PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PELAKU USAHA TOKO EMAS MADINA KLODRAN DALAM JUAL BELI EMAS TANPA SURAT RESMI DI SURAKARTA Oleh: Anita Ratnasari Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh data, informasi dan kejelasan tentang perlindungan hukum bagi pemilik Toko emas Madina Klodran yang menerima penjualan emas tanpa surat resmi di Kota Surakarta, mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan pemilik Toko emas Madina Klodran menerima penjualan emas tanpa surat resmi di Kota Surakarta dan mengkaji akibat hukum bagi pemilik Toko emas Madina Klodran yang menerima penjualan emas tanpa surat resmi di Kota Surakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Perlindungan hukum terhadap transaksi jual beli emas bagi konsumen dan penjual di toko emas Madina Klodran di Surakarta, belum terlihat secara nyata, hal ini dapat terlihat bahwa masih banyak konsumen pembeli emas maupun pemilik toko emas yang terkadang mengalami kekecewaan atas pembelian emas kembali dari konsumen, karena masalah harga dibawah standard an lainnya terutama kurang kejelasan dalam perjanjian jual beli emas. Kurangnya informasi tentang produk emas yang ditawarkan kepada konsumen menjadi alasan perjanjian jual beli itu tidak berlaku. (2) Faktor yang menjadi penyebab dilakukannya pembelian emas tanpa surat resmi dari masyarakat adalah dikarenakan pemilik toko emas tidak merasa curiga emas tersebut merupakan hasil kejahatan dan menganggap bahwa tidak adanya surat resmi tentang barang tersebut dikarenakan hilangnya surat tersebut. Selain itu karena menganggap barang emas yang dijual itu juga memiliki nilai dan kualitas yang baik dan harga atas barang yang tidak memiliki surat resmi dapat dibeli dengan harga lebih murah jika dibandingkan dengan barang yang memiliki surat secara resmi. (3) Upaya yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mengalami kerugian dalam transaksi perdagangan emas lebih kepada jalan musyawarah atau melalui negosiasi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terkecuali terhadap barang yang merupakan hasil tindak kejahatan, biasanya proses untuk mendapatkan kembali barang emas tersebut oleh pemilik barang yang sebenarnya harus melalui proses pengadilan terlebih dahulu. Kata kunci : perlindungan hukum; perjanjian jual beli emas. Jual beli emas tanpa surat resmi
1
LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan masyarakat dalam bidang ekonomi semakin hari semakin beraneka ragam jenis, mulai dari perdagangan barang-barang pokok sampai dengan barang-barang mewah diantaranya emas permata. Perdagangan emas permata sebagaimana yang terjadi di dalam masyarakat tidak terbatas melalui toko sebagai media, saat ini investasi emas menjadi suatu peluang bagi masyarakat yang menginginkan untung besar. Perkembangan masyarakat dalam bidang ekonomi semakin hari semakinc beraneka ragam jenis, mulai dari perdagangan barang-barang pokok sampai dengan barang-barang mewah diantaranya emas permata, saat ini investasi emas menjadi suatu peluang bagi masyarakat yang menginkan untung besar. Pilihan investasi emas karena sifatnya yang mudah diuangkan kembali jika sewaktu-waktu diperlukan. Meskipun ada yang mengatakan investasi emas masih kurang menggairahkan dibandingkan investasi properti atau saham, tetapi investasi saham dan properti memiliki risiko yang sangat tinggi terutama jika tidak memahami karakter bisnis ini. Emas menarik dijadikan sarana investasi. Beberapa literature mengungkapkan kelebihan berinvestasi emas, baik dalam bentuk emas batangan, koin, maupun emas perhiasan karena nilainya yang cenderung stabil. Sudah menjadi rahasia umum bahwa harga emas setiap tahun selalu naik dan jarang sekali harga emas turun. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah cara penyimpanan emas dan cara mengelolanya sehingga dapat dijadikan sarana investasi yang aman dan menguntungkan setiap saat. Emas yang sering dijadikan sarana investasi biasanya berbentuk batangan, menyerupai lempengan emas persegi dengan kadar 22 karat (95%) atau 24 karat (99%). Emas dalam bentuk perhiasan kurang tepat dijadikan sarana investasi karena ada biaya pembuatan, tetapi dapat dijadikan aset yang nilainya terus meningkat setiap waktu terutama bagi para wanita. Perkembangan usaha perdagangan emas yang menjanjikan membuat pemilik modal memilih kegiatan ini sebagai satu bentuk usaha yang dilakukan baik secara sendiri maupun bersama-sama. Menjamurnya toko-toko emas di kota Surakarta menandakan bahwa peluang usaha ini memberikan keuntungan yang sangat besar bagi pelaku usaha, selain itu dengan banyaknya toko-toko emas yang beroperasi memberikan pilihan bagi konsumen untuk membeli emas. Jual beli emas yang terjadi dalam masyarakat selama ini selalu berdasarkan pada ketentuan perdagangan emas yang mengacu pada harga pasaran, namun konsumen dapat
2
memilih emas dengan kadar tertentu sesuai dengan kondisi keuangan yang dimilikinya. Secara umum dapat diketahui bahwa jual beli emas yang telah disepakati terutama saat konsumen membeli selalu disertai dengan bukti kuitansi pembelian emas yang telah tertera gambar atau model emas yang dibeli dengan berat serta kadar emas tersebut. Perjanjian jual beli emas yang berlangsung antara konsumen dengan pelaku usaha dalam hal ini pemilik toko emas Madina Klodran harus memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak, jika segala persyaratan dalam transaksi penjualan dilakukan dengan baik. Kegiatan jual beli emas yang dilakukan diantara konsumen dan pelaku usaha tidak jarang terjadi diluar kebiasaan. Ada saat tertentu pelaku usaha membeli emas yang di jual oleh konsumen dengan tidak meminta bukti surat emas tersebut, dengan dasar hanya kepercayaan saja. Kenyataan seperti ini sering terjadi di dalam kegiatan perdagangan emas di kota Surakarta. Kadangkala karena keyakinan terhadap konsumen pelaku usaha percaya bahwa emas yang dijual adalah milik konsumen, namun ternyata emas yang dijual tidak jarang merupakan barang hasil tindak kejahatan baik pencurian maupun penjambretan. Kenyataan ini seringkali membuat pelaku usaha harus berurusan dengan pihak yang berwajib, yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pelaku usaha tersebut. Kejadiankejadian seperti ini pernah dialami oleh penulis beserta beberapa pelaku usaha lainnya yang memiliki bidang usaha yang sama sebagai pemilik toko emas Madina Klodran yang beroperasi di kota Surakarta. PERUMUSAN MASALAH 1. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap transaksi jual beli emas bagi konsumen dan penjual di toko emas Madina Klodran di Surakarta ? 2. Apa faktor-faktor yang menyebabkan pemilik toko emas Madina Klodran menerima penjualan emas tanpa surat resmi ? 3. Bagaimana upaya hukum bagi pemilik Toko emas Madina Klodran yang menerima penjualan emas tanpa surat resmi di Kota Surakarta ? TUJUAN PENELITIAN 1.
Memperoleh data, informasi dan kejelasan tentang perlindungan hukum bagi pemilik Toko emas Madina Klodran yang menerima penjualan emas tanpa surat resmi di Kota Surakarta.
3
2.
Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan pemilik Toko emas Madina Klodran menerima penjualan emas tanpa surat resmi di Kota Surakarta.
3.
Mengkaji upaya hukum bagi pemilik Toko emas Madina Klodran yang menerima penjualan emas tanpa surat resmi di Kota Surakarta.
METODE PENELITIAN Penelitian ini yang hendak mengkaji masalah perlindungan hukum terhadap pelaku usaha toko emas Madina Klodran maupun konsumen toko emas dalam hal jual beli emas tanpa surat resmi ini, dilakukan di toko emas Madina Klodran Surakarta sebagai tempat usaha jual beli emas yang melayani jual beli emas perhiasan atau batangan dari konsumen sebagai pelanggan atau konsumen bebas. Penelitian ini hendak mengkaji masalah yang berhubungan dengan perlindungan hukum terhadap pelaku usaha toko emas Madina Klodran Surakarta dalam jual beli emas tanpa surat resmi ini spesifikasi penelitian ini yuridis normatif. Dikatakan yuridis, karena penelitian ini hendak mengungkap aspek yuridis dari Perlindungan hukum terhadap pelaku usaha toko emas Madina Klodran maupun konsumen toko emas dalam hal jual beli emas tanpa surat resmi dan permasalahannya. Penelitian ini dikatakan normatif, karena orientasi pengkajiannya juga melihat mempertimbangkan ketentuan hokum dalam perjanjian jual beli emas pada kenyataan-kenyataan yang ada dari obyek penelitian. Analisis data merupakan bagian menentukan dalam metode ilmiah karena dengan analisis data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Unit analisis dalam penelitian ini adalah kasus-kasus mengenai perlindungan hukum terhadap pelaku usaha toko emas Madina Klodran dalam jual beli emas tanpa surat resmi. Model analisis ini, ada tiga komponen yaitu Reduksi Data, Sajian Data dan Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Perlindungan Hukum Terhadap Transaksi Perdagangan Emas Bagi Konsumen Dan Penjual di Toko mas Madina Klodran Dalam kehidupan sehari-hari perjanjian tidak dapat dilepaskan dari kehidupan kita. Dalam hal jual beli, dalam hal sewa-menyewa dalam hal penyelesaian sengketa, namum tidak setiap perjanjian dibuat berdasarkan itikad baik dalam prakteknya. Bisa dilihat pada banyaknya perkara wanprestasi atau tidak tepat janji bahkan bukan hanya
4
keterlambatan pemenuhan utang tetapi bisa terjadi gagal dalam hal pemenuhan hal jual prestasi. Misalnya dalam hal jual beli emas yang diperjanjikan diketahui beberapa lama emas itu ternyata bukan milik penjual yang kemudian meminta emas itu dikembalikan kepada pemiliknya yang sesungguhnya. Ternyata diketahui bahwa benar orang yang mengaku pemilik emas tersebut bisa membuktikan bahwa emas tersebut ternyata miliknya dan dia menyatakan bahwa tidak pernah berniat menjual emas tersebut. Diatas membuktikan sebuah perjanjian perlu dilakukannya sebuah itikad baik dari masing-masing pihak. Dalam transaksi perdagangan, tidak terkecuali dalam transaksi perdagangan emas ini maka pembeli dalam hal ini konsumen atau pemilik took emas wajib meneliti berkaitan dengan objek yang diperjanjikan. Di sisi lain, penjual memiliki kewajiban untuk menjelaskan semua informasi yang dia ketahui penting bagi pembeli. Asas itikad baik merupakan salah satu asas yang dikenal dalam hukum perjanjian. Ketentuan tentang itikad baik ini diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Sementara itu, Arrest H.R. di Negeri Belanda memberikan peranan tertinggi terhadap itikad baik dalam tahap praperjanjian bahkan kesesatan ditempatkan di bawah asas itikad baik, bukan lagi pada teori kehendak. Begitu pentingnya itikad baik tersebut sehingga dalam perundinganperundingan atau perjanjian antara para pihak, kedua belah pihak akan berhadapan dalam suatu hubungan hukum khusus yang dikuasai oleh itikad baik dan hubungan khusus ini membawa akibat lebih lanjut bahwa kedua belah pihak itu harus bertindak dengan mengingat kepentingan-kepentingan yang wajar dari pihak lain. Bagi masing-masing calon pihak dalam perjanjian terdapat suatu kewajiban untuk mengadakan penyelidikan dalam batas-batas yang wajar terhadap pihak lawan sebelum menandatangani kontrak atau masing-masing pihak harus menaruh perhatian yang cukup dalam menutup kontrak yang berkaitan dengan itikad baik. Berkenaan dengan kesepakatan, kesepakatan yang terjadi tergolong cacat kehendak atau cacat kesepakatan karena mengandung kekhilafan di mana terjadi jika salah satu pihak keliru tentang apa yang diperjanjikan, namun pihak lain membiarkan pihak tersebut dalam keadaan keliru. Dan bisa juga dikategorikan sebagai Penipuan karena terjadi jika salah
5
satu pihak secara aktif mempengaruhi pihak lain sehingga pihak lain sehingga pihak yang dipengaruhi menyerahkan sesuatu atau melepaskan sesuatu. Dalam hal tersebut barang yang dijual kepada pembeli dari penjual bukanlah barang miliknya sendiri dan tanpa ada perjanjian dengan pihak pemilik sesungguhnya dan mengaku sebagai pemilik sehingga patut diduga ada kekhilafan atau kesesatan. Sedangkan dilihat dari sudut pandang tindakannya di mana penjual mengaku barang tersebut merupakan milik penjual yang kemudian menjualnya pada pihak pembeli maka terjadi penipuan. Secara jelas hal tersebut yaitu kesesatan atau kekhilafan merupakan penyebab cacat kehendak yang terdapat dalam KUH Perdata Pasal 1321 dan 1449 KUH Perdata yang masing-masing menentukan sebagai berikut. Pasal 1321 KUH Perdata:
”Tiada kesepakatan yang sah apabila sepakat itu diberikan karena
kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan”. Pasal 1449 KUH Perdata: “Perikatan yang dibuat dengan paksaan, kekhilafan atau penipuan, menerbitkan suatu tuntutan untuk membatalkannya”. Setiap pihak yang membuat dan melaksanakan perjanjian harus melandasinya dengan itikad baik. Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata menyatakan bahwa semua perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Artinya, dalam pembuatan dan pelaksanaan perjanjian harus mengindahkan substansi perjanjian/kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak. Jika kemudian ditemukan adanya itikad tidak baik dari salah satu pihak yang membuat perjanjian, baik dalam pembuatan maupun dalam pelaksanaan perjanjian maka pihak yang beritikad baik akan mendapat perlindungan hukum. Berdasarkan hasil quisioner yang disebarkan kepada 15 orang responden dapat diketahui bahwa seluruh responden menyatakan bahwa mereka selalu berusaha untuk mematuhi segala persyaratan yang telah ditetapkan dalam transaksi perdagangan emas baik itu tentang ketentuan harga maupun ketentuan tentang hilangnya harga upah dan lain-lain saat transaksi berlangsung. Dalam hal pembeli beritikad baik maka dalam perlindungannya KUH Perdata dalam pasal 1491 memberikan perlindungan berupa penanggungan pasal tersebut menyebutkan: “Penanggungan yang menjadi kewajiban penjual terhadap pembeli, adalah untuk menjamin dua hal, yaitu: pertama, penguasaan barang yang dijual itu secara aman dan tenteram; kedua, terhadap adanya cacat-cacat barang tersebut yang
6
tersembunyi, atau yang sedemikian rupa hingga menerbitkan alasan untuk pembatalan pembeliannya.” Kemudian terhadap pembeli yang beritikad baik atau karena salah satu pihak tidak memenuhi prestasi dalam perjanjian jual-beli maka bisa mendapatkan ganti kerugian sesuai ketentuan Pasal 1267 KUH Perdata: “Pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak yang lain untuk memenuhi persetujuan, ataukah ia akan menuntut pembatalan persetujuan, disertai penggantian biaya, kerugian dan bunga.” Berdasarkan angket atau quisioner yang disebarkan kepada responden dapat diketahui bahwa responden secara keseluruhan tidak pernah menjual atau membeli barang-barang yang bermasalah dalam hal objek emas yang dijual merupakan barang yang memang layak untuk dibeli dan dipakai oleh responden. Namun tidak tertutup kemungkinan pemilik toko emas membeli emas dari masyarakat yang merupakan barang yang bukan milik pribadi orang yang menjual melainkan barang hasil tindak kejahatan. Kasus ini dilihat dari objeknya maka juga terjadi kesesatan (kekeliruan) di mana salah satu atau para pihak mempunyai gambaran yang keliru atas objek. Dikarenakan objek yang dijual oleh penjual sebenarnya bukanlah objek milik penjual sehingga terbentuk gambaran yang keliru mengenai kepemilikan objek jual beli. Di sini memang ada kesepakatan, si sini memang lahir suatu perjanjian dan perjanjian itu justru lahir karena ada yang sesat. Sehubungan dengan Pasal 1320, di mana ditentukan, bahwa untuk sahnya suatu perjanjian harus ada kata sepakat dan ini berkaitan dengan masalah “kehendak” dan “pernyataan kehendak” maka dalam peristiwa kesesatan, memang ada kehendak dan ada pernyataan yang didasarkan atas dan karenanya sama dengan kehendaknya. Dalam hal ada kesesatan/kekeliruan, maka ada kehendak dan pernyataan yang sama dengan kehendak. Seandainya yang bersangkutan tak tersesat/keliru, pasti tak muncul keinginan/kehendak untuk menutup perjanjian yang bersangkutan dan karenanya tidak ada pernyataan kehendak seperti itu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti baik secara langsung maupun tidak langsung dapat diketahui bahwa praktek perdagangan emas yang terjadi atau yang dilakukan di kota Surakarta secara umum masih belum memberikan
7
perlindungan hukum baik terhadap pelaku usaha atau pemilik took emas maupun kepada konsumen. Hal ini dapat terlihat seringnya konsumen merasa dirugikan akibat praktek penjualan emas yang secara khusus tidak diketahui konsumen sebenarnya harga yang ditetapkan oleh pemilik toko emas dan terhadap mutu serta kualitas emas itu sendiri mana yang baik konsumen tidak dapat mengetahui secara langsung hanya melalui penjelasan si pemilik toko emas. Masalah perlindungan hukum adalah faktor penentu di mana pelaksanaan perlindungan konsumen perlu dijamin dengan peraturan-peraturan perundangundangan yang mengatur kepentingan konsumen perlu secara tegas menyatakan “Bagaimana perlindungan anak dilaksanakan secara konkret dan apa akibat jika tidak ada perlindungan terhadap konsumen. Untuk itu perlu dibuat undang-undang yang mengatur secara tegas tentang perlindungan konsumen dan diikuti dengan penyuluhan yang meratakan dan memberi kejelasan mengenai hak dan kewajiban pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan perlindungan konsumen. Adanya peraturan bagi pelaku usaha untuk mencantumkan label emas yang dijual, mengenai beratnya dan kualitasnya serta dimensi kadar emasnya yang peruntukannya bagi konsumen. Meskipun para konsumen tidak memperhatikan label produk tersebut. Pelaku usaha cenderung mengabaikan peraturan pemerintah, karena pemasangan label tidak mempengaruhi hasil penjualan. Kesadaran konsumen untuk memakai emas yang sesuai dengan labelnya benarbenar dibutuhkan, diperlukan pengetahuan dan pengalaman, namun dukungan dari pihak pemerintah atau lembaga masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen untuk menciptakan kejujuran terhadap kualitas emas yang diperjualbelikan yang benar dan tepat. Dilain fihak, pelaku usaha took emas perlu dipaksa untuk mematuhi peraturan yang memberikan perlindungan terhadap hak-hak konsumen dan kebenaran kualitas emas yang dijualnya demi kepentingan terbaik bagi konsumen untuk tidak merasa dirugikan ketika menjual kembali emas tersebut. Hak-hak atas keselamatan, keamanan dan informasi yang benar menjadi indikator kegiatan pemasaran emas yang dijualbelikan, sehingga dapat memberi jaminan mutu produk emas yang dijual. Jadi norma hukum harus mampu mewujudkan kepentingan sosial dengan kepastian hukum.
8
B. Faktor-faktor yang menyebabkan pemilik Toko emas Madina Klodran menerima penjualan emas tanpa surat resmi Transaksi yang dilakukan oleh para pihak dalam perdagangan emas, memang mengandung resiko yang harus selalu diwaspadai oleh masing-masing pihak, tidak saja pembeli tetapi juga penjual ataupun sebaliknya. Sebagaimana yang pernah dialami oleh peneliti selaku pedagang emas bahwa pernah terjadi kasus pembelian emas yang dilakukan oleh pemilik toko mas dari konsumen menimbulkan permasalahan, dikarenakan emas yang dijual tidak memiliki surat resmi yang mungkin saja merupakan hasil dari tindak kejahatan yang dilakukan oleh si konsumen. Sebagaimana yang diketahui oleh peneliti bahwa berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa pemilik toko emas yang ada di kota Surakarta di peroleh informasi bahwa pernah terjadi kasus pembelian emas dari masyarakat oleh pemilik toko emas yang tidak dilengkapi dengan surat resmi, ternyata merupakan barang hasil kejahatan. Tentu saja hal ini sangat merugikan pihak pemilik toko emas. Selain dirugikan secara materiil juga secara moril dikarenakan harus berhadapan dengan pihak yang bewajib untuk menjelaskan segala sesuatu tentang barang yang telah berada di tangan pemilik toko emas. Secara teori yang diketahui oleh penulis bahwa pada Pasal 480 ayat (1) KUHP yang menyebutkan bahwa: “Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah: “barang siapa membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima hadiah, atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan penadahan;” R. Soesilo (1987: 147) dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal mengatakan bahwa perbuatan penadahan sebagaimana terdapat dalam Pasal 480 ayat (1) KUHP, dibagi atas dua bagian, yaitu: 1. Membeli, menyewa dan sebagainya (tidak perlu dengan maksud hendak mendapat untung) barang yang diketahuinya atau patut dapat disangkanya diperoleh karena kejahatan; misalnya A membeli sebuah cincin emas dari B yang diketahuinya
9
bahwa barang itu berasal dari curian. Di sini tidak perlu dibuktikan, bahwa A dengan membeli cincin itu hendak mencari untung. 2. Menjual, menukarkan, menggadaikan dan sebagainya, dengan maksud hendak mendapat untung dari barang yang diketahuinya atau patut disangkanya diperoleh karena kejahatan; misalnya A yang mengetahui bahwa cincin emas berasal dari curian, disuruh oleh B (pemegang cincin emas itu) menjual cincin emas itu ke toko emas dengan menerima upah. Berdasarkan wawancara dengan Parsinah diperoleh informasi bahwa faktor yang menjadi penyebab dilakukannya pembelian emas tanpa surat resmi dari masyarakat adalah dikarenakan pemilik toko emas tidak merasa curiga emas tersebut merupakan hasil kejahatan dan menganggap bahwa tidak adanya surat resmi tentang barang tersebut dikarenakan hilangnya surat tersebut. Selain itu karena menganggap barang emas yang dijual itu juga memiliki nilai dan kualitas yang baik dan harga atas barang yang tidak memiliki surat resmi dapat dibeli dengan harga lebih murah jika dibandingkan dengan barang yang memiliki surat secara resmi. Wawancara dengan Pemilik toko emas tanggal 23 Desember 2014 menyatakan bahwa pemilik took telah curiga atas keabsahan barang tersebut, namun pemilik took yakin bahwa jika ternyata pemilik toko emas tetap membeli emas yang merupakan hasil kejahatan dapat dituntut dengan Pasal 480 ayat (1) KUHP jika pada saat membeli pemilik toko emas telah dapat menduga bahwa emas tersebut adalah hasil kejahatan. Akan tetapi, jika misalnya pemilik toko emas membeli emas tersebut dengan harga pasar dan si penjual menunjukkan bukti kepemilikan yang cukup meyakinkan pemilik toko emas sebagai pembeli, sehingga pemilik toko emas tidak dapat menyangka bahwa barang tersebut diperoleh dari tindak pidana. Dengan tidak terpenuhinya unsur-unsur Pasal 480 ayat (1) KUHP maka pemilik toko emas tidak dapat dituntut atas tindak pidana penadahan (tidak terpenuhinya unsur mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa barang tersebut dari kejahatan). Namun, sesuai ketentuan Pasal 8 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, setiap orang wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa orang tersebut bersalah. Sebagai informasi, secara perdata, berdasarkan Pasal 1977 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa, pemilik asli dari barang
10
tersebut dapat meminta pemilik toko emas untuk mengembalikan barangnya (dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak pencurian tersebut). Pasal 1977 ayat (2) KUHPerdata menyebutkan: “Walaupun demikian, barangsiapa kehilangan atau kecurian suatu barang, dalam jangka waktu tiga tahun, terhitung sejak hari barang itu hilang atau dicuri itu dikembalikan pemegangnya, tanpa mengurangi hak orang yang disebut terakhir ini untuk minta ganti rugi kepada orang yang menyerahkan barang itu kepadanya, pula tanpa mengurangi ketentuan Pasal 582.” Sedangkan, pemilik toko emas sendiri dapat meminta ganti rugi (atas kerugian yang diderita karena harus menyerahkan barang kepada pemilik asli) kepada orang yang menjual barang tersebut kepada pemilik toko emas berdasarkan kebatalan jual beli akibat yang menjual bukanlah orang yang berhak (dengan syarat pemilik toko emas tidak mengetahui bahwa penjual bukanlah pemilik barang tersebut) (Pasal 1471 KUHPer dan Pasa 1977 ayat (2) KUHPerdata).
C. Upaya hukum bagi pemilik Toko Emas Madina Klodran yang menerima penjualan emas tanpa surat resmi. Tindakan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang merugikan baik itu oleh pelaku usaha maupun konsumen dapat mengganggu pembangunan perekonomian secara umum. Berbagai upaya dapat dilakukan oleh salah satu pihak jika mengalami kerugian. Secara teoritis upaya yang dapat dilakukan oleh pihak yang merasa dirugikan hak-haknya sebagai akibat wanprestasi atau perbuatan melawan hokum dapat dilakukan melalui: 1. Melakukan upaya perlindungan hukum melalui jalur pengadilan (litigasi) Upaya yustisial atau litigasi adalah upaya yang dapat dilakukan untuk memperoleh ganti rugi melalui jalur hukum dengan mengajukan gugatan ke pengadilan. Hal ini berkaitan dengan asas bahwa “setiap orang yang merasa mempunyai hak dan ingin menuntutnya atau ingin mempertahankan atau membelanya berwenang untuk bertindak selaku pihak, baik selaku penggugat maupun selaku tergugat (legitima persona standi in judicio)” 2. Melakukan upaya hukum dengan cara musyawarah atau negosiasi, atau melalui penyelesaian sengketa alternatif (Alternatif Dispute Resolution) Dibanding upaya
11
hukum melalui pengadilan yang memakan waktu yang lama serta akan menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Penyelesaian diluar pengadilan lebih sering dilakukan oleh pelaku usaha. Ada beberapa penyebab yang menyebabkan lebih dipilihnya penyelesaian melalui Lembaga Penyelesaian Sengketa Alternatif dalam dunia bisnis, yaitu: 1. Murah, transaksi yang dilakukan oleh para pihak tujuannya tidak lain adalah memperoleh uang (investasi), sehingga dalam penentuan cara penyelesaian sengketa pun faktor ekonomi dalam hal ini murahnya biaya yang dikeluarkan, menjadi bahan pertimbangan yang utama. 2. Cepat, dibandingkan dengan penyelesaian melalui jalur pengadilan (litigasi) tentunya penyelesaian Sengketa Alternatif lebih cepat dan tidak bertele-tele. 3. Dalam dunia bisnis, hubungan baik (good relationship) di antara para pihak merupakan hal yang paling utama sekaligus pondasi (dasar) bagi berkembangnya suatu hubungan kerjasama. Begitu pula halnya dalam penyelesaian sengketa, sedapat mungkin diselesaikan melalui cara-cara yang dapat menjaga hubungan antara para pihak agar tetap harmonis. 4. Kerahasiaan (confidentiality) bagi siapapun, terlebih bagi pihak-pihak yang bergerak dalam aktivitas bisnis, merupakan hal yang sangat vital. 5. Penyelesaian sengketa melalui lembaga Penyelesaian Sengketa Alternatif dilakukan oleh para ahli (expert) di bidangnya, sehingga hal ini berdampak pada kualitas putusan. 6. Tidak berpihak (impartiality), untuk memperoleh suatu proses penyelesaian sengketa yang menjunjung tinggi prinsip fairrness, maka dalam setiap bentuk penyelesaian sengketa baik melalui lembaga pengadilan (litigasi) maupun lembaga diluar pengadilan (non-litigasi), diperlukan adanya jaminan bahwa pihak ketiga yang akan memutus atau menengahi sengketa adalah mereka yang berkedudukan bebas dan tidak berpihak pada pihak manapun. Berdasarkan simpulan hasil wawancara dengan nara sumber dan pemilik toko emas Madina Klodran Surakarta diperoleh informasi bahwa konsumen yang mengalami kerugian dari transaksi perdagangan emas secara keseluruhan menyatakan bahwa penyelesaian yang dilakukan atas kerugian yang terjadi dilakukan dengan
12
mengajukan klaim kepada pemilik toko emas jika ternyata emas yang dibeli mengalami perubahan warna yang sangat tidak sesuai seperti yang diharapkan oleh konsumen. Penyelesaian biasanya dilakukan dengan cara negosiasi antara pemilik toko emas dengan konsumen yang memungkinkan untuk diberikannya penggantian kembali emas yang telah dibeli oleh konsumen. Pada dasarnya permasalahan diselesaikan dengan cara musyawarah untuk mufakat. Terhadap pembelian barang yang dilakukan oleh pemilik toko emas, berdasarkan hasil wawancara bahwa pemilik toko emas harus menjelaskan kepada pihak yang berwajib tentang proses pembelian emas tersebut, sehingga dapat dibuktikan bahwa pembeli tidak mengetahui bahwa barang yang dibeli hasil kejahatan. Namun jika ternyata dapat dibuktikan sebaliknya bahwa pemilik toko emas mengetahui bahwa barang yang dijual adalah hasil kejahatan namun tetap dibeli maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini pemilik barang yang sah harus menunggu proses peradilan berlangsung untuk dapat memiliki kembali barang-barang yang telah diambil oleh pelaku, setelah proses berlangsung dan selesai barulah barang dikembalikan dengan menunjukkan bukti-bukti kepemilikan. KESIMPULAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Perlindungan hukum terhadap transaksi jual beli emas bagi konsumen dan penjual di toko emas Madina Klodran di Surakarta, belum terlihat secara nyata, hal ini dapat terlihat bahwa masih banyak konsumen pembeli emas maupun pemilik toko emas yang terkadang mengalami kekecewaan atas pembelian emas kembali dari konsumen, karena masalah harga dibawah standard an lainnya terutama kurang kejelasan dalam perjanjian jual beli emas. Kurangnya informasi tentang produk emas yang ditawarkan kepada konsumen menjadi alasan perjanjian jual beli itu tidak berlaku. (2) Faktor yang menjadi penyebab dilakukannya pembelian emas tanpa surat resmi dari masyarakat adalah dikarenakan pemilik toko emas tidak merasa curiga emas tersebut merupakan hasil kejahatan dan menganggap bahwa tidak adanya surat resmi tentang barang tersebut dikarenakan hilangnya surat tersebut. Selain itu karena menganggap barang emas yang dijual itu juga memiliki nilai dan kualitas yang baik dan harga atas barang yang tidak memiliki surat resmi dapat dibeli dengan harga lebih murah jika dibandingkan dengan barang yang memiliki surat secara resmi. (3) Upaya yang
13
dilakukan oleh pihak-pihak yang mengalami kerugian dalam transaksi perdagangan emas lebih kepada jalan musyawarah atau melalui negosiasi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terkecuali terhadap barang yang merupakan hasil tindak kejahatan, biasanya proses untuk mendapatkan kembali barang emas tersebut oleh pemilik barang yang sebenarnya harus melalui proses pengadilan terlebih dahulu. DAFTAR PUSTAKA Abdulkadir Muhammad, 1990, Hukum Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Abdul Halim Barkatullah, 2010, Hak-Hak Konsumen, Nusamedia, Bandung Black’s Law Dictionary, 2000, Bryan A. Garner Editor In Chief, West Group, Minn, Amerika Handri Rahardjo, 2009, Hukum Perjanjian Di Indonesia, Pustaka Yustisia, Jakarta Heribertus Sutopo. 2002. Penelitian Kualitatif, Dasar-dasar Teoritis dan Praktek. Surakarta : Pusat Penelitian UNS. Janus Sidabalok, 2010, Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung Moleong, Lexy. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT.Remaja osdakarya. Bandung. Ronny Hanitidjo Soemitro, 1993, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta R. Subekti, 2008, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta Shidarta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Grasindo, Jakarta. Shofie, Yusuf-, 2000, Perlindungan Konsumen dan Instrumen Hukumnya, PT.Citra Aditya Bakti, Jakarta. Syawali, Husni-, dan Neni Sri I, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, CV. Mandar Maju, Bandung. Sudikno Mertokusumo, 1998, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta Soerjono Soekanto, 1986. Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta.
14
Widjaja,Gunawan, 2006, Seri Hukum Bisnis, Memahami Prinsip Keterbukaan (Aanvullend Recht) dalam Hukum Perdata, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Peraturan Perundang-Undangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijik Wetbock), 2007, Diterjemahkan oleh R.Subekti dan R.Tjitrosudibio, Cet. Ke-38 PT. Intermasa, Jakarta Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
15