PERWUJUDAN ASAS AL MUSAWAH DALAM AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA PERbankAN SYARI’AH Wicaksana Wahyu Prasetya PDAM Kota Malang Email:
[email protected]
Abstract Murabahah Covenant is a product issued by banks that use Sharia principles in their operations, which in a short span of time to become a popular public financing products. This paper aims to identifying, describing and analyzing the realization of the Al Musawah principle of Murabahah financing in Islamic banking, this study uses the approach Normative Approach and Conceptual approach. Murabahah is a sale and purchase of goods at home with the added advantage that agreed between the bank and the customer. In Murabahah, the seller said the purchase price of the goods to the buyer, then hinted he would return in a certain amount. The results showed that of the seven groups of clauses in which there are rights and obligations of both sides, there are two groups that do not comply with the principle (Al Musawah): the group of clause about Total Financing, Financing Forms, Purpose Financing and Financing Deadline, in the article about the amount of financing should include negotiation process between the two sides, and the deadline to enter is clearly a limit in the form of range (minimum-maximum) and the clause on Affirmative Covenant containing the accumulation of customer obligations, should include penalties on arrears should be based agreement of the parties and specified in the financing agreement. Key words: financing contract, al musawah, Murabahah
Abstrak Akad Pembiayaan Murabahah merupakan produk yang dikeluarkan oleh bank yang menggunakan prinsip Syari’ah dalam operasionalnya, yang dalam kurun waktu singkat mampu menjadi produk pembiayaan yang digemari masyarakat. Tulisan ini bertujuan untuk melakukan identifikasi, mendeskripsikan dan analisis perwujudan asas Al Musawah dalam Akad pembiayaan Murabahah di perbankan Syari’ah. Tulisan ini dibuat berdasarkan hasil penelitian normatif yang menggunakan pendekatan Statute Approach dan Conceptual Approach. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari tujuh kelompok klausul yang di dalamnya terdapat hak dan kewajiban dari kedua belah pihak, terdapat dua kelompok yang tidak sesuai dengan asas (Al Musawah): yaitu kelompok klausul tentang jumlah pembiayaan, bentuk pembiayaan, tujuan pembiayaan dan batas waktu pembiayaan, di dalam Pasal tentang jumlah pembiayaan seharusnya mencantumkan proses negoisasi antara kedua belah pihak, dan dalam batas waktu memasukkan secara jelas batas dalam bentuk rentang (minimal-maksimal) dan kelompok klausul tentang Affirmative Covenant yang berisi akumulasi kewajiban nasabah, seharusnya mencantumkan tentang denda tunggakan harus berdasar kesepakatan kedua belah pihak dan tercantum dalam akad pembiayaan. Kata kunci: akad pembiayaan, al musawah, Murabahah 360
ARENA HUKUM Volume 6, Nomor 3, Desember 2013, Halaman 290-452
361
Latar Belakang
disepakati antara pihak bank dan nasabah. lembaga
Dalam Murabahah, penjual menyebutkan
keuangan yang usaha pokoknya memberikan
harga pembelian barang kepada pembeli,
kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas
kemudian ia mengisyaratkan akan laba dalam
pembayaran serta peredaran uang yang
jumlah tertentu. Pada perjanjian Murabahah,
beroperasi
prinsip-
bank membiayai pembelian barang yang
prinsip syari’ah. Walaupun Bank Syari’ah
dibutuhkan oleh nasabahnya dari pemasok,
merupakan lembaga keuangan yang relatif
dan kemudian menjualnya kepada nasabah
baru
namun
dengan harga yang ditambah keuntungan atau
cukup
di mark up. Transaksi Murabahah merupakan
signifikan pada lima tahun terakhir. Sebagian
pembiayaan mayoritas dari total penyaluran
bank-bank konvensional di Indonesia, ada
dana Bank Syari’ah, hingga ada kesan
Bank Syari’ahnya, contohnya: BNI Syari’ah,
bahwa semua transaksi penyaluran dana
Syari’ah Mandiri, dan lain-lain.
“diMurabahahkan”. Namun, ada kalanya
Bank
syari’ah
disesuaikan
dalam
mengalami
merupakan
dunia
dengan
perbankan,
perkembangan
yang
semula
Bank Syari’ah tidak mau repot dengan langkah-
memang banyak diragukan, karena (a) banyak
langkah pembelian barang (berposisi sebagai
yang menganggap bahwa sistem perbankan
sebagai penjual), sehingga digunakanlah akad
bebas bunga (interest free) adalah suatu yang
wakalah untuk memberikan kuasa kepada
tidak lazim dan tidak mungkin dilakukan; (b)
nasabah untuk membeli barang tersebut.
adanya pertanyaan tentang bagaimana bank
Terhadap praktek ini, Majelis Ulama Indonesia
akan membiayai operasinya. Tetapi di lain
dalam fatwanya menetapkan bahwa jika bank
pihak, bank Islam adalah satu alternatif sistem
hendak mewakilkan kepada nasabah untuk
ekonomi Islam, yang dapat menentramkan
membeli barang dari pihak ketiga, maka akad
para penganut agama Islam, karena dapat
jual beli Murabahah harus dilakukan setelah
menjalankan kebutuhan mereka di dunia tanpa
barang secara prinsip menjadi milik bank.
Pembentukan
Bank
Syari’ah
melanggar aturan (syariat) yang ada dalam
Data
yang
ditampilkan
oleh
Bank
Al- Qur’an dan Hadits.1 Beberapa produk
Indonesia pada bulan September 2012 nampak
pembiayaan dari Bank Syari’ah yang sering
bahwa dari sisi jumlah banknya, terdapat
digunakan adalah Murabahah, Mudharabah
hanya 3 (tiga) bank umum syari’ah pada tahun
dan Musyarakah.
2006 menjadi 11 (sebelas) pada September
Murabahah adalah jual beli barang pada
2010, dengan jumlah kantor 249 pada tahun
harga asal dengan tambahan keuntungan yang
2006 menjadi 1650 pada September 2012.2
1 M. Luthfi Hamidi, Jejak-jejak Ekonomi Syariah, Senayan Abadi Publishing, Jakarta, 2003, hlm. 6. 2 Bagya Agung Prabowo, Aspek Hukum Pembiayaan Murabahah pada Perbankan Syariah, UII Press, Yogyakarta, 2012, hlm. 48-50.
Wicaksana Wahyu Prasetya, Perwujudan Asas Al...
362
pembiayaan
undang Hukum Perdata (disingkat KUHPer)
yang diberikan oleh Bank Umum Syari’ah
yang mengenal asas kebebasan berkontrak,
dan Unit Usaha Syari’ah mulai tahun 2006
asas personalitas, dan asas itikad baik; dalam
nampak terjadi trend kenaikan yang cukup
hukum adat mengenal asas terang, tunai dan
signifikan. Pada mudharabah dari 4.062
riil, maka dalam hukum Islam juga mengenal
milyar menjadi 11.359 milyar (naik 3 (tiga)
asas-asas hukum perjanjian:4
kali lipat); musyarakah
1. Al Hurriyah (kebebasan)
Adapun
tentang
komposisi
dari 2.335 milyar
menjadi 24.481 milyar (naik 10 (sepuluh kali
2. Al Musawah (persamaan atau kesetaraan)
lipat); Murabahah dari 12.624 milyar menjadi
3. Al ‘Adalah (keadilan)
77.153 milyar (naik 6 (enam) kali lipat);
4. Ar Ridha (kerelaan)
salam kosong; istishna’ 337 milyar menjadi
5. Ash Shidiq (kebenaran dan kejujuran)
361 milyar; ijarah 836 milyar menjadi 6.054
6. Al Kitabah (tertulis)
milyar; (naik 7 (tujuh) kali lipat); qard 250
Di antara 6 (enam) asas-asas hukum
milyar menjadi 10.949 milyar (naik 44 (empat
perjanjian pada hukum Islam tersebut dalam
puluh empat) kali lipat); sampai September
hal akad Murabahah asas al musawah
2012.3; Kesimpulannya adalah kenaikan yang
demikian pentingnya, karena dari ke enam
lipatannya paling tinggi ada pada pembiayaan
asas tersebut al musawah merupakan awal
qard, tetapi dari jumlah uang yang diberikan
dari adanya asas-asas yang lain: ar ridha
dalam pembiayaan Murabahah yang tertinggi,
atau kerelaan, al hurriyah atau kebebasan
yaitu 77.153 milyar. Hal yang demikian itu
seseorang
dapat dimengerti, karena qard merupakan
pembuatan perjanjian, al ‘adalah atau adanya
pembiayaan yang tanpa imbalan, tapi pasti
keadilan serta as shidiq atau kebenaran dan
jumlah pinjamannya tidak besar dan tentu
kejujuran.
saja ini digemari oleh peminjam. Dengan
Asas
untuk
membuat
Musawah
dalam
menyetujui
akad
atau
demikian akad Murabahah dari jumlah
perjanjian dapat diartikan sebagai persamaan
pemberian biayanya paling menarik untuk
atau kesetaraan, dalam hukum kontrak
diteliti, apakah dengan jumlah pembiayaan
menggunakan istilah keseimbangan. Asas ini
yang tinggi tersebut akad Murabahah ini
merupakan pelaksanaan dari prinsip itikad
sudah menerapkan asas-asas dalam prinsip
baik, prinsip transaksi yang dilandasi oleh
syari’ah yang terdapat pada klausul-klausul
kejujuran dalam menentukan sesuatu hal,
akad maupun kesepakatan pada prosedur
termasuk di dalamnya dalam hal menentukan
pemberian pembiayaannya.
“margin keuntungan” karena nantinya akan
Bagya Agung Prabowo mengemukakan
berakibat dalam penentuan margin pada
tentang asas-asas akad Murabahah, seperti
dasarnya ada perbedaan dalam angsuran
hukum perjanjian dalam Kitab Undang-
antara 2 (dua) tahun dengan angsuran dengan
3 Bank Indonesia, Statistik Perbankan Syariah,Jakarta, September 2012, hlm. 18. 4 Op. Cit.,hlm. 53.
363
ARENA HUKUM Volume 6, Nomor 3, Desember 2013, Halaman 290-452
jangka waktu lebih dari 2 (dua) tahun (yang
cara yang lain. Kalau ada calon nasabah yang
terjadi adalah pembayaran angsuran lebih
berminat, maka bisa meminta informasi lebih
besar dari pada yang seharusnya).
detail kepada bagian pemasaran pihak penjual
Ruang lingkup dan daya kerja asas proporsionalitas
tampak
dominan
dan atau costumer service Bank Syari’ah.
pada kontrak komersial. Dengan asumsi
Kemudian calon nasabah diwajibkan untuk
dasar bahwa karakter kontrak komersial
mengisi application-form yang telah tersedia;
menempatkan
pada
setelah disepakati margin keuntungannya,
kesetaraan, maka tujuan para pihak yang
ditandatanganilah akad Murabahah yang
berkontrak (disebut juga para “kontraktan”)
disediakan juga oleh pihak Bank Syari’ah.
yang berorientasi pada keuntungan bisnis
Jadi semua form telah tersedia, walaupun
akan terwujud, apabila terdapat pertukaran
form tersebut ada bagian yang kosong yang
hak dan kewajiban yang fair (proporsional).
kemudian diisi oleh kedua pihak dari hasil
Asas proporsional tidak dilihat dari konteks
kesepakatan. Proses yang demikian itu
keseimbangan matematis, tetapi pada proses
merupakan pertanyaan yang penting dari akad
dan mekanisme pertukaran hak dan kewajiban
Murabahah ini, yaitu: apa bedanya dengan
yang berlangsung secara adil.5
prosedur kredit pembelian barang dari bank
posisi
lebih
barang yang nanti akan dibeli oleh pihak bank
para
pihak
Prosedur pemberian akad Murabahah
konvensional, benarkah pihak nasabah sebagai
dimulai dengan informasi yang diberikan
pembeli barang mendapatkan “keleluasaan”
oleh pihak Bank Syari’ah melalui brosur-
untuk “menentukan” margin keuntungannya
brosur yang ada disediakan secara gratis di
yang kemudian dituangkan dalam akad
kantor-kantor Bank Syari’ah setempat atau
Murabahah tersebut; apakah klausul-klausul
brosur yang dibuat oleh penjual barang,
dalam akad tersebut yang merupakan standar
para developer toko-toko yang menjual
kontrak akan mendukung janji tentang
barang yang dapat dibeli secara angsuran.
harga barang yang kemudian dibayar secara
Pada brosur tersebut dikemukakan bahwa
angsuran telah pula memenuhi asas-asas yang
konsumen
ada pada hukum perjanjian Islam khususnya
dapat
membeli
rumah
atau
barang tersebut dengan pembayaran secara
dalam perbankan syari’ah.
angsuran di Bank Syari’ah. Penawaran bisa
Pada dasarnya ada 2 (dua) pendapat
juga dilakukan oleh penjual barang dengan
tentang standar kontrak. Pendapat pertama
mendatangi kantor, perusahaan atau tempat-
adalah
tempat kerja lain yang membutuhkan alat
kontrak dibuat sepihak oleh pengusaha dan
elektronik, laptop misalnya atau berbagai
atau pemilik modal atau pemberi hutang
yang
memperbolehkan
standar
5 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian: Azas Proporsionalitas dalam Kontrak komersial, LBM,Yogyakarta,2008, hlm. 70.
Wicaksana Wahyu Prasetya, Perwujudan Asas Al...
364
(creditor) dengan alasan: mereka membuat
undangan digunakan untuk mengkaji semua
standar kontrak sedemikian rupa, supaya
peraturan perundang-undangan yang berlaku
dapat melindungi kepentingan mereka, yaitu
dan terkait dengan pemberian pembiayaan
modalnya pasti kembali dan mereka mendapat
pada perbankan syari’ah pada umumnya
pembagian keuntungan, asal standar kontrak
dan akad Murabahah khususnya, untuk
tersebut tidak bertentangan dengan peraturan
mengevaluasi apakah terdapat kesesuaian
perundang-undang yang berlaku. Adapun
antara peraturan perundang-udangan yang
perundang-undangan yang dimaksud dalam
terkait dengan asas al musawah yang terdapat
hal ini adalah Undang-undang Nomor 8
dalam prinsip syari’ah. Sedangkan pendekatan
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
konsep digunakan dalam upaya menganalisis
Jadi nasabah akad Murabahah merupakan
dan mengkaji konsep adanya asas al musawah
salah satu dari konsumen sebagaimana yang
dalam standar-standar kontrak dari perbankan
dimaksud dalam undang-undang tersebut.
syari’ah yang ditentukan.
Sedangkan pendapat kedua, yaitu pihak yang
Bahan hukum primer, sekunder dan
tidak memperbolehkan, lebih pada alasan
tersier digunakan dan menggunakan teknik
bahwa pembuatan standar kontrak oleh satu
interpretasi
pihak saja, pasti akan “menguntungkan”
Bahan hukum berwujud kata, frase, kalimat,
pihak yang membuatnya dan di sisi lain
proposisi, dalil dan prinsip; juga di analisis
akan “memberatkan” bagi pihak nasabah
dengan studi dokumen yang menggunakan
atau penerima modal (debitor). Oleh karena
teknik analisis isi, yang kemudian untuk
itu, kesepakatannya merupakan kesepakatan
mencari hubungan logis antar bahan hukum
yang terbatas. Nasabah atau penerima modal
tersebut; yang kemudian diharapkan akan
terbatas pilihannya, menerima modal atau
memperoleh kejelasan adanya penerapan
dalam hal Murabahah membeli rumah
asas al musawah dalam standar kontrak dari
melalui Bank Syari’ah, berarti menerima
pemberian pembiayaan dengan menggunakan
semua syarat yang ada dalam standar kontrak
akad Murabahah pada perbankan syari’ah
yang tersedia.6 Oleh karena itu penting untuk
yang telah ditentukan.
mengkaji tentang apakah asas al Musawah telah diwujudkan dalam akad pembiayaan Murabahah dalam Perbankan Syari’ah. Penelitian ini merupakan normatif yang menggunakan pendekatan statute approach dan conceptual approach. Pendekatan perundang-
restriktif
dalam
analisisnya.
Pembahasan a. Analisis
Perwujudan Asas Al
Musawah Klausul
Dalam Akad
Kelompok Pembiayaan
Murabahah
6 Adrian Sutedi, Perbankan Syariah: Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum, Ghalia Indonesia, Bogor, 2009,hlm. 177.
ARENA HUKUM Volume 6, Nomor 3, Desember 2013, Halaman 290-452
365
Dalam perbankan Syari’ah yang harus
dari kedua belah pihak Bank sebagai
dipahami sebelumnya bahwa Bank yang
Penjual (Ba’i) dan Nasabah sebagai Pembeli
dalam operasionalnya menggunakan prinsip
(Musytari). Jangan sampai dalam suatu Akad
syari’ah, tunduk pada dua aturan yang di
yang dibuat tersebut merugikan salah satu
dalamnya memberikan batasan-batasan terkait
pihak, karena akad atau perjanjian tersebut
operasional bank tersebut. Bank Syari’ah
menjadi Undang-undang bagi mereka yang
tunduk pada peraturan Hukum Positif yang
membuatnya seperti yang tercantum dalam
berlaku di Indonesia dan Hukum Islam sesuai
KUHPerdata Pasal 1338. Umumnya yang
dengan Al Quran dan Al Hadits. Harapan
dilakukan dalam perbankan Syari’ah adalah
dengan tetap diaturnya tentang perbankan
membuat suatu bentuk perjanjian/Akad yang
syari’ah ini sendiri dalam dua peraturan
telah dibakukan isinya (boilerplate) atau
hukum adalah sebagai bentuk fungsi dari
Standar kontrak. Hal ini sering menyebabkan
negara hukum yang dalam segala perbuatan
perjanjian
selalu
atau
kepentingan dan melindungi bagi salah satu
peraturan yang berlaku demi keadilan. Hal
pihak saja, sedangkan bagi pihak yang lain
ini menjadi bentuk kewenangan dari negara
akan memberatkan.
didasarkan
pada
ketentuan
tersebut
menjadi
memenuhi
sebagai penguasa dalam mengatur segala hal
Sebenarnya ketentuan dalam pembuatan
yang terkait dengan lalu lintas keuangan dan
perjanjian baku ini dilakukan oleh pihak
demi kepastian hukum bagi para pihak yang
Perbankan
Syari’ah
terkait di dalamnya.
efektivitas
karena
Hal lain yang juga terkait erat dengan perbankan
syari’ah
adalah
penting
permintaan produk
dikarenakan untuk
pembiayaan
Murabahah
memenuhi
terutama
yang
untuk
tinggi
dalam dari
tanggungjawab dari berbagai pihak dengan
masyarakat. Namun tentunya hal ini tidak
menjunjung tinggi hukum yang berkeadilan
boleh mengidahkan dari ketentuan mengenai
bagi semua pihak. Untuk tercapainya bentuk
kesepakatan yang harus seimbang dari
keadilan dan keseimbangan dalam hal lalu
kedua belah pihak. Di dalam ketentuan Etika
lintas perbankan syari’ah khususnya dalam
Bisnis Islam perjanjian yang dibuat secara
bentuk pembiayaan jual beli (Murabahah),
baku ini diperbolehkan hanya dengan tidak
maka sangat penting dalam sebuah perjanjian
melanggar ketentuan yang berlaku, tidak
atau dalam istilah yang digunakan perbankan
merugikan bagi kedua belah pihak yang
Syari’ah sebagai Akad dipenuhinya unsur-
mengadakan perjanjian dan selama membawa
unsur yang seimbang dalam proses pembuatan
manfaat
dan isi dari klausul di dalam Akad tersebut.
Hal ini lebih ditegaskan lagi dalam bentuk
Keseimbangan di sini dapat mempunyai arti
pembuatan peraturan yang melindungi bagi
sebagai keseimbangan hak dan kewajiban
pihak nasabah sebagai konsumen, hal ini
bagi
kemaslahatan
masyarakat.
Wicaksana Wahyu Prasetya, Perwujudan Asas Al...
sebagai bentuk perwujudan fungsi negara dalam
kewenangannya
untuk
membuat
peraturan yang melindungi secara hukum
dari Bank BNI Syari’ah yang menyebutkan: Bahwa para pihak menjelaskan bahwa
Penerima
pembiayaan
bagi masyarakat. Secara jelas peraturan ini
membutuhkan sejumlah dana untuk
tercantum dalam Undang-undang Nomor 8
pembelian ...., dan berdasar surat
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
no.…...tanggal..........menyetujui
yang secara khusus dalam Pasal 18 mengatur
pembiayaan
tentang klasula baku yang diperbolehkan
Murabahah
dengan
pembiayaan
syarat-syarat
yang
tidak
boleh
dilanggar oleh pihak produsen dalam hal ini pihak bank sebagai Penjual.
366
Pada
Bank
dengan kepada Syari’ah
prinsip penerima Mandiri
juga
disebutkan bahwa nasabah telah mengajukan
Untuk melihat bentuk perwujudan dari
permohonan fasilitas pembiayaan kepada bank
asas keseimbangan atau kesetaraan yang
untuk membeli barang, dan bank menyetujui.
dalam asas perjanjian sesuai Islam disebut
Seperti yang disebutkan dalam akad Bank
dengan Al-Musawah, maka diperlukan bentuk
Syari’ah Mandiri sebagai berikut:
analisis terhadap kelompok klausul yang di
Bahwa
dalamnya terdapat hak dan kewajiban dari
mengajukan permohonan fasilitas
kedua belah pihak dalam Akad Pembiayaan
pembiayaan kepada bank untuk
Murabahah.
membeli barang ............sebagaimana
b. Analisis
Perwujudan Asas
Musawah
Dalam
Klausul
Representation
Al
Kelompok And
Warranties Dalam
Klusula
pihak
nasabah
telah
didefinisikan dalam akad ini, dan selanjutnya bank menyetujui........ pembiayaan
sesuai
Murabahah
dengan ketentuan dan syarat-syarat yang berlaku dalam akad ini.
Reprensentation
and
Berdasarkan surat permohonan yang
Warranties ini terkait erat dengan fakta yang
dibuat oleh pihak calon nasabah untuk
ada bagi nasabah. Mengenai status hukum,
memohon pembiayaan, bersamaan dengan
keadaan keuangan dan lain-lain yang menjadi
pengisian
form
dasar bagi pihak bank untuk melakukan analisis
dalamnya
juga
terhadap pengajuan permohonan pembiayaan
identitas dari calon nasabah dan persyaratan
yang diajukan oleh nasabah. Adapun pada
pengajuan. Jadi pengajuan permohonan yang
akad BNI Syari’ah hanya menjelaskan
dibuat oleh nasabah di sini menjadi dasar bagi
bahwa penerima pembiayaan membutuhkan
pihak Bank untuk melakukan Appraisal dan
sejumlah dana untuk pembelian suatu barang
analisis terhadap kelayakan calon nasabah
dan bank menyetujui pembiayaan dengan
untuk merima pembiayaan. Pihak Bank harus
prinsip Murabahah. Seperti yang tercantum
menggunakan prinsip kehati hatian sesuai
aplikasi terdapat
pengajuan
di
kelengkapan
ARENA HUKUM Volume 6, Nomor 3, Desember 2013, Halaman 290-452
367
dengan yang ditentukan oleh Bank Indonesia.
pembayaran ditangguhkan dalam jangka
Dalam hal ini, sebenarnya yang lebih
waktu sesuai kesepakatan. Dari dua akad yang
penting terlihat pada prosedur awal disaat
tercantum menyebutkan secara jelas bahwa
pihak calon nasabah mengajukan permohonan
tujuan pembiayaan adalah pengadaan barang.
pembiayaan,
bagi
pihak
bank
sendiri
mempunyai hak untuk menilai atau melakukan analisis dan melakukan penonalakan yang berdasar ketentuan terhadap kelayakan calon nasabah untuk menerima pembiayaan. Bank juga berkewajiban untuk melakukan analisis mendalam terhadap calon nasabah dengan memegang ketentuan prinsip kehati-hatian dan memegang alat analisis berdasar prinsip 5C. Bagi pihak nasabah mempunyai hak untuk mengajukan permohonan pembiayaan dan mendapatkan penilaian terhadap kelayakan calon nasabah secara objektif. Nasabah
Seperti pada contoh Bank BNI Syari’ah tujuan pembiayaan adalah untuk membeli tanah dan bangunan yang terletak pada lokasi tertentu. Sedangkan pada BSM menyebutkan bahwa tujuan pembiayaan adalah untuk Pembelian rumah tinggal. Tujuan pembiayaan ini harus disampaikan secara jelas dan detil, karena hal inilah yang dapat menjamin bagi kedua belah pihak agar dapat mendapat perlindungan hukum lebih baik. Dalam bentuk jumlah pembiayaan juga disebutkan secara jelas dan detil pada kedua
menyerahkan
belah pihak bank yang menyebutkan berapa
kelengkapan data mengenai status hukum, dan
harga pokok, margin keuntungan dan jangka
segala hal terkait dengan keadaan keuangan
waktu tersebut jelas. Hanya saja yang menjadi
sesuai kondisi sebenarnya. Pada dasarnya
permasalahan terlihat pada prosedur sebelum
dalam kelompok klausul yang telah dibuat
akad dibuat terkait dengan hak dari bank
oleh ke 2 (dua) bank di atas telah sesuai dan
untuk menentukan margin keuntungan dan
menampakkan bentuk keseimbangan atau
berkewajiban untuk memberikan kesempatan
kesetaraan sesuai dengan asas Al-Musawah.
bagi nasabah untuk melakukan negoisasi
c. Analisis
(tawar menawar terhadap kesepakatan margin
juga
berkewajiban
untuk
Perwujudan Asas
Musawah
Dalam
Klausul
Tentang
Al
Kelompok Jumlah
Pembiayaan, Tujuan Pembiayaan, Bentuk Pembiayaan Dan Batas Waktu Tujuan Perjanjian pembiayaan Murabahah adalah memberikan pembiayaan dengan dasar jual beli mengenai suatu barang dengan harga sebesar harga pokok ditambah dengan keuntungan yang disepakati bersama dengan
keuntungan, bagi pihak nasabah mempunyai hak untuk menentukan lama atau jangka waktu pembiayaan dan berkewajiban untuk melakukan
pembayaran
sesuai
dengan
kesepakatan yang dilakukan dengan pihak bank. Dalam kondisi umum yang dilakukan pihak bank masih menggunakan bentuk dari kontrak baku yang dibuat secara sepihak, hal ini tidak menjadi masalah ketika sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam
Wicaksana Wahyu Prasetya, Perwujudan Asas Al...
368
Pasal 18 Undang-undang Nomor 8 Tahun
(keadilan) yang sesuai dengan proporsional
1999
Konsumen
masing-masing pihak. Adil di sini tidak berarti
yang di dalamnya mengatur tentang pihak
kesamaan dalam mendapatkan bagian (50:50),
pelaku usaha dalam hal ini Bank Syari’ah
tapi bisa saja bentuk dari adil di sini adalah
diperbolehkan untuk membuat klausula baku,
(60:40) tergantung pada hak dan kewajiban
selama tidak bertentangan dengan Pasal
yang sesuai proporsinya. Kemudian asas Ar
tersebut. Selain itu dalam bentuk etika bisnis
Ridha yang berarti kerelaan yang mempunyai
Islam memperbolehkan menggunakan standar
pengertian dalam pembuatan kesepakatan
kontrak selama tidak merugikan salah satu
tidak boleh ada pihak yang merasa terpaksa
pihak dan bermanfaat bagi kemaslahatan
dalam menjalani isi klausul-klausul tersebut.
tentang
Perlindungan
umat.
Sesuai ketentuan yang berlaku dan
Dalam asas perjanjian menurut hukum
mengatur tentang margin keuntungan yang
Islam sendiri mengatur tentang beberapa
akan menentukan jumlah pembiayaan adalah
asas yang antara lain di dalamnya adalah
berdasarkan
Al-Musawah (kesetaraan) atau keseimbangan
dalam melakukan pembayaran sesuai dengan
yang
yang
jangka waktu yang disepakati. Namun hal
mengikatkan diri dalam akad pembiayaan
ini menjadi tidak berlaku disaat pihak Bank
tersebut mempunyai hak dan kewajiban yang
Syari’ah masih memperhitungkan berdasar
sama dalam menentukan bargaining position
pada suku bunga Bank Indonesia yang secara
dan terms and condition dalam klausul-klausul
jelas bertentangan dengan larangan dalam
yang dibuat. Hal ini menampakkan secara
hukum Islam yakni pembebanan bunga adalah
jelas bahwa sebagai negara yang berdasarkan
Riba dan hukumnya Haram.7 Hal ini terlihat
atas hukum kita harus menjunjung tinggi nilai-
dalam bentuk perhitungan dalam menentukan
nilai keseimbangan di mata hukum. Sebagai
margin keuntungan yang digunakan dalam
bentuk pengawasan dalam melaksanakan
Bank BNI Syari’ah yang menggunakan nilai
kewenangannya untuk Bank Syari’ah Majelis
40% dari suku bunga bank Indonesia dengan
Ulama Indonesia melalui Dewan Syari’ah
dasar untuk menjaga nilai fluktuatif (naik
Nasional
harus
turunnya) kondisi perekonomian di Indonesia,
terhadap
terlaksananya
berarti
kedua
belah
melakukan
pihak
pengawasan
pada
kemampuan
nasabah
atau
demikian pula yang dilakukan oleh BSM yang
keseimbangan (asas Al-Musawah) dalam
menggunakan kurang lebih 55% dari suku
praktik perbankan Syari’ah. Asas Al-Musawah
bunga bank Indonesia dengan sistem bunga
ini sebenarnya menjadi dasar untuk asas yang
Flat untuk menentukan besarnya Margin
lain dapat berjalan sebagaimana mestinya
keuntungan, angka yang digunakan ini sebagai
sesuai ketentuan seperti asas Al Adalah
dalih untuk melakukan Mark Up yang tidak
kesetaraan
7 Karim Adiwarman A., Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan,IIIT, Jakarta, 2003, hlm. 52.
ARENA HUKUM Volume 6, Nomor 3, Desember 2013, Halaman 290-452
369
sesuai dengan prinsip hukum Islam, karena
istilah rahn. Rahn merupaka perjanjian
hal ini jelas akan memberatkan pihak nasabah
penyerahan barang untuk menjadi agunan dari
terlebih jika tidak diberikan kesempatan oleh
fasilitas pembiayaan yang diberikan. Dalam
pihak bank untuk melakukan tawar menawar
praktek Murabahah karena bank nasabah
dalam menentukan angka margin keuntungan
tidak membayar barang secara tunai, maka
ini.
bank akan meminta jaminan untuk menjamin Terlihat
secara
jelas
bentuk
dibayarkannya angsuran.
ketidakseimbangan atau kesetaraan (asas Al
Sjahdeny8 menyatakan jaminan dalam
Musawah) tidak terwujud. Kemudian hal lain
utang piutang di tangan al-murtahin (pemberi
yang tidak sesuai adalah ada perbedaan antara
utang, kreditor) hanya berfungsi sebagai
pembiayaan dengan jangka waktu 2 (dua)
jaminan utang dari ar rahin (orang yang
dengan yang lebih, hal ini disebabkan pihak
berutang). Barang jaminan baru dapat dijual/
bank memang menggunakan dasar jangka
dihargai apabila dalam waktu yang disetujui
waktu atau lama kemampuan nasabah untuk
oleh para pihak utang tidak dapat dilunasi.
melakukan angsuran, seharusnya berapa
Ulama
fikih
berpendapat
rahn
lama kemampuan nasabah untuk melakukan
diperbolehkan dalam Islam9, dan bersepakat
angsuran tidak akan mempengaruhi jumlah
menyatakan bahwa akad rahn diperbolehkan,
pembiayaan yang di dalamnya terdapat
karena banyak mengandung kemaslahatan
margin
dalam rangka hubungan sesama manusia.
keuntungan
bagi
pihak
bank.
Seharusnya dalam klausul tersebut disebutkan
Terkait dengan hal ini, maka Fatwa DSN
pula mengenai batas minimal dan maksimal
Nomor
untuk
yang
dengan jaminan harus menjadi pedoman bagi
dapat digunakan untuk mengukur, bahwa
Bank Syari’ah. Penerapan jaminan dalam
nilai pembiayaan ini tidak bergantung pada
pembiayaan
kemampuan nasabah dalam hal jangka waktu
tersebut menyebutkan:
untuk melakukan pembayaran angsuran.
a. Jaminan dalam Murabahah dibolehkan,
jangka
d. Analisis
waktu
pembiayaan
Perwujudan
Asas
Al
Musawah Dalam Kelompok Klausul Barang Agunan Dalam Islam jaminan dikenal dengan
04/DSN-MUI/IV/2000
Murabahah
berkaitan
berdasar
fatwa
agar nasabah serius dalam pesanannya. b. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan
jaminan
yang
dapat
dipegang. Selanjutnya fatwa tidak mengatur lebih
8 Sutan Remy Sjahdeni, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Indonesia, Ustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1999,hlm. 76-77. 9 Berdasar Surat Al Baqarah ayat 283, “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah secara tidak tunai), sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang oleh yang berpiutang”, dan riayat bahwa Rasulullah membeli makanan dari seorang Yahudi dengan menjadikan baju besinya sebagai barang jaminan (H.R. Al Bukhari dan Muslim dari Aisyah binti Abu Bakar).
Wicaksana Wahyu Prasetya, Perwujudan Asas Al...
370
detail tentang seluk beluk jaminan, sehingga
jaminan, maka pembiayaan tersebut tidak
pihak bank dapat leluasa menentukan besaran
akan dikabulkan oleh pihak Ba’i dan besarnya
jaminan. Dari 2 akad yang menjadi objek
jaminan harus men-cover nilai atas modal
penelitian, semua mewajibkan jaminan dalam
yang dikeluarkan Ba’i serta resiko kerugian-
pemberian pembiayaan, yang pada umumnya
kerugian yang mungkin terjadi. Di sinilah
adalah berupa barang yang dibeli nasabah,
terlihat jelas adanya keseimbangan (asas
dengan
kewajiban
Al-Musawah) yang harus dipenuhi oleh kedua
nasabah yang akan diuraikan pada kelompok
belah pihak yang melakukan perjanjian, karena
klausul lainnya.
pada dasarnya merupakan hak bagi bank untuk
berbagai
persyaratan
Berkaitan dengan jaminan, maka sesuai
meminta jaminan untuk menjamin keseriusan
dengan hukum Islam, syarat bagi barang yang
nasabah dalam melakukan pembayaran, dan
akan dijadikan jaminan adalah: harus dapat
merupakan kewajiban bagi nasabah untuk
dijual dan nilainya seimbang dengan besarnya
menyerahkan
utang, bernilai, jelas dan tertentu, milik sah
jaminan dan demi terciptanya perlindungan
debitor, harta yang utuh tidak bertebaran di
hukum bagi keduanya.
tempat lain, dan dapat diserahkan kepada pihak lain baik materi maupun manfaatnya.10 Terdapat kesenjangan antara pedoman/ acuan (das sollen) dengan praktik (das
e. Analisis
bukti
kepemilikan
Perwujudan
barang
Asas
Al
Musawah Dalam Kelompok Klausul Condition Precedent
sein) dalam hal kedudukan jaminan dalam
Pada perjanjian Murabahah, maka uang
pembiayaan Murabahah. Ketentuan aturannya
muka dapat dikategorikan sebagai klausula
menyatakan bahwa kedudukan jaminan dalam
condition precedent. Fatwa tentang uang
pembiayaan Murabahah bukanlah untuk
muka dalam Murabahah ditetapkan Dewan
men-cover kerugian yang mungkin terjadi
Syari’ah Nasional dalam Fatwa Nomor 13/
atas nilai modal yang dikeluarkan oleh Ba’i
DSN-MUI/IX/2000, dimana pertimbangan
serta jaminan bukanlah syarat wajib dari
ditetapkannya persyaratan uang muka adalah
suatu
untuk
pembiayaan
Murabahah,
jaminan
menunjukkan
kesungguhan
calon
hanya diperbolehkan agar musytari serius
nasabah dalam pembiayaan. Ketentuan terkait
dengan yang diperjanjikan dimuka. Namun
dengan uang muka adalah sebagai berikut:11
dalam praktiknya, jaminan merupakan suatu
a. Uang muka diperbolehkan diminta oleh
keharusan di mana apabila suatu pembiayaan
Lembaga
Keuangan
Syari’ah
(LKS)
Murabahah diadakan dengan tanpa adanya
apabila terdapat kesepakatan kedua belah
10 FathurrahmanDjamil,Penerapan hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga Keuangan Syariah, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm. 82. 11 Dewi Gemala dkk, Hukum perikatan Islam di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2005, hlm. 89.
ARENA HUKUM Volume 6, Nomor 3, Desember 2013, Halaman 290-452
371
ini sebenarnya pihak nasabah dan pihak bank
pihak. b. Besar uang muka ditentukan berdasar
mempunyai kedudukan seimbang dalam hak dan kewajiban untuk menentukan uang muka,
kesepakatan akad
namun dalam praktek hal ini menjadi suatu
Murabahah, nasabah harus memberikan
kewajiban bagi pihak nasabah dan merupakan
ganti rugi kepada LKS dari uang muka
hak dari bank untuk meminta uang muka pada
tersebut
nasabah, karena ini juga merupakan salah
c. Jika
nasabah
membatalkan
d. Jika jumlah uang muka lebih kecil dari
satu bagian alat untuk menilai atau mengukur
kerugian, LKS dapat meminta tambahan
kelayakan calon nasabah dalam mengajukan
kepada nasabah.
pembiayaan sebagai bentuk dari kondisi
e. Jika jumlah uang muka lebih besar dari kerugian, LKS mengembalikan kelebihan
Bank di sini telah menjalankan ketentuan terhadap
kepada nasabah f. Apabila
keuangan nasabah.
nasabah
memutuskan
untuk
prinsip
melakukan
analisis
kehati-hatian kelayakan
dalam nasabah,
membeli barang, maka tinggal membayar
menjalankan sesuai ketentuan prinsip 5C yang
sisa harga.
diatur oleh Bank Indonesia, bank melakukan Murabahah
fungsi kewenangannya dalam melakukan
pada BNI Syari’ah yang terkait dengan uang
analisis sesuai ketentuan perundang-undangan
muka terlihat tidak sesuai dengan Fatwa DSN
dan bertanggungjawab pada pembiayaan
tersebut di atas, Pasal 5 ayat (2) menyatakan,
tersebut jika terjadi masalah. Yang harus
“Apabila penerima pembiayaan membatalkan
diperhatikan adalah adanya kesempatan bagi
sejumlah uang muka tersebut pada saat
pihak nasabah untuk melakukan negoisasi
perjanjian pembiayaan tersebut ditandatangani
terkait dengan uang muka sesuai kemampuan
telah dibayarkan kepada bank, tidak dapat
nasabah yang bersangkutan dan kesepakatan
diminta kembali dan menjadi milik bank”,
bagi
Sedangkan pada BSM tidak mencantumkan
pembiayaan tersebut.
Adapun
pada
perjanjian
ketentuan tentang uang muka (urbun).
kedua
Adapun
belah
pihak
persyaratan
dalam
lainnya,
akad seperti
Untuk ketentuan tentang pemberian uang
syarat pembukaan rekening, pembuatan surat
muka ini sebenarnya diperbolehkan dan bukan
permohonan realisasi pembiayaan, jaminan,
merupakan keharusan untuk dilakukan pihak
asuransi sesuai syari’ah, penyerahan sejumlah
nasabah, hal ini lebih digunakan sebagai pihak
dokumen, penandatanganan akad, dan lain-
bank dalam menilai kesungguhan dari calon
lain pada dasarnya tidak bertentangan dengan
nasabah dalam mengajukan pembiayaan.
Hukum Islam.
Uang muka ini diperbolehkan asalkan dengan kesepakatan dari kedua belah pihak, dalam hal
f. Analisis
Perwujudan
Asas
Al
Wicaksana Wahyu Prasetya, Perwujudan Asas Al...
372
Musawah Dalam Kelompok Klausul
kepada bank dan hal-hal lain yang akan akan
Affirmative Covenant
ditentukan kemudian; (13) Memberitahu
Dari 2 akad pembiayaan Murabahah
kepada bank apabila pindah alamat rumah
akumulasi klausul yang berisi kewajiban-
ataupun
kewajiban
perjanjian
apabila menurut pertimbangan bank dengan
berlangsung adalah: (1) Membayar angsuran
kepindahan rumah dan pekerjaan tersebut
sesuai
bank akan sulit melakukan penagihan kepada
nasabah
jadwal;
selama
(2)
Mengasuransikan
pindah
alamat
penerima
Membayar denda atas tunggakan sesuai
pembiayaan wajib seketika dan sekaligus
dengan ketentuan bank; (4) Membayar biaya
melunasi kewajiban pembiayaan yang masih
administrasi, meterai, membayar seluruh
tersisa; (14) Melunasi seketika dan sekaligus
pajak; (5) Membuka rekening pada bank
kewajiban pembiayaan yang masih tersisa
sebagai tempat pembayaran angsuran; (6)
apabila penerima pembiayaan oleh karena satu
Memberikan pemberitahuan atas adanya
hal diberhentikan dari pekerjaannya (PHK).
menyangkut
nasabah;
(7)
Berdasar
hukum
Islam,
penerima
kewajiban-
Mengelola semua kekayaan miliknya, bebas
kewajiban
dan bersih dari segala beban jaminan kepada
nasabah pada dasarnya ditentukan oleh para
pihak ketiga kecuali bagi kepentingan bank;
pihak dengan
(8) Tidak mencampur dana yang berasal
(Al-Ridho)12 dan kebebasan (al-Hurriyah),
dari pembiayaan dengan harta lainnya; (9)
sepanjang
Mengelola secara benar usahanya melalui
syari’ah.13 Selanjutnya adalah harus seimbang
pembukuan tersendiri; (10) Melaksanakan
dengan hak yang diperolehnya, hal ini berdasar
usaha-usahanya berdasarkan prinsip-prinsip
kepada azas persamaan atau kesetaraan
syari’ah; (11) Memberitahukan kepada bank
(Al-Musawah), dimana para pihak menentukan
tentang adanya perkara yang terjadi antara
hak dan kewajibannya masing-masing dengan
penerima pembiayaan dengan pihak lain
sejajar dan tidak boleh ada suatu kezaliman.
serta kerusakan, kerugian, kehilangan atau
Beberapa tindakan zalim yang dicontohkan
kemusnahan atas harta kekayaan penerima
dalam Islam adalah penangguhan pembayaran
pembiayaan serta barang jaminan; (12)
utang bagi yang mampu, riba, menakar tidak
Melakukan tindakan-tindakan yang dianggap
adil dan lain-lain .
perlu oleh bank dalam hubungannya dengan jaminan
yang
diberikan
oleh
nasabah
yang
maka
dan
barang jaminan pada asuransi syari’ah; (3)
perubahan
pembiayaan,
pekerjaan,
dibebankan
kepada
berlandaskan azas kerelaan
tidak
bertentangan
dengan
Kewajiban lain yang juga diatur dalam fatwa adalah berkaitan dengan membayar
12 Hadis Nabi riwayat al-Baihaqi dan Ibnu Majah; dan dishahih-kan oleh Ibnu Hibban:“Dari Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya jual beli itu hanya boleh dilakukan dengan kerelaan kedua belah pihak.” 13 AdrianSutedi, Op. Cit., hlm. 32.
ARENA HUKUM Volume 6, Nomor 3, Desember 2013, Halaman 290-452
373
denda atas tunggakan sesuai dengan ketentuan
g. Analisis
Perwujudan
Asas
bank. Kewajiban pembayaran merupakan
Musawah Dalam Kelompok Klausul
kewajiban yang dapat dapat dibebankan kepada
Negative Covenant
Al
nasabah, akan tetapi kalimat berikutnya yaitu
Klausula berisi tentang segala sesuatu
“sesuai dengan kehendak bank” bertentangan
yang dilarang dilakukan selama perjanjian
dengan azas hukum Islam, khususnya azas
berlangsung.
azas kerelaan (Al-Ridho) dan azas persamaan
Murabahah, maka nasabah dilarang untuk:
atau kesetaraan (Al-Musawah). Seyogyanya
(1) Mengalihkan/memindahtangankan atau
besar denda adalah berdasar pada kesepakatan
menyewakan usaha atau barang yang dibiayai
yang telah ditentukan sebelumnya.
dan atau dijaminkan kepada Pihak Ketiga
Dalam praktek perbankan, Bank Syari’ah
Dari
2
akad
tanpa izin dari bank; (2)
pembiayaan
Memberikan
sebagai lembaga keuangan yang memiliki
pinjaman kepada siapapun, termasuk juga
profit oriented tentu tidak akan melepaskan
pemegang saham, kecuali jika pinjaman
begitu saja kewajiban nasabah, sehingga
tersebut diterima dalam rangka transaksi
dalam Fatwa DSN Nomor 48/DSN-MUI/
dagang yang berkaitan langsung dengan
II/2005
Kembali
usahanya; (3) Melakukan investasi atau
Tagihan Murabahah diatur hal-hal yang dapat
penyertaan; (4) Menerima pinjaman dari
dilakukan bank dalam rangka penyelamatan
pihak lain, kecuali pinjaman tersebut diterima
pembiayaan Murabahah.
dalam rangka transaksi dagang yang berkaitan
tentang
Penjadwalan
Kewajiban selanjutnya adalah kewajiban
dengan usahanya; (5) Mengambil lease dari
bagi nasabah untuk bertanggungjawab pada
perusahaan leasing; (6) Membuka Kantor
risiko atas barang dan membebaskan bank
Cabang atau Perwakilan Baru, atau membuka
dari segala tuntutan dan atau ganti rugi
usaha baru selain usaha yang telah ada; (7)
berupa apapun atas risiko tersebut sejak
Mengikatkan diri sebagai penjamin (borg),
ditandatanganinya akad. Belum ada Fatwa
menjaminkan harta kekayaan dalam bentuk
DSN berkaitan dengan resiko, sehingga dasar
dan maksud apapun kepada pihak lain; (8)
analisis atas klausula tersebut adalah dari
Mengadakan konsolidasi atau penggabungan
pandangan jumhur ulama. Dari dasar di atas,
ke dalam badan hukum lain; (9) Mengajukan
maka kewajiban terkait dengan resiko tidak
permohonan kepada pengadilan, atau yang
bertentangan dengan Hukum Islam terutama
berwenang
dalam asas kesetaraan (Al Musawah), adapun
eksekutor, kurator, likuidator atau pengawas
yang tidak sesuai adalah terkait dengan denda
untuk sesuatu bagian dari harta kekayaannya;
yang ditentukan secara sepihak dan kewajiban
(10) Mengadakan perubahan pada susunan
pembayaran sekaligus apabila nasabah dalam
pemegang saham, dewan komisaris dan
keadaan kesempitan.
direksi;
untuk
(11)
penunjukan
Melakukan
seorang
pembagian
Wicaksana Wahyu Prasetya, Perwujudan Asas Al...
374
keuntungan yang diperoleh kepada pemegang
dilakukan oleh nasabah dengan pihak ketiga
saham; (12) Melunasi seluruh hutang kepada
atas barang tersebut. Jika nasabah menjual
para pemegang saham sebelum hutang
kembali barang tersebut dengan keuntungan
nasabah di bank lunas; (13) Menjual sebagian
atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk
atau seluruh aset perusahaan nasabah yang
menyelesaikan
akan mempengaruhi kemampuan atau cara
Selanjutnya
membayar atau melunasi utang atau sisa utang
tersebut menyebabkan kerugian, nasabah
nasabah kepada bank, kecuali menjual barang
tetap
dagangan yang menjadi kegiatan usaha
sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh
nasabah; (14) Mengubah anggaran dasar,
memperlambat pembayaran angsuran atau
susunan pemegang saham, komisaris, dan/
meminta
kerugian
atau direksi perusahaan nasabah.
Larangan
lainnya
hutangnya dinyatakan
harus
kepada jika
menyelesaikan
itu
bank.
penjualan hutangnya
diperhitungkan.
adalah
mengajukan
Seperti halnya pada analisis klausula
permohonan kepada yang berwenang untuk
affirmative covenant, pada kelompok negative
menunjuk eksekutor, kurator, likuidator atau
covenant inipun berdasar hukum Islam,
pengawas atas sebagian atau seluruh harta
kewajiban-kewajiban untuk tidak melakukan
kekayaaannya. Pada pembahasan klausula
sesuatu yang dibebankan kepada nasabah pada
affirmative
dasarnya ditentukan oleh para pihak dengan
berdasar Fatwa DSN Nomor 04/DSN-MUI/
berlandaskan
(Al-Ridho),
IX/2000, disebutkan jika nasabah telah
kebebasan (al-Hurriyah) dengan syarat yang
dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan
sama, yaitu sepanjang tidak bertentangan
hutangnya, bank harus menunda tagihan
dengan syari’ah, harus seimbang dengan hak
hutangnya sampai ia sanggup kembali, atau
yang diperolehnya yang berdasar kepada azas
berdasarkan kesepakatan. Dalam kaitannya
persamaan atau kesetaraan (Al-Musawah)
dengan larangan di atas, maka tampaknya
tanpa ada suatu kezaliman serta azas
klausula ini dicantumkan dalam kerangka
keadilan (Al-Adalah) adalah azas yang juga
menghindarkan
ditekankan dalam Islam, dimana manusia
“menunda tagihan hutang nasabah sampai
dalam melakukan perbuatan agar menjadikan
nasabah sanggup kembali”. Hal ini tentu berat
manusia dekat dengan Allah.
bagi nasabah yang benar-benar berada dalam
azas
kerelaan
Berkaitan dengan larangan memindahkan barang objek jual beli dan jaminan, dalam Fatwa DSN Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 disebutkan bahwa secara prinsip, penyelesaian hutang nasabah dalam Murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang
covenant,
bank
disebutkan
dari
bahwa
kewajiban
posisi kesulitan.
h. Analisis
Perwujudan
Asas
Al
Musawah Dalam Kelompok Klausul Arbitrase/Dispute Settlement Pada 2 akad disebutkan bahwa jika terjadi
ARENA HUKUM Volume 6, Nomor 3, Desember 2013, Halaman 290-452
375
perselisihan pada awalnya akan dilakukan
kewenangan atau dikenal dengan nama hakim
musyawarah antara bank dengan nasabah,
(Qadhi).
dan selanjutnya bahwa apabila tidak tercapai
Hal pertama yang sebaiknya dilakukan
kesepakatan akan diputus oleh Badan Arbitrase
oleh pihak Bank Syari’ah dalam penyelesaian
Mualamat Indonesia (BAMUI) atau Badan
hutang bermasalah adalah dengan proses
Arbitrase Syari’ah Nasional (Basyarnas)14
musyawarah. Hal ini didasarkan pada Pasal
menurut administrasi dan Prosedur Basyarnas,
4 PBI Nomor 9/19/PBI/2007 jo. PBI Nomor
yang keputusannya mengikat kedua belah
10/16/PBI/2008 yang menyatakan bilamana
pihak yang bersengketa. Dengan adanya
musyawarah demi menyelesaikan sengketa/
kewenangan Peradilan Agama di bidang
perselisihan tidak tercapai, maka penyelesaian
kegiatan ekonomi berdasar UU Peradilan
selanjutnya dapat dilakukan dengan cara
Agama tahun 2006, maka juga dimungkinkan
melalui mediasi, dan bila cara kedua ini belum
keputusan Murabahah dieksekusi di Peradilan
tercapai kesepakatan, maka diselesaikan
Agama.
melalui
alternatif
penyelesaian
sengketa
Apabila dikaji dari kitab-kitab fiqih, maka
atau Badan Arbitrase Syari’ah Nasional
terdapat beberapa patokan yang dapat diambil
(BASYARNAS). Langkah ini dianggap lebih
sebagai cara penyelesaian dalam bertransaksi.
adil dan mewakili perkembangan yang terjadi
Jalan penyelesaian dapat dilakukan melalui 3
dalam bidang penyelesaian sengketa saat ini
jalan, yaitu perdamaian (shulhu),15 arbitrase
dan ke depan.
(tahkim)16 dan proses pengadilan (al Qadha).17 Pelaksanaan
Selain jalur non litigasi tersebut bank juga
perdamaian (shulhu) dapat
dapat menyelesaikan melalui jalur litigasi.
dilakukan dengan cara (1) ibra (membebaskan
Setelah keluarnya Undang-undang Nomor
debitur dari sebagian kewajibannya; (2)
3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-
Mufadhah (penggantian dengan yang lain).
undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang
Adapun (tahkim) adalah penyelesaian yang
Peradilan Agama, maka Bank Syari’ah dapat
meminta bantuan pihak lain
tetapi bukan
menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ahnya
dari pemerintah atau pejabat negara yang
melalui Pengadilan Agama. Hal ini ditegaskan
berwenang dalam menangani perkara, yang
dalam Pasal 49 Undang-undang Nomor 3
dalam abad modern dikenal dengan arbitrase,
Tahun 2006 yang menyebutkan Pengadilan
dan proses pengadilan (al Qadha) dengan
Agama bertugas dan berwenang memeriksa,
pihak yang memutuskan memang memiliki
memutus dan menyelesaikan perkara tingkat
14 Ibid., hlm. 87-93. 15 A.T. Hamid, Ketentuan Fiqih dan Ketentuan Hukum yang Kini Berlaku di Lapangan Perikatan, PT. Bina Ilmu, Surabaya,1983, hlm. 80. 16 Ibid., hlm. 89. 17 Ibid., hlm.91.
Wicaksana Wahyu Prasetya, Perwujudan Asas Al...
376
pertama antara orang-orang yang beragama
tidak mewujudkan asas Al Musawah dalam
Islam di bidang ekonomi syari’ah. Dari
Pasal-Pasalnya.
berbagai macam format akad/pembiayaan
Adapun 2 (dua) kelompok klausul yang
Murabahah, masing-masing bank menetapkan
dimaksud adalah:
penyelesaian sengketa melalui Badan arbitrase
a) Kelompok
klausul
tentang
Jumlah
yang berbeda-beda, akan tetapi dengan
pembiayaan, tujuan pembiayaan, bentuk
berlakunya UUPK maka bank dan nasabah
pembiayaan dan batas waktu pembiayaan
dapat memilih penyelesaian sengketa baik
yang
melalui pengadilan (Ps 47 UUPK) maupun
tentang jumlah pembiayaan terdiri atas
diluar pengadilan (Ps 48 UUPK) serta
harga pokok ditambah dengan margin
melalui BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa
keuntungan dalam menentukan besarnya
Konsumen) sebagaimana diatur dalam Pasal
margin
49-58 UUPK.
pembiayaan ini haruslah didasarkan pada
Hal ini sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 55 Undang-undang
di
dalamnya
keuntungan,
menyebutkan
batas
waktu
kesepakatan dari kedua belah pihak. b) Kelompok klausul tentang Affirmative
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Covenant
Syari’ah
mengenai
kewajiban bagi pihak nasabah yang
penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah di
salah satu di dalamnya terkait dengan
mana salah satunya adalah sengketa yang
pengenaan
terjadi dalam perbankan syari’ah dan lembaga
untuk
yang berwenang menyelesaikannya. Dalam
ini tidak boleh dibuat secara sepihak
hal ini pentingnya untuk kedua belah pihak
oleh pihak Bank saja, tetapi harus
bersama dan secara seimbang menentukan
berdasarkan kesepakatan dengan kedua
bentuk pilihan penyelesaian sengketa yang
belah pihak, dan dicantumkan dalam
sesuai dengan ketentuan peraturan sehingga
Akad
dapat dipenuhinya keseimbangan sesuai asas
memberatkan bagi pihak Nasabah.
yang
mengatur
Al Musawah.
Simpulan
Bagi
yang
denda
menentukan
pembiayaan, pihak
berisi
atas
akumulasi
tunggakan,
besarnya
denda
sehingga
Perbankan
tidak
Syari’ah
seharusnya di dalam Akad pembiayaan mencantumkan jumlah pembayaran secara
Berdasarkan pembahasan dalam Bab III
jelas dan nyata dengan perhitungan margin
dapat disimpulkan bahwa asas Al Musawah
keuntungan disepakati oleh kedua belah pihak.
belum diwujudkan pada seluruh kelompok
Dikarenakan dalam hukum Islam seharusnya
klausul yang mengandung hak dan kewajiban
tidak ada korelasi antara jangka waktu
antara kedua belah pihak, karena terdapat 2
dengan dasar menentukan besarnya margin
(dua) dari 7 (tujuh) kelompok klausul yang
keuntungan. Selain itu pihak perbankan
ARENA HUKUM Volume 6, Nomor 3, Desember 2013, Halaman 290-452
377
Syari’ah dalam menentukan pengenaan denda
Bank Syari’ah, perlunya pemahaman atas
haruslah dengan kesepakatan, bukan secara
konsep yang melekat pada Bank Syari’ah,
sepihak dari Bank yang menentukan besarnya
karena
denda, hal ini harus dicantumkan dalam Akad
pembiayaan seharusnya punya kedudukan
pembiayaan.
yang setara dalam menentukan terms and
masyarakat
sebagai
penerima
Bagi Masyarakat Penerima Pembiayaan
condition (klausul akad pembiayaan).
DAFTAR PUSTAKA
Fathurrahman Djamil, 2012, Penerapan hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga Keuangan Syari’ah,
Buku
Sinar Grafika, Jakarta.
A.T. Hamid, 1983, Ketentuan Fiqih dan Ketentuan
Hukum
yang
Karim Adiwarman A., 2003, Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan, IIIT,
Kini
Jakarta.
Berlaku di Lapangan Perikatan, PT. M.
Bina Ilmu, Surabaya. Adrian Sutedi, 2009, Perbankan Syari’ah: Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum,
2003,
Jejak-jejak
Ekonomi Syari’ah, Senayan Abadi Publishing, Jakarta.
Hukum
Islam dan Kedudukannya dalam
Perjanjian: Azas Proporsionalitas
Tata Hukum Indonesia, Ustaka Utama
dalam Kontrak komersial, LBM,
Grafiti, Jakarta.
Yudha
Hernoko,
2008,
Yogyakarta. Bagya
Hamidi,
Sutan Remy Sjahdeni, 1999, Perbankan
Ghalia Indonesia, Bogor. Agus
Luthfi
Agung Hukum
Prabowo,
2012,
Pembiayaan
Aspek
Murabahah
pada Perbankan Syari’ah, UII Press, Yogyakarta. Bank Indonesia, 2012, Statistik Perbankan Syari’ah, Jakarta. Dewi Gemala dkk, 2005, Hukum perikatan Islam di Indonesia, Kencana, Jakarta.
Peraturan Perundang-undangan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah.
Wicaksana Wahyu Prasetya, Perwujudan Asas Al...
Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/ tentang
PBI/2007 Prinsip
Syari’ah
Kegiatan
Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana
serta
Pelayanan Jasa
Bank
Syari’ah.
Syari’ah. Fatwa
Dewan
Syari’ah
Nasional
04/DSN-MUI/IV/2000
No.
tentang
Murabahah. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 04/
Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/16/ PBI/2008 tentang Perubahan Atas Peraturan
Dana Serta Pelayanan Jasa Bank
Pelaksanaan
Dalam
378
Bank
tentang
Uang
Muka Dalam Murabahah.
Nomor
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor. 48/
9/19/PBI/2007 Tentang Pelaksanaan
DSN-MUI/II/2005 tentang Penjadwalan
Prinsip
Kembali Tagihan Murabahah.
Syari’ah
Indonesia
DSN-MUI/IX/2000
Dalam
Kegiatan
Penghimpunan Dana Dan Penyaluran