PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP PEMBERLAKUAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN1 Oleh : Jose A.P.S.E. Fernandes2 Roos K. Andadari3
ABSTRACT The ASEAN Economic Community (AEC) which is going to be applied in 2015 brings hopes but also challenges. For Indonesians, AEC gives them the opportunity to find a job in other ASEAN countries so that their welfare can potentially be improved. On the other hand, AEC also brings challenges as in Indonesia, Indonesian skilled labor has to compete with skilled labor from other ASEAN countries who come to work in Indonesia. Meanwhile, the competitive ability of Indonesians is questioned. The Indonesian Human Development Index (HDI) has increased in the last 30 years but compared to other ASEAN countries, the rank is still sixth behind Singapore, Brunei, Malaysia, Thailand, and the Philippines. SWCU students who graduate around 2015 will face a different competitive environment. The aim of this paper is to describe students’ perceptions on the implementation of AEC. The objective of this research is to know students’ knowledge about AEC and its impact as well as their preparations in facing the implementation of AEC. This is a descriptive research, as the data is collected from SWCU students. The data shows that the majority of students do not know about the implementation of AEC or even the concept of AEC. From the data, those who already know about AEC and are aware of the impact of the implementation of AEC are already prepared to face the new competitive environment. Keywords: students’ perceptions, economic integration, ASEAN Economic Community, competence. 1. PENDAHULUAN Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA - ASEAN Economic Community) telah disepakati diberlakukan tahun 2015. MEA bertujuan menciptakan pasar tunggal dan basis produksi dimana barang, jasa, investasi, dan tenaga kerja trampil bebas berpindah dari satu negara ke negara lain dalam wilayah ASEAN. Dalam MEA diharapkan akan terwujud suatu area perekonomian yang kompetitif, suatu kawasan dengan pembangunan ekonomi yang mampu berintegrasi secara penuh dengan perekonomian global (Roadmap for ASEAN Economic Community, 2009). Dengan diterapkannya MEA tahun 2015, maka akan terbuka kesempatan kerja seluasluasnya bagi warga negara ASEAN. Bagi tenaga kerja terdidik Indonesia, rencana ini memberi peluang namun juga tantangan. Dikatakan peluang karena seorang tenaga kerja 1
Paper ini dipresentasikan dalam Pekan Ilmiah Dosen FEB UKSW tanggal 14 Desember 2012. Mahasiswa FEB UKSW program studi S1 Manajemen. 3 Pengajar FEB UKSW program studi S1 Manajemen. 2
Persepsi Mahasiswa - Jose A.P.S.E. Fernandes dan Roos K. Andadari 283
Indonesia yang terdidik akan punya kesempatan bekerja selain di Indonesia juga di sembilan negara ASEAN lain seperti di Singapura, Malaysia dan negara ASEAN lain. Dengan jumlah sumber daya manusia yang paling besar di ASEAN (http://www.tempo.co/read/news/2011/07/14/ 173346495/Penduduk-Indonesia-MasukPeringkat-4-Dunia), Indonesia memiliki potensi yang besar untuk memanfaatkan integrasi di sektor tenaga kerja trampil. Namun Indonesia juga akan menghadapi ancaman karena orang dari negara ASEAN lain akan bisa datang ke Indonesia untuk mencari peluang kerja. Artinya peluang kerja yang ada di Indonesia akan diperebutkan oleh lebih banyak orang. Sejauh mana orang Indonesia dapat bersaing di negeri orang atau di negeri sendiri sangat tergantung pada kualitas SDM nya. Kualitas sangat terkait dengan kompetensi yang dimiliki para tenaga kerja Indonesia. Kompetensi tenaga kerja skilled salah satunya diperoleh dari pengembangan kemampuan khusus melalui pendidikan di universitas. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan di universitas memiliki peran yang cukup penting dalam menciptakan lulusan yang memiliki kompetensi tinggi atau skilled. Namun upaya universitas tidak serta merta memberikan hasil karena peran individu yang terlihat dalam niat dan motivasi dari para mahasiswa. Spencer dan Spencer (1993) dalam Yuniarsih (2008:23) menyatakan bahwa untuk membentuk kompetensi seseorang perlu memiliki sebuah motif yaitu apa yang secara konsisten dipikirkan atau keinginan yang mendorong perilaku seseorang yang mengarah pada kegiatan atau tujuan tertentu. Rencana pemberlakuan MEA seharusnya bisa menjadi Motive bagi para mahasiswa untuk menyiapkan diri lebih baik. Sementara itu, berkenaan dengan kualitas tenaga kerja Indonesia, Primasanto (2010) menyebutkan Indonesia selama ini lebih banyak mengirimkan tenaga kerja tidak terampil, sedangkan Filipina lebih banyak mengirimkan tenaga kerja terampil untuk bekerja di luar negeri. Data Human Development Index (UNDP, 2011) memperlihatkan Indonesia berada pada posisi 124 dari 187 negara. Memang trend perkembangan HDI Indonesia dari tahun 1980 – 2011 memperlihatkan trend yang terus meningkat, namun posisi Indonesia masih kalah apabila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya seperti Singapura (26), Brunei (33) Malaysia (61), Thailand (103), dan Philipina (112). Posisi Indonesia hanya lebih baik dari Vietnam (128), Laos (138), kamboja (139), Myanmar (149). Hal ini menunjukkan bahwa kualitas SDM Indonesia menghadapi ancaman dengan akan diberlakukannya MEA. Bagi mahasiswa yang kini sedang studi, rencana pemberlakukan MEA seharusnya mendorong mereka belajar dengan baik mempersiapkan semua kemampuan agar tidak kalah bersaing dengan tenaga kerja dari negara lain. Paper ini ingin mengetahui bagaimana kesadaran mahasiswa Indonesia sebagai calon tenaga kerja menghadapi MEA. Dua persoalan yang akan dijawab adalah: (1) Apakah mahasiswa UKSW memahami implikasi pemberlakuan MEA? (2) Apakah mahasiswa UKSW merasa perlu meningkatkan kesiapan dalam menghadapi MEA?
284 Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012
2. TELAAH TEORITIS 2.1. PERSEPSI Menurut Kotler (2000), persepsi adalah proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang berarti. Mangkunegara (dalam Arindita, 2002) berpendapat bahwa persepsi adalah suatu proses pemberian arti atau makna terhadap lingkungan. Dalam hal ini persepsi mencakup penafsiran obyek, penerimaan stimulus (input), pengorganisasian stimulus, dan penafsiran terhadap stimulus yang telah diorganisasikan dengan cara mempengaruhi perilaku dan pembentukan sikap. Terkait dengan pemberlakuan MEA, persepsi mahasiswa terhadap pemberlakuan MEA diharapkan akan memberikan gambaran sejauh mana implementasi MEA dipahami oleh mahasiswa sehingga dapat dijadikan salah satu acuan pemerintah dalam menentukan kebijakan-kebijakan terkait MEA yang bersinggungan langsung tenaga kerja terampil khususnya. 2.2.TEORI INTEGRASI EKONOMI MEA adalah salah satu bentuk integrasi ekonomi. Integrasi ekonomi adalah sebuah proses di mana sekelompok negara berupaya untuk meningkatkan kemakmurannya (Jovanovic, 2006). Menurut Pelkman (2003) integrasi ekonomi ditandai oleh penghapusan hambatan ekonomi (economic barrier) antara dua atau lebih negara, yang meliputi semua pembatasan yang menyebabkan mobilitas barang, jasa, faktor produksi, dan juga aliran komunikasi, secara aktual / potensial relatif menjadi rendah. Salvatore (2007:340) menguraikan beberapa jenis integrasi ekonomi : (1) Pengaturan Perdagangan Preferensial (Preferential Trade Arragements) dibentuk oleh negara-negara yang sepakat menurunkan hambatan perdagangan di antara mereka dan membedakannya dengan negara-negara yang bukan anggota. (2) Kawasan perdagangan bebas (free trade area) adalah kesepakatan dimana semua hambatan perdagangan tarif diantara negara anggota dihilangkan sepenuhnya, namun masing-masing negara anggota masih berhak menentukan sendiri apakah mempertahankan atau menghilangkan hambatan perdagangan terhadap negara-negara non-anggota. (3) Persekutuan Pabean (Customs Union) mewajibkan semua negara anggota untuk tidak hanya menghilangkan semua bentuk hambatan perdagangan di antara mereka, namun juga menyeragamkan kebijakan perdagangan terhadap negara lain non-anggota, (4) Pasar bersama (Common Market) yaitu integrasi ekonomi di mana bukan hanya hambatan perdagangan barang dan jasa saja yang dibebaskan namun juga arus faktor produksi seperti tenaga kerja trampil dan modal juga (5) Uni Ekonomi (Economic Union) yaitu menyeragamkan kebijakan moneter dan fiskal dari masing-masing negara anggota di dalam suatu kawasan atau bagi negara-negara yang melakukan kesepakatan. 2.3.DAMPAK INTEGRASI EKONOMI Menurut Krugman (1993) penurunan kesejahteraan hidup masyarakat terjadi apabila terdapat negara yang secara ekonomi kuat menerapkan tarif yang tinggi terhadap negara lain. Meir (1995) menegaskan bahwa integrasi ekonomi di suatu kawasan akan menghasilkan beberapa manfaat bagi negara yang melakukan integrasi, seperti: mendorong berkembangnya Persepsi Mahasiswa - Jose A.P.S.E. Fernandes dan Roos K. Andadari 285
industri lokal, peningkatan manfaat perdagangan melalui perbaikan terms of trade, dan mendorong efisiensi ekonomi di suatu kawasan ekonomi. Menurut Suarez (2000) pembentukan integrasi ekonomi di suatu kawasan ditujukan untuk alokasi sumber daya yang lebih efisien, mendorong persaingan, dan meningkatkan skala ekonomi dalam produksi dan distribusi diantara negara anggota. Fajnzylber dan Fernandes (2004) berpendapat integrasi ekonomi memiliki dampak yang berbeda terhadap negara-negara berkembang. Bagi Brazil, integrasi ekonomi meningkatkan permintaan terhadap skilled-labor, sedangkan bagi China integrasi ekonomi justru menurunkan permintaan terhadap skilled-labor. Firdausy (2004) berpendapat melalui integrasi dan globalisasi setiap negara dapat memperkuat dan memperluas perekonomiannya, meningkatkan kesejahteraan, dan mencapai pembangunan ekonomi yang berkesinambungan. Ini karena integrasi ekonomi berarti tidak ada hambatan keluar masuk barang dan jasa, tenaga kerja serta modal dari suatu negara ke negara lain, sehingga harga barang dan jasa serta input (tenaga kerja dan modal) menjadi semakin murah dan tersedia secara memadai di suatu negara. Selain itu, arus tenaga kerja dari suatu negara ke negara lain dapat menjadi mudah, sehingga tidak akan terjadi kesenjangan antara supply dan demand tenaga kerja di suatu negara. Namun untuk arus tenaga kerja, integrasi ekonomi tidak secara linear akan mendorong arus migrasi. Hayase (2003) dalam Firdausy (2004), secara tegas menyatakan bahwa arus migrasi tidak secara sederhana dapat terjadi dengan adanya kesepakatan dalam perdagangan dan investasi di Asia Timur. Arus migrasi ke suatu negara juga dipengaruhi oleh faktor sosial, demografi, budaya dan politik. Bahkan banyak fakta menunjukkan besar kecilnya arus migrasi tidak berkaitan dengan adanya integrasi ekonomi. Singkatnya, pengaruh integrasi ekonomi terhadap arus migrasi tenaga kerja nyaris tidak akan terjadi dalam jangka pendek. Bagi Indonesia peluang terjadinya migrasi tenaga kerja berpotensi menguntungkan mengingat tingkat pengangguran Indonesia relatif lebih tinggi dari negara ASEAN lainnya. Data BAPENAS mengungkapkan tingkat pengangguran terbuka usia muda antara 15-29 tahun di Indonesia mencapai 19,9 persen, sementara Srilangka 17,9 persen dan Filipina 16,2 persen. Indonesia menjadi negara dengan pengangguran usia muda tertinggi di Asia Pasifik (http://www.tempo.co/read/news/2012/04/11/090396328/Penganggur-Muda-IndonesiaTertinggi-di-Asia). Melihat kondisi tenaga kerja saat ini, Indonesia baru mampu menyediakan lebih banyak tenaga kerja untuk sektor informal. Hingga sekarang sektor ini masih menjadi tulang punggung penyerapan tenaga kerja. Hasil survei BPS Februari 2010 memperlihatkan, 68,58% (73,67 juta) dari 116 juta angkatan kerja Indonesia di Indonesia terserap di sektor informal, sisanya, 31,42% (33,74 juta) masuk sektor formal (http://www.seputarIndonesia.com/edisicetak/content/view/ 390667/50/). Tingginya penyerapan di sektor informal memperlihatkan betapa kualitas tenaga kerja Indonesia sebenarnya masih rendah. Data BPS pada Februari 2012, memperlihatkan pekerja pada jenjang pendidikan SD ke bawah masih tetap mendominasi yaitu sebesar 55,5 juta orang (49,21%), sedangkan pekerja dengan pendidikan diploma sekitar 3,1 juta orang (2,77%) dan pekerja dengan pendidikan universitas hanya sebesar 7,2 juta orang (6,43%). Rendahnya tingkat pendidikan tenaga kerja mengakibatkan kelompok masyarakat ini sulit untuk mendapatkan pekerjaan formal dengan tingkat keterjaminan yang relatif lebih baik terutama dalam bersaing dengan negara-negara 286 Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012
ASEAN lainnya. Potret ini tentunya menjadi kegelisahan yang cukup mengganggu dalam menyongsong pasar tunggal ASEAN, saat arus liberalisasi jasa termasuk jasa profesi baik skillful labor maupun semi-skilled labor akan semakin deras. Dengan kondisi seperti ini sudah seharusnya perlu upaya peningkatan kualitas tenaga kerja. Pemerintah sendiri telah menyiapkan 3 strategi meningkatkan kualitas tenaga kerja Indonesia. Menurut Muhaimin Iskandar (http://menteri.depnakertrans.go.id/?show= news&news_id 828) dalam meningkatkan kompetensi kerja, pemerintah menerapkan 3 strategi yaitu peningkatan standar kompetensi kerja, lembaga pendidikan dan pelatihan profesi yang berbasis kompetensi dan sistem dan kelembagaan, sertifikasi yang independen terpercaya dan menjamin mutu. Namun keberhasilan strategi ini tidak menjamin kualitas tenaga kerja akan meningkat. Kesadaran diri untuk mengubah diri dari para pekerja sendirilah yang paling dibutuhkan dalam peningkatan kualitas mereka agar sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh para penyedia kerja. 2.4.KOMPETENSI KERJA Kompetensi menurut SK Mendiknas NO.045/U/2002 adalah perangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas dibidang pekerjaan tertentu. Menurut Widarno (2007) kompetensi memiliki tiga tingkatan, (1) kompetensi utama, yaitu kemampuan seseorang menampilkan kinerja yang memadai pada suatu kondisi pekerjaan yang memuaskan, (2) kompetensi pendukung, yaitu kemampuan seseorang yang dapat mendukung kompetensi utama, dan (3) kompetensi lain, yaitu kemampuan seseorang yang berbeda dengan kompetensi utama dan pendukung namun membantu meningkatkan kualitas hidup. Kompetensi ini pada akhirnya akan menentukan daya saing tenaga kerja Indonesia, apakah mampu bersaing dengan tenaga kerja asing lainnya. Spencer dan Spencer (1993: 9-11) dalam Yuniarsih (2008:23) menyatakan bahwa karakteristik kompetensi diklasifikasikan dalam hard skill dan soft skill. Hard skill merupakan kompetensi individu yang dapat diamati dan mudah dikembangkan, misalnya pengetahuan (knowledege) dan ketrampilan (skill). Softskill adalah kemampuan melaksanakan tugas-tugas fisik dan mental tertentu yang hanya dapat dinilai secara kualitatif melalui observasi perilaku, misalnya self concept, traits dan motive. Paul dan Murdoch (1992) menjelaskan bahwa dalam menghadapi dunia kerja, seorang lulusan perguruan tinggi harus dilengkapi dengan kualifikasi softskills berikut agar dapat bertahan dan unggul dalam kompetisi: (a) Pengetahuan umum dan penguasaan bahasa Inggris; (b) Keterampilan komunikasi meliputi penguasaan komputer dan internet, presentasi audiovisual, dan alat komunikasi lain; (c) Keterampilan personal meliputi kemandirian, kemampuan komunikasi dan kemampuan mendengar, keberanian, semangat dan kemampuan kerjasama dalam tim, inisiatif, dan keterbukaan (etos kerja). (d) Fleksibilitas dan motivasi untuk maju yaitu kemampuan beradaptasi sesuai perubahan waktu dan lingkungan serta keinginan untuk maju sebagai pimpinan. Selain itu, menurut Mulyatiningsih (2009), pada umumnya sekolah/universitas hanya mengejar target untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi profesional saja dan mengabaikan kompetensi kepribadian dan sosial (softskill). Padahal dalam dunia kerja softskill memiliki kedudukan yang sama pentingnya dengan hardskill. Orang yang memiliki Persepsi Mahasiswa - Jose A.P.S.E. Fernandes dan Roos K. Andadari 287
kepribadian baik, bermotivasi tinggi, percaya diri, ulet, tekun, displin, bertanggung jawab dan mampu mengendalikan stress akan memiliki daya tahan yang lebih unggul dalam bekerja. 3. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini adalah kualitatif deskriptif, menggunakan data primer. Pengumpulan data dengan penyebaran kuesioner kepada mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana yang masih aktif berkuliah. Teknik pengambilan sampel adalah nonprobability sampling dengan metode judgmental sampling dimana elemen populasi dipilih dengan menggunakan dasar pertimbangan tertentu yaitu dengan kriteria yang sudah mengetahui tentang MEA. Pada awal proses pengumpulan data primer, peneliti menyebar 100 kuesioner, hanya 96 kuesioner yang kembali dan diantaranya hanya 19 responden (20%) saja yang mampu menjawab seluruh pertanyaan. Itu berarti hanya sekitar 20% responden yang mengetahui tentang MEA. Kemudian peneliti menyebar lagi 100 kuesioner, namun kali ini menekankan pada mahasiswa yang tahu tentang pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN. Dari 100 kuesioner yang disebar, 94 kuesioner yang lengkap. Hasil akhir yang diperoleh 113 kuesioner yang memenuhi kriteria untuk diolah / analisis. Sebagian besar pertanyaan menggunakan skala likert dengan 5 titik, dimana kategori jawaban yakni : “sangat tidak setuju”, “tidak setuju”, “netral”, “setuju”, dan “sangat setuju” dengan menggunakan nilai 1 sd 5. 4.
HASIL PENELITIAN Seperti dikemukakan didepan, hanya sekitar 20% mahasiswa yang mengetahui tentang Masyarakat Ekonomi ASEAN. Ini menunjukkan masih banyak orang yang belum mengetahui dan memahami pemberlakuan MEA. Dari 113 orang yang mengetahui MEA, peneliti bersusah payah untuk menemukan mereka. Apabila mahasiswa sebagai kelompok terdidik penerus bangsa saja masih banyak yang belum mengetahui, apalagi masyarakat secara umum. Hal ini bisa disebabkan karena masih kurang gencarnya pemerintah dalam mensosialisasikan pemberlakuan MEA kepada masyarakat luas. Ini menjadi tantangan terberat pemerintah sebagai pengambil keputusan dalam menjalankan kebijakan negara untuk mensejahterakan rakyat. Dari jumlah responden diatas, 58,40% adalah wanita. Fakultas yang mendominasi responden adalah Fakultas Ekonomika dan Bisnis 23% disusul Fakultas Teknologi Informasi sebesar 19,47%. Sebagian besar responden berpersepsi diri mereka sebagai mahasiswa yang aktif maupun sangat aktif dalam berorganisasi baik di lingkungan internal kampus (LK) maupun di lingkungan eksternal kampus. Dilihat dari hasil studi, sebagian besar responden 62% merasa hasil studinya tergolong memuaskan. Terkait keaktifan mahasiswa mengakses informasi sebanyak 47,8% responden merupakan mahasiswa yang sering maupun sangat sering mengakses informasi. 4.1.PENGETAHUAN TENTANG MEA & TANGGAPAN RESPONDEN Dari 113 responden diatas belum semuanya memahami secara mendalam diskripsi dari MEA. Sebagian besar responden (27,4%) memahami dengan MEA akan terjadi arus 288 Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012
bebas barang dan jasa secara bebas; sementara yang memahami MEA sebagai kondisi dimana terjadi arus bebas barang dan jasa serta tenaga kerja dan modal 73,6%. Responden menggunakan berbagai sumber informasi untuk memperoleh informasi tentang MEA. Sebanyak 6 responden memperoleh informasi hanya melalui koran, 7 responden melalui televisi, 1 responden melalui radio, 22 responden melalui internet dan hanya 2 responden mengetahui melalui perkuliahan saja. Padahal melalui perkuliahan mahasiswa dapat memperoleh informasi yang lebih mendetail tentang tantangan mereka kedepan. Tabel 4.2. Sumber informasi Masyarakat Ekonomi ASEAN N
Koran 1 Sumber 6
Televisi 7
Radio 1
Internet 22
Kuliah 2
2 Sumber 5 3 Sumber 18 4 Sumber X
40 X X
2 2 X
X* X X
1 2 0
*X = Semua responden memilih sumber informasi tersebut bersama dengan sumber lainnya. Selain dari ke 38 orang yang memperoleh informasi hanya dari 1 sumber, sebanyak 48 orang memperoleh informasi dari dua sumber sekaligus, 23 orang memperoleh informasi dari tiga sumber sekaligus dan hanya 4 orang yang memperoleh informasi dari empat sumber sekaligus. Dengan demikian akumulasi dari semua sumber tersebut menempatkan internet sebagai sumber informasi terbanyak, yakni sebanyak 97 responden, kemudian televisi sebanyak 74 responden, koran sebanyak 33 responden, radio sebanyak 9 orang dan dari perkuliahan sebanyak 5 orang. Sebagian besar responden (63,7%) setuju dengan pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN. Mereka berpendapat bahwa berjalannya MEA akan memajukan perekonomian nasional dan membawa dampak positif pada kesejahteraan masyarakat. Beberapa alasan yang diutarakan responden: (1) Indonesia sudah siap bersaing dengan negara ASEAN; (2) Lapangan kerja semakin banyak; (3) Meningkatkan daya saing Indonesia di mata dunia; (4) Memaksimalkan potensi Indonesia; (5) Mempererat hubungan antar negara ASEAN. Sedangkan responden yang tidak setuju berpendapat bahwa Indonesia masih belum siap menghadapi MEA. Hal ini dikarenakan infrastruktur di Indonesia masih belum memadai dan kualitas sumber daya manusia masih rendah. Pendapat responden ini sejalan dengan fakta berdasarkan laporan AEC Scorecard yang disiapkan Sekretariat ASEAN, dimana tingkat implementasi Indonesia terhadap AEC blueprint mencapai 80,37% dari 107 indikator yang menempatkan Indonesia pada urutan ketujuh dari 10 negara ASEAN (Dependag: Menuju AEC 2015). Angka ini masih jauh dari Singapura yang telah mengimplementasikan AEC blueprint hingga 93,52% yang membuat Singapura menjadi negara yang paling siap menghadapi MEA. Dari data ini bisa dilihat bahwa Indonesia belum maksimal dalam mempersiapkan diri. Apabila dilihat dari keaktifan berorganisasi, penolakan terhadap MEA paling banyak berasal dari responden yang aktif berorganisasi. Hal ini dikarenakan responden yang aktif Persepsi Mahasiswa - Jose A.P.S.E. Fernandes dan Roos K. Andadari 289
berorganisasi cenderung lebih aktif mencari informasi terkait kebijakan pemerintah dan mengkritisinya. Dan saat ini beberapa diantara mereka menilai bahwa kebijakan pemerintah dalam menyiapkan SDM Indonesia menghadapi MEA masih belum maksimal sehingga perlu ditingkatkan lagi sebelum memasuki MEA. Menurut responden negara mana sajakah yang dirasa cocok untuk dijadikan tempat bekerja nantinya? Singapure menjadi pilihan terbanyak (84,96%). Hal ini wajar, mengingat Singapure memiliki ekonomi terkuat di ASEAN. Kemudian disusul oleh Malaysia dan Thailand sebagai pilihan lainnya. Tabel 4.3. Persepsi negara ASEAN tujuan bekerja No. Negara Frekuensi Persentase (%) 1 Singapure 96 84.96% 2 Malaysia 33 29.20% 3 Thailand 32 28.32% 4 Filipina 6 5.31% 5 Vietnam 5 4.42% 6 Bruney 4 3.54% 7 Laos 3 2.65% 8 Kamboja 2 1.77% Total 113 100.00% Alasan responden memilih negara tertentu sebagai tujuan bekerja adalah karena gaji (73.45%). Responden merasa bekerja di negara tersebut menjanjikan kesejahteraan yang lebih baik.
Tabel 4.4. Alasan ingin bekerja di negara-negara ASEAN Alasan Frekuensi Persentase Gaji yang lebih tinggi 83 73.45% Kapasitas (potensi) anda akan dimanfaatkan 32 28.32% Kebudayaan negara tersebut 22 19.47% Peraturan (undang-undang) yang berlaku di negara tersebut 12 10.62% Alasan lain… 4 3.54% Selain gaji, responden merasa apabila bekerja dinegara tersebut kapasitas mereka dimanfaatkan secara maksimal. Artinya bahwa negara-negara tersebut menghormati hak dan tanggungjawab dari para pekerjanya. Alasan lain adalah kebudayaan negara tersebut tidak terlalu jauh berbeda dengan Indonesia sehingga akan mudah untuk beradaptasi. Selain itu, peraturan yang berlaku dinegara-negara tersebut yang dirasa cukup ketat melindungi hak-hak dan keamanan warganya. Berkenaan dengan negara ASEAN yang warganya akan datang mencari pekerjaan di Indonesia (lihat tabel 4.5) yaitu paling banyak berasal dari Malaysia (55.75%). Survey tenaga 290 Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012
kerja asing (Bank Indonesia, 2009) memperlihatkan gambaran yang sama. Kemudian disusul Singapure, Thailand, Vietnam, dan Filipina. Responden tidak memilih negara-negara yang memiliki PDB yang jauh lebih rendah dari Indonesia seperti Laos, Kamboja, Brunei dan Myanmar. Hal ini menarik karena Indonesia sebagai salah satu negara besar di ASEAN memiliki PDB terbesar (http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_ ASEAN_countries_by_GDP_ (nominal)) di kawasan ini tentu merupakan magnet datangnya pekerja asing. Tabel 4.6. Persepsi warga dari negara ASEAN yang akan bekerja di Indonesia No. Negara Frekuensi Persentase (%) 1 Malaysia 63 55.75% 2 Singapure 38 33.63% 3 Thailand 33 29.20% 4 Vietnam 23 20.35% 5 Filipina 13 11.50% 6 Laos 11 9.73% 7 Myanmar 11 9.73% 8 Kamboja 3 2.65% 9 Brunei 0 0.00% Alasan dari para responden dalam memilih negara-negara tersebut karena mereka beranggapan para tenaga kerja asing mengejar gaji yang lebih tinggi di Indonesia. Tabel 4.6. Alasan pekerja ASEAN datang ke Indonesia Alasan Frekuensi Persentase (%) Gaji yang lebih tinggi 49 43.36% Kapasitas mereka akan dimanfaatkan di Indonesia 44 38.94% Kebudayaan negara tersebut hampir sama 28 24.78% Peraturan (undang-undang) yang berlaku di Indonesia 9 7.96% Alasan lainnya… 4 3.54% Selain karena gaji, alasan kapasitas mereka akan dimanfaatkan juga menjadi pilihan responden. Menurut penilaian responden para pekerja asing tersebut akan lebih dimanfaatkan kemampuan mereka apabila bekerja di Indonesia dibandingkan di negara asal mereka. Selain itu faktor kebudayaan yang mirip juga menurut responden berperan dalam mendatangkan tenaga kerja ASEAN ke Indonesia. Sementara alasan lain yang dipaparkan adalah karena politik Indonesia yang cukup stabil menyebabkan pekerja asing datang ke Indonesia. Selain itu ekonomi Indonesia yang lebih baik dari negara asal mereka (3,54%) menjadi alasan mereka mencari kerja di Indonesia. Dengan semakin banyaknya tenaga kerja asing yang akan datang ke Indonesia tentu akan semakin memperketat persaingan. Sejalan dengan hal ini, responden (45,1%) setuju bahwa pemberlakuan MEA akan menyebabkan lapangan pekerjaan semakin sulit untuk didapat. Persepsi Mahasiswa - Jose A.P.S.E. Fernandes dan Roos K. Andadari 291
Tabel 4.7. Persepsi responden bahwa lapangan pekerjaan sulit didapat Valid
Sangat Tidak setuju Tidak setuju Netral Setuju Sangat setuju Total
Frequency 1 12 17 51 32 113
Percent .9 10.6 15.0 45.1 28.3 100.0
Berbicara tentang daya saing, dengan hanya memiliki 10,3 juta tenaga kerja berpendidikan tinggi (Berita Resmi Statistik 2012) Indonesia tentu akan sangat susah untuk dapat bersaing dengan negara ASEAN lain. Berdasarkan survei Asian Productivity Organization 2004, dari setiap 1.000 tenaga kerja Indonesia hanya 4,3 persen yang terampil dibandingkan dengan Filipina (8,3 persen), Malaysia (32,6 persen), dan Singapura (34,7 persen) (http://edukasi.kompas.com/read/2011/03/31/1448290/Tak.Benahi.Kualitas.Kita.Kalah. Bersaing). Pemerintah sendiri melalui Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) akan meningkatkan jumlah tenaga kerja terdidik hingga 40% (http://bisnis.vivanews.com/news/read/24386porsi_tenaga_kerja_terdidik_formal _ditambah. 8 September 2011). Upaya ini dilakukan dengan mendorong tenaga kerja Indonesia yang belum memiliki keahlian untuk ditingkatkan kualitas dan kapasitas nya sehingga memenuhi kriteria tenaga kerja terdidik, atau, dengan cara mendorong tenaga kerja terdidik Indonesia memanfaatkan akses di negara-negara ASEAN dengan bekerja di luar negeri. 4.2.TANGGAPAN TERHADAP KOMPETENSI, GAJI, DAN ETOS KERJA TENAGA KERJA TERAMPIL INDONESIA Pandangan tentang kompetensi tenaga kerja Indonesia dibandingkan tenaga kerja negara ASEAN lainnya dapat dilihat dari (tabel 4.8). Sebagian responden masih ragu-ragu (40,7%) dalam membandingkan apakah tenaga kerja Indonesia lebih berkompeten dibandingkan dengan tenaga kerja dari negara ASEAN lainnya. Keragu-raguan dari para responden ini bisa disebabkan tidak adanya pembandingan yang bisa digunakan oleh responden dalam mengukur kompetensi para pekerja. Tabel 4.8. Persepsi responden bahwa Tenaga kerja Indonesia lebih baik dari tenaga kerja asing Valid
Sangat Tidak setuju Tidak setuju Netral (Ragu-ragu) Setuju Sangat setuju Total
Frequency 3 20 46 29 15 113
Percent 2.7 17.7 40.7 25.7 13.3 100.0
292 Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012
Hal yang tidak jauh berbeda ditemukan saat menanyakan tentang kemungkinan perusahaan Indonesia memilih tenaga kerja Indonesia apabila memiliki kompetensi dan bersedia digaji sama dengan tenaga kerja asing. Hasilnya (tabel 4.10) menunjukkan bahwa sebagian responden (43,4%) beranggapan sebaiknya perusahaan di Indonesia tetap memilih tenaga kerja Indonesia untuk dipekerjakan dibandingkan dengan tenaga kerja asing. Tabel 4.9 Persepsi perusahaan di Indonesia memilih pekerja Indonesia Valid
Sangat Tidak setuju Tidak setuju Netral Setuju Sangat setuju Total
Frequency 1 3 39 49 21 113
Percent .9 2.7 34.5 43.4 18.6 100.0
Berkenaan dengan kemungkinan perusahaan di Indonesia akan memilih tenaga kerja Indonesia apabila tenaga kerja asing memiliki kompetensi yang tinggi namun meminta gaji yang sama dibandingkan dengan tenaga kerja Indonesia, menunjukkan responden masih raguragu (42,5%) dalam membandingkan. Sementara itu untuk membandingkan kemungkinan perusahaan di Indonesia akan memilih tenaga kerja Indonesia apabila tenaga kerja asing memiliki kompetensi yang sama dengan tenaga kerja Indonesia namun meminta gaji yang lebih murah dibandingkan dengan tenaga kerja Indonesia, sebagian besar responden setuju (46,9%) bahwa perusahaan di Indonesia lebih baik mempekerjakan tenaga kerja Indonesia. Dari pernyataan diatas nampak bahwa sebagian besar responden beranggapan perusahaan Indonesia maupun asing yang ada di Indonesia lebih memilih mempekerjakan tenaga kerja Indonesia dibandingkan tenaga kerja asing walaupun tenaga kerja asing tersebut memiliki kompetensi dan meminta gaji yang bersaing dengan tenaga kerja lokal. Hal ini bisa saja didasari harapan atau keinginan dari para responden agar perusahaan-perusahaan lebih mengutamakan kejahteraan masyarakat Indonesia local. Dengan memanfaatkan tenaga kerja lokal akan membawa dampak positif bagi perekonomian Indonesia. Namun tenaga kerja lokal juga akan membawa dampak negatif apabila terjadi konflik antara perusahaan dan pekerja lokal khususnya dengan serikat pekerja. Namun kenyataan berbeda ditemukan di lapangan dimana perusahaan asing yang berpotensi besar membuka pabriknya di Indonesia, seperti perusahaan besar RIM produsen perangkat telepon genggam BlackBerry, dan perusahaan Bosch produsen peralatan rumah tangga asal Jerman. Kedua perusahaan ini memiliki pasar yang sangat besar di Indonesia, jauh lebih besar dari Malaysia. Namun keduanya lebih memilih untuk membuka pabrik di Malaysia ketimbang di Indonesia. Hal yang sangat disayangkan, mengingat apabila keduanya membuka pabrik di Indonesia akan membawa dampak positif yang sangat besar dalam investasi dan peluang kerja di Indonesia. Alasan mereka membuka pabrik di Malaysia adalah karena infrastruktur fisik dan SDM yang jauh lebih baik dari Indonesia (Fokus.news.viva.co.id/ news/read/245399-nikmati-pasar-ri--asing-malah-pilih-malaysia). Fakta ini secara langsung menunjukkan bahwa pada dasarnya kualitas dari tenaga kerja Indonesia masih kalah dibandingkan dengan negara tetangga. Untuk itulah perlu peningkatan Persepsi Mahasiswa - Jose A.P.S.E. Fernandes dan Roos K. Andadari 293
kompetensi dari tenaga kerja Indonesia agar mampu bersaing dengan tenaga kerja asing lainnya. Bertolak belakang dengan fakta bahwa para mahasiswa masih menganggap kompetensi para pekerja Indonesia setara dengan kompetensi tenaga kerja asing (tabel 4.13). Para responden menganggap tenaga kerja asing tidak selalu lebih baik daripada tenaga kerja lokal, kompetensi diantara keduanya bisa bersaing. Tabel 4.10. Persepsi Tenaga kerja asing selalu lebih berkualitas dari tenaga kerja lokal Valid
Sangat Tidak setuju Tidak setuju Netral Setuju Sangat setuju Total
Frequency 27 22 37 22 5 113
Percent 23.9 19.5 32.7 19.5 4.4 100.0
Pandangan ini berbeda dengan fakta bahwa sebagian besar tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia menduduki posisi-posisi strategis. Data dari Bank Indonesia (laporan survey tenaga kerja asing di Indonesia tahun 2009) mayoritas tenaga kerja asing di Indonesia yang mayoritas berpendidikan Strata 1 (S1) dan memiliki pengalaman kerja kurang dari 1 tahun hingga lebih dari 1 tahun. Sebagian besar tenaga kerja asing bekerja sebagai profesional/teknisi dengan rata-rata gaji yang diterima sangat tinggi dibandingkan dengan tenaga kerja lokal.
Tabel 4.11. Sebaran jumlah TKA menurut level jabatan (Orang) Periode 2005 2006 Konsultan 15,537 21,466 Direktur 7,341 6,975 Komisaris 0 9 Manajer 2,581 2,572 Profesional 8 515 Supervisor 2 569 Teknisi 329 898 Total 25,798 33,004 Sumber : Kemenakertrans
2007 3,449 3,392 283 6,479 15,080 3,194 3,572 35,449
2008 3,109 3,822 325 8,162 14,437 2,984 9,640 42,479
2009 3,303 4,025 373 8,438 15,894 2,825 11,368 46,226
Terjadi pergeseran jabatan yang cukup signifikan dalam konsultan dan profesional. Hal ini disebabkan karena banyak konsultan yang kemudian direkrut perusahaannya untuk dijadikan profesional. Selain itu, peningkatan juga terjadi pada level jabatan teknisi yang semakin meningkat. Hal ini menindikasikan kebutuhan akan tenaga kerja yang terampil dalam bidang teknisi semakin banyak di Indonesia. Kualitas tenaga kerja terampil dalam bidang teknisi Indonesia masih kalah bersaing dengan tenaga kerja asing. 294 Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012
Dari survey Bank Indonesia ini pula diketahui bahwa sebagian besar TKA menerima gaji yang berkisar antara Rp25 juta – Rp50 juta (Grafik 4.1). Kelompok terbesar berikutnya adalah TKA yang bergaji Rp10 juta – Rp25 juta (23%) dan diikuti oleh kisaran gaji antara Rp50 juta – Rp75 juta (17%). Selain menerima gaji para TKA tersebut juga menyatakan menerima tunjangan jabatan (compensation salary) yang sebagian besar berkisar antara Rp10 juta – Rp25 juta (27%).
Sumber : Bank Indonesia Gaji dari para tenaga kerja asing ini jauh berbeda dengan gaji yang diterima para tenaga kerja lokal. Rata-rata tenaga kerja lokal menerima gaji berkisar antara Rp 3.000.000 dengan pengalaman kerja antara 1 - > 10 tahun (Employment Outlook and Salary guide 20102011). Menurut responden perkerja Indonesia selama ini dibayar lebih rendah dari pekerja asing di Indonesia (lihat tabel 6.12). Tabel 4.12. Persepsi gaji tenaga kerja Indonesi lebih rendah dari gaji tenaga kerja asing Valid
Sangat Tidak setuju Tidak setuju Netral Setuju Sangat setuju Total
Frequency 1 40 32 26 14 113
Percent .9 35.4 28.3 23.0 12.4 100.0
Dengan kondisi seperti ini, dapatkah tenaga kerja Indonesia bersaing dengan tenaga kerja asing? Sebagian besar responden (41,6%) sangat setuju bahwa kompetensi tenaga kerja Indonesia mampu bersaing dengan tenaga kerja asing. Rasa percaya diri yang tinggi ini bisa dijadikan modal untuk bersaing nantinya. namun, rasa percaya diri yang terlalu tinggi juga tidak baik jika tidak didukung oleh kompetensi nyata. Tabel 4.13.Persepsi kompetensi tenaga kerja Indonesia mampu bersaing dengan tenaga kerja asing Valid
Sangat Tidak setuju Tidak setuju
Frequency 7 3
Percent 6.2 2.7
Persepsi Mahasiswa - Jose A.P.S.E. Fernandes dan Roos K. Andadari 295
Netral Setuju Sangat setuju Total
14 42 47 113
12.4 37.2 41.6 100.0
Hal ini sedikit berbeda dengan tanggapan responden tentang etos kerja tenaga kerja Indonesia. Etos kerja sebagai salah satu bagian dalam meningkatkan produktifitas para pekerja menjadi salah satu modal penting dalam meningkatkan produktifitas sebuah organisasi/perusahaan. Berkaitan dengan etos kerja tenaga kerja Indonesia apabila dibandingkan dengan tenaga kerja asing saat ini, sebagian besar responden (48.7%) masih ragu-ragu bahwa etos kerja tenaga kerja Indonesia mampu bersaing dengan tenaga kerja asing. Tabel 4.14. Persepsi bahwa etos kerja tenaga kerja Indonesia lebih baik dibandingkan tenaga kerja asing Valid
Sangat Tidak setuju Tidak setuju Netral Setuju Sangat setuju Total
Frequency 10 15 55 21 12 113
Percent 8.8 13.3 48.7 18.6 10.6 100.0
4.3.KESIAPAN MENGAHADAPI TANTANGAN MEA Berkenaan dengan kompetensi yang mereka miliki setelah lulus, menunjukkan responden setuju (52,2%) bahwa kompetensi lulusan UKSW masih belum mampu bersaing dengan lulusan perguruan tinggi ASEAN lainnya. Responden merasa bahwa UKSW belum mampu menciptakan lulusan yang mampu bersaing di dunia kerja internasional. Mereka merasa kompetensi yang mereka dapat dari UKSW saat ini belum dapat memenuhi tuntutan kerja sesuai standar internasional. Sebanyak 16,8% responden menilai lulusan UKSW mampu bersaing dengan tenaga lulusan universitas ASEAN lainnya. Hal ini bisa saja didasari pada penilaian mereka bahwa output UKSW yang saat ini sudah banyak yang sukses dan memiliki posisi-posisi penting di lembaga atau kantor mereka. Tabel 4.15. Persepsi tentang kompetensi lulusan UKSW saat ini tidak mampu bersaing dengan tenaga lulusan universitas ASEAN lainnya Valid
Sangat Tidak setuju Tidak setuju Netral Setuju Sangat setuju Total
Frequency 7 19 14 59 14 113
Percent 6.2 16.8 12.4 52.2 12.4 100.0
Apabila dilihat lebih jauh lagi, terdapat keterkaitan antara mahasiswa yang merasa memiliki hasil studi yang memuaskan dengan mahasiswa yang merasa belum memiliki 296 Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012
kompetensi untuk bersaing dengan lulusan universitas asing lainnya. Hasilnya menunjukan sebuah ironi bahwa ternyata mahasiswa yang setuju merasa hasil studinya memuaskan merasa belum memiliki kompetensi yang mampu bersaing dengan lulusan universtias asing. Sejauh mana kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris, sebagian besar responden (39,8%) merasa memiliki kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris yang bagus. Tabel 4.16. Persepsi kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris Valid
Sangat tidak bagus Tidak bagus Netral Bagus Sangat bagus Total
Frequency 4 15 27 45 22 113
Percent 3.5 13.3 23.9 39.8 19.5 100.0
Berkenaan dengan kemampuan menulis responden merasa memiliki kemampuan bahasa Inggris tergolong bagus (47.8%). Hal ini tentu perlu dicek mengingat dalam kenyataan dalam lisan saja banyak diantara mereka yang memiliki kemampuan kurang. Walaupun demikian, sebagian besar responden (34.5%) merasa perlu meningkatkan kemampuan mereka berbahasa. Mereka juga merasa dunia kerja internasional saat ini memerlukan tenaga kerja yang mampu berbahasa lebih dari 1 bahasa internasional.
Tabel 4.17. Persepsi kemampuan menulis dalam bahasa Inggris Valid
Sangat tidak bagus Tidak bagus Netral Bagus Sangat bagus Total
Frequency 1 8 35 54 15 113
Percent .9 7.1 31.0 47.8 13.3 100.0
Berkaitan dengan kemampuan penguasaan TI menunjukkan bahwa sebagian besar responden (50.4%) merasa memiliki kemampuan penguasaan TI yang bagus. Tabel 4.18. Persepsi kemampuan penguasaan TI Valid
Tidak bagus Netral Bagus Sangat bagus Total
Frequency 2 37 57 17 113
Percent 1.8 32.7 50.4 15.0 100.0
Apabila dilihat dari softskill, sebagian besar responden menilai diri mereka sudah memiliki softskill yang cukup untuk bersaing dengan lulusan universitas ASEAN lainnya. Dengan Persepsi Mahasiswa - Jose A.P.S.E. Fernandes dan Roos K. Andadari 297
beragam tantangan yang akan dihadapi mahasiswa UKSW dan kompetensi yang mereka miliki saat ini, memberikan sedikit gambaran tentang untung rugi situasi mendatang yang akan mereka hadapi. Beberapa kompetensi tambahan yang mereka butuhkan dapat dilihat di tabel 4.19. Tabel 4.19. Persepsi kompetensi tambahan yang dibutuhkan mahasiswa UKSW Kompetensi tambahan Bahasa Disiplin Komunikasi Teamwork Rajin, tekun Komitmen Wawasan umum
Frekuensi Percent 39 34.51% 27 23.89% 17 15.04% 10 8.85% 8 7.08% 9 7.96% 3 2.65%
5. PENUTUP 5.1.KESIMPULAN 1. Masih banyak mahasiswa yang belum mengetahui pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN yang akan mulai berjalan pada tahun 2015. Hal ini disebabkan karena masih kurangnya sosialisasi oleh pemerintah kepada masyarakat. Kebanyakan mahasiswa mengetahui informasi MEA melalui internet. Selain dari pemerintah, sosialisasi sebenarnya dapat pula dilakukan melalui lembaga-lembaga pendidikan yang merupakan penghasil tenaga kerja. Lembaga-lembaga pendidikan khususnya pendidikan tinggi seperti universitas, berpotensi besar untuk membantu pemerintah melakukan sosialisasi terhadap MEA. 2. Mahasiswa yang mengetahui tentang pemberlakuan MEA pada tahun 2015, sudah memahami implikasi yang akan mereka hadapi. Namun, gambaran yang dimiliki para mahasiswa tentang dampak pelaksanaan MEA masih sangat jauh dari kenyataan yang saat ini terjadi. Hal ini disebabkan karena masih kurangnya informasi mereka tentang kondisi tenaga kerja Indonesia maupun tenaga kerja asing. 3. Mahasiswa yang mengetahui tentang pelaksanaan MEA memiliki kesadaran untuk meningkatkan kompetensi mereka agar dapat bersaing dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN nantinya. Mahasiswa sudah menyiapkan diri dengan membekali diri sesuai dengan tuntutan dunia kerja. Namun mahasiswa masih belum memiliki gambaran dalam menilai kompetensi mereka dibandingkan dengan tenaga kerja asing. 5.2. SARAN 1. Mengingat masih kurangnya pengetahuan mahasiswa tentang implikasi pelaksanaan MEA perlu dilakukan sosialisasi yang intensif oleh berbagai pihak kepada mahasiswa dan pelaku pendidikan di universitas. Seperti diketahui, mahasiswa merupakan agen perubahan 298 Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012
(Agent of Change) sehingga peningkatan daya saing mereka merupakan faktor kunci perubahan masyarakat. 2. Mahasiswa yang memahami tentang implementasi MEA memiliki kesadaran untuk meningkatkan kompetensi mereka, sehingga perlu didukung. Untuk itulah peran serta universitas sebagai pencetak tenaga kerja terdidik sangat diharapkan mampu mewujudkan hal tersebut dengan lebih menekankan pada kualitas lulusan yang sesuai dengan antisipasi meningkatnya tuntutan pasar kerja. 5.3. KETERBATASAN PENELITIAN & PENELITIAN MENDATANG Penelitian ini hanya berkenaan dengan mahasiswa yang mengetahui pemberlakuan MEA saja, sedangkan mahasiswa yang tidak mengetahui tidak dilibatkan secara langsung dan diteliti lebih mendalam motif penyebabnya. Selain itu fokus penelitian hanya berkenaan dengan mahasiswa UKSW saja. Untuk memperoleh gambaran yang lebih baik, penelitian ini bisa diperluas dengan melibatkan elemen mahasiswa dari luar UKSW seperti dari STIE AMA, STAIN, bahkan mahasiswa dari universitas lain di Indonesia. Selain mahasiswa, penelitian inipun bisa diperluas dengan mencari tahu persepsi dosen dan pengusaha. DAFTAR PUSTAKA Uma, Sekaran. 2006. Research Methods for Business. Edisi 4, Jilid 1 & 2.Salemba empat.Jakarta Yuniarsih, Tjutju, & Suwatno., 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia : Teori, Aplikasi dan Isu Penelitian. Bandung. Alfabete Salvatore, D., 2007. International Economic. 9th Edition. Jakarta. John Wiley & Sons. Kotler, Philip. 2000. Manajemen Pemasaran. Jakarta. Bumi Aksara. Laporan Survey Tenaga Kerja Asing di Indonesia tahun 2009. Bank Indonesia. Jakarta. Employment Outlook and Salary Guide Indonesia 2010-2011 : A tools for workplace planing. Kelly Service. 2010 Outlook Ekonomi Indonesia 2008 - 2012, Edisi Januari 2008. Roadmap for an ASEAN Community 2009 -2015. Surat Keputusan Mendiknas No. 045/U/2002 tentang kurikulum berbasis kompetensi UNDP : Human Development Report 2011 Fajnzylber, P.R., dan A.M. Fernandes, 2004, International Economic Activities and the Demand for Skilled Labor: Evidence from Brazil and China, Social Science Research Network. Firdausy, Carunia, 2004, Liberalisasi perdagangan dan investasi di era globalisasi, PPE,LIPI. JAKARTA. Jovanovic, F., 2006, Integration, disintegration and trade in Europe: Evaluation of trade Relation during the 1990s, Working Paper No. 20. Krugman, P.R. 1993. Free Trade: A Loss (Theoritical) Nerve (The Narrow and Broad 106 JESP Vol. 1, No. 2, 2009 Agreements for Free Trade. American Economic Review. Vol.83, No.2, pp. 362-365 Meier, G.M., 1995, Leading Issues In Economic Development. New York: Oxford Unversity Press. Persepsi Mahasiswa - Jose A.P.S.E. Fernandes dan Roos K. Andadari 299
Mulyatiningsih, E. 2009. Analisis Kompetensi. Direktorat PSMK dan Universitas Negeri Yogyakarta. Primasanto, T.A., 2010. Pengiriman Tenaga Kerja terampil Indonesi Ke Luar Negeri : Pelajaran dari Filipina. Jurnal Diplomasi Vol.2 No.1 . Ridwan, 2009, Dampak Integrasi Ekonomi terhadap Investasi di Kawasan ASEAN: Analisis Model Integrasi. Srikandini, Annisa., 2004,. Pasar Tunggal Asean 2015: Diplomasi Indonesia Dan Penguatan Kapasitas Tenaga Kerja Terdidik Suarez, M.D.L.C., 2001, Trace Creation and Trade Diversion For Mercosur. Disertation. Boston University Widarno, B., 2007. Profil dan Kompetensi Sarjana Akuntansi. Jurnal ekonomi dan kewirausahaan Vol.7 no. 2. http://ditjenkpi.depdag.go.id/Umum/Setditjen/Buku%20Menuju%20ASEAN%20ECONOMI C%20COMMUNITY%202015.pdf (Diunduh 12 Desember 2011) http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_ASEAN_countries_by_GDP_(nominal) (Diunduh 9 Agustus 2012) http://edukasi.kompas.com/read/2011/03/31/1448290/Tak.Benahi.Kualitas.Kita.Kalah.Bersai ng (Diunduh 3 Desember 2011) (http://menteri.depnakertrans.go.id/?show=news&news_id=828) (diunduh 23 Mei 2012) http://bisnis.vivanews.com/news/read/24386-porsi_tenaga_kerja_terdidik_formal_ditambah. 8 September 2011 (Diunduh 4 Mei 2012) http://www.asean.org/publications/RoadmapASEANCommunity.pdf (diunduh 30 November 2011) http://www.seputar-Indonesia.com/edisicetak/content/view/395290/ (Diunduh 2 September 2012) http://www.seputar-Indonesia.com/edisicetak/content/view/390667/50/ (Diunduh 9 Juli 2012) http://www.bps.go.id/brs_file/naker_07mei12.pdf (Diunduh 13 Juni 2012) http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/06/09/189018/Sosialisasi-AEC2015-Belum-Sampai-Pemda (Diunduh 11 Agustus 2012) http://fokus.news.viva.co.id/news/read/245399-nikmati-pasar-ri--asing-malah-pilih-malaysia (Diunduh 9 April 2012) http://www.kemlu.go.id/Documents/Kerjasama%20Ekonomi%20ASEAN.doc. (Diunduh 20 Juli 2012) http://www.tempo.co/read/news/2012/04/11/090396328/Penganggur-Muda-IndonesiaTertinggi-di-Asia (Diunduh 4 Agustus 2012) http://disnakertransduk.jatimprov.go.id/ketenagakerjaan/563-pergeseran-kualitas-softskill-didunia-kerja (Diunduh 21 Mei 2012) http://www.tempo.co/read/news/2011/07/14/173346495/Penduduk-Indonesia-MasukPeringkat-4-Dunia (diunduh 12 Juni 2012)
300 Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012
Tabel 4.1. Karakteristik responden No. Karakteristik
Sub karakteristik
Frekuensi Persentasi
1.
Pria
47
41,59%
Wanita
66
58,40%
FBS
6
5,30%
FKIP
12
10,61%
FSM
1
0,88%
FEB
26
23%
FH
13
11,50%
FISKOM
11
9,73%
FB
2
1,77%
FPB
5
4,42%
FTEK
3
2,65%
FTI
22
19,47%
FTEO
5
4,42%
FPSI
6
5,31%
FSP
1
0,88%
Sangat Aktif
29
25,7%
Aktif
37
32,7%
Netral (Biasa-biasa saja)
43
38.1%
Tidak aktif
4
3,5%
Sangat tidak aktif
0
0%
Sangat Memuaskan
12
10,6%
Memuaskan
70
62%
Netral (Biasa-biasa saja)
27
23,9%
Tidak memuaskan
4
3,5
Sangat Tidak memuaskan
0
0%
Sangat sering
12
10,6%
Sering
54
47,8%
2.
3.
4.
5.
Jenis Kelamin
Fakultas
Keaktifan Organisasi
Hasil Studi
Keaktifan mengakses informasi
Persepsi Mahasiswa - Jose A.P.S.E. Fernandes dan Roos K. Andadari 301
Netral(Biasa-biasa saja)
38
33,6%
Tidak sering
9
8%
Sangat tidak sering
0
0%
302 Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012