Perspektif Global Islam dan Pluralisme Budhy Munawar-Rachman Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara
[email protected] Abstract: Theologically and historically, Islam can not be separated from other religions. However, the shape DQGVW\OHRIWKHUHODWLRQVKLSLQEHWZHHQWKHPKDYHWDNHQSODFHDFFRUGLQJWRFHUWDLQFRQWH[WDQGVSHFL¿FKLVWRULFDO trajectory. Occasionally, this relationship was polemical, but more frequently it occurred in more dialogical nuance. Nevertheless, the principle of the relationship between Islam and other religions is similar, in the line RI4XU¶ƗQLFWHDFKLQJVDQGDVH[HPSOL¿HGE\WKH3URSKHW0XK̡DPPDGLQKLVOLIHWLPHVLHWRDI¿UPDQGUHVSHFW other religions’ existence, and to bestow freedom that their followers could practice their faith respectively. 7KLVLVDVDUWLFXODWHGE\'DOH)(LFNHOPDQDFRQWHPSRUDU\,VODPLFLVW³7KH4XU¶ƗQRIIHUVDGLVWLQFWO\PRGHUQ perspective on the role of Islam as a force for tolerance and mutual recognition in a multiethnic, multicommunity ZRUOG´7KLVDUWLFOHSURYHVWKDWWKH4XU¶ƗQDFFHSWVGLIIHUHQFHVDQGGLYHUVLWLHVH[LVWLQJLQKXPDQVRFLHW\LW HYHQUHFHLYHVPRUHVSHFL¿FYLHZVFRQFHUQLQJWRWKHSOXUDOLW\RIEHOLHIVDQGUHOLJLRXVODZV Keywords: Pluralism, Exclusive, Inclusive Abstraksi: secara teologis dan historis, Islam tidak dapat dipisahkan dari agama-agama lain. Kendati begitu, gaya dan bentuk hubungan antar mereka terjadi dalam konteks serta perjalanan sejarah tertentu. Kadang hubungan tersebut bersifat polemis, tetapi lebih sering dalam nuansa dialogis. Walaupun demikian prinsip hubungan antara ,VODP GDQ DJDPDDJDPD ODLQ DGDODK VHEDQGLQJ VHVXDL DMDUDQDMDUDQ DO4XU¶ƗQ dan mengikuti contoh hidup dipraktikkan oleh Nabi Muh̡ammad selama hidup beliau, yakni menegaskan dan menghormati keberadaan agama-agama lain, sekaligus memberi kebebasan bagi para pemeluk guna menjalankan keimanan mereka masing-masing. Hal ini dikemukakan oleh Dale F. Eickelman, seorang islamisis NRQWHPSRUHU³$O4XU¶ƗQPHQDZDUNDQSHUVSHNWLIPRGHUQDPDWMHODVWHQWDQJSHUDQIslam sebagai kekuatan GDODP WROHUDQVL GDQ VDOLQJ PHQJDNXL PXOWLHWQLN PXOWLNRPXQLWDV´ 7XOLVDQ LQL PHPEXNWLNDQ DO4XU¶ƗQ PHQHULPDSHUEHGDDQWHUGDSDWGDODPPDV\DUDNDWPDQXVLDLDEDKNDQPHQHULPDSDQGDQJDQSDQGDQJDQOHELK VSHVL¿NPHQ\DQJNXWSOXUDOLWDVNH\DNLQDQGDQKXNXPKXNXPDJDPD Katakunci: Pluralisme, Eksklusif, Inklusif
Pendahuluan %HZDUHRIEHLQJERXQGXSE\DSDUWLFXODUFUHHGDQG rejecting others as unbelief! Try to make yourself a prime matter for all forms of religious belief. *RGLVJUHDWHUDQGZLGHUWKDQWREHFRQ¿QHGWRRQH SDUWLFXODUFUHHGWRWKHH[FOXVLRQRIRWKHUV)RU+H VD\Vµµ:KHUHYHU\RXWXUQWKHUHLVWKH)DFHRI*RG 4V ,EQµ$UDEƯ
Islam secara teologis dan historis tidak bisa dilepaskan dari agama-agama lain. Hanya saja, bentuk dan corak hubungan tersebut berlangsung menurut konteks terWHQWX GDODP OLQWDVDQ VHMDUDK \DQJ VSHVL¿N Kadang-kadang, hal itu berlangsung secara polemis, tetapi lebih banyak terjadi dalam diDORJ 1DPXQ SULQVLS \DQJ PHQGDVDUL KXEX 215
ngan Islam dan agama-agama lain itu tetapODK VDPD²VHEDJDLPDQD GLQ\DWDNDQ GDODP DO4XU¶ƗQGDQGLFRQWRKNDQGDODPNHKLGXSDQ 1DEL 0XKҝDPPDG²\DNQL SHQJDNXDQ GDQ penghormatan akan keberadaan agama-agama lain, dan adanya ruang kebebasan bagi para pemeluknya untuk menjalankan agamanya masing-masing. Dalam bahasa Dale F. Eickelman, seorang ahli Islam kontemporer, ³7KH4XU¶ƗQRIIHUVDGLVWLQFO\PRGHUQSHUV pective on the role of Islam as a force for tolerance and mutual recognition in a multiethnic, multicommunity world´1 'DOH ) (LFNHOPDQ ³Islam and Ethical 3OXUDOLVP´ GDODP 6RKDLO + +DVKPL Islamic 1
216
Ilmu Ushuluddin, Volume 1, Nomor 3, Januari 2012
Ada tiga pengertian pluralisme agama kontemporer yang telah dikembangkan, dan dapat dijadikan dasar pemahaman pluralisme dalam Islam. Ketiga pengertian itu adalah: Pertama, pluralisme agama adalah keterlibatan aktif dalam keragaman dan perbedaan agama-agama untuk membangun peradaban global.2 Dalam pengertian ini, seperti tampak dalam sejarah Islam, pluralisme agama lebih dari sekedar mengakui pluralitas keragaman dan perbedaan, tetapi aktif merangkai keragaman dan perbedaan itu untuk tujuan sosial yang lebih tinggi, yaitu kebersamaan dalam membangun peradaban. Pluralisme adalah µSHUWDOLDQ VHMDWL NHEKLQHNDDQ GDODP LNDWDQ LNDWDQNHDGDEDQ¶ Kedua, pluralisme agama dengan pengertian yang pertama, berarti mengandaikan penerimaan toleransi aktif terhadap yang Political Ethics: Civil Society, Pluralism, and Conflict3ULQFHWRQDQG2[IRUG3ULQFHWRQ8QLYHUVLW\ 3UHVV 2 $VJKDU$OL(QJLQHHU³,VODPDQG3OXUDOLVP´ GDODP3DXO).QLWWHU The Myth of Religious 6XSHULRULW\ $ 0XOWLIDLWK ([SORUDWLRQ 0DU\NQROO 1< 2UELV %RRNV
lain. Tetapi pluralisme agama melebihi toleransi. Pluralisme agama mengandaikan pengenalan secara mendalam atas yang lain itu, sehingga ada mutual understanding yang membuat satu sama lain secara aktif mengisi toleransi itu dengan hal yang lebih konstruktif, untuk tujuan yang pertama, yaitu aktif bersama membangun peradaban. Ketiga, berdasarkan pengertian kedua, maka pluralisme agama bukan relativisme. Pengenalan yang mendalam atas yang lain akan membawa konsekuensi mengakui sepenuhnya nilai-nilai dari kelompok yang lain. Toleransi aktif ini menolak paham relativisme, misalnya pernyataan simplistis, ³EDKZD VHPXD DJDPD LWX VDPD VDMD´ -XVWUX yang ditekankan keberbedaan itu merupakan potensi besar, untuk komitmen bersama membangun toleransi aktif, untuk membangun peradaban. Ketiga pengertian pluralisme agama ini, secara teologis ini berarti bahwa manusia memang harus menangani perbedaan-perbedaan mereka dengan cara terbaik (IDVWDELTnj DO NKD\UƗW µEHUORPEDORPED GDODP NHEDLNDQ¶ PHQXUXW NDOLPDW DO4XU¶ƗQ VHFDUD PDNVLmal, sambil menaruh penilaian akhir mengenai Kebenaran kepada Tuhan (karena tidak ada satu cara pun yang bisa dipergunakan secara objektif untuk mencapai kesepakatan mengenai Kebenaran yang mutlak ini.) 0RKDPHG )DWKL 2VPDQ VDODK VHRUDQJ pemikir SOXUDOLVPHNRQWHPSRUHUPHQGH¿QLVLkan pluralisme agama sebagai, %HQWXNNHOHPEDJDDQGLPDQDSHQHULPDDQWHUKDGDS keragaman melingkupi masyarakat tertentu atau
Pembahasan mendalam mengenai pengertian WROHUDQVL LQL OLKDW 0LFKDHO :DO]HU On Toleration1HZ+DYHQDQG/RQGRQ
Budhy Munawar-Rachman, Perspektif Global Islam dan Pluralisme GXQLD VHFDUD NHVHOXUXKDQ 0DNQDQ\D OHELK GDUL sekedar toleransi moral atau koeksistensi pasif. Toleransi adalah persoalan kebiasaan dan perasaan pribadi, sementara koeksistensi adalah sematamata penerimaan terhadap pihak lain, yang tidak PHODPSDXL NHWLDGDDQ NRQÀLN Pluralisme, di satu sisi, mensyaratkan ukuran-ukuran kelembagaan dan legal yang melindungi dan mensyahkan kesetaraan dan mengembangkan rasa persaudaraan di antara manusia sebagai pribadi atau kelompok, baik ukuran-ukuran itu bersifat bawaan ataupun SHUROHKDQ%HJLWXSXODpluralisme agama menuntut suatu pendekatan yang serius terhadap memahami pihak lain dan kerjasama yang membangun untuk kebaikan semua. Semua manusia seharusnya menikmati hak-hak dan kesempatan-kesempatan yang sama, dan seharusnya memenuhi kewajibankewajiban yang sama sebagai warga negara dan warga dunia. Setiap kelompok semestinya memiliki hak untuk berhimpun dan berkembang, memelihara identitas dan kepentingannya, dan menikmati kesetaraan hak-hak dan kewajibanNHZDMLEDQGDODPQHJDUDGDQGXQLDLQWHUQDVLRQDO´
Sementara itu, secara teologis, pluralisme agama didiskursuskan lewat hermeneutika berikut: bahwa secara eksplisit, al4XU¶ƗQ PHQHJDVNDQ EDKZD Islam adalah SHQHUXVDJDPDPLOODK ,EUƗKƯP4V Konsekuensinya, Islam tidak hanya memunyai keterkaitan sejarah, tetapi juga titiktitik temu (adanya common platform) deQJDQ DJDPD
217
GDULNHEHUDJDPDDQ4V $O4XU¶ƗQMXJDPHQJDQXWSULQVLSDGDQ\D UHDOLWDVWHQWDQJSOXUDOLWDVDJDPD4V NHEHEDVDQ EHUDJDPD 4V KLGXS EHUGDPSLQJDQ VHFDUD GDPDL 4V malah menganjurkan untuk saling berlomba GDODP NHEDMLNDQ 4V GDQ EHUVLNDS positif dalam berhubungan serta bekerja sama dengan umat lain yang tidak seagama 4V $O4XU¶ƗQ MXJD VHFDUD WHJDV mengharuskan umat Islam untuk bersikap GDQEHUWLQGDNDGLOWHUKDGDSXPDWQRQ0XVOLP 4V GDQ XQWXN PHOLQGXQJL WHPSDW WHPSDWLEDGDKVHPXDDJDPD4V Selain itu, dalam tradisi Islam juga telah dikembangkan sebuah konsep ahli kitab (ahl DONLWƗE) yang memberi petunjuk bahwa Islam tidak serta merta mengelompokkan non0XVOLP VHEDJDL RUDQJRUDQJ ND¿U 'DODP DO4XU¶ƗQ GLVHEXWNDQ EDKZD RUDQJRUDQJ
Tentang konsep ahli kitab (DKODONLWƗE) ini, OLKDW&\ULO*ODVVH³DKODONLWƗE´GDODP7KHConcise Encyclopedia of Islam (London: Stacey International, K -XJD 5RQDOG / 1HWWHU ³3HRSOH RI WKH %RRN´ GDODP The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World 2[IRUG 2[IRUG 8QLYHUVLW\ 3UHVV
Ilmu Ushuluddin, Volume 1, Nomor 3, Januari 2012
218
munyai dampak global dalam pengembangan budaya dan peradaban Islam yang gemilang, sebagai hasil kosmopolitisme berdasarkan tata masyarakat yang terbuka dan toleran. Ini antara lain dicatat dengan penuh penghargaan oleh kalangan para ahli berkenaan dengan, misalnya, peristiwa pembebasan (fathҝ) 6SDQ\RO ROHK WHQWDUD 0XVOLP GL EDZDK NR mando Jenderal TҍƗULTLEQ=L\ƗG\DQJQDPD nya diabadikan menjadi nama sebuah bukit di pantai Laut Tengah, Jabal TҍƗULT²GLLQJJULVNDQPHQMDGL*LEUDOWDU SDGDWDKXQ0 Semua kelompok agama yang ada, khususnya NDXP 0XVOLP VHQGLUL EHVHUWD NDXP
Oleh para penafsir yang berorientasi plural, mereka menegaskan bahwa konsep ahli kitab ini merupakan kemajuan luar biasa dalam sejarah agamaagama. Konsep itu juga dipandang oleh para pemikir pluralisme memiliki dampak sosio-keagamaan dan sosiokultural yang sangat luar biasa, sehingga Islam merupakan ajaran yang memerkenalkan pandangan tentang toleransi dan kebebasan beragama kepada umat manusia. Ide LQLODK \DQJ GHZDVD LQL GLNHPEDQJNDQ OHELK ODQMXW² WHUPDVXN GL ,QGRQHVLD²VHVXDL GHQJDQ SHUNHPEDQJDQ dan tantangan baru. Uraian tentang tantangan pandangan atas pandangan pluralisme agama dan toleransi Islam LQL OLKDW
NLWƗE LQL GLSHUOXDV KLQJJD PHQFDNXS XPDW agama-agama lain yang memiliki kitab VXFL VHSHUWL =RURDVWHU 0DMnjVƯ), Hindu, %XGGKD .RQJKXFX GDQ 6KLQWR .HEROHKDQ umat Islam memakan sembelihan ahl alNLWƗEGDQPHQLNDKLNDXPSHUHPSXDQPHUHND 4V VHSHUWL WHUMDGL GDODP VHMDUDK Islam, mengisyaratkan bahwa secara umum SHUJDXODQDNUDE0XVOLPGHQJDQQRQ0XVOLP telah berlangsung secara baik, dan penuh toleransi, walaupun banyak hal yang harus dikembangkan lebih lanjut, jika dilihat dari kacamata ide-ide toleransi dan pluralisme agama kontemporer. Oleh karena itu sebagai agama maupun VHMDUDK ,VODP²menurut mereka yang memerjuangkan ide SOXUDOLVPHDJDPD²VHMDN awal berdirinya telah memunyai kenyataan hidup dalam lingkungan plural, dan bahkan telah mengembangkan pluralisme agama dalam batas-batas kontekstual pada waktu itu. Apa yang ditulis di atas, adalah sekelumit gambaran konsep teologis bagaimana Islam telah bertemu, dan berdialog dengan agamaagama lain. Pertemuan tersebut dilandasi oleh etika pergaulan yang diinspirasikan oleh DO4XU¶ƗQ\DQJPHQJDMDUNDQpluralisme. .DXP0XVOLPVHSHUWLKDOQ\DSHPHOXNDJDPDODLQ KDUXVKLGXSGHQJDQQRQ0XVOLPGDODPVXDWXQHJHUL WHUWHQWX3HQGXGXN0XVOLPGDULVXDWXQHJHULGDSDW memiliki perbedaaan-perbedaan kesukuan dan doktrinal dalam diri mereka sendiri ataupun dengan NDXP0XVOLPODLQGLVHOXUXKGXQLD6DWXDQ0XVOLP WLGDN PHQV\DUDWNDQ NDXP 0XVOLP PHPEHQWXN VXDWXQHJDUDWXQJJDO²NHNKDOLIDKDQ'LPDQDSXQ seseorang hidup, kemungkinan ditentukan oleh IDNWRUIDNWRU JHRJUD¿V GDQ HNRQRPLV 6XDWX negara bangsa dalam sudut pandang Islam dapat dianggap sebagai suatu keluarga atau kerabat yang diperluas, masing-masing dengan kepentingannya yang khusus yang sama sekali tidak mengurangi hubungan kebersamaaann dan solidaritas universal yang dituntut oleh Islam. Pembagian menjadi orangorang dan kelompok lain yang memiliki asal yang VDPDGLNHPXNDNDQGDODPDO4XU¶ƗQ4V dan tidak ada yang salah mengenai hal itu sepanjang pembagian seperti itu tidak menghalangi hubungan dan kerjasama manusia yang universal dan tidak dicederai melalui arogansi dan permusuhan yang NDXYLQLVWLN $O4XU¶ƗQ PHQJLV\DUDWNDQ EDKZD
Budhy Munawar-Rachman, Perspektif Global Islam dan Pluralisme 7XKDQ GDQ DMDUDQ1\D KDUXODK GLOHWDNNDQ GL DWDV setiap kepatuhan kepada kelompok atau wilayah WHUWHQWX 1DPXQ GHPLNLDQ VHMDXK SULQVLS LQL diamati, kepatuhan kepada keluarga seseorang dan himpunan manusia lainnya dan kepada tanah DLU VHVHRUDQJ GLSHUNHQDQNDQ 4V .DUHQD NDXP 0XVOLP KLGXS GDODP NHORPSRNNHORPSRN yang lebih luas dan dalam wilayah-wilayah di mana mereka dapat tumbuh berkembang, mereka harus hidup dengan agama-agama dan sektesekte lain. Lebih jauh, globalisme dewasa ini tengah menciptakan kesaling-tergantungan yang tak terhindarkan antara segenap umat manusia, betapapun adanya perbedaan bawaan-alamiah atau perolehan.10
Sikap Keberagamaan: Tiga Model %DJDLPDQD VHVHRUDQJ PHOLKDW WHNV PDXpun sejarah keanekaragaman agama-agama itu, ternyata ditentukan oleh bagaimana sikapnya terhadap agama lain. Sejauh ini, perkembangan teori pluralisme agama telah memunculkan tiga sikap yang meliputi: Sikap (NVNOXVLI 6LNDS ,QNOXVLI GDQ VLNDS Plural atau Paralel.11 Pemaparan sikap ini penting, karena teks yang sama, ternyata bisa 0RKDPHG )DWKL 2VPDQ The Children of $GDP 11 Tentang perumusan paradigma eksklusivisme-inklusivisme-pluralisme agama ini DZDOQ\D EHUDVDO GDUL $ODQ 5DFH Christians and Religious Pluralism: Patterns in the Christian Theology of Religions /RQGRQ 6&0 GDQ *DYLQ '¶&RVWD Theology and Religious Pluralism: The Challenge of Other Religions (London: %ODFNZHOO %HODNDQJDQ LVWLODK LQL PHQMDGL populer di kalangan studi agama-agama. Tetapi yang PHQDULNSDGDWDKXQVDODKVDWXGDULGXDRUDQJ \DQJPHPRSXOHUNDQWLSRORJLLQL\DLWX*DYLQ'¶&RVWD berubah pikiran, dan menganggap bahwa tipologi LQL VHEDJDL µuntenable¶ GDQ µfaulty typology¶ /LKDW *DYLQ '¶&RVWD ³7KH ,PSRVVLELOLW\ RI D 3OXUDOLVWLF 9LHZ RI 5HOLJLRQV´ Religious Studies $WDXOHELKHODERUDWLIGDODP*DYLQ'¶&RVWDThe Meeting of Religions and the Trinity 0DU\NQROO 1< 2UELV %RRNV 3HUU\ 6FKPLGW /HXNHO ³([FOXVLYLVP ,QFOXVLYLVP 3OXUDOLVP 7KH 7ULSRODU7\SRORJ\²&ODULILHGDQG5HDIILUPHGGDODP Paul F. Knitter, The Myth of Religious Superiority: $ 0XOWLIDLWK ([SORUDWLRQ 0DU\NQROO 1< 2UELV %RRNV PHPEHOD NHPEDOL WLSRORJL eksklusivisme-inklusivisme-pluralisme. Tulisan ini mengikuti dan menyetujui tipologi ini, dan mengikuti 5 3DQLNNDU The Intra-Religious Dialogue, op.cit, [LY[[YLLL 10
219
dimaknai berbeda, sejalan dengan sikap keagamaannya. Sikap Ekslusif, adalah sikap yang secara tradisional telah sangat berpengaruh GDQ PHQJDNDU GDODP PDV\DUDNDW 0XVOLP hingga dewasa ini, yang menganggap bahwa Islam adalah satu-satunya jalan kepada keselamatan, sedang Sikap Inklusif menganggap bahwa Islam mengisi dan menyempurnakan berbagai jalan yang lain. Sementara Sikap Plural beranggapan bahwa setiap agama memunyai jalannya sendiri, yang sama-sama absah, untuk mencapai apa yang disebut keselamatan itu. 6LNDS HNVNOXVLI. Sikap ini merupakan SDQGDQJDQ \DQJ GRPLQDQ GDUL ]DPDQ NH ]DPDQ GDQ WHUXV GLDQXW KLQJJD GHZDVD ini. Dalam Islam, sikap ini terutama dikembangkan berdasarkan ayat-ayat al4XU¶ƗQ VHSHUWL EDKZD ,VODP adalah agama \DQJ SDOLQJ EHQDU 4V DJDPD VHODLQ Islam, tidak akan diterima Tuhan di akhirat 4V ²WHUPDVXN EHUEDJDL SHQDIVLUDQ DWDV GDVDU DO4XU¶ƗQ GDQ +ҐDGƯWV \DQJ EHUNDLWDQ GHQJDQ NRQÀLN NHEHQDUDQ DQWDUD Islam GHQJDQNDODQJDQ
220
Ilmu Ushuluddin, Volume 1, Nomor 3, Januari 2012
LQNOXVLI²PHQMDGL LQWL DMDUDQ DJDPD \DQJ benar di sisi Allah. Karena itu semua agama yang benar disebut LVOƗP $O4XU¶ƗQ PHPDQJ PHQJDWDNDQ EDKZD 1DEL 1njKҝ mengajarkan LVOƗP, dan mewasiatkan ajaran itu kepada anak turunnya, termasuk kepada anak WXUXQ
6LNDS 3OXUDO. Paradigma ini percaya bahwa setiap agama memunyai jalan keselamatannya sendiri, dan karena itu klaim Islam adalah satu-satunya jalan (paradigma atau sikap eksklusif), atau yang melengkapi atau mengisi jalan yang lain (paradigma atau sikap inklusif), haruslah ditolak, atau lebih tepat dikembangkan selebar mungkin, demi alasan-alasan teologis dan fenomenologis. Dalam memahami paradigma plural LQL 5DLPXQGR 3DQLNNDU VHRUDQJ IDLODVXI dan penganjur paham pluralisme agama keagamaan terkemuka dewasa ini, menjelaskan tiga macam model.123HUWDPD0RGHO)LVLND diambilnya contoh pelangi. Tradisi-tradisi keagamaan yang berbeda adalah seperti warna yang tak terhingga, yang kelihatan ketika cahaya putih jatuh di atas prisma. Setiap pengikut suatu tradisi, diberi kemungkinan mencapai tujuan, kepenuhan dan keselamatannya dengan caranya sendiri, tetapi sekaligus sebenarnya setiap warna (setiap agama) menyerap semua warna yang lain, tapi sekaligus menyembunyikannya, karena ia memunculkan secara ekspresif sebuah warna. 0RGHO \DQJ NHGXD DGDODK 0RGHO *HRPHWUL ,QYDULDQ 7LSRORJLV 0RGHO LQL mengatakan bahwa agama yang satu itu sama sekali berbeda dari agama lain, bahkan tidak bisa didamaikan, sampai ditemukan adanya satu titik (invariant) topologis yang tetap. Titik ini bisa lebih dari satu. Pandangan mengenai adanya kesatuan transenden pengalaman religius manusia (transcendent unity of religions dari Fritjof Schuon dan 6H\\HG+RVVHLQ1DVU PLVDOQ\DELVDPHQjadi contoh dari model ini. Pada tingkat eksoteris semua agama sebenarnya berbeda, tetapi ada satu titik transenden (esoteris), semua agama itu bertemu. Titik transenden itu adalah Tuhan (pandangan ini sangat kuat GLNHPEDQJNDQ ROHK SDUD SHPLNLU 0XVOLP 5 3DQLNNDU The Intra-Religious Dialogue, op.cit[LY[[YLLL. 12
Budhy Munawar-Rachman, Perspektif Global Islam dan Pluralisme
penganut falsafat perenial.) 0RGHONHWLJDDGDODKPRGHOEDKDVD0RGHO ini menganggap bahwa setiap agama itu, seperti sebuah bahasa. Setiap agama, seperti halnya bahasa pada dasarnya sepenuhnya lengkap dan sempurna. Sehingga tidak ada artinya, jika mengatakan bahwa suatu bahasa (agama) menyatakan dirinya lebih sempurna dari bahasa lainnya. Karena itu setiap perjumpaan agama-agama, bisa dianalogkan dengan perjumpaan bahasa-bahasa. Di sini penerjemahan bisa menjadi medium. Penerjemah harus menjadi pembicara dalam bahasa asing tersebut, dan dalam tradisi asing tersebut. Ia harus menjadi juru bicara sejati dari agama tersebut. Ia harus yakin akan kebenaran yang dibawanya, masuk ke dalam tradisi yang diterjemahkannya. Ketiga model ini membawa kita kepada pandangan plural. Pandangan ini tidak menganggap bahwa tujuan yang ingin dicapai di depan adalah keseragaman atau kesamaan bentuk agama-agama. Gagasan pluralisme agama keagamaan, sesungguhnya berdiri di antara pluralitas yang tidak berhubungan dan kesatuan monolitik. Dalam Islam pemikiran pluralisme agama bisa diungkapkan dengan rumusan teologis, sebagai berikut: bahwa pluralisme agama sesungguhnya adalah sebuah Aturan Tuhan VXQQDK $OODK) yang tidak akan berubah, sehingga tidak dilawan atau diingkari. Islam adalah agama yang Kitab Sucinya dengan tegas mengakui hak agama-agama lain sepenuhnya. Pengakuan akan hak agamaagama lain itu dengan sendirinya merupakan dasar paham pluralisme agama sosial-budaya dan agama, sebagai ketetapan Tuhan yang WLGDNEHUXEDKXEDK4V .HVDGDUDQ tentang kontinuitas agama juga ditegaskan DO4XU¶ƗQ GL EHUEDJDL WHPSDW \DQJ GLVHUWDL 'LDQD / (FN ³,V 2XU *RG /LVWHQLQJ" ([FOXVLYLVP ,QFOXVLYLVP DQG 3OXUDOLVP´ GDODP Islam and Global Dialogue: Religious Pluralism and the Pursuit of Peace%XUOLQJWRQ$VKJDWH3XEOLVKLQJ
221
SHULQWDKDJDUNDXP0XVOLPEHUSHJDQJWHJXK kepada ajaran kontinuitas itu dengan beriman kepada semua nabi dan rasul tanpa kecuali, dan tanpa membeda-bedakan antara mereka, baik yang disebutkan dalam Kitab Suci PDXSXQ \DQJ WLGDN GLVHEXWNDQ 4V GDQ 2OHK NDUHQD LWX tidak saja agama tidak boleh dipaksakan 4V GDQ EDKNDQ DO4XU¶ƗQ juga mengisyaratkan bahwa para penganut berbagai agama, asalkan percaya kepada Tuhan dan Hari Kemudian serta berbuat baik, VHPXDQ\DDNDQVHODPDW4VGDQ Inilah paham eskatologis Islam, yang menjadi fondasi pluralisme agama. Penggalian Hermeneutis atas Isu Pluralisme Agama Pemikiran pluralisme agama kini telah berkembang pesat dalam Islam, lewat SHQJJDOLDQKHUPHQHXWLNDDO4XU¶ƗQ %DQ\DN GL DQWDUD D\DW DO4XU¶ƗQ \DQJ PHQJDQGXQJ nilai-nilai pluralisme telah digali sisi KHUPHQHXWLVQ\D GL DQWDUDQ\D 4V yang artinya: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal0XUDG :LOIULHG +RIPDQQ ³5HOLJLRXV Pluralism and ,VODP LQ D 3RODULVHG :RUOG´ GDODP Islam and Global Dialogue: Religious Pluralism and the Pursuit of Peace%XUOLQJWRQ$VKJDWH3XEOLVKLQJ 0LVDOQ\D GL ,QGRQHVLD WHRORJL pluralisme secara mendalam telah dikembangkan oleh 1XUFKROLVK 0DGMLG 6XUYH\ PHQJHQDL SLNLUDQ SOXUDOLVPH 1XUFKROLVK 0DGMLG \DQJ GLJDOL GDUL DO 4XU¶ƗQOLKDW$QWKRQ\+-RKQGDQ$EGXOODK6DHHG ³1XUFKROLVK 0DGMLG DQG WKH ,QWHUSUHWDWLRQ RI WKH 4XU¶ƗQ²5HOLJLRXV 3OXUDOLVP DQG 7ROHUDQFH´ GDODP Suha Taji-Farouki (ed.), Modern Muslim Intellectuals DQG WKH 4XU¶ƗQ 0HOERXUQH ,QVWLWXWH RI ,VPDLOL 6WXGLHV K %DQ\DN SHPLNLU 0XVOLP WHODK PHODNXNDQ SHQJJDOLDQ KHUPHQHXWLV DO4XU¶ƗQ terhadap SOXUDOLVPH LQL PLVDOQ\D 0DKPRXG 0 $\RXE³7KH4XU¶ƗQDQG5HOLJLRXV3OXUDOLVP´GDODP Islam and Global Dialogue: Religious Pluralism and the Pursuit of Peace%XUOLQJWRQ$VKJDWH3XEOLVKLQJ
Ilmu Ushuluddin, Volume 1, Nomor 3, Januari 2012
222
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah 0DKDPHQJHWDKXLODJL0DKDPHQJHQDO4
%HUGDVDUNDQ D\DW GL DWDV GDSDW GLNHWDhui, bahwa dijadikannya makhluk dengan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku adalah dengan harapan agar antara satu dengan yang lainnya dapat berinteraksi secara baik dan positif. Kepada masing-masingnya dituntut untuk dapat menghargai adanya perbedaan tersebut. 6LNDS NDXP 0XVOLP NHSDGD SH
Setiap manusia baik sebagai individu maupun sebagai komunitas, mereka selalu saling membutuhkan, selalu ada ketergantungan satu sama lain. Tidak ada seseorang pun manusia yang dapat memenuhi kepentingan hidupnya tanpa bantuan orang lain. Dalam kondisi demikian maka kerukunan dan toleransi antara manusia yang berbeda-beda WHUVHEXW²WHUPDVXN EHUEHGD DJDPD²PHUXSDNDQ suatu kebutuhan bahkan suatu keniscayaan, sesuatu yang tidak boleh tidak harus diwujudkan. 3HQJJDOLDQ KHUPHQHXWLV DO4XU¶ƗQ WHQWDQJ prinsip-prinsip kerukunan dan toleransi yang telah dilakukan oleh kalangan Islam, antara lain: 1. ³7LGDN DGD SDNVDDQ XQWXN PHPHOXN DJDPD (,VODP ´ 2. ³%DJLPXDJDPDPXGDQEDJLNXDJDPDNX´ ³'DQ MLNDODX 7XKDQPX PHQJKHQGDNL WHQWXODK beriman semua orang yang di muka bumi seluruhQ\D 0DND DSDNDK NDPX KHQGDN PHPDNVD manusia supaya mereka menjadi orang-orang \DQJEHULPDQVHPXDQ\D"´ ³.DWDNDQODK $SDNDK NDPX PHPHUGHEDWNDQ dengan kami tentang Allah, padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu, bagi kami amalan kami, bagi kamu amalan kamu, dan hanya kepada1\DNDPLPHQJLNKODVNDQGLUL´ ³$OODK WLGDN PHODUDQJ NDPX XQWXN EHUEXDW EDLN dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya $OODK PHQ\XNDL RUDQJRUDQJ \DQJ EHUODNX DGLO´ ´8QWXN WLDSWLDS XPDW GL DQWDUD NDPX .DPL berikan aturan jalan yang terang. Sekiranya $OODK PHQJKHQGDNL QLVFD\D NDPX GLMDGLNDQ1\D satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji NDPX WHUKDGDS SHPEHULDQ1\D NHSDGDPX 0DND berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah lah kembali kamu semuanya, lalu GLEHUOWDKXNDQ1\DNHSDGDPXDSD\DQJWHODKNDPX SHUVHOLVLNDQLWX´ ³Islam mengharuskan berbuat baik dan meng-
nganut agama lain jelas, sebagaimana diteJDVNDQ GDODP DO4XU¶ƗQ \DLWX EHUEXDW EDLN kepada mereka dan tidak menjadikan perbedaan agama sebagai alasan untuk tidak menjalani hubungan kerjasama dengan mereka, lebih-lebih mengambil sikap tidak toleran dengan mereka. Dalam ayat lain juga dikemukakan EDKZD³-LNDODX7XKDQPXPHQJKHQGDNLWHQWX dia menjadikan manusia umat yang satu, WHWDSLPHUHNDVHQDQWLDVDEHUVHOLVLKSHQGDSDW´ 4V 'DULD\DWWHUVHEXWMXJDGDSDW dipahami bahwa kalau Tuhan mau, dengan sangat mudah sekali akan menciptakan manusia dalam satu grup, monolitik, dan satu agama, tetapi Allah tidak menghendaki hal-hal tersebut. Tuhan malah menunjukkan kepada realita, bahwa pada hakekatnya manusia itu berbeda-beda, dan atas dasar inilah orang berbicara tentang pluralisme DJDPD'DODP4VGLVHEXWNDQ 0DQXVLD LWX DGDODK VDWX XPDW 6HWHODK WLPEXO perselisihan) maka Allah mengutus para nabi sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan beserta mereka Ia turunkan kitab-kitab dengan benar, supaya Dia bisa memberi keputusan antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan.
Dalam ayat itu muncul tiga fakta: ke-satXDQ XPDW GL EDZDK VDWX 7XKDQ NHNKXVXVDQ DJDPDDJDPD \DQJ GLEDZD ROHK SDUD QDEL dan peranan wahyu (kitab suci) dalam mendamaikan perbedaan di antara berbagai umat beragama. Ketiganya adalah konsepsi fundaPHQWDO DO4XU¶ƗQ WHQWDQJ SOXUDOLVPH agama. Di satu sisi, konsepsi itu tidak mengingkari kekhususan berbagai agama, di sisi lain konsepsi itu juga menekankan kebutuhan untuk mengakui kesatuan manusia dan kebutuhan hormati hak-hak tetangga, tanpa membedakan agama tetangga tersebut. Sikap menghormati itu dihubungkan dengan iman kepada Allah, dan iman NHSDGDKDULDNKLU´+ҐDGƯWV ³6LDSD \DQJ PHQ\DNLWL NDXP G]LPPƯ (kelompok PLQRULWDV QRQ0XVOLP EHUOLQGXQJ GL EDZDK kekuasaan ,VODP EHUDUWL GLD PHQ\DNLWLNX´ (HҐDGƯWV
Budhy Munawar-Rachman, Perspektif Global Islam dan Pluralisme
untuk menumbuhkan pemahaman yang lebih baik antar umat beragama. Kemajemukan sangat dihargai dalam ajaran Islam, karena Islam sebagai DOGƯQ merupakan agama Allah \DQJVHVXDLGHQJDQ¿WUDKNHPDQXVLDDQ6DODK VDWX ¿WUDK LWX DGDODK NHPDMHPXNDQ \DQJ hakekatnya bersumber dari ajaran agama. $O4XU¶ƗQ EHUELFDUD VHFDUD HNVSOLVLW tentang universalitas dan keanekaan wahyu dan nabi guna menerangi umat manusia dari PDVDNHPDVD³8QWXNPDVLQJPDVLQJXPDW Kami tentukan suatu undang-undang (syir‘ah) dan aturan yang terang (PLQKƗM) Sekiranya Allah menghendaki, niscaya Ia menjadikan kamu satu umat, tetapi Ia hendak menguji NDPX DWDV SHPEHULDQ1\D 0DND EHUORPED lombalah kamu dalam kebaikan. Kepada Allah tempat kamu kembali, lalu ditunjukkan NHSDGDPX DSD \DQJ NDPX SHUVHOLVLKNDQ´ ³8PDW PDQXVLD WLDGD ODLQ GDUL VDWX EDQJVD NHPXGLDQ PHUHND EHUVHOLVLK 6HNLUDQ\D WLGDN NDUHQD VXDWX ¿UPDQ \DQJ keluar dari Tuhanmu sudah mendahului, yang diperselisihkan niscaya sudah terselesaikan DQWDUPHUHND´ ³.HSDGDVHWLDSNDXP WHODKGLXWXV VHRUDQJUDVXO´ 0HQDIVLUNDQ D\DWD\DW LQL $EGXOODK <XVXI$OLPHQJDWDNDQEDKZDVHPXDPDQXVLD diciptakan satu, dan ajaran Allah kepada umat manusia, disebabkan oleh kelemahan manusia dikuasai oleh sifat mementingkan diri sendiri (egoisme), sehingga timbullah perbedaan-perbedaan (individu, ras, bangsa.) Dan atas dasar kasih Allah yang tak terhingga, Allah pun selalu mengutus para rasul untuk PHQ\DPSDLNDQ NHPEDOL µDMDUDQ \DQJ VDPD¶ yang disesuaikan dengan keanekaragaman kondisi umat manusia, dengan sekaligus hendak menguji mereka dengan segala SHPEHULDQ1\D GDQ PHQGRURQJ EHUORPED GDODP NHEDLNDQ GDQ NHWDTZDDQ²GDQ \DQJ demikian ini akan membawa mereka menuju kepada tauhid dan kebenaran. -LNDDO4XU¶ƗQPHQ\HEXWNDQDGDEDQ\DN wahyu dan rasul serta kebenarannya masingmasing, maka konsekuensinya adalah
223
segenap umat Islam harus bisa menerima ajaran ini sebagai keyakinan. Dan tentu saja salah satu rangkaian dari wahyu-wahyu itu DGDODK DO4XU¶ƗQ VHQGLUL \DQJ PHUXSDNDQ kitab suci yang datang setelah beberapa kitab VXFL VHEHOXPQ\D GDQ DO4XU¶ƗQ PHPEDZD kebenaran dan membenarkan kitab-kitab VXFL VHEHOXPQ\D LWX /HELK MDXK NRQVHNXHQVL DSD \DQJ GLWXWXUNDQ DO4XU¶ƗQ itu adalah bahwa Islam mengakui kebenaran agama-agama lain yang telah hidup sebelumnya. Implikasi dari memandang sejarah sebagai landasan diturunkannya pesan langit adalah bahwa semua agama, dalam satu hal atau lainnya, menurut mereka saling terikat dan karenanya, memiliki satu tujuan yang sama, yang disebut LVOƗP, yaitu ajaran kepasrahan kepada Allah sepenuhnya. Kesimpulan dari teologi ini, bahwa suatu agama samawi tidak dapat menjadi saingan, tetapi hanya menjadi sekutu (sahabat) agama samawi lainnya. Karena itu, dalam Islam, gagasan tentang universalitas wahyu Tuhan selalu memainkan peran kunci dalam membentuk teologi Islam tentang agama-agama. Akibat diadopsinya NH\DNLQDQ LQL NDXP 0XVOLP PDPSX berpartisipasi dalam esensi dan pendekatan keagamaan terhadap tradisi lain. Kebenaran dalam agama-agama itu dituWXUNDQROHKDO4XU¶ƗQ³6HVXQJJXKQ\DRUDQJ RUDQJ 0X¶PLQ RUDQJRUDQJ
Ilmu Ushuluddin, Volume 1, Nomor 3, Januari 2012
224
melihat bahwa kosa kata LVOƗP GDODP 4V EXNDQ PHQXQMXN NHSDGD ,VODP VHEDJDL DJDPD IRUPDO \DQJ GLEDZD ROHK 1DEL 0XKҝammad, tetapi mengacu kepada LVOƗP dalam pengertian umum, yakni sikap pasrah kepada Tuhan, yang merupakan misi segenap risalah langit. Pengertian demikian akan WHUOLKDW SXOD GDODP D\DW ³,QJDWODK NHWLND 7XKDQQ\D EHUNDWD NHSDGDQ\D ,EUƗKƯP LVOƗPODKSDVUDKODK HQJNDX¶'LD,EUƗKƯP PHQMDZDEµ$NXLVOƗP (pasrah) kepada Tuhan SHPHOLKDUDDODPVHPHVWD¶´ $O4XU¶ƗQ VHEHQDUQ\D VHFDUD WHJDV GDQ jelas menunjukkan adanya pluralitas dan NHDQHNDUDJDPDQ DJDPD 4V GDQ secara tegas menyatakan adanya keselamatan yang dijanjikan Tuhan bagi setiap orang \DQJ EHULPDQ NHSDGD1\D GDQ +DUL DNKLU yang diiringi dengan berbuat kebajikan (amal saleh), tanpa memandang afiliasi agama formal mereka. Artinya semua yang beriman kepada Allah dan beramal saleh tanpa memandang afiliasi keagamaan formal mereka akan selamat, karena Allah tidak mengutamakan satu kelompok dengan PHQ]DOLPLNHORPSRN\DQJODLQ'DODP,VODP GLWHJXKNDQ EDKZD ³WLGDN DGD QDPD GDQ tidak ada sifat yang bisa memberi kebaikan jika tidak didukung oleh iman dan amal saleh. Aturan ini berlaku untuk seluruh umat manusia. Keselamatan tidak dapat ditemukan dalam sektarianisme keagamaan, tetapi GDODPNH\DNLQDQ\DQJEHQDUGDQNHEDMLNDQ´ 0HQXUXW1XUFKROLVK0DGMLGµNDXPmuslim’ (tidak tergantung agamanya apa) adalah kaum yang ber-LVOƗP, yang tunduk patuh, pasrah, dengan kedamaian (VDOƗP) kepada 7XKDQ VHEDJDLPDQD NDXP PX¶PLQ RUDQJ Islam) yang beriman, sepenuhnya percaya
-DODOXGGLQ 5DNKPDW Islam dan Pluralisme: $NKODN 4XUDQ 0HQ\LNDSL 3HUEHGDDQ (Jakarta: 6HUDPEL -DODOXGGLQ 5DNKPDW Islam dan Pluralisme: $NKODN 4XUDQ 0HQ\LNDSL 3HUEHGDDQ (Jakarta: 6HUDPEL .
kepada Tuhan. 0HQXUXW 1XUFKROLVK 0DGMLG VDODK VDWX GLVWRUVL WHQWDQJ SHQJHUWLDQ V\DULµDW LDODK pandangan orang banyak seolah konsep WHQWDQJ µV\DULµDW¶ LWX KDQ\D DGD SDGD DJDPD Islam (tegasnya, hanya ada pada agama LVOƗP µYHUVL WHUDNKLU¶ \DLWX ,VODP \DQJ GLEDZD ROHK 1DEL 0XKҝammad.) Padahal yang sesungguhnya terjadi ialah, semua ajaran kepatuhan kepada Allah (makna yang fundamental frase Arab µGƯQ $OODK¶ baca: GƯQXOOƗK) dengan sendirinya mengandung DMDUDQWHQWDQJVHVXDWXEHQWXNV\DULµDWVHEDE µV\DUƯµDK¶ LWX VHQGLUL DUWLQ\D µMDODQ¶ \DLWX jalan menuju Tuhan, dengan menjalankan DMDUDQDMDUDQ1\D 3DGDQDQ NRQVHS WHQWDQJ µV\DUƯµDK¶LWXGDODPDJDPD,VODPLDODKkonsepkonsep tentang s̞LUƗWҗ VDEƯO W̛DUƯTDK PLQKƗM dan mansak. Semuanya itu memunyai makna dasar jalan, cara, atau metode. Dalam agamaagama lain, konsep-konsep itu dinyatakan dalam peristilahan khas mereka, seperti µdharma¶ µmarg’ GDQ µtao¶ 1DEL µƮVƗ DO 0DVƯKҝ
Budhy Munawar-Rachman, Perspektif Global Islam dan Pluralisme
memberi petunjuk kepada agama itu siapa SXQ\DQJPDXNHPEDOLNHSDGD$OODK ´4V -LNDGLFHUPDWL¿UPDQLWXPDNDMHODVEDKZD V\DULµDW LWX VDPD SDGD VHPXD DJDPD \DLWX pada pengertian-pengertian fundamental itu, dan tidak boleh berpecah belah. Dan sangat PHQDULN SHQHJDVDQ GDODP ¿UPDQ LWX EDKZD seruan untuk bersatu dalam pengertianpengertian fundamental itu, dan tidak boleh berpecah-belah, juga seruan ini (untuk bersatu dalam pengertian-pengertian fundamental itu) terasa amat berat pada orang-orang musyrik. Ini disebabkan mereka itu tidak mengerti, atau tidak sanggup memahami, EDKZD SDGD GDVDUQ\D µDJDPDDJDPD LWX DGDODKVDWX¶GDQVHPXDQDELGDQUDVXO7XKDQ µPHQJDMDUNDQ KDO \DQJ VDPD¶ \DLWX DMDUDQ kepatuhan kepada Tuhan (GƯQ $OODK), yang kepatuhan itu harus dilakukan dengan sikap pasrah dan tulus, dengan rasa damai (yaitu islam atau DOLVOƗP dalam pengertianya yang paling dasar.) Jika suatu kepatuhan kepada Tuhan dilakukan secara terpaksa, tanpa ketulusan dalam hati berdasarkan iman, maka ajaran kepatuhan atau GƯQ serupa itu dengan sendirinya tidak absah di sisi Tuhan, dan yang bersangkutan akan merugi. Karena itu dalam DO4XU¶ƗQWHUGDSDWSHQXWXUDQWHQWDQJRUDQJ RUDQJ$UDEQRPDG\DQJGDWDQJNHSDGD1DEL VDZGDQPHODSRUNDQµLPDQ¶PHUHNDGHQJDQ VLNDS EDQJJD 0DND $OODK PHPHULQWDKNDQ 1DELXQWXNPHQDQJJDSLGHQJDQPHQHJDVNDQ EDKZD PHUHND LWX EDUX µLVOƗP¶ dalam artian sekedar tunduk patuh secara lahiri, sementara LPDQ EHOXP PDVXN GDODP KDWL PHUHND 4V 0DND VLNDS SDWXK DWDX GƯQ selain patuh kepada Allah dengan sikap pasrah yang damai (DOLVOƗP) tidak merupakan sikap patuh yang EHQDU 'DODP DO4XU¶ƗQ MXJD GLWHJDVNDQ bahwa sikap pasrah yang damai atau LVOƗP kepada Tuhan itu adalah ajaran semua kitab suci, namun banyak penganut kitab suci itu \DQJ PHQJDQXW VLNDS EHUEHGD 4V Diterangkan pula bahwa pasrah yang damai
225
itu adalah sikap semua penghuni seluruh ODQJLWGDQEXPL4V 20 'L]DPDQPRGHUQLQLZDFDQDSOXUDOLVPH dalam Islam, dikembangkan oleh pemikirSHPLNLU0XVOLPNRQWHPSRUHUVHSHUWL)ULWMRI 6FKXRQ6H\\HG+RVVHLQ1DVU+DVDQ$VNDUL GDQ $EGXOD]L] 6DFKHGLQD 'L ,QGRQHVLD LQL GLNHPEDQJNDQ ROHK 1XUFKROLVK 0DGMLG $EGXUUDKPDQ :DKLG$KPDG 6\D¿L 0DDULI dan sekelompok intelektual Islam progresif yang lebih muda. Pada dasarnya, pluralisme adalah sebuah pengakuan akan hukum Tuhan yang menciptakan manusia yang tidak hanya terdiri dari satu kelompok, suku, warna kulit, dan agama saja. Tuhan menciptakan manusia berbeda-beda agar mereka bisa saling belajar, bergaul, dan membantu antara satu dan lainnya. Pluralisme agama mengakui perbedaan-perbedaan itu sebagai sebuah realitas yang pasti ada di mana saja. Justru, dengan pluralisme agama itu akan tergali berbagai komitmen bersama untuk memerjuangkan sesuatu yang melampaui kepentingan kelompok dan agamanya. Salah satu unsur pokok dari pluralisme agama adalah munculnya satu kesadaran bahwa agama-agama berada dalam posisi dan kedudukan yang paralel. Argumen utama pluralisme agama dalam DO4XU¶ƗQ GLGDVDUNDQ SDGD KXEXQJDQ DQWDUD keimanan yang pribadi, dan proyeksi puEOLNQ\DGDODPPDV\DUDNDW,VODP%HUNHQDDQ GHQJDQNHLPDQDQSULEDGLLWXDO4XU¶ƗQEHUsikap non-intervensionis (misalnya, segala bentuk otoritas manusia tidak boleh mengganggu keyakinan batin individu.) Sedangkan dengan proyeksi publik keimanan, sikap al4XU¶ƗQGLGDVDUNDQSDGDSULQVLSNRHNVLVWHQVL yaitu kesediaan dari umat dominan untuk memberikan kebebasan bagi umat beragama lain dengan aturan mereka sendiri. Aturan itu bisa berbentuk cara menjalankan urusan me1XUFKROLVK0DGMLG$WDV1DPD3HQJDODPDQ Beragama dan Berbangsa di Masa Transisi— Kumpulan Dialog Jum’at di Paramadina (Jakarta: 3DUDPDGLQD 20
Ilmu Ushuluddin, Volume 1, Nomor 3, Januari 2012
226
reka dan untuk hidup berdampingan dengan NDXP0XVOLPLQ21 0DNDEHUGDVDUNDQSULQVLSLQLPDV\DUDNDW Indonesia yang mayoritas beragama Islam, seharusnya bisa menjadi cermin sebuah masyarakat yang mengakui, menghormati, dan menjalankan pluralisme keagaman. $EGXO$]L]6DFKHGLQDPHQJDWDNDQ 6D\D VDQJDW SHUFD\D EDKZD MLND NDXP 0XVOLP PHQ\DGDUL SHQWLQJQ\D DMDUDQ DO4XU¶ƗQ PHQJHQDL pluralisme kultural dan religius sebagai suatu prinsip pemberian Tuhan dalam membentuk suasana hidup berdampingan yang harmonis sesama manusia, PDND NDXP 0XVOLP DNDQ PHQJKLQGDUL NHNHUDVDQ dalam menentang pemerintahan represif dan tidak efesien.22
Sebagai keyakinan dan interpretasi Islam dalam kenyataannya adalah plural (islams) Sama seperti halnya tidak ada satu ,QGRQHVLD $PHULND (URSD DWDXSXQ %DUDW begitu pula tidak ada satu pun penjelasan pas yang melukiskan berbagai kelompok maupun orang dengan nilai dan arti yang sama. Juga tidak ada lokasi tunggal ataupun budaya seragam yang identik dengan Islam. Dengan demikian, tidak ada Islam yang monolitik. 0DND EHUGDVDUNDQ IDOVDIDW WHUVHEXW SOXUD lisme DGDODKµSRQGDVLNHKLGXSDQEDJLDJDPD DJDPD¶ (as̛l al-h̔D\ƗK ED\QD DODG\ƗQ Para pemikir Islam melacak D\DWD\DW DO4XU¶ƗQ yang mendukung pluralisme agama ini sebagai satu rahasia dari lautan rahasia Allah. 6DODKVDWXQ\D³-LND7XKDQPXPHQJKHQGDNL PDND NDOLDQ DNDQ GLMDGLNDQ XPDW VDWX´ Ternyata Allah tidak berkehendak untuk menyatukan umat manusia. Keragaman agama di sini yang disinyalir ayat tadi merupakan rahasia dan kehendak Allah. Pluralisme sebagai dasar kehidupan semua agama mengajak membuka dan memahami rahasia Allah itu. Keragaman agama sebagai rahasia Allah meliputi juga agama-agama lain $EGXOD]L] 6DFKHGLQD Islamic Modern Pluralism, 22 $EGXOD]L] 6DFKHGLQD Islamic Modern Pluralism, 21
Root
of
Root
of
\DQJELDVDGLVHEXWµDJDPDDJDPD,EUƗKƯPƯ¶ Pluralisme agama sendiri mengakui adanya tradisi iman dan keberagamaan yang berbeda antara satu agama dan agama lainnya. *D\D EDKDVD DO4XU¶ƗQ VHQGLUL PHPLOLNL semangat pluralisme. Setiap kata atau ayat GDODP DO4XU¶ƗQ PHPLOLNL NHPXQJNLQDQ makna dan penafsiran yang beragam sesuai GHQJDQ VHPDQJDW ]DPDQ /DKLUQ\D NLWDE kitab tafsir yang beragam merupakan bukti adanya pluralitas pemahaman terhadap WHNV DO4XU¶ƗQ Di samping redaksi al4XU¶ƗQ \DQJ SOXUDOLV NDQGXQJDQ D\DW DO 4XU¶ƗQ VHQGLUL PHQJLV\DUDWNDQ QLODLQLODL pluralisme WHUVHEXW EDKNDQ DO4XU¶ƗQ WHODK menanamkan kaidah-kaidah mendasar bagi pluralisme agama, di antaranya: Pertama, kebebasan beragama. Setiap manusia oleh Islam diberikan kebebasan untuk menentukan agama apa yang dianut. Di samping memberikan kebebasan, Islam juga melarang adanya pemaksaan dalam agama. Prinsip ini merupakan dalil paling jelas bagi pluralisme DJDPD 'DQ GDODP EDQ\DN D\DW DO4XU¶ƗQ PHQMHODVNDQSULQVLSLQLGHQJDQWHJDV4V Kedua DO4XU¶ƗQ PHQHJDVNDQ VLNDS penerimaannya terhadap agama-agama selain Islam untuk hidup EHUGDPSLQJDQ
Budhy Munawar-Rachman, Perspektif Global Islam dan Pluralisme
Kristen, dan agama-agama lain diakui eksisWHQVLQ\DROHKDO4XU¶ƗQ4V 6HKLQJJD MHODV EDKZD DO4XU¶ƗQ WLGDN PHQFHJDK NDXP 0XVOLP XQWXN EHNHUMDVDPD dengan orang lain demi menegakkan NHDGLODQ GDQ NHEHQDUDQ $O4XU¶ƗQ GDQ WHODGDQ 1DEL PHQGXNXQJ NHUMD VDPD GDQ solidaritas antariman untuk keadilan dan kebenaran. Solidaritas ini tidak dilandasi oleh kehendak yang sama untuk perdamaian dan ketentraman, melainkan pada perjuangan menentang ketidakadilan demi menciptakan dunia yang aman bagi umat manusia. Sikap Islam terhadap pluralitame agama berdiri di atas prinsip kesejajaran, toleransi dan saling melengkapi. Inilah pilihan yang paling baik karena pluralisme agama lebih baik daripada satu agama. Satu agama tidak akan mampu merespon dinamika global kemanusiaan dewasa ini. Dengan satu agama kondisi saling berlomba dalam berbagai kebajikan tidak akan tercipta. Sikap toleran dan saling melengkapi jelas lebih baik daripada sikap saling berseberangan dari puluhan agama. Adanya hubungan yang diciptakan oleh semangat pluralisme atas dasar toleransi, merupakan anugerah dan kesempurnaan. Inilah kondisi paling otentik, semua agama EHUGRD NHSDGD 7XKDQ \DQJ 0DKDHVD GDQ mengajak kepada nilai-nilai cinta, kebaikan dan keadilan. Setiap agama, dengan berbagai kelebihannya, berlomba untuk berperan GDODPPHPEDQJXQVHEXDKSHUDGDEDQµXQWXN NDOLDQDJDPDNDOLDQGDQXQWXNNXDJDPDNX¶ Pengakuan terhadap pluralisme agama dalam sebuah komunitas sosial menjanjikan dikedepankannya prinsip inklusivitas (keterEXNDDQ ²VXDWXSULQVLS\DQJPHQJXWDPDNDQ DNRPRGDVLGDQEXNDQNRQÀLN²GLDQWDUDPH reka. Ini karena pada dasarnya masing-maFarid Esack, $O4XU¶DQ/LEHUDOLVPHPluralisme—Membebaskan Yang Tertindas %DQGXQJ 0L]DQ Farid Esack, $O4XU¶DQ/LEHUDOLVPHPluralisme—Membebaskan Yang Tertindas %DQGXQJ 0L]DQ ,
227
sing agama memunyai berbagai klaim kebenaran yang ingin ditegakkan terus, sedangkan realitas masyarakat yang ada terbukti heterogen secara kultural dan religius. Oleh karena itu, inklusivitas menjadi penting sebagai jalan menuju tumbuhnya kepekaan terhadap berbagai kemungkinan unik yang bisa memerkaya usaha manusia dalam mencari NHVHMDKWHUDDQ VSLULWXDO GDQ PRUDO 5HDOLWDV pluralitas yang bisa mendorong ke arah kerja sama dan keterbukaan itu, secara jelas telah GLVHUXNDQ ROHK$OODK GDODP 4V DO+ҐXMXUƗW 'DODP D\DW LWX WHUFHUPLQ EDKZD SOXralitas adalah sebuah kebijakan Tuhan agar manusia saling mengenal dan membuka diri untuk bekerja sama. Kerjasama adalah sesuatu yang asasi bagi kehidupan manusia membangun peradaban. Pluralisme adalah bagian dari peradaban, yang secara teologis didasarkan pada konsep kesamaan dasar (kaOLPDK VDZƗ¶²sekarang popular dengan istilah common word) agama-agama. Peradaban Islam merupakan peradaban yang pluralistis dan sangat toleran terhadap berbagai kelompok sosial dan keagamaan. Untuk menunjukkan implikasi-implikasi dari komitmen pada keragaman manusia, dan pengetahuan EHUVDPD SDGD PDVD NLQL GLEXWXKNDQ UHÀHNVL 0HQXUXW 4XU¶ƗQ SDGD PXODQ\D PDQXVLD bersatu, namun berselisih karena mereka saling LUL KDWL %HEHUDSD 0XVOLP PHOLKDW SHUSHFDKDQ LQL sebagai akibat dari adanya bermacam-macam versi GDUL µVDWX .LWDE¶ \DQJ GLSHUNHQDONDQ ROHK QDEL QDEL\DQJEHUEHGD0HQJDSDZDK\XSDUDQDELKDUXV bertindak sebagi kekuatan pemecah tampaknya tidak dapat dijawab, kecuali mengatakan bahwa itu adalah sebuah misteri yang dapat diatasi Allah kalau Allah menghendakinya. Fakta bahwa Allah tidak mengatasinya dijelaskan sebagi pemberi peluang bagi bermacam-macam agama untuk bersaing satu sama ODLQ GDODP KDO NHEDLNDQ ³-LND $OODK PHQJKHQGDNL niscaya ia akan membuat kamu satu umat, tetapi Ia akan menguji kamu dengan apa yang Ia berikan NHSDGD NDPX 0DND berlomba-lombalah dalam kebaikan. Kepada Allah lah kamu akan kembali lalu Ia akan memberitahukan kepada kamu (kebenaran) DSD \DQJ NDPX EHUVHOLVLK GL GDODPQ\D´ Lihat $EGXOD]L]6DFKHGLQDIslamic Roots of Modern Pluralism,
Ilmu Ushuluddin, Volume 1, Nomor 3, Januari 2012
228
moral dan perhatian pada situasi historis, sebagaimana pluralisme, dalam rumusan 1XUFKROLVK 0DGMLG GL DWDV GLVHEXW VHEDJDL µSHUWDOLDQ VHMDWL NHEKLQHNDDQ GDODP LNDWDQ LNDWDQ NHDGDEDQ¶²a genuine engagement of diversities within the bounds of civility. Pluralisme menuntut suatu penghampiran \DQJ MXMXU GDQ WHUEXND XQWXN µPHPDKDPL pihak lain dan kerjasama yang membangun XQWXNNHEDLNDQVHPXD¶ Tidak ada pertentangan antara Islam dan pluralisme. Pluralisme bukan hanya fenomena dalam Islam, tetapi juga dalam konteks global, di antaranya pluralisme peradaban-peradaban GXQLD%DKNDQGDODPVHWLDSSHUDGDEDQMXJD memunyai pluralisme PDG]KDE SHPLNLUDQ falsafat dan aliran politik. Jadi pluralisme merupakan titik temu di antara keistimewaan dan kekhasan tersebut. Pluralisme juga mengandung arti bahwa kelompok-kelompok minoritas dapat berperan-serta secara penuh dan setara dengan kelompok mayoritas dalam masyarakat, sambil memertahankan identitas dan perbedaan mereka yang khas. Pluralisme harus dilindungi oleh negara dan hukum dan akhirnya oleh KXNXPLQWHUQDVLRQDO.DXP0XVOLPKDUXVKLGXSGHQJDQQRQ0XVOLPGDODPVXDWXQHJDUD WHUWHQWX³3HQGXGXN0XVOLPGDULVXDWXQHJHUL dapat memiliki perbedaan-perbedaan kesukuan dan doktrinal dalam diri mereka sendiri DWDXSXQGHQJDQNDXP0XVOLPGLVHOXUXKGXQLD6DWXDQ0XVOLPWLGDNPHQV\DUDWNDQNDXP 0XVOLP PHPEHQWXN VXDWX QHJDUD WXQJJDO² kekhilafahan sekalipun selalu terdiri dari beUDJDPNH\DNLQDQGDQNHVXNXDQ´ Suatu negara bangsa dari sudut pandang Islam dapat
Khaled Abou El-Fadl, Cita dan Fakta Toleransi Islam Puritanisme versus Pluralisme %DQGXQJ$UDV\ 1XUFKROLVK0DGMLG³0DV\DUDNDW0DGDQLGDQ ,QYHVWDVL'HPRNUDVL7DQWDQJDQGDQ.HPXQJNLQDQ´ Republika$JXVWXV 0RKDPHG )DWKL 2VPDQ The Children of $GDP 0RKDPHG )DWKL 2VPDQ The Children of $GDP
dianggap sebagai suatu keluarga atau kerabat yang diperluas. Perbedaan-perbedaan antara VHVDPD 0XVOLP PHVNLSXQ PDVLQJPDVLQJ memiliki kepentingan khusus, tidak boleh mengurangi hubungan kebersamaan dan solidaritas universal. Kaum muslim semestinya menampilkan sikap DO4XU¶ƗQ GL KDGDSDQ XPDW PDQXVLD GHQJDQ memerluas jarak dialog mereka hingga mencapai Hindu dan %XGGKD7DRLVPHGDQDJDPDODLQQ\D$O 4XU¶ƗQ PHQJDMDUNDQ VHWLDS PDQXVLD memunyai kompas petunjuknya masing-masing, dan telah dianugerahi Tuhan dengan martabat 'L DWDV GDVDU VSLULWXDOLWDV PRUDOLWDV GDQ martabat yang sama ini, segenap manusia dapat mengembangkan hubungan yang universal dan memelihara pluralisme global. Adalah sangat EHUPDNQDDO4XU¶ƗQPHQ\HEXWNHEDLNDQµDSD\DQJ GLNHQDO ROHK DNDO VHKDW¶ PDµUnjI GDQ NHMDKDWDQ µDSD \DQJ GLWRODN ROHK DNDO VHKDW¶ PXQNDU $WDV dasar itu, hubungan manusia universal memiliki dasar moral dan spiritualnya sendiri, di atas mana tanggung jawab bersama membangun dunia dan PDQXVLD³'LDWHODKPHQFLSWDNDQNDPXGDULEXPL GDQPHQMDGLNDQNDPXSHPDNPXUQ\D´
Inilah pluralisme global yang menyaratkan pengetahuan dan pengertian di NDODQJDQ EHUDJDP PDQXVLD Penghargaan yang timbal balik mencegah kecurigaan dan membantu terperiharanya keadilan. Keterikatan moral pada keadilan adalah hal mendasar untuk suksesnya setiap mekanisme hukum dan kelembagaan: ³-DGLODK NDPX RUDQJ \DQJ EHQDUEHQDU penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah walaupun terhadap dirimu atau ibu bapak dan kaum kerabatmu.... maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ingin PHQ\LPSDQJGDULNHEHQDUDQ´ ´'DQ janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku WLGDN DGLO %HUODNX DGLOODK NDUHQD DGLO LWX 5RJHU%RDVH³(FXPHQLFDO,VODP$0XVOLP 5HVSRQVH WR 5HOLJLRXV 3OXUDOLVP´ GDODP Islam and Global Dialogue: Religious Pluralism and the Pursuit of Peace %XUOLQJWRQ $VKJDWH 3XEOLVKLQJ 0RKDPHG )DWKL 2VPDQ The Children of $GDP
Budhy Munawar-Rachman, Perspektif Global Islam dan Pluralisme
OHELKGHNDWNHSDGDWDTZD´ 0HPHOLKDUD pengertian bersama dan keadilan hendaknya mengarahkan kepada perdamaian dunia yang menjadi penting bagi kerjasama. Tantangan Pluralisme Global Untuk bisa beradaptasi dengan pluralisme global ini diperlukan keberanian dari umat Islam untuk melakukan dialog dengan pemeluk agama-agama lain. Perjumpaan agama-agama atau yang disebut dengan perjumpaan iman memang memerlukan keberanian, pengalaman, kepercayaan diri serta kematangan pribadi. Dialog yang produktif tidak akan terwujud jika masingmasing partisipan tidak ada kesediaan untuk membuka diri, kesediaan saling memberi dan menerima secara sukarela dan antusias. Islam sejak semula menganjurkan berdialog dengan umat lain teristimewa umat .ULVWHQ GDQ
229
masing-masing kelompok agama, budaya dan peradaban ini dapat saling memahami dan saling menghormati. Dalam konteks Islam, hal ini sangat bermanfaat, karena ia dapat menghilangkan citra negatif oleh kalangan QRQ0XVOLP\DQJEHUDQJJDSDQEDKZD,VODP adalah agama anti-perdamaian, atau agama pendukung kekerasan. Dengan terbentuknya NRQGLVL VDOLQJ PHPDKDPL LQL NRQÀLN DQWDU agama, antarbudaya dan antarperadaban LQL GDSDW GLKLQGDUNDQ 0HPDQJ NRQÀLN NRQÀLN \DQJ SHUQDK WHUMDGL VHEHQDUQ\D WDN ada satu pun yang semata-mata disebabkan ROHKSHUEHGDDQIDNWRULQL1DPXQWDNGDSDW dibantah, bahwa ketiga faktor ini ikut andil GDODP SHPXQFXODQ NRQÀLN LQL PHVNL KDQ\D sebagai faktor legitimasi. Lebih dari itu, atas dasar nilai-nilai universal ini pula umat Islam dapat merespons sistem atau ide-ide global, seperti demokrasi, hak-hak asasi manusia, pluralisme dan sebagainya, sebagai sistem atau ide yang kompatibel dengan ajaran Islam. Dialog ini, bukanlah untuk suatu kegemaran intelektual melainkan suatu keharusan. Dialog sejatinya dilakukan dalam kesetaraan. Dalam dialog tidak boleh prinsip diabaikan dan tidak boleh sekedar mencari kedamaian palsu sebaliknya harus ada kesaksian yang diberi dan diterima guna saling memajukan satu sama lain di dalam perjalanan pencarian GDQ SHQJDODPDQ NHDJDPDDQ GDQ VDDW \DQJ sama menyingkirkan prasangka, sikap intoleran dan kesalahpahaman. Kalaupun seseorang mengalami pertobatan lewat dialog, kenyataan itu harus dapat diterima semua pihak secara positif dan wajar. Dialog mensyaratkan sikap konsisten, terbuka, kerendahan hati dan keterus-terangan sehingga dialog dapat memerkaya dan memerbarui masing-masing pihak. Dialog meminta keseimbangan sikap, kemantapan dan menolak indeferentisme (paham yang 0DV\NXUL $EGLOODK ³0DNQD GƯQ dan 8QLYHUVDOLVPH 1LODL1LODL Agama ,VODP´ 3DSHU VHULDOGLVNXVL36,.8QLYHUVLWDV3DUDPDGLQD
Ilmu Ushuluddin, Volume 1, Nomor 3, Januari 2012
230
menyamakan begitu saja agama-agama) dan tidak menghendaki suatu teologi universal yang sinkretik. Dalam dialog setiap orang harus diterima sebagaimana ia memahami dirinya sendiri. Oleh sebab itu, masing-masing hanya dapat berbicara untuk dirinya sendiri berdasarkan posisinya sendiri. Tentu posisi ini tidak boleh menjadi dogma kaku, melainkan ia harus dinamis sesuai situasi yang berubah. Dialog sama sekali tidak mengurangi kesetiaan yang penuh dan jujur terhadap imannya sendiri, melainkan memerkaya dan memerkuatnya. Dialog adalah suatu hal yang asasi dalam menghilangkan salah paham, dan prasangka yang pernah timbul di masa silam harus dihilangkan, karena itu disebabkan pula oleh sikap kita yang menolak aliran-aliran kepercayaan yang lain. Simpulan Sebagai penutup artikel ini, kita bisa menyimpulkan bahwa wacana al4XU¶ƗQ GDSDW GHQJDQ PXGDK PHQGXNXQJ pluralisme agama, dengan etika perbedaan GDQ WROHUDQVLQ\D $O4XU¶ƗQ WLGDN KDQ\D mengharapkan, tetapi juga menerima kenyataan perbedaan dan keragaman dalam masyarakat manusia. Para penafsir klasik tidak sepenuhnya mengeksplorasi implikasi dari dibiarkannnya keragaman ini, atau SHUDQ SHQ\HOHVDLDQ NRQÀLN VHFDUD GDPDL dalam melangsungkan pola interaksi sosial \DQJ ODKLU GDUL PDV\DUDNDW \DQJ µVDOLQJ PHQJHQDO¶$O4XU¶ƗQMXJDWLGDNPHPEHULNDQ
Olaf Schumann, Dialog antar Umat Beragama, di Manakah Kita Berada Kini? (Jakarta: /36'*, K/LKDWMXJD0XQDZDU$KPDG $QHHV 6\HG = $EHGLQ =LDXGGLQ 6DUGDU Dialog Muslim Kristen Dulu, Sekarang, Esok
aturan atau perintah khusus mengenai EDJDLPDQD SHQJHWDKXDQ µEHUEDQJVDEDQJVD GDQ EHUVXNXVXNX¶ LWX GLSHUROHK 1DPXQ pada kenyataannya, terdapatnya keragaman (pluralitas) sebagai tujuan utama penciptaan, tidak berkembang dalam teologi Islam klasik. Ulama 0XVOLP SUDPRGHUQ tidak memunyai dorongan yang kuat untuk mengeksplorasi makna dan implikasi dari persetujuan al4XU¶ƗQ WHUKDGDS NHUDJDPDQ GDQ LQWHUDNVL lintas budaya. Hal ini sebagian disebabkan oleh dominasi politik dan superioritas peradaban Islam, yang menjadikan para pemikir 0XVOLP PHPXQ\DL UDVD SHUFD\D GLUL \DQJ EHUOHELKDQ 0HVNLSXQ GHPLNLDQ WHWDS OD\DN untuk mengatakan bahwa peradaban Islam merupakan peradaban yang pluralistis dan sangat toleran terhadap berbagai kelompok sosial dan keagamaan. Dasar inilah yang bisa menjadi titik tolak kita mengembangkan pluralisme Islam secara global. Selain persetujuan umum pada keragaPDQPDQXVLDDO4XU¶ƗQMXJDPHQHULPDSDQ GDQJDQ\DQJOHELKVSHVL¿NWHQWDQJSOXUDOLWDV keyakinan dan hukum agama. Kendati DO4XU¶ƗQ VHFDUD WHJDV PHQJODLP EDKZD Islam adalah kebenaran Ilahi dan menuntut NHSHUFD\DDQ NHSDGD 0XKҝammad sebagai utusan terakhir dalam silsilah kenabian ,EUƗKƯPDO4XU¶ƗQWLGDNPHQJKDSXVNHPXQJ kinan adanya jalan lain menuju keselamatan. $O4XU¶ƗQPHQHJDVNDQDGDQ\DNHELMDNVDQDDQ Tuhan yang tidak bergantung pada apapun XQWXNPHPEHULNDQNDVLKVD\DQJ1\DNHSDGD siapa pun yang Dia kehendaki.