PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KEPATUHAN ZAKAT DAN PAJAK (Studi Kasus Pada Mahasiswa S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya)
Oleh: Andhi Aulia Rachman Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Unti Ludigdo Ak., CA.
ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pemahaman mahasiswa S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya tentang zakat dan pajak, serta prioritas mahasiswa sebagai calon muzakki dan wajib pajak dalam membayar zakat atau pajak. Metode penelitian dalam skripsi ini adalah studi kasus dengan metode deskriptif. Data yang diperoleh dengan cara wawancara, dan dokumentasi dari sepuluh informan. Penelitian ini menunjukan bahwa pada dasarnya seluruh mahasiswa S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya lebih memprioritaskan membayar zakat daripada pajak, karena peraturan dan hukum agama wajib didahulukan di atas perintah sesama manusia. Selain itu, dari sudut pandang mahasiswa proses distribusi zakat dipandang lebih transparan, dan zakat dinilai lebih adil karena orangorang yang lebih membutuhkan bantuan mendapat prioritas terlebih dahulu. Kata Kunci: Persepsi, mahasiswa, kepatuhan zakat dan pajak ABSTRACT The purpose of this research is to know the understanding of accounting students of the Faculty of Economics and Business University of Brawijaya about zakat and taxes, and students priorities as candidate muzakki and tax payers. The research method in this research is case with a descriptive method. Data were obtained by interviews and the documentation of ten informants. This research shows that basically the accounting students of the Faculty of Economics and Business University of Brawijaya more prioritize paying zakat than tax, because the religious law is precedence over the law created by human. Additionally, from the point of view of the students the process of distribution of zakat is viewed more transparent, and zakat rated more fair, because people that need helping must be priorities.
Key word: Perception, students, zakat and tax compliance
PENDAHULUAN Zakat adalah nama bagi sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah SWT. untuk dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula (Ali, 1988:39). Zakat merupakan rukun ketiga dari rukun Islam dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syari‟at Islam. Sebagaimana yang diungkapkan dalam hadist Nabi, sehingga keberadaannya disejajarkan dengan ibadahibadah yang lain seperti sholat, puasa dan menjadi faktor yang mutlak mengenai keIslaman seseorang. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim. Sedangkan pajak adalah kewajiban yang ditetapkan terhadap wajib pajak, yang harus disetorkan kepada negara sesuai ketentuan, tanpa mendapat prestasi kembali dari negara hasilnya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum disuatu pihak sebagai tujuan ekonomi, sosial, politik dan tujua-tujuan lain yang dicapai oleh Negara (Hasan, 1997:29) Terdapat korelasi antara zakat dengan pajak, keduanya sama-sama mempunyai fungsi pemungutan. Pada zakat, fungsi pemungutannya dapat dilakukan oleh terkena kewajiban membayar zakat dan dapat langsung disalurkan kepada orang yang berhak menerimanya atau dilakukan oleh suatu badan atau lembaga resmi (BAZ atau LAZ) yang dibentuk untuk memungut zakat serta mendistribusikan kepada delapan golongan yang berhak menerima zakat. Sedangkan dalam pajak, fungsi pemungutannya dilakukan oleh Negara melalui Dirjen Pajak (Apriliana, 2010: 3) Dalam perkembangannya, persoalan zakat dan pajak merupakan salah satu persoalan yang banyak mendapatkan perhatian. Persoalan ini muncul karena adanya dua kewajiban yang harus dijalankan oleh umat muslim, yaitu membayar pajak sebagai kewajiban seorang warga negara dan kewajiban membayar zakat sebagai perintah Allah SWT dan Rasulullah SAW dan salah satu rukun Islam (Ali, 2006:23). Hal ini terlihat jelas dengan adanya dua kewajiban dalam dua undang-undang yang berbeda, yaitu kewajiban zakat dalam UU No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat dan kewajiban pajak dalam UU No. 17 Tahun 2000 tentang pajak penghasilan (PPh). Kedua undang-undang ini menyatakan bahwa zakat dan pajak adalah kewajiban (Gusfahmi, 2007:7). Ironisnya, pajak sebagai sumber penerimaan negara mengalami penguatan, sementara zakat yang menjadi tanggung jawab pribadi masing-masing individu muslim
justru mengalami kemunduran. Semenjak pertama kali diperkenalkan, pajak mengalami perkembangan yang signifikan, baik menyangkut objek, tarif (persentasi pajak yang dibebankan terhadap objek tersebut) dan sasaran pajak, sementara zakat hampir tidak mengalami perubahan yang berarti. Penelitian Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dengan Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (FEM-IPB) pada April 2013 menunjukan komposisi umat muslim di Indonesia sebanyak 87% dan potensi zakatnya sekitar Rp. 217 triliun. Namun, kenyataannya, dana zakat yang berhasil dihimpun berkisar Rp. 1,7 trilyun pada tahun 2011, lalu meningkat di tahun 2012 menjadi Rp 2,73 triliun, dan kemudian meningkat lagi menjadi Rp. 2,8 triliyun pada tahun 2013. Itu artinya penghimpunan zakat hanya terserap sekitar 1% dari potensi zakat yang ada. Ketua BAZNAS saat itu Prof. Didin Hafidhuddin mengemukakan, masih kecilnya penyerapan dan pengelolaan zakat karena berbagai faktor, di antara faktor tersebut adalah belum tumbuhnya kesadaran akan penting dan manfaat zakat, serta kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga zakat (republika.co.id, diakses 21 Desember 2015). Berbeda dengan penerimaan pajak penghasilan (PPh). Berdasarkan data yang tercatat pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sampai dengan 31 Agustus 2015, penerimaan PPh Non Migas adalah sebesar Rp 320,997 triliun. Angka ini lebih tinggi 9,46% dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 dimana PPh Non Migas tercatat sebesar Rp 293,250 triliun (pajak.go.id, diakses 21 Desember 2015). Pemaparan fakta bahwa subjek pajak terbesar adalah kaum muslimin yang jumlahnya 87% dari total penduduk Indonesia di atas seharusnya menunjukan bahwa penerimaan zakat tidak memiliki selisih sejauh itu dengan penerimaan pajak. Namun, kenyataannya berbeda. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi besar-kecilnya penerimaan zakat dan pajak, salah satunya adalah pemahaman masing-masing individu terkait zakat dan pajak, serta perbedaan kesadaran terhadap zakat dan pajak juga akan berpengaruh pada aspek kepatuhan masing-masing individu, dimana kondisi kepatuhan masyarakat Indonesia mayoritas masih didasari oleh ketaatan terhadap otoritas yang sah dan tingkat tekanan masing-masing individu terhadap sanksi, hukuman atau ancaman. Mencermati hal di atas, perlu adanya perubahan untuk memperbaiki umat muslim di Indonesia, khususnya kesadaran akan manfaat dan pentingnya zakat. Perubahan yang paling efektif adalah dengan memperbaiki mindset generasi muda. Salah satu generasi
muda dari kalangan terpelajar adalah mahasiswa, mahasiswa bisa menjadi agen pembawa perubahan. Pemaparan di atas membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian berdasarkan sudut pandang mahasiswa S1 akuntansi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya karena mahasiswa adalah calon muzakki dan wajib pajak, dan mayoritas mahasiswanya beragama Islam, serta di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, mahasiswa S1 Akuntansi mendapatkan mata kuliah agama Islam dan perpajakan. Selain itu, terdapat konsentrasi akuntansi berbasis syari‟ah dan akuntansi berbasis non-syari‟ah pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya yang diharapkan peneliti akan mendapatkan keberagaman informasi terkait zakat dan pajak, sehingga membantu peneliti untuk lebih objektif saat mengambil kesimpulan penelitian.
TINJAUAN PUSTAKA Zakat, Golongan Penerima Zakat dan Jenis Zakat Secara etimologi (bahasa) kata “zakat” diambil dari kata (az-zakah), sedang lafal (az-zakah) berarti “tumbuh, baik, suci dan berkah” (Dahlan, 1996:1985). Secara terminologi (syara’), zakat adalah merupakan hak Allah yang berupa harta benda yang diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya, dengan harapan dapat memperoleh beberapa kebaikan dan dapat mensucikan jiwa dari sifat kikir. Dengan kata lain, mengeluarkan atau memberikan sebagian harta benda yang sudah mencapai batas minimal (nishab) dan rentang waktu satu tahun (haul) kepada orang yang berhak menerimanya (mustahiq zakat) dengan syarat-syarat tertentu (Rofiq, 2004:259). Syara’ memakai kata tersebut untuk dua arti. Pertama, dengan zakat diharapkan akan mendatangkan kesuburan pahala. Kedua, zakat merupakan suatu kenyataan jiwa suci dari kikir dan dosa (Ash-Shiddieqy, 1984:24). Ali (1988:47) menyebutkan terdapat 8 golongan yang berhak menerima zakat, antara lain: fakir, miskin, amil zakat dan sarana administrasi serta keuangan zakat, budak yang ingin merdeka, ghaarimun (orang yang mempunyai hutang untuk tujuan yang baik dan tak sanggup membayarnya), sabilillah (orang yang berjuang di jalan Allah tanpa mendapat gaji, termasuk orang yang menyampaikan ridha Allah, baik
akidah maupun perbuatan dalam rangka menegakkan agama), ibnu sabil (orang yang dalam keadaan bepergian untuk kebaikan, bukan untuk maksiat), dan muallaf (kelompok orang yang lemah niatnya untuk memasuki Islam). Terdapat 2 jenis zakat, yaitu zakat fitrah dan zakat maal. Zakat Fitrah dikeluarkan pada bulan Ramadhan, paling lambat sebelum orang-orang selesai menunaikan sholat idul fitri. Jika waktu penyerahan melewati batas ini maka yang diserahkan tersebut tidak termasuk dalam kategori zakat melainkan sedekah biasa. Menurut Ali (1988:49), orang Islam yang mempunyai bahan makanan pokok lebih dari 2,5 kg wajib membayar zakat fitrah. Besarnya zakat fitrah yang dikeluarkan menurut penafsiran hadits adalah sebesar 3,5 liter atau 2.7 kg makanan pokok (tepung, kurma, gandum, beras, dan sebagainya) atau yang biasa dikonsumsi di daerah bersangkutan. Sedangkan pengertian zakat maal menurut Ali (1988:42), ialah bagian kekayaan seseorang (juga badan hukum) yang wajib dikeluarkan untuk golongan orang-orang tertentu setelah dimiliki dalam jangka waktu tertentu dalam jumlah minimal tertentu. Selain itu, menurut Alhusain (1994:387), zakat maal adalah nama dari sejumlah harta tertentu yang diberikan kepada golongan tertentu dengan syarat-syarat tertentu. Dinamakan zakat, karena harta itu akan bertambah (tumbuh) disebabkan berkah dikeluarkan zakatnya dan do‟a dari orang yang menerimanya. Nisab dan Kadar Harta (Maal) yang Wajib Dizakati Ali (1988:44) menyebutkan macam-macam kekayaan yang wajib dizakati atau dikeluarkan zakatnya antara lain: hewan ternak, hasil pertanian, emas, perak dan uang, harta perniagaan, hasil tambang (Makdin) dan barang temuan (Rikaz). dengan ketentuan nisab dan kadar zakatnya sebagai berikut: a. Zakat Emas, Harta, dan Uang Nisab emas sebesar 20 dinar (96 gram), nisab perak sebesar 200 dirham (672 gram), dan nisab uang, baik giral dan kartal, adalah sama dengan harga 96 gram emas. Sementara kadar zakat emas, perak, dan uang sebanyak 2,5%. b. Zakat Ziro'ah (Pertanian) Nisab zakat ziro'ah ketika sudah mencapai 5 wasaq (650 Kg). Sedangkan kadar zakatnya 10% jika pengairannya alamiah (oleh hujan atau mata air) dan 5% jika pengairannya oleh tenaga manusia atau binatang, dan waktu pengeluaran zakatnya saat dipanen.
c. Zakat Makdin (Barang Tambang/Galian) Kadar zakatnya adalah 2,5%. Nisab makdim sama dengan nisab emas (96 gram) dan perak (672 gram). Kewajiban menunaikan zakat makdim adalah setiap kali barang itu selesai dibersihkan dan/atau diolah. d. Zakat Rikaz (Harta Karun/Temuan) Kewajiban untuk menunaikan zakat barang temuan adalah setiap kali orang menemukan barang tersebut. Nisab barang temuan sama dengan nisab emas (96 gram) dan perak (672 gram). Kadar zakat rikaz juga 2,5%. e. Zakat Barang yang Diperdagangkan Ketentuan zakat barang yang diperdagangkan adalah setiap tutup buku, setelah perdagangan berjalan satu tahun lamanya, kemudian dikeluarkan zakatnya 2,5%, nisabnya sama dengan nilai harga emas 96 gram. f. Zakat Binatang Ternak Ternak yang dizakati di Indonesia adalah kambing, sapi, dan kerbau. yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah ternak yang telah dipelihara setahun di tempat pengembalaan dan tidak dipekerjakan sebagai tenang pengangkutan, pembajakan sawah, dan sebagainya. Kadar zakatnya berbeda-beda. Definisi dan Fungsi Pajak Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pajak diartikan sebagai pungutan wajib, biasanya berupa uang yang harus dibayar oleh penduduk sebagai sumbangan wajib kepada negara atau pemerintah sehubungan dengan pendapatan, pemilikan, harga beli barang dan sebagainya. Definisi di atas menyebutkan pajak sebagai contribution dan nonpenal transfer of resources diartikan sebagai iuran dan pungutan. Menurut Rahayu, Suhayati dan Kurnia (2010:3-4) terdapat dua fungsi pajak, yaitu fungsi budgetair dan fungsi regulerent. Fungsi budgetair ialah pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. Sedangkan fungsi regulerent ialah pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Pajak Penghasilan (PPh), Tarif, dan Perhitungan PPh Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak bekenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak atau dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak, apabila kewajiban pajak
subyektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak (Suandy, 2006:81). Menurut Resmi (2012:74), pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak. Tarif pajak merupakan angka atau presentase yang digunakan untuk menghitung jumlah pajak atau jumlah pajak yang terutang (Halim, Bawono dan Dara, 2014:8). Terdapat empat macam tarif pajak, yaitu: a. Tarif Tetap, yaitu tarif dengan jumlah atau angka tetap berapapun yang menjadi dasar pengenaan pajak, sehingga besarnya yang terutang tetap. b. Tarif Sebanding (proporsional), yaitu dengan presentase tetap berapapun jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak, dan pajak yang harus dibayar selalu akan berubah secara proporsional sesuai dengan jumlah yang akan dikenakan. c. Tarif Progresif, yaitu tarif dengan presentase yang semakin meningkat apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak meningkat. Berdasarkan kenaikan tarifnya, tarif progesif dibagi menjadi beberapa tarif, yaitu: 1. Tarif Progesif Progesif, dimana kenaikan presentase pajaknya semakin besar. 2. Tarif Progesif Tetap, dimana kenaikan presentase pajaknya tetap. 3. Tarif Progesif Degresif, dimana kenaikan presentase pajaknya semakin menurun. Table 1 Tarif Pajak Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp. 50.000.000
5%
Diatas Rp. 50.000.000 – Rp. 250.000.000
15%
Diatas Rp. 250.000.000 – Rp. 500.000.000
25%
Diatas Rp. 500.000.000
30%
Sumber: Halim, Bawono dan Dara (2014:8). Penghasilan kena pajak sebagai dasar penerapan tarif pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dalam suatu tahun pajak dihitung dengan cara penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dikurangi dengan pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 7 ayat (1), serta Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf g. Penghasilan kena pajak dapat dihitung dengan cara sebagai berikut: a. Wajib Pajak Badan
Penghasilan kena pajak untuk wajib pajak badan sama dengan penghasilan bruto dikurangi dengan pengurangan yang diperkenankan (sesuai Pasal 6 ayat (1) UU PPh) dan kompensasi kerugian (sesuai Pasal 6 ayat (2) UU PPh), penghitungannya dapat diformulasikan sebagai berikut: PKP
= Penghasilan Bruto = Penghasilan Bruto – pengurangan/biaya diperkenankan sesuai UU PPh
Jika terdapat rugi tahun sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan, formulanya sebagai berikut: PKP
= Penghasilan neto – kompensasi kerugian = (Penghasilan bruto – pengurang/biaya diperkenankan sesuai UU PPh) – kompensasi kerugian
Sumber: Resmi (2012:128) b. Wajib Pajak Pribadi yang Menyelenggarakan Pembukuan Perhitungannya dapat diformulasikan sebagai berikut:
PKP = penghasilan bruto – pengeluaran biaya - PTKP Bagi wajib pajak yang membayarkan zakat atas penghasilan badan amil zakat (BAZIS), jumlah zakat yang dibayarkan tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan neto sebelum dikenakan pajak, perhitungannya diformulasikan sebagai berikut: PKP
= Penghasilan neto – zakat atas penghasilan – PTKP = (Penghasilan bruto –pengurang/biaya sesuai UU PPh) – zakat atas penghasilan - PTKP
Dalam hal wajib pajak membayar zakat atas penghasilan dan terdapat rugi tahun sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan, penghitungan PKP selanjutnya diformulasikan sebagai berikut: PKP
= Penghasilan neto – zakata atas penghasilan- kompensasi kerugian – PTKP = (Penghasilan bruto – pengurangan/biaya sesuai UU PPh) – zakat atas penghasilan – kompensasi kerugian - PTKP
Sumber: Resmi (2012:130-131) c. Wajib Pajak Orang Pribadi yang Menggunakan Norma Penghitungan
Penghitungannya diformulasikan sebagai berikut: PKP
= Penghasilan neto – PTKP = (Peredaran usaha x %NPPN) -PTKP
Bagi wajib pajak yang membayarkan zakat atas penghasilan badan amil zakat (BAZIS), jumlah zakat yang dibayarkan tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan neto sebelum dikenakan pajak, perhitungannya diformulasikan sebagai berikut: PKP
= Penghasilan neto – zakat atas penghasilan – PTKP = (Peredaran usaha x %NPPN) – zakat atas penghasilan - PTKP
Sumber: Resmi (2012:132-133) Persamaan dan Perbedaan Zakat dengan Pajak Menurut (Syarifuddin, 1986) yang ditulis kembali oleh Ali (1988:50), persamaan zakat dan pajak terlihat dari sifatnya, baik zakat maupun pajak keduanya sama-sama bersifat wajib. Selain bersifat wajib, baik zakat maupun pajak keduanya bersifat sebagai pengurang harta yang dimiliki seseorang. Sedangkan perbedaan zakat dan pajak menurut Syarifuddin (1986) yang ditulis kembali oleh Ali (1988:50), adalah sebagai berikut: Dari sisi nama, zakat berarti: bersih, tumbuh, berkembang, dan berkah, sedangkan pajak berarti: beban atau upeti yang harus dibayarkan. Dari sisi dasar hukum, zakat ditetapkan berdasarkan ayat-ayat Al Qur'an dan hadist-hadits Rasulullah SAW yang bersifat tegas, sanksi tidak membayar zakat adalah dosa, karena tidak memenuhi perintah Allah SWT, sedangkan pajak ditetapkan berdasarkan Undang-Undang, sanksi tidak membayar pajak hanya denda atau hukuman yang bersifat sementara saja. Dari sisi waktu, zakat berlaku sepanjang masa sampai hari kiamat, karena merupakan rukun Islam ketiga, sedangkan pajak ketetapannya mungkin saja berudah, tergantung kepada pertimbangan pemerintah dan keadaan keuangan negara. Dari sisi pembayar, yang wajib mengeluarkan zakat hanya orang-orang Islam saja, sedangkan yang membayar pajak ialah semua warga Negara tanpa memandang status agama. Dari sisi penerima, yang berhak menerima zakat tidak boleh keluar dari delapan golongan, sedangkan yang berhak menikmati pajak adalah semua penduduk dalam suatu negara.
METODOLOGI PENELITIAN Jenis dan Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dikarenakan penelitian ini bertujuan untuk memahami fenomena persepsi mahasiswa S1 akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya terhadap zakat dan pajak. Selain itu, peneliti ingin memahami situasi sosial yang menjadi faktor penyebab persepsi mahasiswa dalam membayar zakat atau pajak secara mendalam. Metode penilitian dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus, dikarenakan penelitian ini bertujuan untuk mengukur dan menggambarkan tentang suatu fenomena sosial tertentu dengan cara mengimpun fakta, tetapi tanpa melakukan pengujian hipotesis (Arikunto, 1995:235), Selain itu, peneliti ingin untuk memahami fenomena sosial yang kompleks, karena studi kasus memungkinkan penyelidikan untuk mempertahankan karakteristik holistik dan bermakna dalam peristiwa di kehidupan nyata. Objek Penelitian Pada penelitian ini, peneliti menempatkan mahasiswa S1 jurusan akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya sebagai objek penelitian, dikarenakan menurut peneliti mahasiswa merupakan golongan terpelajar yang telah mempelajari pengetahuan tentang zakat dan perpajakan. Selain itu, peneliti beranggapan bahwa mahasiswa merupakan calon muzakki dan calon wajib pajak. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti yaitu melalui wawancara dan dokumentasi. Metode wawancara yang dilakukan ialah wawancara secara terstruktur dan semiterstruktur. Dalam penelitian ini, jenis-jenis pertanyaan yang diajukan oleh peneliti, yaitu: 1. Pertanyaan yang berkaitan dengan pemahaman atas zakat, pertanyaan ini meliputi definisi zakat, golongan yang berhak menerima zakat, dan jenis zakat. 2. Pertanyaan yang berkaitan dengan pemahaman atas pajak (umum), pertanyaan ini meliputi definisi pajak, dan fungsi pajak. 3. Pertanyaan yang berkaitan dengan pemahaman atas pajak penghasilan (PPh) (umum), pertanyaan ini meliputi definisi pajak penghasilan, dan tarif pajak
penghasilan. 4. Pertanyaan yang berkaitan dengan pemahaman atas persamaan dan perbedaan antara zakat dengan pajak. 5. Pertanyaan yang berkaitan dengan pendapat atas prioritas dalam membayar zakat atau pajak. Dokumentasi yang dilakukan oleh peneliti untuk mendapatkan data-data penelitian ialah dengan menggunakan alat perekam pada saat proses wawancara berlangsung. Supaya hasil wawancara dapat terekam dengan baik, peneliti mengguanakan perekam suara handphone yang dimiliki oleh peniliti. Informan Informan pada penelitian adalah mahasiswa S1 Akuntansi Universitas Brawijaya. Peneliti membagi informan kedalam 5 kelompok, yaitu: 1. Mahasiswa tanpa mengikuti organisasi dan atau kegiatan apapun. 2. Mahasiswa yang aktif dalam organisasi intra kampus, seperti BEM, dan HMJ. 3. Mahasiswa yang sudah mendapat penghasilan, baik sudah aktif bekerja atau sudah berwirausaha. 4. Mahasiswa yang aktif dalam organisasi eksternal kampus tidak berbasis agama Islam, yaitu GMNI. 5. Mahasiswa yang aktif dalam organisasi eksternal kampus berbasis agama Islam, yaitu HMI. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dengan cara: Pertama, peneliti mengumpulkan hasil studi pustaka dan disusun sedemikian rupa sehingga dapat digunakan sebagai dasar pengumpulan data, pembahasan, dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan zakat dan pajak. Kedua, peneliti melakukan pengumpulan data-data yang diperlukan dan berkaitan dengan objek penelitian. Ketiga, data-data yang telah diperoleh kemudian dipelajari dan disusun sedemikian rupa, sehingga dapat digunakan sebagai dasar dalam pembahan dan pemecahan masalah. Keempat, peneliti mereduksi Data (Data Reduction), mereduksi data berarti merangkum, diartikan sebagai proses pemilihan hal-hal pokok, pemusatan perhatian pada hal-hal yang penting, mencari tema dan polanya dan menyisihkan data yang tidak relevan. Kelima, setelah peneliti mereduksi data, maka selanjutnya peneliti akan mendisplay data. Display data pada
penelitian ini yaitu menampilkan masing-masing informasi atau keterangan dari informan dalam bentuk teks naratif dan sudah memiliki tema yang jelas. Informasi atau keterangan tersebet dikumpulkan ke dalam suatu matriks yang disebut subtema dimana data yang tersusun akan memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
ANALISIS DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN Pemahaman Mahasiswa terhadap Zakat dan Pajak Pada penelitian ini, terdapat 10 orang sebagai informan. Dari keseluruhan data wawancara, diperoleh beberapa point-point hasil penelitian, antara lain: definisi zakat, golongan penerima zakat, jenis zakat, definisi pajak dan pajak penghasilan, fungsi pajak, tarif pajak, perbedaan dan persamaan zakat dengan pajak, prioritas terhadap zakat atau pajak. Pada subtema definisi zakat, terdapat dua informan yang belum sesuai dengan pengertian zakat pada umumnya. Pada subtema golongan yang berhak menerima zakat, peneliti menemukan adanya empat informan yang tidak tepat dan/atau kurang sempurna dalam menyebutkan golongan yang berhak menerima zakat. Pada subtema jenis zakat, dari 10 informan atau narasumber terkait penelitian ini, hanya 1 narasumber saja yang kurang memahami zakat maal. Pada subtema definisi pajak, seluruh keterangan informan sudah sesuai dengan pengertian pajak pada umumnya. Pada subtema fungsi pajak, peneliti menemukan adanya tiga informan yang kurang sempurna dalam menyebutkan fungsi pajak. Selanjutnya pada pengertian pajak penghasilan (umum), seluruh informan dapat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Namun, berbeda dengan definisi pajak penghasilan, tidak semua informan dapat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peneliti atas tarif pajak penghasilan. Pada subtema tarif pajak penghasilan hanya enam informan yang memahami tarif pajak orang pribadi berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a.
Prioritas Mahasiswa sebagai Calon Muzakki dan Wajib Pajak dalam Membayar Zakat atau Pajak Sebelum membahas prioritas mahasiswa S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya sebagai calon pembayar pajak dan zakat dalam membayar zakat dan pajak, peneliti bertanya terkait persamaan dan perbedaan zakat terlebih dahulu. Perbedaan dan persamaan antara zakat dengan pajak dirasa peneliti perlu untuk dipaparkan terlebih dahulu, peneliti beralasan bahwa dengan menanyakan perbedaan dan persamaan zakat dengan pajak, dimana sumber yang mewajibkan zakat dan pajak, sanksi zakat dan pajak, dasar hukum zakat dan pajak, dan sifat zakat dan pajak dapat dijawab secara keseluruhan dalam satu pertanyaan, sehingga diharapkan para informan dapat lebih mantap saat menentukan prioritas dalam membayar zakat atau pajak terlebih dahulu. Dan hasil temuan peneliti ialah seluruh informan telah memahami persamaan dan perbedaan zakat dengan pajak. Selain bertanya terkait perbedaan dan persamaan zakat dengan pajak, salah satu fokus penelitian ini adalah prioritas mahasiswa dalam membayar zakat atau pajak dimana mahasiswa S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya sebagai calon muzakki dan wajib pajak. Berdasarkan wawancara mendalam yang dilakukan peneliti, diperoleh 2 hal yang perlu peneliti garis bawahi. Pertama, terdapat beberapa informan yang lebih memprioritaskan zakat dan menganggap pajak hanya sebagai kewajiban yang didasari keterpaksaan saja. Mereka berpendapat bahwa prioritas utama umat muslim adalah zakat, karena mereka sadar bahwa peraturan agama wajib didahulukan diatas perintah sesama manusia. Kedua, terdapat beberapa informan yang tetap membayar pajak sebagai bentuk tanggung jawab, setara dengan zakat. Mereka berpendapat bahwa kewajiban membayar pajak tidak bisa diabaikan begitu saja, mengingat membayar pajak adalah cermin dari rasa tanggung jawab warga bernegara. Diskusi Hasil Penelitian Setelah diuraikan analisis hasil penelitian, maka selanjutnya setiap temuan hasil penelitian akan di diskusikan sesuai teori yang ada. Diskusi hasil penelitian dipaparkan atas tiga bagian, antara lain: pemahaman mahasiswa terhadap zakat, pemahaman mahasiswa terhadap pajak, dan prioritas mahasiswa dalam membayar zakat atau pajak.
Pemahaman Mahasiswa terhadap Zakat Analisa terkait definisi zakat menunjukan bahwa masih terdapat mahasiswa S1 akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya yang kurang memahami definisi zakat. Pada dasarnya zakat dikenakan pada harta yang diperoleh dan dimiliki oleh seorang muslim, jika seorang muslim mempunyai harta dalam kondisi cukup nisab, maka ia wajib mengeluarkan zakatnya. Harta ini akan berkurang dari pokoknya sebab dikeluarkan atau dialokasikan kepada pihak lain. Ini terihat sekali dari zakat emas dan uang. Oleh karena itu, dalam kondisi ini akan memicu muslim yang taat untuk mengembangkan harta yang dimilikinya agar tidak berkurang karena zakat. Zakat memang terlihat mengurangi harta, baik itu pendapatan, maupun tabungan. Namun, zakat juga memiliki manfaat yang sangat besar, manfaat zakat yang pertama yaitu dapat menghilangkan gap antara yang kaya dengan yang miskin. Dengan adanya zakat, akan jauh lebih mudah juga untuk menjalin hubungan yang erat antara mereka yang kaya dan msikin. Manfaat yang kedua yaitu untuk mencegah tindak kejahatan yang dapat dilakukan oleh orang-orang miskin yang dapat merusak dan mengganggu ketertiban masyarakat, karena sebagian besar kasus kriminal terjadi karena faktor himpitan ekonomi yang dirasakan oleh para pelakunya. Setelah mendiskusikan definisi zakat, selanjutnya peneliti akan mendiskusikan temuan hasil penelitian atas golongan yang berhak menerima zakat yang ternyata tidak semua mahasiswa S1 akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya paham tentang golongan yang berhak menerima zakat. Kondisi ini menimbulkan dampak yang sangat besar, dan hal tersebut dapat menyebabkan berbagai permasalahan. Masalah atau dampak yang didasari kurangnya pemahaman terkait golongan yang berhak menerima zakat, yaitu distribusi zakat tidak lancar dan kekayaan hanya melingkar di sekitar golongan elit. Selain itu, jika banyaknya muslim yang kurang paham terkait golongan yang berhak menerima zakat, maka dikhawatirkan zakat tersebut justru tidak diterima oleh golongan yang berhak menerimanya. Terkait temuan hasil penelitian atas jenis zakat, diketahui bahwa tidak semua mahasiswa S1 akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya paham tentang jenis zakat. Sedikitnya terdapat dua jenis zakat yang wajib dipahami oleh umat muslim karena zakat maal memiliki kedudukan yang sama dengan zakat fitrah. Dari segi dasar hukum, hukum untuk mengeluarkan zakat Fitrah dan zakat maal adalah
sama-sama wajib atau fardu a’in, hukum zakat baik untuk zakat maal dan zakat Fitrah adalah zakat wajib dikeluarkan oleh seluruh umat muslim yang merdeka dan tidak mematok pada usia, maupun jenis kelamin. Walaupun zakat fitrah dan zakat maal memiliki persamaan, bukan berarti tidak ada perdedaan diantara keduanya. Perbedaan zakat firtah dan zakat maal yang pertama terlihan dari sisi waktu. Waktu pemberian zakat Fitrah adalah dimulai dari awal bulan Ramadhan hingga menjelang sholat Idul Fitri. Bisa dikatakan zakat Fitrah ini diberikan satu tahun sekali. Sedangkan zakat maal waktu pemberian zakatnya tidak tentu, ada yang satu tahun sekali (khusus untuk zakat harta berupa emas, perak, profesi, dan ternak) dan ada juga yang diberikan setiap kali masa panen (berlaku untuk hasil perkebunan dan pertanian), bahkan ada juga yang diberikan saat muzakki memilikinya seperti misalnya rikaz. Perbedaan kedua ialah jenis harta yang dizakatkan. Benda yang dizakatkan untuk zakat Fitrah adalah berupa bahan makanan pokok yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat atau juga bisa berupa uang yang nilainya sama dengan nilai/harga bahan makanan pokok pada saat itu. Berbeda dengan zakat Fitrah, jenis harta yang dikeluarkan sebagai zakat maal lebih bervariasi dan bukan bahan-bahan kebutuhan pokok. Harta yang dizakatkan berupa harta „bergerak‟ seperti emas, perak, hasil ternak, buah-buahan, dan juga bisa berupa uang. Jika setiap umat muslim kurang dalam pemahaman terkait jenis zakat, maka dikhawatirkan tidak dijalankannya kewajiban akan zakat maal oleh seorang muslim. Akibat jika harta yang tidak ditunaikan zakatnya, selain dosa besar, maka harta itu termasuk harta simpanan yang pemiliknya akan disiksa dengannya pada hari kiamat. Pemahaman Mahasiswa terhadap Pajak Berdasarkan analisis dari jawaban masing-masing informan terkait definisi pajak, fungsi pajak, definisi pajak penghasilan (PPh), seluruh mahasiswa S1 akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya telah paham dan mengerti terkait hal tersebut. Dengan pahamnya seluruh informan terkait dengan definisipajak, fungsi pajak, serta pengertian pajah penghasilan, diharapkan seluruh informan mengerti dan sadar terkait kewajiban akan pajak, dengan demikian dapat dipastikan seluruh mahasiswa S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya akan membayar pajak saat mereka sudah menjadi wajib pajak.
Analisa pada temuan keempat terkait tarif pajak, ternyata masih terdapat mahasiswa S1 akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya yang belum memahami tarif pajak orang pribadi berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a. Jika dalam pelaksanaannya masih ada calon wajib pajak yang belum memahami tarif pajak yang dicantumkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT), maka dikhawatirkan akan lebih banyak wajib pajak yang menggunakan jasa konsultan pajak untuk membantu mereka mengisi surat pemberitahuan tersebut, sehingga akan berdampak pada ketidak aktifan wajib pajak dalam mencari informasi dan sosialisasi perpajakan, yang secara tidak langsung mengakibatkan banyaknya wajib pajak yang lalai dalam membayar pajak. Padahal negara juga memberikan sanksi terhadap wajib pajak yang tidak membayar pajak atau tidak melaporkan surat pemberitahuan tahunan. Sanksi tersebut, antara lain: a. Dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% per bulan dari pajak yang terlambat disetorkan. b. Dikenakan sanksi administrasi berupa denda Rp 100.000,00 untuk surat pemberitahuan tahunan yang terlambat/tidak disampaikan. c. Jika sengaja tak menyampaikan surat pemberitahuan tahunan dan mengakibatkan kerugian negara, dipidana penjara minimal enam bulan dan maksimal enam tahun. Serta denda paling sedikit dua kali dan maksimal empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Prioritas Mahasiswa dalam Membayar Zakat atau Pajak Pada dasarnya adalah bahwa tidak ada kewajiban atas harta kekayaan yang dimiliki seorang muslim selain zakat, namun jika datang kondisi yang menuntut adanya keperluan tambahan (darurat), maka akan ada kewajiban tambahan lainberupa pajak. Akan tetapi, jika pemerintah memaksa atau menggunakan kekuatannya untuk memungut pajak dari kaum muslimin, maka secara tegas kaum muslimin tidak boleh melakukan perlawanan atau pemberontakan demi untuk menghindari kemudharatan (permasalahan) yang lebih besar. Dan jika harta mereka diambil pemerintah secara paksa sebagai pajak, maka berlaku bagi mereka hukum orang yang terpaksa melakukan sesuatu yang haram dan tidak dianggap sebagai dosa. Suatu negara diperbolehkan melakukan pungutan dalam sudut pandang Islam jika memenuhi beberapa syarat, antara lain: a. Negara memiliki komitmen dalam penerapan syariat Islam.
b. Negara sangat membutuhkan dana untuk keperluan dan maslahat umum, seperti pembelian alat-alat perang untuk menjaga perbatasan Negara yang sedang dirongrong oleh musuh. c. Tidak ada sumber lain yang bisa diandalkan oleh Negara, baik dari zakat, kecuali dari pajak. d. Harus ada persetujuan dari para ulama dan tokoh masyarakat. e. Pemungutannya harus adil, yaitu dipungut dari orang yang tergolong mampu saja, dan tidak boleh dipungut dari orang-orang miskin. Distribusinya juga harus adil dan merata, tidak boleh terfokus pada tempat-tempat tertentu, apalagi yang mengandung unsur yang menentang agama. Dari keseluruhan syarat di atas, negara Indonesia masih tergolong sebagai negara yang boleh membebankan pajak kepada warganya. Oleh karena itu kewajiban atas umat muslim di Indonesia, selain harus membayarkan zakat, ia juga harus membayar pajak. Diperbolehkannya memungut pajak adalah untuk mewujudkan kemaslahatan umat muslim, karena dana pemerintah belum mencukupi untuk membiayai berbagai pengeluaran, yang jika pengeluaran itu tidak dibiayai maka akan timbul kemudharatan (permasalahan). Sedangkan mencegah kemudharatan adalah juga suatu kewajiban.
SIMPULAN Berdasarkan Penelitian yang telah dilakukan maka kesimpulan dari permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah: pertama, pemahaman sebagian mahasiswa tentang zakat sudah baik. Meski, masih ditemukan informan yang kurang memahami tentang zakat, antara lain: terdapat dua informan yang kurang memahami definisi zakat, terdapat empat informan yang kurang memahami terkait golongan yang berhak menerima zakat, dan terdapat satu informan yang kurang memahami terkait jenis zakat. Kedua, pemahaman sebagian mahasiswa tentang pajak dan pajak penghasilan sudah sangat baik. Meski, masih ditemukan informan yang kurang memahami tentang pajak, antara lain: terdapat tiga informan yang kurang memahami fungsi pajak, dan terdapat empat informan yang belum memahami tarif pajak penghasilan. Ketiga, seluruh mahasiswa telah memahami perbedaan dan persamaan antara zakat dengan pajak, dan pada dasrnya seluruh informan lebih memprioritaskan membayar zakat diatas pajak. Meski, terdapat tiga informan yang tetap menganggap pajak adalah kewajiban yang
tetap harus dipenuhi setara dengan zakat, karena membayar pajak adalah cermin dari rasa tanggung jawab warga bernegara. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi prioritas mahasiswa sebagai calon muzakki dan wajib pajak dalam membayar zakat atau pajak, antara lain: mendahulukan peraturan dan hukum agama terlebih dahulu, zakat berfungsi untuk membersihkan harta, zakat lebih diperuntukkan untuk orang-orang yang lebih membutuhkan, dari sudut pandang mahasiswa zakat dinilai lebih adil, dan proses distribusi zakat dipandang lebih transparan.
DAFTAR PUSTAKA Alhusain, Imam Taqiyuddin. 1994. Kifayatul Akhyar. Surabaya: Bina Iman. Ali, Mohammad Daud. 1988. Sistem Ekonomi Islam, Zakat dan Waqaf. Jakarta: Unversitas Indonesia. Ali, Nuruddin Muhammad. 2006. Zakat Sebagai Instrument dalam Kebijakan Fiskal, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Al-Syaikh, Yasin Ibrahim. 2008. Kitab Zakat Hukum, Tata Cara dan Sejarah, Bandung: Marja. Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Suatu Penelitian: Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Departemen Agama. 1982. Pedoman Zakat, (Dicetak atas biaya proyek Zakat dan Wakaf). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka. Direktorat Jenderal Pajak. Realisasi Penerimaan Pajak per 31 Agustus 2015. (online). (http://www.pajak.go.id/realisasi-penerimaan-pajak-31-agustus-2015), diakses 21 Desember 2015) Direktorat Pembinanan Perguruan Tinggi Agama Islam. 1983. Ilmu Fiqh, Jilid I, Jakarta Fenomenologi, Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta Gusfahmi. 2007. Pajak Menurut Syariah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hajaroh, Mami. 2010. Paradigma, Pendekatan, dan Metode Penelitian. Yogyakarta: FIP Universitas Negeri Yogyakarta Halim, Abdul. dkk. 2014. Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat.
Hasan, M. Ali, 1997. Zakat, Pajak, Asuransi dan Lembaga Keuangan (Masail Fiqhiyah ll),Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Qardawi, Yusuf. 2006. Hukum Zakat. Terjemahan. Didin Hafidhuddin dkk, Jakarta: PT. Pustaka Lintera Antar Nusa. Rahayu, Siti Kurnia dan Ely Suhayati. 2010. Perpajakan Teori dan Teknis Perhitungan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Resmi, Siti. 2008. Perpajakan: Teori Dan Kasus, buku 1 edisi 4. Jakarta: Salemba Empat. Suandy, Erly. 2011. Perencanan pajak. Edisi 5. Jakarta: Salemba Empat Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suraya, Nidia. Senin, 29 April 2013. Potensi Zakat Rp 217 Triliun Terserap Satu Persen. republika.co.id. (online). (http://www.republika.co.id/berita/ ekonomi/syariah-ekonomi), diakses 21 Desember 2015)