Perubahan Alur Sungai di Muara Sungai Rokan Provinsi Riau Tahun 1988-2012 Wulansari Khairunisa1, Ratna Saraswati2, Eko Kusratmoko2 1Mahasiswa
& 2Dosen Departemen Geografi, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424 Email:
[email protected],
[email protected]. Abstrak
Penelitian ini membahas tentang perubahan alur sungai di Muara Sungai Rokan dari tahun 1988 hingga tahun 2012. Perubahan yang dilihat adalah perubahan secara horizontal (dua dimensi). Tujuan penelitan ini yaitu untuk mengetahui dimana saja terjadi perubahan alur sungai di Muara Sungai Rokan dan faktor penyebabnya. Metode yang digunakan yaitu mengoverlay alur sungai tahun 1988 dengan alur sungai tahun 2012 yang didapat dari Citra Landsat tahun 1988 dan 2012 hingga menghasilkan Peta Perubahan Alur Sungai dan mengetahui daerah erosi dan daerah deposisi. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rekayasa alur sungai dan perubahan penggunaan tanah di DAS Rokan yang merupakan faktor dari darat dan Gelombang Bono (Tidal Bore) yang merupakan faktor dari laut. Hasil penelitian ini yaitu, perubahan terjadi di sepanjang alur sungai di daerah penelitian yaitu pada alur sungai tipe meandering, straight, beting dan delta sungai. Abstract This study discusses the channel changes in the estuary of Rokan River from 1988 through 2012. The changes that we discussed are horizontal changes (two dimensional). The research purpose is to find out where channel changes have occurred in the Rokan River channel estuary and determine the factors that cause the changes. The method used is an overlay of the river channel in 1988 with the river channel in 2012 obtained from Landsat imagery 1988 and 2012 to produce River Channel Changes Map and determine erosion and deposition areas. The variables used are the modified of river channel and landuse changes in Rokan watershed which are factors from the land and Gelombang Bono (Tidal Bore) which is a factor from the sea. The Results of this study are channel changes occur along the river channel in the study area that is on the type meandering and straight river channel, shoals and river delta. Keywords: River channel, river mouth, tidal bore, rokan river. .
1. PENDAHULUAN Seiring dengan berjalannya waktu, alur pada sebuah sungai terus mengalami perubahan. Hal tersebut dikarenakan sungai terus-menerus membentuk dan mereformasi salurannya dengan adanya proses erosi pada dasar dan tebing sungai (proses degradasi) serta adanya deposisi sedimen (proses agradasi) (Charlton, 2008). Perubahan alur sungai khususnya di sekitar muara sungai disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal baik dari daratan maupun dari lautan. Sungai Rokan merupakan salah satu sungai besar di bagian timur Sumatera. Muara Sungai Rokan terletak di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau yang bermuara langsung ke Selat Malaka. Lebar sungai bagian hilir dapat mencapai >1 km
Perubahan Alur Sungai, Wulansari Khairunisa, FMIPA UI, 2013
1
sepanjang 50 km. Muara Sungai Rokan mengalami perubahan yang cukup signifikan. Tercatat dalam sejarah pada penelitian sebelumnya, Zaimurdin (1988) menjelaskan bagaimana perubahan alur pada Muara Sungai Rokan tahun 19451977 yang menyebabkan runtuhnya beberapa perkampungan yang berada dekat dengan sungai akibat erosi dan bertambahnya luas daratan akibat deposisi sedimen. Muara Sungai Rokan sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan terdapat fenomena yang unik, yaitu fenomena tidal bore. Tidal bore merupakan fenomena hidrodinamika yang terkait dengan pergerakan massa air dimana gelombang pasang menjalar ke hulu dengan kekuatan yang bersifat merusak (Yulistiyanto, 2009). Kuatnya gelombang yang memasuki Muara Sungai Rokan menyumbang pengaruh terhadap perubahan alur sungai, karena selain mengikis tebing sungai yang dilaluinya, gelombang ini juga membawa material-material yang terkikis tersebut untuk diendapkan dibeberapa tempat di alur sungai tersebut. Masyarakat setempat menyebut tidal bore yang terjadi pada Sungai Rokan dengan sebutan Gelombang Bono. Selain karena adanya fenomena Bono, perubahan alur sungai juga dipengaruhi oleh adanya faktor manusia seperti rekayasa alur sungai dan perubahan penggunaan tanah di DAS Rokan Perubahan yang terjadi pada alur sungai di Muara Sungai Rokan ini menarik untuk dikaji karena terkait dengan berkurangnya luas daratan akibat erosi dan bertambahnya luas daratan akibat deposisi pada alur sungai.
2. RUMUSAN MASALAH 1. Dimana saja terjadi perubahan alur sungai dari tahun 1988-2012? 2. Faktor apa yang menyebabkan perubahan alur sungai yang terjadi?
3. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui dimana saja terjadi perubahan alur sungai di Muara Sungai Rokan dan mengetahui faktor yang menyebabkan perubahan alur sungai.
4. BATASAN PENELITIAN 1. Perubahan alur sungai adalah mundur (erosi) dan majunya (deposisi) tebing sungai di Muara Sungai Rokan.
Perubahan Alur Sungai, Wulansari Khairunisa, FMIPA UI, 2013
2
2. Perubahan alur dalam penelitian ini dilihat secara 2D atau perubahan alur secara horizontal. 3. Tipe erosi yang yang terjadi pada alur sungai adalah erosi tebing sungai (streambank erosion) dimana terjadi pengikisan tanah pada tebing-tebing sungai (Asdak, 2004). 4. Muara sungai dalam penelitian ini mulai dari muka Pulau Halang yang bertemu langsung dengan lautan menuju ke arah hulu sejauh gelombang pasang (Bono) masih berpengaruh (± 85 km dari muka Pulau Halang ke arah hulu).
5. TINJAUAN TEORITIS Perubahan Alur Sungai Aliran air dan pasokan sedimen keduanya selalu berfluktuasi, yang artinya penyesuaian
terus
menerus
terjadi
melalui
pengerjaan
ulang,
erosi
dan
pengendapan sedimen. Rezim aliran dan rezim sedimen disebut sebagai variabel penggerak dalam proses ini (Charlton, 2008). 1. Rezim aliran (Flow Regime) Aliran dalam saluran sungai alami tidak stabil, selalu berfluktuasi dalam menanggapi masukan/input dari curah hujan ke daerah aliran sungai. Yang mempengaruhi karakteristik dari rezim aliran diantaranya adalah variasi musim, frekuensi banjir dan durasi dari aliran yang rendah. Karena debit air mempengaruhi kekuatan aliran, kecepatan dan tekanan dasar, karakteristik dari rezim aliran mempunyai pengaruh yang penting dalam pembentukan alur sungai. 2. Rezim sedimen (Sediment Regime) Pasokan sedimen selalu bervariasi sepanjang waktu. Tidak hanya volume sedimen yang penting tetapi juga ukuran distribusinya. Rezim sedimen dikendalikan oleh berbagai faktor seperti ukuran butir, pasokan sedimen dan kondisi aliran yang ada.
Macam-macam perubahan alur sungai dapat dikelompokkan menjadi 4 tipe, yaitu sebagai berikut (Schumm, 2005):
Perubahan Alur Sungai, Wulansari Khairunisa, FMIPA UI, 2013
3
1. Pertumbuhan dan pergeseran meander, dimana bentukan meander mengalami penambahan/pengurangan luas dan berpindah sebagai akibat dari erosi dan deposisi. 2. Pertumbuhan dan pergerseran pulau, dimana bentukan pulau atau beting mengalami penambahan/pengurangan luas dan berpindah sebagai akibat dari erosi dan deposisi. 3. Cutoffs, terpotongnya leher meander akibat erosi. 4. Avulsi, yang merupakan berpindahnya saluran sungai.
Tidal Bore – Gelombang Bono Tidal bore adalah serangkaian gelombang yang merambat ke hulu saat arus pasang meningkat (Chanson, 2011). Tidal bores terjadi secara alami, gelombang air bergerak hingga mencapai 6 meter pada ketinggian yang terbentuk di muara ke hulu dengan rentang pasang semidiurnal atau hampir semidiurnal melebihi 4 meter. Muara yang memiliki tidal bore biasanya mencakup sistem fluvial yang berkelokkelok dengan gradien dangkal (Winkler & Lynch, 1988). Tidal bore dapat merambat sejauh 100 km ke arah hulu dari mulut sungai. Gelombang ini dapat menyebabkan peningkatan secara tiba-tiba pada salinitas, sedimen yang terlarut, karakter permukaan, tekanan bawah sungai, penurunan pencahayaan pada air dan perubahan pada temperatur air. Asal kata dari ‘bore’ diyakini berasal dari Islandia ‘bara’ (gelombang besar) yang mengindikasikan fenomena yang berpotensi berbahaya. Tidal bore memiliki nama-nama lokal di tempat yang berbeda, beberapa diantaranya: mascaret (Garonne River, Perancis), la barre (Seine River, Perancis), le mascarin (Vilaine, Perancis), pororoca (Amazon River, Brazil), burro (Colorado River, Mexico) dan bono (Sungai Rokan, Indonesia) (Chanson, 2010).
Gambar 1. (kiri) Skema terbentuknya Bore Bono di muara Sungai. (kanan) Skema interaksi Arus Pasang dengan Arus Sungai
Perubahan Alur Sungai, Wulansari Khairunisa, FMIPA UI, 2013
4
Keberadaan tidal bore didasarkan pada rapuhnya keseimbangan hidrodinamik antara rentang aliran pasang surut, kondisi aliran sungai air tawar dan batimetri sungai (Chanson, 2010). Sama halnya dengan Bono yang terjadi di Muara Sungai Rokan. Bono dipengaruhi oleh beberapa faktor (Zaimurdin, 1988), antara lain: 1. Musim (yang berpengaruh pada debit aliran sungai), 2. Dasar sungai, yaitu batimetri sungai (kedalaman sungai), dan 3. Besar kecilnya pasang.
6. METODE PENELITIAN Dalam alur pikir penelitian, perubahan alur sungai dipengaruhi oleh faktor dari darat dan dari lautan. Variabel-variabel yang digunakan adalah rekayasa alur sungai, perubahan penggunaan tanah di DAS Rokan dan Gelombang Bono. Data-data yang digunakan yaitu alur sungai tahun 1988 dan alur sungai tahun 2012 yang didapat dari digitasi citra satelit Landsat 5 TM dan Landsat 7 +ETM, kemudian Penggunaan tanah tahun 1988 dan 2012 di Muara Sungai Rokan, Penggunaan Tanah DAS Rokan tahun 1997 dan 2009, Batimetri Muara Sungai Rokan dan pasang surut di Bagansiapiapi. Tahapan pengolahan data yaitu: a) Overlay overlay alur sungai tahun 1988 dengan tahun 2012 sehingga mendapatkan peta perubahan alur sungai, b) Menentukan daerah yang mengalami erosi dan deposisi, c) Menghitung luas daerah yang mengalami erosi dan deposisi, d) Membagi daerah penelitian menjadi tiga region berdasarkan unit bentang lahan (landform), yaitu Region Alur Sungai Meandering (Region 1), Region Alur Sungai Straight dan Beting (Region 2), dan Region Delta (Region 3)
Setelah data diolah maka dilakukan analisis data dengan menggunakan metode analisis spasial komparatif deskriptif, diantaranya: a) Analisis overlay perubahan alur sungai. Dari overlay peta ini akan didapatkan perubahan alur sungai kemudian mengetahui daerah mana saja yang mengalami erosi dan deposisi, serta luas daerah yang berubah. b) Membandingkan perubahan alur sungai pada tiga region yang berbeda.
Perubahan Alur Sungai, Wulansari Khairunisa, FMIPA UI, 2013
5
c) Menganalisis secara deskriptif mengenai faktor-faktor yang diduga mempengaruhi perubahan alur sungai seperti Gelombang Bono, rekayasa alur sungai dan perubahan penggunaan tanah.
7. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan, terdapat 15 daerah yang mengalami erosi dan 16 daerah yang mengalami deposisi dimana batas dari daerahdaerah tersebut adalah perpotongan alur sungai tahun 1988 dengan alur sungai tahun 2012. Daerah tersebut kemudian diberi nama ER1 hingga ER1 untuk daerah yang mengalami erosi dan DE1 hingga DE1 untuk daerah yang mengalami deposisi. Dalam kurun waktu 24 tahun, perubahan alur sungai di daerah penelitian yang lebih banyak terjadi adalah berupa perubahan alur sungai maju atau deposisi yang secara keseluruhan seluas 6.867 ha, sedangkan perubahan alur sungai mundur atau erosi yang terjadi secara kesulurahan seluas 2.158 ha. Berikut uraian mengenai erosi dan deposisi yang terjadi di daerah penelitian.
Perubahan Alur Sungai a) Perubahan Alur Sungai pada Alur Sungai Meandering (Region 1). Region 1 merupakan region alur sungai dengan tipe meandering atau berkelok. Region ini berawal dari Desa Jumrah ke arah hilir hingga Desa Bantaian dan Teluk Bano 2. Tabel 1. Luas Erosi dan Deposisi pada Alur Sungai Region 1, Tahun 1988-2012 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10
EROSI ER1 ER2 ER3 ER4 ER5 ER6 ER7 ER8 ER9 ER10 TOTAL
Luas (ha) 6 5 38 50 12 8 54 52 889 653 1.767
DEPOSISI DE1 DE2 DE3 DE4 DE5 DE6 DE7 DE8 DE9 DE10 TOTAL
Luas (ha) 19 47 12 16 2 25 62 766 91 113 1.153
Sumber: Pengolahan Data, Tahun 2013.
Perubahan Alur Sungai, Wulansari Khairunisa, FMIPA UI, 2013
6
Gambar 2. Peta Erosi dan Deposisi Alur Sungai di Muara Sungai Rokan Tahun 1988-2012, Region 1.
Dalan kurun waktu 24 tahun yaitu tahun 1988 - 2012, erosi paling besar terjadi di Desa Lenggadai Hilir hingga Desa Mukti Jaya (ER9) yang jika dilihat dari bentuk bentang lahannya berupa leher meander. Namun dijelaskan dalam penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Zaimurdin (1988), pada tahun 1945 di daerah ini bukan berupa leher meander melainkan berupa daerah yang dialiri air sungai dimana terdapat pulau yang terbentuk dari beting, masyarakat menyebutnya Pulau Rakyat (Gambar 3a). Akibat dari adanya sedimentasi di sisi barat Pulau Rakyat, akhirnya Pulau Rakyat yang memiliki luas 1.050 ha tersebut menyatu dengan daratan di sebelah baratnya. Karena dahulu jalur transportasi air merupakan jalur transportasi utama, pada tahun 1964 masyarakat memutuskan untuk
membuat parit/terusan yang memotong bekas Pulau Rakyat untuk
mempersingkat perjalanan mereka menggunakan perahu (Gambar 3b). Akibat adanya gelombang Bono, terusan yang dibuat tersebut justru terkikis dan terus
Perubahan Alur Sungai, Wulansari Khairunisa, FMIPA UI, 2013
7
melebar hingga membuat alur baru dan bentukan meander seperti yang terlihat pada tahun 1977 (Gambar 3c). Sementara dari tahun 1988-2012 dimana bentukan sungai sudah merupakan meander, erosi besar terjadi di leher meander. Daerah ini menerima terjangan arus dari dua arah baik dari laut (Bono) dan dari hulu. Gambar 3d-f memperlihatkan proses cut-off di leher meander. Pada tahun 2000 kondisi leher meander semakin menipis dibandingkan dengan tahun 1988. Pada tahun 2012 leher meander sudah habis terkikis hingga sungai membentuk alur baru (alur yang lurus). Alur sungai yang lama berubah menjadi daratan karena sudah tidak lagi dilewati oleh air dan mengalami pengendapan sedimen (DE8). Pada kasus ini, perubahan alur sungai yang terjadi sesuai dengan teori Schumm (2005) yaitu Cut-off atau terpotongnya leher meander akibat erosi.
b) Perubahan Alur Sungai pada Alur Sungai Straight dan Beting (Region 2). Region 2 merupakan region dengan alur sungai bertipe lurus/straight, namun pada alur sungai yang lurus ini terdapat sebuah pulau ditengah-tengah alurnya. Pulau tersebut berasal dari endapan yang terus bertambah hingga menjadi gosong, beting dan akhirnya menjadi sebuah pulau yaitu Pulau Pedamaran. Pada region ini lebih banyak terjadi deposisi dibandingkan dengan
Perubahan Alur Sungai, Wulansari Khairunisa, FMIPA UI, 2013
8
erosi, hal tersebut dipengaruh oleh letaknya yang berada semakin dekat dengan mulut sungai. Tabel 2. Luas Erosi dan Deposisi pada Alur Sungai Region 2, Tahun 1988-2012
No. EROSI 1. ER11 2. ER12 3. ER13 TOTAL
Luas (ha) 33 291 37 361
DEPOSISI DE11 DE12 DE13 TOTAL
Luas (ha) 48 712 493 1.253
Sumber: Pengolahan Data, Tahun 2013.
Gambar 4. Peta Erosi dan Deposisi Alur Sungai di Muara Sungai Rokan Tahun 1988-2012, Region 2.
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Zaimurdin, tahun 1945 beting atau yang saat ini disebut Pulau Pedamaran memiliki luas 1.150 ha dengan panjang 8,1 km dan lebar 0,5-2,5 km, namun pulau ini terus berkembang dengan bertambahnya panjang dan lebar hingga pada tahun 1977 luas Pulau Pedamaran adalah 3.475 ha dengan panjang 14,5 km dan lebar 0,5-3,25 km (Gambar 5a). Sedangkan selama kurun waktu 24 tahun dari tahun 1988-2012
Perubahan Alur Sungai, Wulansari Khairunisa, FMIPA UI, 2013
9
perubahan bentuk Pulau Pedamaran meliputi bertambahnya luas daratan 2,25 km ke arah utara dan 0,2 km ke arah barat, serta berkurangnya luas daratan di bagian selatan Pulau Pedamaran sepanjang 2 km (Gambar 5b). Akibat dari kejadian deposisi yang lebih besar dibandingkan dengan kejadian erosi, pada tahun 2012 luas Pulau Pedamaran bertambah menjadi 3.840 ha.
Dari gambar 5c terlihat bagaimana proses perubahan bentuk Pulau Pedamaran. Pada tahun 1988, di utara Pulau Pedamaran sudah terlihat adanya gosong. Kemudian pada tahun 2000, gosong tersebut berubah menjadi daratan yang menyatu dengan Pulau Pedamaran sehingga pulau ini bertambah luasnya ke arah utara. Namun ternyata selain bertambah luas di bagian utara, pada tahun 2000 pulau ini berkurang luasnya di bagian selatan akibat erosi. Erosi pada bagian selatan pulau terus terjadi hingga 2012. Pada kasus ini perubahan alur sungai yang terjadi sesuai dengan teori Schumm (2005) bahwa pertumbuhan dan pergeseran pulau dapat terjadi sebagai akibat dari erosi dan deposisi.
Perubahan Alur Sungai, Wulansari Khairunisa, FMIPA UI, 2013
10
c) Perubahan Alur Sungai pada Delta (Region 3). Region 3 merupakan region Delta Sungai Rokan. Sesuai dengan asal terbentuknya delta yaitu dari sedimentasi material-material yang dibawa oleh sungai, pada region ini terlihat bahwa deposisi lebih banyak terjadi dibandingkan dengan erosi. Tabel 3. Luas Erosi dan Deposisi pada Alur Sungai Region 3, Tahun 1988-2012 No. 1. 2. 3.
EROSI ER14 ER15 TOTAL
Luas (ha) 8 22 30
DEPOSISI DE14 DE15 DE16 TOTAL
Luas (ha) 344 4054 63 4461
Sumber: Pengolahan Data, Tahun 2013.
Gambar 6. Peta Erosi dan Deposisi Alur Sungai di Muara Sungai Rokan Tahun 1988-2012, Region 3.
Pada tahun 1945 Kota Bagansiapiapi (Bagan Kota) masih berada di tepi pantai. Namun karena terjadi pendangkalan, mulai timbul gosong yang terus tumbuh menjadi beting hingga akhirnya menjadi sebuah pulau yang disebut Pulau Barkey dan Pulau Serusa, seperti yang terlihat di alur sungai tahun 1977 (Gambar 7a). Pada periode 1945-1970, seiring berkembangnya Pulau Barkey,
Perubahan Alur Sungai, Wulansari Khairunisa, FMIPA UI, 2013
11
daratan Bagansiapiapi juga terus berkembang hingga Kota Bagansiapiapi tidak lagi berada di tepian pantai. Pada tahun 1970 pembentukan daratan Bagansiapiapi sudah berhenti karena Pulau Barkey telah menutupi tanjung (utara dan selatan) daratan tersebut, sementara luas Pulau Barkey sendiri masih terus bertambah (Zaimurdin, 1988).
Kemudian pada periode 1988-2012, Pulau Barkey dan Pulau Serusa masih terus berkembang hingga luas Pulau Barkey bertambah dan Pulau Serusa menyatu dengan daratan Bagansiapiapi (Gambar 7c). Tahun 1988 luas Pulau Barkey adalah 4.129 ha dan tahun 2012 luasnya 8.183 ha, itu berarti luas Pulau Barkey bertambah 4.054 ha dengan laju pertumbuhan 164,9 ha/tahun. Pembentukan daratan baru di utara Pulau Barkey (DE14) sama halnya dengan pembentukan Pulau Barkey, yaitu berawal dari gosong. Daratan baru tersebut sudah nampak pada tahun 2000. Sementara perkembangan Pulau Serusa selain bertambahnya luas daratan, pulau tersebut juga menyatu dengan daratan Bagansiapiapi, hal ini disebabkan karena terjadi pengendapan di celah-celah antara Pulau Serusa dengan daratan Bagansiapiapi.
Perubahan Alur Sungai, Wulansari Khairunisa, FMIPA UI, 2013
12
Faktor Penyebab Perubahan Alur Sungai a) Gelombang Bono / Pasang Air Laut. Pada saat musim hujan Gelombang Bono yang terjadi kecil dibandingkan pada saat musim kemarau. Hal ini dikarenakan pada saat musim hujan arus dari sungai dapat menahan desakan arus dari laut. Bono akan besar ketika musim kemarau dimana arus air dari sungai tidak terlalu deras dan sedang terjadi pasang tinggi. Ketika Bono terjadi, Bono akan menerjang tebing sungai yang menghadang jalannya. Saat tebing tersebut di terjang oleh Bono, ada tanah yang langsung tergerus dan terbawa arus Bono kemudian diendapkan ditempat yang lain namun ada pula tanah yang menjadi lemah dan jenuh setelah Bono melaluinya dan saat surut (air laut berjalan kembali menuju laut) tanah yang melemah dan jenuh tersebut akhirnya ikut terbawa arus balik yang menuju ke laut.
Pada Region 1 (alur sungai meandering) Bono lebih berperan dalam mengerosi dibandingkan dengan mengendapkan material yang dibawa air. Karena pada region ini bentuk alur sungai mulai menyempit dimana hal tersebut dapat menimbulkan Bono yang lebih besar saat Bono mendesak untuk masuk ke alur sungai yang menyempit. Pada Region 2 yaitu di alur sungai straight Bono tidak banyak memberikan pengaruh karena bentuk alur sungai yang lurus hampir mengikuti arah datangnya gelombang, sehingga benturan antara gelombang dengan daratan sangat kecil. Sedangkan pada beting (Pulau Pedamaran) Bono lebih berperan dalam mengendapkan material-material lumpur di utara Pulau Pedamaran. Pulau Pedamaran sendiri yang berada di tengah-tengah sungai dapat menghalangi
Perubahan Alur Sungai, Wulansari Khairunisa, FMIPA UI, 2013
13
jalannya Bono yang membawa material lumpur, sehingga material lumpur tersebut justru diendapkan di hilir Pulau Pedamaran. Pada Region 3 yaitu di delta sungai, bentukan Bono belum besar dan Bono pada region ini lebih berperan dalam mengendapkan material-material dari laut dan material dari sungai yang dibawa kembali oleh pasang kemudian diendapkan di mulut sungai seperti di Pulau Barkey.
b) Perubahan Penggunaan Tanah DAS Rokan. Perubahan jenis penggunaan tanah yang paling banyak berubah adalah dari hutan menjadi semak belukar (89.293 ha), hutan menjadi tanah kosong (25.746 ha), dan perkebunan menjadi tanah kosong (19.836 ha). Sementara permukiman yang bertambah paling banyak merupakan hasil dari perubahan hutan, perkebunan dan pertanian sawah kering semusim. Perubahan yang terjadi cenderung perubahan dari tanah yang memiliki tutupan vegetasi yang banyak menjadi tanah yang memiliki tutupan vegetasi yang rendah. Hutan memberikan kontribusi pada terjadinya erosi lebih kecil dibandingkan dengan lahan perkebunan, persawahan, semak belukar dan permukiman. Air hujan yang langsung jatuh ke tanah dapat menyebabkan erosi lebih besar karena aliran permukaan juga lebih besar, dibandingkan dengan air hujan yang turun melalui daun dan batang. Selain itu kesuburan tanah juga berkurang lebih cepat. Tabel 4. Luas Penggunaan Tanah DAS Rokan Tahun 1997 dan 2009 No.
Jenis Penggunaan Tanah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Hutan Hutan Bakau Perairan Darat Perkebunan Permukiman Persawahan Pertambangan Pertanian Tanah Kering Semusim Tanah Kosong Semak Belukar TOTAL
1997 (ha) 788.463 7.820 21.174 503.808 17.132 61.474 10.957 294.586 107.818 298.050 2.111.282
(%) 37,35 0,37 1,00 23,86 0,81 2,91 0,52 13,95 5,11 14,12 100
2009 (ha) 638.086 7.727 21.162 477.454 58.393 70.954 37.749 266.672 169.769 363.316 2.111.282
(%) 30,22 0,37 1,00 22,61 2,77 3,36 1,79 12,63 8,04 17,21 100
Sumber: Badan Pertanahan Nasional.
Perubahan Alur Sungai, Wulansari Khairunisa, FMIPA UI, 2013
14
Meningkatnya aliran permukaan dan erosi tanah dapat meningkatkan debit sungai dan juga material yang dibawa oleh sungai tersebut. Tabel 5.12 dan Gambar 5.25 memperlihatkan bahwa debit Sungai Rokan (diukur pada stasiun pengukuran di Batang Lubuk - Pasar Tangun) mengalami peningkatan pada debit rata-rata harian dan debit rata-rata maksimumnya. Sedangkan pada debit ratarata minimum mengalami penurunan. Meningkatnya debit Sungai Rokan dan jumlah material yang dibawa oleh air sungai dapat meningkatkan pula sedimentasi di muara sungai. Selain itu meningkatnya debit sungai juga dapat mengurangi kekuatan atau besarnya bentukan Bono saat air laut pasang karena arus sungai akan meredam datangnya gelombang pasang.
8. KESIMPULAN Perubahan alur Sungai Rokan dicirikan oleh adanya perubahan alur pada sungai tipe meandering, straight, beting dan delta sungai. Perubahan tersebut disebabkan karena erosi dan deposisi. Erosi lebih banyak terjadi pada alur sungai meandering dengan lebar sungai yang sedang dan letaknya cukup jauh dari lautan, sedangkan deposisi lebih banyak terjadi pada delta dan alur sungai dengan lebar sungai yang besar dan letaknya dekat/bertemu langsung dengan lautan. Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan alur sungai dari tahun 1988-2012 diantaranya adanya Gelombang Bono sebagai faktor alami yang terjadi setiap air laut pasang dan perubahan penggunaan tanah di DAS Rokan yang mempengaruhi besarnya sedimentasi yang terjadi di muara sungai, sedangkan faktor dari rekayasa alur sungai yang dilakukan oleh manusia tidak ada. Gelombang Bono berperan dalam mengikis tebing sungai pada alur sungai yang menyempit dan berkelok serta berperan dalam membawa kembali material yang dibawa oleh arus sungai ke arah hulu yang akhirnya banyak diendapkan di daerah delta. Sedangkan perubahan penggunaan tanah di DAS Rokan berperan dalam meningkatkan erosi pada DAS dan meningkatkan debit air sungai sehingga menyebabkan bertambahnya sedimentasi di muara sungai
Perubahan Alur Sungai, Wulansari Khairunisa, FMIPA UI, 2013
15
DAFTAR ACUAN [1] Asdak, C. (2004). Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Cetakan ketiga). Yogyakarta: Gadjah Masa University Press. [2] Chanson, H. (2010). Environmental, Ecological and Cultural Impacts of Tidal Bores, Burros and Bonos. London: Routledge Taylor & Francis Group. [3] Chanson, H. (2011). Tidal bores, egir, eagre, mascaret, pororoca: Theory and Observations. USA: World Scientific Publishing Company. [4] Charlton, R. (2008). Fundamentals of Fluvial Geomorphology. USA: Routledge Taylor & Francis Group. [5] Schumm., et al. (2005). River Variability and Complexity. Colorado: Cambridge University Press. [6] Winkler, S.B. & Lynch, D.K. (1988). Catalog of Worlwide Tidal Bore Occurences an Characteristics. USA: U.S. Geological Survey. [7] Yulistiyanto, B. (2009). Fenomena Bono di Muara Sungai Rokan. Yogyakarta: Jurnal Dinamika Teknik Sipil, Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknik UGM. [8] Zaimurdin. (1988). Muara Rokan dan Perubahan Alur Sungainya. Depok: Skripsi Sarjana S1 Jurusan Geografi FMIPA UI.
Perubahan Alur Sungai, Wulansari Khairunisa, FMIPA UI, 2013
16