PESAN MORAL KISAH NABI YUNUS MENURUT MUFASIR MODERN INDONESIA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)
Oleh
Nur Laeli NIM:1110034000121
PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTASUSHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2014 M
Pesan
Moral Kisah Nabi Yunus Menurut Mufasir Modern Indonesia
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)
Oleh
NURLAELI NIM:1110034000121
Di bawah bimbingan
Ahmad Rifqi Muchtar. MA NIP: 1960822 199703 | 002
PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
t436Hl20t4}I
LEMBARPER}TYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1.
Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan urruk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
ini telah saya
di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayahrl lah Jakarta 3.
Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya ataru merupakan hasil jiplakan dari karya oranng lain, maka saya bersedia menerima santsi yang berlaku di Univeristas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 19 Desember 2014
Penulis,
NURLAELI
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skipsi yang berjudul "Pesan Moral Kisah Nabi Yunus Menurut
Mufasir Modern Indonesia" telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuludin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 1 1 Desember 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I) pada Program Studi Tafsir Hadis. Jakarta, 1 1 Desember 2014
Sidang Munaqasyah,
Sekretaris
tt2
9199403
I
NIP. 19820821 200801 1012
002
Anggota
Penguji I
Penguji
f/Lbv"-:
"
II
fizzz-a---.u-
--'--
Dr. Ahsin Sakho Muhammad" MA
KUSMANA"MA t9650424199503
19s60821 199603 1001
Pembimbing
Ahmad Rifqi Muchtar. MA NrP. 1960822 199703 I 002
I
001A
ABSTRAK
NUR LAELI Pesan Moral Kisah Nabi Yunus Menurut Mufasir Modern Indonesia Di dalam al-Qur’an terdapat kisah-kisah inspiratif. Salah satu sumber inspirasi dari kisah-kisah al-Qur’an adalah akhlak para Nabi. Diantara kisah para Nabi yang menjadi sumber inspirasi tersebut adalah kisah Nabi Yunus. Kisah Nabi Yunus memiliki pesan moral yang tinggi tentang kesabaran, optimis terhadap pertolongan Allah, perlunya taubat dari kesalahan yang telah dilakukan. Nabi Yunus merupakan salah satu Nabi yang kisahnya diceritakan dalam al-Qur’an dan namanya pun diabadikan menjadi nama salah satu surat di dalam al-Qur’an. Kisah Nabi Yunus termaktub di dalam al-Qur’an melalui beberapa ayat, yaitu sebagai berikut: QS. Yūnus ayat 98, QS. Al-Anbiyā’ ayat 87-88, QS. As-Sâffât ayat 139-148, QS. Al-Qalam ayat 48-50. Dari ayat-ayat tersebut dikisahkan bahwa Nabi Yunus diutus oleh Allah ke Negeri Ninawa, Negeri yang penduduknya penuh dengan kemewahan dan juga kesesatan menyembah berhala. Nabi Yunus mengajak kaumnya dalam waktu yang lama untuk menyembah dan beriman kepada Allah, tetapi kaumnya tidak ada yang mengikuti ajakan Nabi Yunus. Kemudian ia pergi dalam keadaan marah pada kaumnya. Selain itu Nabi Yunus dalam kisahnya mengalami peristiwa yaitu Nabi Yunus ditelan ikan paus. Dari peristiwa yang fenomenal itu menimbulkan banyak penafsiran dari semua kalangan mufasir. Mufasir yang mejadi fokus kajian ini adalah Mufasir modern Indonesia, yaitu Hamka dan Quraish Shihab. Kedua tafsir tersebut mempunyai corak adabi ijtima’i yang penulis anggap relevan dengan kajian yang dibahas pada skripsi ini mengenai pesan moral. Namun penulis tidak mengelakkan dalam penulisan skripsi ini merujuk juga pada tafsir-tafsir lainnya yang penulis anggap berkaitan dan untuk memperkaya dalam penulisan skripsi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tafsir maudhu’i atau metode tafsir tematik, dengan menggunakan pendekatan sosio historis yaitu menekankan pentingnya memahami kondisi aktual dan harfiyah, lalu memproyeksikan kepada situasi masa kini kemudian membawa fenomenafenomena sosial ke dalam naungan tujuan-tujuan al-Qur’an. Melalui pendekatan ini diharapkan akan mengetahui pesan moral yang terkadung dari kisah Nabi Yunus. Penulis berusaha mengungkap pesan moral al-Qur’an dalam kisah Nabi Yunus, yang dikaji dan dianalisa dari mufasir modern Indonesia yaitu Hamka dan Quraish Shihab.
i
PEDOMAN TRANSLITERASI Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan Skripsi ini berpedoman pada buku Pedoman Akademik UIN SyarifHidayatullah Jakarta. Program Strata 1, 2010/2011. Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:
Huruf Arab
Huruf Latin
Keterangan tidak dilambangkan
b
be
t
te
ts
te dan es
j
Je
h
h dengan garis bawa
kh
ka dan ha
d
De
dz
de dan dz
r
Er
z
zet
s
Es
sy
es dan ye
s
es dengan garis di bawah
d
de dengan garis di bawah
t
te dengan garis di bawah
z
zet dengan garis di bawah
‘
koma terbalik di atas hadap kanan
gh
ge dan ha
ii
f
Ef
q
Ki
k
Ka
l
El
m
Em
n
En
w
We
h
Ha
׳
apostrof
y
Ye
Vokal Vocal dalam bahasa Arab, seperti vocal dalam bahasa Indonesia, terdiri dari vocal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vocal tunggal, ketentuan alih aksara adalah sebagai berikut:
TandaVokal Arab
___
ب ُ
TandaVokal Latin
Keterangan
a
fathah
i
kasrah
u
dammah
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab ي
Tanda Vokal Latin
Keterangan
ai
a dan i
iii
و
au
a dan u
Vokal Panjang Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
ىَا
â
a dan topi di atas
ْىِي
î
i dan topi di atas
ْىُو
û
u dan topi di atas
Kata Sandang Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu الdialih aksarakan menjadi huruf / l /, baik diikuti huruf syamsiyyah maupun huruf qamariyyah, contoh:al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan addîwân. Syaddah (Tasydîd) Syaddah atauTasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda (ّ), dalam alih aksara dilambangkan dengan huruf, yaitu menggandakan huruf yang diberi tanda syaddahitu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tandasyaddahitu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya,kataْ َ الّضَر وُوْ ةtidak ditulis addarûrah melainkan al-darûrah, demikian seterusnya. Ta Marbûta Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtaterdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf itu dialihaksarakan menjadi huruf / h / (lihat
iv
contoh 1 dibawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbuta diikuti ole h kata sifat (na’at) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta marbûtadiikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf / t / (lihat contoh 3). Contoh : No .
Kata Arab
Alih Aksara
1
طةُِيْقةة
tarîqah
2
الجامعة اإلسالميّة
al-jâmi’ah al-islâmiyyah
3
وحد الوجود
wahdat al-wujûd
Huruf Kapital Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. (contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî bukan Abû Hâmid Al-Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi). Beberapa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juga dapat diterapkan dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic) atau ctak tebal (blod), jika menurut EYD, judul buku itu ditulis dengan dicetak miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya. Demikian seterusnya. Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal dari Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun asal katanya bersal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussalam al-Palimbani, tidak Abd alSalam al-Palimbânî.
v
Cara Penulisan Kata Setiap kata, baik kata kerja (fi’l), kata benda (ism), maupun huruf (harf) ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas kalimatkalimat dalam bahasa Arab, dengan pedoman ketentuan-ketentuan di atas:
Kata Arab
Alih Aksara
ُذَهَةَ األستاد
dzahaba al-ustâdu
َُثبَثَ األجْر
tsabata al-ajru
اشهدُ أن ال إلهَ إلَا اهلل
asyhadu an lâ ilâha illâ allah
المَظَاهِر العَقْلِية
al-madzâhir al-‘aqliyyah
موال نا ملك الصالح
Maulânâ Malik al-Sâlih
األيات الكونيَة
al-âyât al-kauniyyah
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat nikmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penelitian yang dilakukan dalam rangka penulisan skripsi yang berjudu “Pesan Moral Kisah Nabi Yunus Menurut Mufasir Modern Indonesia”, dalam memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Theologi Islam dapat diselesaikan. Skripsi ini dapat diselesaikan tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, dengan demikian sudah sepantasnya jika penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1.
Almarhum ayahnda tercinta Nur Yadi dan ibunda terkasih Mashrifah yang tiada henti memberikan kasih dan sayang serta mendoakan penulis untuk dapat mencapai kesuksesan meraih gelar S1. Untuk kakak-kakak (A Yudi, A Maman, Mba Yan, Mba Nung, Bulal), kakak ipar (Mba Neng, Mba Isti, Mas Dewa, A Ojan), keponakan-keponakan (Byan, Zelda, Aqil, Bahran) dan semua keluargaku yang telah memberikan bantuan baik moril ataupun materil. Terimakasih untuk Muhammad Ridwan Haikal, yang setia menemani dan banyak memberikan bimbingan, dorongan, semangat kepada penulis.
2.
Ahmad Rifqi Muchtar, MA selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan baik bimbingan intelektual maupun bimbingan motivasi dengan penuh kesabaran, dan banyak meluangkan waktunya dalam membantu menyelesaikan penulisan skripsi ini.
3.
Prof. Dr. Masri Mansoer, MA sebagai Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
vii
4.
Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA sebagai Ketua Jurusan Tafsir Hadis, dan Jauhar Azizy, MA sebagai sekertaris jurusan. Kepada Dr. Ahsin Sakho M. Asyrofuddin, MA, Kusmana, MA selaku tim penguji dalam sidang skripsi penulis. Terima kasih juga untuk seluruh Staf Fakultas Ushuludin yang telah banyak membantu. Segenap dosen Fakultas Ushuluddin, khususnya dosendosen yang telah mengajar di Jurusan Tafsir Hadis yang telah banyak memberikan ilmu sehingga penulis menjadi seperti sekarang.
5.
Para pengasuh Pondok Pesantren Dar al-Tauhid Arjawinangun Cirebon, yaitu KH. Ibnu Ubaidillah Syatori, Buya Husein Muhammad, Walid Ahsin Sakho, Almarhumah Umi Liya Aliyah beserta para ustadz yaitu pa mulyadi, pa bram, pa imam, pa wasmin, dan semuanya yang penulis tidak bisa sebutkan satu persatu.
6.
Teman-teman satu kosan ( Ka Tami, Ka Opi, Ka Ila, Ka Nurul, Aan, Novi, Denis, Idoh, Iis, Yanti, Yuni) yang banyak memberikan kritik, saran, dan motivasi kepada penulis. Teman-teman seperjuangan anak Tafsir Hadis angkatan 2010 khususnya Grup PPD (Hani, Sari, Popon, Dede, Adah). Khusus buat Bang Lail dan Nurul yang telah membantu dalam memahami kitab tafsir.
7.
Teman-teman Keluarga Mahasiswa Sunan Gunung Djati (KMSGD). Temanteman Himpunan Mahasiswa Cirebon Jakarta Raya (Hima- Cita). Temanteman Persatuan Mahasiswa Alumni Dar al- Tauhid (PERMADA).
viii
Kepada semua pihak yang telah disebutkan semoga mendapat imbalan atas kebaikan yang telah diberikan. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat untuk penulis dan pembacanya. Jakarta, 19 Desember 2014 Penulis
NUR LAELI
ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK.......................................................................................................
i
PEDOMAN TRANSLITERASI .................................................................... ii KATA PENGANTAR.................................................................................... vii DAFTAR ISI.................................................................................................... x BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................. 6 C. Tujuan Penelitian............................................................................ 7 D. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 7 E. Metodologi Penelitian ..................................................................... 8 F. Sistematika Penulisan ...................................................................... 10 BAB II : LATAR BELAKANG PENAFSIRAN A. Hamka ....................................................................................... 1. Biografi Hamka …................................................................ 2. Riwayat Penulisan Tafsir al-Azhar ...................................... 3. Metode dan Corak Penafsiran .............................................. B. M. Quraish Shihab ...................................................................... 1. Biografi Quraish Shihab ....................................................... 2. Riwayat Penulisan Tafsir al-Mishbah .................................. 3. Metode dan Corak Penafsiran ..............................................
12 12 14 16 18 18 20 21
BAB III : NABI YUNUS DALAM SEJARAH DAN TAFSIR A. Sejarah Nabi Yunus ..................................................................... 1. Biografi Nabi Yunus .............................................................. 2. Silsilah Nabi Yunus ............................................................... 3. Kisah Nabi Yunus .................................................................. B. Kisah Dalam al-Qur’an .......................................................... 1. Pengertian Kisah ....................................................................... 2. Ruang Lingkup Kisah ................................................................ 3. Tujuan Kisah Dalam alQur’an.................................................. 4. Pesan Moral Dalam Kisah ........................................................ C. Kisah Nabi Yunus Dalam Penafsiran ............................................. 1. QS. Yûnus ayat 98 ..................................................................... 2. QS. Al-Anbiyâ’ ayat 87-88 ........................................................ 3. QS. As-Sāffât ayat 139-148 ....................................................... 4. QS. Al-Qalam ayat 48-50 ..........................................................
x
25 25 29 30 35 35 38 42 44 45 45 46 50 52
xi
BAB IV: PESAN MORAL KISAH NABI YUNUS A. Penafsiran Menurut Hamka dan Quraish Shihab ............................... 55 1. QS. Yûnus ayat 98 ..................................................................... 55 2. QS. Al-Anbiyâ’ ayat 87-88 ........................................................ 58 3. QS. As-Sāffât ayat 139-148 ....................................................... 60 4. QS. Al-Qalam ayat 48-50 .......................................................... 62 5. Pesan Moral Kisah Nabi Yunus ...................................................... 64 1. Sabar ......................................................................................... 65 2. Optimis Terhadap Pertolongan Allah ........................................ 68 3. Taubat dari Kesalahan yang Telah Diperbuat ........................... 72 BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ...................................................................................... 77 B. Saran ................................................................................................ 78 DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 79
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam mempelajari Al-Qur’an maka ada yang disebut dengan ayat Makkiyah yaitu ayat-ayat yang turun di Mekkah sebelum Nabi hijrah yang sebagian berisi kisah para Nabi dan kaumnya yang menekankan tentang ketauhidan dan kebenaran atas Rasul yang diutus Allah. Kemudian ada yang disebut dengan ayat Madaniyah yaitu ayat-ayat yang turun sesudah hijrahnya Nabi. Pelajaran yang dikandung di dalamnya pun berbeda dengan ayat yang turun di Mekkah. Seperti pelajaran yang meliputi hukum, syari’at, ibadah, muammalat, sanksi, hubungan sosial kemasyarakatan, toleransi beragama antar agama. Kisah senantiasa memberi kesan mendalam ke dalam hati pembaca. Rasa keingintahuan merupakan faktor paling kuat yang dapat menanamkan kesan peristiwa tersebut ke dalam hati. Dan nasehat dengan tutur kata kata yang disampaikan tanpa variasi tidak mampu menarik perhatian akal, bahkan semua isinya pun tidak bisa dipahami. Di dalam pendahuluan buku “Untaian Kisah Dalam al-Qur’an” terjemahan dari kitab Qasas al-Qur’an karya Ali Muhammad al-Bajawi dkk dijelaskan kisahkisah dalam al-Qur’an ini mencakup tentang akhlak yang dapat menyucikan jiwa, memperindah tingkah laku, menyebarkan sifat bijak dan adab serta berbagai adab mendidik. Al-Qur’an menjadikan perjalanan hidup Rasul-rasul Allah ini sebagai
1
2
contoh dan mengajak manusia untuk mengambil palajaran dan mengagungkan isi dari al-Qur’an itu sendiri.1 Bentuk kisah yang menggambarkan peristiwa dalam realita kehidupan maka terwujudlah dengan jelas tujuannya. Orang pun akan merasa senang mendengarkannya, memperhatikannya dengan penuh kerinduan, rasa ingin tahu, dan pada gilirannya ia akan terpengaruh dengan nasihat dan pelajaran yang terkandung di dalamnya.2 Menurut penelitian Ahmad Hanafi, dari keseluruhan ayat al-Qur’an yang berjumlah 6.342 ayat, kurang lebih terdapat 1600 ayat yang berbicara tentang kisah para nabi serta rasul terdahulu, dan juga kisah-kisah perumpamaan (tamsiliat). Jika di bandingkan dengan yang berbicara tentang hukum berjumlah 330 ayat. Maka jelas terlihat bahwa perhatian al-Qur’an terhadap kisah-kisah egitu besar. Bahkan menurut Jurji Zaidan seorang tokoh kesusastraan Arab modern bahwa kisah dipandang sebagai cara terbaik bagi orang banyak untuk mengambil pesan moral yang terkandung di dalamnya.3 Allah SWT. berfirman dalam al-Qur’an QS. Yusuf ayat 111:
Aritnya: Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal, al-Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. 1
Ali Muhammad al- Bajawi, dkk., Untaian Kisah Dalam al-Qur’an, (Jakarta: Darul Haq, 2007), h. vii 2 Muhammad Sayyid Thanthawi, al-Qisas fî al-Qur’an al-Karîm, (Qahirah: Dar alNahdlah, 1996), Juz I, h. Muqaddimah 3 Ahmad Hanafi, Segi-segi Kesusastraan Pada Kisah al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka alHusna, 1984), h. 22
3
Pengetahuan yang dibangun oleh al-Qur’an bertujuan agar memiliki hikmah yang atas dasar itu dapat membentuk perilaku yang sejalan dengan nilai-nilai normatif al-Qur’an, baik pada level moral maupun sosial. Untuk membentuk perilaku yang sejalan dengan nilai normatif al-Qur’an yaitu dengan kontemplasi terhadap kejadin-kejadian atau peristiwa-peristiwa sejarah yang berisi hikmah tersembunyi dengan merenungkan dan mengambil pelajaran moral dari peristiwaperistiwa empiris yang terjadi dalam sejarah bahwa peristiwa-peristiwa itu sesungguhnya bersifat universal dan abadi karena lebih mempelajari pesan-pesan moral al-Qur’an dan sangat pennting guna menciptakan penyempurnaan kepada kepribadian islam. Untuk memahami makna ayat-ayat tersebut dibutuhkan interpretasi yang sesuai atau yang mendekati pada apa yang dikehendaki oleh Allah SWT. Kitabkitab tafsir dalam kepustakaan islam sudah banyak terkumpul. Kitab-kitab tersebut ditulis pada masa dan tempat tertentu. Sementara masa dan tempat tersebut beda satu sama lain. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh produk tafsirnya. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Muhammad Syahrur yang dikutip oleh Abdul Mustaqim bahwa al-Qur’an harus selalu ditafsirkan sesuai dengan tuntutan era kontemporer yang dihadapi umat manusia.4 Berkaitan dengan ayat tentang kisah Nabi Yunus banyak diceritakan dalam tafsir al-Qur’an dan dalam buku kisah-kisah Nabi. Bahwa di dalamnya juga dijelaskan bahwa Nabi Yunus berputusasa dalam berdakwah. Ia berputus asa karena tidak satu pun dari kaumnya yang mau mengikuti ajakannya untuk menyembah Allah. Putus asa adalah salah satu sikap negatif yang muncul pada 4
Abdul Mustaqim dan Sahiron Syamsuddin, Studi al-Qur’an Kontemporer (Yogjakarta: Tiara Wacana, 2002), h. 7
4
manusia ketika mendapat cobaan yang berat dari Allah Swt. Namun bagaimana mungkin seorang Nabi mempunyai sifat negatif tersebut dan melakukan perbuatan dosa karena sudah meninggalkan kaumnya? kemudian bagaimana dengan pendapat yang menyatakan bahwa semua Nabi Allah itu terjaga dari sifat buruk (ma’sûm)? Selain permasalahan yang sudah dikemukakan di atas, alasan lainnya juga akan penulis jelaskan perihal mengambil penelitian tentang kisah Nabi Yunus yaitu: Nabi Yunus adalah salah satu Nabi yang kisahnya diceritakan dalam alQur’an dan namanya pun diabadikan menjadi nama salah satu surat di dalam alQur’an. Selain itu Nabi Yunus dalam kisahnya mengalami peristiwa yang sangat fenomenal yaitu Nabi Yunus dimakan ikan paus. Kisah Nabi Yunus dan kaumnya menyiratkan pesan-pesan berharga bagi kehidupan manusia selanjutnya meski kaum tersebut sekarang telah musnah, dan dari aspek sosial budaya dapat dibandingkan moral bangsa sebelum turun wahyu ketika masyarakat berada pada masa jahiliyyah dengan periode sesudah turun wahyu bahkan sampai akhir ini. Peristiwa yang fenomenal itu menimbulkan banyak penafsiran dari semua kalangan mufasir, termasuk kalangan mufasir kontemporer. Penulis mendapatkan suatu kesan bahwa kisah Nabi Yunus kaya akan ajaran-ajaran yang berkaitan pendidikan moral atau akhlak. Seperti tafsir karya M. Quraish Shihab tafsir alMisbah yang menyinggung tentang tentang kandungan moral dari ayat tersebut untuk lebih memperkaya makna ayat agar memiliki relevansi tersendiri dengan konteks kekinian yang sesuai dengan misi al-Qur’an sebagai petunjuk yang membimbing manusia untuk membentuk akhlak yang sempurna. Tafsir al-
5
Mishbah karya M. Quraish Shihab merupakan kitab tafsir yang sangat representatif dalam dunia tafsir kontemporer. Memiliki berbagai macam disiplin ilmu serta jangkauan pemahaman yang dinamis dan lebih komprehensif. Tafsir al-Azhar merupakan salah satu tafsir yang mengambil corak budaya kemasyarakatan, yakni suatu corak tafsir yang menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat al-Qur’an yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat serta usaha-usaha untuk menanggulangi problmetika masyarakat berdasarkan ayat-ayat dengan mengemukakan petunjuk-petunjuk tersebut dalam bahasa yang mudah dimengerti.5 Selain tafsir kedua tafsir di atas, penulis juga mengambil rujukan dari tafsirtafsir kontemporer yang bercorak Adabi ‘Ijtima’i yang lainnya. Seperti tafsir fî Zilâl al-Qur’an karya Sayyid Quthb, tafsir Adwa’ al-Bayân fî Idâh al-Qur’an bi al-Qur’an karya al-Syinqiti, tafsir al-Manâr karya Rasyid Rida, dan kitab tafsir lainnya. Hal ini tentu yang berkaitan dengan tema yang penulis bahas. Sehingga penelitian ini bisa lebih mendalam mengkaji ayat tentang kisah Nabi Yunus dari segi sosial dan hidayah atau akhlak. Berdasarkan beberapa permasalah yang sudah diungkapkan diatas, penulis dengan ini memberi judul untuk skripsi ini dengan, “Pesan Moral Kisah Nabi Yunus Menurut Mufasir Modern Indonesia” Semoga karya ini bisa menjadi acuan dan motivasi dalam menyelesaikan permasalah.
5
M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar, h. 6
6
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Banyak ayat al-Qur’an yang membicarakan tentang kisah Nabi Yunus. Penulis sendiri sudah melakukan sebuah penelusuran mengenai kisah Nabi Yunus dari beberapa indeks al-Qur’an, diantaranya: indeks al-Qur’an digital karya Ahmad Lutfi, indeks al-Qur’an karya Azha Ruddin Sahil,setelah mengambil pertimbangan dari pemilihan ayat-ayat tersebut maka ayat yang akan menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:QS. Yûnus ayat 98, QS. AlAnbiyâ’ ayat 87-88, QS. As-Sāffāt ayat 139-148, QS. Al-Qalam ayat 48-50. Rujukan tafsir utama dalam penelitian ini adalah kitab-kitab tafsir alQur’an yaitu tafsir al-Azhar karya Hamka dan tafsir al-Mishbah karya Quraish Shihab. Keduanya menjadi fokus pembahsan karena, pertama, kedua mufassir dua penafsiran Indonesia modern yang menggunakan di dalam karya mereka prinsipprinsip tafsir adabi ijtima’i. Kedua, karya kedua mufasir tersebut merupakan representasi kuat penafsiran modern di Indonesia, karena penerimaan masyarakat atas karya tersebut. Hal tersebut terlihat setidaknya dalam penerbitan ualng karyakarya mereka. Tafsir al-Azhar sampai saat ini diterbitkan lebih dari lima kali. Sedangkan tafsir al-Mishbah diterbitkan lebih dari delapan kali. Ketiga, kedua tafsir tersebut dianggap mudah di pahami oleh masyarakat. 2. Perumusan Masalah Sedangkan perumusan masalah pada penelitian ini adalah Pesan moral apa yang dapat diambil dari kisah Nabi Yunus menurut mufasir modern Indonesia?
7
C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui Kisah Nabi Yunus secara mendalam 2. Untuk mengambil pelajaran baik dari kisah Nabi Yunus. D. Tinjauan Pustaka Berbagai macam sumber yang penulis kumpulkan, baik berupa buku-buku, skripsi, tesis, disertasi, makalah, artikel, dan beberapa sumber lainnya yang berkaitan dengan kisah Nabi Yunus. Diantara buku-buku yang membahas tentang kisah nabi yunus adalah: Pertama, Syekh Salim Ibn Ied al-Hilali dengan bukunya yang berjudul Sahīh Qisas al-Anbiyâ’, diterjemahkan oleh M. Abdul Ghoffar diterbitkan Pustaka Imam asy-Syafi’i tahun 2009. Di dalam memaparkan tentang Nabi Yunus, dia hanya mengambil ayat-ayat yang bertema Nabi Yunus kemudian ditafsirkan dengan pemahamannya sendiri, juga merujuk kepada kitab-kitab tafsir serta kitabkitab hadis. Kedua, Ali Muhammad al-Bajawi, dkk, dengan bukunya Qasas al-Qur’an, diterjemahkan oleh Abdul Hamid, diterbitkan Darul Haq tahun 2007. Di dalam bukunya dia hanya merujuk kepada ayat-ayat di dalam al-Qur’an yang berkaitan dengan kisah Nabi Yunus, tidak ditemukan dalam bukunya merujuk kepada bukubuku lain. Sedangkan skripsi yang membahas kisah Nabi Yunus adalah pertama, skripsi yang ditulis oleh Wihdan Dana Maulidi, mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ushuludin Jurusan Tafsir Hadis tahun 2004, yang berjudul “Kisah Dalam al-Qur’an: Studi atas kisah Nabi Yunus dalam QS. al-Anbiyâ’ ayat 87-88 menurut Ath- Thabari dan Ar-Razi”. Di dalam skripsi ini
8
mengupas kisah nabi yunus dalam al-Qur’an dengan mengambil QS. al-Anbiyâ’’ ayat 87-88 yang kemudian penafsirannya dibandingkan antara Ath-Thabari dengan Ar-Razi, dengan tidak menjelaskan secara detail mengenai keputusasaan Nabi Yunus. Skripsi yang kedua yang berjudul “Kisah Nabi Yunus Dalam al-Qur’an: Kajian Komperatif Tafsir al-Mizân dan Tafsir Fī Zilâl al-Qur’an. Skripsi ini ditulis oleh Fuatuttaqwiyah, mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogjakarta Fakultas Ushuludin Jurusan Tafsir Hadis tahun 2003. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah komperatif untuk menganalisa data yang berbeda agar dapat diketahui persamaan dan perbedaanya dari kedua tafsir tersebut. Tabâtabâ’î dalam menafsirkan kisah Nabi Yunus menggunakan metode tafsir al-Qur’an dengan al-Qur’an dan merujuk riwayat dari para imam sebagaimana metode yang dianut oleh kaum syi’ah. Sementara Sayyid Quthb tidak menggunakan riwayat namun lebih menggunakan penekanan pada dakwah dan keimanan. E. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian Skripsi ini menggunakan al-Qur’an sebagai objek kajian penelitian. Maka mengambil metode penafsiran yang sudah ditetapkan dalam kajian ilmu tafsir yaitu metode tahlilî, ijmalî, maudû’i, dan muqaran. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tafsir tematik dengan menggunakan pendekatan sosio historis, atau memahami al-Qur’an dalam konteks sejarahnya dan harfiyahnya, kemudian merelevansikan pada situasi masa kini dengan
9
mengungkap pesan moral al-Qur’an kisah Nabi Yunus dengan menganalisa kitabtafsir modern Indonesia. Dalam pengambilan ayat-ayat yang berkenaan dengan kisah Nabi Yunus dengan penulis mengambil dari beberapa indeks al-Qur’an. Diantaranya yaitu alQur’an al-Hadi karya Ahmad Lutfi Fathullah, menurutnya ayat-ayat yang berkaitan dengan kisah nabi Yunus diantaranya QS. al-Anbiyâ’ ayat 87-88, QS. As-Saffāt ayat 140-142, QS. Yunus ayat 98.Indeks al-Qur’an karya Azha Ruddin Sahil memilah ayat yang termasuk dalam kisah nabi Yunus yaitu QS. An-Nisâ’ ayat 163, QS. Al-An’âm ayat 86, QS. Yûnus ayat 98, QS. As-Saffāt ayat 139-148. Kemudian indeks al-Qur’an karya Sukma Djaja Asyarie mengelompokkan ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan kisah nabi Yunus yaitu QS. al-Qalam ayat 48, QS. al-Anbiyâ’ayat 87, QS. al-An’âm ayat 86, QS. As-Saffātayat 140-147, QS. An-Nisâ’ ayat 163. Dari indeks al-Qur’an tersebut kemudian dikombinasikan dan tidak semua ayat-ayat al-Qur’an tersebut dimasukkan pada tema ini, sebab ada beberapa ayat yang penulis anggap tidak koheren dengan pembahasan ini. Dengan itu penulis memilih ayat yang dianggap lebih sesuai dengan tetap mengacu pada indeks al-Qur’an tersebut. 2. Metode Pengumpulan Data Semua jenis data yang dikumpulkan penulis dari berbagai sumber yang berkaitan dengan pesan moral kisah Nabi Yunus menurut mufasir modern, yaitu sumber pokok atau data primer adalah al-Qur’an, dan sumber-sumber teks pendukung (data sekunder) yaitu kitab-kitab tafsir al-Qur’an tafsir al-Azhar karya Buya Hamka dan tafsir al-Mishbah karya Quraish Shihab. data-data yang berkaitan dengan kisah Nabi Yunus.
10
Sedangkan teknik penulisan skripsi ini mengacu pada buku pedoman penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi yang diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2010/2011, dengan pengecualian pada catatan kaki. Pada catatan kaki yang sama atau catatan kaki yang merujuk pada buku yang sama maka penulisan catatan kaki yang kedua dan seterusnya hanya menulis nama belakang penulis buku atau nama populernya, dan mengambil tiga kata dari judul buku. F. Sistematika Penulisan Dalam menyusun skripsi ini, penulis membaginya dalam lima bab, dalam setiap babnya mempunyai spesifikmengenai topik tertentu. Skripsi yang terdiri atas lima bab ini yaitu: bab pertama pendahuluan, yang didalamnya meliputi: latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, sistematika penulisan. Kemudian, beranjak pada permasalahan mengenai latar belakang mufasir dan penafsiran, yang akan penulis kupas pada bab kedua. Bagian pertama, Biografi Hamka, riwayat penulisan tafsir al-Azhar, metode dan corak penafsiran. Bagian kedua, Biografi Quraish Shihab, riwayat penulisan tafsir al-Mishbah, metode dan corak penafsiran. Pada bab ketiga ini akan dibahas mengenai Nabi Yunus dalam sejarah dan tafsir. Yang kemudian memulai dari pertama, sejarah Nabi Yunus yaitu: biografi singkat Nabi Yunus, silsilah Nabi Yunus, kemudian adalah kisah Nabi Yunus. Kedua, teori umum tentang kisah meliputi beberapa poin yang dibahasa yaitu: definisi kisah, ruang lingkup kisah, tujuan kisah dalam al-Qur’an, pesan moral
11
dalam kisah al-Qur’an. Ketiga, analisis penafsiran ayat tentang kisah nabi Yunus melalui mufasir modern. Diantara ayat-ayat yang akan dikaji adalah sebagai berikut: QS. Yûnus ayat 98, QS. Al-al-Anbiyâ’’ ayat 87-88, QS. As-Sâffât ayat 139-148, QS. Al-Qalam ayat 48-50. Pada bab keempat, menafsirkan ayat-ayat yang bertemakan Nabi Yunus, setelah mengkaji tafsir ayat tersebut kemudian di bandingkan dengan analisis ayat dengan merujuk pada tafsir al-Azhar dan tafsir al-Mishbah, kemudian mengambil pesan moral pada kisah Nabi Yunus menurut Hamka dan Quraish Shihab. Ulasan ayat-ayat tentang kisah Nabi Yunus, diantara ayat-ayat yang akan dikaji adalah sebagai berikut: QS. Al-al-Anbiyâ’’ ayat 87-88, QS. As-Sâffât ayat 139-148, QS. Al-Qalam ayat 48-50, QS. Yûnus ayat 98.dan sub bab yang terakhir yaitu pesan moral yang dapat diambil dari kisah Nabi Yunus. Yaitu meliputi sabar, optimis terhadap pertolongan Allah, taubat dari kesalahan yang diperbuat. Sedangkan bab kelima ini, merupakan bab yang terakhir yang menjadi penutup dari skripsi. Dan menjadi jawaban pada rumusan masalah skripsi ini. Semua penelitian yang dilakukan dan saran yang diajukan pada penulis mengenai hasil penelitian ini. Bab ini terbagi dalam kesimpulan dan saran.
BAB II LATAR BELAKANG PENAFSIRAN A. Hamka 1. Biografi Hamka Buya Hamka lahir di Ranah Minang pada penghujung abad 19.1 Nama aslinya adalah H. Abdul Malik Karim Amrullah. Nama Hamka disebut ketika ia pulang setelah menunaikan iabadah haji. Beliau dilahirkan di sebuah desa yang bernama Tanah Sirah Sumatra Barat pada 17 Februari 1908 atau 14 Muharram 1326 H. Nama Ayahnya adalah H. Abdul Karim Amrullah, ia seorang ulama terkenal pembawa faham-faham islam di Minangkabau. Ibu Buya Hamka bernama Shofiyah. Ayah Shofiyah punya gelar adat Bagindo Nan Batuah, ketika muda ia terkenal sebagai guru tari, guru nyanyi, dan pencak silat.2 Hamka mengawali pendidikan membaca al-Qur’an di rumah orang tuanya ketika keluarganya memutuskan pindah dari Minanjau ke Padang Panjang pada tahun 1914 M. Ketika Hmaka berumur tujuh tahun ia dimasukkan ke sekolah Diniyah Putra pada tahun 1916 M. Dan pada tahun 1918 ia belajar juga di Thawalib School di pagi hari, sore hari di sekolah Diniyah dan malam hari berada di surau bersama teman-teman sebayanya.3 Sekolah Thawalib School ini didirikan oleh kaum muda4. Mereka juga menumbuhkan organisasi, baik bercorak sosial kemasyarakatan maupun yang bercorak politik. Sementara itu Haji Abdullah Ahmad mendirikan sekolah 1 2
M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Tafsir al-Azhar, (Jakarta: Penamadani, 2004), h. 33 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, (Tangerang Selatan: Madzhab Ciputat, 2013), h.
171 3
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia,h. 172 Kaum muda adalah tiga serangkai: Syekh Muhammad Djamil Djambek, Syekh Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul), dan Haji Abdullah Ahmad. 4
12
13
Adabiah di Padang. Organisasi pertama yang didirikan kaum muda adalah organisasi yang mereka beri nama dengan Sumatera Thawalib. Pada mulanya organisasi ini beranggotakan pelajar-pelajar Thawalib School, itulah sebabnya aktivitas yang dilakukan oleh organisasi pada awalnya berbentuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari para pelajar Thawalib School, seperti sabun, pensil, tinta, dan
sebagainya.namun
dalam
perkembangan
berikutnya
bukan
saja
beranggotakan pelajar-pelajar Thawalib School.5 Namun sistem yang berlaku di Thawalib School adalah sistem klasik, kurikulum dan materi pelajaran masih menggunakan cara lama. Ini membuat Hamka cepat bosan. Keseriusan belajar tidak tumbuh dari dalam, tetapi dipaksakan dari luar. Keadaan inilah kemudian yang membawa Hamka berada di perpustakaan umum milik Zainuddin Labai El Yunus. Hamka asyik membacabaca buku cerita dan sejarah di perpustakaan. Di perpustakaan imajinasinya sebagai seorang anak-anak dapat bertumbuh. Tapi sayangnya pertumbuhan imajinasinya sesekali mendapat jegalan dari Ayahnya.6 Pada masa ini Hamka mengalami suatu peristiwa yang menggoncangkan jiwanya, Ayah dan ibunya bercerai. Akibatnya adalah kehidupan Hamka menjadi terlantar dan kenakalan Hamka berubah menjadi semacam pemberontakan. Kenyataan ini membuat Hamka ingin menjauhkan diri dari Ayahnya. Dan keinginannya untuk pergi ke tanah Jawa menjadi semakin kuat. Pengembaraan pencarian ilmu di tanah jawa ia mulai dari kota Yogjakarta. Dalam kesempatan ini
5
M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Tafsir al-Azhar, h. 37 M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Tafsir al-Azhar, h. 41
6
14
Hamka bertemu dengan Ki Bagus Hadikusumo, yang dari dia Hamka mendapat pelajaran tafsir al-Qur’an.7 Dengan modal inetelektual serta semangat pergerakan ia kembali ke Minangkabau pada usia yang ke tujuh belas. Ia tumbuh menjadi pimpinan di tengah-tengah masyarakat Minangkabau. 2. Riwayat Penulisan Tafsir al-Azhar Ada dua alasan Hamka memberi nama tafsir yang telah ditulisnya dengan tafsir al-Azhar. Pertama, tafsir ini sebagai bahan untuk disampaikan di kuliahkuliah di masjid al-Azhar, yaitu nama masjid yang diberikan oleh Mahmud Syaltut, Syekh Universitas al-Azhar Kaherah pada tahun 1960. Kedua, Hamka mendapat penghargaan gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas al-Azhar Kaherah.8 Tafsir al-Azhar berasal dari kuliah subuh yang diberikan oleh Hamka di Masjid Agung al-Azhar sejak tahun 1959. Tidak lama setelah berfungsinya Masjid al-Azhar, suasana politik yang digambarkan terdahulu mulai muncul. Agitasi pihak PKI dalam mendiskreditkan orang-orang yang tidak sejalan dengan kebijaksanaan mereka bertambah meningkat. Masjid al-Azhar dituduh menjadi sarang “Neo Masyumi” dan “Hamkaisme”.9 Keadaan itu bertambah memburuk ketika pada penerbitan No. 22 tahun 1960, Panji Masyarakat memuat artikel Mohammad Hatta, “Demokrasi Kita”. Hamka sadar betul akibat apa yang akan diterima oleh Panji Masyarakat bila memuat artikel tersebut. Namun hal itu dianggap Hamka sebagai perjuangan yang
7
M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Tafsir al-Azhar, h. 43 Abdul Rauf, Tafsir al-Azhar Dimensi Tafawuf Hamka, (Kuala Selanggor: Piagam Intan SDN. BHD, 2013), h. 63 9 M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Tafsir al-Azhar, h. 55 8
15
telah diamanatkan oleh Mohammad Hatta. Ceramah-ceramah Hamka setelah solat subuh di Masjid al-Azhar yang mengupas tafsir al-Qur’an dimuat secara teratur dalam majalah, yang berjalan sampai Januari 1964. Pada hari senin 12 Ramadhan 1383 atau bertepatan dengan 27 Januari 1964 sesaat setelah Hamka memberikan pengajian di Masjid al-Azhar, ia ditangkap oleh penguasa Orde Lama. Kemudian ia dijebloskan ke dalam tahanan sebagai tahanan politik. Hamka ditempatkan di beberapa rumah peristirahatan di kawasan puncak, yakni Bungalow Herlina, Harjuna, Bungalow Brimob Megamendung, dan kamar tahanan Polisi Cimacan. Di rumah tahanan inilah Hamka mempunyai kesempatan untuk menulis tafsir al-Azhar. Disebabkan kesehatannya menurun, Hamka kemudian dipinddahkan ke Rumah Sakit Persahabatan, Rawamangun Jakarta. Selama di Rumah Sakit ia meneruskan penulisan tafsir al-Azhar. Ketika Orde Baru bangkit di bawah pimpinan Soeharto, lantas kekuatan PKI telah ditumpas, kemudian Hamka dibebaskan dari tahanannya. Pada tanggal 21 Januari 1966 Hamka kembali menemukan kebebasannya. Kesempatan ini digunakan oleh Hamka untuk menyempurnakan Tafsir al-Azhar.10 Penerbitanpertama tafsir ini dilakukan oleh Penerbit Pembimbing Masa, pimpinan Haji Mahmud. Cetakan pertama oleh Pembimbing Masa, menyelesaikan penerbitan dari jux pertama sampai juz keempat. Kemudian diterbitkan pula juz lima belas sampai juz tuga puluh oleh Pustaka Islam Surabaya. Dan juz lima sampai empat belas diterbitkan oleh Yayasan Nurul Islam Jakarta.11
10
M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Tafsir al-Azhar, h. 56 M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Tafsir al-Azhar, h. 57
11
16
3. Metode dan Corak Penulisan Dalam sumber penafsiran, ada dua sumber yang digunakan yaitu bi almatsûr dan bi al-ra’yi. Hamka dalam penafsirannya menggunakan sumber bi alra’yi karena dalam hal menafsirkan, beliau mengumakakan pendapat-pendapat beliau tentang ayat-ayat tersebut. Jika dilihat dari urutan suratnya tafsir al-Azhar menggunakan tartib mushafi. Karena itu, metodenya disebut dengan metode tahlili.12 Dalam hal memilih sumber referensi untuk tafsirnya, hamka tidak fanatik terhadap satu karya tafsir dan tidak terpaku pada satu madzhab pemikiran. Hamka bukan hanya mengutip kitab tafsir melainkan kitab hadis dan sebagainya yang menurutnya penting untuk dikutip. Akan tetapi ada beberapa tafsir yang berpengaruh bukan hanya dari segi pemikiran tetapi juga dalam hal corak penafsiran. Yaitu Tafsir al-Manâr karya Rasyid Ridha, Tafsir al-Maraghi karya Mustafa al-Maraghi, Tafsir fi Zilâl al-Qur’an karya Sayyid Qutb, dan kitab tafsir lainnya.13 Ada persamaan antara tafsir al-Azhar dan tafsir al-Manar dalam proses penyusunannya. Kedua tafsir ini bermula dalam bentuk ceramah masjid yang kemudian disusun dalam bentuk tulisan. Hal ini menyebabkan tafsir ini dapat berkomunikasi
dengan
pembacanya
serta
hampir
dengan
suasana
dan
permasalahan yang sedang dihadapi masyarakat. Hanya yang berbeda adalah latar tempatnya, tafsir al-Manar dihasilkan dengan berlatarbelakang masyarakat Mesir.
12
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 186 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 187
13
17
Sedangkan tafsir al-Azhar dihasilkan dengan berlatarbelakang masyrakat indonesia.14 Hamka dalam menafsirkan menggunakan contoh-contoh yang ada di tengah masyarakat, baik masyarakat kelas atas maupun rakyat biasa. Berdasarkan hal tersebut, Tafsir al-Azhar dalam menjelaskan suatu ayat menggunakan corak sastra budaya kemasyarakatan atau disebut dengan corak adabi ijtima’i.Adabi ijtima’i adalah suatu corak tafsir yang menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an yang mengungkapkan dari segi bahasa dan kemukjizatannya, menjelaskan maknamakna dan susunan yang dituju oleh al-Qur’an mengungkapkan hukum-hukum alam dan tatanan masyarakat yang dikandung di dalamnya.15 Dalam langkah penafsiran dalam tafsir ini, hal pertama yang dilakukan adalah mengemukakan pendahuluan pada setiap juz yang akan dibahas. Kemudian ia akan mencari munasabah atau korelasi antara juz sebelumnya dengan juz yang akan dibahas. Selanjutnya Hamka menyajikan beberapa ayat di awal pembahasan secara tematik. Kemudian ia menafsirkan kelompok ayat yang dianggap memiliki satu tema untuk memudahkan penafsiran juga untuk memahami kandungannya. Dalam tafsir ini Hamka juga menjauhkan diri dari uraian dalam pembahsan arti kata yang berlarut-larut. Karena dianggap tidak cocok dengan masyarakat indonesia yang banyak tidak memahami bahasa Arab. Walaupun demikian bukan berarti Hamka tidak pernah menjelaskan artian sebuah kata dalam al-Qur’an. Sesekali penafsiran atas sebuah kata akan disajikan dalam tafsirnya. Setelah menerjemahkan ayat, Hamka memulai penafsirannya terhadap ayat tersebut dengan luas dan terkadang dikaitkan dengan kejadian pada zaman 14
Abdul Rauf, Tafsir al-Azhar Dimensi Tafawuf Hamka, h. 67 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 188
15
18
sekarang, sehingga pembaca dapat menjadikan al-Qur’an sebagai pedoman sepanjang masa.16 Dengan demikian dapat disimpulakn bahwa Tafsir al-Azhar tergolong kepada jenis tafsir bi al-ra’yi dengan menggunakan metode tahlili yang bercorak adabi ijtimai’i. B. M. Quraish Shihab 1. Biografi Quraish Shihab Nama lengkapnya ialah Muhammad Quraish Shihab, ia lahir di Rappang, Sulawesi Selatan pada tanggal 16 Februari 1944 M. atau 21 Safar 1363 H. Ayahnya adalah Prof. Dr. Abdurrahman Shihab, seorang penggagas sekaligus pendiri Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar.17 Di samping itu ayahnya seorang wiraswastawan, dan seorang mubaligh yang sejak muda seringkali berdakwah dan mengajar ilmu-ilmu keagamaan.18 Sejak kecil ia tumbuh dan berkembang dalam keluarga dan suasana yang dilingkupi dengan al-Qur’an. Ayahnya selalu membacakan al-Qur’an dan mengajarkan kitab-kitab tafsir kepada anak-anaknya. Dengan demikian benih kecintaan kepada studi al-Qur’an mulai mulai tumbuh di jiwa Quraish Shihab. Kemudian diikutinya dengan pendidikan formal pada bidang tafsir di Universitas al-Azhar.19 Quraish Shihab menyelesaikan pendidikan dasarnya di Ujung Pandang. Kemudian melanjutkan pendidikan tingkat menengah di Malang Jawa Timur dan tinggal di Pesantren Darul-Hadis al- Faqihiyyah. Pada awal tahun 1958 ia berangkat ke Kairo Mesir dan diterima di kelas II Tsanawiyah al-Azhar. 16
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 189 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 269 18 Hamdani Anwar, Telaah Kritis Terhadap Tafsir al-Mishbah Karya Quraish Shihab. Dalam Mimbar Agama dan Budaya, vol XIX, No.2, 2002, h. 162 19 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1992), h. 14 17
19
Kemudian pada tahun 1967 ia meraih gelar Lc pada jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuludin
Universitas
al-Azhar
Kairo
Mesir.Kemudian
ia
melanjutkan
pendidikan S2 di fakutas yang sama selama dua tahun. Dan meraih gelar Master of Arts (MA) untuk spesialisasi bidang tafsir al-Qur’an dengan tesis ya g berjudul al-I’jaz al-Tasyri’i li al-Qur’an al-Karim.20 Ketika ia kembali ke kota kelahirannya di Ujung Pandang, ia dipercaya untuk menjabat Wakil Rektor bidang Akademis dan Kemahasiswaan pada IAIN Alauddin Ujung Pandang. Pada pertengahan 1980 Quraish Shihab kembali ke Kairo dan melanjutkan pendidikan untuk mengambil program S3 di al-Azhar Kairo. Tahun 1982 ia meraih gelar doktor dalam bidang ilmu-ilmu al-Qur’an dengan disertasi yang berjudul Nazhm al-Durar li al-Biqa’iy: Tahqiq wa Dirasah dan lulus dengan predikat Cum Laude. Pada tahun 1984 Quraish Shihab ia ditugaskan di Fakultas Ushuluddin dan program pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ia juga menduduki berbagai jabatan di luar kampus. Yaitu Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) sejak 1984. Anggota Lajnah Pentashih alQur’an Departemen Agama sejak 1989, dan lain lain. Quraish Shihab juga sangat aktif sebagai penulis. Setiap hari Rabu dia menulis dalam rubrik Pelita Hati. Selain itu, ia juga tercatat sebagai anggota Dewan Redaksi majalah Ulumul Qur’an dan Mimbar Ulama. Selain kontribusinya untuk berbagai buku suntingan dan jurnal-jurnal ilmiah, ia juga menulis bukubuku, diantaranya: Tafsir al-Manar: Kesitimewaan dan Kelemahannya, Filsafat Hukum Islam, Mahkota Tuntunan Ilahi, Membumikan al-Qur’an, Tafsir al-
20
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 270
20
Mishbah, Pengantin al-Qur’an, Wawasan al-Qur’an dan masih banyak lagi buku lainnya.21 2. Riwayat Penulisan Tafsir al-Mishbah Tafsir karya Quraish Shihab diberi nama al-Mishbah yang berarti lampu, pelita, lentera. Dengan nama ini diharapkan berbagai persoalan umat dapat diterangi oleh cahaya al-Qur’an. Quraish Shihab menginginkan agar al-Qur’an dengan mudah dapat dipahami pembacanya.Tafsir ini merupakan karya besar seorang mahasiswa Indonesia yang menuntut ilmu di Universitas al-Azhar Kairo Mesir. Ia mulai menulis tafsirnya pada 18 juni 1999 atau 4 Rabi’ul awal 1420 H. Tafsir al-Mishbah pertama kali diterbitkan pada tahun 2000 dan disambut antusias oleh kaum muslimin Indonesia, khususnya para peminat kajian tafsir alQur’an. Tafsir ini menggunakan bahasa yang mudah dipahami sehingga mendapat tempat khusus di hati khalayak. Al-Mishbah menghimpun lebih dari 10.000 halaman yang memuat kajian tafsir al-Qur’an. Tafsir ini terdiri dari 15 volume, yang menafsirkan al-Qur’an secara tahlili yaitu ayat per ayat berdasarkan tata urutan al-Qur’an. Metode ini yang membedakan tafsir al-Mishbah dengan karya Quraish Shihab lainnya yang menggunakan metode maudhu’i, yakni menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan topik tertentu, bukan berdasarkan tata urutannya dalam mushaf. Seperti buku karya Quraish Shihab yang berjudul Lentera hati, Membumikan al-Qur’an, Mukjizat al-Qur’an, Pengantin al-Qur’an, dan lainlain.22 Di Indonesia kejumudan kajian islam hampir merata di semua cabang ilmu. Cabang-cabang ilmu seperti kajian Fiqih, Ushul Fiqih atau Tafsir juga tidak 21
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 272 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 274
22
21
mempunyai perkembangan yang segnifikan. Baik di pesantren atau diperguruan tinggi.Keadaan kian diperburuk oleh kecenderungan menghakimi pendapat yang berbeda, terkadang sampai menghakimi kafir kepada segolongan orang. Di dalam kajian tafsir ada geliat yang cukup menarik. Dalam lima dekade terkhir ini ada dua tafsir yang ditulis oleh sarjana Indonesia, yakni tafsir al-Azhar karya Buya Hamka, dan tafsir al-Mishbah karya Quraish Shihab. Kedua tafsir ini patut mendapat apresiasi karena tafsir ini mencerminkan perkembangan mutakhir dalam pendekatan terhadap al-Qur’an. Dalam rangka memahami aspek-aspek Aqidah, Syari’ah, dan akhlak yang terkandung dalam al-Qur’an, Quraish Shihab menggunakan pendekatan melalui ketelitian dan keindahan redaksi al-Qur’an, isyarat ilmiah, dan pemberitaan hal gaib masa lalu dan masa mendatang. Ketiga pendekatan ini sangat dominan mewarnai penafsiran yang dilakukan. Tema yang diusung oleh tafsir ini adalah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an.23 3. Metode dan Corak Penulisan Tafsir al-Mishbah merupakan tafsir yang didasarkan pada karya-karya ulama modern dan kontemporer. Seperti Sayyid Muhammad Thanthawi (pemimpin tertinggi al-Azhar), Syekh Mutawalli asy-Sya’rawi, Sayyid Qutb, Muhammad Thahir ibn Asyur, Sayyid Muhammad Hussein at penafsihThabathaba’i, dan beberapa mufasir lainnya. Selain itu penafsiran yang dilakukan oleh Quraish Shihab berdasarkan pada pemikirannya sendiri. Maka bisa disebut bahwa tafsir al-Mishbah merupakan tafsir bi al-ra’yi.24 Kata al-ra’yu berarti kebebasan pemikiran, cenderung berkonotasi pada rasionalitas ijtihad terhadap bayan al-Qur’an. Al-Qur’an dianggap sebagai teks 23
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 276 Quraish Shihab, Muqaddimah Tafsir al-Mishbah, h. xiii
24
22
yang fleksibel yang memberi ruang gerak secara bebas bagi mufassir untuk menentukan dan memberi bayan sesuai dengan kepentingannya. Kemampuan tata bahasa, retorika, etimologi, konsep yurisprudensi, dan pengetahuan tentang halhal yang berkaitan dengan wahyu dan aspek-aspek lainnya menjadi pertimbangan para mufasir. Dengan demikian latar belakang pendidikan mufasir sangat mempengaruhi. Tafsir bi al-ra’yi mempunyai ranah yang cukup luas jika dibandingkan dengan tafsir bi al ma’tsur. Hal ini disebabkan landasan dan pijakan jenis tafsir ini adalah ijtihad, tafakkur, dan istinbath yang ada pada masing-masing mufasir. Menafsirkan al-Qur’an dengan metode ini dikenal juga dengan tafsir al-Qur’an bi al-Lughah. Sebab al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab, sehingga pemahaman yang kuat terhadap bahasa arab menjadi mutlak dibutuhkan. Tetapi tidak cukup dengan hal itu. Para ulama tafsir telah menyimpulkan berbagai kaidah untuk model penafsiran ini agar tidak menyimpang dari semestinya. Salah satunya adalah menjadikan asbab al-Nuzul sebagai panduan dalam memahami teks alQur’an.25 Metodologi tafsir yang digunakan tafsir ini adalah metode tahlili, yaitu menafsirkan ayat demi ayat sesuai dengan susunannya dalam setiap surat. Penekanan dalam uraian tafsir itu adalah pada pengertian kosa kata dalam ungkapan al-Qur’an dengan merujuk kepada pandangan pakar bahasa dan ulama tafsir, kemudian memperhatikan bagaimana kosa kata atau ungkapan itu digunakan. Metode ini sengaja dipilih oleh Quraish Shihab karena ia ingin
25
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 281
23
mengungkapkan isi al-Qur’an secara rinci agar petunjuk-ptunjuk yang tergantung di dalamnya dapat dijelaskan dan dipahami pembacanya.26 Dengan demikian yang dimaksud dengan metode tahlili atau analisis adalah penjelasan tentang arti dan maksud ayat-ayat al-Qur’an dari sekian banyak seginya yang ditempuh oleh mufasir dengan menjelaskan ayat demi ayat sesuai urutannya di dalam mushaf melalui penafsiran kosa kata. Penjelasan asbab alnuzul, munasabah, serta kandungan ayat tersebut sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufasir.Tafsir al-Mishbah tidak menitikberatkan kepada sebuah madzhab penafsiran saja. Dalam arti bahwa Quraish Shihab sepertinya ingin tampil dengan gaya penafsiran baru, tafsir madzhab Indonesia.27 Menyadari kelemahan dari metode tahlili, maka Quraish Shihab memberikan tambahan lain dalam metode tafsrinya, yaitu dengan metode maudhu’i. Menurutnya metode ini memiliki keistimewaan yaitu menghindarkan yang terdapat pada metode lain. Dengan dasar tersebut Qurasih Shihab berusaha menghidangkan bahasan tiap surat dengan menjelaskan tujuan dan tema surat.28 Secara umum dapat dikatakan tafsir di Indonesia banyak terpengaruh oleh corak tafsir dari Mesir, yaitu banyak memakai corak tafsir adabi ijtima’i (sastrakemasyarakatan). Corak ini pertama kali dipandang sebagai corak tafsir kontemporer. Tafsir dengan corak ini digunakan agar al-Qur’an lebih dekat dengan masyarakat dan juga dapat menjawab problematika yang umat rasakan.
26
Hamdani Anwar, Telaah Kritis Terhadap Quraish Shihab dalam Mimbar Agama dan Budaya, h. 182 27 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 286 28 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, h. 117
24
Paham progresif dan modernis inilah yang kemudian muncul di Indonesia yang ketika itu Indonesia sedang mengalami penjajahan oleh Belanda dan Jepang.29 Begitu juga dengan kitab tafsir al-Mishbah yang mempunyai lima belas jilid ini mempunyai corak adabi ijtima’i. Dikatakan juga bahwa tafsir ini memiliki kecenderungan lughawi. Hal ini didasarkan pada banyaknya pembahasan tentang kata. Contohnya seperti ketika dalam menjelaskan kara ilah (Tuhan). Kata yang darinya terbentuk kata Allah ini berakar dari kata al-Ilahah, al-Uluhah, dan alUluhuyyah yang semuanya bermakna ibadah atau penyembahan. Sehingga Allah secara harfiyah bermakna yang disembah. Sementara ada seorang peneliti yang menulis dalam artikelnya bahwa corak yang diikuti oleh Muhammad Quraish Shihab dalam corak tafsirnya adalah tafsir adabi ijtima’i yaitu corak penafsiran al-Qur’an yang tekanannya bukan hanya tafsir lughawi, tafsir fiqhi, tafsir ilmi, dan tafsir isyari, akan tetapi arah penafsirannya ditekankan pada kebutuhan sosial masyarakat, yang kemudian disebut corak tafsir adabi ijtima’i.30
29
Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 282 Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 283
30
BAB III NABI YUNUS DALAM SEJARAH DAN TAFSIR A. Sejarah Nabi Yunus 1. Biografi Nabi Yunus Tidak ditemukan banyak riwayat hidup tentang Nabi Yunus dan nasabnya. Hanya disebutkan namanya adalah Yunus bin Matta, Beliau mempunyai kunyah yaitu Dzû al-Nûn.1Julukan ini diberikan karena ia ditelan oleh Nun. Al-Nûn adalah al-hût (ikan paus).2Seperti yang disebutkan dalam firman Allah QS. al-Anbiyâ’ ayat 87:
Artinya: Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah Nabi Yunus juga disebut oleh Allah dengan lafazh Sâhib al- Hût yaitu orang yang berada dalam perut ikan. Seperti yang disebutkan dalam firman Allah QS. Al-Qalam ayat 48:
Artinya: Maka Bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti orang yang berada dalam (perut) ikan ketika ia berdoa sedang ia dalam keadaan marah (kepada kaumnya). Yunus disebut dalam al-Qur‟an enam kali, empat kali menggunakan lafazh yunus, dan dua kali menggunakan sifat, yaitu dzu al-Nûn dan Sâhib al- Hût.3 Nabi
1
Hilmi Ali Sya‟bani, Silsilah Qasas al-Anbiyâ’: Yūnus ‘Alaih al-Salâm, (Beirut: Dar alKutub Ilmiyah, t.t.), jilid XI, h. 3 2 Al- Qurthubi, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, penerjemah Amir Hamzah, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), jilid 11, h. 875 3 Muhammad Ali Ash Shabuniy, dkk, Kenabian Dan Para Nabi, alih bahasa: Arifin Jamian Maun, (Yogjakarta: PT Bina Ilmu, 1993), h. 520
25
26
Yunus berumur 70 tahun, ia hidup pada tahun 820 - 750 SM. Ia diutus ke Negeri Ninawa dan meninggal disana. Nama atau sebutan untuk kaumnya adalah bangsa Asyiria di utara Irak. Nabi Yunus sudah menjadi yatim sejak dalam kandungan ibunya. Ayahnya meninggal ketika Nabi Yunus berumur empat bulan dalam kandungan.Nabi Yunus disebut dalam Taurat dengan nama Yunan bin Amitai. Nabi Yunus sejak kecil mempunyai semangat yang tinggi dan pekerja keras tetapi tingkat kesabarannya sedikit. Beliau dari umur sepuluh sampai dua puluh lima sudah terkenal ahli ibadah, zuhud, menjauhi maksiat dan kemungkaran.4 Nabi Yunus mempunyai paman yang bernama Zakariya bin Abdan, setelah pamannya meninggal kemudian Ia dibawa oleh istri pamannya ke Baitul Maqdis. Disitulah Beliau diutus jadi Nabi pada usia 28 tahun. Beliau diutus oleh Allah ke Negeri Ninawa atau sekarang dikenal dengan Negara Irak.5 Nabi Yunus hidup dan bertugas sebagai Nabi pada masa pemerintahan raja Yerobeam II (787-744) di kerajaan utara.6 Ninawa terletak di sebelah timur sungai Tigris di Mesopotamia utara, yang berhadapan dengan kota Mossul.Dan kota Niniwa berada dekat dengan dua bukit yaitu bukit Kuyun dyik dan Tell Nebi Yunus. Menurut tradisi setempat, kuburan nabi yunus terletak di atas bukit tell nebi Yunus. Tetapi ada juga yang mengatakan letak kuburan Nabi Yunus berada di kampung halamannya, yaitu di Gat-Hefer, beberapa kilometer dari sebelah utama Nazaret.7 Niniwa merupakan kota yang penting dalam kerajaan Asyur. Pada abad kesembilan sebelum masehi, Raja Asyurnasipal (884-859 SM) dan Salmanassar
4
Sya‟bani, Silsilah Qasas al-Anbiyâ’, h. 5 Sya‟bani,Silsilah Qasas al-Anbiyâ’, h. 9 6 Wolfgang Bock, Nabi Yunus, (Yogjakarta: Kanisius, 2011), h. 7 7 A. Th. Kramer, Tafsiran Alkitab: Kitab Yunus, (PT. BPK Gunung Mulia), h. 12 5
27
III (859-823 SM) bertahta di Niniwe. Kota Niniwa mengalami zaman keemasannya pada masa kerajaan Asyur Baru. Selama periode itu, Niniwe menjadi ibu kota kerajaan Asyur. Raja Sanherib (705-681 SM), Asarhaddon (681669 SM), dan Asyurbanipal (669-625 SM) memperkaya kota Niniwa dengan membangun kuil dan istana. Ahli ilmu purbakala (arkheologi) sudah berhasil menggali kembali istana raja Asyurbanipal pada tahun 1853. Dalam istana tersebut ditemukan perpustakaan atau arsip, yang di dalamnya tersimpan loh batu 100.000 lebih. Yaqut al-Hamawi berpendapat, Irak adalah nama Negeri, sedangkan alIrâqâni berarti kota Kufah dan Bashrah. Negeri ini dinamakan Irak karena daerah ini merupakan dataran terendah di Jazirah Arab. Abu Qasim al-Zujaji mengutip pandapat Ibnu al-Arabi, Irak adalah Negeri terletak di bawah wilayah Najed dan lokasinya berdekatan dengan laut. Al-Khalil berpendapat, al-Irâq adalah tepi pantai, dinamakan irak karena Negeri tersebut berada di tepi sungai Tigris dan sungai Eufrat yang memanjang hingga bermuara di laut.8 Ninawa adalah ibu kota dari negara Asyiria yang terletak di sebelah selatan Irak. Kota tersebut termasuk kota yang paling kaya, makmur dan besar dimasa itu. Namun kelapangan rezeki dan kekayaannya yang luar biasa itu justru menyebabkan penduduknya berdusta dan tidak mengimani Allah sebagai Tuhannya. Mereka melakukan perbuatan yang dilarang Allah SWT, mereka juga senantiasa berbuat kemaksiatan.9
8
Muchtar Adam, Ma’rifat al-Rusul Jejak Cahaya Para Rusul,(Bandung: Makrifat Media Utama, t.t.), h. 38 9 Syahruddin El-Fikri, Situs-situs Dalam al-Qur’an, (Jakarta: Republika, 2010), h. 62
28
Di Ninawa mereka menyembah berhala dan tidak mau beriman kepada Allah SWT. Ditengah bayang-bayang berhala dan ditengah gelap gulita kebodohan dan kemusyrikan. Disitulah Nabi Yunus diutus untuk membawa cahaya keimanan dan bendera tauhid. Dan menyeru kaumnya, agar menghargai akal dan memulaikan kepala dengan tidak menggunakan kepala mereka untuk bersujud kepada patung. Nabi Yunus menyeru mereka untuk melihat dan merenungkan bahwa dibalik kebesaran alam yang indah ini ada Tuhan yang maha besar, Tuhan yang maha Esa, dan tempat bergantung segala urusan. Dialah yang lebih berhak disembah dan disucikan. Allah mengutus Nabi Yunus untuk memberi petunjuk dan rahmat bagi kaumnya, dan membimbing untuk senantiasa ada pada jalan-Nya yang benar. Kebodohan dan kesesatan telah menutupi hati dan pandangan kaumnya sehingga tidak bisa merenung dan berpikir dengan benar.10 Kisah Nabi Yunus ketika ditelan ikan ini diperkirakan terjadi di mesopotamia, di sungai ini terdapat sungai tigris yang cukup besar. Banyak ikan berukuran besar yang tercatat hidup di sungai ini. Akan tetapi kalau pun ada ikan air tawar berukuran besar di kawasan itu, ikan itu tidak akan cukup besar untuk dapat menelan manusia dewasa. Ikan air tawar terbesar yang tercatat adalah ikan arapaima gigas yang hidup di sungai amazon Amerika selatan. Berukuran 2,5 sampai 3 meter. Ikan yang diduga menelan nabi yunus adalah ikan paus. Ikan paus adalah mamalia, hewan menyusui yang hidup dilaut yang bernafas dengan paru-paru seperti manusia. Ikan paus terbesar adalah paus biru. (blue whale) yang memiliki
10
Muhammad Ahmad Jadul Mawla, dkk, Qasas al-Qur’an. Penerjemah: Abdurrahmah Assegaf, ( Jakarta: Zaman, 2009), h. 372
29
nama latin balaenoptera musculus. Panjang tubuhnya tercatat dapat mencapai 33 meter, dengan berat 180 ton.11 2. Silsilah Nabi Yunus Garis keturunan Nabi Yunus dimulai dari Benyamin bin Ya‟qub. Benyamin adalah saudara kandung Yusuf seibu dan sebapak. Benyamin menurunkan Abumatta, kemudian Matta dan menurunkan Yunus as, rasul yang ke-21 untuk bangsa Ninawa Irak. Jika garis keturunan Nabi Yunus dilihat dimulai dari Nabi Adam maka sebagai berikut:12
11
Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‟an, Badan Litbang & Diklat Kementrian Agama RI, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Hewan Dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‟an, 2012), h. 300 12 Herdi Ansyah, Nama Nabi dan Rasul yang Wajib Kita Ketahui di Dalam Islam, artikel ini diakses pada 14 Agustus 2014 dari: ilmuidirimu.blogspot.com/2013/09/25-nama-nabi-rasulyang-wajib-kita.html?m=0
30
3. Kisah Nabi Yunus Yunus ibn Matta lahir di Gats Aifar, Palestina. Masyarakat menolak ajakannya, sehingga beliau menuju ke Yafa, suatu pelabuhan di Palestina, dan melaut menuju tempat yang dinamai Yarsyisy, suatu kota disebelah barat Palestina. Beliau diutus sekitar awal abad kedelapan SM, dan di kuburkan di Jaljun, suatu desa yang terletak diantara Quds di Palestina dan al- Khalil yang
31
terletak di tepi barat laut mati. Kaum nabi Yunus as. Hidup di kota Ninawa, salah satu kerajaan Asyûr yang terletak di tepi sebelah kiri dari sungai trigis di irak dan dibangun pada tahun 2229 SM.13 Nabi Yunus diutus oleh Allah ke negeri Ninawa, tetapi tidak dijelaskan secara pasti letak negeri tersebut di dalam al-Qur‟an. Namun Sami ibn Abdullah alMaghluts yang dikutip dari buku Situs-situs Dalam al-Qur’an mengatakan, Ninawa adalah ibu kota dari negara Asyiria yang terletak di sebelah selatan Irak. Kota tersebut termasuk kota yang paling kaya dan besar di masa itu.14 Kelapangan rezeki dan kekayaan yang dimiliki penduduk Ninawa justru menyebabkan sesat dan tidak beriman kepada Allah SWT. Mereka melakukan kemaksiatan dengan menyembah berhala yang mereka buat sendiri.15Di dalam setiap rumah penduduk Ninawa terdapat berhala-berhala yang mereka jadikan sesembahan. Oleh sebab itu Allah mengutus Nabi Yunus AS untuk menyadarkan mereka dan beriman kepada Allah SWT.16 Nabi Yunus dalam dakwahnya memberikan pengertian bahwa tidak ada gunanya menyembah berhala, yang patut disembah hanya Allah SWT, karena Ia yang menciptakan langit dan bumi dengan segala isinya. Ajakan Nabi Yunus tidak dihiraukan oleh mereka, sebab menyembah berhala sudah menjadi tradisi turun menurun. Ditambah lagi Nabi Yunus adalah orang biasa, bukan dari golongan bangsawan dan tidak mempunyai kekayaan dan kekuasaan.17
13
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh, jilid 12, h. 80 Syahruddin el-Fikri, Situs- situs Dalam al-Qur’an, (Jakarta: Republika, 2010), h. 62 15 Syahruddin el-Fikri, Situs- situs Dalam al-Qur’an,h. 62 16 Syamsul Rijal Hamid, Kisah Kesabaran Para Nabi & Rasul, (Jakarta: Penebar Salam, 1999), h. 64 17 Syamsul Rijal Hamid, Kisah Kesabaran Para Nabi & Rasul, h. 64 14
32
Penduduk Ninawa menyembah berhala-berhala sejak zaman nenek moyang mereka, dan tidak ada tanda alam yang muncul untuk menjadikan mereka meninggalkan agama yang telah mereka anut kemudian menganut agama yang didakwahkan oleh Nabi Yunus.18Yunus menjelaskan bahwa berhala yang disembah di pagi dan sore hari tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka dan juga tidak dapat mendatangkan kemanfaatan untuk manusia atau menghilangkan keburukan manusia. Berhala-berhala itu tidak dapat menciptakan sesuatu, menghidupkan yang mati, menyembuhkan yang sakit, mengembalikan yang sesat. Berhala tersebut juga tidak mampu menolak keburukan dari dirinya sendiri, dia tidak mampu membela dirinya jika ada yang akan menghancurkannya19 Yunus menjelaskan bahwa agama yang ia dakwahkan ini memerintahkan kepada hal-hal yang baik, meluruskan kepada hal yang benar, agama ini menyeru kepada hal yang makruf dan melarang dari hal yang mungkar, membenci kepada kezhaliman, mewajibkan untuk berlaku adil dan damai, menyebarkan keamanan dan ketentraman. Agama Allah ini memotivasi untuk berlaku lembut terhadap orang-orang miskin, berlaku santun terhadap orang fakir, memberikan makan kepada orang-orang yang lapar, melepaskan tawanan. Semua itu merupakan halhal yang mengandung kebaikan.20 Yunus adalah salah seorang bagian dari kaumnya, penduduk Ninawa mengira bahwa tidak ada gunanya mengikuti seseorang yang martabatnya sama dengan mereka. Nabi Yunus sungguh telah menyeru dengan lemah lembut, mendebat dengan cara yang baik. Maka jika tidak mengikuti ajakannya maka ia peringatkan
18
Ali Muhammad al- Bajawi, dkk, Untaian Kisah Dalam al-Qur’an, penerjemah: Abdul Hamid, (Jakarta: Darul Haq, 2007), h. 292 19 Ali Muhammad al- Bajawi, dkk, Untaian Kisah Dalam al-Qur’an, h. 292 20 Al- Bajawi, dkk, Untaian Kisah Dalam al-Qur’an, h. 292
33
akan datangnya siksaan, bencana dan kahancuran. Menurut Ali ibn Abi Talib, Yunus diutus sebagai rasul ketika berumur 30 tahun. Dan menurut riwayat dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Yunus telah berdakwah selama 30 tahun.21 Ketika penduduk Ninawa mendengar ancaman akan datangnya siksa, mereka tidak merasa takut. Kemudian Nabi Yunus tidak sanggup untuk bersabar lagi. Ia kemudian pergi meninggalkan mereka dalam keadaan marah.22 Yunus pergi meninggalkan kaumnya, ia berjalan sampai ke tepi sungai. Ia melihat ada sekelompok orang yang siap berlayar menyeberangi lautan. Nabi Yunus minta agar diperkenankan ikut berlayar bersama mereka.23 Dalam pelayaran itu, cuaca sangat tidak mendukung. Angin bertiup kencang, gelombang ombak yang besar sehingga menghantam kapal. Khawatir akan keselamatan seluruh penumpangnya, nahkoda kapal mengintruksikan untuk mengurangi mauatan kapal. Barang-barang yanng dianggap tidak begitu penting dibuang ke laut. Upaya tersebut tidak membuahkan hasil. Kemudian nahkoda kapal melakukan pengundian agar salah seorang penumpang ada yang kelur dari kapal. Ketika pengundian dilakukan, nama yang muncul adalah Nabi Yunus. Beberapa penumpang keberatan dengan nama tersebut, mengingat Nabi Yunus adalah orang yang disegani. Kemudian dilakukan pengundian lagi, dan selalu saja nama Nabi Yunus yang keluar. Setelah dilakukan pengundian sebanyak tiga kali,
21
Ensiklopedi al-Qur‟an : Kajian Kosakata, editor: Sahabuddin, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), jilid 3, h. 1114 22 Al- Bajawi, dkk, Untaian Kisah Dalam al-Qur’an, h. 293 23 Syamsul Rijal Hamid, Kisah Kesabaran Para Nabi & Rasul, h. 66
34
akhirnya Yunus menyadari, semua itu adalah takdir Allah. Maka Nabi Yunus akhirnya merelakan dibuang di tengah laut.24 Nabi Yunus terombang-ambing oleh gelombang laut. Sesaat kemudian beliau ditelan ikan besar yang diperintahkan oleh Allah SWT untuk menyelamatkannya. Nabi Yunus berada dalam kegelapan perut ikan tersebut selama tiga hari tiga malam. Nabi Yunus tidak berkeluh kesah, ia benar-benar sabar dan senantiasa berdoa memohon ampunan kepada Allah. Di dalam perut ikan, Yunus menyadari kesalahannya, yakni tak sabar dalam berdakwah dan meninggalkan kaumnya.25 Menurut Ibnu Hatim, Yunus berada dalam perut ikan itu selama empat puluh hari, tetapi menurut Ja‟far Ash-Shadiq selama tujuh hari, dan tiga hari menurut pendapat Qatadah.Sedangkan Asy-Sya‟bi mengatakan bahwa ia masuk kedalam perut ikan pada pagi hari dan keluar dari mulut ikan pada sore hari.26 Nabi Yunus di dalam perut ikan senantiasa bertasbih dan memohon ampun kepada Allah atas segala kesalahannya, Nabi Yunus As. juga berdoa berdoa:
Artinya: Tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zhalim. Dengan kemurahan Allah Yunus berada dalam perut ikan itu masih hidup, karena dalam logika sangat tidak masuk akal seorang yang berada dalam ikan paus tetapi masih hidup. Ia bertaubat, ia mengakui kesalahannya, ia hanya ingin mengingat Tuhannya. Maka permohonannya dikabulkan oleh Tuhan. Dia pun dilepaskan dan dikeluarkan dari dalam perut ikan.27
24
Syahruddin el-Fikri, Situs- situs Dalam al-Qur’an,h. 64 Syamsul Rijal Hamid, Kisah Kesabaran Para Nabi & Rasul, h. 66 26 Ensiklopedi al-Qur‟an : Kajian Kosakata, editor: Sahabuddin, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), jilid 3, h. 1114 27 Hamka, Tafsir al-Azhâr, jilid: 29, h. 72 25
35
Berkat taubatnya dan insafnya akan kesalahan yang diperbuat, maka termasuklah dia orang pilihan Tuhan, orang yang dinaikkan tingkat martabatnya, Dan dijadikan Nyalah dia termasuk orang-orang yang saleh. Cobaan yang begitu pahit yang dialaminya itu menyebabkan ia berputusasa, dan insaf kesalahan dirinya telah ditingkatkan pula derajatnya termasuk orang-orang saleh. Menurut Nabi Yunus, kesalahan ini sangat berfaedah bagi dirinya, karena dengan itu beliau mendapat kepribadiannya kembali.28 Allah SWT mendengar doa Nabi Yunus dan mengampuninya. Nabi Yunus dapat keluar dari perut ikan atas izin Allah, kemudian oleh ikan itu Nabi Yunus dilemparkan ke daratan. Kondisi Nabi Yunus sangat lemah, kemudian Allah memulihkan kondisinya dengan memulihkan sebatang pohon dari jenis labu untuk dimakan. Setelah beberapa saat akhirnya Nabi Yunus kembali ke Ninawa dan kaumnya yang telah beriman. Ia kembali dan disambut umatnya yang jumlahnya mencapai seratus ribu orang.29 B. Kisah Dalam al-Qur’an 1. Definisi Kisah Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia atau disingkat KBBI, kisah berarti cerita tentang kajadian atau riwayat dalam kehidupan seseorang.30Dalam Bahasa Arab kata kisah biasa disebut dengan القصةyang diambil dari قص يقص قصا
وقصصاyang berarti cerita atau peristiwa yang terjadi. القصةadalah bentuk
28
Hamka, Tafsir al-Azhâr, jilid: 29, h. 72 Syahruddin el-Fikri, Situs- situs Dalam al-Qur’an,h. 64 30 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), h. 443 29
36
mashdar yang berarti mengikuti jejak.31Seperti yang terdapat dalam firman Allah QS. al-Kahfi ayat 64:
Artinya: Musa berkata Itulah (tempat) yang kita cari. lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. Al-Qur‟an juga menamakan pemberitaan tentang keadaan umat-umat terdahulu dengan kisah. Qasas yang berarti juga berita atau kisah, sebagai bukti yaitu dalam QS. Yusuf ayat 111:
Artinya: Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal Dalam ulum al-Qur‟an qasas secara bahasa sama artinya dengan cerita. Sedangkan secara istilah sama halnya dengan cerita pendek atau novel, yaitu bentuk narasi dari sastra yang digunakan sebagai media untuk mengungkapkan kehidupan. Sedangkan kisah dalam al-Qur‟an berarti berita mengenai hal ihwal umat, nabi dan peristiwa-peristiwa terdahulu yang pernah terjadi.32 Pada tataran terminologi para pakar dan ulama banyak memberikan definisi tentang kisah. Menurut as-Siba‟i al-Bayyumi yang dikutip dari buku A Hanafi, kisah adalah setiap tulisan yang bersifat kesusastraan dan indah serta keluar dari seorang penulis dengan maksud untuk menggambarkan suatu keadaan tertentu (mengenai sejarah atau kesusastraan atau akhlak atau susunan masyarakat), dengan suatu cara dimana penulis melepaskan diri dari perasaan
31
Adib Bisri, dan Munawwir A. Fatah, Kamus al-Bisri, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1999), h. 600 32 Didin Saefuddin Buchori, Pedoman Memahami Kandungan al-Qur’an, (Bogor: Granada Sarana Pustaka, 2005), h. 146
37
pribadinya dan fikiran yang timbul dari perasaan tersebut dan dari arah yang dituju oleh pendapatnya itu yang sesuai dengan perasaan dan fikirannya, sehingga pribadinya tercermin dalam penggambaran itu yang dapat mengadakannya dari orang lain yang mempunyai tulisan yang sama.33 Definisi lain diberikan juga oleh Muhammad Khalafullah, ia menyatakan kisah adalah suatu karya kesusastraan yang merupakan hasil khayal pembuat kisah terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi atas seorang pelaku yang sebenarnya tidak ada, atau dari seorang pelaku yang benar-benar ada tetapi peristiwa yang terjadi pada dirinya tidak nyata terjadi, ataupun peristiwa itu benar terjadi atas diri pelaku, tetapi dalam kisah tersebut disusun dengan seni yang indah dimana sebagian peristiwa didahulukan dan sebagian peristiwa lain dikemudiankan, sebagiannya disebutkan dan sebagian lagi dibuang. Atau terhadap peristiwa yang benar-benar terjadi itu ditambahkan peristiwa baru yang tidak terjadi pada peristiwa yang sebenarnya atau dilebih-lebihkan penggambaranya, sehingga pelaku sejarah keluar dari kebenaran yang biasa dan sudah menjadi para pelaku khayali.34 Kisah-kisah yang dikemukakan al-Qur‟an merupakan dokumen historis bernilai sangat tinggi. Tidak ada keraguan sedikit pun terhadap kebenaran informasi-informasi al-Qur‟an tersebut, serta kesesuaiannya dengan realita sejarah yang sebenarnya terjadi. Statemen seperti ini boleh jadi tidak disetujui oleh sementara pihak, mengingat makna atau definisi kisah dalam kajian sastra
33
A. Hanafi, Segi-segi Kesusastraan Pada Kisah-kisah al-Qur’an,(Jakarta: Pustaka Alhusna). 1984, h. 14 34 Muhammad A. Khalafullah, judul asli; al-Fan al-Qisas al-Qur’an, diterjemahkan AlQur’an Bukan Kitab Sejarah,(Jakarta: Paramadina, 2002), h. 99
38
mencakup informasi atau berita yang dihasilkan oleh khayalan. Tujuannya untuk membangkitkan emosi, menggugah perasaan, maupun audiensnya. Sementara itu, kisah-kisah dalam al-Qur‟an semuanya bersandar pada hakikat yang benar-benar terjadi.35 Fakta yang menunjukkan bahwa kisah alQur‟an memang dibangun secara kokoh diatas landasan peristiwa yang benarbenar terjadi, bebas dari kebohongan dan kebatilan. Ia tegak di atas realita dan bukan khayalan. Dengan demikian, kisah-kisah al-Qur‟an adalah pemberitaan yang dinyatakan sendiri secara tegas oleh Allah SWT sebagai suatu kebenaran.36 Seperti dalam firman-Nya surat Ali Imran ayat 62:
Artinya: Sesungguhnya Ini adalah kisah yang benar, dan tak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah; dan Sesungguhnya Allah, dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana 2. Ruang Lingkup Kisah a.
Unsur-unsur kisah Unsur-unsur kisah pada umumnya terwakili pada tiga hal. Pertama, tokoh.
Kedua, peristiwa. Ketiga, dialog. Ketiga unsur ini terdapat pada semua kisahkisah di dalam al-Qur‟an, begitu juga terdapat pada kisah-kisah sastra biasa. Hanya saja semua peranan ketiga unsur tersebut tidaklah sama. Terkadang ada salah satu unsur yang lebih menonjol sedangkan unsur yang lainnya tidak. Kasus
35
Muhammad Mahmud Hijazi, judul asli; al- Wahdah al-Maudû’iyyah fî al-Qur’an alKarîm, diterjemahkan Kesatuan Tema Dalam al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani, 2010), h. 342 36 Hijazi, Kesatuan Tema Dalam al-Qur’an, h. 343
39
seperti ini terjadi juga pada kisah al-Qur‟an, karena pada umumnya kisah alQur‟an bersifat pendek.37 Pertama, Tokoh pada kisah-kisah tidak hanya terdiri dari manusia, tetapi juga malaikat, jin, hewan, bahkan tumbuhan pun ada. Kedua,peristiwa. Keterkaitan antara berbagai peristiwa dengan tokoh pada suatu kisah merupakan faktor terpenting untuk menarik pembaca atau pendengar kisah tersebut. Ketiga, Dialog. Al-Qur‟an dalam menggambarkan dialognya berdasarkan atas riwayat atau ungkapan langsung. Dialog tersebut adakalnya antara dua orang, atau satu orang dengan sekelompok orang atau kaum, seperti kisah rasul dan kaumnya.38 b.
Macam-macam kisah dalam al-Qur‟an Kisah dalam al-Qur‟an dilihat dari segi subyek pelaku sejarah yang
ditampilkan, kisah yang terkandung di dalam al-Qur‟an secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu:39 a.
Kisah para Nabi Kisah para Nabi ini meliputi kegiatan dakwah yang dilakukan oleh para
Nabi, mukjizat dan keistimewaan mereka, perjuangan dan penderitaan yang dialami para nabi dan pengikutnya, serta hukuman yang ditangguh oleh yang mendustakan nabi mereka. Misalnya, kisah Nabi Ibrahim, Nabi Yunus, Nabi Nuh, Nabi Musa, dsb. b.
Kisah tokoh-tokoh yang bukan Nabi Di dalam al-Qur‟an banyak ditemukan kisah atau peristiwa yang terjadi
pada orang-orang tertentu yang bukan nabi atau tidak jelas kedudukannya apakah
37
A. Hanafi, Segi-segi Kesusastraan pada al-Qur’an, h. 53 Hanafi, Segi-segi Kesusastraan pada al-Qur’an, h. 65 39 Didin Saefudin, Pedoman Memahami Kandungan al-Qur’an, h. 147 38
40
nabi atau bukan. Misalnya, kisah Talut dan Jalut, Qarun, Ashabal-kahfi, Maryam, Ashab al-Sabt, Ashab al-Ukhdud, Zulqarnain, Ashab al- Fil, dan sebagainya. c.
Kisah tentang Nabi Muhammad SAW Kisah tentang Nabi Muhammad Saw diungkap juga dalam al-Qur‟an.
Demikian juga peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa Nabi, seperti perang Badar, Hijrah ke Madinah, Isra Mi‟raj dan rumah tangga Nabi.40 Sedangkan dari segi waktunya macam-macam kisah menurut Manna‟ alQaththan ada tiga macam, yaitu sebagai berikut:41 a. Kisah masa lalu atau kisah sebelum Nabi Muhammad, baik tentang para Nabi, tentang kaum yang mengikuti ajakan Nabi maupun yang berdusta terhadap Nabi, serta akibat dari sikap masing-masing kaum. b. Kisah pada zaman Nabi Muhammad, kisah yang dialami oleh Nabi Muhammad sendiri, seperti kisah perang Badar, perang Hunain, perang Tabuk, kisah Hijrah, dan kisah Isra‟ dan Mi‟rajnya Nabi. c. Kisah yang terjadi sesudah Nabi Muhammad, seperti kisah surga dan neraka, kisah hari kiamat, hari bangkit, dan hari akhirat. c.
Perbedaan Kisah Sastra dengan Kisah al-Qur‟an Kisah sastra dengan kisah al-Qur‟an sepintas keduanya terlihat memiliki
perbedaan. Namun pada sisi tertentu keduanya juga memiliki persamaan. Mayoritas kisah al-Qur‟an selalu bersebrangan atau terkadang tidak sesuai dengan
40
Didin Saefudin, Pedoman Memahami Kandungan al-Qur’an, h. 147 Manna‟ Khalil al-Qattan, Mabahis fî Ulum al-Qur’an, Penerjemah Muzakir As, (Jakarta: Pustaka Litera Antar Nusa, 1998), h. 436 41
41
kaidah sastra yang ditetapkan ahlinya, misalnya perbedaan dalam hal kerangka, alur dan unsur-unsur kisahnya.42 Seperti pada contoh penyampaian maksud dan tujuan kisah yang mendahului rangkaian cerita, yaitu pada surat Yusuf ayat 7:
Artinya: Sesungguhnya ada beberapa tanda-tanda kekuasaan Allah pada (kisah) Yusuf dan saudara-saudaranya bagi orang-orang yang bertanya. Ayat di atas memperlihatkan maksud dan tujuan dari penyampaian kisah Yusuf mendahului kisahnya, kemudian pada akhir kisah dijelaskan secara terperinci maksud dan tujuannya.43 Metode generalisasi seperti itu merupakan corak khas dari kisah al-Qur‟an dalam menyampaikan maksud dan tujuannya. Jadi dalam kisah al-Qur‟an selalu berangkat memulai dari yang bersifat khusus menuju sesuatu yang umum. Ini merupakan kelebihan al-Qur‟an dalam menjalankan logika emosional intuitif untuk menggerakan jiwa-jiwa pembacanya. Metode seperti ini lebih menyentuh nurani pembaca dibandingkan dengan metode logika formal yang bersifat deduktif yang dimulai dari hal umum menuju hal yang khusus.44 Dalam kisah alQur‟an terdapat model penyisipan komentar dan pesan-pesan khusus yang terdapat di dalam kisah. Pola seperti ini menjadikan suatu perbedaan al-Qur‟an dengan pola kisah-kisah sastra.45 Teknik al-Qur‟an dalam pemilihan teks pada kisahnya dapat dilihat dari format dialog, baik dialog langsung maupun tidak langsung, penokohan dalam
42
Sulaiman alth-Tharawanah, Rahasia Pilihan Kata dalam al-Qur’an, (Jakarta: Qisthi Press, 2004), h. 13 43 Alth-Tharawanah, Rahasia Pilihan Kata dalam al-Qur’an, h. 14 44 Alth-Tharawanah, Rahasia Pilihan Kata dalam al-Qur’an, h. 18 45 Alth-Tharawanah, Rahasia Pilihan Kata dalam al-Qur’an, h. 19
42
kisah, fase cerita, penyampaian kisah, pemilihan kata, ungkapan dan penyusunan kalimat. Kisah kisah al-Qur‟an juga memiliki kesusastraan yang sangat menakjubkan, meunyampaikan substansi kisah secara artistik, misalnya abstraksi artistik melalui personifikasi atau hiperbola. Misalnya pada QS. Yusuf ayat 31:
Maka tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepada (keelokan rupa) nya, dan mereka melukai (jari) tangannya dan berkata, Maha sempurna Allah, ini bukanlah manusia. Sesungguhnya ini tidak lain hanyalah malaikat yang mulia. Deskripsi kisah di atas menunjukkan bahwa ketampanan Yusuf sulit untuk digambarkan dengan kata-kata, dengan demikian ketampanan Yusuf dilukiskan dengan kekaguman pawa wanita yang melihatnya, dilukiskan dengan adegan dramatis para wanita yang tidak sadar telah memotong jari tangannya ketika menyaksikan ketampanan wajah Yusuf.46 3. Tujuan Kisah dalam al-Qur’an Kisah-kisah dalam al-Qur‟an merupakan salah satu cara yang dipakai alQur‟an untuk
mewujudkan tujuan-tujuan
yang bersifat
memaparkan tujuan-tujuan kisah dalam al-Qur‟an
agama.
Dalam
menurut Muhammad
Khalafullah disini hanya menetapkan tujuan-tujuan terpenting tetapi bukan berarti membatasi tujuan yang lainnya yang banyak, disini hanya menjelaskan empat, yaitu:
46
Alth-Tharawanah, Rahasia Pilihan Kata dalam al-Qur’an, h. 24
43
1. Meringankan beban atau tekakan jiwa Nabi dan orang-orang beriman Dalam berdakwah Nabi banyak menerima cobaan dan tekanan-tekanan, sebab sikap atau perkataan orang-orang musyrik yang senang mendustakan Nabi dan alQur‟an. Pengaruh perkataan dan perilaku orang yang mendustakan nabi itu tentu saja menjadi beban yang berat bagi Nabi, hati Nabi merasa sempit dan sesak mendengar perkataannya. Nabi Muhammad selalu berdoa kepada Allah dalam keadaaan batin yang tertekan, perasaan sedih, dan kadang kala terbesit muncul rasa frustasi dan pesimis untuk terus maju. Maka Allah menurunkan ayat tentang kisah para Nabi terdahulu, seperti Nabi Yunus, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, dll. Kisah-kisah ini dimaksudkan untuk menimbulkan rasa sabar dan teguh dalam menghadapi semua cobaan, sebab dari kisah-kisah tersebut Nabi Muhammad mengetahui bukan hanya dirinya yang mendapat cobaan tersebut, namun para Nabi sebelumnya pun sama.47 2.
Menguatkan keimanan dan keyakinan jiwa orang-orang islam terhadap akidah islam. Al-Qur‟an membimbing jiwa manusia untuk mengimani, membela,
mengamalkan norma-norma yang ada di dalam al-Qur‟an. Dan keimanan manusia tidak akan mudah goyah walaupun banyak godaan yang datang menghadang. 3.
Menumbuhkan kepercayaan diri dan ketentraman atau menghilangkan ketakutan dan kegelisahan. Kisah-kisah sangat diperlukan dalam perjuangan dakwah islam. Al-Qur‟an
banyak menceritakan kisah kemenangan orang-orang yang berjuang di jalan Allah
47
Khalafullah, al-Qur’an Bukan Kitab Sejarah, h. 162
44
dan orang-orang beriman. Dan juga mengisahkan kekalahan dan kehancuran orang-orang kafir yang menentang ajaran Allah.48 4.
Membuktikan kerasulan Nabi Muhammad dan wahyu yang diturunkan Allah kepadanya 4. Pesan Moral Dalam Kisah Muhammad Quraish Shihab membedakan antara istilah etika dan moral
(akhlak) beliau mengatakan bahwa akhlak atau moral dalam ajaran agama tidak dapat disamakan dengan etika. Sebab akhlak (moral) tidak saja berkaitan dengan tingkah laku lahiriah. Moral mencakup pula beberapa hal yang tidak merupakan sifat lahiriah. Misalnya yang berkaitan dengan sikap batin maupun pikiran. Mencakup dari akhlak terhadap Allah, akhlak terhadap sesama makhluk (manusia, tumbuh-tumbuhan, dan benda tak bernyawa).49 Menurut khalafullah, ia memberikan batasan bahwa kajian yang berkenaan dengan norma-norma agama hanya ada tiga pokok utama yang ketiganya adalah isu krusial yang selalu diangkat oleh kisah-kisah al-Qur‟an sebagai tema dan ide pokok. Ketiga hal itu adalah ketauhidan (ketuhanan), kerasulan, dan kemukjizatan. Ketiganya ini sering diangkat menjadi isu utama kisah karena sangat relevan dengan karakteristik dakwah islam. Mayoritas kisah-kisah alQur‟an termasuk dalam bagian surat-surat Makkiyah. Problem terbesar yang menjadi sasaran dakwah islam periode Mekkah saat itu adalah isu-isu krusial yang selalu menjadi wacana utama tiap agama. Yaitu usaha mencari titik temu yang dapat mempertemukan semua agama.50
48
Khalafullah, al-Qur’an Bukan Kitab Sejarah, h. 171 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhi’i atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 2001), h. 261 50 Khalafullah, al-Qur’an Bukan Kitab Sejarah, h. 305 49
45
Menurut Khalafullah untuk mengkaji norma-norma moral dalam teks alQur‟an memiliki metode tersendiri. Pertama, pelarangan langsung terhadap perilaku-perilaku amoral yang berlaku umum pada suatu kaum. Contohnya adalah kebiasaan mengurangi timbangan dan ukuran. Kedua, al-Qur‟an menggunakan satu ungkapan keheranan dan pertanyaan negatif tentang suatu perbuatan tidak bermoral yang nyaris menjadi kebiasaan suatu umat. Ketiga, menyampaikan kondisi moral kaum tertentu dengan menggunakan pemaparan umum. Hal ini bisa dilihat dalam kisah Nabi Musa yang mendeskripsikan kondisi moral bangsa Yahudi dan pengikut Fir‟aun.51 Khalafullah menyimpulkan bahwa taraf kehidupan sangat berpengaruh dalam membentuk kepribadian seseorang. Orang kaya akan cenderung sombong dan semena-mena sementara orang miskin akan lebih sopan dan rendah hati. Ia juga mengatakan norma-norma yang menjadi dasar pesan kisah-kisah al-Qur‟an sangat sedikit.52 C. Kisah Nabi Yunus Dalam Penafsiran 1. QS. Yûnus ayat 98 Surat Yunus di dalam mushaf al-Qur‟an adalah urutan surat ke sepuluh, yaitu setelah surat at-Taubah dan sebelum surat Hud. Surat Yunus ini tergolong surat makkiyah karena surat ini menjelaskan tentang teologi dan ideologi. Surat yunus ayat 98 ini diklasifikasikan pada kelompok IX dari tafsir al-mishbah yaitu dimulai dari ayat 94 sampai 103. Kelompok ayat sebelum ini mengandung peringatan dan ancaman kepada kaum musyrikin Mekkah agar mereka tidak mengalami seperti yang dialami oleh kaum nabi-nabi sebelumnya.Maka pada 51 52
Khalafullah, al-Qur’an Bukan Kitab Sejarah, h. 308 Khalafullah, al-Qur’an Bukan Kitab Sejarah, h. 309
46
kelompok ayat ini dijelaskan kepada mereka bahwa ancaman yang disampaikan itu benar, dan bukti kebenaran Nabi Muhammad saw. dapat mereka temukan pada kesaksian ahl al-kitab.53
Artinya: Dan Mengapa tidak ada (penduduk) suatu kota yang beriman, lalu imannya itu bermanfaat kepadanya selain kaum Yunus? tatkala mereka (kaum Yunus itu), beriman, kami hilangkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan dunia, dan kami beri kesenangan kepada mereka sampai kepada waktu yang tertentu54 Menurut Rasyîd Ridâ, ayat diatas berisi pelajaran yang Allah sampaikan kepada Nabi Muhammad Saw melalui kisah kaum Nabi Yunus yang diselamatkan dari siksaan karena beriman kepada ajaran yang dibawa oleh Nabi Yunus. Kata “laula” menunjukkan arti penyayangan yang meniscayakan adanya pengingkaran atau perbedaan antara keinginan dan kenyataan. Sedangkan yang dimaksud redaksi Qaryah adalah penghuni atau penduduk desa, bukan desa sebagai salah satu tempat tinggal.55 2. QS. Al-Anbiyā’ ayat 87-88 Surat al-Anbiyâ’ adalah surat ke 21 yang berada setelah surat Tâhâ dan sebelum surat al-Hajj.Pada permulaan surat al-Anbiya‟ ayat-ayatnya menjelaskan tentang kenabian yang kemudian dilanjutkan tentang keniscayaan hari kiamat. Surat al-Anbiya‟ ayat 87-88 ini diklasifikasikan pada kelompok ayat ke IV yaitu kelompok surat al-Anbiya‟ dari ayat 48 sampai 91. Kelompok ayat ini berbicara tentang kenabian dengan menguraikan kisah kelompok nabi-nabi yang pernah 53
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh,(Jakarta: Lentera Hati, 2002), jilid 6, h. 156 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh, jilid: 8, h. 162 55 Rasyid Ridâ, Tafsir al- Manâr, (Bairut: Dar al-Ma‟rifah,t.t), jilid. 11, h. 482 54
47
diutus Allah SWT kepada umat manusia.56 Demikian adalah QS. Al-Anbiya’ ayat 87 sampai 88:
Artinya: Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), Maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, Sesungguhnya Aku adalah termasuk orang-orang yang zalim. Maka kami Telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari pada kedukaan. dan Demikianlah kami selamatkan orang-orang yang beriman. Dzâ al-Nûn yang di maksud disini adalah Nabi Yunus. Al-Nûn bermakna al-Hût yang berarti ikan paus. Dan Dzâ bermakna memiliki atau ahli. Allah menyandarkan Nabi Yunus dengan julukan tersebut karena ikan paus telah menelan Nabi Yunus.57 Fa Zanna An Lan Naqdira ‘Alaih ayat tersebut di dalam tafsir ada dua makna, dan keduan makna tersebut tidak saling bertentangan. Makna yang pertama adalah Allah tidak akan menyempitkan di dalam perut ikan. Kata Qadara bermakna Ḏ ayiqa. Seperti yang terdapat dalam firman Allah.
﴿
) yaitu Allah menyempitkan rizki atas segala sesuatu. Kemudian makna yang kedua adalahLan Naqdiya (Allah tidak menetapkan). Qadara bermakna qaddara dengan bertasydid. Seperti dalam firman Allah Fa al-Taqâ al-Mâu ‘Alâ Amru
56
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbâh, jilid 8, h. 463 Muhammad al-Amin Al-Syinqiti, Adwa’ al-Bayân fî Idâh al-Qur’an bi al-Qur’an, (Qahrah: Maktabah Ibnu Taimiyah, t.t), jilid. 4, h. 745 57
48
Qad Qudira, bermakna Allah telah menetapkan. Adapun pendapat yang mengartikan kata qadara dengan makna al-Qudrah yang berarti kekuasaan atau kesanggupan itu adalah pendapat yang salah58 Idz dzahaba mughâdiban (ketika ia pergi dalam keadaan marah), ada yang mengatakan bahwa ia marah terhadap kaumnya karena mereka terus menerus membangkang dan keras kepala. Maka ia pun pergi melarikan diri dan tidak sabar terhadap penganiayaan mereka. Padahal Allah memerintahkannya untuk tetap bersama mereka dan menyeru mereka. Maka dosanya adalah kepergiannya dari antara kaumnya tanpa seizin Allah.59 Diriwayatkan dari al-Dhahak bahwa Yunus pergi dalam keadaan marah terhadap kaumnya, karena tidak menerima dakwahnya, padahal ia adalah utusan Allah, mereka kufur maka layak untuk dimarahi karena setiap orang boleh marah terhadap kaumnya karena Allah. Ada juga yang mengatakan bahwa Yunus pergi sebelum menjadi nabi pada waktu itu, kemudian ia diperintahkan oleh salah seorang raja Bani Israil agar datang ke Ninawa untuk berdakwah berdasarkan perintah syari‟at. Maka ia tersinggung karena kepergiannya kepada mereka disebabkan perintah seseorang yang bukan Allah, maka ia pun marah terhadap sang raja. Tatkala ia selamat dari perut ikan, Allah mengutusnya kepada kaumnya, lalu ia pun berdakwah dan mereka beriman.60 Al-Qusyairi mengatakan yang benar adalah kemarahan ini terjadi setelah Allah mengangkatnya menjadi rasul.61
58
Al-Syinqiti,Adwa’ al-Bayân fî Idâh al-Qur’an bi al-Qur’an, jilid. 4, h. 746 Al-Qurthubi, Aljami’ li Ahkâm al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), h. 877 60 Al-Qurthubi, Aljami’ li Ahkâm al-Qur’an, jilid: 11, h. 879 61 Al-Qurthubi, Aljami’ li Ahkâm al-Qur’an, jilid: 11, h. 879 59
49
Ada yang mengatakan bahwa diantara tradisi kaumnya adalah membunuh orang yang dituduh berdusta, maka ia khawatir dibunuh, karena Yunus dituduh berdusta dengan mengaku menjadi Nabi dan membawa agama baru. Maka ia pun marah. Lalu ia pergi melarikan diri sampai akhirnya ia menumpangi perahu. Berbeda dengan pendapat al-Syinqiti, ia mengatakan kata mughâdiban diartikan Nabi Yunus marah kepada kaumnya. Ia bermakna Mufâ’alah (saling) yaitu Nabi Yunus marah kepada kaumnya dan memisahkan diri karena akan datangnya azab untuk kaumnya. Dan kaum Nabi Yunus marah ketika diajak untuk beriman kepada Allah yang kemudian mereka tidak mengikuti Nabi Yunus, dan Nabi Yunus mengancam akan datangnya azab.62 Pendapat yang lain dari Ibnu Mas‟ud, Hasan, Syu‟bi, Sa‟id Ibnu Jarir mengartikan kata mughâdiban dengan Nabi Yunus marah karena Allah. Dan pendapat ini adalah sahih. Dijelaskan bahwa Nabi Yunus Marah kepada kaumnya karena perbuatannya yang telah kufur kepada Allah dan ingkar kepada Allah.63 Nabi Yunus marah kepada mereka, dan dia menyangka bahwa yang demikian itu itu adalah boleh. Dia marah karena Allah, dia marah kepada orang kafir dan ahlinya. Maka kemudian ia mendapat ujian kesabaran dari Allah tatkala ia meninggalkan kaumnya dan dia ditelan ikan.64 Kata zâlim dalam Kamus Kontemporer Arab-Indonesia berarti, yang tidak adil, sewenang-wenang, yang melampaui batas.65 Kata al-Mu’min terambil dari kata amina. Semua kata yang terdiri dari huruf-huruf alif, mim, dan nun,
62
Al-Syinqiti,Adwa’ al-Bayân fî Idâh al-Qur’an bi al-Qur’an, jilid. 4, h. 747 Al-Syinqiti,Adwa’ al-Bayân fî Idâh al-Qur’an bi al-Qur’an, jilid. 4, h. 747 64 Muhammad Ali Ash-Shabuny, al-Nubuwwah wa al- Anbiyâ’. Penerjemah Arifin Jamian Ma‟un, (Surabaya: Bina Ilmu, 1993), h. 126 65 Atabik Ali, dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, (Yogjakarta: Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak, 1996), h. 1248 63
50
mengandung makna pembenaran dan ketenangan hati. Seperti iman, amanah, dan aman. Amanah adalah lawan dari khianat, yang melahirkan ketenangan batin, serta rasa aman karena adanya pembenaran dan kepercayaan terhdap sesuatu, sedang iman adalah pembenaran hati dan kepercayaan terhadap sesuatu. Menurut imam ghazali dalam Ensiklopedia al-Qur’an: Kajian Kosakata, kata mu’min adalah yang kepadanya dikembalikan rasa aman dan keamanan melalui anugerah tentang sebab-sebab perolehan rasa aman dan keamanan itu, serta dengan menutup segala jalan yang menimbulkan rasa takut. Wa kadzâlika nunjî al-mu’minîn (Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman). Ayat ini mengindikasikan bahwasanya tidaklah dari seorang mukmin tertimpa kesulitan dan kegalauan sampai ia berdoa kepada Allah dengan sepenuh hati dan berdoa dengan ikhlas, kemudian Allah akan menyelamatkannya. Allah menyelamatkan Nabi Yunus adalah merupakan penyerupaan penyelamatan kepada orang-orang yang beriman.66 3. QS. As-Sāffāt ayat 139-148 Surat as-Saffât ini ada pada urutan surat ke 37 dalam mushaf al-Qur‟an. Ia berada setelah surat Yâsîn dan sebelum surat Sâd dalam juz ke 23. Surat As-Saffât ayat 139-148 diklasifikasikan pada kelompok ayat ke sembilan dari tafsir almishbah. Pada kelompok ayat ini diceritakan tentang kisah Nabi Yunus, begitu juga dengan pengelompokkan sebelum kelompok sembilan, yaitu misalnya pada kelompok delapan yang membahas kisah Nabi Luth as.67
66
Al-Syinqiti,Adwa’ al-Bayân fî Idâh al-Qur’an bi al-Qur’an, jilid. 4, h. 750 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh, jilid.12, h. 78
67
51
Artinya: Sesungguhnya Yunus benar-benar salah seorang rasul. (Ingatlah) ketika ia lari ke kapal yang penuh muatan. Kemudian ia ikut berundi lalu dia termasuk orang-orang yang kalah dalam undian.Maka ia ditelan oleh ikan besar dalam keadaan tercela. Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah. Niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit.Kemudian kami lemparkan dia ke daerah yang tandus, sedang ia dalam keadaan sakit.Dan kami tumbuhkan untuk dia sebatang pohon dari jenis labu.Dan kami utus dia kepada seratus ribu orang atau lebih.Lalu mereka beriman, Karena itu kami anugerahkan kenikmatan hidup kepada mereka hingga waktu yang tertentu. Kata abaqa berarti lari untuk menghindar. Nabi Yunus as yang meninggalkan kaumnya karena takut ancaman mereka atau merasa tidak mampu lagi menjalankan tugas. Diperumpamakan kedaannya dengan seorang hamba sahaya yang lari dari tuannya. Idz Abaqa (tatkala ia lari), orang Arab mengatakan seperti budak yang melarikan diri. Sebab Nabi Yunus keluar sebelum mendapat izin dari Allah, dan yang demikian itu dinamakan melarikan diri.68 Nabi Yunus keluar dan membebaskan diri karena ia takut mendapat hinaan kaumnya, Nabi Yunus telah mengabarkan bahwa akan datang azab dalam waktu dekat tetapi azab itu belum juga turun. Maka Nabi Yunus keluar dalam keadaan marah kepada kaumnya.69
68
Al-Syinqiti,Adwa’ al-Bayân fî Idâh al-Qur’an bi al-Qur’an, jilid. 4, h. 748 Muhammad Ali Ash-Shabuny, al-Nubuwwah wa al- Anbiyâ’. Penerjemah Arifin Jamian Ma‟un, (Surabaya: Bina Ilmu, 1993), h. 126 69
52
Undian, sejak dahulu digunakan seseorang untuk memutuskan perkara yang pelik. Namun perlu dicatat bahwa tidak semua permasalahan harus diselesaikan dengan undian. Ini bisa dilakukan jika semua memiliki hak dan kemampuan yang sama dan tidak diketehui siapa yang seharusnya diikutkan demi kemaslahatan. Memngundi siapa yang seharusnya ditenggelamkan dan dibunuh tidak dibenarkan sama sekali. Yang terjadi pada Yunus as. ini adalah adat dan kebiasaan masyarkat. Fa Sâhama diartikan dengan qâri’ yang berarti memilih. Bahwasanya meletakkan penumpang yang undiannya keluar maka akan dilempar ke laut. Fa Kâna Min al-Mudhadîn, diartikan maghlûbîn yang berarti tergelincir. Bahwasanya nama yang keluar dari undian, maka pemilik nama tersebut akan dilempar kelaut.70 Wa matta’nâhum ilâhîn, yaitu kenikmatan itu bermanfaat sampai pada zaman ditentukannya, umur dari masing-masing kaum tersebut. Mereka hidup untuk mempersiapkan kehidupan setelahnya yaitu kehidupan akhirat. Dan kenikmatan itu tidak lagi didapat pada kehidupan akhirat. Artinya nasib mereka di kehidupan akhirat ditentukan oleh amalan mereka yang sudah dilakukan di dunia.71 4. QS. Al-Qalam ayat 48-50
70
Al-Syinqiti,Adwa’ al-Bayân fî Idâh al-Qur’an bi al-Qur’an, jilid. 4, h. 748 Rasid Riḍ â, Tafsir al- Manâr, jilid. 11, h. 483
71
53
Artinya: Maka Bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti orang yang berada dalam (perut) ikan ketika ia berdoa sedang ia dalam keadaan marah (kepada kaumnya).Kalau sekiranya ia tidak segera mendapat nikmat dari Tuhannya, benar-benar ia dicampakkan ke tanah tandus dalam keadaan tercela.Lalu Tuhannya memilihnya dan menjadikannya termasuk orangorang yang saleh. Surat Al-Qalam sesuai dengan urutan pada mushaf al-Qur‟an yaitu surat ke 68, berada pada ayat setelah surat al-Mulk dan sebelum surat al-hâqqah pada juz 29.Surat al-Qalam termasuk kelompok surat makkiyah yang menitik beratkan pada pokok-pokok akidah islam dan keimanan. Surat al-Qalam ayat 48-50 ini berada pada kelompok kedua dalam tafsir al-mishbah. Pada pengelompokkan ayat ini dijelaskan bahwa tidak ada alasan yang logis untuk kaum musyrikin dapat menolak al-Qur‟an atau tidak mempercayainya.72 Sedangkan menurut al-Shabuny dalam tafsirnya Safwat al-Tafâsîr bahwa kandungan pokok Surat al-Qalam membicarakan tiga hal pokok, yaitu:73 1. Masalah risalah dan rintangan yang ditebarkan oleh kafir Mekkah terhadap dakwah Nabi Muhammad Saw. 2. Kisah pemilik kebun yang ingkar untuk menjelaskan akibat dari kekafiran kepada nikmat Allah SWT. 3. Situasi kehidupan akhirat dan praharanya serta apa yang disediakan Allah untuk kedua kelompok; mukmin dan kafir. Ayat diatas menunjukkan pada kelompok surat pertama. Kisah Nabi Yunus ini disebutkan untuk dijadikan contoh dan diambil pelajaranya sehingga dapat menetapkan dan mengukuhkan risalah Nabi Muhammad saw. Nabi
72
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh, jilid.14, h. 401 Muhammad Ali ash-Shabuny,Safwat al-Tafâsîr, Penerjemah: Yasin, (Jakarta: Pustaka al- Kautsar, 2001), jilid. 5, h. 435 73
54
Muhammad diperintahkan untuk bersabar atas gangguan orang kafir. Sebab apa yang dialaminya dalam menyampaikan dakwah juga dialami Nabi Yunus As.74 Ayat diatas disebutkan untuk ditujukan kepada Nabi Muhammad. Nabi Yunus diceritakan pergi dan marah kepada kaumnya. Ia tidak bersabar, perintah sabar tersebut ditujukan untuk Nabi Muhammad. Dan larangan kepada Nabi Muhammad untuk menjadi seperti Nabi Yunus yang kurang sabar.75 Makzûm diartikan mamlû’ Ghamman artinya kerisauan yang sangat. Sedangkan menurut Ibnu Abbas dan Mujahid dan dari riwayat „Atâ‟ dan Abu Malik bahwa kata makzûm diartikan dengan kerisauan dan kesulitan. Menurut alMawardi perbedaan antara gham dengan karb, bahwa gham adanya di hati. Dan karb adanya dijiwa. Ada juga yang berpendapat makzûm diartikan dengan tertahan, yaitu menahan emosi dan menahan amarah.76
74
Ash-Shabuny,Safwat al-Tafâsîr, jilid. 5, h. 435 Al-Syinqiti,Adwa’ al-Bayân fî Idâh al-Qur’an bi al-Qur’an, jilid. 4, h. 749 76 Al-Syinqiti,Adwa’ al-Bayân fî Idâh al-Qur’an bi al-Qur’an, jilid. 4, h. 749 75
BAB IV ANALISIS PENAFSIRAN AYAT TENTANG NABI YUNUS A. Penafsiran Menurut Hamka dan Quraish Shihab 1. QS. Yûnus ayat 98
Artinya: Dan mengapa tidak ada (penduduk) suatu kota yang beriman, lalu imannya itu bermanfaat kepadanya selain Nabi Yunus? Tatkala mereka (kaum Yunus) beriman, kami hilangkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan di dunia, dan kami beri kesenangan kepada mereka sampai kepada waktu tertentu Hamka dalam tafsirnya juga menjelaskan bahwa kata Falaulâ adalah gabungan dari tiga huruf, yaitu dari kata fa artinya maka, lau artinya jikalau, dan lâ artinya tidak. Tetapi terkadang jika ketiga huruf tersebut digabungkan maka tidak bermakna “maka jikalau tidak” tetapi ia bermaksud sebagai tahdîd yaitu anjuran atau penyesalan, yang berarti alangkah baiknya, atau sekiranya. Maka ayat ini sangat menyayangkan negeri-negeri yang menantang ajaran dan ajakan Nabi-nabi. Padahal kalau sekiranya mereka mengikuti seruan dan ajakan Nabinabi itu akan bermanfaat bagi mereka, dan mereka terlepas dari adzab.1 Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Mawardi dari Ibnu Mas‟ud bahwasanya Rasulullah Saw pernah menceritakan bahwa Nabi Yunus itu telah datang pada mulanya kepada kaumnya itu menyampaikan dakwah Allah agar mereka kembali kepada agama yang benar. Tetapi kaum itu ingkar dan menolak. Karena iba hati ia melihat keingkaran kaumnya, beliau pergi dan 1
Hamka,Tafsir al-Azhâr, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), jilid XI, h. 318
55
56
berlayar. Ia pergi meninggalkan ancaman pada kaumnya bahwa kalau mereka tidak bertaubat maka akan turun azab dari Allah. Setelah Nabi Yunus pergi kaumnya merasa menyesal dan bertaubat sehingga Allah tidak menurunkan azab tersebut kepada kaum Yunus. Ketika ia berlayar dengan kapal yang penuh muatan, maka nahkoda kapal mengundi siapa yang akan di lempar kelaut untuk mengurangi muatan kapal. Kemudian nama Nabi Yunus keluar dari undian tersebut. Lalu ia dilemparkan ke laut agar kapal bisa meneruskan pelayaran. Kemudian Nabi Yunus ditelan oleh ikan Paus, dan ia menyesali kesalahan beliau ketika meninggalkan kaumnya. Kemudian Allah melepaskan ia dari dalam perut ikan. Setelah Nabi Yunus dimuntahkan oleh ikan ia kembali kepada kaumnya yang telah bertaubat. Diriwayatkan jumlah kaum Nabi Yunus lebih dari seratus ribu orang. Allah menghindarkan azab kepada mereka kemudian Nabi Yunus dan kaumnya hidup bahagia, mengerjakan perintah Allah sampai kepada waktu tertentu yaitu menurut ajal mereka masing-masing.2 Ayat di atas menyatakan, dan mengapa atau sungguh disayangkan tidak ada penduduk dari suatu kota, yang Allah telahmengutus seorang rasul kepada kaumnya untuk beriman sebelum datangnya siksa, sehingga iman tersebut bisa bermanfaat baginya, kecuali kaum Yunus. Ketika kaum Yunus tersebut melihat tanda-tanda kehadiran azab, maka mereka segera beriman dan menyadari kesalahan mereka, maka karena itu azab tersebut diangkat oleh Allah.3 Kata laulâ yang diterjemahkan di atas dengan makna, mengapa adalah kata yang digunakan untuk mendorong. Tentu saja sesuatu yang didorong adalah 2
Hamka, Tafsir al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1894), h. 318 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbâh, jilid: 6, h. 162
3
57
yang diharapkan terjadi. Ayat di atas membicarakan umat terdahulu yang sudah binasa. Lafazh laulâ disini tidak mungkin dipahami dengan mendorong, tetapi lebih sesuai jika dipahami sebagai tanda tanya dan gambaran tentang kecaman dan penyesalan atas perbuatan yang tidak seharusnya dilakukan dan perbuatan yang harusnya dilakukan pada masa lalu, karena perbuatan yang di masa lalu adalah perbuatan yang baik, dan seharusnya seseorang didorong dan mendorong untuk melakukannya. Ayat ini merupakan ancaman kepada kaum musyrikin Mekah. Sementara ulama berpendapat bahwa kaum musyrikin mekah pada zaman Nabi Muhammad serupa keadaannya dengan kaum Nabi Yunus. Mereka pada akhirnya berduyunduyun memeluk islam dan mempercayai Nabi Muhammad saw. Menurut Quraish Shihab, mengutip pendapat Sayyid Quthb ada dua hal penting mengenai ayat ini.4 Pertama, ayat ini menghimbau kepada para pendurhaka untuk bertaubat dari kesalahan yang telah dibuat, semoga mereka pun dapat selamat sebagaimana keselamatan yang didapatkan oleh kaum Yunus. Kedua, keselamatan yang dialami kaum Yunus ini tidak berarti sunnatullah, mereka dibiarkan bersenangsenang untuk sekian lama, karena sunnah Allah adalah menjatuhkan siksa bagi mereka yang terus membangkang sampai datangnya siksa. Kaum Nabi Yunus sadar ketika sebelum datangnya siksa itu. Ayat ini juga berarti peringatan kepada kaum Quraisy, bahwa jika mereka segera bertaubat dan tidak terus menerus menentang Allah, Allah akan menerima
4
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbâh, , h. 163
58
taubatnya. Ini juga peringatan halus kepada para pemimpin agar jangan patah hati melihat keingkaran kaumnya.5 2. QS. Al-Anbiyâ’ ayat 87-88
Artinya: Dan (ingatlah kisah) Dzû al-Nûn (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim. Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkanya dari pada kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman Pendapat diatas sejalan dengan apa yang dikatakan Quraish Shihab bahwa Kata naqdir dalam firman-Nya bukan terambil dari kata Qudrah yang berarti kuasa atau mampu, tetapi ia terambil dari kata al-qadr yang berarti sempit. Memang mustahil seorang nabi meragukan kodrat dan kuasa Allah. Yang di maksud qudrah disini adalah beliau meninggalkan kaumnya tanpa izin Allah. Tetapi kemudian beliau ditelan oleh ikan besar, sehingga selama dalam perut ikan beliau hidup dalam kesempitan, bukan saja kesempitan ruang, tetapi kesempitan yang lebih dan kesesakan hati.6 Nabi Yunus pergi dalam keadaan marah kepada kaumnya. Kaumnya disebutkan berjumlah seratus ribu atau lebih. Yunus menduga bahwa kesalahannya meninggalkan tugas tersebut tidak dituntut tanggung jawabnya atau
5
Hamka, Tafsir al-Azhâr, jilid: 29, h. 72 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh,h. 498
6
59
Allah tidak akan memberi peringatan. Disebutkan bahwa Yunus pergi ke pelabuhan Jafa, menuju ke Negeri Terbis.7 Nabi Yunus dalam tiga hari tiga malam lamanya berada di dalam ikan paus. Nabi Yunus marah kepada kaumnya penduduk Ninawa. Ia marah kepada mereka yang jumlahnya mencapai 100.000 atau lebih sedikit. Karena ketika dia diutus Tuhan menyampaikan dakwah kepada kaumnya. Mereka tidak mau menerimanya, mereka masih tetap saja dalam kekafirannya. Maka ia pun pergi dari tempat itu. Ia meninggalkan tugas dan tanggung jawabnya. Ia menyangka bahwa kesalahannya meninggalkan tugas itu tidak akan dituntut tanggung jawabnya atau tidak akan ada peringatan dati Tuhan. Pada pangkal ayat 88 bahwa permohonannya dikabulkan Allah, penyesalannya didengar oleh Allah. Bahwa orang yang mengaku beriman, tidak akan terlepas dari cobaan, meskipun Nabi Yunus mengaku telah termasuk dalam orang yang zhalim karena marah pada kaumnya, dia telah merasakan bahwa jatuhnya undian kepada dirinya untuk dilemparkan ke laut adalah peringatan pertama dari Allah, kemudian datang ikan lalu menelannya adalah peringatan kedua.8 Tetapi Allah Maha Bijaksana, disebutkan bahwa Yunus bukan termasuk orang yang zalim melainkan orang yang beriman. Penderitaan yang dialaminya itu bukan merupakan azab atau peringatan dari Allah melainkan cobaan Allah kepada hamba-Nya yang beriman, dan Allah selalu menyelamatkan hambanya yang
7
Hamka, Tafsir al-Azhâr, jilid: 17, h. 104 Hamka, Tafsir al-Azhâr, jilid: 17, h. 105
8
60
beriman. Diperingatkan kejadian Nabi Yunus ini kepada Nabi Muhammad agar beliau ingat perlakuan yang beliau terima dari kaumnya.9 3. QS. As-Sâffât ayat 139-148
Artinya: Sesungguhnya Yunus benar-benar salah seorang rasul. (ingatlah) ketika ia lari ke kapal yang penuh muatan. Kemudian ia ikut berundi lalu ia termasuk orang-orang yang kalah dalam undian. Maka ia ditelan oleh ikan besar dalam keadaan tercela. Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah. Niscaya ia akan tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit. Kemudian Kami lemparkan dia ke daerah yang tandus, sedang ia dalam keadaan sakit. Dan kami tumbuhkan untuk dia sebatang pohon dari jenis labu. Dan Kami utus dia kepada seratus ribu orang atau lebih. Lalu mereka beriman, karena itu anugerahkan kenikmatan hidup kepada mereka hingga waktu tertentu. Diantara Nabi-nabi dan Rasul-rasul Allah yang berjumlah banyak itu ada seorang Rasul Allah yang bernama Yunus. Ketika ia lari ke kapal yang penuh muatan. Maksud dari ayat tersebut adalah ia lari atau mengelakkan diri dari kewajiban. Ibarat seorang prajurit yang menghadapi musuh di medan perang, tibatiba menghilang keluar dari barisan entah ke mana. Atau sebagai seorang yang tengah menjalani hukuman kurung, sebelum masa hukuman habis ia lari. Nabi
9
Hamka, Tafsir al-Azhâr, jilid: 17, h. 105
61
Yunus yang diacuhkan kaumnya ketika berdakwah sehingga ia merasa kecewa, marah, sehingga timbul perasaan untuk meninggalkan Negeri Ninawa.10 Para ulama berbeda pendapat dalam mengungkap tujuan diadakannya undian tersebut. Ada yang menyatakan untuk menghindari tenggelamnya kapal yang penuh muatan. Ada juga yang mengatakan karena kapal tersebut diserang oleh ikan paus, sehingga harus melemparkan seseorang untuk mengelakkan serangan itu. Ada juga yang mengatakan karena saat itu ada ombak besar, sebagai suatu petanda adanya salah seorang penumpang yang durhaka dan harus diturunkan.11 Yunus ditelan ikan besar, kalau sekiranya Yunus itu tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat dan menyucikan Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari kebangkitan nanti. Tetapi karena ia selalu menyucikan Allah, maka setelah sekian lama, konon tiga hari, atau sehari semalam, atau juga beberapa saat kami melemparkannya keluar dari perut ikan hingga terdampar di daerah yang tandus, sedang ia dalam keadaan sakit fisiknya.12 Menurut Quraish Shihab dalam tafsirnya mengatakan: Peristiwa yang dialami Nabi Yunus secara hukum alam tidak mustahil terjadi, atau mustahil hampir tidak pernah terjadi. Mustahil ada dua macam. Ada mustahil menurut akal seperti jika “anak lahir sebelum bapaknya”, dan ada juga mustahil menurut kebiasaan, peristiwa yang dialami Nabi Yunus. Peristiwa seperti ini ada dua kemungkinan. Pertama, bisa jadi ikan paus itu termasuk jenis paus besar yang bersirip tapi tidak mempunyai gigi seperti yang ada pada laut tengah. Panjangnya bisa mencapai 20 meter. Nabi Yunus berada di 10
Hamka, Tafsir al-Azhâr, jilid: 23, h. 163 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh, jilid 12, h. 81 12 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh, jilid 12, h. 82 11
62
langit-langit mulutnya sehingga ia dilempar karena paus tersebut merasakan sesak pada tenggorokannya. Kedua, bisa jadi paus itu berjenis paus besar yang bergigi dan panjangnya mencapai 20 meter, yang ditemukan di laut tengah. Ia biasa memangsa hewan-hewan besar yang panjangnya mencapai tiga meter.13 Nabi Yunus adalah seorang yang selama ini selalu bertasbih kepada Allah. Begitu juga ketika ia ada dalam perut ikan , ia selalu bertasbih kepada Allah. Dengan melafalkan doa sebagai berikut:14
Artinya: Tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zhalim. Doanya didengar oleh Allah, maka ia pun dibebaskan dan dilemparkan ke tanah tandus. Setelah dilemparkan di daerah tandus, Allah melimpahkan rahmat-Nya. Kami tumbuhkan untuk kepentingannya sabatang pohon sejenis labu sehingga daunnya dapat digunakan untuk berlindung dan buahnya dapat beliau makan.15 4. QS. Al-Qalam ayat 48-50
Artinya: Maka bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti orang yang berada dalam (perut) ikan ketika ia berdoa sedang ia dalam keadaan marah (kepada kaumnya). Kalau sekiranya ia tidak mendapat nikmat dari Tuhannya, benar-benar ia dicampakkan ke tanah tandus dalam keadaan tercela. Lalu Tuhannya memilihnya dan menjadikannya termasuk orang-orang saleh. 13
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh, jilid 12, h. 83 Hamka, Tafsir al-Azhâr, jilid: 23, h. 165 15 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh, jilid 12, h. 84 14
63
Maka bersabarlah engkau menunggu ketetapan Tuhanmu. Jangan gelisah dan jangan marah karena apa yang mereka lakukan kepadamu. Dan janganlah engkau seperti orang yang masuk perut ikan. Orang yang masuk perut ikan itu adalah Nabi Yunus. Kaumnya tidak memperdulikan dakwah ajakannya dalam berdakwah. Dia pun marah kepada kaumnya, ia hendak berlayar meninggalkan kaumnya. Setelah ia mencoba berlayar, terjadilah angin besar di laut yang hampir menenggelamkan perahunya. Kemudian diundilah siapa yang akan dilemparkan ke laut. Maka undian itu jatuh kepada Nabi Yunus lalu ia melompat ke laut dan ikan paus menelannya tetapi tidak memakannya.16 Ulama berbeda pendapat dalam memaknai ) (مكظومserta kapan doa itu dipanjatkan oleh Nabi Yunus. Ada yang memahami doa tersebut dipanjatkan sebelum ia ditelah ikan paus, maka kata makzûm dipahami dalam arti marah terhadap kaumnya sehingga beliau pergi dan berdoa agar mereka dijatuhi siksa. Ada juga yang memahami makzhûm dalam arti sesak nafas atau dipahami resah hati, dan doanya dipanjatkan agar ia dikeluarkan dari perut ikan.17 Fajtabâhu rabbuhu (lalu Tuhannya memilihnya), hal ini menunjukkan bahwa keterpilihan tersebut terjadi setelah Nabi Yunus as. dikeluarkan dari perut ikan ke tanah yang tandus. Para ulama memahami keterpilihan tersebut dalam arti pengangkatan sebagai Nabi. Ada juga yang berpendapat bahwa peristiwa tersebut setelah kenabian dan pemilihan Tuhan yang dimaksudkan adalah melanjutkan turunnya wahyu kepada beliau.18 Faja’alahu min al-sâlihîn (maka Dia menjadikannya termasuk dalam kelompok orang-orang saleh yaitu kelompok para Nabi yang mulia. Nabi Yunus 16
Hamka, Tafsir al-Azhâr, jilid: 29, h. 71 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbâh, jilid: 14, h.400 18 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh,, jilid 14, h. 402 17
64
termasuk Nabi yang terkemuka karena ia adalah salah satu dari dua puluh lima nabi yang disebut dalam al-Qur‟an dari sekian banyak nabi yang diutus oleh Allah SWT.19 Karena taubat dan insaf akan kesalahannya, termasuklah ia orang pilihan Allah, orang yang dnaikkan tingkat martabatnya, lebih bersih dari pada masa lalunya. Dan cobaan yang begitu pahit yang dia alami yang menyebabkan ia tidak berputus asa, selalu sabar, dan insaf akan kesalahannya telah dinaikkan pula tingkatnya menjadi termasuk orang-orang saleh.20 B. Pesan Moral Kisah Nabi Yunus Kisah Nabi Yunus merupakan suatu kisah di dalam al-Qur‟an tentang seorang Nabi Allah yang diutus ke Negeri Ninawa dan mengajak untuk beriman kepada Allah. Dalam kisah ini dipahami bahwa Nabi Yunus berputus asa dalam berdakwah. Nabi Yunus cukup lama mengajak umatnya untuk mengikuti agama Allah, tetapi beliau kurang bersabar dalam berdakwah, kemudian ia pergi tanpa seizin Allah dari kaumnya dalam keadaan marah, ia pergi ke tepi pantai dan ikut berlayar bersama nelayan. Allah menguji Nabi Yunus dengan mengirim Ikan Paus untuk menelannya. Nabi Yunus menyesal, bertaubat dan berdoa memohon ampun kepada Allah, Yunus bertasbih kepada Allah tiada henti, dan kemudian Allah mengampuninya dan mengeluarkan Yunus dari perut ikan. Jalan Nabi Yunus dalam berdakwah tidak mudah. Dengan demikian dibutuhkan konsistensi, kesabaran, dan optimis yang harus ada pada diri 19
M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh, jilid 14, h. 402 Hamka, Tafsir al-Azhâr, jilid: 29, h. 71
20
65
pendakwah. Terkadang ada seseorang yang sekali diseru untuk beriman ia mengikuti seruan tersebut. Tetapi ada juga suatu kaum yang diajak ribuan kali dan tidak ada perubahan atau tidak mau mengikuti seruan tersebut. Kisah Dzû al-Nûn ini harus menjadi pelajaran untuk manusia. Pertaubatan Nabi Yunus kepada Allah dan pengakuan atas kezhalimannya adalah suatu pelajaran dan harus direnungkan. Adapaun pesan moral yang terkandung dalam kisah Nabi Yunus adalah: 1. Sabar Kisah Nabi Yunus dalam al-Qur‟an menyampaikan salah satu pesan moralnya adalah sabar, seperti yang dijelaskan dalam QS. Al-Qalam ayat 48:
Artinya: Maka Bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti orang yang berada dalam (perut) ikan ketika ia berdoa sedang ia dalam keadaan marah (kepada kaumnya) Dijelaskan di dalam tafsir al-Azhar bahwa makna sabar ini berarti jangan gelisah, dan jangan merajuk sebab kaum Nabi Yunus tidak menerima seruannya untuk beriman. Nabi Yunus marah kemudian meninggalkan kaumnya dan hendak berlayar.21 Sedangkan menurut Quraish Shihab bahwa pesan sabar itu ditunjukkan untuk Nabi Muhammad yang diperintahkan untuk bersabar terhadap ketetapan Tuhan antara lain menyangkut beban melaksanakan dakwah. Dan jangan seperti kisah Nabi Yunus yang berada dalam perut ikan dengan keadaan yang resah.22 Pesan moral tentang kesabaran ini terlihat juga dalam kisah Nabi Yunus bahwa ia
21 22
Hamka, Tafsir al-Azhar, juz 29, h. 71 Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, juz 14, h. 401
66
berdakwah, menyeru ajaran Allah kepada kaumnya selama 30 tahun. Hal tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Abbas.23 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pesan moral dari kisah Nabi salah satunya adalah tentang kesabaran. Kesabaran yang harus ditanamkan pada jiwa pendakwah dalam membawa ajaran Allah. Kesabaran juga tidak ditujukkan untuk seorang pendakwah saja. Namun
kepada setiap individu
yang
menginginkan atau mencitakan sesuatu dalam hidupnya. Untuk mewujudkan sesuatu tersebut harus dengan kesabaran dan ketekunan. Sedangkan sabar secara bahasa berarti al-Habsu wa al-Kaffu (menahan dan mencegah), sebagaimana pada firman Allah surat al-Kahfi ayat 28:
Artinya: Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaanNya Maksudnya adalah tahanlah dirimu bersama mereka. Jadi, sabar adalah menahan atau menjauhkan diri dari mengeluh, lisan dari mengadu, dan anggota tubuh dari menampar pipi, merobek-robek pakaian dan sebagainya. Dalam istilah syaria‟at, sabar berarti menahan diri untuk melakukan keinginan dan meninggal larangan Allah SWT. Ketika seorang hamba mampu melakukan hal ini dengan ikhlas, maka Allah SWT memberikan kompensasi pahala dan surga.24 Sabar dan kemenangan ibarat dua sisi mata uang, keduanya tidak bisa terpisahkan. Sabar merupakan jalan kesuksesan dan kemenangan. Sabar sangat diperlukan dalam
23
Ensiklopedi al-Qur‟an: Kajian Kosakata, editor: Sahabuddin, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), jilid 3, h. 114 24 Muhammad Shalih al-Munajjid, Jagalah Hati Raih Kemenangan, judul asli: salsah A’mal al-Qulub, penerjemah: Saat Mubarak dan Nur Kosim, ( Jakarta: Cakrawala Publishing, 2006), h. 215
67
menunaikan perintah yang wajib dilaksanakan dan larangan yang wajib ditinggalkan. Kehidupan tidak akan terus menerus berjalan dengan baik jika tidak diiringi dengan kesabaran, karena sabar bagi kehidupan adalah berperan sebagai solusi berbagai permasalahan dunia. Sabar adalah bekal pejuang ketika kemenangan tak kunjung tiba, penawar seorang pendakwah disaat kaum tidak menyambut seruannya. Jadi sabar merupakan sikap hidup yang bisa dijadikan pegangan, benteng perlindungan dan langkah dalam meraih kesuksesan. 25 Seperti dalam firman Allah surat âli imrân ayat 200:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung Sabar terbagi menjadi dua bagian, yaitu sabar yang berkaitan dengan ikhtiar, sabar yang tidak berkaitan dengan ikhtiar. Sabar yang berkaitan dengan ikhtiar terbagi menjadi dua, yaitu sabar terhadap apa yang diperintah oleh Allah dan sabar terhadap meninggalkan larangan-Nya. Sedangkan sabar yang tidak berkaitan dengan ikhtiar ialah sabar terhadap penderitaan yang terkait dengan hukum karena mendapatkan kesulitan.26 Dalam hadis disebutkan bahwa orang-orang miskin yang sangat sabar adalah tamu-tamu Allah di hari kiamat. Oleh karena itu melatih diri dan jiwa
25
Muhammad Shalih al-Munajjid, Jagalah Hati Raih Kemenangan, h. 213 Al-ghazali, Mempertajam Mata Hati, (Mittrapress, 2007), h. 142
26
68
untuk bersabar akan mengantarkan seseorang mencapai maqam tertinggi yaitu maqam makrifat. Jika makrifat telah diraihnya, maka mata batin menjadi tajam.27 2. Optimis terhadap pertolongan Allah Pesan moral lain yang dapat dipetik yaitu optimis terhadap pertolongan Allah. Nabi Yunus ketika berada dalam perut ikan merasa sempit, tetapi ia berharap pada pertolongan Allah dengan terus banyak bertasbih, seperti yang dijelaskan dalam QS. As-Sâffât ayat 143:
Artinya: Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah Nabi Yunus adalah seorang yang selalu bertasbih kepada Allah. Begitu juga ketika di dalam perut ikan ia selalu bertasbih kepada Allah.28 Menurut Quraish Shihab ketika Nabi Yunus diselamatkan dan dikeluarkan dari perut ikan in disebabkan Nabi Yunus banyak dan mantap dalam mengingat dan menyucikan Allah. Karena ia selalu menyucikan Allah SWT maka setelah sekian lama dalam perut ikan, dan menurut riwayat ada yang mengatakan tiga hari atau sehari semalam ia dimuntahkan dari perut ikan hingga terdampar di daerah yang tandus.29 Kata musabbihîn mengandung makna kemantapan dalam bertasbih. Sementara ulama berpendapat bahwa ia melakukannya sebelum, sewaktu, dan
27
Al-ghazali, Mempertajam Mata Hati, h. 144 Hamka, Tafsir al-Azhar, juz 23, h. 164 29 Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, juz 12, h. 82 28
69
setelah keluar dari perut ikan. Tetapi yang lebih ditekankan adalah Nabi Yunus bertasbih dengan mantap ini terjadi dalam perut ikan.30 Ayat di atas menjelaskan bahwa Nabi Yunus optimis terhadap pertolongan Allah. Yaitu dibuktikan dengan Nabi Yunus banyak mengingat Allah dengan membaca tasbih dan berharap datangnya pertolongan Allah. Optimis dalam bahasa arab disebut juga dengan Raja’, ialah harapan yang pasti dan sempurna kepada Allah serta rahmat-Nya. Sebab munculnya raja’ adalah berprasangka baik kepada Allah. Sedangkan pesimis adalah lawan dari optimis, yaitu cara memandang dunia ini dengan penuh kebencian dan kedengkian. Seorang yang pesimis tidak memiliki cita, tidak punya asa. Dia menyangka malam akan abadi, kefakiran akan lestari, kelaparan tak akan henti, di dalam pikirannya adalah kematian, penyakit, kebinasaan, kegagalan, kehancuran dan kejutan.31 Di dalam tinjauan psikologi, optimis dianggap sangat berharga untuk kehidupan seseorang. Sebab sikap optimis memberikan energi dan menggali potensi yang ada pada diri seseorang, dan dapat meningkatkan kesadaran akan adanya kesempatan. Optimis menunjukkan kekuatan cahaya pada sisi kegelapan dari diri kita. Optimis dapat mengungkapkan sesuatu yang ada di balik kegelapan tersebut. Seseorang yang berpikir positif akan menafsirkan sebuah peristiwa dari segi harapan. Menemukan manfaat dan solusi kreatif dari hal yang terlihat pesimis.32 Berbeda dengan sikap pesimis. Pesimis akan membawa pikiran negatif yang menguras energi yang ada pada siri seseorang dan pada orang-orang di 30
Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, juz 12, h. 82 Mahmud al-mishri, Lâ Tahzan For Trouble Solutions, penerjemah: Denis Arifandi, (Solo: Pustaka Arafah, 2009), h.548 32 Price Pritchett, Hard Optimis,(New York: Library of Congress Catalogging in Publication Data, 2007),h. 10 31
70
sekitar. Pesimis akan melemahkan rasa percaya diri. Memperburuk kreatifitas dan kemampuan memecahkan masalah. Seseorang akan fokus terhadap kendala yang ada dan mengganggu kemampuan untuk melihat peluang. Optimis dapat dipelajari, dipraktikan, dan dikembangkan seperti keterampilan lainnya. Seseorang bisa secara sadar membentuk aktivitas mental untuk dapat optimis. Berpikir positif sangat dipentingkan, yaitu dengan mengelola cara berfikir dan menjelaskan situasi untuk diri kita sendiri, terlebih ketika kita mengalami kesulitan, menghadapi ketidakpastian, atau kerugian. Dan juga mengelola dan menjelaskan ketika kita menghadapi peluang dan kesuksesan.33 Optimis merupakan kedisiplinan cara berpikir dengan hati-hati tentang kehidupan apapun yang akan dihadapkan pada kita. Optimis fokus terhadap kebaikan dari hal-hal yang buruk, menekankan peluang bukanlah hambatan. Menjelaskan peristiwa untuk diri kita sendiri dengan cara meningkatkan kualitas diri kita. Optimis atau pesimis itu pilihan yang akhirnya dikembalikan kepada diri masing-masing. Sebab dirinya adalah pemegang kendali sikapnya. Masingmasing dari seseorang adalah insinyur kehidupan emosional dirinya, arsitek kebahagiaan dirinya sendiri. Semua itu ditentukan dengan bagaimana cara memutuskan sesuatu, mengartikan sebuah peristiwa, dan menafsirkan suatu keadaan. manusia hidup dari berbagai pengalaman yang selalu berubah-ubah. Terkadang baik atau buruk. Tetapi semua itu tidak terlepas dari cara penanganan seseorang dalam kehidupannya. Optimis adalah psikologis yang tidak ternilai yang dapat membantu kita untuk sukses.34 33
Price Pritchett, Hard Optimis, h. 11 Price Pritchett, Hard Optimis, h. 18
34
71
Beberapa penelitian mengatakan bahwa sikap optimis yang ada pada seseorang 25% diwarisi oleh orang tua biologisnya yang terdapat dalam DNA. Sisanya dikembangkan dan dibentuk oleh diri kita sendiri dari waktu ke waktu. Ditambah dengan naik turunnya sebuah kehidupan.35 Sedangkan untuk menjadi optimis atauraja’ dianjurkan untuk mengetahui keluasan rahmat, mengimani keluasan karunia, kesempurnaan asma’ dan sifat. Hamba yang memiliki makrifat dan mengimani keluasan rahmat dan nikmat Allah, akan memperoleh kondisi raja’. Kemudian akan menyeru dan mengajak kepada penjernihan amal perbuatan dan penyucian akhlak serta bersungguhsungguh dalam menaati perintah Allah.36 Para ahli raja’ tidak diam berpangku tangan, bahkan kesungguhan mereka lebih dari yang lain. Dan sandaran mereka bukan pada amal yang telah dilakukan, tetapi mereka hanya bersandar kepada Allah. Ahli raja’ adalah seperti petani yang konsisten dengan pekerjaannya. Ia ditaburkan benih kemudian merawatnya, tetapi untuk masalah pertumbuhan dan perkembangannya ia serahkan kepada Allah, dan pembuahannya adalah akibat dari Allah dan kuasa-Nya. Ciri-ciri orang ahli raja’ adalah di dunia mereka selalu bertawakal kepada Allah, mereka tidak menghindar dari melaksanakan tugas dan pengabdian, bahkan mereka mendorong pada pengamalan dan mencegah mereka dari penentang.37 Keimanan seorang muslim akan terlihat nyata ketika ada bencana. Dia selalu berdoa dan tidak berputus asa. Karena mengetahui bahwa Allah lebih tahu kemaslahatannya maka ia hanya bersabar dan beriman. 35
Price Pritchett, Hard Optimis, h. 19 Imam Khomeini, Insan Ilahiah, Penerjemah: M. Ilyas, (Jakarta: Pustaka Zahra, 2004),
36
h. 147 37
Imam Khomeini, Insan Ilahiah, Penerjemah: M. Ilyas, h. 149
72
Dijelaskan dalam firman Allah SWT surat al-Baqarah ayat 214:
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. 3. Taubat dari kesalahan yang diperbuat Pelajaran lain yang dapat diambil dari kisah Nabi Yunus adalah taubat dari kesalahan yang telah diperbuat. Nabi Yunus menyesal dan bertaubat atas apa yang telah ia perbuat, ia berdoa dan memohon ampun kepada Allah, seperti yang dijelaskan dalam firman Allah yaitu pada potongan QS. Al-Anbiyâ‟ ayat 87:
Artinya: Maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, Sesungguhnya Aku adalah termasuk orang-orang yang zalim Nabi Yunus menyeru dan memohon ampun serta berdoa, bahwa tidak ada Tuhan yang Maha Kuasa mengendalikan alam raya lagi berhak disembah selain Allah. Maha Suci Allah dari segala kekurangan. Sesungguhnya Aku (Yunus) termasuk orang-orang yang zalim karena meninggalkan kaumku tanpa seizin-Mu.
73
Maka selamatkanlah aku (Yunus) dari kesulitan yang sedang kuhadapi. Kemudian permohonannya diperkenankan oleh Allah.38 Ketika seorang manusia terjerumus ke dalam kemaksiatan, maka hendaknya dianjurkan untuk segera bertaubat, jangan sampai terus berada dalam kemaksiatan karena putus asa dari rahmat Allah adalah disebut kafir. Adapun seorang mukmin yang baik dia segera kembali ke jalan Allah dan bertaubat pada Allah. Rahmat Allah sangat luas, meliputi rahmat kepada orang-orang yang bertaubat. Allah menyeru mereka agar memiliki harapan, asa, dan keyakinan terhadap ampunan Allah.39 Menurut Hamka bahwa Nabi Yunus menyeru dalam keadaan gelap namun jiwanya yang telah dipenuhi dengan keimanan tetap terang dan tidak kehilangan akal. Dalam keadaan yang seperti ini ia tetap ingat kepada Tuhan. Dan ia pun ingat tentang kesalahan dirinya. Kemudian ia bertasbih, dengan ucapan tasbihnya itu terkandunglah keikhlasan, penyerahan diri dan pengakuan kesalahan. Walaupun mungkin kesalahan itu dianggap kecil sebelumnya, namun melihat peringatan Allah kepada Nabi Yunus maka bahwa bagi seorang Nabi kesalahan seperti itu adalah tidak layak. Karena di dalam melakukan dakwah seorang Nabi tidak boleh cepat marah.40 Para sufi menjelaskan ada tiga jenis taubat, pertama, taubat masa sekarang yang berarti manusia harus menyesali dosa-dosanya. Kedua, taubat masa lalu yang mengingatkan manusia atas keharusan memenuhi hak orang lain. Jika seseorang telah mencela orang lain maka dia harus meminta maaf kepada orang
38
Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, juz 8, h. 498 Mahmud al-mishri, Lâ Tahzan For Trouble Solutions, penerjemah: Denis Arifandi, (Solo: Pustaka Arafah, 2009), h.770 40 Hamka, Tafsir al-Azhar, juz 17, h. 104 39
74
tersebut. Jika seseorang telah melakukan perbuatan zina, maka dia harus memohon ampun kepada Allah. Ketiga, taubat masa depan yang berarti bahwa orang harus memutuskan untuk tidak berbuat dosa lagi. Yang terpenting dari taubat adalah bahwa ia tidak berarti tenggelam dalam penyesalan, meratapi atau merendahkan diri sendiri. Orang yang hanya memikirkan masa lalu akan terempas ke masa lalu melalui langkah mundur.41Para sufi menekankan bahwa tidak perlu berputusasa karena dosa-dosa yang sudah diperbuat. Semuanya itu dapat memulai dari awal lagi. Namun ketulusan dan keteguhan hati merupakan syarat utama.42 Kaum sufi memandang taubat sebagai upaya positif untuk berpaling dari dosa dan megarahkan pandangan hanya pada Allah. Cara yang ditempuh kaum sufi dalam bertaubat adalah menngerahkan kemauan untuk berdzikir, berdzikir yang tekun dan bersungguh-sungguh.43 Taubat merupakan pintu pertama yang harus dilewati untuk seseorang mencapai puncak makrifat. Tahapan ini adalah merupakan perubahan dan pertanda kehidupan baru, karena taubat sebagai batas antara kehidupan yang gelap dengan terang. Taubat mengandung makna „kembali‟. Jika seseorang bertaubat maka ia berniat kembali kepada fitrahnya semula, atau seseorang bertaubat berarti kembali ke jalan yang benar setelah berada pada jalan kehidupan yang salah.44 Setiap hamba Allah wajib untuk bertaubat atas dosanya. Orang yang mau bertaubat maka ia akan beruntung. Seperti dalam Firman Allah QS. Al-Nur ayat 31:
41
Seyyed Hossein Nasr, Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam, (Bandung: Mizan Media Utama, 2003), h. 401 42 Seyyed Hossein Nasr, Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam, h. 402 43 Seyyed Hossein Nasr, Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam, h. 403 44 Al-ghazali, Mempertajam Mata Hati, (Mittrapress, 2007), h. 14
75
Artinya: Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung Syarat yang pertama dalam bertaubat adalah seseorang menyesal dari dosa masa lalu, kemudian dari penyesalan timbul niat atau tekad yang kuat. Sedangkan penyesalan itu tidak akan muncul jika ia tidak menyadari kesalahannya. Jika ia menyadari masa lalu telah berbuat jahat, maka baru kan muncul niat atau tekad tersebut. Tanda-tanda orang menyesal adalah suka merenung, suka berpikir, menyendiri, menangis. Oleh karena itu perbuatan dosa memang menyenangkan, tetapi tidak berlangsung lama. Yang tersisa dari perbuatan jahat adalah penderitaan jiwa, penderitaan jiwa yang tidak bisa berakhir kecuali dengan bertaubat.45 Setelah menyadari kessalahan di masa lalu, maka harus ada niat untuk meninggalkannya. Salah satu langkahnya yaitu dengan menjauhi kebiasaankebiasaan buruk yang bisa menimbulkan dosa tersebut. Setelah itu seseorang harus berpindah dari pergaulan yang merusak dan penuh maksiat. Kemudian setelah itu seseorang harus menanamkan niat atau tekad yang kuat untuk tetap berada pada jalan yang benar dan di masa-masa yang akan datang.46 Taubat yang disebutkan diatas adalah taubat kaum awwam atau taubat pada tingakatan pertama. Pada tingkatan yang berikutnya atau tingkatan kedua, taubat bermakna kembali dari jalan yang baik menuju ke jalan yang lebih baik. Tingkatan ini biasa disebut inabah. Pada tingkat pertama dan kedua baru dalam
45
Al-ghazali, Mempertajam Mata Hati, h. 16 Al-ghazali, Mempertajam Mata Hati, h. 18
46
76
rangka melawan hawa nafsu. Sedangkan pada tingkatan ketiga disebut aubah, yang berarti kembali yang terbaik menuju Allah. Atau disebut juga taubat alRasul karena biasa dilakukan oleh para rasul. Pada tingkat ketiga ini seseorang dimotivasi bukan karena apa pun (tidak karena takut neraka atau mengharap surga), tetapi karena kecintaan dan kepatuhan kepada Allah semata.47
47
Al-ghazali, Mempertajam Mata Hati, h. 20
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pada bab-bab sebelumnya maka penulis menyimpulkan bahwa kisah Nabi Yunus mempunyai pesan moral yang tinggi, khususnya mengenai kesabaran, optimis terhadap pertolongan Allah dan perlunya bertaubat atas perbuatan yang telah dilakukan. Pesan moral tentang kesabaran ini dilihat dalam QS. al-Qalam ayat 48. Pesan sabar itu ditunjukkan untuk Nabi Muhammad yang diperintahkan untuk bersabar terhadap ketetapan Tuhan antara lain menyangkut beban melaksanakan dakwah. Artinya jangan cepat marah, dan bersedih terhadap tindakan kaum Nabi Muhammad, karena apa yang ia alami juga dialami oleh Nabi-nabi sebelumnya termasuk juga Nabi Yunus. Sedangkan pesan optimisme terhadap pertolongan Allah ini tergambar pada QS. as-Sâffât ayat 143. Nabi Yunus banyak bertasbih, mengingat Allah dan berdoa kepada Allah. Hal itu terlihat bahwa Nabi Yunus berharap akan pertolongan Allah. Karena sikap optimisnya itu Allah mengabulkan doanya, dan ia dikeluarkan dari perut ikan. Al-Qur’an telah memberikan gambaran melalui kisah Nabi Yunus bahwa untuk dapat berhasil dalam berdakwah diperlukan sikap sabar dan optimis terhadap pertolongan Allah. Sikap tersebut bukan hanya harus dilakukan dalam menjalankan dakwah, tetapi juga dalam hal lainya. Seperti halnya ketika dalam proses menggapai cita-cita atau sesuatu yang diinginkan.
77
78
Pesan perlunya taubat dari kesalahan yang telah diperbuat ini tergambar dalam QS. al-Anbiyâ’ ayat 87. Nabi Yunus menyeru dan memohon ampun serta berdoa, bahwa tidak ada Tuhan yang Maha Kuasa mengendalikan alam raya lagi berhak disembah selain Allah. Ia menyesal dan menganggap dirinya adalah orang yang zalim karena telah meninggalkan kaumnya tanpa seizin Allah. Kemudian Allah mengampuni Yunus karena ia sudah bertaubat. Manusia wajib taubat dari kesalahan yang telah diperbuat, karena manusia tidak terlepas dari dosa, dan ketika manusia berada di jalan yang salah maka diwajibkan untuk segera bertaubat, meskipun dosa yang telah diperbuat adalah dosa besar. Sebab Allah SWT maha pengampun atas dosa-dosa hamba-Nya. Dan Allah menyeru kepada manusia agar memiliki harapan, asa, dan keyakinan terhadap ampunan Allah. Nabi Yunus mengakui atas kesalahan yang telah ia lakukan. Kesalahan tersebut disertai dengan pengakuan dan penyesalan, tetapi tidak membuat tingkat kemuliaannya menurun, akan tetapi menjadikan ia lebih mulia di hadapan Allah SWT. B. Saran 1. Saran yang penting adalah aktualisasi dan aplikasi pesan-pesan moral dari kisah Nabi Yunus pada kehidupan sehari-hari. 2. Perlu mengembangkan kajian keilmuan untuk meneliti lebih jauh agar pemahaman tentang kisah Nabi Yunus dapat lebih baik dan mendalam. Sebab, penelitian ini merupakan pendahuluan. Banyak aspek yang belum dikaji secara mendalam, seperti kondisi atau kehidupan Nabi Yunus ketika berada di dalam perut ikan paus.
DAFTAR PUSTAKA Adam, Muchtar. Ma’rifat al-Rusul Jejak Cahaya Para Rusul. Bandung: Makrifat Media Utama, t.t. Ali, Atabik. dan Muhdlor, Ahmad Zuhdi. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia. Yogjakarta: Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak, 1996 Amir, Mafri. Literatur Tafsir Indonesia. Tangerang Selatan: Madzhab Ciputat, 2013 Anwar, Hamdani. Telaah Kritis Terhadap Tafsir al-Mishbah Karya Quraish Shihab. Dalam Mimbar Agama dan Budaya, vol XIX, No.2, 2002 Ansyah, Herdi. Nama Nabi dan Rasul yang Wajib Kita Ketahui di Dalam Islam. artikel ini diakses pada 14 Agustus 2014 dari: ilmuidirimu.blogspot.com/2013/09/25-nama-nabi-rasul-yang-wajibkita.html?m=0 al- Bajawi, Ali Muhammad. dkk., Untaian Kisah Dalam al-Qur’an. Jakarta: Darul Haq, 2007 Bisri, Adib dan Fatah, Munawwir A. Kamus al-Bisri. Surabaya: Pustaka Progressif, 1999 Bock, Wolfgang. Nabi Yunus. Yogjakarta: Kanisius, 2011 Buchori, Didin Saefuddin. Pedoman Memahami Kandungan al-Qur’an. Bogor: Granada Sarana Pustaka, 2005 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1998 El-Fikri, Syahruddin. Situs-situs Dalam al-Qur’an.Jakarta: Republika, 2010 Al-ghazali, Imam.Muakâsyafah Bandung: Husaini, 1996
al-Qulub.
Penerjemah
Achmad
Sunarto.
Hamka. Tafsir al-Azhar. Jakarta: PT Pustaka Panjimas, 1984 Hamid, Syamsul Rijal. Kisah Kesabaran Para Nabi & Rasul. Jakarta: Penebar Salam, 1999 Hanafi, A. Segi-segi Kesusastraan Pada Kisah-kisah al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Alhusna,1984 Hijazi, Muhammad Mahmud. Al-Wahdah al-Maudû’iyyah fî al-Qur’an al-Karîm. Penerjemah. Abdul Hayyie al-Kattani & Sutrisno Hadi. Jakarta: Gema Insani, 2010 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Badan Litbang & Diklat Kementrian Agama RI, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Hewan Dalam
79
80
Perspektif al-Qur’an dan Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf alQur’an, 2012 Khalafullah, Muhammad A. al-Fann al-Qashashî fî al-Qur’an al-Karîm. Penerjemah Zuhairi Misrawi dan Anis Maftukhin. Jakarta: Paramadina, 2002 al-Khomeini, Imam. Insan Ilahiah. Penerjemah M. Ilyas. Jakarta: Pustaka Zahra, 2004 Kramer, A.Th. Tafsiran Alkitab: Kitab Yunus. PT. BPK Gunung Mulia Mawla, Muhammad Ahmad Jadul. dkk Qasas al-Qur’an. Penerjemah Abdurrahmah Assegaf, Jakarta: Zaman, 2009 al-mishri, Mahmud. Lâ Tahzan For Trouble Solutions. Penerjemah Denis Arifandi Solo: Pustaka Arafah, 2009 al-Munajjid, Muhammad Shalih. Salsah A’mâl al-Qulûb. Penerjemah. Saat Mubarak dan Nur Kosim. Jakarta: Cakrawala Publishing, 2006 Nasr, Seyyed Hossein. Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam. Bandung: Mizan Media Utama, 2003 Pritchett, Price.Hard Optimis. New York: Library of Congress Catalogging in Publication Data, 2007 Al-Qattan, Manna’ Khalil. Mabahis fî Ulum al-Qur’an. Penerjemah. Muzakir As. Jakarta: Pustaka Litera Antar Nusa, 1998 Al- Qurthubi, al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’an. penerjemah Amir Hamzah. Jakarta: Pustaka Azzam, 2008 Al- Qutb,Sayyid. Fî Zilâl al-Qur’an.Bairut: Dar al-Syuruq,1971, jilid 13 Rauf,Abdul.Tafsir al-Azhar Dimensi Tafawuf Hamka.Kuala Selanggor: Piagam Intan SDN. BHD, 2013 Ridâ, Rasyid. Tafsir al-Manâr. Bairut: Dar al-Ma’rifah, t.t jilid. 11 Sahabuddin, ed. Ensiklopedi al-Qur’an : Kajian Kosakata. Jakarta: Lentera Hati, 2007 Ash Shabuniy, Muhammad Ali. Dkk. al-Nubuwwah wa al- Anbiyâ’. Penerjemah Arifin Jamian Maun. Yogjakarta: PT Bina Ilmu, 1993 ash-Shabuny,Muhammad Ali.Safwat al-Tafâsîr, Penerjemah: Yasin, (Jakarta: Pustaka al- Kautsar, 2001), jilid. 5, h. 435 Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Mishbâh. Jakarta: Lentera Hati, 2002 ________. Quraish. Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhi’i atas Pelbagai Persoalan Umat. Bandung: Mizan, 2001
81
________. Membumikan al-Qur’an. Bandung: Mizan, 1992 Sudarsono. Kamus Filsafat dan Psikologi. Jakarta: Rineka Cipta, 1993 Sya’bani, Hilmi Ali. Silsilah Qasasal-Anbiyâ’: Yûnus ‘Alaih al-Salâm. Beirut: Dar al-Kutub Ilmiyah, t.t. Syibromalisi, Faizah Ali. dan Azizy, Jauhar. Membahas Kitab Tafsir KlasikModren. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011 Al-Syinqiti, Muhammad al-Amin.Adwa’ al-Bayân fî Idâh al-Qur’an bi al-Qur’an. Qahrah: Maktabah Ibnu Taimiyah, 1988 al-Tharawanah, Sulaiman. Rahasia Pilihan Kata dalam al-Qur’an. Jakarta: Qisthi Press, 2004 al-Udhaidan, Salwa. Jangan Putus Asa. Bekasi: Daun Publishing, 2012 Yatim, Wildan. Kamus Biologi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003 Yusuf, M. Yunan. Corak Pemikiran Tafsir al-Azhar. Jakarta: Penamadani, 2004