Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 2, Maret 2011
Perspektif Sosiologi tentang Kurikulum Rakhmat Hidayat Jurusan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta
Abstrak: Tujuan kajian ini dimaksudkan untuk menjelaskan pemikiran empat sosiolog yaitu Pierre Bourdieu, Michael W. Apple, Henry Giroux dan Carlos Alberto Torres tentang kurikulum dan menjelaskan definisi kurikulum dalam perspektif sosiologis. Metodologi yang digunakan adalah melakukan kajian pustaka dari buku-buku yang ditulis oleh empat sosiolog tersebut. Hasil kajian menunjukkan bahwa: 1) negara menjalankan praktek kekuasaannya melalui penggunaan seperangkat mekanisme wacana yaitu dengan pembentukan teks-teks pendidikan untuk menghasilkan berbagai kepatuhan berupa nilai, cara pandang dunia, dan sebagainya. Kurikulum sebagai bentuk kekuasaan digunakan negara dalam memproduksi berbagai cara pandang dunia yang harus sejalan dengan cara pandang negara dan 2) kurikulum merupakan sebuah ruang dimana para agen dengan kepentingan dan modalnya yang berbedabeda saling bertarung untuk memperjuangkan posisi, pengaruh, prestis dan kedudukan. Perlu dilakukan diskusi dan kajian lebih mendalam tentang kurikulum dalam berbagai aspek. Selama ini kajian tentang kurikulum lebih banyak ditekankan pada kajian pedagogik yang lebih menempatkan kurikulum sebagai kajian mikro. Kata kunci: kurikulum, sosiologi, kontestasi, dan kekuasaan Abstract: This article aims to explain the thinking of four sociologist:Pierre Bourdieu, Michael W. Apple, Henry Giroux and Carlos Alberto Torres about the curriculum and explains the definition of curriculum in sociological perspective. The methodology used is by conducting literature review of books written by the four sociologists. There are two important conclusions in this paper (1) states practice a set of mechanisms of power through the use of discourse that is by forming educational texts to produce a variety of compliance in the form of values, worldview, and so forth. Curriculum as a form of state power is used in producing various world outlook which should be in line with the state perspective, (2) curriculum is a space where the agents with the interests and different capital fight each other to fight for position, influence, prestige and position. Need to do more in-depth discussion and review of curriculum in various aspects. The on putting pedagogical studies curriculum as a micro study. So far, the study of curriculum has been emphasizing more. Key words: curriculum, sociology, contestation, and power
Pendahuluan
dengan pasar atau modal sangat berpengaruh.
Kurikulum adalah jantung pendidikan. Pendapat
Aspek kedualah yang menkonfirmasikan bahwa
ini menunjukkan betapa pentingnya keberadaan
kurikulum menjadi sangat strategis dalam level
kurikulum dalam ranah pendidikan nasional, karena
makro.
kurikulum sangat mewarnai konstruksi dan wajah
Diskusi tentang kurikulum selalu menarik dikaji
pendidikan suatu masyarakat. Kurikulum bukan
seiring dengan pergantian kekuasaan.
sekadar menyangkut substansi dan instruksional
sebelum Indonesia merdeka, problem kurikulum
pembelajaran yang bermain di level mikro, tetapi
sudah menjadi hal serius dalam bidang pendidikan
kurikulum berkaitan dengan relasi-relasi sosial
dan pengajaran saat itu. Pun demikian, kolonialis-me
berbagai agen yang terlibat dan berkepentingan di
Belanda juga memberikan pelajaran bagi kita bahwa
belakangnya. Selain berkaitan dengan kepentingan
semua kurikulum sekolah-sekolah mengacu kepada
politik penguasa, kurikulum juga berkepentingan
pola kurikulum di negeri Belanda. Pada zaman
dengan relasi antara negara dengan sekolah (melalui
Belanda, kurikulum diorientasikan pada kebutuhan
represen-tasi guru dan murid), dan relasi sosial
tenaga untuk pembangunan sarana produksi
antara sekolah dengan masyarakat. Bahkan relasi
atau pelayanan pemerintah bagi kepentingan
178
Jauh hari
Rakhmat Hidayat, Perspektif Sosiologi tentang Kurikulum
pemerintah kolonial (Tilaar, 1995: 252). Istilah
sosiolog yang konsen dengan kajian tentang
yang mengatakan ‘ganti menteri ganti kurikulum’
kurikulum yaitu Michael Apple, Pierre Bourdieu,
rasanya tepat untuk meng-gambarkan perubahan
Henry Giroux, Carlos Alberto Torres. Oleh karena
kurikulum di negeri ini. Kurikulum memang harus
itu, tulisan ini ingin menjelaskan benang merah
selalu dimutakhirkan. Hal ini menunjukkan bahwa
pemikiran mereka tentang kajian kurikulum. Melalui
tidak ada kurikulum yang permanen melainkan
tulisan diharapkan semakin memperkaya kajian
melalui berbagai revisi.
kurikulum dalam berbagai aspek. Oleh karena
Dengan demikian, penjelasan diatas meng-
outputnya adalah adanya pengembangan kurikulum
gambarkan bahwa dibalik kurikulum selalu terjadi
dalam praktek pendidikan di Indonesia. Secara
kontestasi kekuasaan (Tilaar, 2003:55). Kontes-
singkat, perumusan masalah tulisan ini adalah: 1).
tasi
merupakan sebuah bentuk perjuangan dan
Bagaimana pemikiran beberapa sosiolog (Apple,
pertarungan berbagai pihak yang berkepentingan
Bourdieu, Giroux dan Torress) dalam menjelaskan
dengan produksi kurikulum. Oleh karena itu,
kurikulum? 2). Bagaimana definisi kurikulum dalam
kontestasi kekuasaan dalam kurikulum tak dapat
perspektif sosiologis?
terhindarkan. Dalam kajian sosiologi, tentu saja
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan
kurikulum tak dipahami sekadar teknis operasional
penulisan ini dimaksudkan untuk menjelaskan: 1)
yang implementatif, tetapi lebih dari itu kurikulum
beberapa pemikiran sosiolog tentang kurikulum dan
dipahami sebagai social constructed yang dibentuk
2) definisi kurikulum dalam perspektif sosiologis
oleh berbagai faktor. Dengan demikian, kurikulum dapat dipahami sebagai ruang dimana di dalamnya
Kajian Literatur
terjadi kontestasi kekuasaan antara berbagai
Definisi Kurikulum dan Pembahasan
aktor yang saling bernegosiasi dalam proses
Membicarakan kurikulum dalam konteks pendidikan
produksi pengetahuan. Implikasinya, kajian tentang
di negeri ini memang menjadi menarik tatkala
kontestasi kekuasaan pada dasarnya merupakan
kita bisa menarik ke belakang bagaimana sejarah
kajian sosiologi.
pendidikan di Indonesia didesain dan melacaknya
Pendidikan tentu saja tak dipahami sebagai
dalam dinamika sosial politik hingga hari ini.
transfer of knowledge dan transfer of value an
Dengan demikian, topik kurikulum sebenarnya
sich. Kajian tentang kurikulum sejauh ini banyak
bukanlah entitas yang tunggal, melainkan entitas
dilakukan dalam beberapa tema lebih spesifik.
yang memiliki berbagai setting baik sosial, politik,
Pertama, studi kurikulum dengan menggunakan
ekonomi yang memungkinkan sebuah kurikulum
pendekatan pedagogis, yaitu menekankan pada
tercipta. Kurikulum menjadi bagian yang sangat
aspek teknis-instrumental dalam bentuk imple-
signifikan dalam proses pendidikan nasional.
mentasi kurikulum dalam proses pembelajaran.
Istilah kurikulum sudah dikenal sejak tahun
Studi ini banyak dilakukan kalangan yang ber-
1820 (Karhami, 2000:281). Sejarah keberadaan
kecimpung langsung dalam proses pembelajaran
kurikulum dapat dilacak saat Plato menyusun
di sekolah. Arah pendekatannya pada level mikro.
aritmatika sebagai ringkasan belajar yang
Kedua, studi kurikulum dilakukan dalam tema
didalamnya mencakup geometri, astronomi, solid
sekitar hidden curriculum (Seda, 1987; Adnan 1992;
geometri dan hardnomi. Semua itu terkait dengan
Fibra, 2002). Hidden curriculum dalam praktek
pelajaran matematika. Namun demikian, meski Plato
pendidikan banyak dilakukan oleh sekolah melalui
mengintrodusir konsep kurikulum, tetapi sejarah
berbagai kegiatan di luar pembelajaran formal dalam
kurikulum mulai masuk ke sekolah dapat ditelusuri
kelas seperti kegiatan ekstra-kurikuler, kegiatan
pada abad ke-16. Seperti yang ditulis Hamilton,
upacara bendera, penanaman disiplin.
tatanan alam/bumi saat itu termasuk ilmu-ilmu
Di luar itu, studi-studi yang membahas
alam sangat berpengaruh terhadap terciptanya
kurikulum sebagai konstruksi sosial-politik masih
kurikulum saat itu (Alkin, Malkin, 1992:277). Dua
relatif terbatas. Kedua arah kajian tersebut pada
faktor yang cukup penting dalam periode tersebut
dasarnya saling melengkapi satu dengan lainnya.
adalah renaissansce dan revolusi sains. Selain itu,
Tulisan ini ingin menjelaskan pemikiran beberapa
Hamilton juga mengatakan bahwa peran Descartes
sosiolog dalam menjelaskan kurikulum. Beberapa
sangat besar dalam mengkonstruksi kurikulum. Dia
179
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 2, Maret 2011
mengatakan:
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
“the spesialization and modern views that the
kegiatan pembel-ajaran untuk mencapai tujuan
natural order of the curriculum is not to be
pendidikan tertentu” (Depdiknas RI, 2003:7).
found in knowledge but in the biological and
Rumusan ini menunjukkan adanya dua dimensi
psychological makeup the learner.”
pokok kurikulum yaitu produk dan proses, yang secara keseluruhan mencakup aspek materi
Istilah kurikulum berasal dari bahasa latin
(content), pengalaman siswa (experiences), tujuan
yaitu currere yang berarti to run (menyelenggara-
kegiatan belajar-mengajar (objectives), dan hasil
kan). Atau to run the course (menyelenggarakan
kegiatan belajar-mengajar (outcomes) (Silverius,
suatu pengajaran). Beberapa tokoh pendidikan
2004:27).
lainnya menjelaskan kurikulum sebagai the course
Berdasarkan penjelasan di atas, dalam studi
of study (materi yang dipelajari). Definisi serupa
ini kurikulum tidak dipahami secara tradisional
juga diungkapkan dalam School Dictionary 3 yang
semata-mata sebagai hal-ihwal teknis dari proses
menyebut kurikulum sebagai “all the courses of
pendidikan. Sebagaimana dinyatakan Apple
study offered at a school, college, or university”
seperti dikutip Tilaar (2003:106) bahwa kurikulum
(Levey, 1993:299). Tokoh-tokoh lainnya seperti
merupakan upaya untuk melaksanakan proses
Hutchins, R.M (1936), Bestor A (1956), Phenix,
akumulasi ilmu pengetahuan antargenerasi dalam
PH (1962) memberikan definisi kurikulum sebagai:
suatu masyarakat. Dengan demikian, kurikulum merupakan sebuah ruang di mana di dalamnya
“the curriculum must consist essentially of
terjadi pertarungan antarkekuasaan dan antaraktor
disciplined study in five great areas:local
yang hidup dalam masyarakat untuk memproduksi
language, mathematics, science, history,
sekaligus mereproduksi berbagai pengetahuan yang
foreign languages”
terkandung dalam bangunan kurikulum tersebut. Adanya pertarungan yang melibatkan berbagai
Sebagian lainnya juga menganggap bahwa
aktor terjadi karena adanya aktor tertentu yang
kurikulum sebagai produk. Meski menjadi perdebatan
berkeinginan untuk mempertahankan dominasi
dikalangan dunia pendidikan, namun menarik tatkala
dan pengaruhnya melalui kurikulum dalam sistem
sintesis yang muncul dalam perdebatan tersebut
pendidikan. Hal itu dituturkan Apple (1990:x):
adalah pengertian kurikulum
sebagai planned
and unplanned (hidden) curriculum-technical and
“…it is important to realize that while our
practical learnings. Sementara itu menurut Undang-
educational institutions do function to distribute
Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem
ideological values and knowledge. As a system
Pendidikan Nasional mendefinisikan kurikulum
of institutions, they also ultimately help produce
sebagai “seperangkat rencana dan pengaturan
the type of knowledge (as a kind of commodity)
mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang
that is needed to maintain the dominant
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
economic, political, and cultural arrangements
kegiatan belajar mengajar (pasal 1) yang disusun
that now exist.”
untuk mewujud-kan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan
Sejarah Kurikulum di Indonesia
peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan,
Sejarah kurikulum di Indonesia dapat dilacak
kebutuhan pembangunan nasional, perkembang-an
keberadaannya pada masa pra kolonial. Per-jalanan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian,
panjang perkembangan pendidikan di Indonesia
sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing
dapat ditelusuri sejak zaman Hindu dan Buddha
satuan pendidikan”
pada abad ke-5 masehi (Kusumo, 2004:219-220).
Definisi tersebut mengalami perubahan melalui
Saat itu proses pendidikan telah berlangsung dalam
UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab 1
kondisi yang sangat sederhana. Proses pendidikan
Pasal 1 Ayat 19 yang menjelaskan kurikulum sebagai
sangat dipengaruhi oleh kedua ajaran agama
“seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tersebut. Saat itu, meski tidak tersedia dalam sebuah
180
Rakhmat Hidayat, Perspektif Sosiologi tentang Kurikulum
rencana namun bahan pengajaran dimiliki oleh para
mendasar kepada Kementrian Pendidikan,
pendeta maupun biksu. Lihat misalnya, pada saat
Pengajaran dan Kebudayaan. Ide ini direalisasikan
Kerajaan Sriwijaya mengalami kemasyuran dan
dengan pembentukan Panitia Penyelidik Pengajaran,
menjadi pusat penyebaran agama Buddha. Hal
salah satu diantara tugasnya adalah menyusun
yang sama dialami pada zaman Majapahit (Abad
sistem persekolahan pada tahun 1947. Ini
14-16). Saat itu pendidikan tak diselenggarakan
merupakan kurikulum pertama yang diberlakukan di
secara massal seperti zaman Sriwijaya. Akan tetapi
sekolah-sekolah Indonesia pada awal kemerdekaan.
diberikan secara terbatas oleh beberapa guru dan
Kurikulum ini mengacu kepada keluarnya Undang-
kelompok murid dalam satu padepokan. Pada masa
Undang No. 4 tahun 1950 yang merumuskan pula
itu pendidikan telah diberikan dari tingkat dasar,
tujuan kurikulum menurut jenjang pendidikan. Saat
lanjutan hingga tinggi. Meski tidak dilakukan secara
itu menteri pendidikannya adalah Mr. Soewandi.
formal, tetapi para guru yang mengajar memiliki
Sayangnya, karena masih dalam revolusi fisik
rencana pengajaran yang berkisar pada berbagai
maka rencana pelajaran 1947 itu belum dapat
pengetahuan yang bersifat umum dan juga khusus
dilaksanakan dan baru dapat dilaksanakan lagi pada
untuk menopang kehidupan kesehariannya.
1952, yang tertuang dalam UU No. 1950 tentang
Pada zaman kolonial, kurikulum mengalami
Pendidikan dan Pelajaran. Disinilah kemudian
beberapa perubahan. Kurikulum pada zaman kolonial
melahirkan Kurikulum 1950 yang kemudian
ketika VOC bertujuan untuk menyeleng-garakan
digantikan dengan Kurikulum 1958.
sistem pendidikan yang ditujukan untuk mendidik
Fase berikutnya, kurikulum pendidikan nasional
tenaga-tenaga terampil yang dapat dipekerjakan di
menyesuaikan diri dengan Keputusan MPRS No. II/
perusahaan-perusahaan mereka. Waktu itu beberapa
MPRS/1960 yang merumuskan mengenai manusia
jenis pendidikan yang tersedia meliputi pendidikan
sosialis Indonesia sebagai suatu bagian dari
dasar, sekolah latin (latijnsche school), pendidikan
pada sosialisme Indonesia yang menjadi tujuan
teologi (seminar theologicum), akademi pelayaran
pembangunan nasional semesta berencana yaitu
(academie der Marine) (Suryana, 2004:226). Pada
tata masyarakat adil dan makmur berdasarkan
akhir 1818, pada masa Daendels dikeluarkan
Pancasila. Semua kurikulum pengajaran harus
peraturan umum mengenai persekolahan dan
menginduk kepada keputusan itu yang dituangkan
sekolah rendah. Isinya hanya mengenai ketentuan-
melalui Keputusan Presiden RI No. 145/Tahun
ketentuan tentang pengawasan, pengajaran, namun
1965 tentang Nama dan Rumusan Induk Sistem
tidak menyinggung perluasan pengajaran bagi
Pendidikan Nasional antara lain dirumuskan
golongan pribumi.
mengenai pembinaan manusia Indonesia.
Sistem pendidikan saat itu menekankan
Kurikulum mengalami dinamika baru ketika
kurikulum yang diorientasikan untuk memenuhi
Orde Lama tumbang dan Orde Baru mengambil
kebutuhan mengi si l ow ongan kerja dalam
alih kekuasaan negara. Melalui Tap MPRS No.
administrasi modern, dengan gaji dan hasil yang lebih
XXVII/MPRS/1966 tentang Agama, Pendidikan,
baik. Saat itu kurikulum pengajaran yang diwajibkan
dan Kebudayaan dirumuskan mengenai tujuan
pemerintah kolonial adalah penge-tahuan umum
pendidikan untuk membentuk manusia Pancasilais
(Bahasa Belanda, sastra, dan berhitung). Materi
sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti
pelajaran yang tertuang dalam kurikulum terutama
yang dikehendaki oleh Pembukaan UUD 1945
dikonsentrasikan kepada menulis, membaca, dan
dan isinya. Tahun 1975, kurikulum kembali
menghitung. Sejak 1842, berkembanglah apa yang
diper-baharui. Diantaranya melalui dibentuknya
dikenal indologie. Indologie dipahami sebagai suatu
Balai Penyelidikan dan Perancang Pendidikan
bagian dari ilmu oriental yang dikembangkan untuk
dan Pengajaran (BP 4) yang dipimpin oleh H.S
tujuan menyiapkan bekal pengetahuan tentang
Adam Bachtiar (Tilaar, 2003:257). Usaha lainnya
masyarakat negeri jajahan bagi calon adminis-
dilakukan dengan Pembaharuan Kurikulum dan
tratur yang akan bertugas di Hindia-Belanda (Zed,
Metode Mengajar (PKMM). Kurikulum pada periode
2006:57).
ini cenderung diarahkan pada pembangunan dan
Setelah Indonesia merdeka, melalui BP-KNIP
kemajuan (development and progress oriented)
merekomendasikan untuk melakukan perubahan
sehingga dapat menyiapkan tenaga kerja yang
181
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 2, Maret 2011
memiliki watak, pengetahuan dan keterampilan
Kewenangan Pemerintah Pusat dan Kewenangan
untuk pembangunan bangsa dan negara di
Provinsi sebagai daerah otonom. Saat itu ada tiga
berbagai bidang. Pada 1973 lahirlah GBHN yang
kebijakan penting yang termuat dalam KBK yaitu
pertama sebagai Keputusan MPR No. II/MPR/1973
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), Kurikulum
yang melahirkan Kurikulum 1975. Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) dan Ujian Akhir Nasional
1975 dikembangkan pada saat bangsa Indonesia
(UAN) (Depdikbud, 1994:1).
berjuang untuk memantapkan pembangunan
Pada tahun 2006, ketika Prof. Dr Bambang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 secara murni
Sudibyo sebagai Mendiknas disahkan KTSP
dan konsekuen.
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Peraturan
Pada saat
Daoed Joesoef menjadi Menteri
Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) No
Pendidikan Nasional, kurikulum terjadi perubahan
22/2006 tentang Standar Isi Pendidikan (dan No
yaitu masuknya unsur kebudayaan dalam pendidikan
23/2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan/
nasional. Saat itu, muncul konsep mengenai
SKL). Mulai Tahun Pelajaran 2006/2007, diterapkan
pendidikan humaniora dan kebudayaan yaitu
di Indonesia. KTSP memberi keleluasaan penuh
pendidikan yang dapat mengembangkan unsur-unsur
setiap sekolah mengembangkan kurikulum dengan
kepribadian manusia secara menyeluruh dan utuh,
tetap memerhatikan potensi sekolah dan potensi
sehingga terdapat keseimbangan antara pendidikan
daerah sekitar. Setiap satuan pendidikan dasar dan
intelektual dengan pendidikan moral serta estetika.
menengah diberikan peluang untuk mengembangkan
Kepemimpinan Daoed Joesof
dan menetapkan KTSP (St. Kartono 1996).
dikenal dengan
Kurikulum 1984 yang menggantikan Kurikulum
Selama masa Orde lama berlaku dua kurikulum
1975. Kurikulum 1984 disusun setelah pemerintah-
yang dikenal dengan Rencana Pelajaran 1947 dan
an Orde Baru berjalan dalam kurun waktu lebih dari
Rencana Pelajaran 1960. Pada masa Baru lahir
satu dasawarsa. Banyak kebijakan yang dikeluarkan
empat kurikulum. Kurikulum 1968 ditetapkan
demi memantapkan penyelenggaraan pemerintahan
dan berlaku sampai tahun 1975. Selanjutnya
dan pembangunan.
muncul Kurikulum 1975. Pada tahun 1984 dibuat
Kurikulum 1984 terus direvisi. Hasilnya,
kurikulum baru dengan nama Kurikulum 1975 yang
Kurikulum 1994 menjadi acuan saat itu. Kurikulum
disempurnakan dengan pendekatan Cara Belajar
ini terkait dengan lahirnya UU Pendidikan Nasional
Siswa Aktif (CBSA). Pada tahun 1994 dikeluarkan
No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
kurikulum baru, yakni Kurikulum 1994. Kurikulum
Nasional. Maka terhitung Tahun Pelajaran
itu menjadi kurikulum terakhir yang dikeluarkan oleh
1994/1995, kurikulum ini resmi diterapkan di
rezim Orde Baru. Setelah Orde Baru diberlakukan
seluruh Indonesia. Pada tahun 1994, Menteri
Kurikulum 2004 dan KTSP. Secara garis besar
Pendidikan dan Kebudayaan Wardiman Djojonegoro
perbedaan dan tekanan di masing-masing kurikulum
(1993-1998) menetapkan kurikulum yang dikenal
disajikan dalam tabel di bawah ini.
objective based curriculum. Kurikulum 1994 secara jelas merupakan alat negara untuk menderivasi
Kurikulum Dalam Pandangan Sosiolog
rumusan GBHN yang menjelaskan bahwa Indonesia
Analisis Giroux tentang kontradiksi pendidikan
sedang mengalami Pembangunan Jangka Panjang II
banyak menjelaskan berbagai distorsi terhadap
atau dianggap sebagai masa Kebangkitan Nasional
praktik-praktik buruk pendidikan yang berorien-
ke-2. Semangatnya, hendak diorientasikan kepada
tasikan efisiensi ekonomis (Giroux, 1992:10).
pemanfataan, pengem-bangan dan penguasaan
Menurutnya terjadi degradasi identitas institusi
IPTEK.
pendidikan dari institusi yang menyelenggarakan
Setelah itu berubah lagi pada masa Abdul Malik
pendidikan publik menjadi pabrik kuli. Giroux
Fajar menjabat Menteri Pendidikan Nasional (2001-
menengarai banyak institusi pendidikan (baik sekolah
2004). Sejak awal 2001 disusun Kurikulum Berbasis
maupun universitas) yang berubah orientasinya
Kompetensi (KBK) untuk menggantikan Kurikulum
menjadi penyedia birokrat elit masyarakat dan
1994. Semangat KBK terinspirasi dari UU No. 22
pendukung kapitalisme modern melalui pasar kerja
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
(Giroux dalam Darder, 2003:121). Kontradiksi
Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang
ini dalam pemahaman Giroux menjadi kegagalan
182
Rakhmat Hidayat, Perspektif Sosiologi tentang Kurikulum
Tabel 1. Kurikulum dalam Pendidikan Indonesia
Sumber : diolah dari berbagai sumber lembaga pendidikan sebagai tranformasi terciptanya
berbagai kebutuhan pragmatis yang akhirnya hanya
humanisasi kehidupan publik.
terjebak pada logika komodifikasi (Giroux dalam
Posisi kurikulum—sebagai konsekuensi logis
McClaren, 1995:31). Dalam hal ini, Giroux melihat
fenomena diatas—distandarisasi oleh negara
negara memiliki peran sangat strategis dalam
untuk semua jenjang pendidikan, sertifikasi
meregulasi pendidikan. Fenomena kedua yang
kelulusan, kenaikan angka akademik, dan kriteria
juga dijelaskan Giroux adalah adanya kekerasan.
evaluasi pendidikan diletakkan dalam kerangka
Kekerasan yang dimaksud Giroux dapat terjadi
kompetensi ekonomis. Lebih spesifik, Giroux
dalam dua hal. Pertama, kekerasan yang dilakukan
melihat kurikulum sebagai sebuah tradisi yang
kelompok dominan kepada kelompok sub ordinat,
selektif yang menyediakan kebutuhan murid
dalam hal ini kekuatan modal dan pasar kepada
melalui seperangkat pengetahuan untuk memiliki
berbagai institusi pendidikan. Yang terjadi adalah
183
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 2, Maret 2011
pasar berhasil mengubah mainstream pendidikan
dasarnya, Apple dan Giroux memiliki cara pandang
di berbagai sekolah dan (universitas) mereka dari
yang sama dalam melihat fenomena pendidikan.
yang awal-nya produsen pengetahuan menjadi
Apple melihat bahwa pasar merupakan elemen
produsen tenaga kerja siap pakai untuk dunia
yang sangat determinan dalam menggerakkan
kapitalis. Termasuk manajemen sekolah menjadi
pendidikan, khususnya menelaah sekolah. Berbeda
model korporat. Kedua, kekerasan terselubung yang
dengan Giroux, ada beberapa fokus Apple dalam
dimanifestasikan melalui standardisasi kurikulum—
menelaah tema ini. Pertama, Apple melihat relasi
oleh negara— kepada guru dan murid. Kekerasan
antara kebijakan pendidikan dengan tingkat
dalam hal ini dioperasionalkan melalui seperangkat
praksis serta relasi antara kelompok dominan dan
mekanisme kurikulum melalui pembelajaran di
subordinat dalam masyarakat yang lebih luas.
kelas. Ada semacam ‘penjinakkan’ terhadap guru
Kedua, lebih jauh Apple melihat relasi antara dunia
dan murid yang dipraktekkan melalui serangkaian
ekonomi yang direpresentasikan melalui pasar dan
proses pembelajaran.
dominasi kultural dalam konteks ekonomi-politik
Sekolah dalam pandangan Giroux pada
di dunia pendidikan. Dalam penjelasannya, Apple
dasarnya menjadi manifestasi dari kontestasi
banyak menjelaskan keberadaan sekolah sebagai
berbagai pihak. Giroux, misalnya, mengatakan
representasi dominasi dan pertarungan tersebut.
bahwa pendidik/guru memiliki peran penting
Lebih jauh Apple dalam Giroux dan Purpel (1983:83)
dalam proses transformasi di kelas. Profesi
mengatakan bahwa :
pendidik itu bermartabat agung karena senantiasa mengembangkan intelektualitas transformatifnya.
“in advanced industrial societes, school
Namun demikian, peran guru tersebut termarjinalkan
becomes particularly important as distributors
dari mainstream pendidikan yang berkembang;
this cultural capital…”
logika pasar. Peran guru menghilang dan digantikan dengan sosok guru sebagai tukang instruksi di
Dominasi kultural dalam pandangan Apple
kelas. Sementara itu dalam persaingan tersebut,
dipahami sebagai implikasi sosio kultural kelompok
Giroux melihat posisi murid secara lebih mendalam.
berkuasa terhadap kelompok lainnya yang dianggap
Menurutnya, murid seharusnya diperjuangkan
lebih lemah. Dengan demikian, ada reproduksi
menjadi intelektual kritis, tetapi hanya menjadi
ketimpangan sosio kultural akibat berbagai distorsi
pabrik kuli. Kekerasan yang terhadap dan antarsiswa
praktek pendidikan yang terjadi di sekolah. Apple
didik mencerminkan buramnya institusi pendidikan
memang menjelaskan lebih mendalam tentang
yang tidak memiliki filsafat pendidikan. Padahal,
reproduksi ekonomi, kultural dan ekonomi dalam
dalam pandangan Giroux, hakikat pendidikan
sekolah khususnya dan dunia pendidikan pada
adalah mentransformasikan nilai-nilai humanisasi
umumnya. Menurutnya :
subyek. Singkatnya, kekerasan yang terjadi akibat dominasi dan ketimpangan antara penguasa dengan
“the study of interconnections between ideology
masyarakat yang justru mendehumanisasikan
and curriculum and between ideology and
keduanya.
educational argumentation has important
Akibatnya, Giroux mengatakan sekolah dan universitas terjebak ke dalam pusaran logika pasar
implications for the curriculum field and for educational theory and policy in general”
dan jargon kekuasaan (Giroux, dalam McClaren, 1995:11). Kedua lembaga pendidikan tersebut
Berdasarkan pernyataannya itu, Apple sangat
terseret dalam pusaran-pusaran ini dan berubah
percaya bahwa relasi sosial antara pasar, ideologi
menjadi mesin yang mencetak tukang atau kuli
dan kultural akan memberikan implikasi yang besar
ekonomi. Gagasan Giroux tentang radical education
kepada kebijakan pendidikan di tingkat makro.
justru ingin menempatkan sekolah dan universitas
Pada sisi itu, Apple menyetujui beberapa sosiolog
sebagai ‘public sphere’ yang menjadi-kan murid
pendidikan lainnya meyakinkan bahwa sekolah
dan mahasiswanya sebagai warga yang demokratis
(dan universitas) harus dipahami sebagai process
dan humanis sehingga tercipta a radical democratic
knowledge institution yang memiliki fungsi ideologis.
society (Apple dalam Weis, 2006:203-204). Pada
Sekolah juga oleh Apple dianggap sebagai agen
184
Rakhmat Hidayat, Perspektif Sosiologi tentang Kurikulum
penting terciptanya reproduksi kultural, ekonomi
sekolah hanya sebagai ruang terciptanya reproduksi
maupun ideologis dalam masyarakat. Apple dan
sosial dan repro-duksi ekonomi. Konsepsi Bourdieu
King (1983) mengatakan:
memang lebih komprehensif dibandingkan dengan pemikiran Apple, Giroux maupun Torres. Tesis
“…it is important to realize that while our
Bourdieu tersebut ingin mengatakan bahwa berbagai
educational institutions do functions to distribute
dinamika yang terdapat di sekolah diproduksi oleh
ideological values and knowledge…As a system
kurikulum. Pertama, meski Bourdieu tidak berbicara
of institutions, they also ultimately help produce
khusus tentang kurikulum, tetapi pesan yang ingin
the type of knowledge (as a kind of commodity)
disampaikan sangat terlihat bahwa kurikulum
that is needed to maintain the dominant
menjadi ranah penting dalam keber-adaan sekolah.
economic, political and cultural arrangements
Kedua, melalui kurikulum terjadi pertarungan
that now exist”1
kekuasaan agen-agen di dalamnya. Dalam hal ini Bourdieu kemudian mengintrodusir konsep field.
Apple mengatakan bahwa kurikulum merupakan sebuah ruang yang mempertahankan dominasi
Dengan kata lain, kurikulum jika mengacu kepada Bourdieu merupakan sebuah ranah kekuasaan.
ekonomi, politik dan nilai-nilai budaya. Pandangan
Dari hasil studi diatas menunjukkan bahwa
ini menegaskan bahwa sekolah melalui berbagai
negara tengah menjalankan praktek kekuasa-
prosedur dan standar akademiknya—termasuk di
annya melalui penggunaan seperangkat mekanis-
dalamnya mengguna-kan kurikulum—memberikan
me wacana yaitu dengan pembentukan teks-teks
basis legitimasi terhadap eksistensi kekuasaan
pendidikan untuk menghasilkan berbagai kepatuhan
ekonomi, politik dan ideologi.
Pada level ini,
berupa nilai, cara pandang dunia, dan sebagainya.
Apple berupaya untuk lebih menjelaskan dinamika
Kurikulum sebagai bentuk kekuasaan digunakan
hegemoni, kekuasaan dan kontrol dalam kurikulum
negara dalam memproduksi berbagai cara pandang
serta praktek-praktek pendidikan yang dilakukan
dunia yang harus sejalan dengan cara pandang
guru. Fokusnya terletak pada bagaimana ideologi
negara, dalam hal ini BSNP sebagai agen dominan.
beroperasi dan menyebar membangun ke(tidak)
Bourdieu memberikan gambaran hal-hal mendasar
sadaran diantara setiap individu.
dalam hubungan antara struktur sekolah secara
Pandangan berbeda dijelaskan Torres (2006).
piramida dengan struktur negara dimana ujian
Torres sebagaimana mengutip Levin menempat-kan
nasional yang notabene merupakan produk BSNP
kurikulum (dan juga organisasi sekolah, instruksi,
sebagai alat untuk mendaki suatu struktur piramida
metode pembelajaran) sebagai proses pendidikan
tersebut, yang disebut sebagai state magic (sihir
dalam sebuah formasi kebijakan publik dalam
negara). Sekolah sebagai agen sosialisasi utama
ranah pendidikan. Torres menyebut dua faktor
men-transformasikan suatu warisan kolektif dalam
penting dalam formasi kebijakan publik yaitu
suatu alam ketidaksadaran individu.
pengaruh eksternal dan reformasi pendidikan-
Dalam konteks pertarungan kekuasaan
perencanaan pendidikan. Diantara dua faktor ini,
sebagaimana dijelaskan dalam studi ini, perspektif
Torres menjelaskan bahwa faktor eksternal berupa
Bourdieu dengan berbagai proposisinya relevan
dimensi politik (politik, ekonomi, sosial, budaya,
untuk menjelaskan praktek-praktek kontestasi
budaya, agama, sejarah), hukum dan sumber-
antar agen dalam ranah kurikulum. Bourdieu
sumber anggaran, serta proses pendidikan dianggap
memberikan sebuah gambaran umum bagaimana
lebih determinan dalam menempatkan pendidikan
memahami produksi dan reproduksi wacana sebagai
sebagai ranah penting dalam masyarakat. Pada
representasi praktek sosial. Berbagai wacana
konteks kurikulum sebagai bagian penting proses
(teks kurikulum dan buku teks pelajaran) dalam
pendidikan, Torres menyebutnya dengan social
pandangan Bourdieu bukanlah gejala yang spontan.
outcomes yaitu competition, literacy, political behavior, alienation dan sebagainya. Penjelasan Apple dan Giroux tentang kuri-kulum
Definisi Kurikulum Dalam Perspektif Sosiologi
sebagai ranah sebenarnya sudah dijelaskan oleh
Berdasarkan penjajakan teoritis diatas dapat
Bourdieu (1977; 1991; 1993;) tentang konsepsinya
digambarkan bahwa keempat perspektif yang
185
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 2, Maret 2011
ditawarkan memiliki penekanan masing-masing.
dengan aktor lainnya. Negara mengatur pendidikan
Berdasarkan itu pula kurikulum merupakan: ”sebuah
melalui kekuasaannya dalam merancang dan
ruang dimana para agen dengan kepentingan dan
melaksanakan anggaran, baik di tingkat nasional
modalnya yang berbeda-beda saling bertarung untuk
maupun daerah.
memperjuangkan posisi, pengaruh, prestis dan kedudukan”. Kurikulum merupakan sebuah ranah
Saran
pertarungan berbagai agen dengan habitus dan
Setelah melakukan kajian mendalam mengenai
modalnya masing-masing untuk memperjuangkan
kurikulum sebagai kajian sosiologi, perlu dilakukan
berbagai modal yang diperjuangkannya. Kurikulum
diskusi dan kajian lebih mendalam tentang kurikulum
merupakan sebuah ruang dimana berbagai simbol
dalam berbagai aspek. Selama ini kajian tentang
diproduksi, didistribusikan kepada setiap agen.
kurikulum lebih banyak ditekankan pada kajian
Dalam kontestasi tersebut terjadi ketidak-
pedagogik yang lebih menempatkan kurikulum
setaraan dalam pendistribusian berbagai kapital.
sebagai kajian mikro. Kurikulum lebih ditempatkan
Akibatnya, melahirkan posisi dominan dari agen
pada proses pembelajaran di dalam kelas antara
tertentu. Dengan demikian, tidak dipungkiri selalu
guru dengan murid. Pemikiran beberapa sosiolog
terkondisikan adanya kekerasan simbolik (symbolic
sebagaimana dijelaskan dalam tulisan ini mencoba
violence) terhadap agen tertentu oleh kelompok
melengkapi kajian yang sudah ada sebelumnya.
dominan. Maka, kurikulum juga dapat dipahami
Oleh karena itu, kajian tentang Sosiologi Kurikulum
sebagai mekanisme melahirkan kepatuhan dan
harus mendapatkan perhatian utama dari dunia
penjinakkan kepada guru serta murid dari pihak-
pendidikan terutama menjadi mata kuliah wajib
pihak lainnya. Kurikulum juga menjadi bentuk
bagi jurusan-jurusan kepen-didikan seperti FKIP/
kontrol yang lebih langsung yang sering menjadi
STKIP maupun Perguruan Tinggi Negeri eks IKIP,
sasaran perhatian kekerasan simbolik terhadap
sehingga diharapkan mahasiswa-mahasiswa calon
agen. Agen-agen yang terlibat dalam kontestasi
guru mampu memahami secara lebih komprehensif
kurikulum sangat ditentukan oleh kekuatan
kajian kurikulum. Mereka akan menemukan benang
simbolik (symbolic power) yaitu kekuasaan dalam
merah bahwa kurikulum merupakan kunci penting
mengendalikan simbol dan mengkonstruksi realitas
dari pendidikan yang berlangsung dalam suatu
melalui simbol-simbol tersebut.
masyarakat.
Simpulan dan Saran
Pustaka Acuan
Simpulan
Adnan, Ricardi S., 1992, Pengaruh Kurikulum
Berdasarkan konseptualisasi ke-4 pemikiran
Terselubung terhadap Keberhasilan Siswa
tersebut maka penulis berpendapat bahwa kurikulum
SMA; Studi Kasus SMAN 8 Jakarta, Skripsi
merupakan sebuah field, yaitu serangkaian arena/
Sarjana Jurusan Sosiologi, FISIP UI,
ranah, tempat pelaku sosial bertarung menggunakan habitus dan kapital yang mereka miliki secara efisien,
Depok (tidak dipublikasikan). Alkin, Malkin C, 1992, Encyclopedia of Educational
untuk memperoleh bermacam-macam bentuk
Research (Sixt Edition), Macmillan Library.
kapital lain. Pada sisi lain, kurikulum juga dapat
Apple, Michael W. 1990. Ideology and Curriculum.
dipahami sebagai pasar tempat berlangsungnya
New York-London: Routledge.
pertukaran berbagai jenis kapital, tempat individu
Bestor, Arthur E, Jr. 1956. The Restoration of
saling bersaing dengan tujuan untuk mengubah ketidakseimbang-an distribusi kapital yang terjadi. Menempatkan kurikulum sebagai field menjadi
Learning, New York: Knopf Bourdieu, Pierre, 1977. Cultural Capital and Social reproduction dalam Karabel, Jerome dan
strategis untuk membongkar terjadinya per-
A.H. Halsey (1977). (ed). Power and
tarungan kekuasaan tersebut. Negara dalam
Ideology in Education. New York; Oxford
konsepsi tersebut dipahami sebagai institusi yang
University Press.
mengoperasionalkan kekuasaannya. Tepatnya,
Bourdieu, Pierre,1991. Language and Symbolic
dalam pengaturan pendidikan melalui kebijakan
Power. Cambridge: Harvard University
kurikulum yang tidak bisa dipisahkan dari kontestasi
Press.
186
Rakhmat Hidayat, Perspektif Sosiologi tentang Kurikulum
Bourdieu, Pierre,1993. The Field of Cultural
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994.
Production. Cambridge: Polity Press Darder, Antonia. Et. Al, 2003. (ed). The Critical
Kurikulum 1994: Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum, Standar Isi Kurikulum
Pedagogy Reader. New York: Routledge. dan Pengelolaan Kurikulum, Pengelolaan Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta: Depdikbud. Departemen Pendidikan Nasional, 2003. UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Fibra, Adsina, 2002. Kurikulum Tersembunyi dalam Pendidikan Sekolah Dasar Katolik; Kasus SD Fransiskus Bukit Tinggi, Sumatera Barat, Skripsi Sarjana Departemen Antropologi, FISIP UI, Depok (tidak dipublikasikan). Giroux, Henry dan David Purpel (ed), (1983), The Hidden Curriculum and Moral Education, California: McCutchan Publishing Corporation Giroux, Henry A, 1992. Border Crossing; Cultural Workers and The Politics of Education, New York: Rotledge. Hutchins, R.M. 1936. The Higher Learning in America. Yale: New Haren Karhami, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Dasar & Menengah (Upaya Menyeimbangkan Tiga Kepentingan: Masyarakat-Pembelajar-Keilmuan) dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 024, Tahun ke-6, Juli 2000. Keputusan Presiden RI No. 145/Tahun 1965 tentang Nama dan Rumusan Induk Sistem Pendidikan Nasional Keputusan MPR No. II/MPR/1973 tentang Pertanggungjawaban Presiden RI Soeharto selaku Mandataris MPR Kusumo, 2004. Pendidikan Sebelum Masa Kolonial dalam Salim (2004). Indonesia Belajarlah; Membangun Pendidikan Indonesia. Semarang: Gerbang Madani. Levey. 1993. (ed). School Dictionary 3, New York: MacMillan/McGraw-Hill. McClaren, Peter, 1995, Critical Pedagogy and Predatory Culture;Oppositional Politics in Postmodern Era, London: Routledge. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Pusat dan Kewenangan Provinsi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) No 22/2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) No 23/2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah Phenix, PH., 1962. The Discipline as Curriculum Content, in A Harry Passow (ed). Curriculum Crossroads:Report of a Curriculum Conference. New York:Bureau of Publications Teacher Seda, Francisia SSE. 1987, Kurikulum Terselubung dan Modernitas Individu (Suatu Studi Kasus Mengenai Sekolah sebagai Agen Sosialisasi), Skripsi Sarjana Jurusan Sosiologi FISIP UI, Jakarta (tidak dipublikasikan) Suryana, Pendidikan Masa Kolonial dalam Salim, 2004. Indonesia Belajarlah: Membangun Pendidikan Indonesia. Semarang: Gerbang Madani. Silverius, Masa Depan Kurikulum Masa Depan, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 046, Tahun Ke-10, Januari 2004. St Kartono, KTSP Menuju Kurikulum “Less Is More” dalam http://www.kompas.com/kompascetak/0611/21/jogja/1030938.htm-Selasa, 21 November 2006 Tap MPRS No. XXVII/MPRS/1966 tentang Agama, Pendidikan, dan Kebudayaan Tilaar, H.A.R. 1995, 50 Tahun Pembangunan Pendidikan Nasional 1945-1995: Suatu Analisis Kebijakan, Jakarta: Penerbit Grasindo. Tilaar, H.A.R.2003. Kekuasaan dan Pendidikan; Suatu Tinjauan dari Perspektif Studi Kultural, Magelang: IndonesiaTera.
187
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 2, Maret 2011
Torres, Carlos Alberto. 2006. Schooling, Power, and The Exile of The Soul dalam Weis, Louis, et. Al (2006). (ed). Ideology, Curriculum, and the New Sociology of Education. New York-London: Routledge. Undang-Undang No. 4 tahun 1950 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah Undang-Undang No. 1950 tentang Pendidikan dan Pelajaran Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Undang-Undang No. 22 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Weis, Lois et.al (2006) (ed), Ideology, Curriculum, and The New Sociology of Education (Revisiting the Work of Michael Apple), New York: Routledge. Zed, Mestika, Ilmu Sosial Indonesia dalam Wacana Metodenstrein dalam Abdullah, Taufiq (ed), 2006. Ilmu Sosial dan Tantangan Zaman. Jakarta: Raja Grafindo Persada
188