Persepsi Guru PKn tentang Epistemologi Pancasila: Studi di SMP Se-Kecamatan Pulo Ampel Serang-Banten Lampung Kusmidat dan Sumaryati Prodi PPKn FKIP Universitas Ahmad Dahlan Jl. Pramuka No. 42, Sidikan Yogyakarta 55161
E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Pancasila sebagai dasar negara mempunyai peranan yang kuat dalam mencapai suatu tujuan negara, karena Pancasila sebagai kepribadian bangsa terdiri atas sifat-sifat yang terletak pada bangsa indonesia. Pentingya kepribadian Pancasila pada kehidupan sekarang dan masa yang akan datang adalah untuk menjaga dan mempertahankan kelestarian dan eksistensi masyarakat Indonesia agar tetap bersatu dalam kondisi apapun untuk mencapai tujuan hidup bersama. Pancasila merupakan suatu pengetahuan yang penting diketahui oleh seluruh rakyat Indonesia oleh karena itu pendidikan Pancasila menjadi suatu mata pelajaran yang penting dalam setiap instansi pendidikan. Guru Pkn sebagai seorang yang mempunyai tanggungjawab dalam menyampaikan Pendidikan Pancasila mempunyai peranan yang penting dalam membentuk identitas kepribadian bangsa yang bermoral dan memiliki penghormatan yang tinggi akan bangsa dan negaranya. Akan tetapi apabila Pancasila itu sendiri hanya dipahami oleh guru sebagai konsep-konsep sederhana, akan berakibat pada tujuan pembelajaran Pancasila dalam membentuk identitas kepribadian bangsa kepada siswa tidak tercapai dengan maksimal. Pemahaman tentang epistemologi Pancasila mempunyai peranan yang sangat penting bagi seorang guru PKn dalam pelaksanan pembelajaran Panasila. Berdasarkan alasan tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana persepsi guru PKn di SMP se-Kecamatan puloampel tentang epistemologi Pancasila. Populasi penelitian ini adalah guru PKn di SMP se-Kecamatan Puloampel yang jumlah keseluruhanya ada lima orang responden. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara dengan menggunakan instrument yang berupa pedoman wawancara. Analisa dilakukan dengan cara diskriptif kualitatif. Berdasarkan data diperoleh kesimpulan bahwa persepsi guru Pkn di SMP se-Kecamatan Puloampel Serang-Banten tentang epistemologi Pancasila adalah belum baik dalam arti guru PKn di SMP se-Kecamatan Puloampel belum memiliki konsep tentang epistemologi Pancasila. Kata Kunci: Pancasila, epistemologi Pancasila, sumber pengetahuan, metode pengetahuan, ukuran kebenaran pengetahuan, watak pengetahuan
PENDAHULUAN Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar pe-
serta didik secara aktif mengembangkan potensi didrinya untuk memiliki kekuatan sepiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Jurnal Citizenship, Vol. 1 No. 1, Juli 2011 | 63
Lampung Kusmidat dan Sumaryati
Berdasarkan pengertian tersebut dapatlah dimengerti bahwa pendidikan merupakan suatu usaha atau aktifitas untuk membentuk manusia-manusia yang cerdas dalam berbagai aspek baik intelektual, sosial, emosional, maupun spiritual keagamaan. Pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya. masyarakat. bangsa dan Negara. Ini berarti bahwa dengan pendidikan diharapkan dapat terwujud suatu kualitas manusia yang baik dalam seluruh dimensinya. baik dimensi intelektual, emosional, maupun spiritual yang nantinya mampu mengisi kehidupannya secara produktif bagi kepentingan dirinya dan masyarakat. Pengertian tersebut menggambarkan bahwa pendidikan merupakan pengkondisian situasi pembelajaran bagi peserta didik guna memungkinkan mereka mempunyai kompetensi-kompetensi yang dapat bermanfaat bagi kehidupan dirinya sendiri maupun masyarakat. Hal ini sejalan dengan fungsi pendidikan yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 3 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas). Dewasa ini, dunia pendidikan mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah dalam hal peningkatan mutu pendidikan, berupa standar kelulusan yang terus meningkat, akreditasi sekolah, administrasi sekolah, kesejahteraan guru, pengadaan
fasilitas buku penunjang pendidikan dan masih banyak lagi. Akan tetapi kurang diperhatikan oleh pemerintah terutama memahami dan memperhatikan jati diri bangsa sesuai dengan nilai Pancasila. Pancasila sebagai kepribadian bangsa terdiri atas sifat-sifat yang terlekat pada manusia Indonesia. Sifat-sifat tersebut adalah unsur-unsur jiwa, raga, akal, rasa dan kehendak. Keseluruhan sifat-sifat dan ciri-ciri yang terlekat pada diri pribadi manusia Indonesia, menyebabkan bangsa Indonesia berbeda dengan bangsa lain yang ada di dunia. Pentingnya kepribadian Pancasila pada kehidupan sekarang dan masa yang akan datang ialah untuk menjaga dan mempertahankan kelestarian dan eksistensi masyarakat Indonesia agar tetap bersatu dalam kondisi apapun untuk mencapai tujuan hidup bersama, menjadi bangsa yang maju, tetap diakui dan dihormati oleh bangsa lain. Pancasila sebagai kepribadian bangsa tertuang dalam pembukaan Undang-Undang dasar 1945 alinea IV, yang berbunyi: Maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu UndangUndang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keberadaan mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan yang berintikan Pancasila memiliki peranan yang sangat besar dalam membentuk identitas kepribadian
64 | Jurnal Citizenship, Vol. 1 No. 1, Juli 2011
Persepsi Guru PKn tentang Epistemologi Pancasila ....
bangsa yang bermoral dan memiliki penghormatan yang tinggi akan bangsa dan negaranya. Akan tetapi jika Pancasila itu sendiri hanya dipahami oleh guru sebagai konsep-konsep sederhana dari kelima sila yang ada, maka usaha membentuk identitas keprbadian bangsa kepada siswa tidak tercapai dengan maksimal. Karena itu, pemahaman Pancasila yang lebih mendalam yang terkait dengan pengetahuan dari sumber, metode, ukuran kebenaran, dan watak pengetahuan Pancasila dirasa amat penting bagi setiap guru PKn. Untuk memperoleh pengetahuan itu seorang guru perlu memahami epistemologi Pancasila yang meliputi: sumber Pancasila, metode penjabaran Pancasila, dan keyakinan akan kebenaran Pancasila. Sehingga kita dapat memahami Pancasila secara benar. Di SMP se-Kecamatan Pulo Ampel Serang-Banten, terdapat tiga SMP yang masih berkembang. Masih banyaknya anak-anak yang bolos, hilangnya penghormatan mereka akan sesama dan dirinya menunjukkan hilangnya nilai-nilai Pancasila dalam dirinya. Tentu saja ini berkaitan dengan bagaimana cara seorang guru dalam membentuk karakter siswanya. Beranjak dari sebuah persepsi seorang guru Pancasila terhadap epistemologi Pancasila yang dapat membantu seorang guru tersebut untuk membentuk karakter siswanya. Epistemologi Pancasila tidak dapat dipisahkan dengan hakikat manusia. Jika manusia merupakan basis ontologis Pancasila, maka akan mempunyai implikasi terhadap bangunan epistemologi yaitu bangunan epistemology dalam filsafat manusia. Pancasila dipahami sebagai suatu pe-
ngetahuan (ilmu), sehingga harus memenuhi pemikiran yang terkait dengan pengetahuan yaitu: sumber, metode, ukuran kebenaran, dan watak pengetahuan (Jurnal Filsafat UGM, 1996:18). Pengetahuan sumber Pancasila dapat membantu seorang guru mengetahui berbagai macam sumber terbentuknya Pancasila. Ini bisa menjadi acuan dasar bagi seorang guru dalam menelaah Pancasila secara runtut dan jelas, setelah itu metode pengembangan Pancasila dapat memberikan pengetahuan bagi seorang guru untuk mengembangkan kajian Pancasila dalam kehidupan nyata, ukuran kebenaran dapat menjadi tolak ukur seberapa jauh Pancasila itu dapat diterima oleh masyarakat terutama anak didiknya. Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalahnya adalah “Bagaimana persepsi guru Pkn di SMP se-Kecamatan Pulo Ampel Serang-Banten tentang epistemologi Pancasila?”
KAJIAN PUSTAKA 1. Pengertian Persepsi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata persepsi diartikan sebagai tanggapan atau penerimaan langsung dari suatu sarapan (Depdikbud, 1955:667). Menurut Walgito (1980:87) persepsi merupakan suatu proses pengindraan yang diawali dengan stimulus melalui indra dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan proses dalam diri individu untuk menerima dan mengelola informasi atau stimulus yang datang dari luar individu dan akhirnya akan menimbulkan suatu reaksi baik berupa pendapat maupun dalam bentuk tingkah laku. Persepsi adalah suatu proses pen-
Jurnal Citizenship, Vol. 1 No. 1, Juli 2011 | 65
Lampung Kusmidat dan Sumaryati
genalan atau identifikasi sesuatu dengan menggunakan pancaindera. Kesan yang diterima individu sangat tergantung pada seluruh pengalaman yang telah diperoleh melalui proses berpikir dan belajar, serta dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam diri individu (http://teori-psikologi. blogspot.com/2008/05/pengertianpersepsi.html). Proses persepsi terdiri dari tiga tahap yaitu: 1) terjadi pada penginderaan diorganisir berdasarkan prinsip-prinsip tertentu, 2) stimulasi pada penginderaan diinterprestasikan dan 3) dievaluasi. Individu sejak dilahirkan mulai berhubungan dan mengenal dunia luar dengan menggunakan alat indra. Dalam mengenali diri dan lingkungan sekitarnya, individu sangat tergantung pada persepsi yang mereka miliki. Begitu pula untuk bersikap dan melakukan suatu kegiatan tertentu, seseorang harus memulai kesan yang khusus tentang suatu objek. Kesan yang didapat akan mendorong seseorang untuk memberikan nilai tertentu. Proses psikologis inilah yang dikenal dengan persepsi (Sukardi dalam penelitian Sri Mugiyati, 2004). Persepsi bertautan dengan cara mendapatkan pengetahuan khusus tentang kejadian pada saat tertentu, karena itu, persepsi terjadi kapan saja. Dalam hal ini persepsi dapat diartikan sebagai proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indra. Sebagai cara pandang, persepsi timbul karena proses terhadap stimulus. Stimulus yang diterima seseorang sangat komplek, stimulus masuk ke dalam otak, kemudian diartikan, ditafsirkan, serta diberi makna. Di sini, persepsi mencangkup penerimaan stimulus, dan penerjemehan atau penafsiran stimulus yang sudah diorganisir dengan
cara yang dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap, sehingga orang dapat cenderung menafsirkan perilaku orang lain sesuai keadaannya sendiri. 2. Pengertian Pancasila
Pancasila dapat diartikan dari sudut pandang epistemologi, historis, dan terminologis. Pertama, secara epistemologi Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta. Menurut Muhammad Yamin, di dalam bahasa Sansekerta perkataan Pancasila ada dua macam arti: Panca artinya “lima” dan Syila: dengan huruf i biasa (huruf i pendek), artinya “batu-sendi”, “alas” atau “dasar”. Syiila dengan huruf i panjang, artinya “peraturan tingkah laku yang penting/baik/ senonoh”. Dari kata “syiila” ini dalam bahasa Indonesia menjadi “susila”, artinya “tingkah laku yang baik”. Perkataan “Panca-Syila” dengan huruf i satu (biasa) berarti “berbatu sendi yang lima”, “berdasar yang lima” atau “lima dasar”. Sedangkan “Panca-Syiila” (dengan huruf Dewanagari, dengan huruf i dua (panjang) berarti “lima aturan tingkah laku yang penting”. Kedua, secara historis Pancasila mulamula dipergunakan oleh masyarakat India yang memeluk agama Budha. Pancasila berarti “lima aturan” atau “five moral principles” yang harus ditaati dan harus dilaksanakan oleh para penganut biasa (awam) agama Budha yang dalam bahasa aslinya, yaitu bahasa pali “panca-sila”, yang berisi lima larangan atau lima pantangan (Zainal Abidin Ahmad, termuat dalam bukunya Ismaun). Dalam perkembangan selanjutnya, istilah Pancasila masuk dalam khazanah Jawa-Kuno pada zaman Majapahit di
66 | Jurnal Citizenship, Vol. 1 No. 1, Juli 2011
Persepsi Guru PKn tentang Epistemologi Pancasila ....
bawah raja Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada. Istilah Pancasila terdapat dalam buku kropak Negarakertagama, yang berupa syair pujian yang ditulis oleh pujangga istana Empu Prapanca selesai pada tahun 1365, yakni di dalam sarga 53 bait ke-2. Selain terdapat dalam buku Negarakertagama, istilah Pancasila juga terdapat dalam buku Sutasoma karangan Empu Tantular. Dalam buku Sutasoma ini istilah Pancasila disamping mempunyai arti “berbatu sendi yang lima” (dari bahasa Sansekerta) juga mempunyai arti “pelaksanaan kesusilaan yang lima” (Pancasila karma), yaitu: 1) tidak boleh melakukan kekerasan, 2) tidak boleh mencuri, 3) tidak boleh berjiwa dengki, 4) tidak boleh berbohong, dan 5) tidak boleh mabuk minuman keras.
tidak disebut nama Pancasila. Pancasila di dalam Pembukaan ini sebagai dasar negara yang terdiri dari lima unsur sebagai suatu kesatuan Dasar Filsafat Negara Republik Indonesia yang isinya sebagaimana tertera dalam alinea keempat bagian akhir Pembukaan UUD 1945. Pancasila dalam bahasa Indonesia dan secara yuridis yang dimaksudkannya adalah:
Ketiga, secara terminologis, istilah Pancasila yang digunakan di Indonesia, dimulai sejak sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tanggal 1 Juni 1945. Istilah Pancasila dipergunakan oleh Bung Karno untuk memberi nama pada lima dasar atau prinsip negara Indonesia merdeka yang diusulkan. Sedangkan istilah tersebut, menurut Bung Karno sendiri adalah dbisikan dari seorang temannya seorang ahli bahasa.
Pancasila yang dinyatakan sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa merupakan hasil kesepakatan bersama menjelang Proklamasi kemerdekaan. Istilah Pancasila penulisannya juga mengalami proses perkembangan. Menurut ejaan aslinya yang ditulis dengan huruf latin pertama-tama ditulis dengan “Pancasyila” kemudian disesuaikan dengan ejaan bahasa Indonesia lama yang menjadi “pantja-syila”. Menurut Notonagoro (19051981) seorang ahli pikir Pancasila secara kefilsafatan, penulisannya tidak dipisahkan, tetapi harus dirangkai jadi satu, yaitu “pantjasyila”. Kemudian disempurnakan dengan ejaan bahasa Indonesia sekarang ditulis dengan “Pancasila”.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia merdeka dan keesokan harinya tanggal 18 Agustus disahkanlah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang sebelumnya masih merupakan rancangan hukum dasar serta dalam pembukaannya memuat rumusan lima dasar Negara Republik Indonesia yang diberi nama Pancasila. Sejak saat itulah istilah Pancasila secara resmi atau formal masuk ke dalam bahasa Indonesia walaupun di dalam Pembukaan UUD 1945 itu
1. Ketuhanan Yang Maha Esa 2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab 3. Persatuan Indonesia 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
3. Epistemologi Pancasila
Epistemologi berasal dari kata Yunani, “episteme” (pengetahuan atau kebenaran) dan “logos”. (pikiran atau teori). Dengan demikian, epistemologi dapat diartikan
Jurnal Citizenship, Vol. 1 No. 1, Juli 2011 | 67
Lampung Kusmidat dan Sumaryati
sebagai “teori pengetahuan yang benar” dan lazimnya hanya disebut “teori pengetahuan” (theory of knowledge). Secara terminologis, epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki sumber, syarat, proses terjadinya ilmu pengetahuan, batas, validitas, dan hakikat ilmu pengetahuan (Jurnal Filsafat UGM, 1996:55). Epistemologi dapat dianggap sebagai norma ilmu pengetahuan. Jadi epistemologi menetapkan apakah suatu cabang ilmu memenuhi syarat atau tidak untuk dianggap sebagai ilmu pengetahuan atau cabang ilmu pengetahuan. Epistemologi selalu menjadi bahan yang menarik untuk dikaji, karena di sinilah dasar-dasar pengetahuan maupun teori pengetahuan yang diperoleh manusia menjadi bahan pijakan. Konsepkonsep ilmu pengetahuan yang berkembang pesat dewasa ini beserta aspek-aspek praktis yang ditimbulkannya dapat dilacak akarnya pada struktur pengetahuan yang membentuknya. Sedangkan epistemologi Pancasila merupakan epistemologi yang khas Indonesia yang merupakan jalinan secara serasi dari teori-teori epistemologi rasionalis, empiris, dan pragmatis yang didasari oleh tata nilai yang hidup dan berkembang di Indonesia. Epistemologi yang dijiwai Pancasila adalah epistemologi yang dibangun atas dasar epistemologi dasar dan juga diperkokoh oleh sistem falsafah kenegaraan yang jelas dan kuat. Pancasila tidak lahir sebagai sebuah sistem epistemologi. Pancasila lahir sebagai dasar negara, merupakan sebuah ideologi dan memuat suatu pandangan hidup, dan itu terjadi pada tahun 1945. Landasan epistemologi dimaksudkan untuk mengungkapkan sumber-sumber pengetahuan dan kebenaran tentang Pancasila sebagai sistem filsafat
dan ideologi. Hubungan antara epistemologi dengan Pancasila dapat dilukiskan sebagai berikut: Pancasila berkedudukan sebagai obyek epistemologi dan Pancasila menjadi faktor yang memberi spesifikasi terhadap epistemologi. Hubungan antara epistemologi dan Pancasila tidaklah termasuk ke dalam medan falsafah dasar atau epistemologi dasar, artinya orang yang membicarakan Pancasila baik yang positif maupun yang negatif sudah mengandaikan bahwa ia mengetahui. Dasar epistemologis Pancasila tidak dapat dipisahkan dengan hakikat manusia. Jika manusia merupakan basis ontologis Pancasila, maka akan mempunyai implikasi terhadap bangunan epistemologi yaitu bangunan epistemologi dalam filsafat manusia. Pancasila dipahami sebagai suatu pengetahuan (ilmu), sehingga harus memenuhi pemikiran yang terkait dengan pengetahuan yaitu: sumber, metode, ukuran kebenaran, dan watak pengetahuan (Jurnal Filsafat UGM 1996:17). Pertama, Sumber Pancasila dapat dibagi menjadi sumber secara langsung dan sumber tidak langsung. Sumber secara langsung meliputi:
68 | Jurnal Citizenship, Vol. 1 No. 1, Juli 2011
a) Sumber kausa materialis, Sumber material Pancasila adalah masyarakat Indonesia, yang tertuang dalam adat istiadat atau kebiasaan, agama dan ketentuan-ketentuan yang berlaku (norma) b) Sumber formal atau Kausa formalis, yaitu kaitan asal mula bentuk rumusan dan nama Pancasila sebagaiman tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. c) Asal mula karya atau kausa efisien, adalah penempatan Pancasila se-
Persepsi Guru PKn tentang Epistemologi Pancasila ....
bagai calon dasar negara menjadi dasar negara. d) Asal mula tujuan kausa finalis, adalah tujuan yang diinginkan BPUPKI, PPKI termasuk didalamnya Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta dari rumusan Pancasila sebelum disahkan oleh PPKI menjadi dasar Negara yang sah.
naan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. 3) Koherensi historis artinya dalam pengembangan Pancasila yang mengkaji terhadap kesinambungan sejarah. 4) Analityco sintetik, artinya dengan meenganalisis dan sintesis. Metode ini dilakukan dengan cara menganalisis nilainilai Pancasila dengan mencocokanya dengan kehidupan masyarakat sehari-hari.
Sedangkan Sumber Tidak Langsung dapat dijelaskan bahwa jauh sebelum Proklamasi kemerdekaan, masyarakat Indonesia telah hidup dalam tatanan kehidupan yang penuh dengan nilai-nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyataan dan nilai keadilan. Nilainilai tersebut merupakan nilai-nilai yang memaknai adat istiadat, kebudayaan serta nilai religious dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia. Oleh karna itu secara tidak langsung Pancasila merupakan penjelmaan atau perwujudan bangsa Indonesia itu sendiri, karena apa yang terkandung dalam Pancasila merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa Indonesia.
Keempat, Instrumen pengembangan Pancasila adalah akal sehat, yaitu akal jernih yang tidak dikotori dengan keinginan atau kepentingan pribadi yang ingin kita capai. Sehingga diharapkan pengembangan Pancasila dapat tercapai sesuai dengan cita-cita bangsa.
Kedua, Metode Perumusan Pancasila: 1) Kritis yang berarti, mengkritisi segala sesuatu dalam kehidupan masyarat. 2) Selektif, yang berarti, memilih segala sesuatu yang telah kita kritisi dalam masyarakat. 3) Dialektif yang berarti, mendialogkan hasil seleksi yang telah kita kritisi dalam masyarakat. 4) Eksperimental yang berarti, menguji coba hasil dialog terhadap masyarakat. Dilakukan terus menerus hingga dapat diterima di masyarakat. Ketiga, Metode Pengembangan Pancasila: 1) Interpretasi, yaitu dilakukan dengan cara menafsirkan nilai-nilai Pancasila. 2) Hermeneutika, artinya dipahami atau metode yang diterapkan melalui pemak-
Kelima, Standar Kebenaran Pancasila. Terdapat dua standar untuk menguji kebenaran Pancasila, yaitu kebenaran yang sudah terdapat dalam Pancasila itu sendiri, yang meliputi: a) Kebenaran wahyu, yang tercermin dalam sila ke 1 (pertama) Pancasila. Kebenaran ini bersifat absolute atau mutlak, yaitu kebenaran yang tidak dapat lagi digangu gugat. b) Kebenaran rasio dan empiris terdapat dalam ke sila 2 (dua) Pancasila. Pancasila dirumuskan oleh pemikiran manusia yang rasional, sehigga dihasilkan sila-sila Pancasila c) Kebenaran konsensus, tercermin dalam sila ke 3 dan 4 (tiga dan empat) Pancasila. Kebenaran konsensus menyatakan bahwa Pancasila merupakan hasil kesepakatan bersama dan merupakan perjanjian luhur masyarakat Indonesia, sehingga lahir lima hal sebagai butir bingkai perlikau masyarakat Indonesia, yakni kelima sila dalam Pan-
Jurnal Citizenship, Vol. 1 No. 1, Juli 2011 | 69
Lampung Kusmidat dan Sumaryati
casila. d) Kebenaran Yuridis, tercermin dalam sila ke 5 (lima). Kebenaran yuridis berarti berdasarkan peraturan yang berlaku. Sehingga Pancasila menjadi sumber dari segala sumber hukum.
Contoh kebenaran korespondensi untuk Pancasila, yaitu sila Ketuhanana Yang Maha Esa sesuai (cocok) dengan kenyataan bahwa terdapat berbagai kewajiban terhadap Sang Pencipta, menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya sesuai agama yang diyakininya.
Selanjutnya Kebenaran yang merupakan penilaian dari manusia sesuai dengan empat teori kebenaran, yaaitu: 1) Teori kebenaran koherensi, 2) Teori kebenaran korespondensi, 3) Teori kebenaran pragmatis, dan 4) Teori kebenaran perfomatis.
Ketiga, kebenaran Pancasila berdasarkan teori pragmatis. Kebenaran ini berdasarkan kriteria bahwa pernyataanpernyataan yang dibuat harus membawa kemanfaatan bagi sebagian besar umat manusia. Pernyataan harus dapat ditindaklanjuti dalam perbuatan dan dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi. Contoh kebenaran pragmatis dalam Pancasila dapat dilihat dari fungsi nyata Pancasila sebagai pemersatu bangsa dari keanekaragaman etnis, agama, budaya, bahasa daerah yang ada Indonesia. Tanpa adanya Pancasila sebagai pemersatu bangsa, maka yang akan terjadi adalah disintegrasi bangsa.
Berikut ini dikemukakan analisis kebenaran Pancasila berdasarkan Teori Kebenaran. Pertama, berdasarkan teori kebenaran koheresi. Kebenaran koheresi ditandai dengan pernyataan yang satu dengan pernyataan yang lain saling berkaitan, konsisten, dan runtut (logis). Contoh kebenaran koherensi dalam ilmu sejarah adalah: Tahun 1908 merupakan tonggak sejarah kebangkitan nasional karena pada masa itu lahirnya sebuah organisasi yang modern yang kemudian diikuti oleh organisasi-organisasi yang lain yang bersifat melakukan perlawanan terhadap penjajah dengan cara yang berbeda (nonfisik) dari masa sebelumnya. Kesadaran berbangsa mulai tumbuh sejak masa itu dan mengkristal dalam diri para pemuda dengan diikrarkannya Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa pernyataan yang terkandung di dalamnya bersifat koheren dan logis, karena tidak ada pernyataan yang saling bertentangan satu sama lain. Kedua, kebenaran Pancasila berdasarkan teori korespondensi. Kebenaran korespondensi ditandai dengan adanya kesesuaian antara pernyataan dan kenyataannya.
Keempat, kebenaran Pancasila menurut teori perfomatis. Kebenaran korespondensi ditandai dengan adanya Kesesuaian antara pernyataan dan kenyataannya. Contoh kebenaran korespondensi untuk Pancasila, yaitu sila Ketuhanana Yang Maha Esa sesuai (cocok) dengan kenyataan bahwa terdapat berbagai terhadap Sang Pencipta, menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya sesuai agama yang diyakininya. Berdasarkan teori-teori kebenaran di atas, maka makna kebenaran nilai Pancasila dapat dikemukakan dalam penjelasan berikut: Pertama, Sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Keberadaan Tuhan sebagai Dzat yang tidak di sebabkan oleh yang lainnya atau causa prima. Kedua,
70 | Jurnal Citizenship, Vol. 1 No. 1, Juli 2011
Persepsi Guru PKn tentang Epistemologi Pancasila ....
Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Nilai kemanusiaan, perilaku kita dikatakan berkemanusiaan apabila apapun yang kita lakukan itu mampu mengangkat harkat dan martabat kita di hadapan diri sendiri, orang lain maupun di hadapan Tuhan. Bahwa kita harus menghormati orang lain, di manapun, siapapun, dan kapanpun, karena pada dasarnya semua orang di dunia ingin hidup damai. Ketiga, Sila Persatuan Indonesia. Dikatakan bersatu apabila memiliki visi dan misi yang sama, contohnya bahwa setiap bangsa itu tidak ingin berceri berai. Keempat, Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Musyawarah untuk mufakat dilakukan untuk mencapai kesepakatan yang baik dengan didasarkan pada suara terbenar dan terbaik bukan dari suara terbanyak. Kelima, Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dikatakan adil apabila sesuai dengan kewajiban yang sudah dilakukan. Adil yang sungguh-sungguh adalah tidak hanya adil menurut aturan yang berlaku, tetapi juga harus adil secara moral. Ukurannya adalah rasa kenyamanan kita setelah memutuskan sesuatu hal. 5. Pengertian Guru PKn
Guru adalah seorang pekerja yang berprofesi sebagai pendidik (KBBI, 2002:377). Sedangkan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) menurut Tim Direktoral Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (2006:11) merupakan bidang kajian ilmiah dan program pendidikan di sekolah dan diterima sebagai wahana utama, serta esensi pendidikan demokratis di Indonesia
yang dilaksanakan melalui 1) Civic intelligence, yaitu kecerdasan dan daya nalar warga negara baik dalam dimensi spiritual, rasional, emosional, maupun sosial; 2) Civic responsibility, yaitu kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga Negara yang bertanggun jawab; dan 3) Civic participation, yaitu kemampuan berpartisipasi warga negara atas dasar tanggung jawabnya, baik secara individual, sosial, maupun sebagai pemimpin hari depan. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 74/2008 tentang Guru (2009:202) disebutkan bahwa kompetensi guru mata pelajaran PKn pada SMP/MTs, SMA/MA, MK/MAK yaitu: a) Memahami materi, struktur, konsep dan pola keilmuan yang mendukung mata pelajaran PKn. b) Memahami substansi PKn yang meliputi pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), nilai dan sikap kewarganegaraan (civic disposition), keterampilan kewarganegaraan (civic skills). c) Menunjukkan manfaat mata pelajaran PKn. Seorang guru PKn seyogyanya lebih menguasai dan memahami serta melaksanakan kompetensi-kompetensinya tersebut dengan sebaik-baiknya. Karena guru PKn tidak hanya mengajarkan dan menekankan tentang aspek kognitif, tetapi lebih mengajarkan dan menekankan pada aspek afektif dan psikomotorik.
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian adalah guru PKn SMP se-Kecamatan Pulo Am-
Jurnal Citizenship, Vol. 1 No. 1, Juli 2011 | 71
Lampung Kusmidat dan Sumaryati
Muamah yang hasilnya adalah responden tersebut belum sepenuhnya mengetahui sumber Pancasila secara epistemologis. Responden hanya mengetahui satu dari empat sumber yang ada dengan alasan lupa. Wawancara kedua dengan Rita Zuhara yang hasilnya adalah responden tersebut sudah sepenuhnya mengetahui sumber Pancasila. Baik sumber secara langsung atau sember secara tidak langsung. c) Wawancara dengan guru PKn di SMPN SATAP Kalikeranjang pada aspek pengetahuan sumber Pancasila dilakukan dengan dua orang responden. Wawancara pertama dengan Asmiri yang hasilnya adalah responden tersebut belum sepenuhnya mengetahui. Responden tersebut hanya mengetahui tiga sumber Pancasila secara langsung dari empat sumber yang ada. Dengan alasan sudah sedikit lupa dan sudah lama tidak membaca buku tentang epistemology Pancasila. Wawancara kedua dengan Madseni yang hasilnya adalah responden tersebut belum sepenuhnya mengetahui. Responden hanya mengetahui dua sumber panacasila secara langsung dari empat sumber Pancasila yang ada.
pel, yang berjumlah tujuh orang. Objek penelitian adalah persepsi guru PKn SMP seKecamatan Pulo Ampel pada epistimologi Pancasila. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara kepada guru PKn yang berjumlah lima orang secara tidak berstruktur. Sedangkan untuk analisis data, dilakukan melalui langkah-langkah kualitatif, yaitu mulai dari reduksi data, klasifikasi data, display data, dan memberikan penafsiran serta interpretasi dan mengambil kesimpulan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Persepsi guru PKn di SMP se-Kecamatan Puloampel tentang epistemologi Pancasila pada aspek pengetahuan sumber Pancasila belum seluruhnya mengetahui, hal ini dapat dilihat dari analisis data wawancara yang hasilnya sbagai berikut: a) Wawancara dengan guru PKn di SMP KH Wasyid puloampel pada aspek pengetahuan sumber Pancasila secara epistemologi adalah belum sepenuhnya mengetahui. Sumber Pancasila itu sendiri dibedakan menjadi dua yaitu sumber secara langsung yang terbagi menjadi empat item dan sumber secara tidak langsung yang terdiri dari dua item. Responden hanya mengetahui dua sumber Pancasila secara langsung dari empat sumber yang ada dengan alasan sudah lama tidak membaca buku tentang epistemologi Pancasila. b) Wawancara dengan guru PKn di SMPN 1 Puloampel pada aspek pengetahuan sumber Pancasila dilakukan dengan dua orang responden. Wawncara pertama dengan
Dari aspek pengetahuan tentang metode perumusan Pancasila, guru PKn di SMP se-Kecamatan Puloampel belum seluruhnya mengetahui. Hal ini dapat dilihat dari analisis data wawancara yang hasilnya sebagai berikut:
72 | Jurnal Citizenship, Vol. 1 No. 1, Juli 2011
a) Wawancara dengan guru PKn di
Persepsi Guru PKn tentang Epistemologi Pancasila ....
SMP KH. Wasyid Puloampel pada aspek pengetahuan metode perumusan Pancasila adalah belum sepenuhnya mengetahui. Berdasarkan esensinya responden hanya mengetahui tiga metode perumusan Pancasila dari empat metode perumusan Pancasila yang ada. Dengan alasan lupa karena sudah lama tidak membaca lagi buku yang berkaitan dengan teori tersebut. b) Wawancara dengan guru PKn di SMPN Puloampel pada aspek pengetahuan metode perumusan Pancasila dilakukan dengan dua orang responden. Responden yang pertama adalah Muamahyang hasilnya adalah guru tersebut belum sepenuhnya mengetahui metode perumusan Pancasila. Berdasarkan esensinya responden hanya mengetahui satu metode dari empat metode yang ada, dengan alasan lupa. Wawancara kedua dengan Rita Zuhara yang hasilnya adalah guru tersebut sudah menguasai metode perumusan Pancasila. c) Wawancara dengan guru PKn di SMPN SATAP Kalikeranjang pada aspek pengetahuan metode perumusan Pancasila. Wawancara dilakukan dengan dua orang responden. Wawancara pertama dilakukan dengan Asmiriyang hasilnya adalah belum sepenuhnya mengetahui metode perumusan Pancasila. Berdasarkan esensinya responden hanya mengtahui tiga metode dari empat metode yang ada. Wawancara kedua dilakukan dengan Madseni yang hasilnya adalah belum sepenuhnya mengetahui. Berdasar-
kan esensinya guru tersebut hanya mengetahui dua dari empat metode perumusan Pancasila yang ada. Jawaban para responden yang belum seluruhnya menjawab sesuai dengan konsep epistemologi yang ada. Dari lima orang responden hanya satu orang yang dapat menjawab dengan tepat, empat diantaranya hanya menjawab bebrapa dari sumber yang ada dengan alasan lupa karena sudah lama tidak membaca lagi konsep epistemologi Pancasila. Sumber Pancasila dalam konsep epistemologi itu adalah: sumber materialis yakni masyarakat Indonesia sendiri. Sumber formal Pancasila yakni asal mula dari rumusan dan nama Pancasila yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945. Sumber mula karya yang berupa penempatan Pancasila sebagai calon dasar negara. Sumber asal mula tujuan dimana pacasila disusun dan dijadikan sebagi dasar Negara. dimana Pancasila disusun memiliki tujuan untuk mensejahterakan bangsa dan negara yang akhirnya disahkan oleh PPKI menjadi sebuah dasar negara. Sumber secara tidak langsung yakni sumber yang terdapat dalam nilai-nilai Pancasila. Nilai-nilai tersebut adalah nilai ketuhanan, kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan dan nilai keadilan. Pentingnya penguasaan sumber Pancasila dimiliki oleh guru PKn tentang penguasaan sumber Pancasila adalah penting. Dengan memahami sumber Pancasila seorang guru PKn bisa lebih kritis dan mampu menjelaskan materi tentang
Jurnal Citizenship, Vol. 1 No. 1, Juli 2011 | 73
Lampung Kusmidat dan Sumaryati
Pancasila secara luas dan menyeluruh. Pengetahuan sumber Pancasila mempermudah seorang guru dalam menjelaskan materi-materi tentang Pancasila. Pengetahuan guru PKn tentang epistemologi Pancasila pada aspek metode perumusan Pancasila adalah belum seluruhnya mengatahui, hal ini dibuktikan oleh hasil jawaban dari para responden yakni dari lima responden hanya satu orang responden yang dapat menjawab dengan tepat. (kritis), (selektif), (dialektif), eksperimental. Pentingnya pengetahuan guru PKn tentang metode perumusan Pancasila adalah menganggap penting. Hal ini dikarenakan guru PKn adalah seorang guru yang mengajarkan anak didiknya tentang Pancasila. Tentunya agar Pancasila tersebut dapat diterima oleh anak didik, mereka harus tahu dan paham tentang Pancasila, baik dari segi sumber, metode, dan nilainilai yang terkandung didalamnya. Untuk menyampaikan itu semua kepada anak didik, tentunya seorang guru harus menguasai materi-materi tentang Pancasila. Pengetahuan guru PKn di SMP seKecamatan Puloampel tentang epistemologi Pancasila pada aspek metode pengembangan Pancasila belum seluruhnya mengetahui. Dari lima orang responden hanya satu orang yang dapat menjawab dengan tepat tiga orang beraslasan lupa, sementara satu orang responden beralasan karena sudah lama tidak membaca buku tentang epistemologi Pancasila. Pengetahuan guru PKn di SMP se-Kecamatan Puloampel tentang epistemologi Pancasila pada aspek instrumen pengembangan Pancasila sudah seluruhnya mengetahui. Instrumen pengembangan Pan-
casila itu adalah akal fikiran kita yang tidak dikotori oleh kepentingan pribadi. Pengetahuan guru PKn se-Kecamatan Puloampel tentang epistemologi Pancasila pada aspek standar kebenaran Pancasila adalah belum seluruhnya mengetahui. hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara terhadap para responen yang menyatakan bahwa terdapat dua jenis standar kebenaran dalam Pancasila. Kebenaran Pancasila yang pertama adalah: kebenaran yang sudah terdapat dalam Pancasila itu sendiri dan kebenaran yang berasal dari penilaian manusia sesuai dengan empat teori (teori koheresi, korespondensi, pragmatis, dan perfomatis) Pengetahuan guru PKn di SMP se-Kecamatan Puloampel tentang epistemologi Pancasila belum seluruhnya mengetahui. Lima orang responden memang menjawab mengetahui akan tetapi ketika ditanyakan lebih lanjut untuk menyebutkan pengetauan epistemologi Pancasila pada aspek pengetahuan sumber, metode, instrumen, standar kebenaran, dan makna kebenaran Pancasila belum seluruhnya menjawab dengan benar Hal ini dapat dilihat dari kesesuaian jawaban para responden tentang kajian epistemology Pancasila yang meliputi pengetahuan sumber, metode, instrument, standar kebenaran, dan makna kebenaran nilai Pancasila. Mengenai hubungan epistemologi Pancasila secara menyeluruh para responden menjawab bahwa epistemologi Pancasila mempunyai hubungan yang erat dengan pendidikan Pancasila. Karena epistemologi Pancasila adalah suatu ilmu pengetahuan yang menerangkan Pancasila secara jelas. Karena epistemology Pancasila ini sebuah konsep dari filsafat
74 | Jurnal Citizenship, Vol. 1 No. 1, Juli 2011
Persepsi Guru PKn tentang Epistemologi Pancasila ....
Pancasila yang dapat memberiakan pemahaman yang kritis pula terhadap seseorang yang mempelajarinya. Oleh karena itu epistemologi Pancasila dapat membantu kita dalam memahami Pancasila secara jelas, runtut, dan menyeluruh. Sehingga ketika kita menjelaskan Pancasila kepada anak didik, kita mempunyai konsep yang matang dan dapat dipertanggungjawabkan.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisa di atas dapat disimpulkan bahwa Persepsi guru PKn di SMP se-Kecamatan Puloampel SerangBanten tentang epistemologi Pancasila cukup baik. Hal ini dibuktikan oleh hasil jawaban para responden tentang pengetahuan epistemologi Pancasila yang secara keseluruhan mampu menjawab sesuai dengan esensi yang terdapat dalam epistemologi Pancasila, yang meliputi pengetahuan tentang sumber, metode, instrument, standar kebenaran, dan makna kebenaran Pancasila.
DAFTAR PUSTAKA B. Walgito. (1990). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset. Depdiknas. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Kaelan. (2005). Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat. Yogyakarta : Paradigma. Pranarka, A.M.W., dkk. (1996). Jurnal Filsafat: Epistemologi Pancasila. Yogyakarta: Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada.
Pranarka A.M.W, (1997). Epistemologi Dasar Suatu Pengantar. Jakarta: Centre for Strategic and internasional studies. Soedirman Kartohadiprojo, (1970). Beberapa Pikiran Sekitar Pancasila. Bandung: Alumni. Sri Mugiyati. (2004). Hubungan Perspsi Terhadap Pendidikan Moral Dalam Keluarga Dengan Kenakalan Remaja Pada Siswa. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan. Margono, S. (2005). Metodologi penelitian pendidikan. Jakarta: Bhineka Citra. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Kompetensi Guru. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jurnal Filsafat, Fakultas Filsafat Universitas Gajah Mada 1996. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Tim Derektorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. 2006. Paradigm Baru PKn. Jakarta: Dirjen Mandikdasmen. Anonym (2008) Pengertian Persepsi. Diunduh dari: http://teori-psikologi. blogspot.com/2008/05/pengertianpersepsi.html
Jurnal Citizenship, Vol. 1 No. 1, Juli 2011 | 75