17
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Kualitas
Secara garis besar kualitas adalah kepuasan pelanggan yang merupakan tujuan perusahaan atau organisasi. Pelanggan yang dimaksud disini bukan pelanggan atau konsumen yang hanya datang sekali untuk mencoba dan tidak pernah kembali lagi, melainkan mereka yang datang berulang-ulang untuk membeli dan membeli lagi. Berdasarkan pendapat beberapa ahli, pengertian kualitas adalah sebagai berikut: ◊
Juran (1962) ”Kualitas adalah kesesuaian dengan tujuan atau manfaatnya.”
◊
Crosby (1979) ”Kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan yang meliputi availability, delivery, reliability, maintainability, dan cost effectiveness.”
◊
Deming (1982) “Kualitas harus bertujuan memenuhi kebutuhan pelanggan sekarang dan di masa mendatang.”
◊
Feigenbaum (1991) “Kualitas merupakan keseluruhan karakteristik produk dan
jasa
yang
meliputi
marketing,
engineering,
manufacture,
dan
maintenance, dalam mana produk dan jasa tersebut dalam pemakaiannya akan
sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan.”
18 ◊
Scherkenbach (1991) “Kualitas ditentukan oleh pelanggan; pelanggan menginginkan produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan dan harapannya pada suatu tingkat harga tertentu yang menunjukkan nilai produk tersebut.”
◊
Elliot (1993) “Kualitas adalah sesuatu yang berbeda untuk orang yang berbeda dan tergantung pada waktu dan tempat, atau dikatakan sesuai dengan tujuan.”
◊
Goetch dan Davis (1995) “Kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berkaitan dengan produk, pelayanan, orang, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi apa yang diharapkan.”
◊
Perbendaharaan istilah ISO 8402 dan dari Standar Nasional Indonesia (SNI 19-8402-1991), kualitas adalah keseluruhan ciri dan karakteristik produk dan jasa yang kemampuannya dapat memuaskan kebutuhan, baik yang dinyatakan secara tegas maupun tersamar. Istilah kebutuhan diartikan sebagai spesifikasi yang tercantum dalam kontrak maupun kriteria-kriteria yang harus didefinisikan terlebih dahulu.” Dari definisi tersebut dapat dikatakan secara garis besar bahwa kualitas adalah
keseluruhan ciri atau karakteristik produk dalam tujuannya untuk memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Sedangkan dalam konteks pembahasan tentang pengendalian proses statistikal, terminologi kualitas didefinisikan sebagai konsistensi peningkatan atau perbaikan dan penurunan variasi karakteristik dari suatu produk yang dihasilkan,
19 agar memenuhi kebutuhan yang telah dispesifikasikan, guna meningkatkan kepuasan pelanggan internal maupun eksternal. Dengan demikian pengertian kualitas dalam konteks pengendalian proses statistikal adalah bagaimana baiknya suatu output itu memenuhi spesifikasi dan toleransi yang diterapkan oleh bagian desain dari suatu perusahaan.
2.2 Pengertian Pengendalian Kualitas
Pengendalian kualitas merupakan aktivitas teknik ataupun manajemen, dimana dilakukan pengukuran karakteristik kualitas dari output (barang atau jasa), kemudian membandingkan hasil pengukuran itu dengan spesifikasi output yang diinginkan pelanggan, serta mengambil tindakan perbaikan yang tepat apabila ditemukan perbedaan antara performansi aktual dan standar. Pengendalian kualitas ditujukan untuk mempertahankan standar kualitas produk yang dijanjikan oleh perusahaan kepada konsumen.
Tindakan
pengendalian dapat membantu mempertahankan kinerja proses produksi dalam batas-batas toleransi yang diijinkan. Untuk menjaga konsistensi kualitas produk dan jasa yang dihasilkan dan sesuai dengan tuntutan kebutuhan pasar, perlu dilakukan pengendalian kualitas (quality control) atas aktivitas proses yang dijalani. Dari pengendalian kualitas yang berdasarkan inspeksi dengan penerimaan produk yang memenuhi syarat dan penolakan yang tidak memenuhi syarat sehingga banyak bahan, tenaga, dan waktu yang terbuang, muncul pemikiran untuk menciptakan sistem yang dapat
20 mencegah timbulnya masalah mengenai kualitas agar kesalahan yang terjadi tidak terulang lagi. Menurut Vincent Gaspersz (1998, halaman 1) pengendalian kualitas merupakan aktivitas teknik dan manajemen, melalui mana kita mengukur karakteristik kualitas dari output kemudian membandingkan hasil pengukuran itu dengan spesifikasi output yang diinginkan pelanggan, serta mengambil tindakan perbaikan yang tepat apabila ditemukan perbedaan antara performansi aktual dan standar. Pengendalian kualitas statistik merupakan teknik penyelesaian masalah yang digunakan untuk memonitor, mengendalikan, menganalisis, mengelola, dan memperbaiki produk atau proses dengan menggunakan metode statistik. Pada dasarnya performansi kualitas dapat ditentukan dan diukur berdasarkan karakteristik kualitas yang terdiri dari beberapa sifat atau dimensi berikut: 1. Fisik: panjang, berat, diameter, tegangan, kekentalan, dan lain-lain. 2. Sensory (berkaitan dengan panca indera): rasa, penampilan, warna, bentuk, model, dan lain-lain. 3. Orientasi waktu: reliability, serviceability, maintainability, dan lain-lain. 4. Orientasi biaya: berkaitan dengan dimensi biaya yang menggambarkan harga atau biaya dari suatu produk yang harus dibayarkan oleh konsumen.
21 Suatu pengukuran performansi kualitas dapat dilakukan pada tiga tingkat, yaitu: 1. Pengukuran pada tingkat proses, yang mengukur setiap langkah atau aktivitas dalam proses dan karakteristik input yang diserahkan oleh pemasok (supplier) yang mengendalikan karakteristik output yang diinginkan. Tujuan dari pengukuran pada tingkat ini adalah mengidentifikasi perilaku yang mengatur setiap langkah dalam proses dan menggunakan ukuran-ukuran ini untuk mengendalikan operasi serta memperkirakan output yang akan dihasilkan sebelum output itu diproduksi atau diserahkan ke pelanggan. Beberapa contoh pengukuran pada tingkat proses adalah: lama waktu menjawab panggilan telepon, banyaknya panggilan telepon yang tidak dikembalikan ke pelanggan, konformasi terhadap waktu penyerahan yang dijanjikan, persentasi material cacat yang diterima dari pemasok, siklus waktu produk (product cycle times), banyaknya inventori setengah jadi (work in process inventory), dan lain-lain. 2. Pengukuran pada tingkat output, mengukur karakteristik output yang dihasilkan dibandingkan terhadap spesifikasi karakteristik yang diinginkan pelanggan. Beberapa contoh ukuran pada tingkat output adalah: banyaknya unit produk yang tidak memenuhi spesifikasi tertentu yang diterapkan (banyak produk cacat), tingkat efektivitas dan efisiensi produksi, karakteristik kualitas dari produk yang dihasilkan, dan lain-lain.
22 3. Pengukuran pada tingkat outcome, yang mengukur bagaimana baiknya suatu produk memenuhi kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. Pengukuran pada tingkat outcome merupakan tingkat tertinggi dalam pengukuran performansi kualitas. Beberapa contoh pengukuran pada tingkat outcome adalah: banyaknya keluhan pelanggan yang diterima, banyaknya produk yang dikembalikan oleh pelanggan, tingkat ketepatan waktu penyerahan produk sesuai dengan waktu yang dijanjikan, dan lain-lain.
2.3 Diagram Pareto
Diagram Pareto adalah grafik batang yang menunjukkan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Masalah yang paling banyak terjadi ditunjukkan oleh grafik batang pertama yang tertinggi serta ditempatkan pada sisi paling kiri, dan seterusnya sampai masalah yang paling sedikit terjadi ditunjukkan oleh grafik batang terakhir yang terendah serta ditempatkan pada sisi paling kanan. Diagram Pareto bagian dari Statistical Process Control (SPC) yang merupakan suatu metodologi pengumpulan dan analisis data kualitas, serta penentuan dan interpretasi pengukuran-pengukuran yang menjelaskan tentang proses dalam suatu sistem industri untuk meningkatkan kualitas dari output guna memenuhi kebutuhan dan ekspetasi pelanggan. Pada dasarnya diagram Pareto dapat digunakan sebagai alat interpretasi untuk:
23 Menentukan frekuensi relatif dan urutan pentingnya masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah yang ada. Memfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan penting melalui pembuatan ranking terhadap masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah itu dalam bentuk yang signifikan. Diagram ini pertama kali ditemukan oleh Vilfredo Pareto, seorang ekonom Itali, menemukan aturan 80/20 dengan melakukan studi akan distribusi kekayaan dari berbagai negara. Ia menyimpulkan bahwa 20% minoritas menguasai 80% kekayaan masyarakat. Aturan ini tetap relevan diterapkan pada berbagai bidang, termasuk dalam inisiatif pengembangan kualitas: 20% dari kecacatan akan menyebabkan 80% dari masalah. Penelitian lebih lanjut oleh Dr. Juran dalam manajemen kualitas menyatakan aturan vital few and trivial many atau 20% dari sesuatu bertanggung jawab akan 80% hasil-hasilnya. Aturan ini juga berarti sesuatu yang sedikit (20%) adalah vital dan yang banyak (80%) adalah sepele. Diagram Pareto dibuat untuk menemukan masalah atau penyebab yang merupakan kunci dalam penyelesaian masalah dan perbandingan terhadap keseluruhan. Dengan mengetahui penyebab-penyebab yang dominan maka dapat ditentukan prioritas perbaikan yang akan dilakukan. Kegunaan diagram Pareto adalah: Menunjukkan persoalan utama yang dominan dan perlu segera diatasi.
24 Menyatakan perbandingan masing-masing persoalan yang ada dan komulatif secara keseluruhan. Menunjukkan tingkat perbaikan setelah tindakan koreksi dilakukan pada daerah yang terbatas. Menunjukkan perbandingan masing-masing persoalan sebelum dan sesudah perbaikan. Pareto diagram merupakan langkah awal (berdasarkan skala prioritas) untuk
melakukan perbaikan atau tindakan koreksi terhadap penyimpangan yang terjadi. Pareto diagram dapat diaplikasikan untuk proses perbaikan dalam berbagai
macam aspek permasalahan. Contoh, pada suatu bisnis makanan cepat saji, salah satu bauran produknya adalah melayani pesanan rumah. Bisnis berkembang dengan cepat. Seiring dengan itu banyak keluhan pelanggan yang muncul. Berikut daftar keluhan yang muncul: Tabel 2.1 Daftar Cacat (contoh) No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Macam keluhan (kecacatan) Rasa tidak standar Makanan sudah dingin Tidak sesuai pesanan Waktu pengiriman lama A B C D
Jumlah 10 25 5 30 1 2 1 3
25 Langkah-langkah dalam menggunakan minitab 14 untuk diagram Pareto: 1. Masukkan data ke dalam tabel
Gambar 2.1 Tampilan Pengisian Data pada Minitab 14 2. Klik Stat > Quality Tools > Pareto Chart sampai muncul kotak dialog Pareto Chart
Gambar 2.2 Tampilan Kotak Dialog pada Minitab 14
26 3. Pilih Chart defect table kemudian klik pada kotak labels in sehingga daftar variabel, yaitu variabel kecacatan dan jumlah muncul pada kotak pojok kiri. Pindahkan variabel kecacatan ke kotak labels in dengan memilih variabel tersebut dan tekan tombol Select. Pindahkan variabel jumlah ke kotak Frequencies in.
4. Klik OK, sehingga akan diperoleh diagram berikut:
Pareto Chart of Kecacatan 80
100
70
Count
50
60
40
40
30 20
20
10
Kecacatan
0
a
in ng i d
ar nd
n na a es ip
m la a n st h a a k m d a a ri su tid gi su n n e a s s pe ka k Ra sa tu da k a a Ti M W Count 30 25 10 Percent 39,0 32,5 13,0 Cum % 39,0 71,4 84,4
5 6,5 90,9
d
b O
3 3,9 94,8
2 2,6 97,4
er th
2 2,6 100,0
Gambar 2.3 Tampilan Diagram Pareto pada Minitab 14
0
Percent
80
60
27
2.4 Pengukuran Kinerja Produk 2.4.1 Konsep Pengukuran Berbasis Kecacatan
Pada konsep ini ada dua ukuran yang digunakan, yaitu: 1. Ukuran Defective dan Yield, variabel pengukurannya ialah: Proportion Defect, merupakan persentase jumlah unit/item yang
memiliki satu atau lebih cacat dibanding dengan total unit yang diproduksi. Rumusnya ialah
DPU =
Jumlah Defective X 100 % Jumlah unit yang diproduksi
Final Yield, atau ditulis Yfinal dihitung sebagai 1 dikurangi Proportion Defective. Informasi ini memberitahu apakah pecahan dari unit total yang diproduksi atau dikirim adalah bebas cacat (defect free). Hasil
ini
biasanya
dikalikan
dengan
100
%.
Ukuran
Yield
mengindikasikan ke-efektifan dari sebuah proses untuk menghasilkan probabilitas produk yang bebas cacat (defect free). Ukuran ini seringkali dinyatakan dalam format Rolled Throughput Yield atau RTY, mengindikasikan yield atau “hasil baik” pada tiap-tiap proses yang ada. Rumus RTY adalah: RTY = 1- (Jumlah cacat / Input awal) * 100 %.
28 2. Ukuran-ukuran Defect Sering disebut Defect per Unit atau DPU. Ukuran ini merefleksikan jumlah rata-rata dari defect, semua jenis, terhadap total unit yang dihasilkan. Jika DPU sebesar 1 misalnya, ini mengindikasikan bahwa setiap unit akan memiliki satu defect, sekalipun beberapa item mungkin memiliki lebih dari satu defect dan yang lainnya tidak ada defect. DPU 0,25 menunjukan suatu probabilitas bahwa satu dari empat unit akan memiliki satu defect. Rumusnya adalah:
DPU =
Jumlah Defect yang terjadi Jumlah total unit
Tiga ukuran pertama diatas akan membantu mengetahui seberapa baik atau buruk proses dikerjakan dan bagaimana defect didistribusikan dalam proses berjalan. Ukuran-ukuran tersebut juga dapat menjadi indikator dari performansi produk yang dihasilkan.
2.4.2 Konsep Pengukuran Berbasis Peluang
Pada konsep ini ada tiga variabel yang dapat digunakan untuk menghitung dan mengekspresikan ukuran-ukuran berbasis peluang defect, yaitu:
29 1. Defect per Opportunity, atau DPO Variabel ini menunjukan proporsi defect atas jumlah total peluang dalam sebuah kelompok yang diperiksa. Sebagai contoh jika DPO sebesar 0,05 berarti peluang untuk memiliki defect dalam sebuah kategori (CTQ) adalah 5%. Rumusnya adalah:
DPO =
Jumlah unit Defective Total unit x Peluang
2. Defect per Million Opportunities atau DPMO Kebanyakan ukuran-ukuran peluang defect diterjemahkan ke dalam format DPMO, yang mengindikasikan berapa banyak defect akan muncul jika ada satu juta peluang. Dalam lingkungan pemanufakturan secara khusus, DPMO sering disebut “PPM”, singkatan dari “parts per
million”. Rumus umum untuk menghitung DPMO ialah: DPMO = DPO x 1.000.000. Ukuran ini seringkali dipakai untuk menentukan peluang terjadinya cacat pada produk yang diproduksi dalam satu juta peluang. 3. Sigma Level Ukuran sigma atau level sigma adalah variabel paling penting dalam metode Six Sigma, karena variabel ini mengindikasikan variabilitas
30 proses dan sampai pada level berapa sigma proses dikelola. Ukuran ini juga mengindikasikan apakah proses saat ini sudah “efisien” dan “berkualitas” atau belum. Untuk mendapatkan skor sigma hal yang dilakukan adalah kita harus mengetahui DPMO terlebih dahulu dari hasil tersebut dapat kita konversikan menjadi skor sigma melalui tabel konversi sigma yang ada pada lampiran. 4. Menghitung COPQ (Cost Of Poor Quality), konsekuensi dari suatu produk jadi yang mempunyai kualitas rendah adalah perusahaan harus rela kehilangan keuntungan. Untuk mereduksi kehilangan keuntungan ini, maka perusahaan dapat menjalankan proyek Six Sigma. Semakin tingginya tingkat sigma yang dicapai, maka tingkat defect dan tingkat COPQ nya dapat menjadi rendah.
2.5 Cause Effect Diagram
Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara sebab dan akibat. Berkaitan dengan pengendalian proses statistikal, diagram sebab-akibat dipergunakan untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab (sebab) dan karakteristik kualitas (akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu. Diagram sebab-akibat ini sering juga disebut sebagai diagram tulang ikan (fishbone diagram) karena bentuknya seperti kerangka ikan, atau
31 diagram Ishikawa (Ishikawa’s diagram) karena pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Kaoru Ishikawa dari dari Universitas Tokyo pada tahun 1953. Pada dasarnya diagram sebab-akibat dapat dipergunakan untuk kebutuhankebutuhan berikut:
Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah.
Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah.
Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut.
Gambar 2.4 Struktur Diagram Sebab-Akibat
Diagram 2.1 Fishbone Diagram
32 Langkah-langkah membuat diagram sebab-akibat dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Mulai dengan pernyataan masalah-masalah utama yang penting dan mendesak untuk diselesaikan. 2. Tuliskan pernyataan masalah itu pada ”kepala ikan”, yang merupakan akibat (effect). Tuliskan pada sisi sebelah kanan dari kertas (kepala ikan), kemudian gambarkan ”tulang belakang” dari kiri ke kanan dan tempatkan pernyataan masalah itu dalam kotak. 3. Tuliskan faktor-faktor penyebab utama (sebab-sebab) yang mempengaruhi masalah kualitas sebagai ”tulang besar”, juga ditempatkan dalam kotak. Faktor-faktor penyebab atau kategori-kategori utama dapat dikembangkan melalui stratifikasi ke dalam pengelompokan dari faktor-faktor: manusia, mesin, peralatan, material, metode kerja, lingkungan kerja, pengukuran, dan lain-lain, atau stratifikasi melalui langkah-langkah aktual dalam proses. Faktor-faktor penyebab atau kategori-kategori dapat dikembangkan melalui
brainstorming. 4. Tuliskan penyebab-penyebab sekunder yang mempengaruhi penyebabpenyebab utama (tulang-tulang besar), serta penyebab-penyebab sekunder itu dinyatakan sebagai ”tulang-tulang berukuran sedang”. 5. Tuliskan penyebab-penyebab tersier yang mempengaruhi penyebab-penyebab sekunder (tulang-tulang berukuran sedang), serta penyebab-penyebab tersier itu dinyatakan sebagai ”tulang-tulang berukuran kecil”.
33 6. Tentukan item-item yang penting dari setiap faktor dan tandailah faktor-faktor penting tertentu yang kelihatannya memiliki pengaruh nyata terhadap karakteristik kualitas. 7. Catatlah informasi yang perlu didalam diagram sebab-akibat itu, seperti: judul, nama produk, proses, kelompok, daftar partisipan, tanggal, dan lainlain.
2.6 Definisi Data
Data adalah catatan tentang sesuatu, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif yang dipergunakan sebagai petunjuk untuk bertindak. Berdasarkan data, kita mempelajari fakta-fakta yang ada dan kemudian mengambil tindakan yang tepat berdasarkan pada fakta itu. Dalam konteks pengendalian proses statistikal dikenal dua jenis data, yaitu:
•
Data Atribut (Attributes Data), yaitu data kualitatif yang dapat dihitung untuk pencatatan dan analisis. Contoh dari data atribut karakteristik kualitas adalah ketiadaan label pada kemasan produk, kesalahan proses administrasi buku tabungan nasabah, banyaknya jenis cacat pada produk, dan lain-lain. Data atribut biasanya diperoleh dalam bentuk unit-unit nonkonformans atau ketidaksesuaian dengan spesifikasi atribut yang telah ditetapkan.
•
Data Variabel (Variables Data) merupakan data kuantitatif yang diukur untuk keperluan analisis. Contoh dari data variabel karakteristik kualitas adalah: diameter pipa, ketebalan produk kayu lapis, berat semen dalam kantong,
34 banyaknya kertas setiap rim, konsentrasi elektrolit dalam persen, dan lain-lain. Ukuran-ukuran berat, panjang, lebar, tinggi, diameter, volume, biasanya merupakan data variabel.
2.7 Peta Kontrol untuk Data Atribut
Peta kontrol untuk data atribut ada 4, diantaranya peta p, np, c, dan u. Pada umumnya data atribut hanya memiliki dua nilai yang berkaitan dengan ya atau tidak, seperti: sesuai atau tidak sesuai, berhasil atau gagal, lulus atau tidak lulus, bagus atau jelek, dll. Data ini dapat dihitung untuk keperluan pencatatan dan analisis. Peta-peta control untuk data atribut adalah penting untuk beberapa alasan berikut:
Situasi-situasi yang berkaitan dengan data atribut ada dalam proses teknikal atau administratif, sehingga teknik-teknik analisis atribut menjadi berguna dalam banyak penerapan. Kesulitan paling nyata dalam pengendalian kualitas adalah mengembangkan definisi operasional secara tepat tentang apa itu ketidaksesuaian, sehingga suatu produk yang merupakan output dari proses perlu diperhatikan.
Data atribut telah tersedia dalam banyak situasi termasuk dalam aktivitas inspeksi material, proses perbaikan, atau inspeksi akhir. Dalam kaitan ini, data yang
telah
tersedia
itu
hanya
membutuhkan
sedikit
usaha
mengkonversinya ke dalam bentuk peta kontrol untuk data atribut itu.
untuk
35
Apabila data baru harus dikumpulkan, informasi atribut pada umumnya mudah diperoleh dan tidak mahal, serta tidak membutuhkan keterampilan khusus untuk mengumpulkan data atribut itu.
Kebanyakan data yang dikumpulkan untuk pelaporan manajemen adalah dalam bentuk atribut dan akan menjadi lebih bermanfaat apabila dilakukan analisis peta kontrol untuk data atribut itu.
Ketika memperkenalkan peta-peta kontrol dalam suatu organisasi, adalah penting untuk memprioritaskan area masalah dan menggunakan peta kontrol itu di tempat yang paling membutuhkannnya. Signal masalah dapat dating dari sistem pengendali biaya, keluhan-keluhan pengguna, hambatan-hambatan internal, dan lain-lain. Penggunaan peta-peta kontrol untuk data atribut yang berkaitan dengan ukuran-ukuran kunci kualitas secara keseluruhan seringkali mampu memberikan petunjuk tentang area proses spesifik yang membutuhkan pengujian-pengujian lanjutan, termasuk kemungkinan menggunakan peta-peta kontrol untuk data variabel. Bagaimanapun sebelum peta-peta kontrol untuk data atribut digunakan untuk
mengendalikan
karakteristik
kualitas
dari
item-item,
beberapa
langkah
pendahuluan harus dipersiapkan, sebagai berikut:
Menetapkan suatu lingkungan yang cocok untuk tindakan. Penggunaan metode-metode statistical akan gagal, kecuali manajemen telah menyiapkan suatu lingkungan yang responsive.
36
Mendefinisikan proses, dalam hal ini proses harus dipahami dalam bentuk hubungannya dengan operasi yang lain, pengguna, dan dalam bentuki elemenelemen proses (orang, mesin dan peralatan, material, metode dan lingkungan kerja) yang berpengaruh pada setiap tahap proses. Untuk membantu memahami hubungan pengaruh dari elemen-elemen proses itu, kita dapat menggunakan diagram sebab akibat (cause-and-effect-diagram).
Menentukan karakteristik kualitas yang akan dikelola. Manajemen seyogianya mengkonsentrasikan pada karakteristik-karakteristik yang paling bermanfaat untuk perbaikan proses. Untuk membantu memahami karakteristikkarakteristik apa yang dominan berpengaruh pada perbaikan proses, kita dapat menggunakan prinsip pareto. Karakteristik-karakteristik yang akan dikelola seyogianya mempertimbangkan beberapa hal berikut : Ö Kebutuhan pelanggan. Hal ini mencakup juga setiap subsekuens proses
yang menggunakan produk sebagai suatu input (pelanggan internal) dan pelanggan akhir (pelanggan eksternal) yang menggunakan produk itu. Ö Area masalah sekarang dan potensial. Mempertimbangkan bukti-bukti
yang ada dari pemborosan (waste) atau performansi yang buruk (misalnya
scrap, pekerjaan ulang, overtime berlebihan, target tidak terpenuhi, dan lain-lain), serta area risiko (misalnya : perubahan-perubahan terhadap desain produk, korelasi pada elemen-elemen dari proses, dan lain-lain).
37 Ö Korelasi di antara karakteristik-karakteristik itu. Untuk keperluan studi
yang efektif dan efisien, kita perlu mengkaji hubungan (korelasi) di antara karakteristik kualitas individual suatu item cenderung terjadi bersamasama, maka cukup dibuatkan peta kontrol terhadap satu karakteristik kualitas saja yang juga telah mampu merepresentasikan karakteristikkarakteristik kualitas individual yang lain. Untuk membantu kita memahami hubungan (korelasi) di antara karakteristik-karakteristik kualitas dapat menggunakan diagram tebar (scatter diagram) dan analisis korelasi.
Mendefinisikan sistem pengukuran. Karakteristik kualitas harus didefinisikan secara operasional, sehingga temuan-temuan dapat dikomunikasikan kepada semua pihak yang terkait agar memperhatikannya. Hal ini mencakup spesifikasi data apa yang dikumpulkan, di mana, bagaimana, oleh siapa, bilamana, dan dalam kondisi apa. Penetapan definisi operasional kadangkadang menjadi sulit tetapi penting, apabila pertimbangan pribadi juga dilibatkan. Definisi karakteristik kualitas akan mempengaruhi jenis peta kontrol yang digunakan.
Meminimumkan variasi-variasi yang tidak perlu. Variasi-variasi penyebab eksternal yang tidak perlu seyogianya dikurangi sebelum studi tentang pengendalian kualitas dimulai.
38
2.8 Peta Kontrol p
Peta kontrol p digunakan untuk mengukur proporsi ketidaksesuaian (penyimpangan atau sering disebut cacat) dari item-item dalam kelompok yang sedang diinspeksi. Dengan demikian peta kontrol p digunakan untuk mengendalikan proporsi dari item-item yang tidak memenuhi syarat spesifikasi kualitas atau proporsi dari produk yang cacat yang dihasilkan dalam suatu proses. Proporsi yang tidak memenuhi syarat didefinisikan sebagai rasio banyaknya
item yang tidak memenuhi syarat dalam suatu kelompok terhadap total banyaknya item dalam kelompok itu. Item-item itu dapat mempunyai beberapa karakteristik kualitas yang diperiksa atau diuji secara simultan oleh pemeriksa. Jika item-item itu tidak memenuhi standar pada satu atau lebih karakteristik yang diperiksa,
item-item itu digolongkan sebagai tidak memenuhi syarat spesifikasi atau cacat. Proporsi sering diungkapkan dalam bentuk desimal, misalnya : jika ada 30 unit produk yang cacat dari 100 unit produk yang diperiksa, dikatakan bahwa proporsi dari produk cacat adalah sebesar 30 / 100 = 0,30. apabila nilai proporsi ini dikalikan dengan 100%, dapat dinyatakan dalam persen, sehingga dikatakan bahwa persentase dari produk cacat adalah sebesar (0,30).(100%) = 30%.
39 Pembuatan peta kontrol p, dapat dilakukan dengan cara mengikuti beberapa langkah berikut : 1. Tentukan ukuran contoh yang cukup besar (n > 30). 2. Kumpulkan 20 – 25 set contoh. 3. Hitung nilai proporsi cacat, yaitu p-bar = total cacat / total inspeksi. 4. Hitung nilai simpangan baku, yaitu : Sp = { p - bar ( 1 - p - bar) / n} Jika p-bar dinyatakan dalam persentase, maka Sp dihitung sebagai berikut : Sp = { p - bar ( 100 - p - bar) / n} 5. Hitung batas-batas kontrol 3-sigma dari : CL
= p-bar
UCL = p-bar + 3 Sp LCL
= p-bar - 3 Sp
6. Plot atau tebarkan data proporsi (atau persentase) cacat dan lakukan pengamatan apakah data itu berada dalam pengendalian statistikal. 7. Apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses berada dalam pengendalian statistikal, tentukan kapabilitas proses menghasilkan produk yang sesuai (tidak cacat) sebesar : (1- p-bar) atau (100% - p-bar), hal ini serupa dengan proses menghasilkan produk cacat sebesar p-bar. 8. Apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses berada dalam pengendalian statistikal, gunakan peta kontrol p untuk memantau proses terusmenerus. Tetapi apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses tidak
40 berada dalam pengendalian statistikal, proses itu harus diperbaiki terlebih dahulu sebelum menggunakan peta kontrol itu untuk pengendalian proses terus-menerus. Langkah-langkah membuat p chart dengan menggunakan Minitab 14: contoh, suatu perusahaan minuman dalam kemasan melakukan kontrol statistik pada produk minumannya. Perusahaan memonitor kemasan apakah terjadi kebocoran atau penutup yang tidak sempurna. Perusahaan melakukan pengamatan setiap setengah jam sebanyak 15 kali dengan setiap pengamatan mengambil 25 atau 50 sampel (sampel bervariasi). Masukan data defect yang terjadi.
Gambar 2.5 Tampilan Data Defect yang Terjadi
41
Klik Stat > Control Charts > Attributes Charts > p chart sehingga muncul
kotak dialog p chart:
Gambar 2.6 Tampilan Kotak dialog p chart Masukkan variabel cacat kemasan pada kotak Variables. Masukkan variabel jml sampel pada kotak Subgroup sizes. Klik OK, maka akan diperoleh hasil lembar session dan diagram kontrol
berikut
42
P Chart of Cacat Kemasan 1
0,30
Proportion
0,25
UCL=0,2458
0,20 0,15 _ P=0,112
0,10 0,05 0,00
LCL=0 1
2
3
4
5
6
7
8 9 Sample
10 11
12 13
14 15
Tests performed with unequal sample sizes
Gambar 2.7 Tampilan P-chart
2.9 Analytical Hierarchy Process
Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan salah satu metode pengambilan keputusan. Tujuan pengambilan keputusan dengan menggunakan metode ini antara lain: o Menentukan kriteria-kriteria yang penting untuk pengambilan keputusan. o Menentukan peringkat peringkat untuk pengambilan keputusan. o Memilih keputusan terbaik dari perhitungan matriks kriteria dan alternatif.
Terdapat 9 derajat kepentingan dalam mengisi tabel-tabel AHP. Derajat kepentingan tersebut diringkas pada tabel berikut:
43 Tabel 2.2 Derajat Kepentingan AHP
Langkah-langkah dalam pengambilan keputusan adalah sebagai berikut: 1. Tentukan tujuan (level 1), kriteria (level 2), dan alternatif (level 3) dari masalah.
Diagram 2.2 Contoh Permasalahan
44 2. Tentukan peringkat kriteria untuk matriks alternatif supplier yang dipilih menurut tabel derajat kepentingan. Tabel 2.3 Matriks Kriteria AHP
Catatan :
Jika mobil dibandingkan dengan dirinya sendiri, maka harus ”equally preferred” dengan nilai 1, yang membuat seluruh nilai sepanjang diagonal matriks bernilai 1. Contohnya: Dari segi harga Æ Mobil A ”Moderately Preferred” terhadap mobil B, tetapi Mobil C ”Strongly Preferred” terhadap mobil B. 3. Sama dengan cara pada nomor 2, tentukan peringkat untuk masing-masing matriks kriteria yang dipilih menurut derajat kepentingan. Tabel 2.4 Peringkat untuk Matriks Kriteria
4. Kalikan matriks kriteria dan matriks alternatif dari hasil perhitungan nomor 2 (supplier) dan nomor 3 (kriteria yang dipilih) untuk mendapatkan priority
vector sehingga bisa mendapatkan keputusan yang terbaik.
45
Perhitungan Konsistensi
5. Menentukan weight sum vector: Diselesaikan dengan hasil perkalian row averages dengan matriks awal. 6. Menentukan Consistency Vector: Diselesaikan dengan membagi weight sum vector dengan row averages. 7. Menghitung Lambda dan Consistency Index:
CI =
λ−n n −1
dimana n adalah jumlah item dari sistem yang dibandingkan.
λ adalah rata-rata dari Consistency Vector. 8. Menghitung Consistency Ratio:
CR =
CI dimana RI adalah random index yang didapatkan dari tabel. RI
Untuk mengetahui hasil yang konsisten, maka hasil dari CR ≤ 0,10 Tabel 2.5 Random Index N
RI
2
0,00
3
0,58
4
0,90
5
1,12
6
1,24
7
1,32
8
1,41
9
1,45
10
1,49
46
2.10 Metode FMEA
Failure Mode Effect Analysis (FMEA) merupakan suatu penaksiran elemen per elemen secara sistematis untuk menyoroti akibat-akibat dari kegagalan komponen, produk, proses atau sistem memenuhi keinginan dan spesifikasi konsumen termasuk keamanan, melalui desain ulang, perbaikan secara terusmenerus, pendukung keamanan, tinjauan perancangan, dan lain-lain. FMEA adalah sekumpulan petunjuk, sebuah proses, dan form untuk mengidentifikasikan dan mendahulukan masalah-masalah potensial (kegagalan). FMEA merupakan teknik analisis semi kuantitatif yang melibatkan disiplin tinggi, pendekatan sistematis dan struktur yang digunakan untuk teknik pemecahan masalah. Metode ini dapat dikatakan sebagai sebuah kumpulan aktivitas sistematis yang ditujukan untuk: 1. Mengidentifikasi dan mengevaluasi kemungkinan terjadi kegagalan potensial dan efek yang ditimbulkannya dalam sebuah proses atau desain. 2. Mengidentifikasi aksi yang dapat mengeliminasi atau mengurangi kesempatan dan frekuensi timbulnya kegagalan potensial yang sama. 3. Dokumentasikan proses tersebut dan dapat dilengkapi dengan cara mendefinisikan bagaimana sebuah desain dapat memuaskan konsumen.
47 Metode FMEA ini dapat diterapkan pada saat menerapkan tahap desain produk atau pada saat proses sudah berjalan. Apabila dilakukan pada saat desain disebut sebagai ”Design FMEA”. Pada pembahasan ini akan dijabarkan mengenai FMEA proses, karena akan diterapkan pada produk yang sudah memasuki tahap produksi. Suatu FMEA proses akan mengidentifikasi penyimpangan-penyimpangan potensial yang mungkin dari setiap spesifikasi dan menghilangkan atau meminimumkan
penyimpangan-penyimpangan
itu
melalui
deteksi
atau
pencegahan perubahan-perubahan dalam variabel-variabel proses. Manfaat penggunaan FMEA proses dalam peningkatan kualitas Six Sigma adalah mengidentifikasi masalah-masalah yang potensial sebelum produk itu diproduksi, membantu menghindari scrap dan pekerjaan ulang (rework), mengurangi banyaknya kegagalan produk yang ada sehingga akan meningkatkan kepuasan pelanggan dan menjamin suatu start up produksi yang lebih mulus. Fungsi dari Process Potential FMEA: 1. Mengidentifikasikan produk yang mungkin terjadi kegagalan dalam prosesnya. 2. Menentukan efek yang mungkin terjadi bagi konsumen bila terjadi kegagalan. 3. Mengidentifikasi penyebab kegagalan utama dalam manufaktur dan mengurangi tingkat kejadian dari penyebab itu dengan memfokuskan kontrol akan variabel tersebut.
48 4. Membuat daftar yang terurut untuk potensial kegagalan dan menentukan tingkat prioritas untuk penanganan dan tindakan penyelesaian. 5. Mendokumentasikan hasil dari proses manufaktur atau perakitan. Konsumen yang dijelaskan disini bukan selalu merupakan end user, namun konsumen disini adalah proses yang ada setelah proses yang dibahas dalam metode FMEA ini, yaitu proses yang menggunakan produk dari proses yang dibahas. Pada saat pembuatan dan pelaksanaan FMEA proses ini, setiap anggota
team yang bertanggung jawab akan berpartisipasi secara aktif, baik dari beberapa bagian dari manufaktur yang bertanggung jawab akan desain, kualitas, maupun proses produksinya sendiri.
Gambar 2.8 Dokumen FMEA
49 FMEA proses ini adalah sebuah dokumen yang terus dikembangkan dimulai dari persiapan produksi, persiapan peralatan produksi, dan juga pada seluruh proses manufaktur itu sendiri sehingga setiap kegagalan yang mungkin terjadi akan dapat diidentifikasikan sedini mungkin. Contoh dokumen FMEA dapat dilihat pada gambar 2.8 Keterangan :
1. Severity Merupakan tingkat parahnya kerusakan yang disetujui oleh team yang menyusun FMEA ini, dapat diklasifikasikan antara 1-10 dengan kriteria dalam tabel 2.6 Tabel 2.6 Rangking Severity
Ranking 1
2 3 4 5 6
7 8
9 10
Kriteria (Severity of Effect) Neglible severity (pengaruh buruk yang dapat diabaikan). Kita tidak perlu memikirkan bahwa akibat ini akan berdampak pada kinerja produk. Pengguna akhir mungkin tidak akan memperhatikan kecacatan atau kegagalan ini. Mild severity (pengaruh buruk yang ringan / sedikit). Akibat yang ditimbulkan hanya bersifat ringan. Pengguna akhir tidak akan merasakan perubahan kinerja. Perbaikan dapat dikerjakan pada saat pemeliharaan reguler. Moderate severity (pengaruh buruk yang moderate). Pengguna akhir akan merasakan penurunan kinerja atau penampilan, namun masih berada dalam batasan toleransi. Perbaikan yang dilakukan tidak akan mahal, jika terjadi downtime hanya dalam waktu singkat. High severity (pengaruh buruk yang tinggi). Pengguna akhir akan merasakan akibat buruk yang tidak dapat diterima, berada diluar batas toleransi. Akibat akan terjadi tanpa pemberitahuan atau peringatan terlebih dahulu. Downtime akan berakibat biaya yang sangat mahal. Penurunan kinerja dalam area yang berkaitan dengan peraturan pemerintah, namun tidak berkaitan dengan keamanan dan keselamatan. Potential safety problems (masalah keselamatan / keamanan potensial). Akibat yang ditimbulkan sangat berbahaya yang dapat terjadi tanpa pemberitahuan atau peringatan terlebih dahulu. Bertentangan dengan hukum.
50 2. Occurence Merupakan bagaimana seringnya penyebab kegagalan tersebut timbul, rangking 1-10 ini memiliki arti, bukan sekadar angka penggolongan saja. Untuk menentukan angka occurence dapat dilihat dalam tabel 2.7 berikut: Tabel 2.7 Rangking Occurence
Rangking 1 2 3
Possible Failure Rate Adalah tidak mungkin bahwa penyebab ini yang mengakibatkan kegagalan Kegagalan akan jarang terjadi
4 5
8
1 dalam 1.000.000 1 dalam 20.000 1 dalam 4.000 1 dalam 400
Kegagalan agak mungkin terjadi
6 7
Cpk
Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi
1 dalam 80 1 dalam 40 1 dalam 20
9
Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan
1 dalam 8
10
akan terjadi
1 dalam 2
3. Detection
Detection merupakan perkiraan kemungkinan dari kontrol yang diterapkan pada proses tersebut dapat mendeteksi kegagalan yang ada sebelum produk tersebut keluar dari proses produksi. Untuk dapat menentukan angka
detection dapat dilihat pada tabel 2.8
51 Tabel 2.8 Rangking Detection Rangking 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kriteria Verbal
Rank
Metode pencegahan atau deteksi sangan efektif. Tidak ada kesempatan bahwa penyebab mungkin masih muncul terjadi.
1 dalam 1.000.000
Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi adalah rendah 1 dalam 40.000
1 dalam 20.000
Kemungkinan penyebab terjadinya bersifat moderat. Metode pencegahan atau deteksi masih memungkinkan kadangkadang penyebab itu terjadi
1 dalam 1.000 1 dalam 400 1 dalam 80
Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi masih tinggi. Metode pencegahan atau deteksi kurang efektif, karena penyebab masih berulang kembali.
1 dalam 40
Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi sangat tinggi. Metode pencegahan atau deteksi tidak efektif. Penyebab akan selalu terjadi kembali
1 dalam 8
1 dalam 20
1 dalam 2
4. RPN RPN (Risk Priority Number) adalah gabungan dari ranking severity (S),
Occurence (O), dan Detection (D) dengan rumus: RPN = (S) x (O) x (D) Nilai ini harus digunakan untuk mengurutkan perhatian yang harus diberikan pada proses tersebut, misal untuk diagram pareto. RPN ini akan bernilai antara 1 dan 1000. Untuk RPN yang besar, team harus mampu menurunkan nilai resiko, umumnya perhatian tertinggi harus diberikan pada
Severity (S) tertinggi.
52
2.11 Logika Fuzzy
Orang yang belum pernah mengenal logika fuzzy pasti akan mengira bahwa logika fuzzy adalah sesuatu yang amat rumit dan tidak menyenangkan. Namun sekali orang mulai mengenalnya, ia pasti akan sangat tertarik dan akan menjadi pendatang baru untuk ikut serta mempelajari logika fuzzy. Logika fuzzy dikatakan sebagai logika baru yang lama, sebab ilmu tentang logika fuzzy modern dan metodis baru ditemukan beberapa tahun yang lalu, padahal sebenarnya konsep tentang logika fuzzy itu sendiri sudah ada sejak lama. Logika fuzzy adalah suatu cara yang tepat untuk memetakan suatu ruang
input ke dalam suatu ruang output. Sebagai contoh: 1. Manajer pergudangan mengatakan pada manajer produksi seberapa banyak persediaan barang pada akhir minggu ini, kemudian manajer produksi akan menetapkan jumlah barang yang harus diproduksi esok hari. 2. Pelayan restoran memberikan pelayanan terhadap tamu, kemudian tamu akan memberikan tip yang sesuai atas baik tidaknya pelayan yang diberikan. 3. Anda mengatakan pada saya seberapa sejuk ruangan yang anda inginkan, saya akan mengatur putaran kipas yang ada pada ruangan ini. Salah satu contoh pemetaan suatu input-output dalam bentuk grafis seperti terlihat pada Gambar 2.9
53
Gambar 2.9 Contoh Pemetaan Input-Output Alasan menggunakan logika fuzzy, antara lain: 1. Konsep logika fuzzy mudah dimengerti. Konsep matematis yang mendasari penalaran fuzzy sangat sederhana dan mudah dimengerti. 2. Logika fuzzy sangat fleksibel 3. Logika fuzzy memiliki toleransi terhadap data-data yang tidak tepat. 4. Logika fuzzy mampu memodelkan fungsi-fungsi nonlinear yang sangat kompleks. 5. Logika fuzzy dapat membangun dan mengaplikasikan pengalamanpengalaman para pakar secara langsung tanpa harus melalui proses pelatihan. 6. Logika fuzzy dapat bekerjasama dengan teknik-teknik kendali secara konvensional. 7. Logika fuzzy didasarkan pada bahasa alami.
54 Pada himpunan tegas (crisp), nilai keanggotaan suatu item x dalam suatu himpunan A, yang sering ditulis dengan μA[x], memiliki dua kemungkinan, yaitu:
• Satu (1), yang berarti bahwa suatu item menjadi anggota dalam suatu himpunan, atau
• Nol (0), yang berarti bahwa suatu item tidak menjadi anggota dalam suatu himpunan Kalau pada himpunan crisp, nilai keanggotaan hanya ada 2 kemungkinan, yaitu 0 atau 1, pada himpunan fuzzy nilai keanggotaan terletak pada rentang 0 sampai 1. Apabila x memiliki nilai keanggotaan fuzzy μA[x]=0 berarti x tidak menjadi anggota himpunan A, demikian pula apabila x memiliki nilai keanggotaan fuzzy μA[x]=1 berarti x menjadi anggota penuh pada himpunan A. Terkadang kemiripan antara keanggotaan fuzzy dengan probabilitas menimbulkan kerancuan. Keduanya memiliki nilai pada interval [0,1], namun interpretasi nilainya sangat berbeda antara kedua kasus tersebut. Keanggotaan
fuzzy memberikan suatu ukuran terhadap pendapat atau keputusan, sedangkan probabilitas mengindikasikan proporsi terhadap keseringan suatu hasil bernilai benar dalam jangka panjang. Misalnya, jika nilai keanggotaan suatu himpunan
fuzzy MUDA adalah 0,9; maka tidak perlu dipermasalahkan berapa seringnya nilai itu diulang secara individual untuk mengharapkan suatu hasil yang hampir
55 pasti muda. Di lain pihak, nilai probabilitas 0,9 muda berarti 10% dari himpunan tersebut diharapkan tidak muda. Himpunan fuzzy memiliki 2 atribut, yaitu: a. Linguistik, yaitu penamaan suatu grup yang mewakili suatu keadaan atau kondisi tertntu dengan menggunakan bahasa alami, seperti: Muda, Parobaya, Tua. b. Numeris, yaitu suatu nilai (angka) yang menunjukkan ukuran dari suatu variabel seperti: 40, 25, 50, dsb. Ada beberapa hal yang perlu diketahui dalam memahami sistem fuzzy, yaitu: a) Variabel fuzzy Variabel fuzzy merupakan variabel yang hendak dibahas dalam suatu sistem
fuzzy. Contoh: umur, temperatur, permintaan, dsb. b) Himpunan fuzzy Himpunan fuzzy merupakan suatu grup yang mewakili suatu kondisi atau keadaan tertentu dalam suatu variabel fuzzy. Contoh: Variabel temperatur, terbagi menjadi 5 himpunan fuzzy, yaitu: DINGIN, SEJUK, NORMAL, HANGAT, dan PANAS (Gambar 2.10)
56
Gambar 2.10 Himpunan Fuzzy pada Variabel Temperatur c) Semesta pembicaraan Semesta pembicaraan adalah keseluruhan nilai yang diperbolehkan untuk dioperasikan dalam suatu variabel fuzzy. Semesta pembicaraan merupakan himpunan bilangan real yang senantiasa naik (bertambah) secara monoton dari kiri ke kanan. Nilai semesta pembicaraan dapat berupa bilangan positif maupun negatif. Adakalanya nilai semesta pembicaraan ini tidak dibatasi batas atasnya. Contoh:
•
Semesta pembicaraan untuk variabel umur: [0 +∞]
•
Semesta pembicaraan untuk variabel temperatur: [0 40]
d) Domain Domain himpunan fuzzy adalah keseluruhan nilai yang diijinkan dalam semesta pembicaraan dan boleh dioperasikan dalam suatu himpunan fuzzy. Seperti halnya semesta pembicaraan, domain merupakan himpunan bilangan
57
real yang senantiasa naik (bertambah) secara monoton dari kiri ke kanan. Nilai domain dapat berupa bilangan positif maupun negatif. Contoh domain himpunan fuzzy:
MUDA
= [0,
PAROBAYA
= [35, 55]
TUA
= [45, +∞]
DINGIN
= [0,
SEJUK
= [15, 25]
NORMAL
= [20, 30]
HANGAT
= [25, 35]
PANAS
= [30, 40]
45]
20]