ISSN 1410-1939
PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TOMAT PADA BEBERAPA DOSIS KOMPOS SAMPAH KOTA [GROWTH AND YIELD OF TOMATO GROWN ON DIFFERENT DOSAGES OF CITY WASTE] Neliyati Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian Universitas Jambi Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi 36361. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan limbah sampah kota menjadi produk yang bernilai guna (kompos) dan mempelajari pengaruh pemberian kompos sampah kota tersebut terhadap pertumbuhan dan hasil tomat pada tanah ultisol. Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Univesitas Jambi pada bulan Oktober 2004 sampai Januari 2005.Penelitian tediri atas 6 taraf pemberian kompos sampah kota, yaitu 0, 10, 20, 30, 40 dan 50 ton ha-1. Masing-masing perlakuan diulang empat kali. Hasil menelitian menunjukkan bahwa pemberian kompos sampah kota berpengaruh nyata terhadap variabel respon yang diamati, yaitu berat kering tanaman, jumlah buah pertanaman, bobot buah pertanaman dan bobot buah perpetak. Peningkatan pertumbuhan dan hasil tomat diperoleh sampai dosis 30 ton ha-1, sedangkan peningkatan dosis hingga 40 dan 50 ton ha-1 menyebabkan terjadinya penurunan berat kering dan produksi, sehingga tidak berbeda nyata dengan tanpa pemberian kompos sampah kota. Kata kunci: Lycopersicum esculentum, sampah kota, kompos.
PENDAHULUAN Tomat tergolong tanaman sayuran buah semusim yang telah lama dikenal masyarakat dan merupakan sumber vitanin A, C dan sedikit vitamin B. Buah tomat banyak digunakan sebagai bumbu masak, diawetkan dalam kaleng, dibuat minuman dan saos, serta berbagai macam bahan makanan bergizi tinggi lainnya. Berdasarkan data survei produksi tanaman sayuran dan buah-buahan di Indonesia yang dilaporkan Badan Pusat Statistik, rata-rata hasil tomat di Indonesia pada tahun 2002 adalah 8,0 ton ha-1 (Badan Pusat Statistik, 2002). Sedangkan rata-rata hasil tomat di Propinsi Jambi adalah 4,5 ton ha-1 (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jambi, 2002). Berdasarkan pemetaan wilayah untuk pengembangan kawasan agribisnis, Jambi termasuk wilayah pengembangan sayuran tomat. Untuk meningkatkan hasil tomat di Propinsi Jambi salah satunya melalui perluasan areal tanam, tetapi perluasan areal tersebut menghadapi suatu kendala, yaitu sebagian besar luas wilayahnya didominasi oleh jenis tanah Ultisol yang luasnya mencapai 2.272.725 ha atau 44,56 % dari sekitar 5,1 juta ha luas wilayah Propinsi Jambi (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jambi, 2002). Akan tetapi, Ultisol adalah tanah yang bermasalah, karena reaksinya yang tanah masam, kejenuhan
basa rendah, kadar Al tinggi serta ketersediaan hara rendah sehingga tanaman tidak dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik (Hardjowigeno, 1995). Salah satu alternatif untuk dapat memanfaatkan potensi Ultisol yang begitu besar di Propinsi Jambi agar menjadi lahan pertanian yang produktif adalah dengan melakukan pemupukan, terutama memanfaatkan pupuk organik. Pupuk organik merupakan pupuk yang terbuat dari bahan-bahan organik yang telah melapuk. Bahan organik tersebut seperti sisa tanaman, kotoran ternak atau yang berasal dari limbah pertanian (Indriani, 2003). Keuntungan dari pemberian pupuk organik ke dalam tanah di antaranya adalah: 1) mengubah struktur tanah menjadi lebih baik sehingga pertumbuhan akar tanaman lebih baik pula, 2) meningkatkan daya serap dan daya pegang tanah terhadap air sehingga tersedia bagi tanaman, 3) memperbaiki kehidupan organisme tanah, dan 4) menyediakan unsur hara makro dan mikro bagi tanaman (Marsono dan Sigit, 2001). Jenis pupuk organik sangat beragam berdasarkan asal bahan terbentuknya. Salah satunya adalah kompos sampah kota, yang sebagian besar terdiri dari sampah buangan organik yang secara keseluruhan atau sebagian mengalami dekomposisi Makin berkembangnya pemukiman dan perkotaan, maka sampah yang dihasilkan akan semakin banyak dan lebih bervariasi sehingga menimbulkan
93
Jurnal Agronomi 10(2): 93-97
masalah pencemaran lingkungan jika tidak segera ditangani secara sungguh-sungguh. Sampah yang merupakan masalah itu dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam bahan yang berguna, tergantung teknologi yang digunakan. Sampah antara lain dapat dimanfaatkan untuk biogas (bioenergi), gas metana, alkohol, kompos dan lain sebagainya (Hadiwiyoto, 1983). Pengomposan merupakan suatu cara untuk menghancurkan sampah secara biologis menjadi pupuk alami sehingga dapat mengembalikan unsur hara ke tanah tanpa berbahaya bagi lingkungan (Bahar, 1986). Kompos sampah kota mudah didapat dalam jumlah yang banyak karena setiap harinya bertonton sampah yang dihasilkan dari pasar, kegiatan pertanian, rumah tangga, dan industri merupakan limbah dapat diolah menjadi kompos. Menurut Santoso (2003) kompos sampah kota berfungsi sebagai: 1. Soil Conditioner, yang mengandung unsur hara seperti nitrogen, fosfor, dan kalium serta mineral penting yang dibutuhkan tanaman. Fungsi ini akan memperbaiki struktur tanah, tekstur lahan kritis, meningkatkan porositas, aerasi, dan dekomposisi oleh mikroorganisme tanah. 2. Soil Ameliorator, berfungsi mempertinggi Kapasitas Tukar Kation (KTK), baik pada tanah ladang maupun tanah sawah. Badan Pengendali Bimas Departemen Pertanian (1977) sebagaimana dikutip oleh Santoso (2003) menyatakan bahwa kandungan zat-zat hara pada kompos sampah kota dalam 10 ton bahan adalah 40 kg N, 30 kg P2O5 dan 50 kg K2O. Kandungan terbesar kompos sampah kota adalah kalium; ini berarti kompos sampah kota sangat cocok bagi tanaman hortikultura buah seperti tomat. Hasil-hasil penelitian tentang pengaruh positif kompos sampah kota telah banyak dilakukan, di antaranya adalah hasil penelitian Elviati (1998) yang menunjukkan bahwa pemberian kompos sampah kota sampai 25 ton ha-1 berpengaruh dalam meningkatkan bobot biji kering tanaman kedelai sebesar 312,67% dibandingkan dengan tanpa pemberian kompos. Selanjutnya, hasil penelitian Hadijah (2000) memperlihatkan pemberian kompos sampah kota sebanyak 5, 10, 15 dan 20 ton-1 dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman kacang buncis dan jagung berupa peningkatan tinggi tanaman, indeks luas daun dan umur berbunga dalam pola tanam tumpang sari. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pemberian kompos sampah kota 10 ton ha-1 memberikan hasil yang terbaik. Selanjutnya dari penelitian Shanti (2003) memperlihatkan bahwa pemberian kompos
94
sampah kota pada dosis 20 ton ha-1 memberikan hasil terbaik terhadap pertumbuhan bibit kopi Arabika berupa peningkatan tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun total, berat kering tanaman dan berat kering akar dibanding dengan pemberian pupuk organik lain pada dosis pemberian yang sama. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) memanfaatkan limbah sampah kota menjadi produk yang bernilai guna, 2) mengetahui pengaruh berbagai dosis sampah kota terhadap pertumbuhan dan hasil tomat, dan 3) mendapatkan dosis kompos sampah kota yang dapat memberikan pertumbuhan dan hasil tanaman tomat terbaik pada tanah Ultisol.
BAHAN DAN METODA Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Jambi pada tanah dengan jenis Ultisol dan ketinggian tempat lebihkurang 35 m di atas permukaan laut. Penelitian dilaksanakan selama lebih-kurang 4 bulan, dari Oktober 2004 sampai Januari 2005. Bahan yang digunakan adalah benih tomat kultivar Ratna, kompos sampah kota yang berasal dari Usaha Daur Ulang dan Produksi Sampah Kota (UDPK) Dinas Kebersihan Kota Jambi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Talang Bakung, polybag ukuran 10 x 20 cm, Urea, SP-36, KCl, Decis 2,5 EC, dan Dithane M-45. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan perlakuan kompos sampah kota yang terdiri dari 6 taraf dosis yaitu K0 = tanpa kompos, K1 = kompos 10 ton ha-1, K2 = kompos 20 ton ha-1, K3 = kompos 30 ton ha-1, K4 = kompos 40 ton ha-1, dan K5 = kompos 50 ton ha-1. Masing-masing perlakuan diulang 4 kali, dan setiap unit percobaan terdiri atas 20 tanaman dengan jumlah tanaman sampel yang diambil pada setiap petak percobaan adalah 20% secara acak. Lahan tempat penelitian dibersihkan, tanah dicangkul dan digemburkan. Kemudian dibuat petakpetak percobaan dengan ukuran 3,5 x 2 m dan tinggi 20 cm. Satu minggu sebelum tanam dilakukan pemberian kompos sampah kota sesuai dosis perlakuan dengan cara menaburkan ke tanah, kemudian diaduk sehingga kompos dan tanah tercampur rata. Bibit berumur 4 minggu dipindahkan dari persemaian ke petak penanaman. Kriteria bibit yang yang digunakan adalah sehat dan telah memiliki 3 – 4 helai daun dengan tinggi 10 - 15 cm. Lubang tanam dibuat dengan ukuran 15 x 15 x 15 cm dengan jarak tanam 50 x 70 cm. Pemeliharaan bibit meliputi, penyiraman, penyulaman sampai satu minggu setelah tanam, pe-
Neliyati: Pemberian Kompos Sampah Kota pada Tanaman Tomat.
ngendalian gulma, hama dan penyakit, pembumbunan, pemasangan lanjaran, pemangkasan tunas air dan pemupukan. Dosis pupuk yang diberikan adalah 1/4 dari dosis yang dibutuhkan tanaman (Urea 2,20 g per tanaman, SP-36 1,50 g per tanaman dan KCl 1,75 g per tanaman). Pemupukan dilakukan pada saat tanam yaitu dengan dimasukkan ke dalam lubang pada jarak 10 cm dari lubang tanam dengan kedalaman 3 cm. Pupuk SP-36 dan KCl diberikan dalam satu lubang sedangkan pupuk Urea diberikan terpisah pada lubang yang lain. Panen dilakukan pada umur 70 hari setelah tanam atau setelah buah memasuki stadium matang dengan ciri-ciri sebagian besar buah sudah berwarna kuning kemerahan. Panen dilakukan dengan interval 3 hari sekali. Variabel respon yang diamati adalah berat kering tanaman (akhir fase vegetatif pada sampel destruktif), jumlah buah per tanaman, bobot buah per tanaman dan bobot buah per petak. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Duncan pada taraf α = 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil sidik ragam dan uji lanjut Duncan pada taraf α = 5% terungkap bahwa pertumbuhan dan hasil tanaman tomat dipengaruhi secara nyata oleh pemberian kompos sampah kota. Hal ini dapat dilihat dari variabel respon yang diamati (Tabel 1). Tabel 1. Pengaruh beberapa dosis kompos sampah kota terhadap beberapa variabel respon tanaman tomat. Dosis kompos (ton ha-1)
0 10 20 30 40 50
Berat kering tanaman (g) 1,66 c 2,19 c 3,79 ab 4,60 a 2,65 bc 2,43 bc
Variabel respon Jumlah Bobot buah per buah per tanaman tanaman (g) 9,31 b 284,06 c 11,31 ab 368,44 c 16,06 ab 653,44 ab 15,94 a 721,25 a 13,13 ab 485,00 bc 12,81 ab 480,31 bc
Bobot buah per petak (kg) 2,80 c 3,93 c 7,19 ab 8,78 a 4,79 bc 4,41 bc
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada α = 5%.
Berdasarkan Tabel 1, diketahui bahwa pemberian kompos sampah kota dapat meningkatkan berat kering tanaman, jumlah buah per tanaman, bobot buah per tanaman dan bobot buah per petak. Sementara pemberian kompos pada berbagai dosis, memberikan respon yang berbeda, pemberian
kompos sampah kota sampai dosis 30 ton ha-1 dapat meningkatkan semua variabel respon yang diamati dan penambahan dosis menjadi 40 dan 50 ton ha-1 menghasilkan pertumbuhan dan hasil tanaman tomat yang cenderung menurun dan tidak berbeda dengan perlakuan tanpa pemberian kompos ataupun pemberian kompos 10 ton ha-1. Berdasarkan analisis laboratorium, kompos sampah kota yang digunakan dalam penelitian ini mengandung N = 0,54%, P2O5 = 0,25% dan K2O = 1,91%. Hal ini berarti pada dosis 30 ton ha-1 terdapat 162 kg N, 75 kg P2O5 dan 573 kg K2O. Kandungan ini mendekati kebutuhan tanaman tomat terhadap ketiga unsur makro tersebut yaitu N 112,5 ton ha-1, P2O5 61,5 ton ha-1 dan K2O 120 ton ha-1. Pertumbuhan dan hasil terbaik terlihat dari pertumbuhan batang dan daun yang subur dan ukuran buah yang lebih besar. Ini disebabkan oleh nitrogen yang tersedia bagi tanaman yang merangsang pembentukkan tunas dan daun, mempertinggi kandungan protein dan meningkatkan jumlah klorofil pada daun. Dengan meningkatnya jumlah klorofil dan jumlah daun yang terbentuk maka proses fotosintesis akan berjalan dengan baik dan fotosintat yang dihasilkan akan lebih tinggi maka pertumbuhan pun semakin baik. Dengan demikian peningkatan laju pertumbuhan tanaman akan cenderung menghasilkan berat kering tanaman yang lebih banyak. Menurut Gardner et al. (1985), untuk memperoleh laju pertumbuhan tanaman yang maksimum harus terdapat cukup banyak daun dalam tajuk untuk menyerap sebagian besar radiasi matahari yang jatuh ke atas tajuk tanaman yang digunakan untuk proses fotosintesis. Jumlah buah yang lebih banyak disebabkan tersedianya unsur fosfor dan kalium bagi tanaman. Menurut Sutedjo (1995) unsur fosfor merangsang pembentukkan bunga, buah dan biji serta mempercepat pematangan buah tomat, sedangkan kalium mencegah terjadinya kerontokkan bunga dan meningkatkan kualitas buah menjadi lebih baik. Kalium juga berperan dalam pembentukkan karbohidrat, peningkatan asimilasi CO2 dan meningkatkan translokasi hasil fotosintesis ke luar daun. Tanaman akan berbuah lebat dan berkualitas tinggi bila dapat menghasilkan karbohidrat yang cukup tinggi dan translokasi fotosintat berjalan dengan baik. Mengel dan Haeder (1973) sebagaimana dikutip oleh Mas’ud (1993) menyatakan bahwa translokasi fotosintat ke buah tanaman tomat nyata dipengaruhi kalium, di mana kalium mempertinggi pergerakan fotosintat keluar dari daun menuju akar; dan hal ini akan meningkatkan penyediaan energi untuk pertumbuhan akar, perkembangan ukuran serta kualitas buah sehingga bobot buah bertambah.
95
Jurnal Agronomi 10(2): 93-97
Di samping menyediakan unsur hara makro dan mikro, pemberian kompos sampah kota pada dosis 30 ton ha-1 juga memberikan pengaruh pada sifat fisik tanah yang lebih menguntungkan. Struktur tanah menjadi lebih gembur dan aerasi di dalamnya menjadi lancar, agregat atau butiran tanah menjadi lebih besar karena organisme tanah saat penguraian bahan organik dalam kompos dapat bersifat sebagai perekat dan mengikat butir-butir tanah menjadi butiran yang lebih besar. Butiranbutiran tanah yang lebih besar dapat menahan air sehingga air tersedia bagi tanaman. Akar-akar tanaman cenderung membentuk percabangan yang lebih banyak pada keadaan tanah yang subur dan berstruktur baik. Perlakuan tanpa pemberian kompos sampah kota menghasilkan pertumbuhan yang kerdil dan ukuran buah yang lebih kecil. Ini disebabkan tanaman tomat kekurangan air dan unsur hara terutama N, P, K. Ultisol merupakan tanah yang mempunyai struktur berat yang kurang baik menyerap air, sehingga menyebabkan air lebih banyak tergenang. Air yang tergenang menyebabkan tanaman tomat tidak mampu menyerap unsur-unsur hara dan mudah terserang penyakit karena kelembaban tanah yang tinggi. serta dapat membuat tanaman tomat mati keracunan karena kandungan O2 di dalam tanah berkurang. Keadaan tanah yang demikian menyebabkan kerontokkan bunga dan mengurangi pertumbuhan dan perkembangan buah. Peningkatan dosis menjadi 40 dan 50 ton ha-1 mengakibatkan penurunan pertumbuhan dan hasil tanaman tomat. Hal ini disebabkan dosis yang diberikan telah melampaui batas optimum kebutuhan hara bagi tanaman tomat, di mana kompos sampah kota dengan dosis 50 ton ha-1 mengandung 270 kg N, 125 kg P2O5 dan 955 kg K2O. Lakitan (2000) menjelaskan, jika jaringan tanaman mengandung unsur hara tertentu, dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari konsentrasi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan maximum, maka pada kondisi ini dikatakan tanaman dalam kondisi konsumsi mewah ( luxury consumption). Pada konsentrasi yang terlalu tinggi unsur hara esensial dapat menyebabkan ketidakseimbangan penyerapan unsur hara lain pada proses metabolisme tanaman. Akibatnya, unsur hara tersebut bukannya meningkatkan pertumbuhan tanaman tetapi justru akan menurunkan atau menekan pertumbuhan tanaman. Pemberian kompos sampah kota dengan dosis 50 ton ha-1 menghasilkan pertumbuhan daun yang lebih lebat namun jumlah buahnya lebih sedikit dan ukuran buahnya lebih kecil. Hal ini dikarenakan terjadinya kelebihan unsur hara N, P, K pada tanaman tomat. Salisbury dan Ross (1995) menya-
96
takan bahwa pemupukan nitrogen yang tinggi menyebabkan suburnya pertumbuhan batang dan daun tanaman, tapi menganggu perkembangan buah. Rismunandar (2001) menambahkan kelebihan nitrogen pada tanaman tomat mengakibatkan tanaman lebih sukulen, sehingga pembentukkan bunga dan buah menurun serta kualitas buahpun akan menurun. Menurut Rinsema (1986), kelebihan nitrogen menyebabkan penurunan penyerapan boron pada tanaman. Kekurangan boron menyebabkan terhambatnya pembentukkan buah dan perkembangan akar serta membuat batang tanaman keropos. Selain itu, fosfor yang berlebihan dapat menyebabkan penyerapan Zn pada tanaman menurun (Rinsema, 1986). Menurut Salisbury dan Ross (1995) kekurangan Zn pada tanaman dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan daun muda dan ruas batang karena Zn berperan dalam pembentukan hormon tumbuh auksin (asam indolasetat). Sedangkan menurut Rinsema (1986) jika tanaman menyerap kalium dalam jumlah yang berlebihan dapat menurunkan penyerapan Ca dan Mg yang dibutuhkan dalam proses metabolisme tanaman. Kekurangan Mg akan menghambat pembentukkan klorofil sehingga fotosintesis akan terhambat. Ditambahkan oleh Gardner et al. (1985), bila terjadi kekurangan Ca pada tanaman akan menyebabkan terbatasnya ukuran buah. Pemberian kompos sampah kota dengan dosis 50 ton ha-1 juga menyebabkan tanah terlalu porous sehingga tidak dapat menahan air dengan baik, sehingga air mudah hilang dan tidak tersedia bagi tanaman. Kekurangan air pada tanaman tomat dapat menghambat proses metabolisme pada tanaman karena air berfungsi sebagai pelarut dan media pengangkut unsur hara dari dalam tanah ke dalam tanaman, sebagai bahan baku fotosintesis, mengatur turgor sel dan sebagai alat transfor untuk memindahkan hasil fotosintesis.
KESIMPULAN Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan sampah kota sebagai kompos dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tomat yang ditanam pada tanah Ultisol, dan dosis terbaik pada percobaan ini adalah 30 ton ha-1.
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2002. Survei Pertanian Produksi Tanaman Sayuran dan Buah-Buahan. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Neliyati: Pemberian Kompos Sampah Kota pada Tanaman Tomat.
Bahar, Y. H. 1986. Teknologi Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. PT. Waca Utama Pramesti, Jakarta. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jambi. 2002. Data Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jambi, Jambi. Elviati. 1998. Pengaruh Pemberian Kompos Sampah Kota terhadap Beberapa Sifat Fisika Ultisol dan Hasil Kedelai (Glycine max L.). Skripsi Sarjana. Fakultas Pertanian Universitas Jambi, Jambi. Gardner, F. D., R. B. Pearce dan R. L. Mitchell. 1985. Physiology of Crops Plants. Iowa State University Press, Ames, USA. Hadijah, S. 2000. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kacang Buncis (Phaseolus vulgaris L.) yang Ditanam dalam Pola Tanam Tumpang Sari dengan Jagung (Zea mays L.) pada Beberapa Takaran Kompos Sampah Kota. Skripsi Sarjana. Fakultas Pertanian Universitas Andalas, Padang. Hadiwiyoto, S. 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Yayasan Idayu, Jakarta.
Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta. Indriani, Y. H. 2003. Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar Swadaya, Jakarta. Lakitan, B. 2000. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Grafindo Persada, Jakarta. Marsono dan P. Sigit. 2001. Pupuk Akar: Jenis dan Aplikasi. Penebar Swadaya, Jakarta. Mas'ud, P. 1993. Telaah Kesuburan Tanah. Angkasa, Bandung. Rinsema. 1986. Pupuk dan Cara Pemupukan. Bhratara Karya Aksara, Jakarta. Rismunandar. 2001. Tanaman Tomat. Sinar Baru Algensindo, Bandung. Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan III. Perkembangan Tumbuhan dan Fisiologi Lingkungan. Terjemahan D.R. Lukman dan Sumaryono. Penerbit ITB, Bandung. Santoso, H. B. 2003. Pupuk Kompos. Kanisius, Yogyakarta. Sutedjo, M. M. 1995. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta, Jakarta.
97
Jurnal Agronomi 10(2): 93-97
98