20 kg atau kemasan karung dengan berat 40 atau 50 kg. Kompos yang tidak lolos ayakan masih dapat dipasarkan sebagai kompos kasar dengan harga yang lebih murah. Atau, bila hendak dihaluskan, kompos
kasar
dapat
dihaluskan
dengan
menggunakan
alat
pencacah.
32
Bangunan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan pengomposan
adalah
bangunan
penyimpanan
bahan
baku,
bangunan proses pengomposan, bangunan pasca pengomposan dan bangunan gudang kompos yang telah dikemas. Bangunan yang diperlukan tidak harus permanen. Bangunan semi permanenpun asal memenuhi syarat dapat digunakan dan tentunya membutuhkan biaya yang lebih sedikit. Syarat utama bangunan pengomposan adalah bernaungan dengan atap yang tidak transparan seperti asbes, genting atau terpal. Diperlukannya bangunan yang bernaungan dimaksudkan agar tidak terkena air hujan dan sinar matahari langsung. Air hujan dapat menyebabkan bahan baku, tum-pukan pengomposan dan produk kompos menjadi kelebihan kadar air, sedangkan penyinaran matahari langsung dapat menyebabkan bahan-bahan tersebut menjadi kering. 2. Tujuan Tujuan kegiatan pengembangan pengolahan kompos tahun 2009 yang difasilitasi melalui dana Tugas Pembantuan Ditjen PPHP adalah: a.
Membangun unit pengolahan kompos skala kecil atau sedang di Kabupaten/Kota, sebagai percontohan dan sekaligus dapat bermanfaat bagi kelompok tani/peternak di wilayah yang bersangkutan.
33
b.
Memotivasi masyarakat untuk mengembangkan pengolahan dan menggunakan kompos yang berkualitas dari limbah pertanian.
c.
Meningkatkan
pendapatan
berkembangnya
usaha
masyarakat produktif
serta
mendorong
masyarakat
melalui
pengolahan limbah pertanian menjadi kompos di perdesaan
3. Sasaran/Output Sasaran kegiatan pengembangan pengolahan kompos tahun 2009 adalah: a.
Terbangun dan beroperasinya unit pengolahan kompos dari limbah pertanian di Kabupaten/Kota yang mendapatkan alokasi dana Tugas Pembantuan.
b.
Tersosialisasinya program pengolahan kompos dari limbah pertanian.
c.
Tersosialisasinya teknologi pengolahan kompos dari limbah pertanian.
4. Penerima Bantuan Penerima
bantuan
fasilitasi
pengembangan
kompos
diidentifikasi oleh Dinas Kabupaten/Kota yang bersangkutan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
34
a.
Bantuan diberikan kepada Kelompok Tani/Kelompok Peternak. Penempatan unit pengolahan kompos ditentukan oleh Kelompok yang bersangkutan.
b.
Untuk
unit
pengomposan
skala
kecil,
kelompok
yang
bersangkutan harus memiliki sumber limbah pertanian dan peternakan (komposisi 3:1) minimal 0,5 ton/hari secara tetap sepanjang tahun. c.
Untuk unit pengomposan skala sedangl, kelompok yang bersangkutan harus memiliki sumber limbah pertanian dan peternakan (komposisi 3:1) minimal 1 ton/hari secara tetap sepanjang tahun.
d.
Lahan disediakan oleh kelompok penerima bantuan.
e.
Diutamakan Kelompok Tani/Kelompok Peternak yang sudah mempunyai atau akan mengembangkan usaha pengolahan hasil pertanian
4. Spesifikasi Alat dan Bangunan A. Unit Pengolahan Kompos Skala Kecil Unit pengolahan kompos skala kecil memiliki kapasitas pengolahan 0,5 ton bahan baku limbah pertanian per hari. Unit ini mencakup pembangunan sarana dan prasarana penunjang produksi yang meliputi: i. Bangunan pengomposan. Bangunan pengomposan adalah bangunan yang digunakan untuk menampung bahan baku, melakukan proses produksi, menyimpan produk dan menyimpan peralatan produksi.
35
Bangunan pengomposan memiliki luas 50 m2. Bangunan kompos merupakan bangunan semi permanen dengan spesifikasi: - Tinggi bangunan: 4,5 m - Pondasi: 40 cm batu kali dan semen - Lantai: tanah dipadatkan dilapisi bambu belah - Tiang: kayu ukuran 8/16 - Dinding: papan kayu setinggi 40 cm dari dasar dan disekeliling bangunan dipasang kawat ayam setinggi 150 cm. - Rangka atap: kayu ukuran 5/7 - Atap: genting tanah liat
ii. Peralatan produksi Peralatan produksi adalah adalah peralatan yang digunakan untuk memproduksi kompos. Peralatan produksi terdiri dari peralatan manual dan peralatan mekanis. Peralatan yang digunakan terdiri dari: a.
Mesin pemotong/pencacah Mesin pemotong adalah mesin untuk memotong atau mencacah bahan baku yang berukuran panjang atau besar. Jumlah mesin yang dibutuhkan 1 buah. Dimensi (p x l x t): 1.300 x 800 x 1.600 mm Kapasitas potong: 300-500 kg/jam Penggerak: mesin diesel China 16 PK b. Peralatan Penunjang - Sekop sebanyak 4 buah - Cangkul sebanyak 4 buah
36
- Pengayak sebanyak 1 buah (Dimensi: 100 x 170 cm, Bentuk: empat persegi panjang, Konstruksi: list kayu, Penyaring: kawat besi ukuran 1 x 1 cm) - Drum air sebanyak 1 buah kapasitas 1.000 liter - Ember sebanyak 2 buah - Gembor sebanyak 2 buah - Sepatu boot sebanyak 5 pasang - Jarum jahit karung sebanyak 2 buah - Karung plastik sebanyak 100 buah - Benang jahit karung secukupnya
Gambar 3.1. Contoh Alat Pemotong/Perajang Bahan Baku Kompos
37
B. Unit Pengolahan Kompos Skala Sedang Unit pengolahan kompos skala kecil memiliki kapasitas pengolahan 1 ton bahan baku limbah pertanian per hari. Unit ini mencakup pembangunan sarana dan prasarana penunjang produksi yang meliputi: i. Bangunan pengomposan. Bangunan pengomposan adalah bangunan yang digunakan untuk menampung bahan baku, melakukan proses produksi, menyimpan produk dan menyimpan peralatan produksi. Bangunan pengomposan memiliki luas 100 m2. Bangunan kompos merupakan bangunan semi permanen dengan spesifikasi: Tinggi bangunan: 4,5 m Pondasi: 40 cm batu kali dan semen Lantai: tanah dipadatkan dilapisi bambu belah Tiang: kayu ukuran 8/16 Dinding: papan kayu setinggi 40 cm dari dasar dan disekeliling bangunan dipasang kawat ayam setinggi 150 cm. - Rangka atap: kayu ukuran 5/7 - Atap: genting tanah liat -
ii. Peralatan produksi Peralatan produksi adalah peralatan yang digunakan untuk memproduksi kompos. Peralatan produksi terdiri dari peralatan manual dan peralatan mekanis. Peralatan yang digunakan terdiri dari:
38
a.
Mesin pemotong/pencacah Mesin pemotong adalah mesin untuk memotong atau mencacah bahan baku yang berukuran panjang atau besar. Jumlah mesin yang dibutuhkan 2 buah. Dimensi (p x l x t): 1.300 x 800 x 1.600 mm Kapasitas potong: 300-500 kg/jam Penggerak: mesin diesel China 16 PK b. Peralatan Penunjang - Sekop sebanyak 8 buah - Cangkul sebanyak 8 buah - Pengayak sebanyak 2 buah (Dimensi: 100 x 170 cm, Bentuk: empat persegi panjang, Konstruksi: list kayu, Penyaring: kawat besi ukuran 1 x 1 cm) - Drum air sebanyak 2 buah kapasitas 1.000 liter - Ember sebanyak 4 buah - Gembor sebanyak 4 buah - Sepatu boot sebanyak 10 pasang - Jarum jahit karung sebanyak 4 buah - Karung plastik sebanyak 200 buah - Benang jahit karung secukupnya
6.
Pengadaan Pengadaan/unit peralatan pengolahan kompos dilaksanakan
oleh Dinas Pertanian Kabupaten/Kota pelaksana Tugas Pembantuan, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan memperhatikan Petunjuk Pelaksanaan ini.
39
Pengadaan alat dari pihak ketiga harus sekaligus dengan paket teknologi yang digunakan (formula, prosedur kerja, teknik pengoperasian alat, teknik pemeliharaan dll). 7.
Pembinaan Pembinaan
dilakukan
oleh
Ditjen
PPHP
Departemen
Pertanian, Dinas Provinsi dan Dinas Kabupaten/Kota terkait, serta pihak pengembang/kontraktor (rekanan) yang ditetapkan oleh Dinas. Pembinaan meliputi baik aspek teknis maupun manajemen pengolahan limbah pertanian menjadi kompos berkualitas. Penerima bantuan mempunyai kewajiban memelihara unit pengolahan kompos yang dibangun dan memanfaatkan hasilnya dengan sebaik-baiknya.
8. Pelaporan Kelompok penerima bantuan wajib menyampaikan laporan kepada Dinas Kabupaten/Kota mengenai kondisi unit pengolahan kompos serta pemanfaatannya setiap 6 bulan atau sewaktu-waktu bila ada permasalahan/perkembangan yang nyata (signifikan). Dinas Kabupaten/Kota wajib menyampaikan laporan kepada Ditjen PPHP dan Dinas Peternakan Provinsi mengenai kondisi unit pengolahan kompos serta pemanfaatannya setiap 6 bulan atau
40
sewaktu-waktu bila ada permasalahan/ perkembangan yang nyata (signifikan).
Konsultasi Teknis: Subdit Pengelolaan Lingkungan, Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian, Ditjen PPHP Departemen Pertanian, Jakarta. Telp. (021) 78842572, 78842569, 7815380 ext. 5334 e-mail:
[email protected]
41