PERUBAHAN INDEKS MITOSIS DAN ABERASI KROMOSOM PADA BAWANG DAUN (Allium fistulosum L.) AKIBAT PEMAPARAN HERBISIDA 2,4 D DAN PARAQUAT
Naskah Publikasi
Oleh : Ferra Seira NIM. M0403003
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2008
PERSETUJUAN
Naskah Publikasi
SKRIPSI
PERUBAHAN INDEKS MITOSIS DAN ABERASI KROMOSOM PADA BAWANG DAUN (Allium fistulosum L.) AKIBAT PEMAPARAN HERBISIDA 2,4 D DAN PARAQUAT
Oleh: Ferra Seira M0403003
telah disetujui untuk publikasikan Surakarta,……………………….. Menyetujui Pembimbing I
Pembimbing II
Nita Etikawati, M.Si
Dra. Endang Anggarwulan, M.Si
NIP. 132 161 217
NIP. 130 676 864
Mengetahui Ketua Jurusan Biologi
Dra. Endang Anggarwulan, M.Si NIP. 130 676 864
PERUBAHAN INDEKS MITOSIS DAN ABERASI KROMOSOM PADA BAWANG DAUN (Allium fistulosum L.) AKIBAT PEMAPARAN HERBISIDA 2,4 D DAN PARAQUAT THE CHANGE OF MITOTIC INDEX AND CHROMOSOME ABERRATION ON WELSH ONION (Allium fistulosum L.) RESULT OF 2,4-D AND PARAQUAT HERBICIDES EFFECT
Ferra Seira, Nita Etikawati, Endang Anggarwulan Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Sebelas Maret University, Surakarta.
ABSTRACT Welsh onion is one of the most popular vegetable in Indonesian. The productivity can turn because of weeds, so herbicide used to disturb it. Herbicides uses not only disturb the weeds, but crops too. The aim of this research was to know change mitotic index and chromosome aberration on root tip of welsh onion (Allium fistulosum L.). This research designed using completely randomized block design, factorial consist of 2 factors : kind of herbicides (2,4-D and paraquat) and herbicides concentrations (0 µl/ml, 25 x10-3 µl/ml, 50 x10-3 µl/ml, 75 x10-3 µl/ml and 100x10-3 µl/ml) with 3 replications. Roots have been growing , was washed, and than it stands on herbicides each of concentrations for 3 hours. After that it’s made root preparation with squash method. Mitotic index and chromosome aberration were calculated at mitotic phase. The data analyzed by statistical analysis used ANOVA test (Analysis of Variances) continued by Tukey test and Duncan Multiple Range Test (DMRT) of significance 5%. Higher concentration can be made fewer mitotic index and higher chromosome aberration. Paraquat herbicide give higher effect than 2,4-D herbicide effect. Fewest mitotic index (24,32%) and higher procentatiaon of chromosome aberration (7,30%) was looked by treatment at 100 x10-3 µl/ml concentration. Key words : mitotic index, chromosome aberration, 2,4-D herbicide, paraquat herbicide
PENDAHULUAN Bawang daun termasuk salah satu jenis sayuran daun, bahan bumbu dapur dan pencampur sayur mayur yang popular di seluruh dunia (Rukmana, 1995). Tanaman ini memiliki prospek yang cukup baik seiring dengan peningkatan kebutuhan permintaan konsumen domestik maupun untuk tujuan ekspor. Namun demikian, pada saat ini produktivitas rata-rata di tingkat petani masih relatif rendah akibat belum tersedianya rakitan budidaya yang optimal (Sutrisna, 2003). Salah satu kendala biologis utama pada pertanaman bawang daun adalah gulma. Gulma bersaing dengan tanaman terhadap unsur hara, air, ruang dan cahaya. Oleh sebab itu, gulma menurunkan kualitas dan kuantitas hasil. Bahkan gulma dapat mengeluarkan senyawa kimia yang dapat menghambat atau meracuni tumbuhan di sekitarnya (Hasanuddin dan Pane, 2003). Penggunaan herbisida untuk mengendalikan gulma yang mengganggu tanaman budidaya sudah lazim digunakan petani. Namun, hal ini perlu dilakukan dengan bijaksana agar penggunaan tidak menimbulkan efek samping bagi lingkungan dan organisme lain yang bukan sasaran. Salah satu hal yang perlu mendapat perhatian dalam penggunaan herbisida adalah konsentrasi herbisida. Jika konsentrasi yang digunakan tidak tepat, selain kurang efektif, pemborosan, juga dapat mengurangi selektivitas dari herbisidanya, bahkan mungkin dapat menyebabkan penekanan terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman budidaya (Dwiati dan Budisantoso, 2003). Herbisida 2,4-D merupakan herbisida yang mempunyai tingkat selektivitas yang tinggi. Herbisida ini biasa digunakan untuk membunuh gulma berdaun lebar. Herbisida ini dapat membunuh gulma sasaran tanpa mematikan tanaman inti. Herbisida 2,4-D banyak digunakan karena harganya relatif murah, selektivitasnya tinggi, lebih efektif dan tingkat keracunannya rendah (Siera Club, 2006). Herbisida 2,4-D mengganggu pembentukan klorofil dan asam-asam amino tertentu, dengan gejala-gejala visual awal berupa daun yang menguning dan diikuti dengan klorosis (Sabur, 2003). Herbisida 2,4-D diserap oleh akar lalu ditranslokasikan dalam tanaman dan diakumulasi saat pertumbuhan akar sehingga akan menghambat pertumbuhan akar.
Paraquat diklorida yang biasa dikenal sebagai paraquat adalah salah satu herbisida yang paling banyak digunakan di dunia. Paraquat merupakan herbisida kontak yang bersifat non selektif. Paraquat tidak bekerja sistemik jadi tidak merusak sistem perakaran, struktur tanah dan tidak mengganggu tanaman utama (Murad, 2004). Rumus kimia dari paraquat adalah 1,1-dimethyl-4,4 bypiridinium (Paraquat Information Center, 2007). Paraquat dapat diaplikasikan untuk mengatasi gulma rerumputan, gulma berdaun lebar dan teki. Herbisida ini dapat menekan populasi gulma karena merusak proses metabolisme dalam jaringan sebagai akibat terkumpulnya superoksida gugus bebas yang merupakan hasil oksidasi oksigen (Sabur, 2003). Molekul herbisida ini setelah mengalami penetrasi ke jaringan tanaman dan terkena sinar matahari akan menghasilkan hidrogen peroksida yang merusak membran sel dan selanjutnya akan merusak seluruh jaringan tanaman (Paraquat Information Center, 2007).
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Jurusan Biologi FMIPA UNS dimulai bulan November sampai Desember 2007. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ujung akar bawang daun (Allium fistulosum L.). Bahan lain yang digunakan adalah herbisida 2,4-D dan paraquat, asam asetat glasial 45%, HCl 1:9, aquades, asetoarcein 2%, gliserin, cat kuku, aluminium foil, kertas label, kertas tissu, tusuk gigi. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah polybag berisi tanah, gelas air mineral, silet, gelas beker, botol flakon, gelas ukur, pipet tetes, pengaduk, bunsen burner, kasa, tripot, mikroskop cahaya, mikropipet, tip mikropipet, gelas benda, gelas penutup, cutton bud, pinset, kuas, korek api, termometer, arloji, sarung tangan, kamera digital.
Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) pola faktorial dengan 2 faktor. Faktor I jenis herbisida yang terdiri dari 2 macam yaitu 2,4-D dan paraquat. Faktor II konsentrasi herbisida yang terdiri dari 5 dosis yaitu 0 µl/ml, 25x10-3 µl/ml, 50x10-3 µl/ml, 75x10-3 µl/ml dan 100x10-3 µl/ml. Masing-masing perlakuan dengan 3 ulangan. Analisis Data Data hasil pengamatan dianalisis dengan Analisis Variansi (ANAVA) untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antar perlakuan. Letak perbedaan ditentukan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) dan uji Tukey pada taraf 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Waktu Pembelahan Optimum dan Pembuatan Preparat Penentuan waktu pembelahan optimum digunakan untuk mengetahui waktu yang tepat sel-sel akar bawang daun aktif membelah. Percobaan ini dilakukan pukul 08.00-10.00 WIB dengan selang waktu 10 menit. Dari percobaan ini didapatkan waktu pembelahan paling optimum yaitu jam 09.00 WIB. Pembuatan preparat akar bawang daun dilakukan dengan menggunakan metode pencet atau metode squash semi permanen. Metode pencet atau metode squash adalah suatu metode untuk mendapatkan suatu sediaan atau preparat dengan cara memencet suatu potongan jaringan sehingga didapatkan suatu sediaan atau preparat yang tipis dan mudah diamati di bawah mikroskop. Ketika melakukan metode pencet atau squash ini sel-sel diusahakan terpisah satu dengan yang lain, tetapi tidak kehilangan bentuk aslinya (sel tidak rusak) (Suntoro, 1983). Larutan herbisida digunakan sebagai agen mutasi yang diberikan sebelum pembuatan preparat. Masing-masing tanaman bawang daun dengan akar barunya direndam dalam 50 ml herbisida tiap konsentrasi selama 3 jam. Perendaman ini dilakukan 3 jam sebelum waktu pembelahan optimum (sebelum jam 09.00).
Setelah 3 jam direndam dalam larutan herbisida kemudian akar dipotong. Potongan akar tersebut diletakkan dalam botol flakon, kemudian dicuci dengan aquades 3 kali agar larutan herbisida tidak tertinggal dalam botol flakon yang dimungkinkan dapat mengganggu proses selanjutnya. Fiksasi merupakan usaha untuk mempertahankan sel atau jaringan agar tidak mengalami perubahan bentuk dan ukurannya. Di samping itu fiksasi bertujuan menghentikan proses metabolisme dengan cepat, mengawetkan elemen sitologis dan histologis serta membuat jaringan mudah menyerap zat warna (Suntoro, 1983). Larutan fiksasi yang digunakan adalah asam asetat 45%. Larutan ini merupakan campuran dari 45 ml asam asetat dan 55 aquades. Proses fiksasi dilakukan selama 2 jam pada suhu kamar. Larutan asam asetat dapat mengendapkan nukleoprotein, tetapi melarutkan histon di dalam nukleus, tidak mengendapkan lemak, mempunyai daya penetrasinya cepat, tetapi dapat membengkakkan jaringan yang disebabkan oleh bertambahnya diameter serabut-serabut dalam jaringan tersebut. Secara umum larutan ini mempunyai dua fungsi utama dalam sitologi yaitu mencegah pengerasan jaringan dan mengeraskan kromosom (Suntoro, 1983). Hidrolisis bertujuan untuk menghilangkan air di dalam bahan yang akan dibuat sediaan. Larutan yang digunakan adalah laruatan HCl 1:9. Larutan ini dibuat dengan mencampurkan HCl 1 N dan aquades dengan perbandingan 1:9. Proses hidrolisis dilakukan di atas gelas beker berisi air yang dipanaskan sampai suhu 60oC selama 2 menit. Pewarna yang digunakan adalah aceto orcein 2%. Pewarna ini dapat mewarnai inti sehingga kromosom dapat terlihat jelas. Kandungan asam asetat di dalamnya akan menaikkan aktivitas dan selektivitas inti sel sehingga sitoplasma tidak akan ikut terwarnai. Asam asetat juga dapat membengkakkan sel, sehingga kromosom lebih mudah diamati. Aseto orcein dapat mewarnai kromosom karena selama proses mitosis, konsentrasi DNA bertambah, sehingga nukleus yang sedang aktif akan terpulas oleh zat warna. Jika nukleus terpulas zat warna, maka kromosom juga ikut terwarnai karena kromosom merupakan bahan yang mudah menyerap zat warna. Keunggulan lain pewarna ini adalah lebih mudah dan lebih
murah (Parjanto, 2003). Proses pewarnaan dilakukan selama 2 jam pada suhu kamar. Gliserin ditambahkan di atas gelas benda yang telah diberi akar. Sebelum ditambah gliserin akar dipotong kira-kira 2 mm dari ujung akar. Hal ini dikarenakan daerah meristematis yang berisi sel-sel yang aktif membelah terletak di daerah ujung akar yaitu 0,5 mm dari tudung akar. Penambahan larutan gliserin bertujuan untuk melembutkan bahan karena gliserin bersifat melembutkan sehingga ketika disquash bahan tidak rusak.
B. Pengaruh Herbisida terhadap Indeks Mitosis Tanaman Bawang Daun (Allium fistulosum L.) Berdasarkan analisis dengan menggunakan statistik, didapatkan hasil bahwa jenis dan konsentrasi herbisida berpengaruh terhadap indeks mitosis bawang daun (Allium fistulosum L.). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2 di bawah ini. Tabel 1. Pengaruh Jenis Herbisida terhadap Indeks Mitosis Bawang Daun (Allium fistulosum L.). Jenis Herbisida Mean±SD Herbisida 2,4-D 56,14 ± 17,70a Herbisida Paraquat 38,03 ± 20,84b Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji Tukey dalam taraf uji 5% Tabel 2. Pengaruh Konsentrasi Herbisida terhadap Indeks Mitosis Bawang Daun (Allium fistulosum L.). Konsentrasi Indeks Mitosis±SD 0 µl/ml 73.88±2,77a 25 x10-3 µl/ml 53,90±15,12b -3 50 x10 µl/ml 46,15±20,92c -3 75 x10 µl/ml 37,18±14,91d -3 100 x10 µl/ml 24,32±5,52e Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT dalam taraf uji 5% Jenis herbisida mempengaruhi indeks mitosis akar bawang daun. Indeks mitosis akar bawang daun akibat pemaparan herbisida 2,4-D lebih besar dibanding
dengan indeks mitosis pada perlakuan dengan herbisida paraquat. Hal ini terlihat dari nilai rata-rata indeks mitosis pada perlakuan dengan herbisida 2,4-D lebih tinggi dibanding dengan pada perlakuan dengan herbisida paraquat. Dengan kata lain, penurunan indeks mitosis akibat perlakuan dengan herbisida paraquat lebih besar dibanding dengan herbisida 2,4-D. Tabel 2 menunjukkan bahwa konsentrasi herbisida berpengaruh terhadap indeks mitosis akar bawang daun. Semakin tinggi konsentrasi yang diberikan, maka akan semakin rendah nilai indeks mitosisnya. Nilai indeks mitosis terendah terdapat pada konsentrasi 100 x10-3 µl/ml.
1. Penurunan Indeks Mitosis Akibat Pemaparan Herbisida 2,4-D Jika sebuah tanaman terpapar herbisida ini, maka permeabilitas dinding selnya akan menurun. Begitu juga permeabilitas membran seluruh sel dalam jaringan tanaman tersebut. Keadaan ini menyebabkan hilangnya ion H+ dan akumulasi ion K+ dalam stomata yaitu pada daerah sel tetangga, sehingga mengakibatkan stomata membuka lebih lebar. Hal ini akan dapat meningkatkan fotosintesis karena konsentrasi CO2 tinggi (Tu, et al., 2001). Herbisida ini juga meningkatkan konsentrasi gula dan asam amino dalam sel. Peningkatan ini bersamaan dengan peningkatan sintesis mRNA dan sintesis protein. Di samping itu tanaman juga memproduksi gas etilen yang merupakan salah satu hormon dalam tanaman (Tu, et al., 2001). 80 70 60
Indeks Mitosis (%)
50 indeks mitosis
40 30 20 10 0 0
25
50
75
100
Konsentrasi Herbisida (1x10-3 µl/ml)
Gambar 1. Grafik Hubungan Antara Konsentrasi Herbisida 2,4-D dengan Indeks Mitosis Akar Bawang Daun (Allium fistulosum L.)
Grafik di atas menunjukkan penurunan angka indeks mitosis dengan semakin bartambahnya konsentrasi. Hal ini ditunjukkan dengan semakin menurunnya garis yang menunjukkan angka indeks mitosis. Nilai indeks mitosis terkecil pada perlakuan dengan herbisida 2,4-D terletak pada perlakuan dengan konsentrasi 100 x10-3 µl/ml, yaitu sebesar 26,50%. Angka ini menunjukkan bahwa hanya 26,50% yang mengalami mitosis dari seluruh sel yang diamati. Herbisida 2,4-D termasuk kelompok fenoksi herbisida yang dapat menyebabkan mutasi sel. Herbisida ini mengandung dioksin yang merupakan senyawa yang berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Herbisida ini dapat bertahan di alam antara 20-200 hari. Oleh karena itu, herbisida ini tidak hanya berefek pada gulma, tetapi juga dapat mengganggu pertumbuhan, reproduksi, perubahan tingkah laku bahkan dapat menyebabkan kematian. Limbah herbisida dapat masuk ke badan air, sehingga mengkontaminasi vegetasi dan hewan yang memakannya. Pada manusia dapat menyebabkan kerusakan reproduksi, gangguan pernapasan, hilangnya nafsu makan, kulit kasar, iritasi mata dan sakit kepala hebat (Siera Club, 2006). Perubahan biokimia dan metabolisme tanaman akibat perlakuan dengan herbisida 2,4-D antara lain klorosis pada daun, perubahan fungsi stomata, proliferasi jaringan pada batang, pembentukan akar pada batang, disintegrasi jaringan akar dan pertumbuhan apikal yang abnormal. Pada jaringan meristem, konsentrasi auksin yang tinggi menghambat sintesis asam nukleat yaitu menghambat sintesis RNA. Herbisida 2,4-D merusak dinding sel, sehingga menyebabkan pembelahan sel terhambat dan akhirnya menghambat pertumbuhan. Selain itu juga dapat menyebabkan kerusakan jaringan vaskuler (Joseph, 2005).
2. Penurunan Indeks Mitosis Akibat Pemaparan Herbisida Paraquat Paraquat merupakan jenis herbisida kontak. Herbisida ini akan langsung membunuh gulma atau tanaman lain yang terkena paparannya. Herbisida ini bekerja dengan menghambat fotosintesis yaitu pada fotosistem I dengan menghasilkan radikal hidroksil. Herbisida kontak banyak diaplikasikan pada gulma anual ataupun perenial pada saat tahap pembenihan (stadium awal).
Walaupun
paraquat
termasuk
herbisida
kontak,
tetapi
paraquat
dapat
ditranslokasikan dengan cepat pada jaringan tanaman karena paraquat mempunyai aktivitas yang cepat pada daun-daunan (Joseph, 2005). Herbisida paraquat dimasukkan dalam kelompok herbisida penghambat fotosintesis. Herbisida jenis ini bergerak melalui jalur simplas. Paraquat menghambat fotosintesis dengan mengganggu proses transfer elektron pada fotosistem I. Jika paraquat menerima elektron, maka akan direduksi menjadi radikal paraquat. Komponen ini mereduksi oksigen menjadi ion radikal bebas, superoksidasi dan radikal hidroksil. Senyawa-senyawa ini akan menyebabkan kerusakan sel. Radikal hidroksil akan dengan cepat merusak susunan lemak dalam membran sel dan klorofil. Akibatnya terjadi kerusakan membran sel, daun keriput, beberapa bagian berair dan terjadi kerusakan jaringan (Joseph, 2005).
80 70
Indeks Mitosis (%)
60 50 indeks mitosis
40 30 20 10 0 0
25
50
75
100
Konsentrasi Herbisida (1x10-3 µl/ml)
Gambar 2.
Grafik Hubungan Antara Konsentrasi Herbisida Paraquat dengan Indeks Mitosis Akar Bawang Daun (Allium fistulosum L.)
Aksi paraquat semakin baik ketika berada pada lingkungan dengan intensitas cahaya yang tinggi. Paraquat masuk dalam jaringan daun melalui permukaan daun. Kemudian mengenai jaringan tumbuhan yang hijau dan membuatnya kering. Proses pemasukan ini terjadi dalam waktu yang cepat. Cahaya, oksigen dan klorofil merupakan faktor-faktor yang berperan dalam mekanisme kerja herbisida paraquat (Paraquat Information Center, 2007).
C. Pengaruh Herbisida terhadap Aberasi Kromosom Tanaman Bawang Daun (Allium fistulosum L.) Aberasi kromosom merupakan suatu ketidaknormalan kromosom baik dalam segi jumlah maupun strukturnya. Proses ini dapat terjadi secara alami maupun karena pengaruh suatu zat yang menyebabkan kerusakan kromosom. Pengamatan aberasi kromosom ini dilakukan pada saat sel mengalami mitosis. Aberasi kromosom diamati saat berlangsungnya fase-fase mitosis meliputi profase, metafase, anafase dan telofase. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4. Tabel 3. Pengaruh Jenis Herbisida terhadap Aberasi Kromosom Bawang Daun (Allium fistulosum L.). Jenis Herbisida Mean±SD Herbisida 2,4-D 3,030±2,098a Herbisida Paraquat 4,729±3,893b Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji Tukey dalam taraf uji 5% Tabel 4. Pengaruh Konsentrasi Herbisida terhadap Aberasi Kromosom Bawang Daun (Allium fistulosum L.). Konsentrasi Indeks Mitosis±SD 0 µl/ml 0,000 ± 0,000a -3 25 x10 µl/ml 3,608 ± 1,492b 50 x10-3 µl/ml 3,920 ± 1,734b -3 75 x10 µl/ml 4,560 ± 2,034b -3 100 x10 µl/ml 7,310 ± 4,111c Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT dalam taraf uji 5% Jenis herbisida juga berpengaruh terhadap aberasi kromosom pada akar bawang daun. Berdasarkan Tabel 3 di atas herbsida paraquat lebih besar pengaruhnya terhadap aberasi kromosom akar bawang daun dibanding dengan herbisida 2,4-D. Herbisida paraquat dapat menyebabkan aberasi yang lebih besar dibanding dengan herbisida 2,4-D.
1. Aberasi Kromosom pada Akar Bawang Daun Akibat Pemaparan Herbisida 2,4-D Goemuergen
(2000)
menyebutkan
bahwa
herbisida
2,4-D
dapat
menyebabkan penurunan indeks mitosis, penghambatan proses mitosis dan meningkatkan nilai abnormalitas kromosom. Peningkatan prosentase aberasi kromosom dapat dilihat pada grafik di bawah ini : 5
Aberasi Kromosom (%)
4 3
aberasi kromoom
2 1 0 0
25
50
75
100
Konsentrasi Herbisida (1x10-3µl/ml)
Gambar 3. Grafik Hubungan Antara Konsentrasi Herbisida 2,4-D dengan Aberasi Kromosom Akar Bawang Daun (Allium fistulosum L.) Gambar 3 menunjukkan hubungan antara konsentrasi herbisida dengan aberasi kromosom. Semakin besar konsentrasi herbisida yang diberikan, maka nilai aberasi kromosomnya akan semakin meningkat. Pada kontrol menunjukkan tidak adanya aberasi kromosom (0%). Artinya pembelahan sel normal, tidak terdapat sel yang mengalami aberasi. Ketika ditambahkan herbisida pada akar bawang daun, maka terlihat adanya sel-sel yang mengalami ketidaknormalan fase mitosis. Prosentase ketidaknormalan ini akan meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi. Aberasi tertinggi ditunjukkan pada perlakuaan dengan herbisida pada konsentrasi 100 x10-3 µl/ml.
a
b
c
f d e Gambar 4. Aberasi Kromosom pada Akar Bawang Daun (Allium fistulosum L.) Akibat Pemaparan Herbisida 2,4 D a. Anafase dengan jembatan kromosom b. Kromosom berantai c. Anafase Lengket d. Fragmentasi Kromosom e. Multipolar f. Poliploidi Mekanisme penghambatan yang dilakukan oleh herbisida 2,4-D secara pasti belum diketahui. Namun, secara umum terdapat dua jalur penghambatannya. Pertama dengan merusak dinding sel tanaman. Proses ini terjadi dalam waktu yang singkat. Kedua dengan menghambat proses sintesis asam nukleat. Proses ini memerlukan waktu antara 30-45 menit setelah perlakuan dengan herbisida (Joseph, 2005). Herbisida 2,4-D dikenal dengan sifat fitotoksisitasnya yang tinggi, harganya cukup murah, bersifat selektif dan efektif dalam membunuh gulma berdaun lebar. Herbisida auksin menyebabkan pertumbuhan terlalu cepat sampai akhirnya mati. Beberapa bagian dari tumbuhan tumbuh begitu cepat, sehingga beberapa bagian tumbuhan mengalami perubahan bentuk, seperti daun, batang dan tangkai daun terpilin dan bentuknya tidak seimbang. Peristiwa seperti ini biasanya disebabkan oleh efek epinasti oleh gas etilen yang secara umum dihasilkan oleh auksin. Keseluruhan pertumbuhan akan terhambat dan akhirnya berhenti jika cukup banyak herbisida yang diangkut oleh akar. Molekul herbisida juga menggangu proses transkripsi DNA dan translasi RNA sehingga enzim yang
digunakan untuk mengkoordinasikan pertumbuhan tidak terbentuk. Akibatnya pertumbuhan tidak normal dan akhirrnya terhenti. (Salisburi and Ross, 1992).
2. Aberasi Kromosom pada Akar Bawang Daun Akibat Pemaparan Herbisida paraquat Paraquat merupakan herbisida kontak yang bersifat non selektif, berspektrum luas dalam membunuh gulma di areal pertanaman. Berdasarkan hasil penelitian pengaruh paraquat terhadap indeks mitosis akar bawang daun didapatkan data bahwa paraquat dapat menurunkan nilai indeks mitosis sejalan dengan peningkatan konsentrasi yang diberikan. 12 10
Aberasi Kromosom (%)
8 aberasi kromosom
6 4 2 0 0
25
50
75
100
Konsentrasi Herbisida (1x10-3 µl/ml)
Gambar 5.
Grafik Hubungan Antara Konsentrasi Herbisida Paraquat dengan Aberasi Kromosom Akar Bawang Daun (Allium fistulosum L.)
Paraquat menghambat proses penerimaan elektron pada fotosistem I. Elektron penerima tersebut selanjutnya akan membantu pembentukan NADPH. Jika ada penghambatan aktivitas herbisida, maka NADPH tidak akan terbentuk, sehingga proses metabolisme tumbuhan akan terhambat. Jika metabolismenya terhambat, maka pertumbuhan sel juga terhambat dan selanjutnya tumbuhan akan mati. Elektron bebas dari fotosistem I bereaksi dengan ion paraquat membentuk radikal bebas. Oksigen dengan cepat diubah menjadi radikal bebas, sehingga membentuk superoksida. Superoksida inilah yang akan merusak struktur lemak
pada membran sel, sehingga merusak membaran sel secara keseluruhan dan jaringan tumbuhan (Paraquat Information Center, 2007). Rusaknya sistem permeabilitas menyebabkan membran tidak dapat lagi memilih zat mana yang boleh melewatinya dan zat mana yang tidak. Karena tidak bersifat selektif permeabel, maka herbisida sebagai senyawa asing dapat masuk ke dalam sel dan mengganngu aktivitas mikrotubul sehingga menyebabkan aberasi kromosom. Jenis aberasi kromosom yang ditemukan pada perlakuan dengan herbisida paraquat pada intinya sama dengan aberasi yang ditemukan pada perlakuan herbisida 2,4-D, perbedaannya hanya pada masalah kuantitas. Namun demikian pada perlakuan dengan herbisida paraquat terdapat sel yang gigas, yaitu sel dengan ukuran yang lebih besar kira-kira 3 kali lipat dari sel normal.
a
b
c
e f d Gambar 6. Aberasi Kromosom pada Akar Bawang Daun (Allium fistulosum L.) Akibat Pemaparan Herbisida 2,4 D a. Anafase dengan jembatan kromosom b. Fragmentasi Kromosom c. Metafase Lengket d. Metafase Ganda e. Poliploidi f. Multipolar
D. Perbandingan Pengaruh Herbisida 2,4-D dan Paraquat Berdasarkan kriteria pembeda jenis herbisida, 2,4-D dan paraquat merupakan herbisida dari golongan yang berbeda. Perbedaan jenis kedua herbisida ini dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 6. Perbandingan Herbisida 2,4-D dengan Herbisida Paraquat No 1. 2.
Kriteria Sifat Cara kerja
3.
Waktu pengaplikasian Selektivitas Golongan Rumus Kimia
4. 5. 6.
7.
2,4-D Sistemik Seperti zat pengatur tumbuh Pra tumbuh
Paraquat Kontak Menghambat fotosistem I
Selektif chlorphenoxy acetic 2-(2,4dichlorophenoxy)acetic acid
Tidak Selektif Bipiridil 1,1-dimethyl-4,4 bypiridinium
Paska tumbuh
Struktur Kimia
Berdasarkan analisis data menggunakan statistik, didapatkan bahwa jenis herbisida berpengaruh terhadap indeks mitosis dan aberasi kromosom bawang daun (Allium fistulosum L.). Herbisida paraquat lebih besar pengaruhnya dalam penurunan indeks mitosis dan peningkatan aberasi kromosom dibanding dengan herbisida 2,4-D. Dari data-data di atas disebutkan bahwa penggunaan kedua jenis herbisida ini dapat mempengaruhi indeks mitosis dan menyebabkan aberasi pada tanaman bawang daun, walaupun dosisnya lebih rendah dari dosis penggunaan di lapangan (2-4 ml herbisida/1 liter air). Oleh karena itu, perlu lebih teliti dalam penggunaannya agar produktivitas bawang daun tidak mengalami penurunan.
E. Interaksi Herbisida dan Lingkungan Pencemaran lingkungan terutama lingkungan pertanian disebabkan oleh penggunaan bahan-bahan kimia pertanian. Pencemaran oleh pestisida tidak saja pada lingkungan pertanian tetapi juga dapat membahayakan kehidupan manusia dan hewan dimana residu pestisida terakumulasi pada produk-produk pertanian dan pada perairan (Sofia, 2004). Penggunaan yang tidak terkontrol dari 2, 4 D di lahan-lahan pertanian merupakan tekanan yang sangat berat bagi ekosistem lingkungan , walaupun waktu paruh 2,4-D di lingkungan relatif pendek yaitu 1-2 minggu dalam tanah dan 1-3 minggu dalam air. Namun, 2,4-D sangat berpotensi menyebabkan pencemaran pada air tanah, air permukaan dan air minum (Fatmawati, 2006). Paraquat dikenal sebabgai senyawa yang sangat toksik. Keberadaannya di tanah dapat mengganggu aktivitas bakteri Azotobacter dan Rhizobium yang berperan dalam fiksasi nitrogen (Martani, et al., 2001). Selain itu paraquat merupakan
senyawa
yang
sulit
terdegradasi
secara
biologis.
Hal
ini
memungkinkan paraquat untuk tinggal lebih lama di dalam tanah. Paraquat juga mudah larut dalam air, sehingga mudah tercuci oleh air hujan dan masuk ke dalam badan air, selanjutnya akan mencemari perairan (Muktamar, dkk, 2004). Pengarahan
penggunaan
herbisida
perlu
diberikan
kepada
para
penggunaan herbisida yaitu dalam hal pemberian dosis, waktu aplikasi, cara kerja yang aman, sehingga akan mengurangi ketidakefisienan penggunaan pestisida pada lingkungan dan mengurangi sekecil mungkin pencemaran yang terjadi. Permasalahan bahan residu pestisida dapat juga diatasi dengan menggunakan metode Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Bagi lahan yang telah tercemar oleh residu pestisida, dewasa ini telah dikembangkan bioremediasi. Bioremediasi dikenal sebagai usaha perbaikan tanah dan air permukaan dari residu pestisida atau senyawa rekalsitran lainnya dengan menggunakan jasa mikroorganisme (Sa’id, 1994).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Herbisida 2,4 D dan herbisida paraquat dapat menurunkan nilai indeks mitosis bawang daun (Allium fistulosum L.). 2. Herbisida 2,4 D dan paraquat dapat menyebabkan aberasi kromosom bawang daun (Allium fistulosum L.). 3. Semakin tinggi konsentrasi herbisida, maka indeks mitosis semakin menurun dan aberasi kromosom semakin meningkat. 4. Indeks mitosis terendah adalah 24,32% dan aberasi kromosom tertinggi adalah 7,30%. 5. Herbisida paraquat berpengaruh lebih besar dalam penurunan indeks mitosis dan menyebabkan aberasi kromosom pada bawang daun (Allium fistulosum L.) 6. Indeks mitosis akar bawang daun pada perlakuan dengan herbisda 2,4-D adalah 56,14%, sedangkan dengan herbisida paraquat sebesar 38,03%. 7. Prosentase aberasi kromosom yang disebabkan oleh herbisida 2,4-D adalah 3,030%, sedangkan herbisida paraquat 4,729%.
DAFTAR PUSTAKA Dwiati, M dan Budisantoso, 2003. Efisiensi Penggunaan Herbisida Glifosat pada Penerapan Teknologi Sonic Bloom. Prosiding Konverensi Nasional XVI HIGI : 50-55. Fatmawati. 2006. Pengaruh Penggunaan 2,4 D ( 2,4 Dichlorphenoxyacetic Acid) Terhadap Status Kesehatan Petani Penyemprot Di Kabupaten Sidrap Provinsi Sulawesi Selatan. J Med Nus 27 (1) : 1-10. Goemuergen, A. N. 2000. Cytological Effect of The Herbicide 2,4-D isooctylester 48% on Root Mitotic of Allium cepa. Cytologia 56 (4) : 56-63. Hasanuddin dan H. Pane. 2003. Strategi Nasional Pengembangan Penelitian dalam Menghadapi Ancaman Gulma untuk Menunjang Sistem Pertanian yang Berkelanjutan. Prosiding Konferensi Nasional XVI HIGI : 19-24.
Joseph, M. 2005. Understanding Herbicides: What They are and How They Work. http://ucce.ucdavis.edu/files/filelibrary/1214/15814.pdf. [4 Januari 2008]. Muktamar, Z, Sukisno dan N. Setyowati. 2004. Adsorpsi dan Desorpsi Herbisida Paraquat oleh Bahan Organik Tanah. J. Akta Agrosia 7 (1) : 11-17. Murad, J, D. Mutiatikum, dan SR. Muktiningsih. Status Kesehatan Petani Perkebunan Rakyat Pengguna Paraquat Dibandingkan dengan Petani bukan Pengguna Paraquat di Lampung Selatan. Cermin Dunia Kedokteran, 142 : 49-52. Paraquat Information Center on behalf of Syngenta Crop Protection AG. 2007. The Science of Paraquat. http://www.paraquat.com /AboutParaquat /TheScienceofParaquat/tabid/217/Default.aspx [17 Januari 2008]. Parjanto, S. Moeljopawiro, W.T. Artama dan A. Purwanto. 2003. Karyotipe Kromosom Salak. Ilmu Pertanian. 10 (1): 1-8. Rukmana, R.1995. Bawang Daun. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Sabur, A. 2003. Pengendalian Tali Said (Commelina banghalensis L.) secara Kimiawi di Perkebunan Teh. Prosiding Konferensi Nasional XVI HIGI : 87-93. Salisbury, F. B and C.W. Ross. 1992. Fisiologi Tumbuhan Jilid II. Edisi keempat. Penerbit ITB, Bandung. Sa’id, E.G., 1994. Dampak Negatif Pestisida, Sebuah Catatan bagi Kita Semua. Agrotek 2(1) : 71-72. Siera
Club of Canada. 2006. 2,4-D Dichlorophenoxyacetic http://www.sierraclub.ca/national/programs/healthenvironment/pesticides/2-4-D-overview.pdf [5 Januari 2008].
Acid.
Suntoro, H.S. 1983. Metode Pewarnaan (Histologi dan Histokimia). Penerbit Bhratara Karya Aksara, Jakarta. Sutrisna, N, 2003. Kajian Rakitan Teknologi Budidaya Bawang Daun ( Allium fistulosum L.) pada Lahan Dataran Tinggi Di Bandung, Jawa Barat. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 6 (1) : 64-72. Tu et al (2001). Weed Control Methode Handbook. The Nature Conservancy. http://herb.propertis.co.id [4 Januari 2004].