Perspektif Penulisan Artikel Tentang Poligami Di Jurnal Perempuan Edisi 31 ( Studi Analisis Wacana )
SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Strata 1 (S1) Ilmu Komunikasi
Diajukan Oleh : Nama
: Bayurini Barkah Sofiatun
NIM
: 04101 - 007
Bidang Studi
: Broadcasting
Fakultas Ilmu Komunikasi UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2008
UNIVERSITAS MERCU BUANA FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI BIDANG STUDI BROADCASTING
LEMBAR PERSETUJUAN SIDANG SKRIPSI
: Perspektif Penulisan Artikel Tentang Poligami
Judul Skripsi
Di Jurnal Perempuan Edisi 31 ( Studi Analisis Wacana ) Nama
: Bayurini Barkah Sofiatun
NIM
: 04101 – 007
Program Studi
: Broadcasting
Tanggal
: 14 Mei 2008
Mengetahui, Pembimbing I
Dra. Agustina Zubair, M.Si
Pembimbing II
Heri Budianto, S,Sos, MSi
UNIVERSITAS MERCU BUANA FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI BIDANG STUDI BROADCASTING
LEMBAR TANDA LULUS SIDANG SKRIPSI
: Perspektif Penulisan Artikel Tentang
Judul Skripsi
Poligami Di Jurnal Perempuan Edisi 31 ( Studi Analisis Wacana ) Nama
: Bayurini Barkah Sofiatun
NIM
: 04101 – 007
Program Studi
: Broadcasting Jakarta,
Mei 2008
1. Ketua Sidang Nurprapti W. Widyastuti, S.sos, Msi
(.................................)
2. Penguji Ahli Feni Fasta,S.E, M.Si
(..................................)
3. Pembimbing I Dra. Agustina Zubair, MSi
(..................................)
4. Pembimbing II Heri Budianto S,Sos, Msi
(..................................)
UNIVERSITAS MERCU BUANA FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI BIDANG STUDI BROADCASTING
LEMBAR PENGESAHAN REVISI SKRIPSI Judul Skripsi
: Perspektif Penulisan Artikel Tentang
Poligami Di Jurnal Perempuan Edisi 31 ( Studi Analisis Wacana ) Nama
: Bayurini Barkah Sofiatun
NIM
: 04101 – 007
Program Studi
: Broadcasting Jakarta,
Juni 2008
Disetujui dan Diterima Oleh, Pembimbing I
Pembimbing II
Dra. Agustina Zubair, M.Si
Heri Budianto, S,Sos, Msi
Mengetahui, DEKAN FIKOM UMB Fakultas Ilmu Komunikasi UMB
Dra. Diah Wardhani, M.Si
Kepala Bidang Studi Bidang Broadcasting
Drs. Riswandi, Msi
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI BIDANG STUDI BROADCASTING UNIVERSITAS MERCU BUANA
ABSTRAKSI
Bayurini Barkah Sofiatun (04101 – 007) Perspektif Penulisan Artikel Tentang Poligami Di Jurnal Perempuan Edisi 31 ( Studi Analisis Wacana ) vii + 71 halaman + 2 lampiran Bibliografi 20 acuan (1983 – 2008)
Fenomena Poligami telah lama berkembang, seiring dengan berkembangnya kebudayaan manusia. Tradisi poligami merupakan tradisi yang sama tuanya dengan peradaban manusia. Fenomena poligami yang begitu dasyat menyerbu Indonesia bersama dengan nilai-nilai yang dibawanya. Pro dan kontra atas praktek poligami kian besar, poligami tidak hanya menjadi perdebatan pada level elite politik tetapi juga pada masyarakat umum. Pijakan mereka yang kontra terhadap poligami yaitu hendak membebaskan perempuan dari segala bentuk eksploitasi dan dominasi kaum laki-laki termasuk dalam pernikahan. Media massa memang tak terlepas dari penggunaan bahasa dan kaitannya dengan ideologi yang dibangun untuk masyarakat. Penggunaan bahasa menjadi kian penting karena masyarakat menjadi lemah dan termakan secara tidak sadar oleh media. Melalui Critical Linguistics, penggunaan bahasa dan ideologi menjadi terungkap, ke arah mana media massa akan menuju. Elemen-elemennya yang dapat mengungkap ideologi tersebut adalah penggunaan struktur bahasa, kosakata, majas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ke empat artikel dalam Jurnal Perempuan Edisi 31 menggunakan kosakata versi mereka dalam menggambarkan realitas. Penggunaan kata sambung, kata ganti dan majas dimungkinkan dalam membahas realitas yang ada disesuaikan dengan keinginan media tersebut.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil?’alamiin, segala puja dan puji hanya teruntuk Allah SWT yang memberikan begitu banyak nikmat sehingga skripsi ini dapat selesai. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang amat banyak kepada seluruh pihak yang telah membantu atas selesainya skripsi ini, khususnya kepada: 1. Ibu Agustina Zubair selaku pembimbing satu yang telah bersusah payah membimbing saya. 2. Bapak Heri Budianto selaku pembimbing dua yang
masih sempat
membimbing di tengah padatnya jadwal beliau. 3. Kepada Redaksi Jurnal Perempuan ( Ibu Adriana Venny ) atas bantuannya dalam memberikan informasi. 4. Keluarga Besar bapak Bambang Sutardi dan Ibu Sri Yulianti atas biaya kuliah dan kesabarannya dalam menantikan kelulusan saya, My litle Sist, Bayu Sari Wulan yang sudah mau mencarikan referensi di tengah perkuliahan di solo, My Litle Bro’ Bayu Tirta Bantala yang selalu nanya ”kapan ni kerjanya???” 5. Yan Ratianto, suami ku yang selalu sabar dan penuh pengertian dalam mendukung setiap keputusan, hingga skripsi ini selesai. 6. Keluarga Besar Fikom, Pak Riswandi untuk semua tanda tangan dan kemudahan yang di berikan, Pak Ponco atas bimbingannya selama ini, Mas Mawi, Mas Ervan, Pak Hari, Pak Jack, Mba Lila, Pak Aep maaf loh kalau selama ini Bayu selalu ngerepotin....
7. Untuk Kawan – Kawan ”Pedang Bintang”, thanks untuk motivasi selama ini. Perjuangan ini belum berakhir Kawan!! 8. Seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Dalam penyusunan skripsi ini saya sadari masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu atas kritik, saran dan masukkan saya ucapkan terimakasih.
Juni 2008
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul Lembar Persetujuan Skripsi Daftar Isi Daftar Tabel Kata Pengantar Persembahan Abstraksi BAB I PENDAHULUAAN 1.1. Latar Belakang......................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah.................................................................... 8 1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................... 8 1.4. Manfaat Penelitian................................................................... 8
BAB II KERANGKA PENELITIAN 2.1. Komunikasi Massa................................................................. 9 2.2. Media Cetak........................................................................... 10 2.3. Perempuan Dan Media Massa ............................................... 14 2.4. Analisa Wacana...................................................................... 16 2.5. Paradigma Kritis ................................................................... 21 2.6. Ideologi.................................................................................. 22 2.7. Ideologi Feminis..................................................................... 25 2.8. Jurnalisme Berperspektif Gender .......................................... 28 2.9.Bahasa......................................................................................29
BAB III METODOLOGI 3.1. Sifat Penelitian....................................................................... 34 3.2. Metode Penelitian.................................................................. 34 3.3. Teknik Pengumpulan Data.................................................... 37 3.4. Unit Analisis.......................................................................... 38 3.5. Fokus Penelitian..................................................................... 38 3.6. Teknik Analisis...................................................................... 39
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Obyek Penelitian.................................................. 43 4.2. Hasil Penelitian..................................................................... 50 4.3. Pembahasan........................................................................... 68
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan............................................................................. 71 5.2 Saran...................................................................................... 72
Daftar Pustaka........................................................................................................74 Lampiran-lampiran
DAFTAR TABEL
Tabel 1
: Elemen Wacana Van Dijk
Tabel 2
: Fokus Penelitian Elemen Wacana Van Dijk
Tabel 3
: Daftar tulisan
dalam artikel berjudul : Kebijakan Poligami
Kekerasan Negara Terhadap Perempuan.
Tabel 4
: Daftar tulisan dalam artikel berjudul : Ilusi Poligami
Tabel 5
: Daftar tulisan dalam artikel berjudul : Poligami Saatnya melihat Realitas
Tabel 6
: Daftar tulisan dalam artikel berjudul : Meninjau Poligami Perspektif Antropologis dan Keharusan Mengubahnya.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Gabner menulis, "komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri.”1 Secara umum fungsi komunikasi massa merupakan salah satu bentuk spesialisasi dari komunikasi. Bila ada yang membedakannya hal itu disebabkan karena adanya unsur media massa dalam bentuk komunikasi massa secara umum dalam hal ini bias disamakan dengan fungsi media massa. Dewasa ini seiring dengan perkembangan jaman, media massa semakin banyak, dan bersaing dalam setiap pemberitaannya dalam hal mecari khalayak. Media massa menjadi sesuatu yang lebih pribadi, hal ini karena media massa menawarkan kebutuhan yang berbeda pada seiap khalayak. Media massa semakin banyak dijadikan sebagai obyek studi. Gejala ini seiring dengan kian meningkatnya peran media massa itu sendiri sebagai suatu institusi penting. Media sering kali berperan sebagai wahana pengembangan kebudayaaan, seperti halnya tata cara, norma-norma. Fungsi umum dari media massa dalam masyarakat sebagai berikut : Informasi : menyediakan informasi tentang peristiwa dan kondisi dalam masyarakat dan dunia, menunjukan hubungan kekuasaan, memudahkan inovasi, adaptasi, dan kemajuan. Korelasi : menjelaskan, menafsirkan, mengomentari makna peristiwa dan informasi; menunjang otoritas dan norma-norma mapan; melakukan sosialisasi; 1 1
Denis Mcquail dan Windabil, Sven Model-model komunikasi, Uni Prima Jakata 1985
mengkoordinasi beberapa kegiatan; membentuk ksepakatan; menentukan urutan prioritas dan memberikan status relative.Kesinambungan: mengekspresikan budaya dominan dan mengakui kebudayaan khusus / subculture serta perkembangan budaya baru; meningkatkan dan melestarikan nilai-nilai. Hiburan: menyediakan hiburan, pngalihan perhatian, dan sarana relaksasi; meredakan ketegangan social.Mobilisasi : mengkampanyekan tujuan masyarakat dalam bidang politik, perang, pembangunan , ekonomi, pekerjaan dan kadang kala juga dalam bidang agama.2 Media cetakpun mengalami perkembangan yang amat pesat. Di Indonesia sendiri terdapat ragam media cetak yang menawarkan keunggulannya masingmasing. Melihat perkembangan teknologi yang kian pesat, menjadikan kebutuhan khalayak akan informasi semakin besar. Informasi dijadikan konsumsi setiap saat oleh masyarakat, dan ini membuat media cetak bersaing dalam menyuguhkan informasi. Di tengah arus informasi yang kian cepat, dan dapat diakses di mana saja, dengan mengandalkan kekuatan visualnya, disamping mencari keuntungan media cetak juga bersaing dalam menarik minat khalayak. Sesuai dengan fungsi pers, sebagai penyebar informasi yang pertama dari media cetak dimana pembaca permanen atau pembaca tidak permanen yang memerlukan informasi mengenai berbagai peristiwa, ide atau komentar mengenai apa-apa yang terjadi. Kedua mendidik, media cetak dituntut untuk membuat berita-berita tentang pengetahuan, sehingga khalayak pembaca bertambah pengetahuannya. Ketiga menghibur, selain berita-berita politik, ekonomi, criminal, pemberitaan media cetak juga menyediakan hiburan sebagai pengalihan dan sarana relaksasi guna meredakan ketegangan sossial. Keempat sebagai control 2
Dennis Mcquail : Teori Komunikasi massa Suatu pengantar, Erlangga Jakarta hal 69
social, media cetak harus netral dan balance. Dalam segi pemberitaan media cetak tidak boleh memihak pada salah satu kepentingan atau golongan tertentu. Semakin banyaknya media cetak yang menawarkan informasi sesuai dengan kebutuhan orang–perorang, maka semakin banyak khalayak yang tergantung akan media cetak
tersebut. Dalam merebut khalyak, media cetak
menjadi hal yang lebih pribadi, seperti menjadi sarana informasi bagi salah satu kelompok tertentu. Di era reformasi, era di mana segala informasi dapat diakses secara bebas dan transparan, media cetak semakin kompetitif dalam segi pemberitaan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa media massa memiliki peran yang relatif besar dalam menyebarluaskan informasi. Hal ini tidak dipungkiri karena media massa mampu menjangkau seluruh daerah sampai pelosok terpencil sekalipun. Dalam kaitannya dengan relasi gender akibat kemampuan media massa tersebut maka media massa dianggap mampu melestarikan idiologi gender.3 Hal ini dikarenakan media massa berperan sebagai salah satu lembaga sosial. Artinya media massa merupakan bentuk sekaligus cara melembaganya komunikasi sosial dengan sarana dan kebiasaan yang terselenggara melalui komunikasi massa. Idealnya sosok media massa dapat memberikan gambaran tentang perempuan berdasarkan pada pean media massa sebagai alat perubahan social. Pemberitaan tentang perempuan selayaknya bertujuan untuk mendorong kearah apreesiasi harkat dan martabat perempuan yang lebih tinggi dan terhormat dalam berbagai situasi dan kondisi. Apabila media massa menempatkan dirinya sebagai lembaga komersil semata-mata, maka berita tentang perempuan akan 3
Sobur , Alex. Analisis Teks Media, Bandung Remaja Rosdakarya hal 37
lebih tercermin pada sikap eksploitatif terhadap penampilan fisik perempuan semata. Jurnal Perempuan merupakan jurnal berkala yang memuat lebih banyak isu-isu tentang gender. Jurnal Perempuan diasumsikan oleh kelompok masyarakat kelas menengah seperti kaum aktivis, akademisi, pekerja dan sebagainya. Gaya penulisan Jurnal Perempuan ini cenderung feature, membuat pembaca terhanyut, dan seakan-akan mengalami segala bentuk kejadian yang terdapat dalam setiap artikel. Menurut laporan tahun 1995 di LIPI ada 516 terbitan jurnal yang sudah memiliki izin. Jumlah tersebut meliputi semua terbitan berkala, baik umum, popular ataupun yang bersifat ilmiah. 4 Yayasan Jurnal Perempuan ( YPJ ) merupakan salah satu dari sekian banyak lembaga yang memperhatikan semua permasalahan yang berkaitan dengan perempuan. Melalui penerbitan jurnalnya, YPJ ingin agar pandangan tentang perempuan dapat lebih dilihat sebagai subyek daripada obyek. Dalam mengemban visinya sebagai jurnal feminisme, Jurnal Perempuan melakukan sosialisasi secara terus menerus mengenai gagasan-gagasan gender kepada masyarakat. Selain meningkatkan kesadaran hak-hak perempuan, Jurnal Perempuan melakukan kajian serta informasi kesetaraan gender. Salah satu isu yang paling dan sempat menjadi sorotan tajam pada akhir tahun 2003 oleh para aktivis perempuan termasuk para feminis Islam dan diangkat dalam Jurnal perempuan adalah Poligami. Pasalnya, poligami dinilai sangat bertentangan dengan platform gerakan pembebasan perempuan yang selama ini di kumandangkan oleh para pegiat hak-hak kaum hawa.
4
Pusat Informasi Kompas, kompas Sabtu 03-08-1996
Tradisi poligami adalah tradisi yang sama tuanya dengan peradaban manusia. Tercatat dalam sejarah Israel kuno bahwa Raja Solomon /Nabi Sulaiman memiliki 700 istri dan 300 selir. Dalam sejarah masyarakat Islam formatif tercatat beberapa tokoh yang juga memiliki banyak istri. Salah seorang pemimpinpemimpin besar kekhalifahan Abbasiyah yang membawa Islam ke jaman keemasan, Harun Ar-Rasyid, membangun tempat besar khusus untuk lebih dari seribu selirnya. Demikian pula yang terjadi pada raja-raja Jawa dahulu.5 Sudut pandang antropologi dalam melihat praktek poligami pada masyarakat-masyarakat tradisional memiliki factor pendorong yang tidak selalu terkait dengan penyaluran hasrat-hasrat seksual. Di dalamnya terkandung pula kepentingan ekonomi dan pertimbangan social, baik untuk laki-laki maupun bagi perempuan sendiri. Dengan memiliki lebih dari seorang istri, dan juga dengan anak-anak yang cukup banyak, maka tenaga kerja yang tersedia dalam rumah tangga menjadi bertambah dn hal itu dapat membantu
pekertjaan di sector
pertanian atau sector jasa perdagangan lainnya. Di sampiing itu, pekerjaanpekerjaan di ranah domestic menjadi lebih terbantu.6 Dengan demikian, praktek poligami itu terkait dengan pembagian kerja seksual untuk kepentingan ekonomi, suatu upaya untuk menambah input tenaga kerja yang membantu pekerjaan di sektor produksi serta di sektor reproduksi dan konsumsi di lingkungan rumah tangga. Namun tidak semua suami pada kelompok masyarakat pra industrial mengenal poligami dan memepraktekannya. Tidak pernah didapatkan adanya keluarga inti yang 100% poligami, diperkirakan dari 20% laki-laki dari warga
5 www.kompas.com Senin 16 September 2002 oleh Suhadi cholil ,center for religius and cross cultural studies UGM. 6 Gerald R. Leslie The Famili In Social Contex, New york : oxford university press 1979 hal 30
suatu kelompok masyarakat yang melakukan poligami adalah berasal dari kelas atas.7 Fenomena poligami yang begitu dasyat menyerbu Indonesia bersama dengan nilai-nilai yang dibawanya tidak hanya menjadi perdebatan pada level elite politik, tetapi juga pada masyarakat umum. Pro dan kontra atas praktek poligami kian besar. Di akhir 2001 muncullah Puspo Wardoyo, seorang pengusaha yang memiliki sejumlah rumah makan Ayam Bakar Wong Solo di berbagai kota besar Indonesia dan mengaku sukses melakukan poligami dengan empat orang istri. Kampanye yang dilakukannya sangat produktif melalui media cetak maupun elektronik, dan menerbitkan buku kiat sukses berpoligami. Fenomena poligamipun kian merebak, seperti yang terjadi pada salah satu Da’I terkenal pada pertengahan tahun 2006. hal ini menjadikan poligami kembali di pertanyakan dan di perdebatkan oleh berbagai lapisan masyarakat. Bahkan peristiwa tersebut mengakibatkan perubahan pada undang-undang perkawinan dan semakin di perketatnya aturan poligami yang diatur melalui peraturan pemerintah. Sebenarnya perlawanan terhadap poligami di Indonesia telah ada menjelang tahu 1920-an yang dilakukan kaum perempuan baik yang secara individual maupun organisasi.8 Mereka meminta agar pemerintah untuk mengusahakan agar kejadian poligami tidak meluas, karena dampaknya akan memakan korban, khususnya kaum perempuan dan anak-anak. Pijakan mereka yang kontra terhadap poligami cukup jelas, yaitu hendak membebaskan perempuan dari segala bentuk eksploitasi dan dominasi kaum lakilaki, termasuk dalam pernikahan. Sayangnya, tidak sedikit kelompok gerakan perempuan yang menentang poligami, terjebak secara reaksioner dalam meladeni 7 8
Ibid hal 29 Jurnal perempuan edisi 31 hal 75
wacana agama yang dilontakan kelompok pro poligami. Karena itu munculnya Poligami Award pertengahan tahun 2003 di Hotel Aryaduta Jakarta, tidak hanya kontra diktif dengan visi-misi yang diusung oleh kelompok reformis perempuan, tetapi juga semakin mengundang pro dan kontra seputar poligami. Praktek poligami dicap oleh kaum feminis sebagai bentuk pengunggulan kaum laki-laki dan penegasan bahwa fungsi istri dalam perkawinan adalah hanya untuk melayani suami. Praktek poligami sendiri pada hakekatnya merupakan bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Ini dapat terlihat dari alasan-alasan yang dapat dipakai oleh pengadilan agama untuk memberi izin suami melakukan poligami. Perdebatan mengenai poligami semakin menarik. Fenomena ini menjadi perdebatan yang tak henti-hentinya, ditambah legitimasi undang-undang perkawinan di Indonesia yang berbau poligami membuat isu mengenai poligami takkan habis diperdebatkan. Menyimak artikel di Jurnal perempuan Edisi 31 mengenai Poligami, menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi penulis. Sehinga penulis ingin mengetahui lebih dalam bagaimana Jurnal Perempuan menyajikan wacana poligami yang seutuhnya. Jurnal perempuan dipilih sebagi obyek dari penelitian ini karena dari Jurnal Perempuan lahir pemikiran – pemikiran yang baru, dimana perempuan tidak lagi terus dipermalukan di media massa. Selain itu karena Jurnal perempuan merupakan media yang pas untuk dijadikan bahan penelitian berkaitan dengan judul penelitian ini. Hal ini di karenakan artikel-artikel yang terdapat dalam Jurnal Perempuan mengulas fakta lebih dalam mengenai poligami.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalahnya adalah : “ Bagaimana perspektif penulisan artikel tentang poligami di Jurnal Perempuan Edisi 31 ? “
1.3 Tujuan Penelitian Dari pokok permasalahan diatas dengan demikian penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut untuk mengetahui perspektif penulisan artikel tentang poligami di Jurnal Perempuan edisi 31.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Akademis Sebagai bahan masukan bagi perkembangan ilmu komunikasi pada umumnya dan bidang jurnalistik pada khususnya. Penelitian ini berusaha untuk membuka wacana yang lebih beragam mengenai interprestasi jurnalisme gender yang memang harus di kembangkan dalam seluruh perkembangan dan dinamika komunikasi di bidang jurnalistik 1.4.2 Manfaat Praktis Memberikan gambaran serta masukan kepada media cetak khususnya Juirnal Perempuan mengenai perspktif wacana poligami . Sehinggga Jurnal perempuan lebih berkembang dan dapat menjadi wadah bagi siapa saja yang membutuhkan terutama kaum perempuan.
BAB II KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Komunikasi Massa Bitner
merumuskan
komunikasi
massa
adalah
pesan
yang
dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang.9 Secara umum komunikasi massa diartikan sebagai komunikasi yang di tujukkan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, anonym melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara erentak dan sesaat. Secara umum fungsi komunikasi massa merupakan salah satu bentuk spesialisasi dari komunikasi. Bila ada yang membedakannya hal itu disebabkan karena adanya unsure media massa dalam bentuk komunikasi massa secara umum dalam hal ini bias disamakan dengan fungsi media massa, yaitu : memberikan informasi, memberikan pendidikan dan membimbing, menghibur, mempengaruhi khalayak, pengembangan mntal, adaptasi lingkungan, manipulasi lingkungan. Secara khusus komunikasi massa memiliki fungsi : meyakinkan mengukuhkan, mengubah, menggerakkan, menawarkan etika/system nilai tertentu , menggerakan status, membius, menciptakan rasa kebersamaan, privatisasi. Proses komunikasi massa yaitu proses pengoperan lambing-lambang yang berarti yang di lakukan melalui saluran-saluran dalam hal ini media massa.10 Umumnya kita lebih tertarik bukan kepada apa yang kita lakukan kepada media, tetapi kepada apa yang dilakukan media kepada kita. Kita ingin tahu bukan untuk apa kita membaca surat kabar atau menonton televise, tetapi bagaimana 9
Denis Mcquail dan Windabil, Sven Model-Model komunikasi Uni prima Jakarta 1985 Dennis Mcquail : Teori Komunikasi massa Suatu pengantar, Erlangga Jakarta hal 69
10
10
surat kabar dan televisi menambah pengetahuan, mengubah sikap atau menggerakan perilaku kita. Inilah yang disebut efek komunikasi massa seperti yang dinyatakan oleh Donald K. Robert ada yang beranggapan bahwa efek hanyalah perubahan perilaku manusia setelah diterpa pesan media. Karena fokusnya pesan maka efek haruslah berkaitan dengan pesan yang disampaikan dengan media akan mengesampaikan banyak sekali pengaruh media massa. Kita cenderung melihat efek media massa, baik yang berkaitan pesan maupun dngan media itu sendiri. Menurut Steven M Chafee ini adalah pendekatan pertama dalam melihat efek media massa. Pendekatan kedua ialah melihat jenis perubahan yang terjadi pada diri khalayak komunikasi massa - penerima informasi, perubahan-perubahan atau sikap, dan perubahan perilaku atau dengan istilah lain perubahan kognitif, afektif, dan behavioral. Pendekatan ke tiga meninjau satuan observasi yang dikenal efek komunikasi massa – individu, kelompok. Masyarakat atau bangsa.11
2.2 Media Cetak Media cetak terdiri atas surat kabar, majalah, brosur, pamphlet, buku cetak. Sejarah media modern bermula dari buku cetak. Buku tetap merupakan sarana utama untuk mengkomunikasikan pengetahuan. Buku merupakan sesuatu yang sentral dalam pemberian informasi, hiburan, analisis, dan pendidikan bagi jutaan orang di seluruh dunia. Buku memiliki keuntungan diantaranya : mudah dibawa-bawa, dan tidak memerlukan teknologi canggih untuk mengaksesnya. Hampir ratusan tahun setelah ditemukannya percetakan barulah apa yang sekarang ini kita kenal sebagai surat kabar prototif dapat dibedakan dengan surat
11
Ibid hal 218-219
edaran, pamphlet dan buku berita berakhir abad keenam belas dan abat ke tujuh belas.12 Surat kabar pertamakali lahir tidak dari satu sumber, tetapi dari gabungan kerja sama antara pihak percetakan dengan pihak penerbit. Ragam surat kabar resmi mimiliki beberapa cirri khas yang sama dengan surat kabar komersil, tetapi juga berfungsi sebagai terompet penguasa dan alat pemerintah. Surat kabar komersil merupakan ragam yang sangat berpengaruh dalam proses pembentukan institusi surat kabar. Pengaruh surat kabar komersil merupakan tonggak penting dalam sejarah komunikasi, karena sejak itu pola pelayanan beralih kepara anggota masyarakat pembaca yang tidak dikenal, dan bukan alat propaganda penguasa. Surat kabar memiliki inovasi yang lebih tinggi,karena dalam surat kabar memuat bentuk karya tulis social budaya yang baru. Sejarah perkembangan surat kabar selanjutnya dapat dipaparkan sebagai serangkaian perjuangan , kemajuan dan pengulangan yang mengarah ke iklim kebebasan.13 Dari iklim kebebasan inilah maka muncul beraneka bentuk media cetak lainnya, diantaranya berupa majalah. Majalah merupakan salah satu jenis media cetak untuk menyampaikan pesan kepada khalayak yang berisi kumpulan artikel yang dicetak dalam lembaran dan di jilid dalam bentuk buku. Biasanya majalah terbit dua minggu sekali, sebulan sekali bahkan ada yang tiga bulan sekali. Majalah ada yang bersifat umum yaitu majalah yang informasinya di peruntukkan oleh segala lapisan masyarakat, tetapi majalah juga ada yang bersifat khusus. Jurnal perempuan merupakan salah satu jenis media cetak yang berupa artikel artikel yang di bukukan dan bersifat khusus dimana artikelnya hanya berisi 12
Denis Mcquail Teori Komunikasi Massa, Erlangga, Jakarta 1996 hal 9 K. Santana, septiawan, Jurnalisme Kontemporer, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2005 hal 96 13 13
isu-isu yang bersifat gender dan di tujukan hanya pada lapisan masyarakat tertentu. Jurnal sendiri masuk kedalam majalah opini, karena didalam jurnal terdapat berbagai artikel opini dan memili visi tertentu. Biasanya kredibilitasnya mendorong banyak penulis mengirimkan pemikiran-pemikiranny. Para penulis kebanyakan mencari prestise. Mereka mengirimkan artikelnya dengan harapan namanya tercatat dalam konstelasi para elite intelektual.14 Artikel jurnalistik mengikuti ruang dan waktu pelaporan jurnalisme. Gaya dan isi artikel jurnalistik memiliki kecepatan yang sama dengan berita. Punya kepadatan yang sama . artikel ditulis sepersis di ruang pemberitaan : kata-kata, kalimat-kalimat, dan paragraf –paragrafnya harus ringkas dan jelas.15 Bedanya hanya di model, artikel jurnalistik tidak memakai piramida terbalik. Tidak mengurutkan yang penting di atas, yang krang penting di bawah. Artikel bisa menggunakan ragam pilihan. Artikel harus dikemas sepadat mungkin. Uraiannya diatur, setelah memiliki topik actual yang menarik, berbagai bahannya disusun kembali. Dari puluhan catatan, sekian wawancara, sejumlah brosur, beberapa laporan, dan sekian bahan lainnya, semuanya harus dijadikan satu. Semuanya mesti dicampur menjadi kisah yang menarik dan mengandung lead yang kuat. Ada dua jenis artikel jurnalistik yaitu kolom dan tajuk rencana.16 Kolom sendiri terdapat dua pengertian yaitu kolom sebagai lajur dan kolom sebagai sebuah jenis tulisan. Sebagai lajur akan kita temukan saat membolak-balik halaman surat kabar dan majalah. Kita akan menatap berbagai lajur. Tiap lajur membagi halaman Koran atau majalah dengan berbagai berita. Ada yang
14
Ibid hal 96 Ibid hal 5 16 Ibid hal 56 15
membaginya melalui garis-garis tipis, ada yang memakai batas spasi, ada juga yang tidak sama sekali memakai pembatas. Berbagai garis atau pembatas ini disebut kolom.17 Sebagai tulisan, akan kita temukan sekotak pembatas bergaris atau bukan, yang berisi teks artikel ketika membuka halaman demi halaman surat kabar dan majalah. Biasanya nama penulisnya tercantum atu ada juga yang dibubuhi photo penulis atu diberi ilustrasi gambar pignet atau karikatur. Ilustrasi ini memaknai isi tulisan.18 Artikel juranalistik yang kedua adalah tajuk rencana. Tajuk rencana sering kita kenal dengan editorial, namun dalam bahasan ini editorial tertuju pada tulisan tajuk rencana yang ditulis khusus oleh redaksi koran dan majalah. Ada unsur penting dalam tajuk rencana yaitu Fakta, karena berdasarkan fakta berbagai opini tajuk rencana dibuat. Gambaran permasalahan dideskripsikan, dan dicarikan atau diusulkan jalan keluarnya. Tanpa landasan fakta, opini sebuah media akan dinilai sebagai fitnah.19 Yang kedua Interpretasi. Interpretasi adalah proses memadukan kegiatan
memahami suatu
fenomena
dengan
kegiatan
mengungkapkan,
menerangkan dan menerjemahkannya menjadi suatu pesan yang siap untuk dikomunikasikan kepada orang lain.20 Yang terakhir opini. Opini disisni merupakan pernyataan media terhadap persoalan yang tengah dibahasnya. Melalui pernyataan-pernyataannya, sikap sebuah media terlihat, sehingga masyarakat paham.21
17
Ibid hal 59 Ibid hal 59 19 Ibid k, Santana setiawan hal 66 20 Ibid hal 67 21 Ibid hal 67 18
Selain jenis artikel yang telah terpaparkan di atas, ternyata para akademisi menghimpun dan mengategorikan berbagai artikel.22 Salah satunya adalah Esai. Esai masuk kedalam jenis artikel opini. Mengikuti karakterirtik artikel maka sebuah esai harus antisipatif. Materinya harus selalu aktual, menjangkau waktu di depan masa cetak, tapi menyelinap dibalik berita, esai mesti interpretatif. Menjawab pertanyaan tentang makna sebuah berita. Esai juga mesti propokatif. Harus bisa menarik atensi dan minat pembaca. Penulis dapat menyajikan dengan gaya yang bersifat reflektif, diskursif, persuasif, atau instruktif. Dengan kata lain esai harus menyentuh emosi.23 Esai mesti disampaikan secara menghibur. Yaitu dengan anekdot, kiasan, tamsil, metaphor, aliterasi, contoh-contoh bahkan statement-statement dari para ahli dan penghibur. Selain itu bisa pula meminjam naskah iklan, fiksi sastra, liputan investigasi, bahkan teori ilmu sosial. Pada intinya, esai mencerminkan sebuah reaksi. Penulis tergerak untuk merespon suatu masalah. 2.3 Perempuan Dan Media Massa Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa media massa memiliki peran yang relatif besar dalam menyebarluaskan informasi. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena media massa mampu menjangkau seluruh daerah sampai pelosok terpencil sekalipun. Dalam kaitannya dengan relasi gender akibat kemampuan media massa tersebut maka media massa dianggap mampu dalam melestarikan ideologi gender.24 Hal ini dikarenakan media massa berperan sebagai salah satu lembaga social. Artinya media massa merupakan bentuk sekaligus cara melembaganya 22
Ibid hal 75 Ibid hal 75-76 24 mulyana, Deddy Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar , PT remaja Rosdakarya Bandung 2001 hal 140 23
komunikasi social dengan sarana dan kebiasaan yang terselenggara melalui komunikasi massa. Idealnya, sosok media massa dapat memberikan gambaran tentang perempuan berdasarkan pada peran media massa sebagai alat perubahan social. Artinya, pemberitaan tentang perempuan selayaknya bertujuan untuk mendorong kearah apresiasi harkat dan martabat perempuan yang lebih tinggi dan terhormat dalam berbagai situasi dan kondisi. Apabila media massa menempatkn dirinya sebagai lembaga komersial ( profit ) semata-mata, maka berita tentang perempuan akan lebih tercermin pada sikap eksploitatif terhadap penampilan fisik semata. Majalah merupakan satu bagian dari media massa yang memiliki peran yang sangat besar untuk mempengaruhi pandangan pembacanya. Majalah telah membentuk image perempuan Indonesia, seperti di Negara lainnya, pandangan ini tidak dapat dilepaskan dari keterlibatan media massa tak terkecuali majalah perempuan sendiri. Tidak dapat dipungkiri bahwa media massa memiliki peran yang sangat besar dalam membantu khalayaknya untuk mengetahui hal-hal yang terjadi di sekelilingnya. Sehingga khalayak tidak merasa ketinggalan berita dan ada rasa terlibat dalam peristiwa yang ditampilkan oleh media. Namun sangat disayangkan karena media massa acapkali dianggap menyodorkan realitas semu bagi khalayaknya karena media massa selalu dikaitkan dengan kekuasaan. Berkaitan dengan kekuasaan dan hegemoni gender di dalam masyarakat, maka perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang eksis saat ini dipercaya diakibatkan konsep partiarkhi. Konsep partiarkhi sendiri secara sederhana diartikan sebagai suatu system social yang mndukung dan membenarkan predominasi lelaki dan mengakibatkan control dan subordinasi perempuan dan
akhirnya menciptakan ketimpangan social antar seks.25 Selain itu dalam masyarakat partiarkhi laki-laki akan selalu mendapat keuntungan lewat kekuasaan ekonomi dan kekuasaan gender yang dimilikinya. Melalui poses budaya yang panjang media massa dianggap ikut berperan dalam menjadikan perempuan sebagi kelompok marginal dan mengisolasi peran perempuan di ruang public. Dari media massa juga muncul gambaran stereotype tentang perempuan. Hal ini mengakibatkan adanya usaha untuk memperhatikan lingkungannya dalam upaya mengetahui dan mempelajari pandangan mana yang semakin kuat dan ketinggalan zaman oleh para pemerhati masalah perempuan. 2.4 Analisa wacana Analisa wacana berkembang dengan pesat sejak pertengahan dua dasawarsa yang lalu. Orang yang cukup berpengaruh dalam melakukan analisis wacana adalah Sinclair dan Coulthard. Karya mereka itu banyak dirujuk oleh pengembang analisis wacana berikutnya.Di Indonesia sendiri kajian wacana sudah di mulai sejak pertengahan tahun 1970.26 Analisis wacana merupakan suatu usaha memahami wacana. Analisis wacana tidak hanya penting untuk memahami hakikat bahasa, malainkan juga untuk memahami proses belajar bahasa dan perilaku berbahasa. Proses belajar bahasa mempunyai kaitan erat dengan proses pemerolehan kompetensi dalam konteks penggunaan bahasa. Oleh karena itu mengkaji wacana secara sungguhsungguh dapat mengungkapkan tingkat pemerolehan kompetensi
komunikati
Melalui berbagai karyanya, Van Dijk membuat kerangka analisis wacana yang
25
ibrahim, Idi Subandi Wanita dan Media Konstruksi Idiologi Gender dalam Ruang Publik Orde Baru Pt Remaja Rosda Karya Bandung 1998 Hal xxxviii 26 Abdul rani Dkk, Analisis Wacana Sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakain, Bayumedia Publishing, malang 2006 hal 10-14
dapat
didayagunakan.
Ia
melihat
suatu
wacana
terdiri
atas
berbagai
struktur/tingkatan, yang masing-masing bagian saling mendukung, yaitu : Struktur makro. Merupakan makna gelombang/ umum dari suatu teks yang dapat dipahami dengan melihat topic dari suatu teks. Tema wacana ini bukan hanya isi, tetapi juga sisi tertentu dari suatu peristiwa. Superstruktur adalah kerangka suatu teks: bagaimana struktur dan elemen wacana itu disusun dalam teks secara utuh. Struktur mikro adalah makna wacana yang dapat diamati dengan menganalisa kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, parafrase yang dipakai dan sebagainya. Table 1 Elemen wacana Van Dijk Struktur wacana
Hal yang diamati
Stuktur makro
Elemen Topik
Tematik (apa yang dikatakan ?)
Superstruktur
Skema
Skematik (Bagaimana
pendapat
disusun dan dirangkai ?_) Struktur mikro
Latar,
Semantik (
Makna
yang
detail,
maksud,
ingin praanggapan,
ditekankan dalam teks nominalisasi berita ) Struktur mikro
Sintaksis (bagaimana
Bentuk
pndapat koherensi, kata ganti
disampaikan ?) Stuktur mikro
Stilistik
kalimat,
Leksikon
( Pilihan kata apa yang dipakai ?) Stuktur mikro
Retoris
Grafis, metafora Ekspresi
( Bagaimana dan dengan cara
apa
penekanan
dilakukan ?) Sumber : Drs. Alex Sobur, M.Si. Analisis teks Media, PT Rosda karya hal 74 Elemen wacana Van Dijk dapat dijelaskan sebagai berikut : Tematik. Secara arfiah tema berarti “ sesuatu yang telah diuraikan ”, sebuah tema bukan merupakan hasil dari seperangkat elemen yang spesifik, melainkan wujud-wujud kesatuan yang dapat kita lihat di dalam teks atau bagi cara-cara yang kita lalui agar beraneka kode dapat terkumpul dan koheran. Tematisasi merupakan proses pengaturan tekstual yang diharapkan pembaca sedemikian sehingga dia dapat memberikan perhatian pada bagian-bagian tepenting dari isi teks, yaitu tema. Skematik. Struktur skematis atau superstruktur menggambarkan bentuk umum dari suatu teks. Bentuk wacana umum itu disusun dengan sejumlah kategori atau pembagian umum seperti pendahuluan, isi, kesimpulan, pemecahan masalah, penutup, dan sebagainya. Skematik merupakan strategi dari komunikator untuk mendukung
makna umum dengan memberikan sejumlah alasan
pendukung. Semantik. Dalam pengertian umum, semantik adalah disiplin ilmu bahasa yang menelaah makna satuan lingual, baik makna lesikal maupun makna gramatikal. Makna leksikal adalah makna unit semantic yang terkecil yang disebut leksem, sedangkan makna gramatikal adalah makna yang berbentuk dari
penggabungan satuan-satuan kebahasaan. Analisis wacana banyak memusatkan perhatian pada dimensi teks seperti makna yang eksplisit ataupun implicit, makna yang sengaja disembunyikan dan bagaimana orang menulis atau berbicara mengenai hal itu. Dengan kata lain, semantik tidak hanya mendefinisikan bagian mana yang penting dari stuktur wacana, tetapi juga menggiring kearah sisi tertentu dari suatu peristiwa. Sistaksis. Secara etimologis sistaksis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat ( pateda,1994:85 ). Salah satu strategi pada level semantik adalah dengan pemakaian koherensi. Koherensi adalah pengaturan secara rapi kenyataan dan gagasan, fakta dan ide menjadi suatu untaian yang logis, sehingga mudah memahami pesan yang dikandung ( Wohl,1978 ). Koherensi dapat ditampilkan melalui hubungan sebab akibat, bias juga sebagai penjelas. Koherensi secara mudah dapat diamati, diantaranya dari kata hubung yang dipakai untuk menghubungkan fakta/proposisi. Kata hubung yang dipakai menyebabkan makna yang berlainan ketika hendak meghubungkan proposisi. Stilistik. Pusat perhatia stikistika adalah style, yaitu cara yang digunakan seorang
pembicara
atau
penulis
untuk
menyatakan
masudnya
dengan
menggunakan bahasa sebagai sarana. Dengan demikian style dapat diterjemahkan sebagai gaya bahasa. Apa yang dimaksud gaya bahasa itu sesungguhnya terdapat dalam segala ragam bahasa : ragam lisan dan ragam tulis, ragam non sastra dan ragam sastra, karena gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa dalam konteks tertentu oleh orang tertentu untuk maksud tertentu. Retoris. Strategi dalam level retoris di sini adalah gaya yang diungkapkan ketika seseorang berbicara atau menulis. Misalnya, dengan pemakaian kata yang
berlebihan, atau bertele-tele. Retoris mempunyai fungsi persuasive, dan berhubungan erat dengan bagaimana pesan itu ingin disampaikan kepada khalayak. Pemakaiannya, di antaranya, dengan menggunakan gaya pengulangan, pemakaian kata-kata yang permulaannya sama bunyinya seperti sajak, sebagai strategi untuk menarik perhatian, atau untuk menekankan sisi tertentu agar diperhatikan oleh khalayak. Bentuk gaya retoris lain adalah ejekan dan metonomi. Tujuannya adalah melebihkan sesuatu yang positif mengenai diri sendiri dan melebihkan keburukan pihak lawan.27 Seperti yang diterangkan di atas, salah satu bentuk pendekatan yang digunakan dalam analisis wacana adalah bahasa kritis atau yang disebut critical linguistics. Memandang bahasa sebagai praktik social, melalui mana suatu kelompok memantapkan dan menyebarkan idiologinya. Pendekatan ini melihat bagaimana tata bahasa tertentu dan pilihan kosakata tertentu membawa implikasi dan idiologi tertentu. Dalam membangun model analisis ini, Roger Flower dkk mendasarkan pada penjelasan Halliday mengenai fungsi dan struktur bahasa. Fungsi dan struktur bahasa ini menjadi dasar struktur tata bahasa, di mana tata bahasa itu menyediakan alat untuk dikomunikasikan kepada khalayak. Ada beberapa elemen yaitu kosa kata dan kalimat
( pemakaian tata
bahasa ). Kosakata
menggambarkan bagaimana realitas dunia dilihat, memberikan kemungkinan seseorang untuk mengontrol dan mengatur pengalaman pada realitas social. Kalimat menggambarkan bagaimana peristiwa digambarkan lewat rangkaian kata.28 f. 27 28
Drs. Alex Sobur, M.Si Analisis Teks Media, PT Rosda Karya Bandung 2001, hal 75-84 Eriyanto pengantar Analisis teks media LKiS yogyakarta 2001 hal: 134-152
2.5 Paradigma Kritis Paradigma kritis terutama bersumber dari pemikiran sekolah Frankfrut. Ketika sekolah Frankfrut itu tumbuh, di Jerman tengah berlangsung proses propaganda besar-basaran Hitler.29 Dari sekolah Frankfrut ini lahirlah pemikiran yang berbeda, yang kemudian dikenal sebagai aliran kritis. Aliran ini menganggap bahwa adanya kekuatan-kekuatan yang berbeda dalam masyarakat yang mengontrol proses komunikasi. Teori kritis lahir karena ada keprihatinan akumulasi dan kapitalisme lewat modal besar, yang mulai menentukan dan mempengaruhi kehidupan masyarakat. Salah satu sifat dasar dari teori kritis adalah selalu curiga dan mempertanyakan kondisi mayarakat dewasa ini. Karena kondisi masyarakat yang kelihatannya produktif, dan bagus tersebut sesungguhnya terselubung struktur masyarakat yang menindas dan menipu kesadaran khalayak. Kondisi berita saat ini dengan akumulasi modal besar-besaran menyatakan bahwa berita itu obyektif. Sehingga pertanyaan yang dikembangkan adalah bagaimana supaya media dapat meliput peristiwa dengan obyektif. Dalam teori kritis, pertanyaan yang pertama kali harus diajukan adalah mengenai obyektivitas itu sendiri. Pemikiran Madzhab Frankfrut dikembangkan lebih lanjut oleh Stuart Hall. Hall mengkritik kecenderungan studi media yang tidak menempatka ieiologi sebagai bagian penting. Hall juga merevisi pandangan kritis yang melihat media seolah berperan secara langsung, media sebagai alat kelompok dominant untuk menguasai kelompok yang tidak dominan.
29
Eriyanto, 2003, Analisis Wacana : Pengantar Teks Media. Yogyakarta, LKis
2.6 Ideologi Ideologi merupakan konsep yang sentral dalam analisa wacana yang brsifat kritis. Hal ini karena teks, percakapan, dan lainnya adalah bentuk praktik ideologi atau pencerminan dari ideologi tertentu. Dalam teori-teori klasik tentang ideology diantaranya mengatakan bahwa ideologi dibangun oleh kelompok yang dominan dengan tujuan untuk mereproduksi dan melegitimasi dominasi mereka. Ideologi dari kelompok dominan hanya efektif jika didasarkan pada kenyataan bahwa anggota komunitas termasuk yang didominasi menganggap hal tersebut sebagai kebenaran dan kewajaran. Di sini, menurut Van Dijk, dapat menjelaskan fenomena apa yang disebut sebagai “ kesadaran palsu “, bagai mana kelompok dominan memanipulasi ideologi kepada kelompok yang tidak dominan melalui kampanye disinformasi, melalui control media, dan sebagainya.30 Ideologi dimaksudkan untuk mengatur masalah tindakan dan praktik individu atau anggota suatu kelompok. Ideologi membuat anggota dari suatu kelompok akan bertindak dalam situasi yang sama, dapat menghubungkan masalah mereka, dan membarikan kontribusi dalam membentuk solidaritas dan kohesi di dalam kelompok. Dalam perspektif ini, ideologi mempunyai beberapa implikasi penting. Pertama, ideologi secara inheren bersifat social, tidak personel atau individual : ia membutuhkan share di antara anggota kelompok, organisasi atau kolektivitas dengan orang
lainnya. Hal yang di sharekan tersebut bagi
anggota kelompok digunakan untuk membemtuk solidaritas dan kesatuan langkah dalam bertindak dan bersikap. Kedua, ideologi meskipun bersifat social, ia digunakan secara internal diantara anggota kelompok atau komunitas. Ideologi disini bersifat 30
Ibid hal 13
umum ,
abstrak, dan nilai-nilai yang terbagi antar anggota kelompok menyediakan dasar bagaimana masalah harus dilihat. Dengan pandangan semacam ini, wacana lalu tidak dipahami sebagai sesuatu yang netral dan berlangsung secara alamiah, karena dalam setiap wacana selalu terkandung ideolodi untuk mendominasi dan berebut pengaruh. Istilah ideologi mempunyai dua pengertian yang bertolak belakang. Secara positif, ideologi dipersepsikan sebagai suatu pandangan dunia yang menyatakan nilai-nilai kelompok social tertentu untuk membela, mengembangkan dan memajukan kepentingan-kepentingan mereka yang bersifat social. Namun secara negative, ideologi dilihat sebagai suatu kesadaran palsu, yaitu suatu kebutuhan untuk melakukan penipuan dengan cara memutar balikan pemahaman orang mengenai realitas social.31 Secara sederhana ideologi bagi masyarakat modern ini digunakan sebagai alat untuk memecahkan masalah. Ideologi menurut Sargend, memberikan suatu gambaran mengenai dunia, baik sekarang ini maupun dimasa depan, serta bagaimana menyusun kompleksitas dunia menjadi sederhana dan dapat dipahami. Dalam perkembangan ilmu social, terminologi ideologi mengalami banyak pemaknaan. Tapi secara ringkas, ideologi dapat dilihat dalam tiga ranah acuan pokok.32 Pertama ideologi sebagai relitas yang bermakna netral. Artinya, ideologi dimaknai sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai dan sikap dasar rohani suatu kelompok social dan komunitas kebudayaan tertentu. Kedua, ideologi sebagai kesadaran palsu, bahwa ideologi merupakan sistem berpikir yang sudah terdistrosi, baiok secara sengaja maupun
31
tidak
Sunarto, Analisis Wacana Ideologi Gender Media Anak-anak. Semarang, Mimbar dan Yayasan IKAPI serta Ford Foundation hal 57 32 Ibid hal 86
sengaja. Ideologi dalam pengertian ini adalah sarana kelas atau kelompok social tertentu untuk mensahkan atau melegitimasikan asal sumber dan praksis kekuasaan secara tidak wajar. Dalam pengertian ini, makna ideologi justru bernilai negative. Artinya, ideologi merupakan perangkat claim yang tidak wajar atau sebuah teori yang tidak berorientasi pada nilai kebenaran, melainkan sudah mengambil sikap berpihak pada kepentingn tertentu. Ketiga, ideologi sebagai sistem keyakinan yang tidak rasional. Artinya, bahwa ideology merupakan hanya sekedar rangkaian system kepercayaan dan keyakinan
subyektif.
Konsekuensinya
adalah
ideologi
tidak
membuka
kemungkinan pertanggungjawaban rasional dan obyektif. Sementara itu, kita bisa melihat ideologi mempunyai tiga ragam perwujudan. Pertama, ideologi dalam arti penuh yaitu ajaran, pandangan dunia, filsafat sejarah yang memerlukan tujuan-tujuan dan norma social politik yang diklain sebagai kebenaran mutlak yang tidak boleh dipertanyakan lagi serta sekaligus sdah mapan dan harus dituruti secara penuh.Hal ini berarti memiliki status moral absolute dan menuntut ketaatan mutlak. Ragam ideologi tertutup ini diambil dari konsiderasi elit yang harus dipacu, dipropagandakan dan dipublikasikan. Ragam selanjutnya adalah ragam ideologi terbuka. Ideologi ini lebih merupakan cita-cita etika politik yang terbuka pada pliralitas operasionalisasi tindakan konkretnya. Justru cita-cita atau nilai tersebut menjamin kebebasan masyarakat untuk melaksanakan cita-citanya. Terakhir, ideologi implisit, yaitu keyakinan atau system nilai hakikat realitas dan cara bsrtindak masyarakat yang tidak dirumuskan secara eksplisit. Meskipun implicit ideologi tersebut diyakini dan diresapi dalam seluruh gaya hidup, merasa, berpikir bahkan bermasyarakat.
2.7 Ideologi Feminis Dengan pemahaman ideologi semacam itu, perspektif feminis akan berhubungan erat didalamnya. Bahasan ini menjadi penting karena implikasi ideologis
terhadap relasi social yang terjadi antara perempuan dan laki-laki
dimasyarakat. Tiap perspektif akan menampilkan berbagai asumsi yang mendasari munculnya pemikiran dan gerak social yang berpengaruh secara signifikan terhadap perkembangan relasi gender antara perempuan dan laki-laki di masyarakat. Feminisme merupakan sebuah ideologi yang berangkat dari suatu kesadaran akan suatu penindasan dan pemerasan terhadap perempuan dalam masyarakat, apakah itu di tempat kerja atau pun dalam konteks masyarakat secara makro, serta tindakan sadar baik oleh perempuan atau pun laki-laki untuk mengubah keadaan tersebut. Gerakan feminis mencoba untuk mewujudkan sebuah masyarakat yang harmonis tanpa pengisapan dan diskriminasi, demokratisasi dan bebas dari pengotakkan berdasarkan kelas, kasta dan bias jenis kelamin. Secara sederhana kita bisa membagi aliran feminisme menjadi dua aliran besar dalam ilmu social yakni aliran status quo atau fungsionalisme dan aliran konflik.33 Aliran fungsionalisme tersebut dapat kita temui dalam pemikiran Feminisme Liberal. Aliran ini muncul sebagai kritik terhadap teori politik liberal yang pada umumnya menjunjung tinggi nilai otonomi, persamaan dan nilai moral serta kebebasan individu, namun pada saat yang sama dianggap mendiskriminasi kaum perempuan. Mereka, dalam mendefinisikan masalah kaum perempuan, tidak melihat struktur dan system sebagai pokok persoalan.34
33 34
Fakih, Mansour Analisis Gender dan Transformasi Sosial,Pustaka Pelajar, 1996 hal 79 Ibid hal 80
Asumsi dasar feminisme liberal barakar pada pandangan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan public. Kerangka kerja feminis liberal dalam memperjuangkan persoalan masyarakat tertuju pada ‘kesempatan yang sama dan hak yang sama’ bagi setiap individu, termasuk didalamnya kesempatan dan hak kaum perempuan. Menurut paham ini keterbelakangan kaum perempuan selain akibat dari sikap irrasional yang sumbernya karena berpegang teguh pada nilai-nilai tradisional, juga karena perempuan tidak berpartisipasi dalam pembangunan. Teori Konflik yang pertama adalah Feminisme Radikal yang sejarahnya muncul sebagai reaksi atas kultur sexism atau diskriminasi social berdasarkan jenis kelamin di barat pada tahun 60-an khususnya sangat penting dalam melawan kekerasan seksual dan pornografi.35 Kelompok penganut teori konflik yang kedua adalah feminisme Marxis. Kelompok ini berpendapat bhwa penindasan pada perempuan adalah bagian dari penindasan kelas dalam hubungan produksi. Bagi penganut paham ini penindasan perempuan merupakan kelanjutan dari system eksploitatifyang bersifat structural. Oleh karena itu, mereka tidak menganggap partiarkhi ataupun kaum laki-laki sebagai permasalahan, akan tetapi system kapitalisme yang sesungguhnya merupakan penyebab permasalahannya. Dengan begitu penyelesainnya pun harus bersifat structural, yakni hanya dengan melakukan perubahan struktur kelas dan pemutusan hubungan dengan system kapitalisme internasional.36 Penganut aliran konflik yang ke tiga adalah Feminisme Sosialis. Aliran ini melakukan sintesis antara metode histories materialis Marx dan Engels dengan gagasan kaum feminis radikal. Paham ini memandang kapitalisme dan patriarki 35 36
Ibid hal 84 Ibid hal 86
merupakan ideologi yang menyebabkan terjadinya penindasan terhadap perempuan. Kapitalisme dan partiarki akan mencapai beberapa kompromi pada persoalan perempuan. Dengan mengacu pada aspek sejarah awal persoalannya berdasar pada kekuatan tenaga kerja perempuan, anak-anak dan laki-laki.37 Di antara berbagai perspektif feminis di atas, perspektif feminis social dinilai sebagai perspektif yang tepat untuk digunakan sebagai acuan dalam melakukan analisis terhadap relasi gender di media massa. Hal itu disebabkan perspektif ini memberikan kerangka yang komperhenssif pada adanya penindasan terhaap kaum perempuan di media massa. Perspektif feminis social memandang media sebagai instrument utama dalam menyampaikan stereotip, partiarkal dan nilai-nilai hegemoni mengenai perempuan dan feminitas. Media berfungsi sebagai mekanisme control social. Menurut perspektif ini, media menampilkan kapitalisme dan skema patriarki yang dianggap sebagai system yang paling menarik dan tersedia. Kontrol sosial secara langsung menjadi tidak perlu karena ideology dominant telah diterjemahkan menjadi sesuatu yang wajar atau dapat diterima secara
umum.
Media
memenuhi
kebutuhan-kebutuhan
structural
dalam
masyarakat kapitalis, partiarkis dan demokratis dengan menstransmisikan nilanilaidominan perkembangan
mengenai
perempuan
selanjutnya,
pemikiran
yang
telah
tentang
didistrorsinya.
peran
social
Dalam
perempuan
diartikulasikandalam media massa. Tentu saja, setiap media massa mempunyai ideologi.
37
Ibid hal 89
2.8 Jurnalisme Berperspektif Gender Dalam tahun-tahun terakhir ini, didunia akademisi dan penelitian, media massa, komunitas intelektual dan LSM, sangat gandrung dengan konsep atau istilah gender. Bicara gender, rasa-rasanya sudah banyak tulisan atau seminar yang bicara soal gender. Secara sederhana kita mengartikan gender sebagai pembagian peran serta tanggung jawab, baik laki-laki maupun perempuan, yang dibentuk oleh masyarakat maupun budaya.38 Sementara itu jika kita bicara media, khususnya kerja kalangan jurnalis di dalamnya, sedikitnya ada tiga hal berkaitan yang manggambarkan suramnya persolaan perempuan di dalam media tersebut. Pertama, masih adanya bias dalam menampilkan representasi perempuan di dalam media, baik secara cetak maupun elektronik. Kedua, masih sedikitnya kalangan perempuan yang terlibat di dalam dunia jurnalis atau bekerja sebagai insane pers. Ketiga, berhubungan kepentingankepentingan kekuasaan, baik yang berasaldari “luar” maupun dari “dalam” yang memiliki
kemampuan
untuk
mengangkat
berbagai
berita
tertentu
dan
mengabaikan berita-barita yang lain, atau ikut mempengaruhi atau bahkan menentukan isi dari pemberitaan. Melihat suramnya, sebagai mana yang telah dipaparkan diatas bagaimana isu-isu gender atu isu-isu perempuan tidak diapresiasi secara pas, maka dalam tahun-tahun terakhir ini, kita mendengar apa yang disebut sebagai jurnalisme berperspektif gender. Secara sederhana kita mengartikan istilah tersebut sebagai kegiatan atau praktek jurnalistik yang selalu menginformasikan atau bahkan mempermasalahkan
dan menggugat secara terus-menerus, baik dalam media
cetak maupun elektronik adanya hubungan yang tidak setara atau ketimpangan 38
Jurnal perempuan, Prempuan Dan Media
relasi antara laki-laki dan perempuan atau representasi perempuan yang sangat bias gender.
BAB III METODOLOGI
3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitataif yang akan menggambarkan segala kejadian dan akan dianalisa oleh penulis. Penelitian deskritif hanyalah memaparkan kejadian atau peristiwa. Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak mengkaji hipotesis atau membuat predeksi. Penelitian ini juga berkaitan dengan pengumpulan data untuk memberikan gambaran atau penegasan suatu konsep atau gejala, juga menjawab pertanyaan sehubungan dengan penelitian pada saat ini.39 Dengan demikian penelitian ini secara terperinci akan menyimpulkan informasi faktual yang melukiskan gejala yang ada, mengidentifikasi masalahmasalah praktek yang ada.
3.2 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa wacana. Analisa wacana muncul sebagai sebuah reaksi terhadap linguistic murni yang belum mampu mengungkap hakikat bahasa secara sempurna. Analisis wacana banyak mengkaji unsure bahasa di atas tataran kalimat. Dalam analisa wacana, bahasa dikaji tidak secara terpisah seperti dalam linguistic, melainkan secara terpadu. Semua unsure bahasa dianggap sebagai kesatuan dan semuanya terikat pada konteks pemakainnya. Menurut Stubbs analisa wacana merupan satu kajian 39
Metode penelitian Komunikasi , bahan perkuliahan universitas Mercu Buana
32
yang meneliti atau menganalisa bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan. Stubbs menjelaskan bahwa analisis wacana menekankan kajian penggunaan bahasa dalam konteks social, khususnya dalam interaksi antar penutur. Senada dengan itu,Cook menyatakan bahwa analisa wacana merupakan kajian yang membahas tentang wacana sedangkan wacana adalah bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi.40 Data dalam analisis wacana selalu berupa teks, baik teks lisan maupun tulis. Teks disini mengacu pada bentuk transkripsi rangkaian kalimat atau ujaran. Sumber data dalam analisis wacana adalah para pemakai bahasa, namun jumlahnya terbatas separti dalam kajian kasus. Jenis analisis yang di gunakan adalah wacana argumentasi. Salah satu bentuk wacana yang berusaha mempengaruhi pembaca atau pendengar agar menerima pernyataan yang di pertahankan, baik yang didasarkan pertimbangan logis maupun emosional.41 Sebuah wacana di kategorikan argumentasi apabila bertolak dari adanya isu yang sifatnya kontroversi antara penutur dan mitra tutur. Dalam kaitannya dengan isu tersebut, penutur berusaha menjelaskan alasan-alasan yang logis untuk meyakinkan mitra tuturnya. Biasanya, suatu topik diangkat karena mempunyai nilai, seperti indah, benar, baik, berguna, efektif atau sebaliknya. Elemen pokok wacana argumentasi ada tiga yaitu pernyataan, alasan, dan pembenaran. Sedangkan, elemen pelengkapnya adalah pendukung, modal dan sanggahan.
40 Abdul rani, dkk Analisis Wacana sebuah kajian bahasa dalam pemakaian, Bayumedia publishimg, malang 2006 hal :9 41 Ibid hal 39
Pernyataan adalah sesuatu yang diyakini kebenarannya oleh penutur dan di kemukakan kepada mitra tutur agar dapat diterima dengan alasan-alasan mendasar yang dapat ditunjukan. Alasan adalah bukti-bukti yang bersifat khusus yang di perlukan untuk mendukung pernyataan. Alasan dapat beruoa data statistic, contoh, ilustrasi, penalaran, observasi eksperimental, dan materi ilmu pengetahuan umum, maupun penguji. Pembenaran adalah pernyataan yang menunjukkan kaidahkaidah umum untuk mempertahankan pernyataan. Dukungan adalah criteria yang digunakan
untuk
membenarkan
pernyataan
yang
dikemukakan
dalam
pembenaran. Dalam hal ini, dukungan dapat berupa pengalaman yang diyakini, pernyataan para pakar, hasil penelitian atau hasil wawancara. Modal adalah kata atau grase yang menunjukkan derajat kepastian atau kualitas suatu pernyataan. Sanggahan atau penolakan adalah lingkungan atau situasi di luar kebiasaan yang dapat mengurangi atau menguatkan pernyataan.42 Salah satu pendekatan yang digunakan dalam analisis wacana adalah pendekatan analisis bahasa kritis.43Memusatkan analisis wacana pada bahasa dan menghubungkannya dengan idiologi. Inti dari gagasannya adalah melihat bagaimana gramatika bahasa membawa posisi dan makna idiologi tertentu.44 Ada beberapa elemen yang digunakan dalam analisis wacana. Elemen tersebut diantaranya kosakata dan kalimat. Kosakata diberi makna oleh media massa sehingga dapat menghasilkan arti dan makna tertentu. Bahasa sebagai system klasifikasi memungkinkan seseorang untuk mengontrol dan mengatur pengalaman pada realitas social.45 Klasifkasi dapat berbeda-beda melihat
42
Ibid hal 41-42 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media,hal 15-18 44 Ibid hal 15 45 Ibid hal 134 43
heterogennya pemikiran khalayak. Itu bias terjadi oleh perseorangan maupun kelompok dengan kelompok yang lainnya. Bahasa sendiri merupakan gabungan dari berbagai symbol yang digunakan untuk menunjuk sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Hal ini mengakibatkan tidak semua makna yang di maksud oleh komunikator sama dengan makna yang diterima oleh khalayak. Kata-kata
menyediakan klasifikasi bagaimana realitas dipahami.
Klasifikasi itu bermakna peristiwa harusnya dilihat dalam sisi yang satu bukan yang lain. Kata kemudian memaksa kita untuk melihat bagimana realita harusnya dipahami. Kosakata berpengaruh terhadap bagaimana kita memahami dan memaknai suatu peristiwa. Hal ini karena khalayak tidak mengalami atau mengikuti suatu peristiwa secara langsung. Oleh karena itu, ketika membaca suatu kosakata tertentu akan dihubungkan dengan realitas tertentu.
3.3 Teknik Pengumpulan Data 3.3.1 Data Primer Data primer adalah data yang langsung dan segera diperoleh dari sumber data oleh penyidik atas tujuan yang khusus.46 Data primer diambil dari Jurnal perempuan adisi 31 mengenai poligami. 3.3.2 Data Sekunder Data sekunder adalah data yang telah lebih dahulu dikumpulkan dan dilaporkan oleh orang.47 Data sekunder didapatkan penulis melalui bacaanbacaan, diskusi, atau literature .
46 47
Winarno s. Pengantar Ilmiah dasar, metode, teknik Tarsito, Bandung 1990 hal 63 Ibid
3.4 Unit Analisis Dalam penelitian ini yang akan dijadikan nara sumber adalah Jurnal Perempuan edisi 31 sebagai obyek penelitian, yang berupa tulisan-tulisan.
3.5 Fokus Penelitian Focus penelitian yang akan dilakukan adalah meneliti teks, yang berupa pernyataan, kata-kata, kalimat yang ada pada Jurnal perempuan edisi 31 menggunakan elemen wacana Van Dijk. Table 1 Elemen wacana Van Dijk Struktur wacana
Hal yang diamati
Stuktur makro
Elemen Topik
Tematik (apa yang dikatakan ?)
Superstruktur
Skema
Skematik (Bagaimana
pendapat
disusun dan dirangkai ?_)
Struktur mikro
Latar,
Semantik (
Makna
yang
detail,
maksud,
ingin praanggapan,
ditekankan dalam teks nominalisasi berita ) Struktur mikro
Sintaksis (bagaimana
Bentuk
pndapat koherensi, kata ganti
disampaikan ?) Stuktur mikro
Stilistik
kalimat,
Leksikon
( Pilihan kata apa yang dipakai ?) Stuktur mikro
Retoris
Grafis, metafora Ekspresi
( Bagaimana dan dengan cara
apa
penekanan
dilakukan ?) Sumber : Drs. Alex Sobur, M.Si. Analisis teks Media, PT Rosda karya hal 7 3.6 Teknik Analisis Teknik analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan analisis bahasa kritis ( critical Linguistics ). Pendekatan ini memusatkan analisa wacana pada bahasa dan menghubungkannya dengan idiologi. Inti dari gagasan pendekatan ini adalah melihat bagaimana gramatika bahasa membawa posisi dan makna ideologi tertentu. Dalam kasus pemberitaan Poligami, bahasa dan gramatika yang seperti apa yang digunakan oleh Jurnal Perempuan. Aspek idiologi majalah tersebut dapat diamati, misalnya dengan melihat penggunaan dan pemilihan bahasa dan struktur bahasa yang digunakan. Analisis akan dilakukan mengenai sejumlah artikel yang menuliskan mengenai kasus Poligami.
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Objek Penelitian 4.1.1 Yayasan jurnal Perempuan Berawal dari kepedulian akan begitu minimnya bacaan tentang feminisme di Indonesia, maka pada tahun 1995, Gadis Arivia bersama Ida Dhani dan Asikin Arif mulai mendirikan sebuah organisasi bernama Yayasan Jurnal Perempuan (YPJ). Inisiatif untuk menerbitkan sebuah jurnal feminisme bernama Jurnal Perempuan ini lebih ditujukan dalam rangka melengkapi bahan perkuliahan paradigma feminisme di fakultas Sastra Universitas Indonesia. Dalam perkembangannya ternyata jurnal tersebut cukup
banyak diminati baik yang
mebeli di toko koperasi mahasiswa UI mauun di toko buku Gramedia. Dalam perkembangannya YPJ kian serius dalam memikirkan isi dan kemasan Jurnal Perempuan yang hingga akhir Juli 2007 telah mencapai edisi ke 59 dan terdistribusikan hampir di seluruh toko buku ternama di Indonesia. Dibantu oleh The Ford Foundation, dan menyusul lembaga Asia Foundation, YPJ tidak hanya menerbitkan jurnal berkala, namun juga menerbitkan buku-buku berperspektif gender. Selanjutnya di tahun 1998 YPJ menerima tawaran dari Internews Indonesia untuk mencoba sebuah bidang yang baru dan penuh tantangan yakni memproduksi program radio bernama Program Radio Jurnal Perempuan (PRJP) yang mengangkat berbagai isu dan persoalan perempuan khususnya di tingkat lokal.
39
Bila Jurnal perempuan dikonsumsi oleh kelompokmasyarakat kelas menengah seperti kaum aktivis, akademisi, pekeja dan sebagainya, maka segmen program Radio Jurnal Perempuan memang ditujukan untuk masyarakat yang lebih luas. Sebagaimana hakikat radio yang lebih mudah diakses bahkan oleh masyarakat di pedesaan. Murah, mudah, dan dapat didengarkan kapan saja dengan tetap beraktivitas. Program Radio Jurnal Perempuan hingga kini tetap mengudara setiap minggunya dan menyapa pendengarnya di Indonesia bersama 176 stasiun radio mitra kerja YPJ di seluruh pelosok tanah air. Hinggga kini PRJP telah menghasilkan lebih dari 200 program yang menyuarakan hak-hak perempuan dan kesetaran gender. Tantangan dan kesempatan kian hari semakin menarikuntuk di jajaki, dengan terus menyuarakan kesetaraan gender, ucapan terima kasih tak terhingga kepada berbagai pihak yang selama ini telah memberikan dukungan kepada YPJ apapun bentuk dukungan itu, terbukti akhirnya hal itu sangat membantu YPJ agar tetap eksis hinggga saat ini. Selanjutnya pada tahun 2000 YPJ kembali menekuni bidabg baru yakni pembuatan film dokumentasi. Divisi ini selanjutnya dinamai Video Jurnal Perempuan yang hingga saat ini telah berhasil memproduksi 3 film documenter yakni “Kekerasan Terhadap Perempuan”, “Perempuan Di Wilayah Konfik”, serta “Perdagangan Anak Dan Perempuan”. Selain empat divisi utama YPJ yakni penerbitan Jurnal Perempuan, penerbitan buku-buku berperspektif gender, produksi Program Radio Jurnal Perempuan dan pembuatan Film Dokumenter, YPJ juga memiliki 2 divisi pendukung lainnya : toko buku perempuan dan event organizer. Toko Buku
Perempuan beralamat di kantor Yayasan Jurnal Perempuan dan buka setiap hari kerja, disamping itu tim marketing YPJ juga giat melakukan penjualan di pameran, bazaar, dan seminar-seminar bertema permpuan sebagai bagian dari strategi “menjemput bola”. Departemen pengembangan YPJ juga secara rutin menyelenggarakan event seperti diskusi rutin bulanan, kampanye, seminar, peluncuran buku, workshop dan traning. YPJ juga membuka kesempatan konseling bagi perempuan yang membutuhkan konsultasi, dan berbagai pihak yang membutuhkan berbagai informasi tentang isu-isu gender. Semua dalam rangka terus mensosialisasikan gagasan-gagasan gender kepada masyarakat. Adapun acara-acara yang pernah diselenggarakan oleh YPJ antara lain adalah kampanye untuk menghentikan kekerasan terhadap perempuan tiap tahunnya dalam rangka memperingati hari anti kekerasan peempuan, workshop perempuan di parlemen, kampanye stop perdagangan anak perempuan (trafficking), traning gender untuk laki-laki, traning jurnalisme berperspektif gender yang diselenggarakan tiap tahun, dan lain sebagainya. Meski banyak sekali hal yang harus di lakukan oleh YPJ, namun YPj yakin sama halnya rekan-rekan di LSM perempuan lainnya yang percaya bahwa suatu saat nanti masyarakat berkesetaraan gender akan segara terwujud. 4.1.1.2 Visi Dan Misi Yayasan Jurnal Perempuan meningkatkan kesadaran hak-hak perempuan melalui publikasi Jurnal dan buku, melakukan kajian serta informasi kesetaraan gender. Yayasan Jurnal Perempuan menyediakan informasi, melatih menuangkan goresan ide, menyelenggarakan kegiatan pendidikan, dan avokasi hak-hak perempuan melalui empat besar programnya : Jurnal Perempuan, Radio Jurnal
Perempuan, Video Jurnal Perempuan, serta Kajian dan Penerbitan Buku. Yayasan Jurnal Perempuan sadar bahwa informasi memberdayakan perempuan dan lakilaki menuju masyarakat yang berkeadilan gender. Misi terpenting dari Yayasan Jurnal Perempuan adalah bagaimana memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada masyarakat, khususnya perempuan tentang hak-haknya sebagai perempuan dan warga negara. Sebagai lembaga yang mengambil posisi media, maka Yayasan Jurnal Perempuan dalam mengiplementasikan visi dan misi organisasi menekankan pada lima program Radio Jurnal Perempuan, Program Penerbitan Buku dan Kajian Perempuan, Program Video Jurnal Perempuan dan Program Jurnal Perempuan Online. Kelima program ini dalam mengangkat tema-tema perempuan mempunyai corak dan ruangnya masing-masing. Kelima program tersebut mewakili sasarannya masing-masing, yang akhirnya membangun sinergisitas organisasi dalam mengkampanyekan hak-hak perempuan di dalam masyarakat. 4.1.1.3 Program Yayasan Jurnal Perempuan Selama ini Yayasan Jurnal Perempuan lebih mengembangkan pada pengembangan jurnalisme yang berbasis pada ide, dengan ciri-ciri seperti di atas. Guna merespon perkembangan informasi itu, maka pengembangan jurnalisme di Yayasan Jurnal perempuan juga memasuki wilayah yang menekankan pada peristiwa. Hal ini tidak hanya menguntungkan dari aspek respon berita, namun pemberitaan ini dapat dijadikan referensi bagi pengembangan dalam ide. Misalkan, dalam Jurnal Perempuan Online banyak menampilkan beritaberita tentang kekerasan terhadap perempuan, maka dari berita-berita atau sajian ini dapat dikaji lebih dalam melalui program Jurnal Perempuan yang membahas
lebih dalam tentang kekerasan terhadap perempuan. Jelas sinergisitas ini sesuai dengan visi dan misi yang dilakukan oleh Yayasan Jurnal Perempuan. 4.1.1.4 Program Jurnal Perempuan Jurnal Perempuan terbit pertama kali pada tahun 1996. kehadiran jurnal Perempuan pada masa tersebut relative menjadi special ditengah langkanya wacana gender dalam konteks ke Indonesiaan. Awal mula diterbitkannya Jurnal Perempuan sebenarnya hanya diperuntukan bagi kalangan academis, terutama mahasiswa Universitas Indonesia yang saat itu mengambil mata kuliah Paradigma Studi Wanita di Fakultas sastra UI yang sudah ada sejak tahun 1989di bawah asuhan Prof.Dr. Toeti Heraty dan Gadis Arivia. Hal ini pula yang menyebabkan mayoritas pengasuh Jurnal Perempuan pada saat itu berasal dari jurusan Filsafat atau lulusan Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Oplah yang diterbitkannya juga terbatas, yaitu 200 eksemplar. Namun, penerbitan yang terbatas itu ternyata mendapat sambutan dari berbagai kalangan terutama toko buku- toko buku seta Kopma (koperasi Mahasiswa) yang berada di Jakarta. Di awal penerbitannya, Jurnal Perempuan menampilkan berbagai permasalahan perempuanmulai dari kekerasan terhadap perempuan, persoalan buruh perempuan hingga mendiskusikan permasalahan perempuan setengah baya. Edisi pertama ini pun kelihatan menghadapi tantangan bahan-bahan sehingga beberapa tulisan merupakan tulisan saduran serta tokoh-tokoh yang ditampilkan lebih banyak mengambil tokoh-tokoh barat seperti tokoh perempuan abad ke-18 Mary Wollstonecraft. Namun, di tengah keterbatasannya Jurnal Perempuan mampu berkembang dan bersaing dengan jenis Jurnal-jurnal lainnya. Hal ini dikarenakan Jurnal
Perempuan sebagai satu-satunya jurnal Feminis di Indonesia. Jurnal Perempuan tidak saja memberi informasi mengenai isu-isu gender yang dibahas secara serius tetapi juga memberikan pemahaman baru dari berperspektif gender. Awalnya pihak akademisi yang tertarik untuk berlangganan, kini posisi tertinggi pembaca Jurnal Perempuan telah direbut oleh kalangan professional yang minatnya besar terhadap isu-isu gender. Pentingnya isu-isu yang berperspektif gender merupakan kekuatan yang baru dalam pemberdayaan perempuan di era orde baru waktu itu. Homogenitas suara pada saat itu sangat terasadi seagala bidang termasuk dalam permasalahan perempuan. Homogenitas suara membentuk homogenitas pemikiran dengan kebijakan-kebijakan Negara mengenai perempuan yang direpresentasikan oleh Dharma Wanita. Homogenitas pemikiran ini dengan amat rapih dan strategis memilih bahasa-bahasa yang mendukung status quo, dalam permasalahan perempuan, kata “wanita” menjadi pilihan politik saat itu. Dengan demikian penggunaan kata perempuan dalam Jurnal Perempuan merupakan pilihan politik yang sangat jelas dalam visi dan misi Yayasan Jurnal Perempuan. Penterjemahan dari visi dan misi Yayasan Jurnal Perempuan dituangkan dalam ide dasar Jurnal Perempuan tentang bagaimana sebuah media seperti jurnal dapat menciptakan diskursus-diskursus baru tentang isu-isu perempuan pada gilirannya menciptakan representasi baru yang mengemukakan kompleksitas dan diversitas kehidupan perempuan. Jika pada awalnya eksplorasi tokoh-tokoh perempuan hanya terbatas pada tokoh-tokoh barat, maka
jurnal Perempuan pada akhirnya menggali tokoh-
tokohperempuan Indonesia dengan menyampaikan kepada publik dedikasi
pekerjaan mereka dan menuliskan pemikiran-pemokiran mereka tentang kesetaraan gender. Tokoh-tokoh dan permasalahan perempuan di daerah menjadi cirri penting dalam perkembangan Jurnal Perempuan selanjutnya dan pengentalan pada isu perempuan daerah tidak dapat dielakkan. Pada tahun 1997, Jurnal Perempuan mengalami perubahan yang cukup signifikan dari segi dukungan dana. Bila pada tahun 1996 pendanaan Jurnal Perempuan dengan cara “saweran” maka pada tahun selanjutnya pendanaan dibantu oleh organisasi internasional. Organisasi pertama yang tertarik pada Jurnal Perempuan adalah Ford Foundation (FF) di susul oleh, CIDA, USAIDOTI, UNIFEM, PT Newmont, dan ICMC. Lewat dukungan berbagai donor internasional dan perusahaan hingga akhir Agustus 2007, Jurnal Perempuan telah terbit hingga edisi ke 56. Jurnl perempuan hingga kini telah berda di lebih dari 120 toko buku dan Kopma (koperasi Mahasiswa) di seluruh Indonesia. Perkembangan teknologi kini memudahkan Jurnal Perempuan untuk di pasarkan lewat e-mail hal ini mengakibatkan bertambahnya animo pembaca dari daerah.
4.2 Hasil Penelitian Berikut hasil penelitian dari beberapa artikel yang terdapat dalam Jurnal Perempuan edisi 31 : Artikel 1 Daftar tulisan dalam artikel berjudul : Kebijakkan Poligami : Kekerasan Negara Terhadap Perempuan Struktur
Hal yang diamati
Elemen
Ambivalensi perlindungan hukum
Topik
Wacana Struktur Makro
Negara atas praktek poligami Superstruktur
•
Modus pelaku poligami
•
Dampak poligami terhadap
Skema
istri pertama •
Alasan suami melakukan poligami
•
Upaya yang telah dilakukan istri pertama terhadap suami yang poligami
Struktur Mikro
Poligami dan kekerasan terhadap
Latar, detail, maksud,
perempuan
praanggapan, nominalisasi
Struktur Mikro
•
Mendengar tersebut,
Ririn
informasi
Bentuk kalimat,
bertanya
Kohorensi, kata ganti
pada suaminya, dan ia tidak
percaya
dengan
suaminya
jawaban
yang
tidak
mengakui tindakannya itu. •
Diam-siam Ririn mencoba menyelidiki….dan ternyata benar, Santo memang telah menikah lagi.
•
Dan pernikahan itu ternyata dihadiri oleh salah seorang pimpinan partai politik.
•
Ririn
kemudian
menghubungi
keluarga
suaminya dan menceritakan perjalanan perkawinannya. •
Akhirnya
Ririn
suaminya dan
Santo
dengan
dipertemukan, memutuskan
untuk meninggalkan Santi. •
Santo menggunakan dalildalil
agama
mengatakan menikah perempuan
dengan bahwa
lagi lain
ia
dengan karena
pernikahannya dengan Ririn
tidak di karuniai anak. Stuktur Mikro
•
Kalau
Santo
menjalin
hubungan
dengan
perempuan lain.( Menjalin hubungan = pacaran ) •
Bahwa suaminya itu telah menikah bawah tangan. ( Menikah bawah tangan = menikah Siri atau menikah lagi tanpa adanya izin dari istri pertama )
•
Namun
kesabaran
ketahanan
fisik
dan serta
psikologis Ririn mencapai puncaknya.
(Mencapai
puncaknya = sudah pada batasnya) •
Dalam ayat 2 disebutkan bahwa
pengadilan
dapat
memberi izin pada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang. ( beristri lebih dari seorang = poligami ) •
Dengan
kendala-kendala
Leksikon
hokum yang dialami istri maka tindakan yang diambil istri atas hal ini sebagian besar memilih jalan damai. (jalan
damai=tidak
mengadukan suami ke jalur hukum ). •
Bahwa adanya ruang lebih bagi
suami
yang
dijustifikasi oleh hukum. (Ruang lebih= Hukum lebih menguntungkan suami). Struktur Mikro
Retoris dilakukan dengan table
Grafis,Metafora,Ekspresi
Pada artikel yang berjudul kebijakkan Poligami dan Kekerasan Negara terhadap perempuan pada elemen topik penulis coba menggangkat isu mengenai ambivalensi perlindungan hukum negara atas praktek poligami, hal ini dapat kita lihat pada beberapa tulisan yang mencoba memaparkan aturan atau hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia yang secara jelas sangat menguntungkan pelaku poligami. Sedangkan pada elemen skema penulis mencoba mengurutkan kerangka penulisan artikel dengan cara memaparkan secara spesifik hasil penelitiannya, dimulai dengan adanya modus pelaku poligami, dampak poligami terhadap istri pertama, alasan suami melakukan poligami, upaya yang telah dilakukan istri pertama terhadap suami yang berpoligami. Pada elemen latar, detail, maksud,
praanggapan, dan nominalisasi penulis mencoba menuliskan kenyakinannya mengenai poligami yang merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan. Hal ini dapat kita lihat dengan adanya urutan skema yang coba dipaparkan penulis yang secara tersirat lebih banyak memaparkan mengenai dampaak poligami yang tidak menguntungkan bagi perempuan. Pada elemen bentuk kalimat, kohorensi, dan
kata ganti penulis lebih
banyak menggunakan kata hubung “dan”, kata ganti orang ke dua, dalam memaparkan suatu hasil penelitian. Kata
akhiran ”nya” yang terdapat pada
beberapa kalimat merupakan pronomina – nya yang diklitikan dalam relasi posesif mengacu ke antesenden secara anafora. Pronomina persona dalam relasi itu tergolong posesif terasingkan karena ”nya” di sini tidak menunjukkan sesuatu yang melekat pada sesuatu yang lain. Kata hubung ”dan” memiliki piranti penghubung yang jelasantara satu yang lainnya, hal ini mengakibatkan teriptanya referen wacana untuk konsep poligami. Pada penggunaan kata ganti ”ia” menunjukkan penggunaan kata ganti orang ketiga tunggal, hal ini menguatkan bawa penlis seolah –olah tidak ada jarak dalam menceritakan tokoh yang ada dalam obyek penelitiannya. Pada elemen leksikon penulis menggambarkan suatu kejadian dengan pemilihan kata yang berbeda. Seperti pada kalimat “Kalau Santo menjalin hubungan dengan perempuan lain”, dapat juga bermakna sama dengan kalimat “kalau
Santo
berpacaran
dengan
perempuan
lain”.
Pada
elemen
grafis,metamorfora dan ekspresi penulis lebih banyak menggunakan table untuk mendukung wacana yang coba dipaparkan.
Artikel 2 Daftar tulisan dalam artikel berjudul : Ilusi Poligami Struktur
Hal yang diamati
Elemen
Poligami dan keunggulan yang dimilikinya
Topik
wacana Struktur Makro Superstruktur
•
Data statistik Indonesia mengenai jumlah
Skema
lelaki lebih sedikit dibandingkan jumlah perempuan
Struktur Mikro
•
Alasan Biologis seksual
•
Agama dan keyakinan
•
Poligami saat ini bias kelas
Poligami memberikan ilusi yang menjanjikan
Latar,detail, maksud, praanggapan, nominalisasi.
Struktur Mikro
•
Kelompok ini yakin bahwa pada dasarnya Bentuk meskipun
tanpa
pembelajaran
ada kalimat,kohere nsi, kata ganti
perilaku-perilaku yang tetap. •
Mereka
mengatakan
kosmologi Islam kosmologi
Cina,
sebagian
mengingatkan karena
besar pada
semuanya
bertumpu pada konsep komplementaritas. Struktur Mikro
•
Dengan
kecenderungannya
untuk
tertarik…,menyukai ‘yang muda’ dan
Leksikon
‘menarik secara fisik’. ( Yang muda= berusia muda. Menarik secar fisik = cantik)] •
Tidak
jarang
suami
justru
tidak
bertanggung jawab, malah ada suami yang ‘numpang hidup’ pada istrinya. (nimpang hidup = Tidak bekerja) Struktur Mikro
Dengan majas Hiperbolik
Grafis, Metafora, Ekspresi
Pada artikel Ilusi Poligami, dalam elemen topic penulis mencoba mengangkat poligami dan keunggulan yang dimilikinya. Hal ini dapat terlihat dengan adanya berbagai tulisan yang menggangkat mengenai keunggulan poligami di mata para pelaku poligami. Sedangkan pada elemen skema, penulis mencoba untuk menjabarkan alasan para pelaku poligami hingga pelaksanaan poligami pada saat ini. Pada elemen latar, detail, maksud, praanggapan, dan nominalisasi penulis mencoba menuliskan mengenai poligami yang memberikan ilusi yang menjanjikan bagi para pelaku maupun korban. Pada elemen bentuk kalimat, kohorensi, dan kata ganti penulis lebih menggunakan kata hubung “meskipun”, “karena” , kata ganti orang ke dua, dalam memaparkan suatu hasil penelitian. Kata ”mereka” dalam kalimat ” mereka mengatakan sebagian besar kosmologi Islam mengingatkan pada kosmologi Cina, karena semuanya bertumpu pada konsep komplementaritas”, menunjukkan pronomina takrif persona ketiga dalam bentuk
jamak dan memiliki referensi bersifat katafora. Sedangkan kata ”karena” menegaskan hubungan sebab akibat. Kata ”meskipun” menunjukan piranti kohesi intra kalimat. Pada elemen leksikon penulis mencoba menggambarkan suatu kejadian dengan menggunakan kata yang berbeda, seperti pada kalimat “ tidak jarang suami justru tidak bertanggung jawab, malah ada suami yang numpang hidup pada istrinya” dapat berarti sama dengan kalimat “ tidak jarang suami justru tidak bertanggung jawab, malah ada suami yang tidak bekerja”. Pada elemen grafis, metafora, ekspresi penulis lebih memilih menggunakan majas Hiperbolik untuk mendukung wacana yang coba dipaparkan. Artikel 3 Daftar tulisan dalam Artikel berjudul : Poligami Saatnya melihat Realitas Stuktur
Hal Yang diamati
Elemen
Realitas dari kehidupan
Topik
Wacana Stuktur Makro
berpoligami Superstruktur
•
Pengertian Poligami
•
Poligami
Skema
ketidakadilan
suami, kekerasan terhadap perempuan •
UU
Negara
yang
tidak
memihak perempuan Struktur Mikro
Poligami tidak sesuai dengan
Latar,detail, maksud,
Prikemanusiaan
praanggapan,nominalisasi
Struktur Mikro
•
…muncullah
Puspo
wardoyo,
seorang
pengusaha yang memiliki sejumlah
rumah
makan
Ayam bakar Wong Solo diberbagai
kota
Indonesia
dan
besar mengaku
sukses melakukan poligami dengan empat orang istri. •
Puspo
juga
mengkampanyekan poligami yang diyakininya sebagai tuntutan Islam yang Kaffah,
kampanye
dilakukannya
yang sangat
produktif melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik dan menerbitkan sebuah buku tentang kiat sukses berpoligami. •
Konstruksi system partiarkhi
social
dan
kekuasaan
yang
mereduksi
seksualitas hanya pada satu
Bentuk kalimat, koherensi, kata ganti
jenis kelamin dan kekuasan yaitu laki-laki. Struktur Mikro
------------------
Leksikon
Struktur Mikro
Visual Image
Grafis,Metafora,Ekspresi
Pada artikel yang berjudul Poligami Saatnya melihat Realitas penulis mencoba untuk mengangkat topic mengenai realitas dari kehidupan berpoligami. Sedangkan pada elemen skema penulis mencoba mengangkat pengertian dari poligami hingga ungang-undang Negara yang tidak memihak perempuan. Pada elemen latar,detail, maksud, praanggapan, dan nominalisasi penulis coba mengangkat poligami tidak sesuai dengan prikemanusiaan. Pada elemen bentuk kalimat, koherensi, kata ganti, penulis lebih banyak menggunakan kata ganti ‘dan’ dalam memaparkan hasil penelitian. Kata hubung ”yang”,”dan” menandai koherensi kondisional dimana adanya pemakaian anak kaliamat sebagai penjelas kalimat kedua adalah penjelas atau keterangan dari proposisi pertama. Anak kalimat itu menjadi cermin kepentingan komunikator karena ia dapat memberi keterangan yang baik/buruk terhadap suatu pernyataan. Pada kaliamat ...’ munculah Puspo Wardoyo, serang pengusaha yang memiliki sejumlah rumah makan Ayam Bakar Wong Solo diberbagai kota besar Indonesia dan mengaku sukses melakukan poligami dengan empat orang istri.” dalam anak kalimat menunjukkan penegasan ia sukses dalam usaha dan berpoligami. Kaliamat inmemiliki kesan seolah-olah orang yang memiliki usaha sukses pasti akan sukses dalam berpoligami, atau sebaliknya orang yang sukses dalam berpoligami pasti akan sukses dal usaha, hal ini berdampak buruk bagi pembaca.
Kata ganti akhiran ”nya” dalam kalimat ” Puspo juga mengkampanyekan poligami yang diyakininya sebagai tuntutan Islam yang Kaffah, kampanye yang dilakukannya sangat produktif melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik dan menerbitkan sebuah buku tentang kiat sukses berpoligami” menunjukkan pronomina –nya yang diklitikan pada dilakukan relasi posesif mengacu ke anteseden Puspo secara anafora. Pronomina persona dalam relasi itu tergolong posesif terasingkan. Kata hubung “yang” pada kalimat “Puspo juga mengkampanyekan poligami yang diyakininya sebagai tuntutan Islam yang Kaffah, kampanye yang dilakukannya sangat produktif melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik dan menerbitkan sebuah buku tentang kiat sukses berpoligami”, menandai koherensi kondisional, dalam hal ini penulis menegaskan dengan adanya pemberitaan mengenai kehidupan berpoligami yang dilakukan oleh puspo mengakibatkan timbulnya pro dan kontra terhadap wacana poligami. Kata hubung “ dan” dalam kalimat “Konstruksi sosial dan system kekuasaan yang partiarkhi mereduksi seksualitas hanya pada satujenis kelamin dan kekuasaan yaitu laki-laki “,pada kalimat ini kata hubung “dan” menegaskan koherensi kondisional yang memberi kesan buruk bahwa sistem partiarkhi hanya menguntungkan laki-laki, hal ini dapat menimbulkan pemikiran yang buruk bagi pembaca terhadap laki-laki Sedangkan pada artikel ini tidak terdapat elemen leksikon. Pada elemen grafis, metafora, ekspresi penulis lebih menggunakan visual image dalam memaparkan wacana.
Artikel 4 Daftar tulisan dalam artikel mengenai: Mininjau Poligami Perspektif Antropologis Dan Keharusan Mengubahnya. Struktur
Hal Yang Diamati
Elemen
Poligami dari sudut pandang
Topik
Wacana Struktur Makro
antropologis dan cara mengubah cara pandang mengenai poligami Superstruktur
•
Skema
Masyarakat dunia penganut poligami
•
Peran Agama dan Budaya dalam poligami
•
Perlawanan,oposisi
dan
kompromi terhadap poligami •
Refleksi
dan
dekonstruksi
terhadap poligami Struktur Mikro
Poligami lamanya
hadir yang
berabad-abad Latar, detail, maksud, didukung
oleh praanggapan,nominalis
peran budaya, agama dan Negara Struktur Mikro
•
Ia dinikahkan dan menjadi
Bentuk kalimat,
raden ayu dalam keluarga
koherensi, kata ganti
beristri banyak •
asi
Banyak kelompok masyarakat yang mengenal poligami, dan
yang paling umum adalah poligini, laki-laki beristri lebih dari satu orang. •
Namun tidak semua suami pada
banyak
masyarakat mengenal
kelompok
pra
industrial
poligami
dan
mempraktekannya •
Dalam rumah tangga poligami, istri utama menduduki posisi pendamping
langsung
suaminya dan bisa memerintah istri-istri lain •
Melalui poligami, struktur dan budaya
partiarkhi
semakin
menguat dan mapan Strutur Mikro
•
Ketidak
berdayaan
Kartini
melihat “kejahatan raksasa”
Yang
bernama
poligami.
(kejahatan raksasa = kejahatan besar ) •
Karena
ia
melihat
adanya
“perkawinan” tradisi budaya partiarkhi
yang
sudah
Leksikon
mengakar
di
masyarakat
dengan ajaran-ajaran Islam. (perkawinan= hubungan yang erat ) •
Pada
akhirnya
lain
fraksi-fraksi
dan
pemerintahan
“menerima”
pencantuman
aturan pembolehan poligami itu
dengan
syarat-syarat
tertentu. ( Menerima = Setuju) •
Ternyata masyarakat
dalam
realitas
banyak
terjadi
“pernikahan bawah tangan” yang
dilakukan
diam-diam.
(pernikahan bawah tangan = pernikahan
yang
dilakukan
tanpa seijin istri pertama ) Struktur Mikro
Visual Image dan Metafora
Grafis, Metafora,Ekspresi
Pada artikel yang berjudul Meninjau Poligami Perspektif Antropologis dan keharusan Mengubahnya dalam elemen topic penulis mencoba untuk mengangkat poligami dari sudut pandang antropologi dan mengubah cara pandang mengenai poligami. Pada elemen skema penulis mencoba memaparkan mulai dari masyarakat penganut poligami hingga refleksi dan ekonstruksi terhadap poligami.
Elemen latar, detail, maksud, praanggapan dan nominalisasi penulis mengangkat mengenai poligami yang telah hadir berabad-abad lamanya yang didukung oleh peran budaya, agama dan Negara. Elemen bentuk kalimat, koherensi, kata ganti, penulis lebih suka menggunakan kata hubung ‘dan’,kata ganti orang ketiga dalam memaparkan hasil penelitian kata ganti ”ia” dalam kaliamat ”Ia dinikahkan dan menjadi raden ayu dalam keluarga beristri banyak”, menunjukan penggunaan kata ganti orang ketiga tunggal, yang di maksud ”ia” di sini adalah Kartini. Kata penghubung ”dan” dalam kalimat ini menunjukkan piranti penghubung yang jelas antara kalimat satu dengan yang lainnya, dan menandai koherensi kondisional, dalam hal ini penulis menegaskan kesan bahwa aKartini di nikahkan dengan lak—laki yang suka kawin atau memiliki istri lebih dari satu. Kata penghubung ”dan” dalam kalimat ” Banyak kelompok masyarakat yang mengenal poligami dan yang paling umum adalah poligini, laki-laki beristri lebih dari satu orang” menegaskan koherensi kondisional yang baik karena menegaskan wacana poligami dan poligini. Kata ”namun” dalam kalimat ”Namun tidak semua suami pada banyak kelompok masyarakat pra industrial mengenai poligami dan mempraktekkannya” menunjukkan pengingkaran atas semua kenyataan, bahwa tidak semua suami melakukan poligami, kata hubung ”dan” menegaskan keterangan yang baik bagi pembaca, bahwa tidak semua suami pada jaman itu melakukan poligami. Kata ganti ”nya” yang di klitika pada kata suami dalam kalimat ” Dalam rumah tangga poligami, istri utama menduduki posisi pendamping langsung suaminya dan bisa memerinyah istri-istri lain.” mengacu ke antesenden istri utama. Pronomina persona dalam relasi itu tergolong posesif terasingkan, karena
tidak menunjukkan sesuatu yang melekat pada sesuatu yang lain. Kata hubung ”dan” menunjukkan keterangan yang buruk bahwa seolah-olah istri utama bisa melakukan apa saja kepada istri-istri lainnya dan seolah-olah tindakkan apapun yang dilakukan oleh istri utama terhadap istri-istri lain dibenarkan. Kata hubung ”dan” dalam kalimat ” Melalui poligami, struktur dan budaya partiarkhi semakin menguat dan mapan.” menunjukkan keterangan yang buruk, bahwa seolah-olah dengan adanya poligami maka partiarkhi semakin berjaya. Elemen leksikon penulis mencoba menggambarkan suatu kejadian dengan menggunakan kata yang berbeda, seperti pada kalimat “ketidak berdayaan Kartini melihat kejahatan raksasa yang bernama poligami”, dapat berarti sama dengan kalimat “ketidak berdayaan Kartini melihat kejahatan besar yang bernama poligami”. Elemen grafis, Metafora, Ekspresi pada artikel ini penulis menggunakan visual image dan majas metafora dalam memaparkan wacana. 4.3 Pembahasan Pada skripsi ini, peneliti ingin melihat bagaimana perspektif penulisan artikel di Jurnal Perempuan tentang poligami. Perspektif ini saya konstruksikan dalam teori sebagaimana yang telah dipaparkan dalam bab kerangka pemikiran yaitu analisa wacana, analisa bahasa kritis dan ideologi. Dari hasil penelitian diatas, terlihat artikel dalam Jurnal Perempuan menolak adanya poligami. Pada artikel yang berjudul Kebijakkan poligami : Kekerasan Negara Terhadap Perempuan dapat diamati bagai mana penulis memaparkan alasannya untuk tidak setuju dengan adanya poligami melalui perspektif hukum yang berlaku di Indonesia. Dalam hal ini penulis mencoba untuk memaparkan bagaimana kondisi hukum perkawinan di Indonesia yang lebih
menguntungkan pihak suami. Selain itu penulis juga memaparkan sebagian besar dampak dari poligami melalui hasil survey yang dilakukan oleh penulis. Artikel yang ke-dua dengan judul Ilusi Poligami merupakan gambaran yang coba di gambarkan oleh penulis mengenai alasan yang diambil oleh para pelaku poligami. Dalam artikel ini penulis mencoba memaparkan hasil penelitiannya
mengenai
dampak
dari poligami.
Penulis juga
mencoba
mempertanyakan apakah ada seorang istri yang dengan rela di poligami oleh suaminya?. Dalam artikel ini penulis mencoba untuk menyatakan ketidak setujuannya terhadap poligami dengan cara mengajak pembaca untuk melihat poligami dari sudut pandang keuntungan yang ditawarkan dalam berpoligami dan implementasinya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam arttikel ke-tiga yang berjudul Poligami, Saatnya melihat Realitas, penulis mencoba memaparkan ketidak setujuannya terhadap poligami melalui sudut pandang kemanusiaan. Penulis juga mencoba memaparkan bahwa pada kenyataannya poligami sangat bertentangan dengan prikemanusiaan, karena dalam prakek poligami banyak terjadi pengabaian hak-hak kemanusiaanyang semestinya didapatkan oleh seorang istri dan anak. Pada artikel ke-empat yang berjudul Meninjau Poligami Perspektif Antropologis dan keharusan mengubahnya. Penulis mencoba untuk memaparkan ketidak setujuannya dengan mengajak pembaca untuk menelaah poligami dari sudut pandang antropologi dan menghubungkannya dengan kenyataan yang ada mengenai poligami. Berkaitan dengan penggunaan bahasa kritis dan ideologi sebuah media, terutama dengan memperhatikan hasil dari penulisan artikel, maka kita juga bisa lihat bahwa isi media itu discourse (wacana). Di mana, inti beritasebagai wacana
yang terletak pada soal penggunaan bahasa sebagai konstruksi realitas. Di situ bahasa tidak lagi dipakai untuk menggambarkan peristiwa, melainkan pula untuk menciptakan realitas. Yang dapat dijawab disini adalah, bahwa menurut peneliti ada maksud tertentuketika sebuah kata dipilih untuk membahasakan realitas. Karena tidak semua kata dapat mewakili realitas, maka hanya salah satu kata saja yang bisa dipilih. Dari segi arti, ada dua atau tiga kata yang digunakan untuk membahas sesuatu, mungkin sama tapi jelas mempunyai makna yang berbeda dan dengan maksud tertentu. Karena selain memiliki arti dan makna, kata juga memiliki sifat,arah positif dan negative terlebih nilai ideology media. Sesuai dengan yang diungkap Eriyanto, bahasa didalam wacana bukan dimaknai sebagai sesuatu yang netral, tetapi sudah tercelup oleh ideologi yang membawa muatan kekuasaan tertentu. Bahasa adalah suatu prakrik social, melalui mana seseorang atau kelompok ditampilkan dan didefinisikan.48 Inilah mungkin yang dapat dikatakan sebagai ideologi menentukan bahasa media. Ideologi A tentunya akan memilih kata yang sesuai dengan A tersebut. Jurnal Perempuan yang mempunyai target pasar para intelektual muda, mahasiswa, serta aktivis dan akademisi, lebih memfokuskan perhatiannya kepada penolakkan terhadap Poligami. Secara spesifik Jurnal Perempuan memberikan perhatiannya kepada korban poligami karena masalah ini terkai dengan posisi istri dan anak yang menderita karena mengalami poligami. Mengenai penggunaan bahasa dalam Jurnal Perempuan kebanyakan memakai bahasa yang sesuai dengan posisinya terhadap kasus ini, menolak
48
Eriyanto, op cit, 343
poligami. Dengan demikian, diskursus yang berkembang adalah poligami bertentangan dengan hak asasi manusia.
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Sesuai dengan apa yang telh dideskripsikan dalam hasil penelitian, maka peneliti sampai pada tahap kesimpulan. Kesimpulan ini juga diharapkan dapat menjawab permasalahan penelitian. Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan di atas adalah sebagai berikut : 1. Pada artikel berjudul kebijakkan poligami: kekerasan Negara terhadap perempuan dapat disimpulkan dalam hal ini penulis memandang poligami dari sudut pandang feminisme, begitu juga dengan artikel Ilusi Poligami, Poligami Saatnya melihat realitas dan artikel Meninjau poligami perspektif Antropologis dan keharusan mengubahnya. 2. Wacana Poligami yang coba diangkat dari keempat artikel merupakan poligini yaitu seoarang laki-laki yang memiliki istri lebih dari satu. 3. Dari keempat artiket dapat disimpulkan bahwa para penulis berada pada posisi yang menolak poligami 5.2 Saran Penggambaran relitas mengenai komunikasi dan konflik sosial dengan pendekatan konstrukstivisme merupakan upaya feminisme dalam memaknai setiap kejadian social yang ada. Penelitian dalam skripsi ini merupakan langkah awal bagi penelitian selanjutnya dalam menggali seberapa jauh konstruksi media dan rekonstruksi khalayak terhadap sebuah fakta. 66 Dari pengalaman peneliti melakukan observasi yang mendalam ini, saya mendapatkan pelajaran yang sangat berharga. Terhadap media yang saya teliti
selain ucapan terima kasih yang mendalam dan dengan tidak mengurangi rasa hormat saya, rasanya perlu untuk memberikan saran-saran kepada Jurnal Perempuan maupun kepada penelitian mendatang. Ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan mengenai artikel yang diteliti, yaitu dari segi jurnalistik dan segi tema secara keseluruhan. 1. Dalam memasukkan sebuah ideology media, agar para gatekeeper memperhatikan penggunaan kata yang terlalu mencolok bagi pembaca. 2. Dalam peliputan agar ditambahkan nara sumber yang kompeten dan kapabel di bidangnya masing-masing. 3. terhadap peneliti mendatang diharapkan dapat lebih fokus kajiannya khususnya mengenai konteks poligami dalam artikel yang sama. 4. penelitian yang datang hendaknya memperhatikan pendekatan-pendekatan atau teori lain yang dapat memberikan konstribusi bagi penentuan kedekatan antara realitas semu dengan realitas sebenarnya.
Daftar Pustaka
Eriyanto ,2003, Analisis wacana : Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta, LKiS Fakih, Mansour Analisis Gender Dan Transformasi Sosial, Pustaka Pelajar 1996 Jurnal Perempuan, Perempuan dan media Mcquail, Denis, 1996, Teori Erlanggga
Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Jakarta,
Mulyana, Deddy, 2000, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung, PT Remaja Rosdakarya Pusat Informasi Kompas, kompas Sabtu 03-08-1996 Rakhmat, Jalaluddin, 2001, Psikologi Komunikasi. Bandung, PT Remaja Rosdakarya Rani, Abdul, 2006, Analisis Wacana : Sebuah kajian bahasa dalam pemakaian. Malang, Bayumedia Publishing S, Winarno, 1990, Pengantar Analisis Ilmiah Dasar, Metode, Teknik. Bandung, Tarsito Sobur, Alex, 2001, Analisis Teks Media : suatu pengantar. Bandung, PT Remaja Rosdakarya. Sunarto, Analisis Wacana Ideologi Gender Media Anak-anak. Semarang, Mimbar dan Yayasan Adikarya IKAPI serta Ford Foundation www.kompas.com, Senin 16 September 2002
CURICULUM VITAE
Nama
: Bayurini Barkah Sofiatun
TTL
: Jakarta, 23 Mei 1983
Alamat
: Jl. Sukarela 1 Rt 004 Rw 06 No: 4 Kreo Selatan
Hp
: 021-94020648
Hobby
: Membaca, Berpetualang, Menulis
Pendidikan Formal: •
SDN Kereo 01
•
SLTPN 153 Jakarta Selatan
•
SMUN 29 Jakarta Selatan
Riwayat Organisasi : •
Sekretaris HMJ Formasi Jurnalistik FIKOM UMB periode 2001-2002
•
Ketua Panitia Temu Akrab FIKOM UMB Periode 2002
•
Sekretaris BEM FIKOM UMB periode 2002-2003
•
Wakil Ketua BEM FIKOM UMB periode 2003-2004
•
Ketua BEM FIKOM UMB periode 2004-2005
•
Wakil Presiden Mahasiswa BEM UMB periode 2005-2006
Perspektif Penulisan Artikel Tentang Poligami Di Jurnal Perempuan Edisi 31 ( Studi Analisis Wacana )
SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Strata 1 (S1) Ilmu Komunikasi
Diajukan Oleh : Nama
: Bayurini Barkah Sofiatun
NIM
: 04101 - 007
Bidang Studi
: Broadcasting
Fakultas Ilmu Komunikasi UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2008
UNIVERSITAS MERCU BUANA FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI BIDANG STUDI BROADCASTING
LEMBAR PERSETUJUAN SIDANG SKRIPSI
: Perspektif Penulisan Artikel Tentang Poligami
Judul Skripsi
Di Jurnal Perempuan Edisi 31 ( Studi Analisis Wacana ) Nama
: Bayurini Barkah Sofiatun
NIM
: 04101 – 007
Program Studi
: Broadcasting
Tanggal
: 14 Mei 2008
Mengetahui, Pembimbing I
Dra. Agustina Zubair, M.Si
Pembimbing II
Heri Budianto, S,Sos, MSi
UNIVERSITAS MERCU BUANA FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI BIDANG STUDI BROADCASTING
LEMBAR TANDA LULUS SIDANG SKRIPSI
: Perspektif Penulisan Artikel Tentang
Judul Skripsi
Poligami Di Jurnal Perempuan Edisi 31 ( Studi Analisis Wacana ) Nama
: Bayurini Barkah Sofiatun
NIM
: 04101 – 007
Program Studi
: Broadcasting Jakarta,
Mei 2008
1. Ketua Sidang Nurprapti W. Widyastuti, S.sos, Msi
(.................................)
2. Penguji Ahli Feni Fasta,S.E, M.Si
(..................................)
3. Pembimbing I Dra. Agustina Zubair, MSi
(..................................)
4. Pembimbing II Heri Budianto S,Sos, Msi
(..................................)
UNIVERSITAS MERCU BUANA FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI BIDANG STUDI BROADCASTING
LEMBAR PENGESAHAN REVISI SKRIPSI Judul Skripsi
: Perspektif Penulisan Artikel Tentang
Poligami Di Jurnal Perempuan Edisi 31 ( Studi Analisis Wacana ) Nama
: Bayurini Barkah Sofiatun
NIM
: 04101 – 007
Program Studi
: Broadcasting Jakarta,
Juni 2008
Disetujui dan Diterima Oleh, Pembimbing I
Pembimbing II
Dra. Agustina Zubair, M.Si
Heri Budianto, S,Sos, Msi
Mengetahui, DEKAN FIKOM UMB Fakultas Ilmu Komunikasi UMB
Dra. Diah Wardhani, M.Si
Kepala Bidang Studi Bidang Broadcasting
Drs. Riswandi, Msi
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI BIDANG STUDI BROADCASTING UNIVERSITAS MERCU BUANA
ABSTRAKSI
Bayurini Barkah Sofiatun (04101 – 007) Perspektif Penulisan Artikel Tentang Poligami Di Jurnal Perempuan Edisi 31 ( Studi Analisis Wacana ) vii + 71 halaman + 2 lampiran Bibliografi 20 acuan (1983 – 2008)
Fenomena Poligami telah lama berkembang, seiring dengan berkembangnya kebudayaan manusia. Tradisi poligami merupakan tradisi yang sama tuanya dengan peradaban manusia. Fenomena poligami yang begitu dasyat menyerbu Indonesia bersama dengan nilai-nilai yang dibawanya. Pro dan kontra atas praktek poligami kian besar, poligami tidak hanya menjadi perdebatan pada level elite politik tetapi juga pada masyarakat umum. Pijakan mereka yang kontra terhadap poligami yaitu hendak membebaskan perempuan dari segala bentuk eksploitasi dan dominasi kaum laki-laki termasuk dalam pernikahan. Media massa memang tak terlepas dari penggunaan bahasa dan kaitannya dengan ideologi yang dibangun untuk masyarakat. Penggunaan bahasa menjadi kian penting karena masyarakat menjadi lemah dan termakan secara tidak sadar oleh media. Melalui Critical Linguistics, penggunaan bahasa dan ideologi menjadi terungkap, ke arah mana media massa akan menuju. Elemen-elemennya yang dapat mengungkap ideologi tersebut adalah penggunaan struktur bahasa, kosakata, majas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ke empat artikel dalam Jurnal Perempuan Edisi 31 menggunakan kosakata versi mereka dalam menggambarkan realitas. Penggunaan kata sambung, kata ganti dan majas dimungkinkan dalam membahas realitas yang ada disesuaikan dengan keinginan media tersebut.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil?’alamiin, segala puja dan puji hanya teruntuk Allah SWT yang memberikan begitu banyak nikmat sehingga skripsi ini dapat selesai. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang amat banyak kepada seluruh pihak yang telah membantu atas selesainya skripsi ini, khususnya kepada: 1. Ibu Agustina Zubair selaku pembimbing satu yang telah bersusah payah membimbing saya. 2. Bapak Heri Budianto selaku pembimbing dua yang
masih sempat
membimbing di tengah padatnya jadwal beliau. 3. Kepada Redaksi Jurnal Perempuan ( Ibu Adriana Venny ) atas bantuannya dalam memberikan informasi. 4. Keluarga Besar bapak Bambang Sutardi dan Ibu Sri Yulianti atas biaya kuliah dan kesabarannya dalam menantikan kelulusan saya, My litle Sist, Bayu Sari Wulan yang sudah mau mencarikan referensi di tengah perkuliahan di solo, My Litle Bro’ Bayu Tirta Bantala yang selalu nanya ”kapan ni kerjanya???” 5. Yan Ratianto, suami ku yang selalu sabar dan penuh pengertian dalam mendukung setiap keputusan, hingga skripsi ini selesai. 6. Keluarga Besar Fikom, Pak Riswandi untuk semua tanda tangan dan kemudahan yang di berikan, Pak Ponco atas bimbingannya selama ini, Mas Mawi, Mas Ervan, Pak Hari, Pak Jack, Mba Lila, Pak Aep maaf loh kalau selama ini Bayu selalu ngerepotin....
7. Untuk Kawan – Kawan ”Pedang Bintang”, thanks untuk motivasi selama ini. Perjuangan ini belum berakhir Kawan!! 8. Seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Dalam penyusunan skripsi ini saya sadari masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu atas kritik, saran dan masukkan saya ucapkan terimakasih.
Juni 2008
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul Lembar Persetujuan Skripsi Daftar Isi Daftar Tabel Kata Pengantar Persembahan Abstraksi BAB I PENDAHULUAAN 1.1. Latar Belakang......................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah.................................................................... 8 1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................... 8 1.4. Manfaat Penelitian................................................................... 8
BAB II KERANGKA PENELITIAN 2.1. Komunikasi Massa................................................................. 9 2.2. Media Cetak........................................................................... 10 2.3. Perempuan Dan Media Massa ............................................... 14 2.4. Analisa Wacana...................................................................... 16 2.5. Paradigma Kritis ................................................................... 21 2.6. Ideologi.................................................................................. 22 2.7. Ideologi Feminis..................................................................... 25 2.8. Jurnalisme Berperspektif Gender .......................................... 28 2.9.Bahasa......................................................................................29
BAB III METODOLOGI 3.1. Sifat Penelitian....................................................................... 34 3.2. Metode Penelitian.................................................................. 34 3.3. Teknik Pengumpulan Data.................................................... 37 3.4. Unit Analisis.......................................................................... 38 3.5. Fokus Penelitian..................................................................... 38 3.6. Teknik Analisis...................................................................... 39
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Obyek Penelitian.................................................. 43 4.2. Hasil Penelitian..................................................................... 50 4.3. Pembahasan........................................................................... 68
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan............................................................................. 71 5.2 Saran...................................................................................... 72
Daftar Pustaka........................................................................................................74 Lampiran-lampiran
DAFTAR TABEL
Tabel 1
: Elemen Wacana Van Dijk
Tabel 2
: Fokus Penelitian Elemen Wacana Van Dijk
Tabel 3
: Daftar tulisan
dalam artikel berjudul : Kebijakan Poligami
Kekerasan Negara Terhadap Perempuan.
Tabel 4
: Daftar tulisan dalam artikel berjudul : Ilusi Poligami
Tabel 5
: Daftar tulisan dalam artikel berjudul : Poligami Saatnya melihat Realitas
Tabel 6
: Daftar tulisan dalam artikel berjudul : Meninjau Poligami Perspektif Antropologis dan Keharusan Mengubahnya.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Gabner menulis, "komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri.”1 Secara umum fungsi komunikasi massa merupakan salah satu bentuk spesialisasi dari komunikasi. Bila ada yang membedakannya hal itu disebabkan karena adanya unsur media massa dalam bentuk komunikasi massa secara umum dalam hal ini bias disamakan dengan fungsi media massa. Dewasa ini seiring dengan perkembangan jaman, media massa semakin banyak, dan bersaing dalam setiap pemberitaannya dalam hal mecari khalayak. Media massa menjadi sesuatu yang lebih pribadi, hal ini karena media massa menawarkan kebutuhan yang berbeda pada seiap khalayak. Media massa semakin banyak dijadikan sebagai obyek studi. Gejala ini seiring dengan kian meningkatnya peran media massa itu sendiri sebagai suatu institusi penting. Media sering kali berperan sebagai wahana pengembangan kebudayaaan, seperti halnya tata cara, norma-norma. Fungsi umum dari media massa dalam masyarakat sebagai berikut : Informasi : menyediakan informasi tentang peristiwa dan kondisi dalam masyarakat dan dunia, menunjukan hubungan kekuasaan, memudahkan inovasi, adaptasi, dan kemajuan. Korelasi : menjelaskan, menafsirkan, mengomentari makna peristiwa dan informasi; menunjang otoritas dan norma-norma mapan; melakukan sosialisasi; 1 1
Denis Mcquail dan Windabil, Sven Model-model komunikasi, Uni Prima Jakata 1985
mengkoordinasi beberapa kegiatan; membentuk ksepakatan; menentukan urutan prioritas dan memberikan status relative.Kesinambungan: mengekspresikan budaya dominan dan mengakui kebudayaan khusus / subculture serta perkembangan budaya baru; meningkatkan dan melestarikan nilai-nilai. Hiburan: menyediakan hiburan, pngalihan perhatian, dan sarana relaksasi; meredakan ketegangan social.Mobilisasi : mengkampanyekan tujuan masyarakat dalam bidang politik, perang, pembangunan , ekonomi, pekerjaan dan kadang kala juga dalam bidang agama.2 Media cetakpun mengalami perkembangan yang amat pesat. Di Indonesia sendiri terdapat ragam media cetak yang menawarkan keunggulannya masingmasing. Melihat perkembangan teknologi yang kian pesat, menjadikan kebutuhan khalayak akan informasi semakin besar. Informasi dijadikan konsumsi setiap saat oleh masyarakat, dan ini membuat media cetak bersaing dalam menyuguhkan informasi. Di tengah arus informasi yang kian cepat, dan dapat diakses di mana saja, dengan mengandalkan kekuatan visualnya, disamping mencari keuntungan media cetak juga bersaing dalam menarik minat khalayak. Sesuai dengan fungsi pers, sebagai penyebar informasi yang pertama dari media cetak dimana pembaca permanen atau pembaca tidak permanen yang memerlukan informasi mengenai berbagai peristiwa, ide atau komentar mengenai apa-apa yang terjadi. Kedua mendidik, media cetak dituntut untuk membuat berita-berita tentang pengetahuan, sehingga khalayak pembaca bertambah pengetahuannya. Ketiga menghibur, selain berita-berita politik, ekonomi, criminal, pemberitaan media cetak juga menyediakan hiburan sebagai pengalihan dan sarana relaksasi guna meredakan ketegangan sossial. Keempat sebagai control 2
Dennis Mcquail : Teori Komunikasi massa Suatu pengantar, Erlangga Jakarta hal 69
social, media cetak harus netral dan balance. Dalam segi pemberitaan media cetak tidak boleh memihak pada salah satu kepentingan atau golongan tertentu. Semakin banyaknya media cetak yang menawarkan informasi sesuai dengan kebutuhan orang–perorang, maka semakin banyak khalayak yang tergantung akan media cetak
tersebut. Dalam merebut khalyak, media cetak
menjadi hal yang lebih pribadi, seperti menjadi sarana informasi bagi salah satu kelompok tertentu. Di era reformasi, era di mana segala informasi dapat diakses secara bebas dan transparan, media cetak semakin kompetitif dalam segi pemberitaan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa media massa memiliki peran yang relatif besar dalam menyebarluaskan informasi. Hal ini tidak dipungkiri karena media massa mampu menjangkau seluruh daerah sampai pelosok terpencil sekalipun. Dalam kaitannya dengan relasi gender akibat kemampuan media massa tersebut maka media massa dianggap mampu melestarikan idiologi gender.3 Hal ini dikarenakan media massa berperan sebagai salah satu lembaga sosial. Artinya media massa merupakan bentuk sekaligus cara melembaganya komunikasi sosial dengan sarana dan kebiasaan yang terselenggara melalui komunikasi massa. Idealnya sosok media massa dapat memberikan gambaran tentang perempuan berdasarkan pada pean media massa sebagai alat perubahan social. Pemberitaan tentang perempuan selayaknya bertujuan untuk mendorong kearah apreesiasi harkat dan martabat perempuan yang lebih tinggi dan terhormat dalam berbagai situasi dan kondisi. Apabila media massa menempatkan dirinya sebagai lembaga komersil semata-mata, maka berita tentang perempuan akan 3
Sobur , Alex. Analisis Teks Media, Bandung Remaja Rosdakarya hal 37
lebih tercermin pada sikap eksploitatif terhadap penampilan fisik perempuan semata. Jurnal Perempuan merupakan jurnal berkala yang memuat lebih banyak isu-isu tentang gender. Jurnal Perempuan diasumsikan oleh kelompok masyarakat kelas menengah seperti kaum aktivis, akademisi, pekerja dan sebagainya. Gaya penulisan Jurnal Perempuan ini cenderung feature, membuat pembaca terhanyut, dan seakan-akan mengalami segala bentuk kejadian yang terdapat dalam setiap artikel. Menurut laporan tahun 1995 di LIPI ada 516 terbitan jurnal yang sudah memiliki izin. Jumlah tersebut meliputi semua terbitan berkala, baik umum, popular ataupun yang bersifat ilmiah. 4 Yayasan Jurnal Perempuan ( YPJ ) merupakan salah satu dari sekian banyak lembaga yang memperhatikan semua permasalahan yang berkaitan dengan perempuan. Melalui penerbitan jurnalnya, YPJ ingin agar pandangan tentang perempuan dapat lebih dilihat sebagai subyek daripada obyek. Dalam mengemban visinya sebagai jurnal feminisme, Jurnal Perempuan melakukan sosialisasi secara terus menerus mengenai gagasan-gagasan gender kepada masyarakat. Selain meningkatkan kesadaran hak-hak perempuan, Jurnal Perempuan melakukan kajian serta informasi kesetaraan gender. Salah satu isu yang paling dan sempat menjadi sorotan tajam pada akhir tahun 2003 oleh para aktivis perempuan termasuk para feminis Islam dan diangkat dalam Jurnal perempuan adalah Poligami. Pasalnya, poligami dinilai sangat bertentangan dengan platform gerakan pembebasan perempuan yang selama ini di kumandangkan oleh para pegiat hak-hak kaum hawa.
4
Pusat Informasi Kompas, kompas Sabtu 03-08-1996
Tradisi poligami adalah tradisi yang sama tuanya dengan peradaban manusia. Tercatat dalam sejarah Israel kuno bahwa Raja Solomon /Nabi Sulaiman memiliki 700 istri dan 300 selir. Dalam sejarah masyarakat Islam formatif tercatat beberapa tokoh yang juga memiliki banyak istri. Salah seorang pemimpinpemimpin besar kekhalifahan Abbasiyah yang membawa Islam ke jaman keemasan, Harun Ar-Rasyid, membangun tempat besar khusus untuk lebih dari seribu selirnya. Demikian pula yang terjadi pada raja-raja Jawa dahulu.5 Sudut pandang antropologi dalam melihat praktek poligami pada masyarakat-masyarakat tradisional memiliki factor pendorong yang tidak selalu terkait dengan penyaluran hasrat-hasrat seksual. Di dalamnya terkandung pula kepentingan ekonomi dan pertimbangan social, baik untuk laki-laki maupun bagi perempuan sendiri. Dengan memiliki lebih dari seorang istri, dan juga dengan anak-anak yang cukup banyak, maka tenaga kerja yang tersedia dalam rumah tangga menjadi bertambah dn hal itu dapat membantu
pekertjaan di sector
pertanian atau sector jasa perdagangan lainnya. Di sampiing itu, pekerjaanpekerjaan di ranah domestic menjadi lebih terbantu.6 Dengan demikian, praktek poligami itu terkait dengan pembagian kerja seksual untuk kepentingan ekonomi, suatu upaya untuk menambah input tenaga kerja yang membantu pekerjaan di sektor produksi serta di sektor reproduksi dan konsumsi di lingkungan rumah tangga. Namun tidak semua suami pada kelompok masyarakat pra industrial mengenal poligami dan memepraktekannya. Tidak pernah didapatkan adanya keluarga inti yang 100% poligami, diperkirakan dari 20% laki-laki dari warga
5 www.kompas.com Senin 16 September 2002 oleh Suhadi cholil ,center for religius and cross cultural studies UGM. 6 Gerald R. Leslie The Famili In Social Contex, New york : oxford university press 1979 hal 30
suatu kelompok masyarakat yang melakukan poligami adalah berasal dari kelas atas.7 Fenomena poligami yang begitu dasyat menyerbu Indonesia bersama dengan nilai-nilai yang dibawanya tidak hanya menjadi perdebatan pada level elite politik, tetapi juga pada masyarakat umum. Pro dan kontra atas praktek poligami kian besar. Di akhir 2001 muncullah Puspo Wardoyo, seorang pengusaha yang memiliki sejumlah rumah makan Ayam Bakar Wong Solo di berbagai kota besar Indonesia dan mengaku sukses melakukan poligami dengan empat orang istri. Kampanye yang dilakukannya sangat produktif melalui media cetak maupun elektronik, dan menerbitkan buku kiat sukses berpoligami. Fenomena poligamipun kian merebak, seperti yang terjadi pada salah satu Da’I terkenal pada pertengahan tahun 2006. hal ini menjadikan poligami kembali di pertanyakan dan di perdebatkan oleh berbagai lapisan masyarakat. Bahkan peristiwa tersebut mengakibatkan perubahan pada undang-undang perkawinan dan semakin di perketatnya aturan poligami yang diatur melalui peraturan pemerintah. Sebenarnya perlawanan terhadap poligami di Indonesia telah ada menjelang tahu 1920-an yang dilakukan kaum perempuan baik yang secara individual maupun organisasi.8 Mereka meminta agar pemerintah untuk mengusahakan agar kejadian poligami tidak meluas, karena dampaknya akan memakan korban, khususnya kaum perempuan dan anak-anak. Pijakan mereka yang kontra terhadap poligami cukup jelas, yaitu hendak membebaskan perempuan dari segala bentuk eksploitasi dan dominasi kaum lakilaki, termasuk dalam pernikahan. Sayangnya, tidak sedikit kelompok gerakan perempuan yang menentang poligami, terjebak secara reaksioner dalam meladeni 7 8
Ibid hal 29 Jurnal perempuan edisi 31 hal 75
wacana agama yang dilontakan kelompok pro poligami. Karena itu munculnya Poligami Award pertengahan tahun 2003 di Hotel Aryaduta Jakarta, tidak hanya kontra diktif dengan visi-misi yang diusung oleh kelompok reformis perempuan, tetapi juga semakin mengundang pro dan kontra seputar poligami. Praktek poligami dicap oleh kaum feminis sebagai bentuk pengunggulan kaum laki-laki dan penegasan bahwa fungsi istri dalam perkawinan adalah hanya untuk melayani suami. Praktek poligami sendiri pada hakekatnya merupakan bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Ini dapat terlihat dari alasan-alasan yang dapat dipakai oleh pengadilan agama untuk memberi izin suami melakukan poligami. Perdebatan mengenai poligami semakin menarik. Fenomena ini menjadi perdebatan yang tak henti-hentinya, ditambah legitimasi undang-undang perkawinan di Indonesia yang berbau poligami membuat isu mengenai poligami takkan habis diperdebatkan. Menyimak artikel di Jurnal perempuan Edisi 31 mengenai Poligami, menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi penulis. Sehinga penulis ingin mengetahui lebih dalam bagaimana Jurnal Perempuan menyajikan wacana poligami yang seutuhnya. Jurnal perempuan dipilih sebagi obyek dari penelitian ini karena dari Jurnal Perempuan lahir pemikiran – pemikiran yang baru, dimana perempuan tidak lagi terus dipermalukan di media massa. Selain itu karena Jurnal perempuan merupakan media yang pas untuk dijadikan bahan penelitian berkaitan dengan judul penelitian ini. Hal ini di karenakan artikel-artikel yang terdapat dalam Jurnal Perempuan mengulas fakta lebih dalam mengenai poligami.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalahnya adalah : “ Bagaimana perspektif penulisan artikel tentang poligami di Jurnal Perempuan Edisi 31 ? “
1.3 Tujuan Penelitian Dari pokok permasalahan diatas dengan demikian penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut untuk mengetahui perspektif penulisan artikel tentang poligami di Jurnal Perempuan edisi 31.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Akademis Sebagai bahan masukan bagi perkembangan ilmu komunikasi pada umumnya dan bidang jurnalistik pada khususnya. Penelitian ini berusaha untuk membuka wacana yang lebih beragam mengenai interprestasi jurnalisme gender yang memang harus di kembangkan dalam seluruh perkembangan dan dinamika komunikasi di bidang jurnalistik 1.4.2 Manfaat Praktis Memberikan gambaran serta masukan kepada media cetak khususnya Juirnal Perempuan mengenai perspktif wacana poligami . Sehinggga Jurnal perempuan lebih berkembang dan dapat menjadi wadah bagi siapa saja yang membutuhkan terutama kaum perempuan.
BAB II KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Komunikasi Massa Bitner
merumuskan
komunikasi
massa
adalah
pesan
yang
dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang.9 Secara umum komunikasi massa diartikan sebagai komunikasi yang di tujukkan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, anonym melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara erentak dan sesaat. Secara umum fungsi komunikasi massa merupakan salah satu bentuk spesialisasi dari komunikasi. Bila ada yang membedakannya hal itu disebabkan karena adanya unsure media massa dalam bentuk komunikasi massa secara umum dalam hal ini bias disamakan dengan fungsi media massa, yaitu : memberikan informasi, memberikan pendidikan dan membimbing, menghibur, mempengaruhi khalayak, pengembangan mntal, adaptasi lingkungan, manipulasi lingkungan. Secara khusus komunikasi massa memiliki fungsi : meyakinkan mengukuhkan, mengubah, menggerakkan, menawarkan etika/system nilai tertentu , menggerakan status, membius, menciptakan rasa kebersamaan, privatisasi. Proses komunikasi massa yaitu proses pengoperan lambing-lambang yang berarti yang di lakukan melalui saluran-saluran dalam hal ini media massa.10 Umumnya kita lebih tertarik bukan kepada apa yang kita lakukan kepada media, tetapi kepada apa yang dilakukan media kepada kita. Kita ingin tahu bukan untuk apa kita membaca surat kabar atau menonton televise, tetapi bagaimana 9
Denis Mcquail dan Windabil, Sven Model-Model komunikasi Uni prima Jakarta 1985 Dennis Mcquail : Teori Komunikasi massa Suatu pengantar, Erlangga Jakarta hal 69
10
10
surat kabar dan televisi menambah pengetahuan, mengubah sikap atau menggerakan perilaku kita. Inilah yang disebut efek komunikasi massa seperti yang dinyatakan oleh Donald K. Robert ada yang beranggapan bahwa efek hanyalah perubahan perilaku manusia setelah diterpa pesan media. Karena fokusnya pesan maka efek haruslah berkaitan dengan pesan yang disampaikan dengan media akan mengesampaikan banyak sekali pengaruh media massa. Kita cenderung melihat efek media massa, baik yang berkaitan pesan maupun dngan media itu sendiri. Menurut Steven M Chafee ini adalah pendekatan pertama dalam melihat efek media massa. Pendekatan kedua ialah melihat jenis perubahan yang terjadi pada diri khalayak komunikasi massa - penerima informasi, perubahan-perubahan atau sikap, dan perubahan perilaku atau dengan istilah lain perubahan kognitif, afektif, dan behavioral. Pendekatan ke tiga meninjau satuan observasi yang dikenal efek komunikasi massa – individu, kelompok. Masyarakat atau bangsa.11
2.2 Media Cetak Media cetak terdiri atas surat kabar, majalah, brosur, pamphlet, buku cetak. Sejarah media modern bermula dari buku cetak. Buku tetap merupakan sarana utama untuk mengkomunikasikan pengetahuan. Buku merupakan sesuatu yang sentral dalam pemberian informasi, hiburan, analisis, dan pendidikan bagi jutaan orang di seluruh dunia. Buku memiliki keuntungan diantaranya : mudah dibawa-bawa, dan tidak memerlukan teknologi canggih untuk mengaksesnya. Hampir ratusan tahun setelah ditemukannya percetakan barulah apa yang sekarang ini kita kenal sebagai surat kabar prototif dapat dibedakan dengan surat
11
Ibid hal 218-219
edaran, pamphlet dan buku berita berakhir abad keenam belas dan abat ke tujuh belas.12 Surat kabar pertamakali lahir tidak dari satu sumber, tetapi dari gabungan kerja sama antara pihak percetakan dengan pihak penerbit. Ragam surat kabar resmi mimiliki beberapa cirri khas yang sama dengan surat kabar komersil, tetapi juga berfungsi sebagai terompet penguasa dan alat pemerintah. Surat kabar komersil merupakan ragam yang sangat berpengaruh dalam proses pembentukan institusi surat kabar. Pengaruh surat kabar komersil merupakan tonggak penting dalam sejarah komunikasi, karena sejak itu pola pelayanan beralih kepara anggota masyarakat pembaca yang tidak dikenal, dan bukan alat propaganda penguasa. Surat kabar memiliki inovasi yang lebih tinggi,karena dalam surat kabar memuat bentuk karya tulis social budaya yang baru. Sejarah perkembangan surat kabar selanjutnya dapat dipaparkan sebagai serangkaian perjuangan , kemajuan dan pengulangan yang mengarah ke iklim kebebasan.13 Dari iklim kebebasan inilah maka muncul beraneka bentuk media cetak lainnya, diantaranya berupa majalah. Majalah merupakan salah satu jenis media cetak untuk menyampaikan pesan kepada khalayak yang berisi kumpulan artikel yang dicetak dalam lembaran dan di jilid dalam bentuk buku. Biasanya majalah terbit dua minggu sekali, sebulan sekali bahkan ada yang tiga bulan sekali. Majalah ada yang bersifat umum yaitu majalah yang informasinya di peruntukkan oleh segala lapisan masyarakat, tetapi majalah juga ada yang bersifat khusus. Jurnal perempuan merupakan salah satu jenis media cetak yang berupa artikel artikel yang di bukukan dan bersifat khusus dimana artikelnya hanya berisi 12
Denis Mcquail Teori Komunikasi Massa, Erlangga, Jakarta 1996 hal 9 K. Santana, septiawan, Jurnalisme Kontemporer, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2005 hal 96 13 13
isu-isu yang bersifat gender dan di tujukan hanya pada lapisan masyarakat tertentu. Jurnal sendiri masuk kedalam majalah opini, karena didalam jurnal terdapat berbagai artikel opini dan memili visi tertentu. Biasanya kredibilitasnya mendorong banyak penulis mengirimkan pemikiran-pemikiranny. Para penulis kebanyakan mencari prestise. Mereka mengirimkan artikelnya dengan harapan namanya tercatat dalam konstelasi para elite intelektual.14 Artikel jurnalistik mengikuti ruang dan waktu pelaporan jurnalisme. Gaya dan isi artikel jurnalistik memiliki kecepatan yang sama dengan berita. Punya kepadatan yang sama . artikel ditulis sepersis di ruang pemberitaan : kata-kata, kalimat-kalimat, dan paragraf –paragrafnya harus ringkas dan jelas.15 Bedanya hanya di model, artikel jurnalistik tidak memakai piramida terbalik. Tidak mengurutkan yang penting di atas, yang krang penting di bawah. Artikel bisa menggunakan ragam pilihan. Artikel harus dikemas sepadat mungkin. Uraiannya diatur, setelah memiliki topik actual yang menarik, berbagai bahannya disusun kembali. Dari puluhan catatan, sekian wawancara, sejumlah brosur, beberapa laporan, dan sekian bahan lainnya, semuanya harus dijadikan satu. Semuanya mesti dicampur menjadi kisah yang menarik dan mengandung lead yang kuat. Ada dua jenis artikel jurnalistik yaitu kolom dan tajuk rencana.16 Kolom sendiri terdapat dua pengertian yaitu kolom sebagai lajur dan kolom sebagai sebuah jenis tulisan. Sebagai lajur akan kita temukan saat membolak-balik halaman surat kabar dan majalah. Kita akan menatap berbagai lajur. Tiap lajur membagi halaman Koran atau majalah dengan berbagai berita. Ada yang
14
Ibid hal 96 Ibid hal 5 16 Ibid hal 56 15
membaginya melalui garis-garis tipis, ada yang memakai batas spasi, ada juga yang tidak sama sekali memakai pembatas. Berbagai garis atau pembatas ini disebut kolom.17 Sebagai tulisan, akan kita temukan sekotak pembatas bergaris atau bukan, yang berisi teks artikel ketika membuka halaman demi halaman surat kabar dan majalah. Biasanya nama penulisnya tercantum atu ada juga yang dibubuhi photo penulis atu diberi ilustrasi gambar pignet atau karikatur. Ilustrasi ini memaknai isi tulisan.18 Artikel juranalistik yang kedua adalah tajuk rencana. Tajuk rencana sering kita kenal dengan editorial, namun dalam bahasan ini editorial tertuju pada tulisan tajuk rencana yang ditulis khusus oleh redaksi koran dan majalah. Ada unsur penting dalam tajuk rencana yaitu Fakta, karena berdasarkan fakta berbagai opini tajuk rencana dibuat. Gambaran permasalahan dideskripsikan, dan dicarikan atau diusulkan jalan keluarnya. Tanpa landasan fakta, opini sebuah media akan dinilai sebagai fitnah.19 Yang kedua Interpretasi. Interpretasi adalah proses memadukan kegiatan
memahami suatu
fenomena
dengan
kegiatan
mengungkapkan,
menerangkan dan menerjemahkannya menjadi suatu pesan yang siap untuk dikomunikasikan kepada orang lain.20 Yang terakhir opini. Opini disisni merupakan pernyataan media terhadap persoalan yang tengah dibahasnya. Melalui pernyataan-pernyataannya, sikap sebuah media terlihat, sehingga masyarakat paham.21
17
Ibid hal 59 Ibid hal 59 19 Ibid k, Santana setiawan hal 66 20 Ibid hal 67 21 Ibid hal 67 18
Selain jenis artikel yang telah terpaparkan di atas, ternyata para akademisi menghimpun dan mengategorikan berbagai artikel.22 Salah satunya adalah Esai. Esai masuk kedalam jenis artikel opini. Mengikuti karakterirtik artikel maka sebuah esai harus antisipatif. Materinya harus selalu aktual, menjangkau waktu di depan masa cetak, tapi menyelinap dibalik berita, esai mesti interpretatif. Menjawab pertanyaan tentang makna sebuah berita. Esai juga mesti propokatif. Harus bisa menarik atensi dan minat pembaca. Penulis dapat menyajikan dengan gaya yang bersifat reflektif, diskursif, persuasif, atau instruktif. Dengan kata lain esai harus menyentuh emosi.23 Esai mesti disampaikan secara menghibur. Yaitu dengan anekdot, kiasan, tamsil, metaphor, aliterasi, contoh-contoh bahkan statement-statement dari para ahli dan penghibur. Selain itu bisa pula meminjam naskah iklan, fiksi sastra, liputan investigasi, bahkan teori ilmu sosial. Pada intinya, esai mencerminkan sebuah reaksi. Penulis tergerak untuk merespon suatu masalah. 2.3 Perempuan Dan Media Massa Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa media massa memiliki peran yang relatif besar dalam menyebarluaskan informasi. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena media massa mampu menjangkau seluruh daerah sampai pelosok terpencil sekalipun. Dalam kaitannya dengan relasi gender akibat kemampuan media massa tersebut maka media massa dianggap mampu dalam melestarikan ideologi gender.24 Hal ini dikarenakan media massa berperan sebagai salah satu lembaga social. Artinya media massa merupakan bentuk sekaligus cara melembaganya 22
Ibid hal 75 Ibid hal 75-76 24 mulyana, Deddy Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar , PT remaja Rosdakarya Bandung 2001 hal 140 23
komunikasi social dengan sarana dan kebiasaan yang terselenggara melalui komunikasi massa. Idealnya, sosok media massa dapat memberikan gambaran tentang perempuan berdasarkan pada peran media massa sebagai alat perubahan social. Artinya, pemberitaan tentang perempuan selayaknya bertujuan untuk mendorong kearah apresiasi harkat dan martabat perempuan yang lebih tinggi dan terhormat dalam berbagai situasi dan kondisi. Apabila media massa menempatkn dirinya sebagai lembaga komersial ( profit ) semata-mata, maka berita tentang perempuan akan lebih tercermin pada sikap eksploitatif terhadap penampilan fisik semata. Majalah merupakan satu bagian dari media massa yang memiliki peran yang sangat besar untuk mempengaruhi pandangan pembacanya. Majalah telah membentuk image perempuan Indonesia, seperti di Negara lainnya, pandangan ini tidak dapat dilepaskan dari keterlibatan media massa tak terkecuali majalah perempuan sendiri. Tidak dapat dipungkiri bahwa media massa memiliki peran yang sangat besar dalam membantu khalayaknya untuk mengetahui hal-hal yang terjadi di sekelilingnya. Sehingga khalayak tidak merasa ketinggalan berita dan ada rasa terlibat dalam peristiwa yang ditampilkan oleh media. Namun sangat disayangkan karena media massa acapkali dianggap menyodorkan realitas semu bagi khalayaknya karena media massa selalu dikaitkan dengan kekuasaan. Berkaitan dengan kekuasaan dan hegemoni gender di dalam masyarakat, maka perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang eksis saat ini dipercaya diakibatkan konsep partiarkhi. Konsep partiarkhi sendiri secara sederhana diartikan sebagai suatu system social yang mndukung dan membenarkan predominasi lelaki dan mengakibatkan control dan subordinasi perempuan dan
akhirnya menciptakan ketimpangan social antar seks.25 Selain itu dalam masyarakat partiarkhi laki-laki akan selalu mendapat keuntungan lewat kekuasaan ekonomi dan kekuasaan gender yang dimilikinya. Melalui poses budaya yang panjang media massa dianggap ikut berperan dalam menjadikan perempuan sebagi kelompok marginal dan mengisolasi peran perempuan di ruang public. Dari media massa juga muncul gambaran stereotype tentang perempuan. Hal ini mengakibatkan adanya usaha untuk memperhatikan lingkungannya dalam upaya mengetahui dan mempelajari pandangan mana yang semakin kuat dan ketinggalan zaman oleh para pemerhati masalah perempuan. 2.4 Analisa wacana Analisa wacana berkembang dengan pesat sejak pertengahan dua dasawarsa yang lalu. Orang yang cukup berpengaruh dalam melakukan analisis wacana adalah Sinclair dan Coulthard. Karya mereka itu banyak dirujuk oleh pengembang analisis wacana berikutnya.Di Indonesia sendiri kajian wacana sudah di mulai sejak pertengahan tahun 1970.26 Analisis wacana merupakan suatu usaha memahami wacana. Analisis wacana tidak hanya penting untuk memahami hakikat bahasa, malainkan juga untuk memahami proses belajar bahasa dan perilaku berbahasa. Proses belajar bahasa mempunyai kaitan erat dengan proses pemerolehan kompetensi dalam konteks penggunaan bahasa. Oleh karena itu mengkaji wacana secara sungguhsungguh dapat mengungkapkan tingkat pemerolehan kompetensi
komunikati
Melalui berbagai karyanya, Van Dijk membuat kerangka analisis wacana yang
25
ibrahim, Idi Subandi Wanita dan Media Konstruksi Idiologi Gender dalam Ruang Publik Orde Baru Pt Remaja Rosda Karya Bandung 1998 Hal xxxviii 26 Abdul rani Dkk, Analisis Wacana Sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakain, Bayumedia Publishing, malang 2006 hal 10-14
dapat
didayagunakan.
Ia
melihat
suatu
wacana
terdiri
atas
berbagai
struktur/tingkatan, yang masing-masing bagian saling mendukung, yaitu : Struktur makro. Merupakan makna gelombang/ umum dari suatu teks yang dapat dipahami dengan melihat topic dari suatu teks. Tema wacana ini bukan hanya isi, tetapi juga sisi tertentu dari suatu peristiwa. Superstruktur adalah kerangka suatu teks: bagaimana struktur dan elemen wacana itu disusun dalam teks secara utuh. Struktur mikro adalah makna wacana yang dapat diamati dengan menganalisa kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, parafrase yang dipakai dan sebagainya. Table 1 Elemen wacana Van Dijk Struktur wacana
Hal yang diamati
Stuktur makro
Elemen Topik
Tematik (apa yang dikatakan ?)
Superstruktur
Skema
Skematik (Bagaimana
pendapat
disusun dan dirangkai ?_) Struktur mikro
Latar,
Semantik (
Makna
yang
detail,
maksud,
ingin praanggapan,
ditekankan dalam teks nominalisasi berita ) Struktur mikro
Sintaksis (bagaimana
Bentuk
pndapat koherensi, kata ganti
disampaikan ?) Stuktur mikro
Stilistik
kalimat,
Leksikon
( Pilihan kata apa yang dipakai ?) Stuktur mikro
Retoris
Grafis, metafora Ekspresi
( Bagaimana dan dengan cara
apa
penekanan
dilakukan ?) Sumber : Drs. Alex Sobur, M.Si. Analisis teks Media, PT Rosda karya hal 74 Elemen wacana Van Dijk dapat dijelaskan sebagai berikut : Tematik. Secara arfiah tema berarti “ sesuatu yang telah diuraikan ”, sebuah tema bukan merupakan hasil dari seperangkat elemen yang spesifik, melainkan wujud-wujud kesatuan yang dapat kita lihat di dalam teks atau bagi cara-cara yang kita lalui agar beraneka kode dapat terkumpul dan koheran. Tematisasi merupakan proses pengaturan tekstual yang diharapkan pembaca sedemikian sehingga dia dapat memberikan perhatian pada bagian-bagian tepenting dari isi teks, yaitu tema. Skematik. Struktur skematis atau superstruktur menggambarkan bentuk umum dari suatu teks. Bentuk wacana umum itu disusun dengan sejumlah kategori atau pembagian umum seperti pendahuluan, isi, kesimpulan, pemecahan masalah, penutup, dan sebagainya. Skematik merupakan strategi dari komunikator untuk mendukung
makna umum dengan memberikan sejumlah alasan
pendukung. Semantik. Dalam pengertian umum, semantik adalah disiplin ilmu bahasa yang menelaah makna satuan lingual, baik makna lesikal maupun makna gramatikal. Makna leksikal adalah makna unit semantic yang terkecil yang disebut leksem, sedangkan makna gramatikal adalah makna yang berbentuk dari
penggabungan satuan-satuan kebahasaan. Analisis wacana banyak memusatkan perhatian pada dimensi teks seperti makna yang eksplisit ataupun implicit, makna yang sengaja disembunyikan dan bagaimana orang menulis atau berbicara mengenai hal itu. Dengan kata lain, semantik tidak hanya mendefinisikan bagian mana yang penting dari stuktur wacana, tetapi juga menggiring kearah sisi tertentu dari suatu peristiwa. Sistaksis. Secara etimologis sistaksis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat ( pateda,1994:85 ). Salah satu strategi pada level semantik adalah dengan pemakaian koherensi. Koherensi adalah pengaturan secara rapi kenyataan dan gagasan, fakta dan ide menjadi suatu untaian yang logis, sehingga mudah memahami pesan yang dikandung ( Wohl,1978 ). Koherensi dapat ditampilkan melalui hubungan sebab akibat, bias juga sebagai penjelas. Koherensi secara mudah dapat diamati, diantaranya dari kata hubung yang dipakai untuk menghubungkan fakta/proposisi. Kata hubung yang dipakai menyebabkan makna yang berlainan ketika hendak meghubungkan proposisi. Stilistik. Pusat perhatia stikistika adalah style, yaitu cara yang digunakan seorang
pembicara
atau
penulis
untuk
menyatakan
masudnya
dengan
menggunakan bahasa sebagai sarana. Dengan demikian style dapat diterjemahkan sebagai gaya bahasa. Apa yang dimaksud gaya bahasa itu sesungguhnya terdapat dalam segala ragam bahasa : ragam lisan dan ragam tulis, ragam non sastra dan ragam sastra, karena gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa dalam konteks tertentu oleh orang tertentu untuk maksud tertentu. Retoris. Strategi dalam level retoris di sini adalah gaya yang diungkapkan ketika seseorang berbicara atau menulis. Misalnya, dengan pemakaian kata yang
berlebihan, atau bertele-tele. Retoris mempunyai fungsi persuasive, dan berhubungan erat dengan bagaimana pesan itu ingin disampaikan kepada khalayak. Pemakaiannya, di antaranya, dengan menggunakan gaya pengulangan, pemakaian kata-kata yang permulaannya sama bunyinya seperti sajak, sebagai strategi untuk menarik perhatian, atau untuk menekankan sisi tertentu agar diperhatikan oleh khalayak. Bentuk gaya retoris lain adalah ejekan dan metonomi. Tujuannya adalah melebihkan sesuatu yang positif mengenai diri sendiri dan melebihkan keburukan pihak lawan.27 Seperti yang diterangkan di atas, salah satu bentuk pendekatan yang digunakan dalam analisis wacana adalah bahasa kritis atau yang disebut critical linguistics. Memandang bahasa sebagai praktik social, melalui mana suatu kelompok memantapkan dan menyebarkan idiologinya. Pendekatan ini melihat bagaimana tata bahasa tertentu dan pilihan kosakata tertentu membawa implikasi dan idiologi tertentu. Dalam membangun model analisis ini, Roger Flower dkk mendasarkan pada penjelasan Halliday mengenai fungsi dan struktur bahasa. Fungsi dan struktur bahasa ini menjadi dasar struktur tata bahasa, di mana tata bahasa itu menyediakan alat untuk dikomunikasikan kepada khalayak. Ada beberapa elemen yaitu kosa kata dan kalimat
( pemakaian tata
bahasa ). Kosakata
menggambarkan bagaimana realitas dunia dilihat, memberikan kemungkinan seseorang untuk mengontrol dan mengatur pengalaman pada realitas social. Kalimat menggambarkan bagaimana peristiwa digambarkan lewat rangkaian kata.28 f. 27 28
Drs. Alex Sobur, M.Si Analisis Teks Media, PT Rosda Karya Bandung 2001, hal 75-84 Eriyanto pengantar Analisis teks media LKiS yogyakarta 2001 hal: 134-152
2.5 Paradigma Kritis Paradigma kritis terutama bersumber dari pemikiran sekolah Frankfrut. Ketika sekolah Frankfrut itu tumbuh, di Jerman tengah berlangsung proses propaganda besar-basaran Hitler.29 Dari sekolah Frankfrut ini lahirlah pemikiran yang berbeda, yang kemudian dikenal sebagai aliran kritis. Aliran ini menganggap bahwa adanya kekuatan-kekuatan yang berbeda dalam masyarakat yang mengontrol proses komunikasi. Teori kritis lahir karena ada keprihatinan akumulasi dan kapitalisme lewat modal besar, yang mulai menentukan dan mempengaruhi kehidupan masyarakat. Salah satu sifat dasar dari teori kritis adalah selalu curiga dan mempertanyakan kondisi mayarakat dewasa ini. Karena kondisi masyarakat yang kelihatannya produktif, dan bagus tersebut sesungguhnya terselubung struktur masyarakat yang menindas dan menipu kesadaran khalayak. Kondisi berita saat ini dengan akumulasi modal besar-besaran menyatakan bahwa berita itu obyektif. Sehingga pertanyaan yang dikembangkan adalah bagaimana supaya media dapat meliput peristiwa dengan obyektif. Dalam teori kritis, pertanyaan yang pertama kali harus diajukan adalah mengenai obyektivitas itu sendiri. Pemikiran Madzhab Frankfrut dikembangkan lebih lanjut oleh Stuart Hall. Hall mengkritik kecenderungan studi media yang tidak menempatka ieiologi sebagai bagian penting. Hall juga merevisi pandangan kritis yang melihat media seolah berperan secara langsung, media sebagai alat kelompok dominant untuk menguasai kelompok yang tidak dominan.
29
Eriyanto, 2003, Analisis Wacana : Pengantar Teks Media. Yogyakarta, LKis
2.6 Ideologi Ideologi merupakan konsep yang sentral dalam analisa wacana yang brsifat kritis. Hal ini karena teks, percakapan, dan lainnya adalah bentuk praktik ideologi atau pencerminan dari ideologi tertentu. Dalam teori-teori klasik tentang ideology diantaranya mengatakan bahwa ideologi dibangun oleh kelompok yang dominan dengan tujuan untuk mereproduksi dan melegitimasi dominasi mereka. Ideologi dari kelompok dominan hanya efektif jika didasarkan pada kenyataan bahwa anggota komunitas termasuk yang didominasi menganggap hal tersebut sebagai kebenaran dan kewajaran. Di sini, menurut Van Dijk, dapat menjelaskan fenomena apa yang disebut sebagai “ kesadaran palsu “, bagai mana kelompok dominan memanipulasi ideologi kepada kelompok yang tidak dominan melalui kampanye disinformasi, melalui control media, dan sebagainya.30 Ideologi dimaksudkan untuk mengatur masalah tindakan dan praktik individu atau anggota suatu kelompok. Ideologi membuat anggota dari suatu kelompok akan bertindak dalam situasi yang sama, dapat menghubungkan masalah mereka, dan membarikan kontribusi dalam membentuk solidaritas dan kohesi di dalam kelompok. Dalam perspektif ini, ideologi mempunyai beberapa implikasi penting. Pertama, ideologi secara inheren bersifat social, tidak personel atau individual : ia membutuhkan share di antara anggota kelompok, organisasi atau kolektivitas dengan orang
lainnya. Hal yang di sharekan tersebut bagi
anggota kelompok digunakan untuk membemtuk solidaritas dan kesatuan langkah dalam bertindak dan bersikap. Kedua, ideologi meskipun bersifat social, ia digunakan secara internal diantara anggota kelompok atau komunitas. Ideologi disini bersifat 30
Ibid hal 13
umum ,
abstrak, dan nilai-nilai yang terbagi antar anggota kelompok menyediakan dasar bagaimana masalah harus dilihat. Dengan pandangan semacam ini, wacana lalu tidak dipahami sebagai sesuatu yang netral dan berlangsung secara alamiah, karena dalam setiap wacana selalu terkandung ideolodi untuk mendominasi dan berebut pengaruh. Istilah ideologi mempunyai dua pengertian yang bertolak belakang. Secara positif, ideologi dipersepsikan sebagai suatu pandangan dunia yang menyatakan nilai-nilai kelompok social tertentu untuk membela, mengembangkan dan memajukan kepentingan-kepentingan mereka yang bersifat social. Namun secara negative, ideologi dilihat sebagai suatu kesadaran palsu, yaitu suatu kebutuhan untuk melakukan penipuan dengan cara memutar balikan pemahaman orang mengenai realitas social.31 Secara sederhana ideologi bagi masyarakat modern ini digunakan sebagai alat untuk memecahkan masalah. Ideologi menurut Sargend, memberikan suatu gambaran mengenai dunia, baik sekarang ini maupun dimasa depan, serta bagaimana menyusun kompleksitas dunia menjadi sederhana dan dapat dipahami. Dalam perkembangan ilmu social, terminologi ideologi mengalami banyak pemaknaan. Tapi secara ringkas, ideologi dapat dilihat dalam tiga ranah acuan pokok.32 Pertama ideologi sebagai relitas yang bermakna netral. Artinya, ideologi dimaknai sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai dan sikap dasar rohani suatu kelompok social dan komunitas kebudayaan tertentu. Kedua, ideologi sebagai kesadaran palsu, bahwa ideologi merupakan sistem berpikir yang sudah terdistrosi, baiok secara sengaja maupun
31
tidak
Sunarto, Analisis Wacana Ideologi Gender Media Anak-anak. Semarang, Mimbar dan Yayasan IKAPI serta Ford Foundation hal 57 32 Ibid hal 86
sengaja. Ideologi dalam pengertian ini adalah sarana kelas atau kelompok social tertentu untuk mensahkan atau melegitimasikan asal sumber dan praksis kekuasaan secara tidak wajar. Dalam pengertian ini, makna ideologi justru bernilai negative. Artinya, ideologi merupakan perangkat claim yang tidak wajar atau sebuah teori yang tidak berorientasi pada nilai kebenaran, melainkan sudah mengambil sikap berpihak pada kepentingn tertentu. Ketiga, ideologi sebagai sistem keyakinan yang tidak rasional. Artinya, bahwa ideology merupakan hanya sekedar rangkaian system kepercayaan dan keyakinan
subyektif.
Konsekuensinya
adalah
ideologi
tidak
membuka
kemungkinan pertanggungjawaban rasional dan obyektif. Sementara itu, kita bisa melihat ideologi mempunyai tiga ragam perwujudan. Pertama, ideologi dalam arti penuh yaitu ajaran, pandangan dunia, filsafat sejarah yang memerlukan tujuan-tujuan dan norma social politik yang diklain sebagai kebenaran mutlak yang tidak boleh dipertanyakan lagi serta sekaligus sdah mapan dan harus dituruti secara penuh.Hal ini berarti memiliki status moral absolute dan menuntut ketaatan mutlak. Ragam ideologi tertutup ini diambil dari konsiderasi elit yang harus dipacu, dipropagandakan dan dipublikasikan. Ragam selanjutnya adalah ragam ideologi terbuka. Ideologi ini lebih merupakan cita-cita etika politik yang terbuka pada pliralitas operasionalisasi tindakan konkretnya. Justru cita-cita atau nilai tersebut menjamin kebebasan masyarakat untuk melaksanakan cita-citanya. Terakhir, ideologi implisit, yaitu keyakinan atau system nilai hakikat realitas dan cara bsrtindak masyarakat yang tidak dirumuskan secara eksplisit. Meskipun implicit ideologi tersebut diyakini dan diresapi dalam seluruh gaya hidup, merasa, berpikir bahkan bermasyarakat.
2.7 Ideologi Feminis Dengan pemahaman ideologi semacam itu, perspektif feminis akan berhubungan erat didalamnya. Bahasan ini menjadi penting karena implikasi ideologis
terhadap relasi social yang terjadi antara perempuan dan laki-laki
dimasyarakat. Tiap perspektif akan menampilkan berbagai asumsi yang mendasari munculnya pemikiran dan gerak social yang berpengaruh secara signifikan terhadap perkembangan relasi gender antara perempuan dan laki-laki di masyarakat. Feminisme merupakan sebuah ideologi yang berangkat dari suatu kesadaran akan suatu penindasan dan pemerasan terhadap perempuan dalam masyarakat, apakah itu di tempat kerja atau pun dalam konteks masyarakat secara makro, serta tindakan sadar baik oleh perempuan atau pun laki-laki untuk mengubah keadaan tersebut. Gerakan feminis mencoba untuk mewujudkan sebuah masyarakat yang harmonis tanpa pengisapan dan diskriminasi, demokratisasi dan bebas dari pengotakkan berdasarkan kelas, kasta dan bias jenis kelamin. Secara sederhana kita bisa membagi aliran feminisme menjadi dua aliran besar dalam ilmu social yakni aliran status quo atau fungsionalisme dan aliran konflik.33 Aliran fungsionalisme tersebut dapat kita temui dalam pemikiran Feminisme Liberal. Aliran ini muncul sebagai kritik terhadap teori politik liberal yang pada umumnya menjunjung tinggi nilai otonomi, persamaan dan nilai moral serta kebebasan individu, namun pada saat yang sama dianggap mendiskriminasi kaum perempuan. Mereka, dalam mendefinisikan masalah kaum perempuan, tidak melihat struktur dan system sebagai pokok persoalan.34
33 34
Fakih, Mansour Analisis Gender dan Transformasi Sosial,Pustaka Pelajar, 1996 hal 79 Ibid hal 80
Asumsi dasar feminisme liberal barakar pada pandangan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan public. Kerangka kerja feminis liberal dalam memperjuangkan persoalan masyarakat tertuju pada ‘kesempatan yang sama dan hak yang sama’ bagi setiap individu, termasuk didalamnya kesempatan dan hak kaum perempuan. Menurut paham ini keterbelakangan kaum perempuan selain akibat dari sikap irrasional yang sumbernya karena berpegang teguh pada nilai-nilai tradisional, juga karena perempuan tidak berpartisipasi dalam pembangunan. Teori Konflik yang pertama adalah Feminisme Radikal yang sejarahnya muncul sebagai reaksi atas kultur sexism atau diskriminasi social berdasarkan jenis kelamin di barat pada tahun 60-an khususnya sangat penting dalam melawan kekerasan seksual dan pornografi.35 Kelompok penganut teori konflik yang kedua adalah feminisme Marxis. Kelompok ini berpendapat bhwa penindasan pada perempuan adalah bagian dari penindasan kelas dalam hubungan produksi. Bagi penganut paham ini penindasan perempuan merupakan kelanjutan dari system eksploitatifyang bersifat structural. Oleh karena itu, mereka tidak menganggap partiarkhi ataupun kaum laki-laki sebagai permasalahan, akan tetapi system kapitalisme yang sesungguhnya merupakan penyebab permasalahannya. Dengan begitu penyelesainnya pun harus bersifat structural, yakni hanya dengan melakukan perubahan struktur kelas dan pemutusan hubungan dengan system kapitalisme internasional.36 Penganut aliran konflik yang ke tiga adalah Feminisme Sosialis. Aliran ini melakukan sintesis antara metode histories materialis Marx dan Engels dengan gagasan kaum feminis radikal. Paham ini memandang kapitalisme dan patriarki 35 36
Ibid hal 84 Ibid hal 86
merupakan ideologi yang menyebabkan terjadinya penindasan terhadap perempuan. Kapitalisme dan partiarki akan mencapai beberapa kompromi pada persoalan perempuan. Dengan mengacu pada aspek sejarah awal persoalannya berdasar pada kekuatan tenaga kerja perempuan, anak-anak dan laki-laki.37 Di antara berbagai perspektif feminis di atas, perspektif feminis social dinilai sebagai perspektif yang tepat untuk digunakan sebagai acuan dalam melakukan analisis terhadap relasi gender di media massa. Hal itu disebabkan perspektif ini memberikan kerangka yang komperhenssif pada adanya penindasan terhaap kaum perempuan di media massa. Perspektif feminis social memandang media sebagai instrument utama dalam menyampaikan stereotip, partiarkal dan nilai-nilai hegemoni mengenai perempuan dan feminitas. Media berfungsi sebagai mekanisme control social. Menurut perspektif ini, media menampilkan kapitalisme dan skema patriarki yang dianggap sebagai system yang paling menarik dan tersedia. Kontrol sosial secara langsung menjadi tidak perlu karena ideology dominant telah diterjemahkan menjadi sesuatu yang wajar atau dapat diterima secara
umum.
Media
memenuhi
kebutuhan-kebutuhan
structural
dalam
masyarakat kapitalis, partiarkis dan demokratis dengan menstransmisikan nilanilaidominan perkembangan
mengenai
perempuan
selanjutnya,
pemikiran
yang
telah
tentang
didistrorsinya.
peran
social
Dalam
perempuan
diartikulasikandalam media massa. Tentu saja, setiap media massa mempunyai ideologi.
37
Ibid hal 89
2.8 Jurnalisme Berperspektif Gender Dalam tahun-tahun terakhir ini, didunia akademisi dan penelitian, media massa, komunitas intelektual dan LSM, sangat gandrung dengan konsep atau istilah gender. Bicara gender, rasa-rasanya sudah banyak tulisan atau seminar yang bicara soal gender. Secara sederhana kita mengartikan gender sebagai pembagian peran serta tanggung jawab, baik laki-laki maupun perempuan, yang dibentuk oleh masyarakat maupun budaya.38 Sementara itu jika kita bicara media, khususnya kerja kalangan jurnalis di dalamnya, sedikitnya ada tiga hal berkaitan yang manggambarkan suramnya persolaan perempuan di dalam media tersebut. Pertama, masih adanya bias dalam menampilkan representasi perempuan di dalam media, baik secara cetak maupun elektronik. Kedua, masih sedikitnya kalangan perempuan yang terlibat di dalam dunia jurnalis atau bekerja sebagai insane pers. Ketiga, berhubungan kepentingankepentingan kekuasaan, baik yang berasaldari “luar” maupun dari “dalam” yang memiliki
kemampuan
untuk
mengangkat
berbagai
berita
tertentu
dan
mengabaikan berita-barita yang lain, atau ikut mempengaruhi atau bahkan menentukan isi dari pemberitaan. Melihat suramnya, sebagai mana yang telah dipaparkan diatas bagaimana isu-isu gender atu isu-isu perempuan tidak diapresiasi secara pas, maka dalam tahun-tahun terakhir ini, kita mendengar apa yang disebut sebagai jurnalisme berperspektif gender. Secara sederhana kita mengartikan istilah tersebut sebagai kegiatan atau praktek jurnalistik yang selalu menginformasikan atau bahkan mempermasalahkan
dan menggugat secara terus-menerus, baik dalam media
cetak maupun elektronik adanya hubungan yang tidak setara atau ketimpangan 38
Jurnal perempuan, Prempuan Dan Media
relasi antara laki-laki dan perempuan atau representasi perempuan yang sangat bias gender.
BAB III METODOLOGI
3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitataif yang akan menggambarkan segala kejadian dan akan dianalisa oleh penulis. Penelitian deskritif hanyalah memaparkan kejadian atau peristiwa. Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak mengkaji hipotesis atau membuat predeksi. Penelitian ini juga berkaitan dengan pengumpulan data untuk memberikan gambaran atau penegasan suatu konsep atau gejala, juga menjawab pertanyaan sehubungan dengan penelitian pada saat ini.39 Dengan demikian penelitian ini secara terperinci akan menyimpulkan informasi faktual yang melukiskan gejala yang ada, mengidentifikasi masalahmasalah praktek yang ada.
3.2 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa wacana. Analisa wacana muncul sebagai sebuah reaksi terhadap linguistic murni yang belum mampu mengungkap hakikat bahasa secara sempurna. Analisis wacana banyak mengkaji unsure bahasa di atas tataran kalimat. Dalam analisa wacana, bahasa dikaji tidak secara terpisah seperti dalam linguistic, melainkan secara terpadu. Semua unsure bahasa dianggap sebagai kesatuan dan semuanya terikat pada konteks pemakainnya. Menurut Stubbs analisa wacana merupan satu kajian 39
Metode penelitian Komunikasi , bahan perkuliahan universitas Mercu Buana
32
yang meneliti atau menganalisa bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan. Stubbs menjelaskan bahwa analisis wacana menekankan kajian penggunaan bahasa dalam konteks social, khususnya dalam interaksi antar penutur. Senada dengan itu,Cook menyatakan bahwa analisa wacana merupakan kajian yang membahas tentang wacana sedangkan wacana adalah bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi.40 Data dalam analisis wacana selalu berupa teks, baik teks lisan maupun tulis. Teks disini mengacu pada bentuk transkripsi rangkaian kalimat atau ujaran. Sumber data dalam analisis wacana adalah para pemakai bahasa, namun jumlahnya terbatas separti dalam kajian kasus. Jenis analisis yang di gunakan adalah wacana argumentasi. Salah satu bentuk wacana yang berusaha mempengaruhi pembaca atau pendengar agar menerima pernyataan yang di pertahankan, baik yang didasarkan pertimbangan logis maupun emosional.41 Sebuah wacana di kategorikan argumentasi apabila bertolak dari adanya isu yang sifatnya kontroversi antara penutur dan mitra tutur. Dalam kaitannya dengan isu tersebut, penutur berusaha menjelaskan alasan-alasan yang logis untuk meyakinkan mitra tuturnya. Biasanya, suatu topik diangkat karena mempunyai nilai, seperti indah, benar, baik, berguna, efektif atau sebaliknya. Elemen pokok wacana argumentasi ada tiga yaitu pernyataan, alasan, dan pembenaran. Sedangkan, elemen pelengkapnya adalah pendukung, modal dan sanggahan.
40 Abdul rani, dkk Analisis Wacana sebuah kajian bahasa dalam pemakaian, Bayumedia publishimg, malang 2006 hal :9 41 Ibid hal 39
Pernyataan adalah sesuatu yang diyakini kebenarannya oleh penutur dan di kemukakan kepada mitra tutur agar dapat diterima dengan alasan-alasan mendasar yang dapat ditunjukan. Alasan adalah bukti-bukti yang bersifat khusus yang di perlukan untuk mendukung pernyataan. Alasan dapat beruoa data statistic, contoh, ilustrasi, penalaran, observasi eksperimental, dan materi ilmu pengetahuan umum, maupun penguji. Pembenaran adalah pernyataan yang menunjukkan kaidahkaidah umum untuk mempertahankan pernyataan. Dukungan adalah criteria yang digunakan
untuk
membenarkan
pernyataan
yang
dikemukakan
dalam
pembenaran. Dalam hal ini, dukungan dapat berupa pengalaman yang diyakini, pernyataan para pakar, hasil penelitian atau hasil wawancara. Modal adalah kata atau grase yang menunjukkan derajat kepastian atau kualitas suatu pernyataan. Sanggahan atau penolakan adalah lingkungan atau situasi di luar kebiasaan yang dapat mengurangi atau menguatkan pernyataan.42 Salah satu pendekatan yang digunakan dalam analisis wacana adalah pendekatan analisis bahasa kritis.43Memusatkan analisis wacana pada bahasa dan menghubungkannya dengan idiologi. Inti dari gagasannya adalah melihat bagaimana gramatika bahasa membawa posisi dan makna idiologi tertentu.44 Ada beberapa elemen yang digunakan dalam analisis wacana. Elemen tersebut diantaranya kosakata dan kalimat. Kosakata diberi makna oleh media massa sehingga dapat menghasilkan arti dan makna tertentu. Bahasa sebagai system klasifikasi memungkinkan seseorang untuk mengontrol dan mengatur pengalaman pada realitas social.45 Klasifkasi dapat berbeda-beda melihat
42
Ibid hal 41-42 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media,hal 15-18 44 Ibid hal 15 45 Ibid hal 134 43
heterogennya pemikiran khalayak. Itu bias terjadi oleh perseorangan maupun kelompok dengan kelompok yang lainnya. Bahasa sendiri merupakan gabungan dari berbagai symbol yang digunakan untuk menunjuk sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Hal ini mengakibatkan tidak semua makna yang di maksud oleh komunikator sama dengan makna yang diterima oleh khalayak. Kata-kata
menyediakan klasifikasi bagaimana realitas dipahami.
Klasifikasi itu bermakna peristiwa harusnya dilihat dalam sisi yang satu bukan yang lain. Kata kemudian memaksa kita untuk melihat bagimana realita harusnya dipahami. Kosakata berpengaruh terhadap bagaimana kita memahami dan memaknai suatu peristiwa. Hal ini karena khalayak tidak mengalami atau mengikuti suatu peristiwa secara langsung. Oleh karena itu, ketika membaca suatu kosakata tertentu akan dihubungkan dengan realitas tertentu.
3.3 Teknik Pengumpulan Data 3.3.1 Data Primer Data primer adalah data yang langsung dan segera diperoleh dari sumber data oleh penyidik atas tujuan yang khusus.46 Data primer diambil dari Jurnal perempuan adisi 31 mengenai poligami. 3.3.2 Data Sekunder Data sekunder adalah data yang telah lebih dahulu dikumpulkan dan dilaporkan oleh orang.47 Data sekunder didapatkan penulis melalui bacaanbacaan, diskusi, atau literature .
46 47
Winarno s. Pengantar Ilmiah dasar, metode, teknik Tarsito, Bandung 1990 hal 63 Ibid
3.4 Unit Analisis Dalam penelitian ini yang akan dijadikan nara sumber adalah Jurnal Perempuan edisi 31 sebagai obyek penelitian, yang berupa tulisan-tulisan.
3.5 Fokus Penelitian Focus penelitian yang akan dilakukan adalah meneliti teks, yang berupa pernyataan, kata-kata, kalimat yang ada pada Jurnal perempuan edisi 31 menggunakan elemen wacana Van Dijk. Table 1 Elemen wacana Van Dijk Struktur wacana
Hal yang diamati
Stuktur makro
Elemen Topik
Tematik (apa yang dikatakan ?)
Superstruktur
Skema
Skematik (Bagaimana
pendapat
disusun dan dirangkai ?_)
Struktur mikro
Latar,
Semantik (
Makna
yang
detail,
maksud,
ingin praanggapan,
ditekankan dalam teks nominalisasi berita ) Struktur mikro
Sintaksis (bagaimana
Bentuk
pndapat koherensi, kata ganti
disampaikan ?) Stuktur mikro
Stilistik
kalimat,
Leksikon
( Pilihan kata apa yang dipakai ?) Stuktur mikro
Retoris
Grafis, metafora Ekspresi
( Bagaimana dan dengan cara
apa
penekanan
dilakukan ?) Sumber : Drs. Alex Sobur, M.Si. Analisis teks Media, PT Rosda karya hal 7 3.6 Teknik Analisis Teknik analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan analisis bahasa kritis ( critical Linguistics ). Pendekatan ini memusatkan analisa wacana pada bahasa dan menghubungkannya dengan idiologi. Inti dari gagasan pendekatan ini adalah melihat bagaimana gramatika bahasa membawa posisi dan makna ideologi tertentu. Dalam kasus pemberitaan Poligami, bahasa dan gramatika yang seperti apa yang digunakan oleh Jurnal Perempuan. Aspek idiologi majalah tersebut dapat diamati, misalnya dengan melihat penggunaan dan pemilihan bahasa dan struktur bahasa yang digunakan. Analisis akan dilakukan mengenai sejumlah artikel yang menuliskan mengenai kasus Poligami.
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Objek Penelitian 4.1.1 Yayasan jurnal Perempuan Berawal dari kepedulian akan begitu minimnya bacaan tentang feminisme di Indonesia, maka pada tahun 1995, Gadis Arivia bersama Ida Dhani dan Asikin Arif mulai mendirikan sebuah organisasi bernama Yayasan Jurnal Perempuan (YPJ). Inisiatif untuk menerbitkan sebuah jurnal feminisme bernama Jurnal Perempuan ini lebih ditujukan dalam rangka melengkapi bahan perkuliahan paradigma feminisme di fakultas Sastra Universitas Indonesia. Dalam perkembangannya ternyata jurnal tersebut cukup
banyak diminati baik yang
mebeli di toko koperasi mahasiswa UI mauun di toko buku Gramedia. Dalam perkembangannya YPJ kian serius dalam memikirkan isi dan kemasan Jurnal Perempuan yang hingga akhir Juli 2007 telah mencapai edisi ke 59 dan terdistribusikan hampir di seluruh toko buku ternama di Indonesia. Dibantu oleh The Ford Foundation, dan menyusul lembaga Asia Foundation, YPJ tidak hanya menerbitkan jurnal berkala, namun juga menerbitkan buku-buku berperspektif gender. Selanjutnya di tahun 1998 YPJ menerima tawaran dari Internews Indonesia untuk mencoba sebuah bidang yang baru dan penuh tantangan yakni memproduksi program radio bernama Program Radio Jurnal Perempuan (PRJP) yang mengangkat berbagai isu dan persoalan perempuan khususnya di tingkat lokal.
39
Bila Jurnal perempuan dikonsumsi oleh kelompokmasyarakat kelas menengah seperti kaum aktivis, akademisi, pekeja dan sebagainya, maka segmen program Radio Jurnal Perempuan memang ditujukan untuk masyarakat yang lebih luas. Sebagaimana hakikat radio yang lebih mudah diakses bahkan oleh masyarakat di pedesaan. Murah, mudah, dan dapat didengarkan kapan saja dengan tetap beraktivitas. Program Radio Jurnal Perempuan hingga kini tetap mengudara setiap minggunya dan menyapa pendengarnya di Indonesia bersama 176 stasiun radio mitra kerja YPJ di seluruh pelosok tanah air. Hinggga kini PRJP telah menghasilkan lebih dari 200 program yang menyuarakan hak-hak perempuan dan kesetaran gender. Tantangan dan kesempatan kian hari semakin menarikuntuk di jajaki, dengan terus menyuarakan kesetaraan gender, ucapan terima kasih tak terhingga kepada berbagai pihak yang selama ini telah memberikan dukungan kepada YPJ apapun bentuk dukungan itu, terbukti akhirnya hal itu sangat membantu YPJ agar tetap eksis hinggga saat ini. Selanjutnya pada tahun 2000 YPJ kembali menekuni bidabg baru yakni pembuatan film dokumentasi. Divisi ini selanjutnya dinamai Video Jurnal Perempuan yang hingga saat ini telah berhasil memproduksi 3 film documenter yakni “Kekerasan Terhadap Perempuan”, “Perempuan Di Wilayah Konfik”, serta “Perdagangan Anak Dan Perempuan”. Selain empat divisi utama YPJ yakni penerbitan Jurnal Perempuan, penerbitan buku-buku berperspektif gender, produksi Program Radio Jurnal Perempuan dan pembuatan Film Dokumenter, YPJ juga memiliki 2 divisi pendukung lainnya : toko buku perempuan dan event organizer. Toko Buku
Perempuan beralamat di kantor Yayasan Jurnal Perempuan dan buka setiap hari kerja, disamping itu tim marketing YPJ juga giat melakukan penjualan di pameran, bazaar, dan seminar-seminar bertema permpuan sebagai bagian dari strategi “menjemput bola”. Departemen pengembangan YPJ juga secara rutin menyelenggarakan event seperti diskusi rutin bulanan, kampanye, seminar, peluncuran buku, workshop dan traning. YPJ juga membuka kesempatan konseling bagi perempuan yang membutuhkan konsultasi, dan berbagai pihak yang membutuhkan berbagai informasi tentang isu-isu gender. Semua dalam rangka terus mensosialisasikan gagasan-gagasan gender kepada masyarakat. Adapun acara-acara yang pernah diselenggarakan oleh YPJ antara lain adalah kampanye untuk menghentikan kekerasan terhadap perempuan tiap tahunnya dalam rangka memperingati hari anti kekerasan peempuan, workshop perempuan di parlemen, kampanye stop perdagangan anak perempuan (trafficking), traning gender untuk laki-laki, traning jurnalisme berperspektif gender yang diselenggarakan tiap tahun, dan lain sebagainya. Meski banyak sekali hal yang harus di lakukan oleh YPJ, namun YPj yakin sama halnya rekan-rekan di LSM perempuan lainnya yang percaya bahwa suatu saat nanti masyarakat berkesetaraan gender akan segara terwujud. 4.1.1.2 Visi Dan Misi Yayasan Jurnal Perempuan meningkatkan kesadaran hak-hak perempuan melalui publikasi Jurnal dan buku, melakukan kajian serta informasi kesetaraan gender. Yayasan Jurnal Perempuan menyediakan informasi, melatih menuangkan goresan ide, menyelenggarakan kegiatan pendidikan, dan avokasi hak-hak perempuan melalui empat besar programnya : Jurnal Perempuan, Radio Jurnal
Perempuan, Video Jurnal Perempuan, serta Kajian dan Penerbitan Buku. Yayasan Jurnal Perempuan sadar bahwa informasi memberdayakan perempuan dan lakilaki menuju masyarakat yang berkeadilan gender. Misi terpenting dari Yayasan Jurnal Perempuan adalah bagaimana memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada masyarakat, khususnya perempuan tentang hak-haknya sebagai perempuan dan warga negara. Sebagai lembaga yang mengambil posisi media, maka Yayasan Jurnal Perempuan dalam mengiplementasikan visi dan misi organisasi menekankan pada lima program Radio Jurnal Perempuan, Program Penerbitan Buku dan Kajian Perempuan, Program Video Jurnal Perempuan dan Program Jurnal Perempuan Online. Kelima program ini dalam mengangkat tema-tema perempuan mempunyai corak dan ruangnya masing-masing. Kelima program tersebut mewakili sasarannya masing-masing, yang akhirnya membangun sinergisitas organisasi dalam mengkampanyekan hak-hak perempuan di dalam masyarakat. 4.1.1.3 Program Yayasan Jurnal Perempuan Selama ini Yayasan Jurnal Perempuan lebih mengembangkan pada pengembangan jurnalisme yang berbasis pada ide, dengan ciri-ciri seperti di atas. Guna merespon perkembangan informasi itu, maka pengembangan jurnalisme di Yayasan Jurnal perempuan juga memasuki wilayah yang menekankan pada peristiwa. Hal ini tidak hanya menguntungkan dari aspek respon berita, namun pemberitaan ini dapat dijadikan referensi bagi pengembangan dalam ide. Misalkan, dalam Jurnal Perempuan Online banyak menampilkan beritaberita tentang kekerasan terhadap perempuan, maka dari berita-berita atau sajian ini dapat dikaji lebih dalam melalui program Jurnal Perempuan yang membahas
lebih dalam tentang kekerasan terhadap perempuan. Jelas sinergisitas ini sesuai dengan visi dan misi yang dilakukan oleh Yayasan Jurnal Perempuan. 4.1.1.4 Program Jurnal Perempuan Jurnal Perempuan terbit pertama kali pada tahun 1996. kehadiran jurnal Perempuan pada masa tersebut relative menjadi special ditengah langkanya wacana gender dalam konteks ke Indonesiaan. Awal mula diterbitkannya Jurnal Perempuan sebenarnya hanya diperuntukan bagi kalangan academis, terutama mahasiswa Universitas Indonesia yang saat itu mengambil mata kuliah Paradigma Studi Wanita di Fakultas sastra UI yang sudah ada sejak tahun 1989di bawah asuhan Prof.Dr. Toeti Heraty dan Gadis Arivia. Hal ini pula yang menyebabkan mayoritas pengasuh Jurnal Perempuan pada saat itu berasal dari jurusan Filsafat atau lulusan Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Oplah yang diterbitkannya juga terbatas, yaitu 200 eksemplar. Namun, penerbitan yang terbatas itu ternyata mendapat sambutan dari berbagai kalangan terutama toko buku- toko buku seta Kopma (koperasi Mahasiswa) yang berada di Jakarta. Di awal penerbitannya, Jurnal Perempuan menampilkan berbagai permasalahan perempuanmulai dari kekerasan terhadap perempuan, persoalan buruh perempuan hingga mendiskusikan permasalahan perempuan setengah baya. Edisi pertama ini pun kelihatan menghadapi tantangan bahan-bahan sehingga beberapa tulisan merupakan tulisan saduran serta tokoh-tokoh yang ditampilkan lebih banyak mengambil tokoh-tokoh barat seperti tokoh perempuan abad ke-18 Mary Wollstonecraft. Namun, di tengah keterbatasannya Jurnal Perempuan mampu berkembang dan bersaing dengan jenis Jurnal-jurnal lainnya. Hal ini dikarenakan Jurnal
Perempuan sebagai satu-satunya jurnal Feminis di Indonesia. Jurnal Perempuan tidak saja memberi informasi mengenai isu-isu gender yang dibahas secara serius tetapi juga memberikan pemahaman baru dari berperspektif gender. Awalnya pihak akademisi yang tertarik untuk berlangganan, kini posisi tertinggi pembaca Jurnal Perempuan telah direbut oleh kalangan professional yang minatnya besar terhadap isu-isu gender. Pentingnya isu-isu yang berperspektif gender merupakan kekuatan yang baru dalam pemberdayaan perempuan di era orde baru waktu itu. Homogenitas suara pada saat itu sangat terasadi seagala bidang termasuk dalam permasalahan perempuan. Homogenitas suara membentuk homogenitas pemikiran dengan kebijakan-kebijakan Negara mengenai perempuan yang direpresentasikan oleh Dharma Wanita. Homogenitas pemikiran ini dengan amat rapih dan strategis memilih bahasa-bahasa yang mendukung status quo, dalam permasalahan perempuan, kata “wanita” menjadi pilihan politik saat itu. Dengan demikian penggunaan kata perempuan dalam Jurnal Perempuan merupakan pilihan politik yang sangat jelas dalam visi dan misi Yayasan Jurnal Perempuan. Penterjemahan dari visi dan misi Yayasan Jurnal Perempuan dituangkan dalam ide dasar Jurnal Perempuan tentang bagaimana sebuah media seperti jurnal dapat menciptakan diskursus-diskursus baru tentang isu-isu perempuan pada gilirannya menciptakan representasi baru yang mengemukakan kompleksitas dan diversitas kehidupan perempuan. Jika pada awalnya eksplorasi tokoh-tokoh perempuan hanya terbatas pada tokoh-tokoh barat, maka
jurnal Perempuan pada akhirnya menggali tokoh-
tokohperempuan Indonesia dengan menyampaikan kepada publik dedikasi
pekerjaan mereka dan menuliskan pemikiran-pemokiran mereka tentang kesetaraan gender. Tokoh-tokoh dan permasalahan perempuan di daerah menjadi cirri penting dalam perkembangan Jurnal Perempuan selanjutnya dan pengentalan pada isu perempuan daerah tidak dapat dielakkan. Pada tahun 1997, Jurnal Perempuan mengalami perubahan yang cukup signifikan dari segi dukungan dana. Bila pada tahun 1996 pendanaan Jurnal Perempuan dengan cara “saweran” maka pada tahun selanjutnya pendanaan dibantu oleh organisasi internasional. Organisasi pertama yang tertarik pada Jurnal Perempuan adalah Ford Foundation (FF) di susul oleh, CIDA, USAIDOTI, UNIFEM, PT Newmont, dan ICMC. Lewat dukungan berbagai donor internasional dan perusahaan hingga akhir Agustus 2007, Jurnal Perempuan telah terbit hingga edisi ke 56. Jurnl perempuan hingga kini telah berda di lebih dari 120 toko buku dan Kopma (koperasi Mahasiswa) di seluruh Indonesia. Perkembangan teknologi kini memudahkan Jurnal Perempuan untuk di pasarkan lewat e-mail hal ini mengakibatkan bertambahnya animo pembaca dari daerah.
4.2 Hasil Penelitian Berikut hasil penelitian dari beberapa artikel yang terdapat dalam Jurnal Perempuan edisi 31 : Artikel 1 Daftar tulisan dalam artikel berjudul : Kebijakkan Poligami : Kekerasan Negara Terhadap Perempuan Struktur
Hal yang diamati
Elemen
Ambivalensi perlindungan hukum
Topik
Wacana Struktur Makro
Negara atas praktek poligami Superstruktur
•
Modus pelaku poligami
•
Dampak poligami terhadap
Skema
istri pertama •
Alasan suami melakukan poligami
•
Upaya yang telah dilakukan istri pertama terhadap suami yang poligami
Struktur Mikro
Poligami dan kekerasan terhadap
Latar, detail, maksud,
perempuan
praanggapan, nominalisasi
Struktur Mikro
•
Mendengar tersebut,
Ririn
informasi
Bentuk kalimat,
bertanya
Kohorensi, kata ganti
pada suaminya, dan ia tidak
percaya
dengan
suaminya
jawaban
yang
tidak
mengakui tindakannya itu. •
Diam-siam Ririn mencoba menyelidiki….dan ternyata benar, Santo memang telah menikah lagi.
•
Dan pernikahan itu ternyata dihadiri oleh salah seorang pimpinan partai politik.
•
Ririn
kemudian
menghubungi
keluarga
suaminya dan menceritakan perjalanan perkawinannya. •
Akhirnya
Ririn
suaminya dan
Santo
dengan
dipertemukan, memutuskan
untuk meninggalkan Santi. •
Santo menggunakan dalildalil
agama
mengatakan menikah perempuan
dengan bahwa
lagi lain
ia
dengan karena
pernikahannya dengan Ririn
tidak di karuniai anak. Stuktur Mikro
•
Kalau
Santo
menjalin
hubungan
dengan
perempuan lain.( Menjalin hubungan = pacaran ) •
Bahwa suaminya itu telah menikah bawah tangan. ( Menikah bawah tangan = menikah Siri atau menikah lagi tanpa adanya izin dari istri pertama )
•
Namun
kesabaran
ketahanan
fisik
dan serta
psikologis Ririn mencapai puncaknya.
(Mencapai
puncaknya = sudah pada batasnya) •
Dalam ayat 2 disebutkan bahwa
pengadilan
dapat
memberi izin pada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang. ( beristri lebih dari seorang = poligami ) •
Dengan
kendala-kendala
Leksikon
hokum yang dialami istri maka tindakan yang diambil istri atas hal ini sebagian besar memilih jalan damai. (jalan
damai=tidak
mengadukan suami ke jalur hukum ). •
Bahwa adanya ruang lebih bagi
suami
yang
dijustifikasi oleh hukum. (Ruang lebih= Hukum lebih menguntungkan suami). Struktur Mikro
Retoris dilakukan dengan table
Grafis,Metafora,Ekspresi
Pada artikel yang berjudul kebijakkan Poligami dan Kekerasan Negara terhadap perempuan pada elemen topik penulis coba menggangkat isu mengenai ambivalensi perlindungan hukum negara atas praktek poligami, hal ini dapat kita lihat pada beberapa tulisan yang mencoba memaparkan aturan atau hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia yang secara jelas sangat menguntungkan pelaku poligami. Sedangkan pada elemen skema penulis mencoba mengurutkan kerangka penulisan artikel dengan cara memaparkan secara spesifik hasil penelitiannya, dimulai dengan adanya modus pelaku poligami, dampak poligami terhadap istri pertama, alasan suami melakukan poligami, upaya yang telah dilakukan istri pertama terhadap suami yang berpoligami. Pada elemen latar, detail, maksud,
praanggapan, dan nominalisasi penulis mencoba menuliskan kenyakinannya mengenai poligami yang merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan. Hal ini dapat kita lihat dengan adanya urutan skema yang coba dipaparkan penulis yang secara tersirat lebih banyak memaparkan mengenai dampaak poligami yang tidak menguntungkan bagi perempuan. Pada elemen bentuk kalimat, kohorensi, dan
kata ganti penulis lebih
banyak menggunakan kata hubung “dan”, kata ganti orang ke dua, dalam memaparkan suatu hasil penelitian. Kata
akhiran ”nya” yang terdapat pada
beberapa kalimat merupakan pronomina – nya yang diklitikan dalam relasi posesif mengacu ke antesenden secara anafora. Pronomina persona dalam relasi itu tergolong posesif terasingkan karena ”nya” di sini tidak menunjukkan sesuatu yang melekat pada sesuatu yang lain. Kata hubung ”dan” memiliki piranti penghubung yang jelasantara satu yang lainnya, hal ini mengakibatkan teriptanya referen wacana untuk konsep poligami. Pada penggunaan kata ganti ”ia” menunjukkan penggunaan kata ganti orang ketiga tunggal, hal ini menguatkan bawa penlis seolah –olah tidak ada jarak dalam menceritakan tokoh yang ada dalam obyek penelitiannya. Pada elemen leksikon penulis menggambarkan suatu kejadian dengan pemilihan kata yang berbeda. Seperti pada kalimat “Kalau Santo menjalin hubungan dengan perempuan lain”, dapat juga bermakna sama dengan kalimat “kalau
Santo
berpacaran
dengan
perempuan
lain”.
Pada
elemen
grafis,metamorfora dan ekspresi penulis lebih banyak menggunakan table untuk mendukung wacana yang coba dipaparkan.
Artikel 2 Daftar tulisan dalam artikel berjudul : Ilusi Poligami Struktur
Hal yang diamati
Elemen
Poligami dan keunggulan yang dimilikinya
Topik
wacana Struktur Makro Superstruktur
•
Data statistik Indonesia mengenai jumlah
Skema
lelaki lebih sedikit dibandingkan jumlah perempuan
Struktur Mikro
•
Alasan Biologis seksual
•
Agama dan keyakinan
•
Poligami saat ini bias kelas
Poligami memberikan ilusi yang menjanjikan
Latar,detail, maksud, praanggapan, nominalisasi.
Struktur Mikro
•
Kelompok ini yakin bahwa pada dasarnya Bentuk meskipun
tanpa
pembelajaran
ada kalimat,kohere nsi, kata ganti
perilaku-perilaku yang tetap. •
Mereka
mengatakan
kosmologi Islam kosmologi
Cina,
sebagian
mengingatkan karena
besar pada
semuanya
bertumpu pada konsep komplementaritas. Struktur Mikro
•
Dengan
kecenderungannya
untuk
tertarik…,menyukai ‘yang muda’ dan
Leksikon
‘menarik secara fisik’. ( Yang muda= berusia muda. Menarik secar fisik = cantik)] •
Tidak
jarang
suami
justru
tidak
bertanggung jawab, malah ada suami yang ‘numpang hidup’ pada istrinya. (nimpang hidup = Tidak bekerja) Struktur Mikro
Dengan majas Hiperbolik
Grafis, Metafora, Ekspresi
Pada artikel Ilusi Poligami, dalam elemen topic penulis mencoba mengangkat poligami dan keunggulan yang dimilikinya. Hal ini dapat terlihat dengan adanya berbagai tulisan yang menggangkat mengenai keunggulan poligami di mata para pelaku poligami. Sedangkan pada elemen skema, penulis mencoba untuk menjabarkan alasan para pelaku poligami hingga pelaksanaan poligami pada saat ini. Pada elemen latar, detail, maksud, praanggapan, dan nominalisasi penulis mencoba menuliskan mengenai poligami yang memberikan ilusi yang menjanjikan bagi para pelaku maupun korban. Pada elemen bentuk kalimat, kohorensi, dan kata ganti penulis lebih menggunakan kata hubung “meskipun”, “karena” , kata ganti orang ke dua, dalam memaparkan suatu hasil penelitian. Kata ”mereka” dalam kalimat ” mereka mengatakan sebagian besar kosmologi Islam mengingatkan pada kosmologi Cina, karena semuanya bertumpu pada konsep komplementaritas”, menunjukkan pronomina takrif persona ketiga dalam bentuk
jamak dan memiliki referensi bersifat katafora. Sedangkan kata ”karena” menegaskan hubungan sebab akibat. Kata ”meskipun” menunjukan piranti kohesi intra kalimat. Pada elemen leksikon penulis mencoba menggambarkan suatu kejadian dengan menggunakan kata yang berbeda, seperti pada kalimat “ tidak jarang suami justru tidak bertanggung jawab, malah ada suami yang numpang hidup pada istrinya” dapat berarti sama dengan kalimat “ tidak jarang suami justru tidak bertanggung jawab, malah ada suami yang tidak bekerja”. Pada elemen grafis, metafora, ekspresi penulis lebih memilih menggunakan majas Hiperbolik untuk mendukung wacana yang coba dipaparkan. Artikel 3 Daftar tulisan dalam Artikel berjudul : Poligami Saatnya melihat Realitas Stuktur
Hal Yang diamati
Elemen
Realitas dari kehidupan
Topik
Wacana Stuktur Makro
berpoligami Superstruktur
•
Pengertian Poligami
•
Poligami
Skema
ketidakadilan
suami, kekerasan terhadap perempuan •
UU
Negara
yang
tidak
memihak perempuan Struktur Mikro
Poligami tidak sesuai dengan
Latar,detail, maksud,
Prikemanusiaan
praanggapan,nominalisasi
Struktur Mikro
•
…muncullah
Puspo
wardoyo,
seorang
pengusaha yang memiliki sejumlah
rumah
makan
Ayam bakar Wong Solo diberbagai
kota
Indonesia
dan
besar mengaku
sukses melakukan poligami dengan empat orang istri. •
Puspo
juga
mengkampanyekan poligami yang diyakininya sebagai tuntutan Islam yang Kaffah,
kampanye
dilakukannya
yang sangat
produktif melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik dan menerbitkan sebuah buku tentang kiat sukses berpoligami. •
Konstruksi system partiarkhi
social
dan
kekuasaan
yang
mereduksi
seksualitas hanya pada satu
Bentuk kalimat, koherensi, kata ganti
jenis kelamin dan kekuasan yaitu laki-laki. Struktur Mikro
------------------
Leksikon
Struktur Mikro
Visual Image
Grafis,Metafora,Ekspresi
Pada artikel yang berjudul Poligami Saatnya melihat Realitas penulis mencoba untuk mengangkat topic mengenai realitas dari kehidupan berpoligami. Sedangkan pada elemen skema penulis mencoba mengangkat pengertian dari poligami hingga ungang-undang Negara yang tidak memihak perempuan. Pada elemen latar,detail, maksud, praanggapan, dan nominalisasi penulis coba mengangkat poligami tidak sesuai dengan prikemanusiaan. Pada elemen bentuk kalimat, koherensi, kata ganti, penulis lebih banyak menggunakan kata ganti ‘dan’ dalam memaparkan hasil penelitian. Kata hubung ”yang”,”dan” menandai koherensi kondisional dimana adanya pemakaian anak kaliamat sebagai penjelas kalimat kedua adalah penjelas atau keterangan dari proposisi pertama. Anak kalimat itu menjadi cermin kepentingan komunikator karena ia dapat memberi keterangan yang baik/buruk terhadap suatu pernyataan. Pada kaliamat ...’ munculah Puspo Wardoyo, serang pengusaha yang memiliki sejumlah rumah makan Ayam Bakar Wong Solo diberbagai kota besar Indonesia dan mengaku sukses melakukan poligami dengan empat orang istri.” dalam anak kalimat menunjukkan penegasan ia sukses dalam usaha dan berpoligami. Kaliamat inmemiliki kesan seolah-olah orang yang memiliki usaha sukses pasti akan sukses dalam berpoligami, atau sebaliknya orang yang sukses dalam berpoligami pasti akan sukses dal usaha, hal ini berdampak buruk bagi pembaca.
Kata ganti akhiran ”nya” dalam kalimat ” Puspo juga mengkampanyekan poligami yang diyakininya sebagai tuntutan Islam yang Kaffah, kampanye yang dilakukannya sangat produktif melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik dan menerbitkan sebuah buku tentang kiat sukses berpoligami” menunjukkan pronomina –nya yang diklitikan pada dilakukan relasi posesif mengacu ke anteseden Puspo secara anafora. Pronomina persona dalam relasi itu tergolong posesif terasingkan. Kata hubung “yang” pada kalimat “Puspo juga mengkampanyekan poligami yang diyakininya sebagai tuntutan Islam yang Kaffah, kampanye yang dilakukannya sangat produktif melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik dan menerbitkan sebuah buku tentang kiat sukses berpoligami”, menandai koherensi kondisional, dalam hal ini penulis menegaskan dengan adanya pemberitaan mengenai kehidupan berpoligami yang dilakukan oleh puspo mengakibatkan timbulnya pro dan kontra terhadap wacana poligami. Kata hubung “ dan” dalam kalimat “Konstruksi sosial dan system kekuasaan yang partiarkhi mereduksi seksualitas hanya pada satujenis kelamin dan kekuasaan yaitu laki-laki “,pada kalimat ini kata hubung “dan” menegaskan koherensi kondisional yang memberi kesan buruk bahwa sistem partiarkhi hanya menguntungkan laki-laki, hal ini dapat menimbulkan pemikiran yang buruk bagi pembaca terhadap laki-laki Sedangkan pada artikel ini tidak terdapat elemen leksikon. Pada elemen grafis, metafora, ekspresi penulis lebih menggunakan visual image dalam memaparkan wacana.
Artikel 4 Daftar tulisan dalam artikel mengenai: Mininjau Poligami Perspektif Antropologis Dan Keharusan Mengubahnya. Struktur
Hal Yang Diamati
Elemen
Poligami dari sudut pandang
Topik
Wacana Struktur Makro
antropologis dan cara mengubah cara pandang mengenai poligami Superstruktur
•
Skema
Masyarakat dunia penganut poligami
•
Peran Agama dan Budaya dalam poligami
•
Perlawanan,oposisi
dan
kompromi terhadap poligami •
Refleksi
dan
dekonstruksi
terhadap poligami Struktur Mikro
Poligami lamanya
hadir yang
berabad-abad Latar, detail, maksud, didukung
oleh praanggapan,nominalis
peran budaya, agama dan Negara Struktur Mikro
•
Ia dinikahkan dan menjadi
Bentuk kalimat,
raden ayu dalam keluarga
koherensi, kata ganti
beristri banyak •
asi
Banyak kelompok masyarakat yang mengenal poligami, dan
yang paling umum adalah poligini, laki-laki beristri lebih dari satu orang. •
Namun tidak semua suami pada
banyak
masyarakat mengenal
kelompok
pra
industrial
poligami
dan
mempraktekannya •
Dalam rumah tangga poligami, istri utama menduduki posisi pendamping
langsung
suaminya dan bisa memerintah istri-istri lain •
Melalui poligami, struktur dan budaya
partiarkhi
semakin
menguat dan mapan Strutur Mikro
•
Ketidak
berdayaan
Kartini
melihat “kejahatan raksasa”
Yang
bernama
poligami.
(kejahatan raksasa = kejahatan besar ) •
Karena
ia
melihat
adanya
“perkawinan” tradisi budaya partiarkhi
yang
sudah
Leksikon
mengakar
di
masyarakat
dengan ajaran-ajaran Islam. (perkawinan= hubungan yang erat ) •
Pada
akhirnya
lain
fraksi-fraksi
dan
pemerintahan
“menerima”
pencantuman
aturan pembolehan poligami itu
dengan
syarat-syarat
tertentu. ( Menerima = Setuju) •
Ternyata masyarakat
dalam
realitas
banyak
terjadi
“pernikahan bawah tangan” yang
dilakukan
diam-diam.
(pernikahan bawah tangan = pernikahan
yang
dilakukan
tanpa seijin istri pertama ) Struktur Mikro
Visual Image dan Metafora
Grafis, Metafora,Ekspresi
Pada artikel yang berjudul Meninjau Poligami Perspektif Antropologis dan keharusan Mengubahnya dalam elemen topic penulis mencoba untuk mengangkat poligami dari sudut pandang antropologi dan mengubah cara pandang mengenai poligami. Pada elemen skema penulis mencoba memaparkan mulai dari masyarakat penganut poligami hingga refleksi dan ekonstruksi terhadap poligami.
Elemen latar, detail, maksud, praanggapan dan nominalisasi penulis mengangkat mengenai poligami yang telah hadir berabad-abad lamanya yang didukung oleh peran budaya, agama dan Negara. Elemen bentuk kalimat, koherensi, kata ganti, penulis lebih suka menggunakan kata hubung ‘dan’,kata ganti orang ketiga dalam memaparkan hasil penelitian kata ganti ”ia” dalam kaliamat ”Ia dinikahkan dan menjadi raden ayu dalam keluarga beristri banyak”, menunjukan penggunaan kata ganti orang ketiga tunggal, yang di maksud ”ia” di sini adalah Kartini. Kata penghubung ”dan” dalam kalimat ini menunjukkan piranti penghubung yang jelas antara kalimat satu dengan yang lainnya, dan menandai koherensi kondisional, dalam hal ini penulis menegaskan kesan bahwa aKartini di nikahkan dengan lak—laki yang suka kawin atau memiliki istri lebih dari satu. Kata penghubung ”dan” dalam kalimat ” Banyak kelompok masyarakat yang mengenal poligami dan yang paling umum adalah poligini, laki-laki beristri lebih dari satu orang” menegaskan koherensi kondisional yang baik karena menegaskan wacana poligami dan poligini. Kata ”namun” dalam kalimat ”Namun tidak semua suami pada banyak kelompok masyarakat pra industrial mengenai poligami dan mempraktekkannya” menunjukkan pengingkaran atas semua kenyataan, bahwa tidak semua suami melakukan poligami, kata hubung ”dan” menegaskan keterangan yang baik bagi pembaca, bahwa tidak semua suami pada jaman itu melakukan poligami. Kata ganti ”nya” yang di klitika pada kata suami dalam kalimat ” Dalam rumah tangga poligami, istri utama menduduki posisi pendamping langsung suaminya dan bisa memerinyah istri-istri lain.” mengacu ke antesenden istri utama. Pronomina persona dalam relasi itu tergolong posesif terasingkan, karena
tidak menunjukkan sesuatu yang melekat pada sesuatu yang lain. Kata hubung ”dan” menunjukkan keterangan yang buruk bahwa seolah-olah istri utama bisa melakukan apa saja kepada istri-istri lainnya dan seolah-olah tindakkan apapun yang dilakukan oleh istri utama terhadap istri-istri lain dibenarkan. Kata hubung ”dan” dalam kalimat ” Melalui poligami, struktur dan budaya partiarkhi semakin menguat dan mapan.” menunjukkan keterangan yang buruk, bahwa seolah-olah dengan adanya poligami maka partiarkhi semakin berjaya. Elemen leksikon penulis mencoba menggambarkan suatu kejadian dengan menggunakan kata yang berbeda, seperti pada kalimat “ketidak berdayaan Kartini melihat kejahatan raksasa yang bernama poligami”, dapat berarti sama dengan kalimat “ketidak berdayaan Kartini melihat kejahatan besar yang bernama poligami”. Elemen grafis, Metafora, Ekspresi pada artikel ini penulis menggunakan visual image dan majas metafora dalam memaparkan wacana. 4.3 Pembahasan Pada skripsi ini, peneliti ingin melihat bagaimana perspektif penulisan artikel di Jurnal Perempuan tentang poligami. Perspektif ini saya konstruksikan dalam teori sebagaimana yang telah dipaparkan dalam bab kerangka pemikiran yaitu analisa wacana, analisa bahasa kritis dan ideologi. Dari hasil penelitian diatas, terlihat artikel dalam Jurnal Perempuan menolak adanya poligami. Pada artikel yang berjudul Kebijakkan poligami : Kekerasan Negara Terhadap Perempuan dapat diamati bagai mana penulis memaparkan alasannya untuk tidak setuju dengan adanya poligami melalui perspektif hukum yang berlaku di Indonesia. Dalam hal ini penulis mencoba untuk memaparkan bagaimana kondisi hukum perkawinan di Indonesia yang lebih
menguntungkan pihak suami. Selain itu penulis juga memaparkan sebagian besar dampak dari poligami melalui hasil survey yang dilakukan oleh penulis. Artikel yang ke-dua dengan judul Ilusi Poligami merupakan gambaran yang coba di gambarkan oleh penulis mengenai alasan yang diambil oleh para pelaku poligami. Dalam artikel ini penulis mencoba memaparkan hasil penelitiannya
mengenai
dampak
dari poligami.
Penulis juga
mencoba
mempertanyakan apakah ada seorang istri yang dengan rela di poligami oleh suaminya?. Dalam artikel ini penulis mencoba untuk menyatakan ketidak setujuannya terhadap poligami dengan cara mengajak pembaca untuk melihat poligami dari sudut pandang keuntungan yang ditawarkan dalam berpoligami dan implementasinya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam arttikel ke-tiga yang berjudul Poligami, Saatnya melihat Realitas, penulis mencoba memaparkan ketidak setujuannya terhadap poligami melalui sudut pandang kemanusiaan. Penulis juga mencoba memaparkan bahwa pada kenyataannya poligami sangat bertentangan dengan prikemanusiaan, karena dalam prakek poligami banyak terjadi pengabaian hak-hak kemanusiaanyang semestinya didapatkan oleh seorang istri dan anak. Pada artikel ke-empat yang berjudul Meninjau Poligami Perspektif Antropologis dan keharusan mengubahnya. Penulis mencoba untuk memaparkan ketidak setujuannya dengan mengajak pembaca untuk menelaah poligami dari sudut pandang antropologi dan menghubungkannya dengan kenyataan yang ada mengenai poligami. Berkaitan dengan penggunaan bahasa kritis dan ideologi sebuah media, terutama dengan memperhatikan hasil dari penulisan artikel, maka kita juga bisa lihat bahwa isi media itu discourse (wacana). Di mana, inti beritasebagai wacana
yang terletak pada soal penggunaan bahasa sebagai konstruksi realitas. Di situ bahasa tidak lagi dipakai untuk menggambarkan peristiwa, melainkan pula untuk menciptakan realitas. Yang dapat dijawab disini adalah, bahwa menurut peneliti ada maksud tertentuketika sebuah kata dipilih untuk membahasakan realitas. Karena tidak semua kata dapat mewakili realitas, maka hanya salah satu kata saja yang bisa dipilih. Dari segi arti, ada dua atau tiga kata yang digunakan untuk membahas sesuatu, mungkin sama tapi jelas mempunyai makna yang berbeda dan dengan maksud tertentu. Karena selain memiliki arti dan makna, kata juga memiliki sifat,arah positif dan negative terlebih nilai ideology media. Sesuai dengan yang diungkap Eriyanto, bahasa didalam wacana bukan dimaknai sebagai sesuatu yang netral, tetapi sudah tercelup oleh ideologi yang membawa muatan kekuasaan tertentu. Bahasa adalah suatu prakrik social, melalui mana seseorang atau kelompok ditampilkan dan didefinisikan.48 Inilah mungkin yang dapat dikatakan sebagai ideologi menentukan bahasa media. Ideologi A tentunya akan memilih kata yang sesuai dengan A tersebut. Jurnal Perempuan yang mempunyai target pasar para intelektual muda, mahasiswa, serta aktivis dan akademisi, lebih memfokuskan perhatiannya kepada penolakkan terhadap Poligami. Secara spesifik Jurnal Perempuan memberikan perhatiannya kepada korban poligami karena masalah ini terkai dengan posisi istri dan anak yang menderita karena mengalami poligami. Mengenai penggunaan bahasa dalam Jurnal Perempuan kebanyakan memakai bahasa yang sesuai dengan posisinya terhadap kasus ini, menolak
48
Eriyanto, op cit, 343
poligami. Dengan demikian, diskursus yang berkembang adalah poligami bertentangan dengan hak asasi manusia.
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Sesuai dengan apa yang telh dideskripsikan dalam hasil penelitian, maka peneliti sampai pada tahap kesimpulan. Kesimpulan ini juga diharapkan dapat menjawab permasalahan penelitian. Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan di atas adalah sebagai berikut : 1. Pada artikel berjudul kebijakkan poligami: kekerasan Negara terhadap perempuan dapat disimpulkan dalam hal ini penulis memandang poligami dari sudut pandang feminisme, begitu juga dengan artikel Ilusi Poligami, Poligami Saatnya melihat realitas dan artikel Meninjau poligami perspektif Antropologis dan keharusan mengubahnya. 2. Wacana Poligami yang coba diangkat dari keempat artikel merupakan poligini yaitu seoarang laki-laki yang memiliki istri lebih dari satu. 3. Dari keempat artiket dapat disimpulkan bahwa para penulis berada pada posisi yang menolak poligami 5.2 Saran Penggambaran relitas mengenai komunikasi dan konflik sosial dengan pendekatan konstrukstivisme merupakan upaya feminisme dalam memaknai setiap kejadian social yang ada. Penelitian dalam skripsi ini merupakan langkah awal bagi penelitian selanjutnya dalam menggali seberapa jauh konstruksi media dan rekonstruksi khalayak terhadap sebuah fakta. 66 Dari pengalaman peneliti melakukan observasi yang mendalam ini, saya mendapatkan pelajaran yang sangat berharga. Terhadap media yang saya teliti
selain ucapan terima kasih yang mendalam dan dengan tidak mengurangi rasa hormat saya, rasanya perlu untuk memberikan saran-saran kepada Jurnal Perempuan maupun kepada penelitian mendatang. Ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan mengenai artikel yang diteliti, yaitu dari segi jurnalistik dan segi tema secara keseluruhan. 1. Dalam memasukkan sebuah ideology media, agar para gatekeeper memperhatikan penggunaan kata yang terlalu mencolok bagi pembaca. 2. Dalam peliputan agar ditambahkan nara sumber yang kompeten dan kapabel di bidangnya masing-masing. 3. terhadap peneliti mendatang diharapkan dapat lebih fokus kajiannya khususnya mengenai konteks poligami dalam artikel yang sama. 4. penelitian yang datang hendaknya memperhatikan pendekatan-pendekatan atau teori lain yang dapat memberikan konstribusi bagi penentuan kedekatan antara realitas semu dengan realitas sebenarnya.
Daftar Pustaka
Eriyanto ,2003, Analisis wacana : Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta, LKiS Fakih, Mansour Analisis Gender Dan Transformasi Sosial, Pustaka Pelajar 1996 Jurnal Perempuan, Perempuan dan media Mcquail, Denis, 1996, Teori Erlanggga
Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Jakarta,
Mulyana, Deddy, 2000, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung, PT Remaja Rosdakarya Pusat Informasi Kompas, kompas Sabtu 03-08-1996 Rakhmat, Jalaluddin, 2001, Psikologi Komunikasi. Bandung, PT Remaja Rosdakarya Rani, Abdul, 2006, Analisis Wacana : Sebuah kajian bahasa dalam pemakaian. Malang, Bayumedia Publishing S, Winarno, 1990, Pengantar Analisis Ilmiah Dasar, Metode, Teknik. Bandung, Tarsito Sobur, Alex, 2001, Analisis Teks Media : suatu pengantar. Bandung, PT Remaja Rosdakarya. Sunarto, Analisis Wacana Ideologi Gender Media Anak-anak. Semarang, Mimbar dan Yayasan Adikarya IKAPI serta Ford Foundation www.kompas.com, Senin 16 September 2002
CURICULUM VITAE
Nama
: Bayurini Barkah Sofiatun
TTL
: Jakarta, 23 Mei 1983
Alamat
: Jl. Sukarela 1 Rt 004 Rw 06 No: 4 Kreo Selatan
Hp
: 021-94020648
Hobby
: Membaca, Berpetualang, Menulis
Pendidikan Formal: •
SDN Kereo 01
•
SLTPN 153 Jakarta Selatan
•
SMUN 29 Jakarta Selatan
Riwayat Organisasi : •
Sekretaris HMJ Formasi Jurnalistik FIKOM UMB periode 2001-2002
•
Ketua Panitia Temu Akrab FIKOM UMB Periode 2002
•
Sekretaris BEM FIKOM UMB periode 2002-2003
•
Wakil Ketua BEM FIKOM UMB periode 2003-2004
•
Ketua BEM FIKOM UMB periode 2004-2005
•
Wakil Presiden Mahasiswa BEM UMB periode 2005-2006