PERPADUAN SENI ISLAM DAN JAWA DALAM TEMBANG MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas Mata kuliah : Islam dan Budaya Jawa Dosen Pengampu : Prof. Dr. Hj. Sri Suhanjati
Oleh Silma Ariyani (1504026064)
FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2016
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kebudayaan yang berkembang di jawa sangatlah beragam, hal itu tidak lepas dari pengaruh agama-agama yang masuk ke Indonesia pada abad pertengahan, yaitu hindu, budha dan islam. Jika dilihat dari keberhasilan asimilasi budaya yang terjadi, Islam dipandang jauh lebih sukses berasimilasi dari pada Hindu-Budha yang masuk lebih awal. Hal itu karena cara mereka yang lebih halus dalam menyebarkan agama dan juga sasaran penyebaran yang lebih beragam. Dan Islam tidak mengenal yang namanya Kasta-kasta. Sarana penyebarannya pun mengikuti budaya dan tradisi yang telah berakar pada masyarakat Jawa tanpa harus menghilangkan nilai- nilai keIslamannya yang kental. Hal tersebut dapat dibuktikan dalam bidang kesenian, kekentalan pengajaran moral Islam yang disisipkan dengan halus dalam tembang macapat, tembang-tembang dolanan dan bahkan dalam kesenian wayang. Sastra jawa juga dijadikan sebagai media dakwah dalam islam. Secara historis, karya-karya sastra jawa yang lahir dari para pujangga sebelum islam masuk ke indonesia di dominasi oleh aspek-aspek yang bercorak mistis. Namun setelah masuknya pengaruh budaya islam, karya-karya sastra yang kemudian lahir dari para pujangga jawa telah di bumbui dengan ajaran-ajaran islam yang tersurat dalam bait-bait sajak, puisi dan bentuk-bentuk karya sastra lainnya.
B. Rumusan Masalah 1. Pengertian tembang macapat? 2. Tembang sebagai wawasan dakwah? 3. Keterkaitan islam dengan karya-karya sastra jawa?
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian tembang macapat Seni tembang adalah salah satu kesenian yang terdapat di daerah jawa. Tembang macapat merupakan salah satu kelompok tembang yang sampai saat ini masih dilestarikan oleh orang jawa. Ada sebelas tembang dalam tembang macapat. Masing- masing memiliki karakter ciri, dan watak yang berbedabeda, dan memiliki aturan penulisan khusus dalam pembuatannya. Asal- usul tembang macapat sendiri sampai saat ini masih dalam perdebatan. Masyarakat jawa tengah pada umumnya mengetahui tembang macapat sejak masa- masa akhir kerajaan majapahit dan mulai masuknya islam di tanah jawa. Pada zaman walisongo tembang macapat banyak digunakan sebagai media dakwah dalam penyebaran agama islam di tanah jawa. Tembang macapat diyakini sebagian besar orang jawa ya itu sebagai kelompok tembang yang memiliki makna proses hidup manusia, proses dimana tuhan memberikan ruhnya, hingga manusia tersebut kembali kepadanya. Sifat-sifat manusia sejak lahir hingga kematiannya digambarkan dengan runtut dalam sebelas tembang macapat. Tembang juga berperan dalam masyarakat jawa khususnya dalam masa berkembangnya agama islam, tembang memiliki peran yang begitu penting. Peranan ini lebih khusus pada proses penyebaran islam di tanah jawa oleh para mubaligh. 1
B. Tembang sebagai wawasan dakwah Dalam hal ini sebagai salah satu sempel dari tembang, yaitu tembang macapat merupakan sarana dakwah islam. Macapat berasal dari kata “mancapat” yaitu man + ca + pat,ini jarwodhosok (otak-atik)dari kata iman + panca + pathokan. Dari “otakatik”ini 1
Mark R. Woodward , Islam Jawa; Kesalehan Normatif Versus Kebatinan, (Yogyakarta, LKiS,1999), hlm. 4.
tersirat bahwa dalam dakwah permulaan yang harus diperhatikan adalah rukun iman, rukun islam, yang lima (panca)sebagai pedoman (patokan). Secara rinci, nama-nama tembang macapat memberikan wawasan hidup berdakwah sebagai berikut: Mijil artinya keluar, yang mengandung makna, jika bicara jangan asal “mijil” saja atau asal bicara saja. Orang yang bertugas dakwah harus sanggup, sedia berani keluar dan mengeluarkan apa yang diperlukan. Mijil diciptakan oleh sunan gunung jati di Cirebon. Pangkur yang berasal dari nyimpang + mungkur, artinya dakwah jangan sekali-kali menyimpang dan meningalkan isi Qur’an dan hadits, namun simpangilah serta tinggalkanlah kejahatan. Pangkur diciptakan sunan muria yang teguh sekali dalam memegang dan melaksanakan ajaran islam menurut Qur’an dan hadits. Kinanthi yang berasal dari kata kanthi diberi sisipan in, menjadi “kinanthi”, artinya dikanthi, digandheng atau disertai/ditemani. Maksudnya, bagi orang-orang yang masih “buta” dari petunjuk Allah harus ditemani untuk dituntun menuju kepada hidup beragama. Dalam dakwah hendaknya berusaha mengadakan ketentraman, tidak bermusuhan, dan sebaiknya didekati dengan dasar hati. Kinanthi diciptakan oleh Sunan Giri. Ia wali yang sangat terkenal dikalangan rakyat karena sifat-sifatnya yang sesuai untuk mendekati rakyat yaitu bijaksana, ramah dan berbudi halus. Dhandhanggula yang berasal dari dhandhang dan gula berarti pengharapan akan yang manis. Dakwah yang diberikan secara enak dan menyenangkan akan membawakan harapan untuk menuju kebahagiaan. Dhandhanggula ciptaan sunan kalijaga. Sinom, berarti daun muda (pupus) pohon asam atau rambut halus diatas
dahi wanita,
yang
mengandung
arti bahwa
dakwah
yang
menggembirakan akan meresapkan rasa agama yang merupakan hiasan bagi hidup manusia dan menjadikan manusia yang penuh harapan (optimis) dan tampak awet muda, karena bersih lahir batin. Sinom ciptaan Sunan Giri.
Asmaradana bersal dari kata asmara + dana berarti cinta + member = senang memberi. Dakwah yang berhasil akan dapat menjadikan manusia yang suka member atau suka mengeluarkan infak, derma zakat fitrah, suka menolong sesame manusia, karena Allah, ikhlas, tanpa rasa takabur. Asmaradana disusun oleh Sunan Giri. Megatruh berasal dari kata megat – ruh, berarti memisahkan ruh atau pemikiran yang tidak baik atau menahan hawa nafsu. Ajaran islam pada pokoknya membawakan keimanan untuk menjalankan ibadah dengan menjauhkan hawa nafsu, berbuat baik dengan mentaati perintah Allah dan menjauhi kejahatan serta menghindari larangan Allah dan menjauhi ajaran iblis. Megatruh ciptaan Sunan Giri. Durma berasal dari kata dur + ma, artinya mundur dari M-5 yaitu: (a) madon (berzina), (b) minum (minuman keras), (c) madat (menghisap obat yang memabukkan), (d) main (berjudi), (e) maling (mencuri). Durma ciptaan Sunan Bonag, dari sini bisa ditafsirkan bahwa menjauhi M-5 itu menuju kemenangan (baboning kemenangan = Bonang) Maskumambang berari emas terapung, maknanya karena ajaran islam itu indah dan baik betul-betul, sekalipun berat, asal ada jiwa mengabdi kepada Allah (ibadat), maka semua itu menjadi ringan. Maskumambang ciptaan Sunan Maja Agung. Pocung berarti mati (dipocong = dibungkus mori putih, luar dan dalam suci), atau puncak (sudah yang tertinggi, sudah habis) atau sempurna. Maknanya ajaran islam menuju kepada kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat, kesempurnaan
dalam arti kebahagiaan. Pocung karangan Sunan
Gunung Jati. 2 C. Keterkaitan Islam dengan Karya-karya sastra jawa Keterkaitan antara islam dan karya sastra jawa, mengenai puisi jawa baru (tembang-tembang macapat itu termasuk karya sastra atau memiliki kandungan nilai sastra). 2
Sadjijo prawiradisastra, Pengantar Apresiasi Seni Tembang, (Yogyakarta, Diktat Kuliah, 1997), hlm. 54.
Bentuk puisi yang dipakai dalam membuat karya-karya sastra para pujannga keraton Surakarta adlah puisi jawa yang memiliki metrum islam, yaitu mijil, kinanthi, pucung, sinom, asmaradana, dhandhanggula, pangkur, maskumambang, durma, gambuh, dan megatruh. Tembang-tembang macapat yang berbentuk puisi jawa itu mengandung nilai sastra. Dalam puisi jawa baru (seperti tembang-tembang macapat) sekaligus termuat pengkonsentrasian / pemadatan. Hal ini terlihat pada kenyataannya bahwa setiap puisi menunjukkan tembang-tembang macapat kata-katanya terpilih (selektif dan tidak ada kata-kata yang tidak bermakna), dan bentuk basanya cermat dan tepat. Puisi yang baik apabila antara struktur fisik dan struktur nan fisik menyatu dalam suatu makna yang secara fungsional membentuk puisi. Artinya, sebuah puisi merupakan struktur yang utuh karena disamping diatur oleh aturan-aturan suku kata, baris, dan bunyi juga aturan makna. Apabila kedua struktur itu tidak terpenuhi, maka puisi tersebut tidak memiliki nilai sastra. Jadi, tembang-tembang macapat yang merupakan puisi jawa baru yang terungkap dalam karya sastra, oleh para pujangga dipakai untuk menyampaikan berbagai ide mereka. Tembang macapat memiliki sifat-sifat ekspresif- imajinatif, konotatif, dan terjelma dalam struktur fisik maupun struktur non fisik / batin secara terpadu. Sifat yang demikian merupakan persyaratan sebuah puisi yang memiliki nilai sastra yang berkualitas. Maksud dari keterkaitan antara islam dengan karya-karya sastra jawa adalah keterkaitan yang sifatnya imperative moral. Artinya, keterkaitan itu menunjukkan warna keseluruhan / corak yang mendominasi karya-karya sastra tersebut. Karya-karya sastra jawa adalah karya sastra pujangga keraton Surakarta yang hidup pda zaman periode jawa baru yang memiliki mertum islam. 3
3
H. M . Darori A min MA, Islam dan Kebudayaan Jawa, (Yogyakarta, GAMA M EDIA, 2000), hlm.150.
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Seni tembang adalah salah satu kesenian yang terdapat di daerah jawa yang sampai saat ini masih dilestarikan oleh orang jawa. Ada sebelas tembang dalam tembang macapat yaitu mijil, pangkur, kinanthi, dhandhanggula, sinom, asmaradana, megatruh, durma, maskumambang, pocung
yang
berperan dalam masyarakat jawa khususnya dalam masa berkembangnya agama islam, tembang memiliki peran yang begitu penting diantaranya tembang sebagai wawasan dakwah oleh walisongo yang mempunyai makna yang berbeda-beda.
DAFTAR PUSTAKA Woodward, Mark R. 1999. Islam Jawa; Kesalehan Normatif Versus Kebatinan. Yogyakarta: LKiS. Prawiradisastra, Sadjijo.1997. Pengantar Apresiasi Seni Tembang. Yogyakarta: Diktat Kuliah Amin, M. Darori..2000. Islam dan Kebudayaan Jawa. Yogyakarta: GAMA MEDIA