PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN AKAR WANGI (Vetiveria zizanioides L. Nash) SECARA HIDROPONIK PADA BEBERAPA KOMPOSISI MEDIA TANAM
ARINI FALAHIYAH
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Akar Wangi (Vetiveria zizanioides L. Nash) secara Hidroponik pada Beberapa Komposisi Media Tanam adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2014 Arini Falahiyah NIM A24100154
iv
ABSTRAK ARINI FALAHIYAH. Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Akar Wangi (Vetiveria zizanioides L. Nash) secara Hidroponik pada Beberapa Komposisi Media Tanam. Dibimbing oleh SLAMET SUSANTO. Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh komposisi media tanam terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman akar wangi (Vetiveria zizanioides L. Nash) secara hidroponik. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Kebun Percobaan Cikabayan Bawah pada elevasi 240 m di atas permukaan laut (dpl), dari bulan Desember 2013 hingga Februari 2014. Penelitian disusun menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) yang terdiri atas 2 percobaan: (1) tanaman tanpa pemotongan akar, (2) tanaman dengan pemotongan akar. Faktor perlakuan yang digunakan yaitu komposisi media tanam (v/v) yang terdiri atas 3 taraf: 100% arang sekam, arang sekam:styrofoam (2:1), dan arang sekam:styrofoam (1:1). Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi media tanam berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, bobot basah dan kering tajuk pada tanaman tanpa pemotongan akar, panjang akar pada tanaman dengan pemotongan akar. Penelitian ini menunjukkan bahwa tanaman akar wangi yang ditanam pada media campuran (arang sekam:styrofoam) menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik. Kata kunci: arang sekam, komposisi media, styrofoam
ABSTRACT ARINI FALAHIYAH. The Growth and Production of Vetiver (Vetiveria zizanioides L. Nash) Using Different Media Compositions in a Hydroponic System. Supervised by SLAMET SUSANTO. This research aimed to determine the effects of the growing media composition on the growth and production of vetiver (Vetiveria zizanioides L. Nash) in a hydroponic system. The research was started from December 2013 to February 2014 and conducted in a greenhouse of the Cikabayan Bawah with elevation of 240 meters above sea level. The research implemented the randomized block design (RBD) with 2 experiments: (1) uncutted root plants, (2) cutted root plants. A single factor used in the research is the growing media composition (v/v) that consists of 3 levels: 100% charcoal husk, charcoal husk:styrofoam (2:1), and charcoal husk:styrofoam (1:1). The results showed that the growing media composition significantly affected the height plants, fresh and dry matter weight of the uncutted root plants, the roots length of the cutted root plants. These research showed that the vetiver growing in the mixed materials (charcoal husk:styrofoam) has a better growth than the one growing in the single materials. Keywords: charcoal husk, media compositions, styrofoam
v
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN AKAR WANGI (Vetiveria zizanioides L. Nash) SECARA HIDROPONIK PADA BEBERAPA KOMPOSISI MEDIA TANAM
ARINI FALAHIYAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
vi
viii
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat, karunia, dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini merupakan laporan hasil penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2013 hingga Februari 2014 dengan judul Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Akar Wangi (Vetiveria zizanioides L. Nash) secara Hidroponik pada Beberapa Komposisi Media Tanam. Terima kasih penulis sampaikan kepada Kementerian Agama Republik Indonesia yang telah memberikan beasiswa penuh kepada penulis, Prof Dr Ir Slamet Susanto, MSc selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan pengarahan selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi, Anggi Nindita, SP MSi dan Dr Ir Ni Made Armini Wiendi, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan untuk penyempurnaan skripsi, Dr Sintho Wahyuning Ardie, SP MSi selaku dosen pembimbing akademik atas arahan selama melaksanakan studi, PT Indesso Aroma yang telah mendanai penelitian ini, orang tua dan saudara-saudara penulis yang selalu memberikan motivasi, Staf Pengajar dan Staf Komisi Pendidikan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Teknisi Kebun Percobaan Cikabayan Bawah, Mbak Ulya Zulfa, Siti Aisyah RS, Azmida Ana Shofiana, Amanda Sari Widyanti, Fitro Adi Cahyo, dan temanteman yang telah membantu selama penelitian, serta teman-teman CSS MoRA IPB 47, Edelweiss AGH 47, Keluarga Besar CSS MoRA. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2014 Arini Falahiyah
ix
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Hipotesis
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Morfologi dan Syarat Tumbuh Akar Wangi
2
Budidaya Akar Wangi
3
Karakteristik dan Potensi Varietas Verina 2
4
Hidroponik
5
Arang Sekam dan Styrofoam
5
METODE
6
Bahan
6
Alat
6
Lokasi dan Waktu
6
Prosedur Percobaan
7
Pengamatan
8
Analisis Data
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
9
Kondisi Umum Penelitian
9
Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Akar Wangi
12
Kandungan Klorofil, Karotenoid, dan Antosianin Tanaman Akar Wangi
14
Pertumbuhan dan Produksi Akar Tanaman Akar Wangi
15
SIMPULAN DAN SARAN
17
Simpulan
17
Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
17
LAMPIRAN
20
RIWAYAT HIDUP
21
x
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5
6
7
Tingkat adaptasi tanaman akar wangi Persyaratan mutu minyak akar wangi Perlakuan komposisi media tanam yang digunakan dalam budi daya akar wangi secara hidroponik Rekapitulasi sidik ragam hasil percobaan tanaman akar wangi pada umur 48 MSP Pengaruh komposisi media tanam terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun, bobot basah dan bobot kering tajuk tanaman akar wangi dengan dan tanpa pemotongan akar pada 48 MSP Pengaruh komposisi media tanam terhadap kandungan klorofil, karotenoid, dan antosianin pada tanaman akar wangi dengan dan tanpa pemotongan akar pada 48 MSP Pengaruh komposisi media tanam terhadap jumlah akar besar, akar kecil, akar total, bobot basah akar, dan panjang akar tanaman akar wangi dengan dan tanpa pemotongan akar pada 48 MSP
3 4 9 12
13
14
15
DAFTAR GAMBAR 1 2 3
4 5
Intensitas radiasi matahari selama penelitian Suhu rata-rata harian rumah kaca Pertumbuhan tanaman akar wangi. (A1, B1, C1) tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun tanaman tanpa pemotongan akar. (A2, B2, C2) tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun tanaman dengan pemotongan akar Akar besar ditunjukkan oleh panah putih, dan akar kecil ditunjukkan oleh panah merah Akar mampu menembus media styrofoam (ditunjukkan oleh panah kuning)
10 10
11 16 16
DAFTAR LAMPIRAN 1
Deskripsi varietas Verina 2
20
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Akar wangi (Vetiveria zizanioides L. Nash) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang cukup penting. Minyak akar wangi secara luas digunakan untuk pembuatan parfum, bahan kosmetik, pewangi sabun, obatobatan, pembasmi dan pencegah serangga, juga berfungsi sebagai pengikat karena mempunyai daya fiksasi yang cukup kuat sehingga bau minyak akar wangi dapat bertahan lama (Kabupaten Garut 2011). Indonesia merupakan salah satu negara pemasok minyak akar wangi dunia yang cukup besar dengan sentra produksi di Kabupaten Garut, sekitar 89% dari produksi akar wangi Indonesia dihasilkan di Garut (Jariyah dan Supangat 2008). Luas areal tanaman akar wangi Kabupaten Garut adalah seluas 2 500 ha (Kabupaten Garut 2011). Akar wangi termasuk komoditi ekspor yang memiliki pangsa pasar tingkat dunia dengan harga cukup tinggi (Ditjenbun 2011). Volume ekspor Indonesia saat ini mencapai 80 ton atau memasok 25% dari kebutuhan minyak akar wangi dunia yang mencapai 300 ton tahun-1 (Al Hanief et al. 2013). Masalahnya adalah produktivitas dan mutu minyak akar wangi di Indonesia masih rendah. Produktivitas dan mutu minyak akar wangi sangat ditentukan oleh bahan tanaman, kondisi agroekologi tempat budi daya, cara budi daya dan penanganan pascapanen (Seswita dan Hadipoentyanti 2010). Produktivitas tanaman akar wangi saat ini baru mencapai 11–12 ton akar segar ha-1 dengan rendemen hanya 1.5%, angka ini masih bisa ditingkatkan menjadi 20 ton akar segar ha-1 dengan rendemen 4% melalui berbagai teknologi (Emmyzar et al. 2006). Teknologi budi daya yang tepat diperlukan untuk mengatasi permasalahan ini, terutama saat pemanenan. Pemanenan yang kurang tepat akan menurunkan hasil dan mutu akar wangi. Teknologi hidroponik merupakan salah satu alternatif teknik budi daya yang dapat digunakan. Teknologi ini menggunakan media tumbuh tanpa tanah tetapi menggunakan media inert seperti kerikil, pasir, arang sekam, vermikulit, styrofoam, atau serbuk gergaji yang diberi larutan nutrisi (Resh 2004). Media tanam dalam teknologi hidroponik merupakan faktor penting terutama dalam menunjang pertumbuhan tanaman, karena sebagian besar unsur hara tanaman dipasok melalui media tanam dengan penambahan larutan nutrisi. Media tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah arang sekam dan styrofoam. Media arang sekam merupakan media organik yang memiliki porositas paling besar dibandingkan dengan kompos bokashi dan arang kayu serta mampu menahan air lebih banyak selama lebih dari 24 jam, memiliki pH 7.2, kandungan C organik dan N total masing-masing 7.51% dan 0.49% (Juliana 2011; Nurbaity et al. 2011). Styrofoam yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk bola-bola kecil dan memiliki bobot ringan. Bahan styrofoam ini sulit mengalami peruraian secara biologi dan sulit didaur ulang (BPOM RI 2011). Penggunaan arang sekam dan styrofoam sebagai media tanam juga diharapkan dapat mengatasi masalah limbah dari sektor pertanian maupun non pertanian.
2 Tujuan Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan memperoleh teknik budi daya secara hidroponik yang tepat untuk tanaman akar wangi, sehingga memudahkan proses pemanenan, menghasilkan produksi akar dan minyak serta kadar vetiverol yang tinggi. Penelitian ini secara khusus bertujuan mempelajari pengaruh komposisi media tanam terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman akar wangi yang ditanam secara hidroponik.
Hipotesis Terdapat pengaruh komposisi media tanam terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman akar wangi yang ditanam secara hidroponik.
TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Syarat Tumbuh Akar Wangi Tanaman akar wangi termasuk famili Graminae atau rumput-rumputan yang berasal dari India, Afrika bagian Tropika, dan Asia Tenggara. Akar wangi termasuk rumput menahun, yang membentuk rumpun yang besar, padat, dengan arah tumbuh tegak lurus, kompak, dan bisa tumbuh hingga ketinggian 1–3 m, dengan diameter 2–8 mm. Daun akar wangi berbentuk pita berwarna hijau, pipih, kaku dengan permukaan bawah daun licin, dan tidak mengandung minyak. Batang tegak dan kaku, dapat berdiri pada kedalaman air mengalir yang relatif dalam. Warna batangnya putih, dengan ruas-ruas di sekeliling batang. Bunga akar wangi tumbuh di ujung batang dan memiliki bulir, bentuknya menyerupai padi namun berduri, berwarna putih kotor. Akarnya bercabang-cabang, tidak memiliki stolon atau rhizome, sistem akar serabut dalam, berwarna kuning, serta beraroma harum. Kedalaman akar bisa mencapai 3–4 m pada tahun pertama. Sistem akar yang dalam ini membuat tanaman akar wangi toleran terhadap kekeringan yang ekstrim, tahan oleh arus air yang kuat, dan sangat efisien dalam menyerap nutrisi terlarut seperti N, P, dan logam berat (Truong et al. 2008; Bappebti 2012; Puslitbangbun 2013). Akar wangi tumbuh optimum pada ketinggian 200–1000 m dpl, pH optimal 6–7, kondisi curah hujan berkisar 200–3000 mm tahun-1, membutuhkan sinar matahari yang cukup, tidak menghendaki lahan yang tertutup atau terlindungi, suhu tanah optimal untuk pertumbuhan akar adalah 25 °C, tetapi akar dapat terus tumbuh pada suhu 13 °C meskipun tunas sangat sedikit. Keadaan tanah yang cocok adalah tanah yang berpasir (andosol) atau abu vulkanik di lereng-lereng bukit. Tanah dengan karakteristik tersebut akan menyebabkan akar tanaman menjadi panjang dan lebat, dan akar mudah dicabut tanpa ada yang tertinggal. Tanaman akar wangi juga bisa tumbuh di berbagai substrat, seperti: liat pasir, tanah liat, batu kapur hancur, lempung liat berpasir, dan gambut campuran. Akar wangi juga memiliki potensi besar untuk merehabilitasi tanah dan air yang
3 terkontaminasi karena dapat mentolerir polutan dengan konsentrasi tinggi dan logam berat serta toleran terhadap cekaman air dan cepat tumbuh setelah keadaan lingkungan kembali optimal (Truong et al. 2008; DAI 2009; Zhou dan Yu 2010; Chomchalow 2011) Tabel 1 Tingkat adaptasi tanaman akar wangi Kondisi/karakteristik Tanah Topografi Nutrisi Kondisi tanah dan pH Logam berat
Cahaya dan temperatur
Air
Adaptasi Tanah agak liat. Lokasi dengan kemiringan yang tinggi, namun dapat menyebabkan kelebihan air. Dapat menyerap nutrisi terlarut seperti N dan P, toleran terhadap Sodium, Mg, Al, dan Mn. Tahan terhadap kadar garam tinggi, dapat bertahan di pH 3.3–12.5 Dapat menyerap logam berat terlarut dari air berpolutan, seperti As, Cd, Cr, Ni, Pb, Hg, Se, dan Zn. Dapat tumbuh di bawah naungan (shading). Toleran pada suhu -15 °C hingga 55 °C. Akar berdormansi pada suhu 5 °C. Toleran pada kondisi kekeringan, banjir, dan tergenang. Toleransi tingkat presipitasi 6.4–42.0 tapi sekurang-kurangnya 225 mm.
Sumber: Truong et al. 2008
Budidaya Akar Wangi Tanaman akar wangi dapat ditanam setiap saat di sepanjang tahun, tetapi waktu terbaik adalah ketika musim penghujan atau awal musim hujan. Akar wangi diperbanyak dengan cara vegetatif dengan anakan yang diperoleh dengan memisahkan rumpun utama sebagai bibit. Awalnya pertumbuhan lambat, namun akan berkembang cepat sejak akar terbentuk. Pertumbuhan tanaman akar wangi 5 cm per hari selama lebih dari 60 hari dan telah diukur di Malaysia (Islam et al. 2008). Metode perbanyakan vegetatif lainnya di antaranya kultur jaringan, ratooning, tunas lateral, dan anakan. Pemeliharaan tanaman akar wangi di antaranya penyulaman, dilakukan sekitar 2–3 minggu setelah tanam pada tanaman yang loyo atau mati. Penyiangan bertujuan mencegah datangnya hama yang biasanya menjadikan gulma sebagai tempat persembunyian dan untuk memutus daur hidup hama. Pembumbunan bertujuan menjaga aerasi dan drainase tetap baik. Penyiraman sekaligus pemupukan untuk menyuplai hara. Pemangkasan daun dilakukan setelah tanaman berumur ± 6 bulan. Pemangkasan daun yang dilakukan setiap 6 bulan berpengaruh baik terhadap pertumbuhan perakaran, satu rumpun tanaman akan membentuk anakan sehingga akarnya akan terdiri dari akar‐akar kecil yang banyak (Kabupaten Garut 2011).
4 Umur panen sangat menentukan rendemen dan mutu minyak akar wangi yang dihasilkan. Sistem perakaran akar wangi mengalami perkembangan penuh setelah berumur 24 bulan (Mulyono et al. 2012). Tanaman akar wangi dipanen rata-rata berumur antara 12 sampai 14 bulan, karena apabila dipanen pada umur kurang atau lebih dari umur tersebut, maka akan berpengaruh pada rendemen sehingga berpengaruh pula terhadap kualitas dan kuantitasnya (Kabupaten Garut 2011). Pemanenan akar wangi dilakukan dengan cara membongkar akarnya, tanah dicangkul sehingga akar tidak terputus, kemudian akar dipotong di bawah bonggolnya dan dibersihkan. Penanganan pascapanen akar wangi harus dilakukan dengan baik sebelum dilakukan proses penyulingan. Penanganan pascapanen yang baik dapat meningkatkan rendemen dan memperbaiki mutu minyak akar wangi. Penanganan pascapanen yang perlu dilakukan sebelum proses penyulingan akar wangi meliputi pembersihan, pencucian, pengeringan, pemisahan bonggol, dan pengecilan ukuran (perajangan) akar (Mulyono et al. 2012). Minyak akar wangi diperoleh dari proses penyulingan. Penyulingan bertujuan untuk memisahkan zat-zat bertitik didih tinggi dari zat-zat yang tidak dapat menguap (Sani 2011). Penyulingan merupakan proses pemisahan komponen yang berupa cairan dari dua macam campuran atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap dari masing-masing komponen tersebut (Mulyono et al. 2012). Penyulingan dapat dilakukan melalui 3 cara, yaitu penyulingan dengan air, penyulingan dengan uap langsung, dan penyulingan dengan air dan uap (dikukus) (Kabupaten Garut 2011). Mutu minyak akar wangi juga tergantung dari lamanya penyulingan, bau gosong yang ditimbulkan dapat menurunkan mutu dan harga minyak akar wangi (DAI 2009). Mutu minyak akar wangi berdasarkan SNI 062386-2006 disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Persyaratan mutu minyak akar wangi No 1
2 3 4 5 6 7 8
Jenis uji
Satuan
Persyaratan
Keadaan: 1.2 Warna 1.3 Bau Bobot jenis 20 °C/20 °C Indeks bias pada 20 °C Kelarutan dalam etanol 95% Bilangan asam Bilangan ester Bilangan ester setelah asetilasi Vetiverol total
%
Kuning muda–coklat kemerahan Khas akar wangi 0.980–1.003 1.520–1.530 1:1 jernih, seterusnya jernih 10–35 5–26 100–150 Minimum 50
Sumber: SNI 06-2386-2006
Karakteristik dan Potensi Varietas Verina 2 Karakter penting pada tanaman akar wangi yang memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi adalah produktivitas akar, produktivitas minyak, kadar bahan aktif (vetiverol). Varietas Verina 2 berasal dari Kabupaten Garut dengan memiliki karakteristik warna daun yellow green 145 B, bentuk habitus daun merumbai dan
5 pendek, perakaran kasar, kandungan minyak atsiri 1.5 ± 0.63%. Kadar vetiverol akar wangi varietas Verina 2 adalah 55.48 ± 3.17% dengan produksi akar basah 10.64 ± 4.52 ton ha-1, produktivitas akar kering tertinggi 3.85 ton ha-1, produktivitas minyak 60.46 kg ha-1, dan kadar vetiverol di atas standar sebesar 55.48%. Daerah pengembangan varietas Verina 2 direkomendasikan di dataran tinggi dan penggunaan produk untuk kerajinan anyaman dan pengusir serangga (Ditjenbun 2011). Hidroponik Budidaya tanaman secara hidroponik merupakan budidaya tanpa tanah, tetapi menggunakan larutan nutrisi sebagai sumber utama pasokan nutrisi tanaman. Larutan nutrisi dapat diberikan dalam bentuk genangan atau dalam keadaaan mengalir. Selain itu, larutan nutrisi juga dapat dialirkan ke media tanam hidroponik sebagai tempat berkembangnya akar. Media tanam hidroponik dapat berasal dari bahan alam seperti kerikil, pasir, sabut kelapa, arang sekam, batu apung, gambut, dan potongan kayu atau bahan buatan seperti pecahan bata, busa, dan rockwool (Suhardiyanto 2011). Tanaman yang dibudidayakan secara hidroponik dapat tumbuh dengan baik jika terpenuhi kebutuhan akan unsur hara, air, oksigen, dan berada dalam lingkungan tumbuh optimal (Suhardiyanto 2011). Kelebihan sistem hidroponik menurut Jones dan Jones (2005) adalah serangan hama dan penyakit mudah dikendalikan, penggunaan pupuk dan air lebih efisien, tidak memerlukan tenaga intensif, larutan nutrisi dipasok sesuai kebutuhan tanaman, dapat diusahakan di lahan sempit dan tidak subur, serta tidak tergantung musim.
Arang Sekam dan Styrofoam Media tanam sistem hidroponik dapat berupa media organik, anorganik, atau campuran keduanya. Arang sekam merupakan media organik yang memiliki porositas paling besar dibandingkan dengan kompos bokashi dan arang kayu, hal ini sesuai dengan sifat arang sekam yang poros dan berongga sehingga mampu menahan air lebih besar. Arang sekam mampu menahan air lebih banyak selama lebih dari 24 jam, dan memiliki pH netral 7.2 (Juliana 2011). Kandungan C organik dan N total pada arang sekam masing-masing 7.51% dan 0.49% (Nurbaity et al. 2011). Porositas, kemampuan pori-pori bahan memegang air, WHC yang tinggi pada arang sekam dapat meningkatkan rasio C/N komposisi bahan yang berguna sebagai penyokong nutrisi bagi pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme dalam biofilter (Juliana 2011). Styrofoam atau polistirena foam merupakan media tanam anorganik yang berasal dari polystyrene. Media tanam anorganik digunakan untuk: 1) meningkatkan aerasi, 2) meningkatkan drainase, 3) mengurangi kapasitas memegang air yang berlebihan, dan 4) mengurangi atau menambah berat media. Kebanyakan media anorganik relatif steril (dalam hal patogen tumbuhan) dan banyak yang relatif inert. Butiran styrofoam memiliki ukuran yang bervariasi, biasanya berukuran 0.25 cm hingga 0.5 cm, memiliki berat yang sangat ringan, memiliki pH netral, tidak ada KTK. Volume styrofoam yang direkomendasikan
6 untuk media tanam antara 25% sampai 50% (Reed 2007). Styrofoam sulit mengalami peruraian biologik dan sulit didaur ulang, sehingga penggunaan styrofoam sebagai media tanam dapat mengurangi limbah non pertanian.
METODE Bahan Bahan tanaman yang digunakan adalah 48 tanaman akar wangi varietas Verina 2 dengan umur tanaman 10 bulan yang telah ditanam pada penelitian sebelumnya. Bibit akar wangi yang digunakan berasal dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro). Bahan lain yang digunakan adalah arang sekam, styrofoam, air bersih, tali rafia, plastik, furadan, dan larutan hara. Larutan hara dengan konsentrasi 400 ppm terdiri atas pupuk stok A berupa Ca(NO3)2·4H2O dan NaFeEDTA, pupuk stok B berupa (NH4)2SO4, MgSO4·7H2O, K2HPO4, (NH4)6Mo7O2·4H2O, Na2B4O7·10H2O, H3BO3, CuSO4·H2O, MnSO4·3H2O, Na2MoO4·2H2O, dan ZnSO4H2O. Komposisi hara dalam larutan hara (ppm) yaitu N (102.5 ppm), P2O5 (31.9 ppm), K2O (80.6 ppm), Ca (118.9 ppm), Mg (45.5 ppm), S (83.2 ppm), Fe (5 ppm), Mn (1.3 ppm), Zn (0.3 ppm), Cu (0.1 ppm), Mo (0.3 ppm), dan B (1 ppm).
Alat Peralatan yang digunakan adalah polybag berukuran 30 cm × 30 cm × 100 cm, kontainer kapasitas 90 L untuk menampung larutan hara stok A dan stok B, kontainer kapasitas 120 L untuk menampung larutan hara penyiraman manual yang telah diencerkan, termometer (°C) untuk mengukur suhu di dalam rumah kaca, spectrophotometer UV-VIS untuk analisis kandungan klorofil, gelas ukur plastik, label, alat tulis, timbangan analitik, meteran, gunting, ember, oven, dan penggaris.
Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Kebun Percobaan Cikabayan Bawah, University Farm, Fakultas Pertanian IPB Dramaga Bogor pada elevasi 240 m dpl. Analisis kandungan klorofil dilaksanakan di Laboratorium Spektrophotometry UV-VIS IPB. Pengambilan data intensitas radiasi matahari dilaksanakan di BMKG Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor. Kegiatan penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2013 hingga Februari 2014.
7 Prosedur Percobaan Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang dilakukan pada tanaman akar wangi umur 10 bulan setelah perlakuan (BSP). Penelitian sebelumnya melakukan penelitian perlakuan komposisi media tanam pada tanaman akar wangi dan melakukan pengamatan dari umur tanaman 1 minggu setelah perlakuan (MSP) hingga 20 MSP atau 5 BSP. Penelitian sebelumnya melakukan pemanenan akar pada sebagian tanaman akar wangi saat umur tanaman 5 BSP, kemudian ditanam kembali pada media tanam sesuai perlakuan awal. Tanaman akar wangi yang belum dipanen akarnya (tanaman tanpa pemotongan akar) dan tanaman yang telah dipanen akarnya (tanaman dengan pemotongan akar) diamati pertumbuhan dan produksinya pada penelitian ini dari umur tanaman 10 BSP atau 40 MSP hingga 48 MSP. Pelaksanaan penelitian diawali dengan menyiapkan larutan hara stok A dan stok B dalam kontainer kapasitas 90 L. Larutan hara stok A dan B kemudian diambil masing-masing 1.5 L dan diencerkan sampai 120 L dalam kontainer kapasitas 120 L untuk diaplikasikan pada tanaman. Tanaman akar wangi yang digunakan untuk penelitian adalah tanaman dengan umur 10 bulan yang ditanam di polybag ukuran 30 cm × 30 cm × 100 cm. Tajuk tanaman akar wangi baik pada tanaman tanpa pemotongan akar maupun tanaman dengan pemotongan akar sebelumnya dipangkas setinggi 30 cm diukur dari bagian tanaman yang muncul di atas media sampai rumpun tertinggi, pemangkasan bertujuan untuk memudahkan pengamatan serta memperbaiki perakaran dan pertumbuhan tajuk. Perlakuan komposisi media tanam telah dilakukan pada penelitian sebelumnya. Volume polybag yang diisi media tanam adalah 70 L. Perlakuan komposisi media tanam 100% arang sekam (v/v) dilakukan dengan mengisi polybag dengan 70 L arang sekam, perlakuan komposisi media tanam arang sekam:styrofoam (2:1 v/v) dengan mengisi polybag dengan 46.67 L arang sekam dan 23.33 L styrofoam, sedangkan perlakuan komposisi media tanam arang sekam:styrofoam (1:1 v/v) dengan cara mengisi polybag dengan 35 L arang sekam dan 35 L styrofoam. Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi penyiraman secara rutin sekaligus aplikasi larutan hara (fertigasi) secara manual dengan frekuensi siram 2 kali hari-1 dengan volume siram 1 L siram-1 polybag-1 pada pukul 07.30 WIB dan 16.00 WIB. Penyiangan gulma yang tumbuh dengan mencabut secara manual, membuang daun-daun yang telah kering, serta pengendalian hama dengan menggunakan furadan, disebar dalam tiap polybag. Panen dilakukan saat tanaman berumur 48 minggu setelah perlakuan (MSP). Tanaman akar wangi dipanen seluruhnya, baik tanaman dengan pemotongan akar maupun tanaman tanpa pemotongan akar. Panen dilakukan dengan menggunting polybag supaya akar tidak rusak, kemudian akar dibersihkan dari sisa-sisa arang sekam atau styrofoam yang menempel dengan menggunakan air. Akar dipisahkan dari tajuk dengan memotong akar pada bagian pangkal di bawah bonggol.
8 Pengamatan Pengamatan pertumbuhan dilakukan terhadap parameter agronomi dan parameter fisiologi. Pengamatan data lingkungan dilakukan terhadap parameter suhu lingkungan rumah kaca. Parameter agronomi yang diamati yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah anakan diamati setiap minggu dari umur tanaman 40 MSP sampai 48 MSP. Pengamatan bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, panjang akar, jumlah akar besar, jumlah akar kecil, jumlah akar total, dan bobot basah akar dilakukan pada 48 MSP atau saat panen. Pengamatan pada setiap parameter dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Tinggi tanaman (cm), dilakukan dengan mengukur tanaman dari pangkal tanaman (pada permukaan media) sampai ujung rumpun tanaman tertinggi. 2. Jumlah daun (helai), dilakukan dengan menghitung daun yang sudah terbuka sempurna. Jumlah anakan, dilakukan dengan menghitung jumlah anakan yang tumbuh. 3. 4. Bobot basah tajuk (g), dilakukan dengan menimbang tajuk sebelum dioven menggunakan timbangan analitik. 5. Bobot kering tajuk (g), dilakukan dengan menimbang tajuk setelah dioven selama 24 jam pada suhu 80 °C menggunakan timbangan analitik. 6. Panjang akar (cm), dilakukan dengan mengukur akar dari pangkal sampai ujung akar dengan menggunakan meteran. Jumlah akar besar (buah), dilakukan dengan menghitung jumlah akar 7. berdasarkan ukuran akar dengan diameter 3 mm, memiliki akar sekunder dan tersier. 8. Jumlah akar kecil (buah), dilakukan dengan menghitung jumlah akar berdasarkan ukuran akar dengan diameter ˂ 3 mm, memiliki akar sekunder dan tersier. 9. Jumlah akar total (buah), jumlah akar total yang dihitung berdasarkan penjumlahan akar besar dan akar kecil. 10. Bobot basah akar (g), dilakukan dengan menimbang akar basah yang telah dipisahkan dari tajuknya dengan menggunakan timbangan analitik Parameter fisiologi yaitu pengamatan kandungan klorofil daun, dilakukan dengan mengambil sampel daun pada setiap tanaman sepanjang 20 cm kemudian dimasukkan ke dalam plastik dan diletakkan pada termos yang sebelumnya telah diberi es untuk mencegah penguapan, selanjutnya dilakukan analisis kandungan klorofil daun (klorofil a, klorofil b, dan klorofil total), karotenoid, dan antosianin dengan menggunakan alat spectrophotometer UV-VIS. Pengukuran suhu di dalam rumah kaca dilakukan dengan alat termometer (°C) setiap hari pada pukul 07.30 WIB, 13.30 WIB dan 17.30 WIB. Data suhu yang diperoleh kemudian dibuat menjadi suhu rata-rata harian dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Handoko dan Impron 2008): Trata-rata harian = ((2 T07.30) + T13.30 + T17.30) / 4 Keterangan : T07.30 = suhu pada pengamatan pukul 07.30 WIB T13.30 = suhu pada pengamatan pukul 13.30 WIB T17.30 = suhu pada pengamatan pukul 17.30 WIB
9
Analisis Data Penelitian disusun menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) faktor tunggal. Faktor perlakuan adalah komposisi media tanam yang terdiri atas 3 taraf yaitu 100% arang sekam (v/v), arang sekam:styrofoam (2:1 v/v), dan arang sekam:styrofoam (1:1 v/v). Percobaan terdiri atas 2 kondisi tanaman (2 percobaan) yaitu tanaman tanpa pemotongan akar (6 ulangan) dan tanaman dengan pemotongan akar (10 ulangan). Seluruh tanaman baik percobaan pertama maupun kedua ditanam pada 3 komposisi media tanam yang berbeda, sehingga secara keseluruhan terdapat 48 tanaman. Tabel 3
Perlakuan komposisi media tanam yang digunakan dalam budi daya akar wangi secara hidroponik Volume media polybag-1
Perlakuan 100% arang sekam (v/v) Arang sekam:styrofoam (2:1 v/v) Arang sekam:styrofoam (1:1 v/v)
Arang sekam
Styrofoam
70 L 46.67 L 35 L
23.33 L 35 L
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji F dengan perangkat lunak SAS 9.1 portable. Apabila terdapat hasil analisis yang menunjukkan pengaruh nyata, dilakukan uji lanjut menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf α = 5%. Model rancangan percobaan: Yij = µ + αi + βj + ɛij (i = 1, ... a; j = 1, ... r) Keterangan: Yij : Nilai pengamatan pada perlakuan komposisi media ke-i, dan kelompok ke-j µ : Nilai rataan umum αi : Pengaruh komposisi media tanam ke-i, βj : Pengaruh kelompok ke-j ɛij : Pengaruh galat percobaan perlakuan komposisi media tanam ke-i, dan kelompok ke-j
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Penelitian dilakukan di rumah kaca dengan elevasi 240 m dpl dengan intensitas radiasi matahari pada bulan Desember 2013 sampai bulan Februari 2014 tertinggi yang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor adalah pada 40 MSP dan 44 MSP yaitu sekitar 12.5 MJ m-2 dan terendah pada 46 MSP yaitu 6.6 MJ m-2 (Gambar 1). Suhu rata-rata harian selama penelitian yaitu 31.3 °C, dengan rata-rata suhu pagi
10 hari 29.9 °C, suhu siang hari 41.8 °C, dan suhu sore hari 23.7 °C. Suhu rata-rata harian rumah kaca selama penelitian disajikan pada Gambar 2.
Gambar 1 Intensitas radiasi matahari selama penelitian
Gambar 2 Suhu rata-rata harian rumah kaca Intensitas radiasi matahari dan suhu rata-rata harian selama penelitian cukup tinggi, namun kondisi lingkungan di rumah kaca ini tidak menyebabkan pertumbuhan tanaman akar wangi terganggu. Tanaman akar wangi merupakan tanaman yang toleran terhadap variasi iklim ekstrim seperti kekeringan berkepanjangan, tergenang, dan suhu ekstrim dari -14 °C sampai 55 °C (Truong et al. 2008), sehingga tanaman akar wangi masih dapat tumbuh dengan baik. Menurut penelitian Dudai et al. (2006), tanaman akar wangi pada percobaan di rumah kaca dengan kondisi yang terkendali ditemukan bahwa secara umum menunjukkan bahwa suhu minimum 21 °C dan suhu maksimum 29 °C secara signifikan meningkatkan tinggi tanaman akar wangi.
11
Gambar 3 Pertumbuhan tanaman akar wangi. (A1, B1, C1) tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun tanaman tanpa pemotongan akar. (A2, B2, C2) tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun tanaman dengan pemotongan akar Tinggi tanaman pada tanaman akar wangi baik pada tanaman tanpa pemotongan akar maupun pada tanaman dengan pemotongan akar pertumbuhannya meningkat seiring dengan bertambahnya umur tanaman, sedangkan jumlah anakan dan jumlah daun pertumbuhannya cenderung melambat
12 bahkan menurun (Gambar 3). Hal ini kemungkinan tanaman mulai memasuki fase penuaan. Menurunnya jumlah anakan diduga disebabkan oleh fase pertumbuhan yang mulai ke arah fase generatif dan lebih kepada proses pembentukan minyak (Rosman et al. 2013). Menurut Harjadi (1996) tanaman seperti padi memerlukan suatu dominansi fase vegetatif selama tahap pertama hidupnya dan dominansi fase reproduktif selama masa akhir hidupnya, di mana yang pertama kehilangan dominansinya secara berangsur-angsur. Komposisi media tanam pada penelitian ini menunjukkan pengaruh nyata terhadap parameter agronomi pada tinggi tanaman, bobot basah dan bobot kering tajuk pada tanaman tanpa pemotongan akar, serta panjang akar pada tanaman dengan pemotongan akar (Tabel 4). Komposisi media tanam tidak berpengaruh nyata terhadap parameter fisiologis, baik pada tanaman tanpa pemotongan akar maupun pada tanaman dengan pemotongan akar. Tabel 4
Rekapitulasi sidik ragam hasil percobaan tanaman akar wangi pada umur 48 MSP Percobaan 1 (Tanpa pemotongan akar)
A. Karakter agronomi Tinggi tanaman (cm) Jumlah anakan (unit) Jumlah daun (helai) Bobot basah tajuk (g) Bobot kering tajuk (g) Akar besar (unit) Akar kecil (unit) Akar total (unit) Panjang akar (cm) Bobot basah akar (g) B. Karakter Fisiologi Klorofil a Klorofil b Klorofil total Karotenoid Antosianin
Peubah
KK (%)
Percobaan 2 (Dengan pemotongan akar)
KK (%)
** tn tn * * tn tn tn tn
6.85 22.57 20.25 12.57 14.26 17.74tr 23.42tr 20.91tr 18.03tr
tn tn tn tn tn tn tn tn ** tn
12.06 13.43 26.10 19.71tr 17.68tr 26.56tr 22.47tr 21.69tr 16.94 29.04tr
tn tn tn tn tn
20.03tr 27.59tr 18.90tr 24.73tr 55.47tr
tn tn tn tn tn
30.02 24.82 28.50 24.96 10.12tr
Keterangan: ** = berbeda sangat nyata pada taraf α=1%, * = berbeda nyata pada taraf α=5%, tn = tidak berbeda nyata, tr = transformasi akar, - = akar sudah menggumpal di dasar polybag.
Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Akar Wangi Komposisi media tanam berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, bobot basah dan bobot kering tajuk tanaman akar wangi tanpa pemotongan akar pada 48 MSP, sedangkan pada tanaman dengan pemotongan akar perlakuan komposisi
13 media tanam yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, bobot basah dan bobot kering tajuk tanaman (Tabel 5). Tinggi tanaman pada tanaman tanpa pemotongan akar pada perlakuan komposisi media tanam 100% arang sekam nyata lebih rendah dibandingkan dengan komposisi media tanam arang sekam:styrofoam (2:1) dan arang sekam:styrofoam (1:1). Tinggi tanaman pada tanaman tanpa pemotongan akar pada media tanam 100% arang sekam rata-rata 125.7 cm, nyata lebih rendah dibandingkan dengan tanaman pada komposisi media tanam arang sekam:styrofoam (2:1) dan arang sekam:styrofoam (1:1) yang berturut-turut tingginya 143.0 cm dan 150.7 cm. Hasil ini berbeda pada tanaman dengan pemotongan akar. Tinggi tanaman akar wangi pada perlakuan komposisi media tanam yang berbeda tidak berbeda nyata pada media tanam 100% arang sekam, arang sekam:styrofoam (2:1), dan arang sekam:styrofoam (1:1) yang berturut-turut tingginya adalah 113 cm, 122.3 cm, dan 113.1 cm. Tabel 5
Pengaruh komposisi media tanam terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun, bobot basah dan bobot kering tajuk tanaman akar wangi dengan dan tanpa pemotongan akar pada 48 MSP Bobot basah tajuk (g)
Bobot kering tajuk (g)
Percobaan 1 (Tanpa pemotongan akar) 100% arang sekam (v/v) 125.7b 35 146 Arang sekam:styrofoam (2:1 v/v) 143.0a 39 168 Arang sekam:styrofoam (1:1 v/v) 150.7a 49 201
381.7b 550.0a 548.7a
86.7b 127.7a 129.7a
Percobaan 2 (Dengan pemotongan akar) 100% arang sekam (v/v) 113.0 24 92 Arang sekam:styrofoam (2:1 v/v) 122.3 28 114 Arang sekam:styrofoam (1:1 v/v) 113.1 27 113
226.3 395.3 362.0
45.0 77.7 72.3
Media tanam
Tinggi tanaman (cm)
Jumlah anakan (unit)
Jumlah daun (helai)
Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf α=5%.
Komposisi media tanam yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan dan jumlah daun, baik pada percobaan 1 (tanaman tanpa pemotongan akar) maupun percobaan 2 (tanaman dengan pemotongan akar). Bobot basah dan bobot kering tajuk tanaman tanpa pemotongan akar pada media tanam 100% arang sekam menunjukkan hasil berturut-turut 381.7 g dan 86.7 g, sedangkan pada media tanam arang sekam:styrofoam (2:1) bobot basah dan bobot kering tajuk masing-masing 550.0 g dan 127.7 g, dan pada media tanam arang sekam:styrofoam (1:1) bobot basah dan bobot kering tajuk masing-masing 548.7 g dan 129.7 g. Hasil ini menunjukkan bahwa bobot basah dan bobot kering tajuk tanaman pada media tanam 100% arang sekam pada tanaman tanpa pemotongan akar nyata lebih rendah dibandingkan dengan media tanam arang sekam:styrofoam. Pertumbuhan tanaman pada media tanam arang sekam:styrofoam (2:1) dan arang sekam:styrofoam (1:1) secara keseluruhan menunjukkan pertumbuhan
14 tanaman yang lebih baik dibandingkan dengan tanaman pada media tanam 100% arang sekam. Media tanam arang sekam:styrofoam merupakan media tanam campuran. Media tanam campuran digunakan untuk mengurangi beban media yang berat, mengurangi biaya, serta untuk sterilisasi media. Media tanam campuran juga harus mengandung setidaknya 25% dari bahan kasar (pasir, perlit, styrofoam, dan lain-lain) untuk memungkinkan drainase dan aerasi yang memadai (Reed 2007). Styrofoam yang ditambahkan ke media dalam bentuk butiran-butiran kecil bertujuan untuk meningkatkan aerasi dan drainase. Kekurangan dari styrofoam adalah butiran-butirannya dapat berpindah ke bagian atas media dan dapat mengganggu jika tersebar oleh air atau angin. Media tanam arang sekam:styrofoam merupakan media tanam yang terdiri dari substrat organik dan anorganik. Penelitian Graceson et al. (2014) menunjukkan bahwa penambahan substrat anorganik mengubah sifat fisik media. Substrat anorganik cenderung meningkatkan pertumbuhan fisik tanaman, kapasitas menahan air, porositas media, tetapi kepadatan massa media menurun. Hasil ini juga bisa berbeda tergantung jenis substrat dan rasio massa.
Kandungan Klorofil, Karotenoid, dan Antosianin Tanaman Akar Wangi Komposisi media tanam tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan klorofil, karotenoid, dan antosianin tanaman akar wangi pada 48 MSP (Tabel 6). Kandungan klorofil total pada tanaman akar wangi baik pada tanaman tanpa pemotongan akar maupun tanaman dengan pemotongan akar menunjukkan ratarata 1.8 mg g-1 daun segar. Hasil ini sesuai dengan penelitian Maffei et al. (1995) bahwa total kandungan klorofil dari ekstrak mentah akar wangi berkisar 1.6–2 mg g-1 daun segar, dengan nilai rata-rata 1.8 mg g-1 daun segar. Tabel 6
Pengaruh komposisi media tanam terhadap kandungan klorofil, karotenoid, dan antosianin pada tanaman akar wangi dengan dan tanpa pemotongan akar pada 48 MSP
Media tanam
Klorofil Klorofil Klorofil Karotenoid total a b ......................mg g-1 daun segar..................
Antosianin (µmol g-1 daun segar)
Percobaan 1 (Tanpa pemotongan akar) 100% arang sekam (v/v) 1.9 1.4 0.5 Arang sekam:styrofoam (2:1 v/v) 2.1 1.5 0.6 Arang sekam:styrofoam (1:1 v/v) 1.6 1.2 0.4
0.3 0.3 0.3
0.2 0.3 0.2
Percobaan 2 (Dengan pemotongan akar) 100% arang sekam (v/v) 1.3 0.9 0.4 Arang sekam:styrofoam (2:1 v/v) 2.2 1.6 0.6 Arang sekam:styrofoam (1:1 v/v) 1.5 1.1 0.4
0.2 0.4 0.3
0.3 0.3 0.3
Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf α=5%
Klorofil disintesis di daun dan berperan untuk menangkap cahaya matahari yang jumlahnya berbeda untuk tiap tanaman. Sintesis klorofil dipengaruhi oleh
15 berbagai faktor seperti cahaya, gula atau karbohidrat, air, temperatur, faktor genetik, unsur-unsur hara seperti N, Mg, Fe, Mn, Cu, Zn, S dan O (Curtis dan Clark 1950 dalam Hendriyani dan Setiari 2009). Penambahan larutan nutrisi pada media tanam diduga mampu menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman, sehingga sintesis klorofil dapat berjalan baik. Komposisi media tanam yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan karotenoid dan antosianin pada tanaman akar wangi. Kandungan karotenoid dan antosianin pada semua perlakuan komposisi media tanam pada tanaman percobaan 1 maupun tanaman percobaan 2 rata-rata 0.3 mg g-1 daun segar dan 0.3 µmol g-1 daun segar. Hasil ini menunjukkan bahwa kandungan dalam daun akar wangi paling banyak adalah klorofil, dan kandungan paling sedikit adalah antosianin.
Pertumbuhan dan Produksi Akar Tanaman Akar Wangi Komposisi media tanam berpengaruh nyata terhadap panjang akar pada tanaman dengan pemotongan akar, dan tidak berpengaruh nyata terhadap peubah lainnya baik pada tanaman tanpa pemotongan akar maupun tanpa pemotongan akar (Tabel 7). Tanaman dengan pemotongan akar mengalami regenerasi dan pemanjangan pada sistem perakarannya untuk menunjang pertumbuhan tanaman dan menyuplai kebutuhan hara tanaman. Panjang akar pada media tanam arang sekam:styrofoam (1:1) pada tanaman dengan pemotongan akar menunjukkan panjang akar rata-rata 120.6 cm, nilai ini nyata lebih tinggi dibandingkan dengan panjang akar pada media tanam arang sekam 100% dan arang sekam:styrofoam (2:1) yang berturut-turut panjangnya 91.4 cm dan 98.6 cm. Tabel 7 Pengaruh komposisi media tanam terhadap jumlah akar besar, akar kecil, akar total, bobot basah akar, dan panjang akar tanaman akar wangi dengan dan tanpa pemotongan akar pada 48 MSP Panjang akar (cm)
Bobot basah akar (g)
Percobaan 1 (Tanpa pemotongan akar) 100% arang sekam (v/v) 32 143 175 Arang sekam:styrofoam (2:1 v/v) 41 178 219 Arang sekam:styrofoam (1:1 v/v) 30 168 197
-
231.7 346.3 348.7
Percobaan 2 (Dengan pemotongan akar) 100% arang sekam (v/v) 11 90 102 Arang sekam:styrofoam (2:1 v/v) 13 73 87 Arang sekam:styrofoam (1:1 v/v) 16 77 92
91.4 b 98.6 b 120.6 a
82.7 66.7 77.6
Media tanam
Akar besar (buah)
Akar kecil (buah)
Akar total (buah)
Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf α=5%. - = akar sudah menggumpal di dasar polybag.
Panjang akar tanaman akar wangi pada beberapa komposisi media tanam menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan sifat fisik dan ukuran partikel media tanam. Menurut Ingram et al.
16 (2003), distribusi akar dalam media wadah dapat dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel media. Media dengan kapasitas memegang air yang tinggi dan aerasi rendah dapat mengakibatkan konsentrasi akar di bagian atas wadah, terutama jika media di bagian bawah wadah tetap jenuh dalam waktu lama. Jumlah akar besar, akar kecil, dan akar total tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada semua perlakuan komposisi media tanam baik pada tanaman tanpa pemotongan akar maupun tanaman dengan pemotongan akar. Proporsi jumlah akar paling banyak adalah akar kecil (diameter ˂ 3 mm, memiliki akar sekunder dan tersier) kemudian jumlah akar besar (diameter 3 mm, memiliki akar sekunder dan tersier). Secara visual keragaan akar besar dan akar kecil dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4 Akar besar ditunjukkan oleh panah putih, dan akar kecil ditunjukkan oleh panah merah Komposisi media tanam yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap bobot basah akar, baik pada tanaman tanpa pemotongan akar maupun tanaman dengan pemotongan akar. Tabel 7 menunjukkan bahwa bobot basah akar tanaman pada media tanam arang sekam:styrofoam (1:1) menghasilkan bobot basah akar tertinggi pada tanaman tanpa pemotongan akar yaitu 348.7 g, sedangkan pada tanaman dengan pemotongan akar bobot basah akar tertinggi pada media tanam 100% arang sekam yaitu 82.7 g. Penelitian menunjukkan saat pemanenan tanaman akar wangi pada media campuran arang sekam:styrofoam akar tanaman dapat menembus media styrofoam (dapat dilihat pada Gambar 5). Hal ini merupakan salah satu kekurangan penggunaan media tanam styrofoam, karena mengakibatkan kesulitan saat pemanenan akar. Styrofoam yang menempel pada akar harus dibersihkan terlebih dahulu, hal tersebut membutuhkan waktu serta menambah biaya tenaga kerja.
Gambar 5 Akar mampu menembus media styrofoam (ditunjukkan oleh panah kuning)
17
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Komposisi media tanam berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman akar wangi berdasarkan karakter tinggi tanaman, bobot basah dan bobot kering tajuk pada tanaman tanpa pemotongan akar dan panjang akar pada tanaman dengan pemotongan akar. Media tanam campuran arang sekam:styrofoam menunjukkan pertumbuhan tanaman akar wangi yang lebih baik dibandingkan dengan tanaman pada media tanam 100% arang sekam. Kekurangan penggunaan styrofoam dalam campuran media tanam adalah butiran styrofoam dapat ditembus dan menempel pada akar. Teknik budi daya secara hidroponik dengan menggunakan media tanam arang sekam dan styrofoam secara umum dapat menunjang pertumbuhan tanaman akar wangi dengan baik.
Saran Penelitian lanjutan perlu dilakukan dengan menggunakan polybag atau wadah dengan ukuran yang lebih besar dan panjang, agar pertumbuhan dan produksi tanaman akar wangi dapat ditunjang dengan baik dan tidak menggumpal di dasar polybag.
DAFTAR PUSTAKA Al Hanief MM, Al Mushawwir H, Mahfud. 2013. Ekstraksi minyak atsiri dari akar wangi menggunakan metode steam–hydro distilation dan hydro distilation dengan pemanas microwave. Jurnal Teknik POMITS. 2(2):219223. [Bappebti] Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. 2012. Java vetiver rootoil (akar wangi). Buletin Kontrak Berjangka [Internet]. [diunduh 2013 Nov 25]. Tersedia pada: http://www.bappebti.go.id/id/topdf/create/ 1040.html. [BPOM RI] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2011. Kemasan polistirena foam (styrofoam). Info POM. 9(5):1-3. Chomchalow N. 2011. Vetiver research, development and applications in Thailand. AU J.T. 14(4):268-274. [DAI] Dewan Atsiri Indonesia. 2009. Minyak Atsiri Indonesia. Rizal M, Rusli MS, Mulyadi A, editor. Jakarta (ID): Dewan Atsiri Indonesia. [Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2011. Potensi besar minyak ada pada akar wangi [Internet]. [diunduh 2013 Nov 25]. Tersedia pada: http://ditjenbun.pertanian.go.id/tansim/berita-176-potensi-besar-minyakatsiri-ada-pada-akar-wangi.html. Dudai N, Putievsky E, Chaimovitch D, Ben-Hur M. 2006. Growth management of vetiver (Vetiveria zizanioides) under Mediterranean conditions. Journal of
18 Environmental Management. 81(2006):63-71.doi:10.1016/j.jenvman.2005. 10.014. Emmyzar, Ferry Y, Daswir. 2006. Prospek pengembangan tanaman akar wangi. Perkembangan Teknologi TRO. 18(1):1-11. Graceson A, Hare M, Hall N, Monaghan J. 2014. Use of inorganic substrates and composted green waste in growing media for green roofs. Biosystem Engineering. 124(2014):1-7. Handoko I, Impron I. 2008. Modul Klimatologi, Suhu Udara. Bogor (ID): Departemen Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB. Harjadi MM SS. 1996. Pengantar Agronomi. Jakarta (ID): PT Gramedia. Hendriyani IS, Setiari N. 2009. Kandungan klorofil dan pertumbuhan kacang panjang (Vigna sinensis) pada tingkat penyediaan air yang berbeda. J Sains & Mat. 17(3):145-150. Ingram DL, Henley RW, Yeager TH. Growth media for container grown ornamental plants. BUL 241 [Internet]. [diunduh 2014 Okt 2]. Tersedia pada: miami-dade.ifas.ufl.edu/agriculture/CCH/media.pdf. Islam MP, Bhuiyan Md KH, Hossain MZ. 2008. Vetiver grass as a potential resource for rural development in Bangladesh. Agricultural Engineering International: The CIGR Ejournal. 10(5):1-18. Jariyah NA, Supangat AB. 2008. Dilema penanaman akar wangi Vetivera zizanoides L. Nash di Kabupaten Garut. Info Hutan. 5(3):261-272. Jones J, Jones B. 2005. Hydroponics: A Practical Guide for the Soiless Grower. Florida (US): CRC Pr. Juliana M. 2011. Karakteristik fisik dan kimia kompos bokashi, arang sekam, dan arang kayu terhadap penyerapan gas amoniak (NH3) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kabupaten Garut. 2011. Peluang investasi minyak akar wangi [Internet]. [diunduh 2013 Okt 23]. Tersedia pada: http://www.garutkab.go.id/galleries/pdf_link/ ekonomi/investasi/akar_wangi.pdf. Maffei M, Scannerini S, Berta G, Mucciarelli M. 1995. Photosynthetic enzyme activities in Vetiveria zizanioides cultivated in temperate climates. Biochemical Systematics and Ecology. 23(1):27-32. Mulyono E, Sumangat D, Hidayat T. 2012. Peningkatan mutu dan efisiensi produksi minyak akar wangi melalui teknologi penyulingan dengan tekanan uap bertahap. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian. 8(1):35-47. Nurbaity A, Setiawan A, Mulyani O. 2011. Efektivitas arang sekam sebagai bahan pembawa pupuk hayati mikoriza arbuskula pada produksi sorgum. Agrinimal. 1(1):1-6. [Puslitbangbun] Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. 2013. Varietas unggul hasil inovasi perkebunan: akar wangi [Internet]. [diunduh 2013 Nov 29]. Tersedia pada: http://perkebunan.litbang.deptan.go.id/?p=3826. Reed D Wm. 2007. Soil and soilless growing media. Horticulture Workshops, Plant Propagation, Soil and Soilles Growing Media, Simple Soil and Water Testing [Internet]. [diunduh 2014 Okt 2]. Tersedia pada: http://generalhorticulture.tamu.edu/hort604/workshopmex07/propsoilwater workshop.htm. Resh HM. 2004. Hydroponics Food Production. New Jersey (US): Newconcept Pr.
19 Rosman R, Trisilawati O, Setiawan. 2013. Pemupukan nitrogen, fosfor, dan kalium pada tanaman akar wangi. Jurnal Littri. 19(1)33-40. Sani. 2011. Minyak dari Tumbuhan Akar Wangi. Surabaya (ID): Unesa University Press. Seswita D, Hadipoentyanti E. 2010. Pemanfaatan plasma nutfah akar wangi dalam memperoleh varietas unggul. Perkembangan Teknologi TRO. 22(1):27-30. Suhardiyanto H. 2011. Teknologi hidroponik untuk budi daya tanaman. Di dalam: Erizal, Ibnul Q, Utomo K, editor. Kumpulan Makalah Pengantar ke Ilmuilmu Pertanian. Bogor (ID): IPB Pr. Truong P, Van TT, Pinners E. 2008. The Vetiver System for Agriculture. Texas (US): The Vetiver Network International. Zhou Q, Yu B. 2010. Changes in content of free, conjugated and bound polyamines and osmotic in adaptation of vetiver grass to water deficit. Plant Physiology and Biochemistry. 48(2010):417-425.
20 Lampiran 1 Deskripsi varietas Verina 2 Tahun Asal Bentuk habitus Panjang daun (cm) Lebar daun (cm) Tebal daun (cm) Warna daun Tinggi tanaman (cm) Diameter rumpun (cm) Jumlah anakan Bobot bonggol (kg) Warna batang Perakaran Panjang akar (cm) Kadar minyak (%) Kadar vetiverol (%) Potensi hasil (ton ha-1) Bobot basah akar per rumpun (g) Bobot kering akar per rumpun (g) Produktivitas akar basah (ton ha-1) Produktivitas akar kering (ton ha-1) Produktivitas minyak (kg ha-1) Rekomendasi daerah pengembangan Status SK No
: 2012 : Garut : Merumbai : 121.67 ± 20.44 : 1.11 ± 0.09 : 0.47 ± 0.09 : Kuning kehijauan : 144.60 ± 26.81 : 53.69 ± 9.36 : 81.03 ± 25.78 : 0.97 ± 0.32 : Yellow green 145 B : Kasar : 67.63 ± 10.83 : 1.5 ± 0.63 : 55.48 ± 3.17 : ± 4.52 : 379.02 ± 161.44 : 137.31 ± 70.94 : 10.64 ± 4.52 : 3.84 ± 1.99 : 60.46 : Dataran tinggi : Komersial : 582/Kpts/SR.120/2/2012
Akar wangi varietas Verina 2 Sumber: Ditjenbun 2011
21
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Lamongan pada tanggal 16 September 1992 dari pasangan Ahmad Fadlol (Alm.) dan Siti Aminah. Penulis adalah anak ke-4 dari 4 bersaudara. Tahun 2010 penulis menyelesaikan studi di Madrasah Aliyah (MA) Tarbiyatut Tholabah Lamongan Jawa Timur, dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) Kementerian Agama Republik Indonesia melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) IPB dan diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Ilmu Tanaman Pangan pada tahun ajaran 2013/2014. Penulis aktif di organisasi mahasiswa penerima beasiswa PBSB Kemenag RI (CSS MoRA IPB) sebagai Ketua Departemen Informasi dan Komunikasi pada tahun 2012–2013, Sekretaris Forum Mahasiswa Lamongan IPB (FORMALA IPB) pada tahun 2012–2013. Penulis juga bergabung di majalah SANTRI sebagai editor dan majalah i.com sebagai reporter.