Prosiding Kolokium 2013 Puslitbang Permukiman
“Menuju Infrastruktur Permukiman yang Berkelanjutan Melalui Penerapan Hasil Litbang”
PERUMUSAN APLIKASI ALTERNATIF DESAIN PENAMPUNGAN AIR HUJAN UNTUK MASYARAKAT Studi Kasus: Provinsi Nusa Tenggara Timur Made Widiadnyana Wardiha1, Aris Prihandono 1 Surel:
[email protected] ABSTRAK: Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki masalah ketersediaan air bersih dan perlu dicarikan solusi. Salah satunya adalah dengan penyediaan air melalui penampungan air hujan (PAH). Di antara kekurangan PAH adalah perubahan kualitas air tampungan, curah hujan rendah, serta kendala penyediaan material. Oleh karena itu perlu dirumuskan alternatif desain PAH yang sesuai dengan kondisi masyarakat di NTT. Untuk merumuskan alternatif desain PAH perlu kajian data sekunder dan primer. Data sekunder diperoleh dari kajian literatur kecuali data curah hujan yang diperoleh melalui BMKG Provinsi NTT. Data primer diperoleh dari hasil analisis dan pengambilan sampel serta pengujian kualitas air untuk selanjutnya dianalisis dengan metode statistik deskriptif. Kajian terhadap data sekunder dan primer dimaksudkan untuk melihat kecenderungan persebaran curah hujan, analisis kualitas air hasil tampungan PAH. Penyusunan desain penampungan air hujan yang dianalisis berdasarkan aspek model, metode pengolahan air, dan manajemen penyediaan air. Alternatif desain PAH dikemas dalam bentuk rumusan aplikasi menggunakan perangkat lunak dengan input data dari parameter-parameter yang dinilai berpengaruh. Hasil dari rumusan aplikasi menunjukkan bahwa dari parameter-parameter yang diinput, dihasilkan alternatif PAH dengan rincian volume, dimensi, metode penangkapan air hujan, jenis PAH, metode penyaringan, metode penjernihan, metode netralisasi, penempatan PAH, dan kelengkapan sumur resapan.
Kata kunci: penampungan air hujan, alternatif desain, aplikasi, nusa tenggara timur 1.
Pendahuluan
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki satu masalah ketersediaan air bersih. Enam dari 21 kabupaten di NTT saat ini masih mengalami krisis air bersih, yaitu Kabupaten Kupang, Ende, Sikka, Flores Timur, Belu, dan Sumba Timur [1]. Kurangnya ketersediaan air di NTT antara lain disebabkan oleh curah hujan yang rendah di bawah 1300 mm/tahun serta budaya masyarakat NTT yang mendirikan rumah di tempat tinggi sehingga jauh dari sumber air [2]. Berdasarkan data tersebut, masalah penyediaan air bersih di Provinsi NTT perlu dicarikan solusi sesuai dengan kondisi permasalahan yang ada di Provinsi NTT. Salah satu solusinya adalah penyediaan air melalui penampungan air hujan (PAH). Berdasarkan penelitian tahun 2011 oleh Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional Denpasar (Balai PTPT Denpasar), masyarakat di NTT rata-rata menggunakan PAH sebagai alat untuk penyediaan air bersih. Namun, beberapa hal yang menjadi kendala dalam penyediaan air dengan PAH diantaranya perubahan kualitas air setelah ditampung beberapa bulan, curah hujan yang rendah sehingga air hujan yang tertampung jumlahnya sedikit, serta kendala penyediaan material untuk pembangunan PAH di pulau-pulau kecil. Untuk mengatasi masalah ini maka perlu disusun konsep desain PAH yang sesuai dengan kondisi masyarakat di NTT sehingga dapat menjadi alternatif untuk permasalahan penyediaan air di NTT. Hasil kegiatan ini diharapkan dapat menjadi alternatif desain yang dapat digunakan pemerintah daerah maupun masyarakat di NTT yang akan membangun PAH yang secara ekonomi terjangkau, secara teknis sederhana namun tetap memenuhi standar air bersih atau air minum.
ISBN 978-602-8330-73-2
297
Prosiding Kolokium 2013 Puslitbang Permukiman
“Menuju Infrastruktur Permukiman yang Berkelanjutan Melalui Penerapan Hasil Litbang”
2.
Kajian Pustaka
Air hujan berasal dari proses pengembunan kelembaban udara yang kemudian terkumpul dalam bentuk awan di angkasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa air hujan sangat miskin kandungan mineral di antaranya garam Kalsium, Magnesium dan Natrium Karbonat, tetapi masih memenuhi persyaratan kimia dan fisika untuk air baku air minum [3]. Air hujan hasil panen harus ditampung dalam penampungan yang terbebas dari kontaminasi yang dapat menurunkan kualitas air. Bak penampung air hujan adalah sarana untuk menampung air hujan yang dilengkapi dengan bak penyaring, lubang periksa, pipa masukan, pipa pelimpah, pipa penguras, dan pipa keluaran yang dapat digunakan sebagai penyediaan air bersih [4]. Dari pengertian tersebut, bagian-bagian utama dari suatu penampung air hujan yaitu bagian penangkap air hujan, bagian penyaringan, dan bagian penampungan. 2.1. Penangkapan Proses penangkapan air hujan dalam perencanaannya perlu memperhitungkan curah hujan, luasan atap, bahan atap, termasuk kebutuhan pipa atau talang. Bidang tadah air hujan tidak hanya atap, tapi juga termasuk lapangan terbuka kedap air, dan tempat parkir. Namun untuk permukiman bidang tadah utama adalah atap seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Bidang Tadah dengan Model Atap yang Berbeda [3]
Kemampuan bidang tadah dalam menangkap air hujan ini sangat tergantung dari besarnya luasan dan koefisien permeabilitas dari bahan/jenis bidang tadah/ koefisien run off. Koefisien run off adalah koefisien pengaliran air limpasan, yang besarannya bervariasi tergantung jenis permukaan dan kemiringan yang ada. Koefisien run off jenis permukaan dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1 Angka koefisien run off [3] No 1 2 3
Jenis Permukaan Permukaan atap bangunan Permukaan yang diperkeras Permukaan berupa taman
Angka Pengaliran (%) 90 – 95 70 – 90 25 - 40
Berdasarkan besarnya curah hujan yang turun di suatu lokasi dan luasnya bidang tadah, maka dapat diketahui volume potensial dari air hujan yang dapat ditampung. Secara teoritis, kurang lebih 2,34 liter/m2 dapat dikumpulkan dari 1 inci (25,4 mm) air hujan yang turun. Selebihnya, air hujan akan hilang akibat pembilasan pertama, penguapan, mengalir sebagai air permukaan (run-off). Tabel 2 menunjukkan keterkaitan antara besarnya luasan bidang tadah dan besarnya curah hujan dengan volume potensial air hujan yang dapat dimanfaatkan.
298
ISBN 978-602-8330-73-2
Prosiding Kolokium 2013 Puslitbang Permukiman
“Menuju Infrastruktur Permukiman yang Berkelanjutan Melalui Penerapan Hasil Litbang”
2.2. Penyaringan Pada petunjuk teknis Pt-S-04-2000-C mengenai spesifikasi bak penampung air hujan untuk air bersih dari ferrosemen, sistem penyaringan air hujan digunakan sebelum masuk ke bak penampungan [5]. Bak penyaring ini menggunakan media saringan pasir dengan ukuran diameter 0,3 – 0,4 mm dan kerikil dengan ukuran diameter 10-40 mm. 2.3. Penampungan Selama ini telah dikenal dua macam cara perhitungan volume penampungan air hujan yang bisa dilakukan, yaitu perhitungan praktis (berdasarkan data tahunan dalam periode yang cukup panjang) dan perhitungan teoritis (berdasarkan data harian untuk periode yang panjang). Sebelumnya diperkenalkan beberapa istilah dalam perhitungan dimensi penampungan air hujan, diantaranya adalah perhitungan dengan volume tahunan maksimum, volume tahunan rata-rata, dan volume optimal tahunan rata-rata [3]. Tabel 2 Besarnya curah hujan, luas atap dan volume potensial air hujan [3] Curah Hujan (mm) 150 200 250 300 400 500 600 800 1000 1200
3.
100 10 14 18 22 30 38 46 62 78 94
Luas area atap (m2) 150 200 250 300 400 Volume potensial air hujan per tahun (dalam kiloliter) 15 20 25 30 40 21 28 35 42 56 27 36 45 54 72 33 44 55 66 88 45 60 75 90 120 57 76 95 114 152 69 92 115 138 184 93 124 155 186 248 117 156 195 234 312 141 188 235 282 376
500 50 70 90 110 150 190 230 310 390 470
Metode
Data yang dikumpulkan dalam kegiatan ini berupa: (1) data sekunder, yaitu alternatif model dan desain penampungan air hujan berserta fungsi masing-masing komponen; metode penangkapan air hujan, penyaringan, penampungan, netralisasi, dan desinfeksi yang dapat digunakan termasuk penggunaan bahan lokal dalam prosesnya; jenis-jenis atap yang digunakan di rumah-rumah di Provinsi NTT; curah hujan di Provinsi NTT atau di kabupaten-kabupaten yang mengalami kekeringan (Kupang, Ende, Sikka, Flores Timur, Belu, dan Sumba Timur) selama minimal lima tahun terakhir; karakteristik lokasi, sumber daya alam atau potensi alam dalam bidang bahan bangunan, bahan untuk filtrasi, netralisasi dan desinfeksi, serta karakteristik masyarakat di Provinsi NTT; serta (2) data primer berupa data kondisi fasilitas penampungan air hujan serta kualitas air tampungan di PAH di salah satu kabupaten di Provinsi NTT yaitu Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Data sekunder diperoleh dari kajian literatur berupa laporan penelitian, jurnal, maupun artikel, kecuali data curah hujan yang diperoleh melalui Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Provinsi NTT di Kupang. Sedangkan data primer diperoleh dari hasil survei dan pengambilan sampel serta pengujian kualitas air. Pengolahan data dilakukan terhadap data curah hujan untuk melihat kecenderungan bulan kering, rata-rata curah hujan dalam setahun. Selain itu, data curah hujan juga digunakan untuk menghitung kebutuhan volume bak penampung air hujan dengan menggunakan metode volume optimal tahunan rata-rata dan metode perhitungan bulan kering. Data kualitas air dari hasil analisis dibandingkan dengan baku mutu air minum dari Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
ISBN 978-602-8330-73-2
299
Prosiding Kolokium 2013 Puslitbang Permukiman
“Menuju Infrastruktur Permukiman yang Berkelanjutan Melalui Penerapan Hasil Litbang”
(Permenkes) Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 untuk melihat parameter mana yang belum memenuhi syarat. Analisis data dilakukan dengan metode analisis statistik deskriptif. Analisis pertama yang dilakukan adalah mengenai tingkat curah hujan untuk melihat bagaimana kecenderungan persebaran curah hujan di kabupaten-kabupaten yang ada di Provinsi NTT. Selanjutnya dilakukan analisis mengenai kualitas air hasil tampungan di PAH untuk melihat parameter mana yang belum memenuhi syarat. Parameter yang belum memenuhi syarat menjadi pertimbangan jenis pengolahan yang direkomendasikan untuk dilakukan. Penyusunan desain penampungan air hujan disusun dalam beberapa alternatif, dan dianalisis berdasarkan aspek model, metode pengolahan air, dan manajemen penyediaan air berdasarkan karakteristik permukiman. Alternatif disusun berdasarkan dari literatur mengenai bangunan penampungan air hujan, sumber daya alam yang ada di NTT yang dapat digunakan sebagai bahan untuk membangun PAH serta prosesnya, serta kondisi lokasi. Alternatif desain PAH dikemas dalam bentuk rumusan aplikasi menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel dengan input data dari parameter-parameter yang dinilai berpengaruh setelah analisis dilakukan. Selanjutnya dilakukan perhitungan dalam program tersebut untuk menghitung dimensi bak penampung, dan melakukan analisis berdasarkan kondisi lokasi untuk memberikan rekomendasi mengenai desain atau alternatif pembangunan PAH. 4.
Hasil
4.1. Curah Hujan di Beberapa Kabupaten di Provinsi NTT Data curah hujan di beberapa kabupaten di Provinsi NTT diperoleh melalui data sekunder yang dikumpulkan dari stasiun BMKG di NTT, yaitu stasiun Lekunik (Kabupaten Rote Ndao), stasiun Lasiana (Kabupaten Kupang), stasiun Naibonat (Kabupaten Kupang), stasiun Tardamu (Kabupaten Sabu Raijua), stasiun Ogolidi (Kabupaten Sikka), stasiun Waingapu (Kabupaten Sumba Timur), dan stasiun Wai Oti (Kabupaten Sikka). Tabel 3 menampilkan rekapitulasi curah hujan dan hari hujan di stasiun tersebut untuk menghitung rata-rata curah hujan dan hari hujan untuk Provinsi NTT. Tabel 3 Rata-rata curah hujan dan hari hujan di Provinsi NTT Stasiun Rote Ndao – Lekunik Kupang-Naibonat Kupang-Lasiana Sabu-Tardamu Sikka – Ogolidi Sumba Timur – Waingapu Maumere - Wai oti Rata-rata
Curah Hujan (CH) 1449,9 2690,1 1649,32 1195,9 2154,75 857,2 1015,65 1573,26
Hari Hujan (HH) 99,7 79,3 112,6 93,5 101 91,6 103,1 97,257
HH (minggu) 14,243 11,329 16,086 13,357 14,429 13,086 14,729 13,894
HH (bulan) 3,561 2,832 4,021 3,339 3,607 3,271 3,682 3,473
Melihat Tabel 3, terdapat rentang nilai curah hujan yang berkisar antara 850 – 2600 mm/tahun. Curah hujan tertinggi pada Kabupaten Kupang dan terendah pada Kabupaten Sumba Timur, dan rata-rata untuk Provinsi NTT adalah 1573,26 mm/tahun dengan hari hujan rata-rata adalah 97 hari atau sekitar 3,5 bulan. Pulau-pulau kecil di NTT yang diwakili oleh stasiun Rote Ndao dan Sabu menunjukkan tingkat curah hujan yang lebih dari 1000 mm/tahun dengan hari hujan lebih dari 3 bulan. Sedangkan di Pulau Timor yang diwakili oleh Kabupaten Kupang, curah hujan hingga 2000 mm/tahun dengan hari hujan antara 3-4 bulan. Pulau Flores (Sikka) curah hujan berkisar 1000-2000 mm/tahun dan hari hujan 3,5 bulan, serta paling rendah adalah Pulau Sumba yang kurang dari 900 mm/tahun.
300
ISBN 978-602-8330-73-2
Prosiding Kolokium 2013 Puslitbang Permukiman
“Menuju Infrastruktur Permukiman yang Berkelanjutan Melalui Penerapan Hasil Litbang”
4.2. Penyediaan Air dengan Bak PAH di Kabupaten TTS, Provinsi NTT Survei mengenai kondisi penampungan air hujan dan kualitas air yang tertampung di bak PAH dilakukan di Desa Nusa, Desa Tetaf, dan Desa Eno Neontes, Kabupaten TTS – NTT, pada bulan Juli Tahun 2013. Kondisi PAH pada ketiga desa tersebut terlihat pada Gambar 2. Di Desa Nusa ada dua rumah yang disurvei. Rumah I memiliki satu buah bak PAH dengan diameter 1,85 meter dan tinggi 1,75 meter (Gambar 2.a). Air yang ditampung pada bak tersebut merupakan air hujan sampai dengan bulan Mei. Artinya, hingga bulan Juli air telah tertampung selama dua bulan. Sedangkan Rumah II memiliki bak PAH dengan diameter dan tinggi 2 meter (Gambar 2.b). Air hujan yang tertampung di PAH ini adalah sampai dengan bulan April, sehingga waktu penampungan airnya sekitar 3 bulan. Desa selanjutnya yang disurvei adalah Desa Tetaf. PAH di salah satu rumah yang disurvei sudah tidak digunakan lagi sehingga PAH sudah kering (Gambar 2.c). Hujan terakhir terjadi di desa ini adalah sekitar bulan Maret atau sekitar 4 bulan sebelumnya. Namun karena bak dalam kondisi kosong, kemungkinan penyebabnya adalah bocornya semen alas dari bak tersebut sehingga air yang tertampung kemudian meresap. Bak PAH di rumah tersebut berdiameter 3 meter dan tinggi sekitar 2 meter. Desa ketiga yang disurvei adalah Desa Eno Neontes. Di salah satu rumah di desa tersebut, PAH ditanam di dalam tanah dengan diameter 1,5 meter dan kedalaman 2,5 meter. Air hujan yang ditampung dalam PAH digunakan untuk kebutuhan minum, cuci, masak, dan lain-lain. Air yang tertampung sampai dengan saat survei adalah selama 2 bulan. Untuk mengambil air yang terdapat di dalam PAH, penghuni rumah menggunakan pompa manual di mana air diangkat dengan prinsip pompa hidrolis (Gambar 2.d). Untuk memasukkan air hujan ke dalam PAH digunakan talang air berbahan bambu.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 2 (a) Bak PAH di Rumah I Desa Nusa; (b) Bak PAH di Rumah II Desa Nusa; (c) Bak PAH di Desa Tetaf; (d) Pengambilan air di PAH dengan pompa manual di Desa Eno Neontes
Dari semua PAH yang dianalisis, diambil masing-masing 2 sampel untuk uji kimia dan bakteriologis. Berdasarkan hasil pengujian dan dibandingkan dengan standar dari Permenkes Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 terdapat beberapa parameter yang tidak memenuhi syarat kualitas air yaitu kandungan coliform dan E. Coli dari parameter bakteriologis, serta kandungan sisa klor dari parameter kimia seperti ditampilkan dalam Tabel 4. Hasil pengujian kualitas air yang
ISBN 978-602-8330-73-2
301
Prosiding Kolokium 2013 Puslitbang Permukiman
“Menuju Infrastruktur Permukiman yang Berkelanjutan Melalui Penerapan Hasil Litbang”
dilakukan menunjukkan bahwa kualitas air dalam bak PAH tidak memenuhi syarat baik untuk air bersih maupun air minum dari parameter bakteriologis. Penyimpanan yang dilakukan selama berbulan-bulan, di mana pada kasus di TTS ini dilakukan antara 2-4 bulan, dapat menurunkan kualitas air yang ditampung. Walaupun hal ini perlu dibuktikan lebih lanjut dengan menguji kualitas air hujan yang ditampung pertama kali. Namun demikan, terbukti bahwa kualitas air yang tertampung tidak memenuhi syarat kesehatan. Tabel 4 Hasil pemeriksaan bakteriologis dan kimia terhadap sampel PAH yang tidak memenuhi standar Parameter E.coli Coliform Sisa Chlor
Nusa I 3,6 42 0
Sampel Nusa II Eno Neontes 3 34 14 >1100 0 0
Satuan
Standar*
E.coli/100 ml sampel Coliform/100 ml sampel mg/L
0 0 0.2 – 0.5
*Standar hasil pemeriksaan di atas disesuaikan dengan Permenkes No. 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan kualitas air minum.
5.
Pembahasan
5.1. Analisis Alternatif Desain PAH untuk Masyarakat di NTT Penyusunan alternatif desain penampungan air hujan (PAH) dilakukan dengan analisis terhadap variabel-variabel yang berpengaruh di mana varibel tersebut dibagi menjadi 3 variabel utama yaitu model, cara/metode pengolahan air, dan manajemen penyediaan air. 5.1.1.
Alternatif Model PAH
Yang dimaksud dengan alternatif model adalah bentuk, bahan/material bangunan/bak PAH, tipe area/dimensi tangkapan air hujan, dan lokasi penempatan PAH. Alternatif dari segi bentuk secara umum terdiri dari dua bentuk yaitu bulat dan persegi atau persegi panjang. PAH berbentuk bulat misalnya bangunan PAH dari beton, tangki air dari fiber atau aluminium, dan lainnya, sedangkan PAH berbentuk persegi panjang misalnya bak air, bangunan PAH dari pasangan bata, atau sekedar kolam tampungan biasa yang dibuat dengan menggali atau memasang tanggul untuk membentuk bak air atau kolam. Berdasarkan Petunjuk Teknis Pt S-04-2000-C dan Pt S-05-2000-C, spesifikasi penampungan air hujan terdiri dari bak PAH ferrosemen yang berbentuk bulat atau silinder dan dari pasangan bata yang berbentuk persegi panjang atau segi empat [6]. Bentuk tangki yang umum digunakan adalah tangki berbentuk silinder karena tangki ini memiliki nilai ekonomis dalam perencanaan. Namun tangki persegi panjang sering disukai untuk tujuan tertentu seperti kemudahan dalam proses konstruksi walaupun dalam hal pengurasan lumpur tangki berbentuk persegi panjang yang memiliki titik-titik sudut yang akan menyulitkan dalam proses pembersihan. Jika berdasarkan pada bahan/material yang digunakan untuk pembangunan bak penampungan air hujan, ada berbagai macam seperti beton/ferrosemen, pasangan bata, logam (aluminium atau logam lainnya), fiber, beton dengan tulangan bambu [7], dan lain-lain. Jenis material yang digunakan berpengaruh terhadap lama pembuatan bak, biaya/harga, ketahanan/masa pakai, dan pemeliharaan. Berikut merupakan perbandingan beberapa material yang dapat digunakan dalam pembuatan tangki air. Tabel 5 dapat dijadikan pertimbangan pemilihan bahan/material yang dapat digunakan apabila akan membuat bak PAH untuk masyarakat di NTT. Berdasarkan lokasi penempatan, bak penampung atau bisa juga disebut kolam pengumpul air hujan dapat dibangun di atas permukaan tanah atau di bawah bangunan/teras/rumah yang disesuaikan dengan ketersediaan lahan. Kelebihan dan kekurangan kolam penampungan air hujan yang diletakkan di atas tanah dan di dalam tanah dapat dilihat pada Tabel 6. Analisis model bak PAH selanjutnya adalah berdasarkan area tangkapan air hujan. Metode pemanenan air hujan pada umumnya dilakukan di daerah perkotaan yang memanfaatkan aliran
302
ISBN 978-602-8330-73-2
Prosiding Kolokium 2013 Puslitbang Permukiman
“Menuju Infrastruktur Permukiman yang Berkelanjutan Melalui Penerapan Hasil Litbang”
permukaan perkerasan jalan, atap rumah, dan lain-lain. Jika memperhatikan kondisi di NTT, secara umum atap rumah di perkotaan berbahan genteng, asbes, seng, ataupun atap datar berbahan beton sehingga dapat dilakukan penangkapan air hujan dengan atap. Namun di pedesaan, apalagi perumahan tradisional, selain sebagian besar menggunakan atap seng (karena harga seng murah), juga menggunakan atap dari bahan organik seperti daun lontar, alang-alang, dan potongan bambu. Air hujan akan tetap mengalir pada jenis atap ini, namun permasalahannya adalah desain talang yang tepat untuk jenis atap tersebut. Untuk rumah dengan atap berbahan organik seperti disebutkan sebelumnya, maka alternatif untuk PAH adalah membuat bangunan PAH yang terpisah dengan bangunan rumah namun memiliki atap tersendiri sehingga dapat dimanfaatkan untuk memasang talang air dan mengalirkan air ke bak penampung. Lokasi penempatan bak penampung juga mempengaruhi desain talang air hujan atau saluran air hujan. Jika bak penampung diletakkan di atas tanah, maka talang air hujan yang berasal dari atap dapat langsung menuju ke penampungan air hujan dengan jarak yang tidak terlalu penjang. Namun jika penampungan air hujan diletakkan di bawah tanah, maka panjang pipa yang digunakan untuk mengalirkan air dari atap akan lebih panjang, tapi keuntungannya adalah air tampungan dari jalan raya atau halaman dapat dimanfaatkan dan dialirkan ke dalam PAH. Opsi yang lain adalah dengan menambah sumur resapan. Jika tanpa sumur resapan, maka kelebihan air tampungan keluar sebagai bentuk run off sehingga akan membebani saluran drainase. Namun jika dilengkapi dengan sumur resapan, maka limpasan air dari PAH yang berlebih akan masuk ke dalam sumur resapan yang membantu penyerapan air hujan ke dalam tanah Tabel 5 Perbandingan beberapa material untuk pembuatan tangki air No 1.
Jenis Material Bangunan Beton
2.
Fiberglass (FRP)
3.
Logam (galvanis, zincalume, stainless steel)
4.
Plastik (polyethylene)
ISBN 978-602-8330-73-2
Kelebihan
Kekurangan
Dapat digunakan untuk bak dengan ukuran beragam [8]; Lebih tahan terhadap cuaca (panas dan hujan) [8]; Dapat menjaga suhu air dengan baik [8];
Biaya pembuatan mahal [10]; Biaya perawatan lebih untuk asam mandi dan pelaburan setiap 7 – 8 tahun [8]; Proses pembangunan lama [8]; Tidak fleksibel terhadap perubahan kondisi tanah [8]; Memiliki cukup pori sehingga kemungkinan air merembes [10]; Tersedia dalam berbagai bentuk, tapi tidak semua bentuk [8]; Kurang tahan terhadap cuaca (panas dan hujan), mudah lapuk/retak terkena panas matahari [8]; Kurang dapat menjaga suhu air [8];
Bahan fiberglass menolak alga lebih baik karena tidak berpori [8]; Pembersihan dengan menyikat tidak sering [8]; Pemasangan cepat [8]; Lebih fleksibel terhadap kondisi tanah [8]; Aksesoris lengkap dan standar [9]; Tahan korosi [10]; Proses galvanis membuat tahan korosi [10]; Daya tahan tangki seng sekitar 10-15 tahun [10]; Tangki stainless tahan karat dan tahan hingga 20 tahun [10]; Tangki stainless tidak berbahaya bagi kesehatan, mengandung antibacterial property yang dapat membunuh bakteri yang hidup pada cairan yang tersimpan di dalamnya [11]. Ringan [10]; Biaya murah [10]; Memiliki daya tahan hingga 15 – 25 tahun
Jika proses galvanisasi tidak baik, bisa mengalami karat [10]; Harga mahal.
Bahan yang terbuat dari petrokimia dapat mencemari lingkungan apabila dibuang [10];
303
Prosiding Kolokium 2013 Puslitbang Permukiman
“Menuju Infrastruktur Permukiman yang Berkelanjutan Melalui Penerapan Hasil Litbang”
No
Jenis Material Bangunan
Kelebihan [10]
5.1.2.
Kekurangan Kebocoran tidak kasat mata, baru terlihat setelah terjadi kebocoran [10]; Mudah meleleh dan terbakar [10]; Tidak tahan terhadap perubahan cuaca (panas dan hujan) [10].
Alternatif Metode Pengolahan Air di PAH
Metode pengolahan air dibagi menjadi tiga tahap yaitu pengolahan air pada saat penangkapan, penyaringan, dan penampungan. Tujuan dari pengolahan air ini adalah untuk menjaga kualitas air hujan agar tetap memenuhi persyaratan kimia dan fisika untuk air baku air minum. Seperti disebutkan sebelumnya bahwa kualitas air PAH setelah tertampung sekitar 2-3 bulan menjadi menurun dari segi parameter bakteriologis. Oleh karena itu perlu dilakukan pencegahan atau pengolahan air sebelum masuk maupun setelah tertampung di dalam bak PAH. Pengolahan air yang pertama adalah pada saat penangkapan air hujan. Pada saat air hujan turun dan mengalir melalui atap, maka pada kondisi ini penyebab turunnya kualitas air biasanya dari kotorankotoran yang terbawa pada saat hujan ataupun yang sudah ada di atap dan talang seperti debu, daun-daunan, atau kotoran lain. Oleh karena itu, pengolahan air yang dapat dilakukan adalah dengan memasang penyaring kotoran di lubang masuk air. Pengolahan air yang kedua adalah pada bagian penyaringan. Penggunaan PAH di masyarakat jarang menggunakan sistem penyaringan (filtering). Namun dalam Pt-S-04-2000-C, standar bangunan PAH dilengkapi dengan sistem penyaring (Gambar 4). Saringan air untuk PAH yang disebutkan di SNI terdiri dari pasir dan kerikil merupakan tipe saringan sederhana. Material ini pun dapat diperoleh di Provinsi NTT sehingga tidak perlu alternatif lain untuk mengganti. Modifikasi yang dapat dilakukan salah satunya adalah mengenai aliran air luapan dari bak penyaring. Dalam hal ini, luapan air dari bak penyaring perlu diberikan saluran tertentu sehingga dapat terbuang atau masuk ke dalam sumur resapan. Tabel 6. Kelebihan dan kekurangan bak PAH berdasarkan lokasi penempatan Lokasi bak/kolam penampungan air hujan Di atas tanah
Di bawah tanah
Kelebihan
Kekurangan
Mudah dalam mengambil/memanfaatkan air; Distribusi dapat dengan metode gravitasi; Perawatan mudah.
Memerlukan lahan yang luas; Suhu air akan terpengaruh oleh paparan sinar matahari; Tidak dapat menampung limpasan air hujan dari jalan/permukaan tanah. Konstruksi sulit; Kemungkinan terkontaminasi resapan dari tangki septik cukup besar; Perawatan dan pengambilan air sulit.
Hemat lahan; Suhu air dapat terjaga dengan baik karena sinar matahari terhalang; Dapat menampung limpasan air hujan dari jalan atau permukaan tanah.
Pengolahan air yang ketiga adalah pengolahan air pada saat penampungan. Pengolahan ini dilakukan untuk menjaga atau meningkatkan kualitas air apabila setelah proses penyaringan, kualitas air masih belum memenuhi syarat kesehatan untuk dikonsumsi. Berdasarkan hasil survei di Kabupaten TTS, kualitas air tidak memenuhi syarat dari segi kandungan E. coli. Oleh karena itu, pengolahan yang dilakukan pada saat penampungan adalah proses desinfeksi untuk menghilangkan kandungan E. coli. Selain proses desinfeksi, proses lain yang dapat dilakukan adalah koagulasi untuk menghilangkan kekeruhan pada air. Hal ini dilakukan apabila proses penyaringan di awal tidak cukup untuk menjernihkan air.
304
ISBN 978-602-8330-73-2
Prosiding Kolokium 2013 Puslitbang Permukiman
“Menuju Infrastruktur Permukiman yang Berkelanjutan Melalui Penerapan Hasil Litbang”
Gambar 4 Desain PAH berdasarkan standar [5]
Dalam hal penggunaan bahan, banyak bahan yang dapat digunakan untuk proses desinfeksi ataupun koagulasi. Untuk desinfektan, bahan kimia yang biasa digunakan antara lain klorin, UV, dan ozon. Sedangkan untuk koagulan yang sering digunakan adalah tawas. Namun jika bahan kimia tersebut tidak mudah diperoleh di lokasi, maka perlu menggunakan bahan alami seperti biji kelor untuk penjernih air. Namun apabila air tersebut dikonsumsi untuk diminum, aroma kelor yang khas masih terasa. Oleh sebab itu, pada bak penampungan air harus ditambahkan arang yang dibungkus sedemikian rupa agar tidak bertebaran saat proses pengadukan. Arang berfungsi untuk menyerap aroma kelor tersebut. Kelor ini merupakan tanaman yang dapat berkembang baik pada daerah dengan ketinggian 300 – 500 meter di atas permukaan laut sehingga dapat tumbuh di wilayah Provinsi NTT, sehingga kelor ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat di NTT. Selain menjernihkan dan menghilangkan kandungan mikroba, pengolahan air di penampungan juga dilakukan untuk menetralkan pH. Hasil survei di TTS tidak menampilkan nilai pH, sehingga tidak diketahui apakah pH air di dalam PAH sudah memenuhi baku mutu atau belum. Namun jika belum memenuhi, maka perlu ditambahkan kapur untuk menetralkan pH. Petunjuk Teknis Pelaksaan Prasarana Air Minum Sederhana menyebutkan pembubuhan kapur sebanyak 25 – 100 mg untuk 1 liter air [12]. 5.1.3.
Alternatif Manajemen Penyediaan Air Berdasarkan Karakteristik Permukiman
Karakteristik permukiman yang dimaksud adalah karakteristik permukiman yang mengumpul dan terpencar. Permukiman di Provinsi NTT bagian perkotaan memiliki karakteristik mengumpul sedangkan di pedesaan memiliki karakteristik terpencar di mana jarak antar rumah satu dengan yang lain cukup jauh. PAH yang dapat digunakan untuk permukiman yang mengumpul yaitu PAH komunal atau disebut juga embung [13], sedangkan PAH yang dapat digunakan untuk permukiman terpencar adalah PAH individual. Pembangunan PAH yang bersifat individual lebih berupa pembangunan PAH dengan memanfaatkan atap rumah sebagai penampung/area pengumpulan air hujan, sedangkan pembangunan PAH komunal memanfaatkan area yang lebih luas untuk menampung air hujan ke dalam suatu kolam penampung [13]. Air hujan dialirkan ke PAH individu melalui talang atap, sedangkan PAH komunal/embung menampung air hujan yang dialirkan melalui saluran atau parit embung sehingga ada kemungkinan terdapat endapan hasil erosi. Namun PAH individu juga dapat digunakan secara komunal. Dengan memperhitungkan jumlah pengguna, maka volume PAH individu disesuaikan dengan kebutuhan air pengunanya. 5.2. Perumusan Aplikasi Alternatif Desain PAH Alternatif PAH ini disusun berdasarkan analisis terhadap tiga aspek yang dilakukan sebelumnya yaitu penangkapan, penyaringan, dan penampungan untuk merumuskan alternatif desain PAH berdasarkan kondisi lokasi. Selain pemilihan desain berdasarkan kondisi lokasi, perlu dibuat matriks atau program perhitungan mengenai volume PAH berdasarkan curah hujan, luasan atap, jumlah penduduk, dan kebutuhan air bersih. Syarat minimal curah hujan agar dapat dibuat
ISBN 978-602-8330-73-2
305
Prosiding Kolokium 2013 Puslitbang Permukiman
“Menuju Infrastruktur Permukiman yang Berkelanjutan Melalui Penerapan Hasil Litbang”
penampungan air hujan adalah 1300 mm/tahun [12]. Berdasarkan Tabel 3 sebelumnya, rata-rata curah hujan di beberapa tempat di NTT adalah 1537,26 mm/tahun, namun dengan rentang 857,2 – 2690 mm/tahun. Dengan kata lain, berasarkan syarat minimal, daerah yang curah hujannya <1300 mm/tahun tidak dapat dibuatkan PAH. Namun karena beberapa daerah di NTT terutama pulaupulau kecil seperti Pulau Pura, Pulau Sabu, Pulau Rote, dan pulau lainnya, air bersih sangat sulit untuk dimiliki, maka PAH tetap diperlukan sebagai jaminan untuk memperoleh sumber air. Syaratnya adalah PAH tersebut menggunakan bahan yang murah seperti fiber atau penampung sederhana dengan menggali tanah dan melapisi dengan lapisan kedap air. Perhitungan volume memperhitungkan jangka waktu penggunaan air hujan yang ditampung, yaitu pada saat musim kemarau. Oleh karena itu perlu diperhitungkan bulan-bulan kering pada setiap tahunnya. Tabel 7 memperlihatkan bulan kering sekitar 6 bulan yaitu dari bulan Mei – Oktober, namun bulan yang paling kering adalah sekitar bulan Juni – September kecuali untuk daerah Sumba Timur. Oleh karena itu, perhitungan harus memperhitungkan penggunaan selama minimal 4 bulan. Tabel 7 Curah hujan rata-rata per bulan sampai dengan tahun 2011 pada beberapa stasiun Meteorologi di Provinsi NTT Stasiun KupangNaibonat Kupang-Lasiana Sabu-Tardamu Sikka-Ogolidi Sumba TimurWaingapu Maumere-Wai Oti
Jan 629
Feb 590
Mar 426
Apr 116
Mei 80
Jun 21
Jul 3
Ags 5
Sep 4
Okt 57
Nop 219
Des 479
75 201 171 51
89 159 181 55
69 133 113 50
44 52 49 30
11 14 27 6
6 6 3 4
5 3 7 2
1 0 2 0
3 1 11 0
10 12 18 3
35 56 62 18
69 145 116 48
107
128
106
72
17
6
9
3
3
19
51
118
Pada Tabel 8 di bawah ini diperlihatkan mengenai alternatif desain PAH berdasarkan kondisi lokasi di Provinsi NTT. Selanjutnya dilakukan perhitungan desain dan alternatif PAH dengan input-input data dan diolah dengan program sederhana menggunakan aplikasi Microsoft Excel untuk menghasilkan ouput berupa desain dan alternatif PAH. Program perhitungan dimensi dan alternatif desain PAH ini kami namakan APD-PAH yaitu Aplikasi Perhitungan Desain Penampungan Air Hujan. Input data aplikasi ini ditampilkan pada Tabel 9 sedangkan output ditampilkan pada Tabel 10. Berdasarkan input data pada Tabel 9 maka dihasilkan output mengenai dimensi dan alternatif desain kelengkapan yang lainnya. Jika input tersebut berubah, maka output juga akan berubah menyesuaikan dengan input data. Dalam hal perhitungan dimensi bak, digunakan tiga jenis perhitungan. Perhitungan pertama adalah jika bak PAH merupakan bak dengan bidang alas berbentuk persegi dan menggunakan pasangan bata sesuai standar Pt 05-2000-C, sedangkan perhitungan kedua adalah jika bak PAH merupakan bak dengan bidang alas berbentuk lingkaran dan menggunakan ferrosemen sesuai standar Pt 04-2000-C. Namun kedua standar tersebut hanya memuat mengenai PAH dengan volume maksimal 10 m3. Hal ini menyebabkan jika volume PAH hasil perhitungan melebihi 10 m3 maka ketinggian dari bak akan sangat besar sehingga tidak realistis. Oleh karena itu dibuat perhitungan ketiga dengan menggunakan asumsi bahwa tinggi bak PAH hanya dibatasi setinggi standar dinding bangunan rumah 1 lantai yaitu 3 meter. Dengan perhitungan ketiga ini diperoleh hasil yang lebih realistis baik dimensi sisi-sisi (panjang dan lebar) PAH ataupun diameternya.
306
ISBN 978-602-8330-73-2
Prosiding Kolokium 2013 Puslitbang Permukiman
“Menuju Infrastruktur Permukiman yang Berkelanjutan Melalui Penerapan Hasil Litbang”
Tabel 8 Matriks pemilihan alternatif desain PAH berdasarkan kondisi lokasi
Letak antar rumah Potensi daerah
asbes/seng
√
genteng bahan organik
√
PAH Komunal / Embung
PAH Individu
Netralisasi
Koagulasi
Pasir
√ √ √
terpencar √
kelor √
√
√
√
√
√
√
√
√
√ √
pasir
√
kerikil
√
kapur
Area Halaman Rumah
PENANGKAPAN
mengumpul
bahan bangunan
Tutupan halaman
PENYARINGAN
MANAJEMEN
Desinfeksi
PENANGKAPAN
Sumur Resapan
Bawah tanah
Atas tanah
Plastik
Logam
Pas. Bata
Beton
Fiber
Plastik
Logam
Pas. Bata
Beton
Fiber
Persegi
Atap bangunan PAH **
PENEMPATAN
BULAT
Atap rumah *
BENTUK
Alternatif desain PAH
Kondisi lokasi Bahan atap
METODE PENGOLAHAN AIR KELENGK APAN
Kerikil
MODEL
tanah
√
√
luas
√
sempit
√ √
beton vegetasi (rumput, dsb)
√ √
√
* (tangkapan dengan talang atap rumah) ** PAH terpisah
ISBN 978-602-8330-73-2
307
√
Prosiding Kolokium 2013 Puslitbang Permukiman
“Menuju Infrastruktur Permukiman yang Berkelanjutan Melalui Penerapan Hasil Litbang”
Aplikasi APD-PAH ini hanya merupakan salah satu metode dalam pemilihan alternatif desain PAH. Karena aspek-aspek yang dikaji belum melihat kondisi keseluruhan, maka input ataupun output data pada aplikasi ini masih terbatas. Aspek-aspek yang dapat ditambahkan sebagai output dari aplikasi ini antara lain dimensi komponen pelengkap PAH (bidang penangkap, talang air, saringan, pipa peluap, kran), perkiraan kebutuhan material, serta perkiraan biaya. Selain itu juga bisa ditambahkan dengan visual untuk memperlihatkan contoh beberapa alternatif desain PAH tersebut. Tabel 9 Input data No 1 2 3
Parameter input Nilai Satuan Curah hujan rata-rata tahunan : 1200 mm/tahun Jumlah bulan kering dalam 1 tahun * : 120 hari Pemakaian air maksimum : 15 liter/orang/hari* (umumnya 15 l/o/h untuk PAH) 4 Jumlah orang yang mengkonsumsi air di PAH : 20 orang 5 Bahan atap **: : 3 [1] asbes/seng; [2] genteng; [3] bahan organik 6 Letak antar rumah ** : : 1 [1] mengumpul; [2] terpencar 7 Potensi daerah *** : [1] kelor : 1 [2] pasir : 1 [3] kerikil : 1 [4] kapur : 0 8 Tutupan lahan ** : : 2 [1] tanah; [2] beton; [3] vegetasi (rumput, lainnya) 9 Area halaman ** : : 2 [1] luas; [2] sempit * = bulan kering dikonversi menjadi hari Contoh: bulan kering 4 bulan = 120 hari ** = pilih salah satu pilihan dengan mengetik nomor pilihan. Contoh: pada soal nomor 5, ketik 1 apabila bahan atap dari asbes/seng *** = isi jawaban pada semua pilihan Ketik angka 1 apabila jawabannya “Ya” Ketik angka 0 apabila jawabannya“Tidak”
308
ISBN 978-602-8330-73-2
Prosiding Kolokium 2013 Puslitbang Permukiman
“Menuju Infrastruktur Permukiman yang Berkelanjutan Melalui Penerapan Hasil Litbang”
Tabel 10 Output data No 1 2 3
4 5 6 7 8 9 10 11
6.
Parameter Desain PAH Rekomendasi pembangunan PAH (syarat minimal curah hujan 1300 mm/tahun) Volume bak Dimensi bak 3.1 Apabila menggunakan bak persegi dari pasangan bata (berdasarkan Pt-S-05-2000-C) - tinggi apabila panjang dan lebar (1,30 m) - tinggi apabila panjang dan lebar (1,80 m) - tinggi apabila panjang dan lebar (2,10 m) - tinggi apabila panjang dan lebar (2,25 m) - tinggi apabila panjang dan lebar (2,50 m) 3.2 Apabila menggunakan bak tabung dari ferrosemen (berdasarkan Pt-S-04-2000-C) - diameter apabila tinggi bak 1,60 m Metode Penangkapan Air Hujan Jenis PAH Metode Penyaringan Metode Penjernihan/Koagulasi Metode Netralisasi Penempatan PAH berdasarkan tutupan halaman Penempatan PAH berdasarkan area halaman Kelengkapan sumur resapan
: :
Alternatif PAH Berdasarkan Input Data tidak memenuhi syarat minimal namun boleh dibangun 36 m3
: : : : :
: : : : : : : : : :
21 11 8 7 6
m m m m m
3
m
Atap bangunan PAH (PAH terpisah) PAH Komunal / Embung pasir kerikil biji kelor tawas/kapur di bawah tanah di bawah tanah sumur resapan
Kesimpulan dan Saran
6.1. Kesimpulan Rentang curah hujan di beberapa lokasi di Provinsi NTT berkisar antara 850 – 2600 mm/tahun yang artinya tidak terlalu memenuhi syarat untuk pembangunan PAH. Hasil pengujian kualitas air tampungan PAH menunjukkan bahwa kualitas air dalam bak PAH tidak memenuhi syarat baik untuk air bersih maupun air minum dari parameter bakteriologis. Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat perlu dibangun PAH dengan desain yang menyesuaikan dengan kondisi setempat serta dapat menjaga kualitas air tampungan. Alternatif desain PAH diperhitungkan dari tiga aspek yaitu model, metode pengolahan air, dan manajemen penyediaan air berdasarkan karakteristik permukiman. Alternatif ini diperhitungkan berdasarkan kondisi lokasi dengan parameter-parameter curah hujan rata-rata tahunan, jumlah bulan kering, pemakaian air maksimum, jumlah konsumen, bahan atap, letak antar rumah, potensi daerah, tutupan lahan, serta area halamam, dan disusun dalam bentuk aplikasi sederhana. Dari parameter-parameter yang dimasukkan, dihasilkan alternatif PAH dengan rincian volume, dimensi, metode penangkapan air hujan, jenis PAH, metode penyaringan, metode penjernihan, metode netralisasi, penempatan PAH, dan kelengkapan sumur resapan. 6.2. Saran Aplikasi APD-PAH ini perlu disempurnakan dengan melengkapi input parameter-parameter lain yang lebih lengkap sehingga dapat menghasilkan desain yang lebih detil seperti kelengkapan komponen lain beserta dimensinya diantaranya (bidang penangkap, talang air, saringan, pipa peluap, kran pengambil air, kran penguras), perkiraan kebutuhan bahan/material, dan perkiraan biaya.
ISBN 978-602-8330-73-2
309
Prosiding Kolokium 2013 Puslitbang Permukiman
“Menuju Infrastruktur Permukiman yang Berkelanjutan Melalui Penerapan Hasil Litbang”
Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Puslitbang Permukiman yang telah membiayai kegiatan penelitian ini melalui kegiatan APBN Tahun Anggaran 2012 7.
Referensi
1.
Suara Pembaruan. “Enam kabupaten krisis air bersih di NTT”. Internet: (http://www.suarapembaruan.com /home/enam-kabupaten-krisis-air-bersih-di-ntt/15538 [7 Februari 2012]. Balai PTPT Denpasar. Laporan Akhir Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman Tradisional Melalui Penerapan Teknologi Tepat Guna. Denpasar: Balai PTPT Denpasar, 2010. Pusatlitbang Permukiman. Laporan Akhir: Pengembangan sistem penyediaan air minum berbasis 3R dan pengembangan teknologi membran, Subkegiatan Pengembangan model pemanfaatan air hujan. Bandung: Puslitbang Permukiman, 2009 Pusatlitbang Permukiman. Petunjuk teknis spesifikasi bak penampung air hujan untuk air bersih dari ferrosemen. Bandung: Puslitbang Permukiman, 2000 Badan Standardisasi Nasional. “Petunju Teknis Spesifikasi bak penampung air hujan untuk air bersih dari ferrosemen”. Indonesia. Pt S-04-2000-C, 2000. Badan Standardisasi Nasional. “Petunjuk Teknis Spesifikasi bak penampung air hujan untuk air bersih dari pasangan bata”. Indonesia. Pt S-05-2000-C, 2000. Haryoto. Teknologi Tepat Guna Membuat Bak Bambu Semen. Yogyakarta: Penerbit Kanisius,1985. Anonim. “Mana yang lebih baik: Kolam renang beton atau fiberglass?”. Internet: (http://kutubuku.web.id/233/mana-yang-lebih-baik-kolam-renang-beton-atau-fiberglass-2, 2012 [29 november 2012]. Pionir Mandiri Jaya. “Keunggulan tangki/tandon air fiberglass”. Internet: (http://pionirmandirijaya.com/keunggulan-tangki--tandon-air-fiberglass.html, 2011 [29 November 2012]. Khedanta. “Tips pemilihan jenis tangki air untuk rumah”. Internet: (http://khedanta.wordpress.com/2011/10/24/tips-pemilihan-jenis-tanki-air-untuk-rumah/, 2011 [29 November 2012]. Stainless Indonesia. “Tangki stainless steel”. Internet: (http://www.stainlessindonesia.com/ produk-stainless-steel/tangki-stainless, 2009 [29 November 2012]. Direktorat Jenderal Cipta Karya. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Prasarana Air Minum Sederhana. Jakarta: Ditjen Cipta Karya, 2007. T. Hernaningsih dan S. Yudo. ”Alternatif Teknologi Pengolahan Air untuk Memenuhi Kebutuhan Air Bersih di Daerah Permukiman Nelayan”. Jurnal Air Indonesia, Vol. 3(1), 3849, 2007.
2.
3.
4. 5. 6. 7. 8.
9.
10.
11. 12. 13.
310
ISBN 978-602-8330-73-2