Perlindungan Hukum Bagi Pemain Sepakbola Atas Permasalahan Perjanjian Kerja Dengan Klub Sepakbola Profesional
Luthfi Putra Firdandhi, Abdul Salam, Togi Pangaribuan
Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia
Email:
[email protected]
Abstrak
Penelitian dilakukan untuk mengetahui status hukum pemain sepakbola di Indonesia, bentuk pengaturan apa yang mengatur pemain sepakbola, dan perlindungan hukum macam apa yang berhak diterima pemain sepakbola disaat pemain terkena masalah dalam perjanjian kerjanya.Penelitian dilakukan dengan metode yuridis normatif, yaitu dengan memperhatikan status hukum pemain sepakbola, pengaturan yang mengatur pemain sepakbola, dan perlindungan macam apa yang berhak diterima berdasarkan peraturan peraturan yang berlaku di dalam dunia olahraga sepakbola, peraturan FIFA, PSSI,dan juga peraturan Liga. Dilakukan juga analisis terhadap UU Ketenagakerjaan dan UU Sistem Keolahragaan Nasional. Hasil Penelitian ini menunjukan bahwa status hukum pemain sepakbola tidaklah termasuk dalam buruh, namun seorang pemain sepakbola. Bentuk pengaturan yang mengatur pemain sepakbola adalah Lex Sportiva, dan pemain sepakbola berhak mendapatkan perlindungan hukum dari PSSI dan penyelenggara liga berdasarkan peraturan yang ada. Dibutuhkan juga NDRC sebagai lembaga penyelesaian sengketa yang efektif di Indonesia. Kata kunci : Perjanjian Kerja, Sepakbola, Perlindungan Hukum
Legal Protection For Football Player On The Employment Agreement With Professional Football Club
Abstract
Perlindungan Hukum..., Luthfi Putra Firdandhi, FH UI, 2014
This research is conducted to further obtain the legal status of football players in Indonesia, form of regulation regulate football players, and kind of legal protection deserved by football players when having issues with their employment agreement. This research is conducted with normative juridical method, which is a method that concerns with legal status of football players, regulation regarding football players, and legal protections deserved by football players according to the prevailing laws and regulations of sports world of football such as FIFA regulation, PSSI regulation, as well as rules of League. Further analysis of Labor Law and National Sports System Law is also conducted in order to achieve comprehensive understanding of this research. The result of this research indicates that legal status of football players are not categorized as labor, but as a football player (professional). The form of regulation that regulate football player is Lex Sportiva. Furthermore, football players deserve a legal protection from PSSI and League Organizer in accordance with the prevailing law and regulation. The existence of National Dispute Resolution Center (NDRC) as an effective dispute resolution institution is also necessarily required. Keyword: Creation ; Doctrine; Logo; Theory
Pendahuluan
Pemain sepakbola dan klub sepakbola mempunyai hubungan kerja yang didasari oleh perjanjian kerja. Perjanjian tersebut dibuat dan disepakati oleh kedua belah pihak. Terkadang terdapat masalah-masalah yang timbul yang didasari oleh perjanjian kerja tersebut. Masalah yang terjadi terkadang juga timbul karena murni keteledoran pemain dan klub ataupun kesalahan yang dibuat pihak-pihak yang terlibat dalam industri sepakbola. Salah satu kasus yang terlihat jelas adalah tidak dibayarnya gaji pemain sepakbola yang seharusnya diterima. Kasus ini sangat marak di Indonesia dan tidak sedikit jumlah pemain sepakbola yang mengalaminya. Bahkan dalam beberapa kasus, tidak dibayarnya gaji pemain menjadi suatu hal yang sangat memprihatinkan untuk pemain itu sendiri. Contohnya Diego Mendieta, salah satu pemain yang gajinya tidak dibayarkan oleh klubnya, sakit parah dan ingin pulang kembali ke negaranya. Namun karena tidak mempunyai uang, akhirnya dia tidak bisa berobat kedokter dan kembali kenegaranya hingga dia meninggal karena sakit. Seringnya terjadi kasus dalam perjanjian kerja pada sepakbola, khususnya permasalahan wanprestasi pembayaran upah pekerja/buruh. Hal ini membuat penulis ingin meneliti lebih lanjut mengenai
Perlindungan Hukum..., Luthfi Putra Firdandhi, FH UI, 2014
perlindungan hukum bagi pemain sepak bola atas permasalahan perjanjian kerja dengan klub sepakbola professional. Dalam penelitian ini, terdapat tiga pokok permasalahan, yang pertama adalah "Apakah status hukum pemain sepak bola dapat dikategorikan sebagai buruh dalam hubungan perburuhan?", yang kedua adalah " Apakah bentuk pengaturan yang mengatur pemain sepakbola profesional. Termasuk dalam rezim pengaturan Undang Undang Ketenagakerjaan atau tidak?", dan yang terakhir adalah " Bagaimanakah perlindungan hukum bagi pemain sepak bola professional jika terjadi masalah dalam perjanjian kerjanya menurut peraturan yang berlaku?". Penelitian ini berbentuk yuridis normatif yang dimana penelitian ini akan menjelaskan dan menganalisis peraturan dan peraturan perundang-undangan yang ada untuk melihat status hukum pemain sepakbola, bentuk pengaturan yang mengatur pemain sepakbola, perjanjian kerja antara pemain sepakbola professional dan klub sepakbola professional, dan bagaimana perlindungan hukum bagi pemain sepak bola professional. Tipologi penelitian ini adalah penelitian analitis deskriptif. Penelitian analitis deskriptif adalah penelitian yang menggambarkan, menjelaskan, suatu gejala atau keadaan secara teliti dan menganalisis keadaan tersebut1. Sumber data yang menjadi penelitian ini adalah berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia saat ini. Sumber data yang dimaksud adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang tidak diperoleh langsung dari lapangan, seperti peraturan perundang undangan, dokumen dokumen penting, buku, hasil penelitian dan seterusnya. Data sekunder yang penulis gunakan dalam tulisan ini adalah buku buku, peraturan perundang undangan, dan jurnal jurnal ilmiah. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara kualitatif, yaitu penelitian dengan pemahaman yang mendalam dan tuntas dan lebih ditujukan kepada proses terhadap suatu peristiwa2.Penelitian ini diharapkan untuk mempunyai kegunaan teoritis dan praktis. Kegunaan teoritis yang dimaksud adalah untuk mengetahui lebih lanjut mengenai Hal. 10.
1
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia (UI Press, 2008),
2
Ibid. hal. 249-250.
Perlindungan Hukum..., Luthfi Putra Firdandhi, FH UI, 2014
status hukum pemain sepakbola, bentuk pengaturan yang mengatur pemain sepakbola, perjanjian kerja antara pemain sepakbola professional dan klub sepakbola professional, bagaimana perlindungan hukum bagi pemain sepak bola professional tersebut. Mengenai kegunaan praktisnya, yang diharapkan adalah dapat menjadi ilmu pengetahuan baru yang bisa dibaca oleh masyarakat dan mungkin para pemain sepak bola professional agar bisa lebih berhati hati dalam melakukan perjanjian kerja. Mengenai pengertian Perjanjian itu sendiri, disebutkan di pasal 1313 BW bahwa “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap 1 (satu) orang lain atau lebih”. Namun, pengertian yang ada didalam pasal 1313 Burgerlijk Wetboek (BW) ini menurut Setiawan tidak lengkap dan sangat luas. Disebut tidak lengkap karena hanya menyebutkan persetujuan sepihak saja, sangat luas karena dengan digunakannya perkataan “perbuatan”. Tercakup juga perwakilan sukarela dan perbuatan melawan hukum.3 Suatu perjanjian baru dapat dikatakan sebagai perjanjian yang sah dan mengikat secara hukum bagai para pembuatnya adalah pada saat perjanjian tersebut telah memenuhi persyaratan yang ada didalam pasal 1320 BW. Ada 4 syarat didalam pasal tersebut, syarat syaratnya adalah Sepakat untuk mengikatkan dirinya sendiri,Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, Suatu hal tertentu, Suatu sebab yang halal. Perjanjian kerja awalnya diatur dalam Bab 7 A Buku III BW serta dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : PER-02/MEN/1993 tentang Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu yang kini sudah tidak berlaku lagi dengan adanya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang didalamnya diatur tentang Perjanjian Kerja. Perjanjian kerja masuk ke dalam KUH Perdata dengan Stb. 1926 No. 335 yang mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1927. Dalam Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dalam Pasal 1 angka 15 disebutkan bahwa perjanjian kerja yang menimbulkan hubungan kerja mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Dengan demikian agar dapat disebut perjanjian kerja harus dapat dipenuhi unsur-unsur tersebut. Terdapat beberapa jenis perjanjian kerja menurut peraturan yang berlaku yaitu Perjanjian 3
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas ProporsionalitasDalam Kontrak Komersial,(Jakarta: Kencana,2010), Hal. 16.
Perlindungan Hukum..., Luthfi Putra Firdandhi, FH UI, 2014
Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) dan Perjanjian Kerja Harian Lepas. Perjanjian kerja waktu tertentu atau yang lazim disebut dengan Kesepakatan Kerja tertentu pengertiannya tertulis pada pasal 1 huruf a Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05/MEN/1986 yang isinya "Kesepakatan Kerja Tertentu adalah kesepakatan kerja antara pekerja dan pengusaha, yang diadakan untuk waktu tertentu atau pekerjaan tertentu.4". Perjanjian kerja tertentu diadakan karena jenis dan sifat pekerjaannya yang menjadi obyek perjanjian tersebut mengharuskan demikian. Contohnya suatu pembangunan gedung, pengusaha akan membuat perjanjian kerja tertentu karena memang pekerjaan yang menjadi obyek perjanjian tersebut menurut sifat dan jenisnya dalam waktu tertentu akan habis.5 Menurut pasal 1 angka 2 Kepmenakertrans nomor 100/men/VI/2004, Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap. Perjanjian kerja waktu tidak tertentu dapat mempersyaratkan masa percobaan selama tiga bulan. Selama masa percobaan tersebut pengusaha dilarang membayarkan upah minimum yang berlaku.6 Perjanjian kerja waktu tidak tertentu tidak mempunyai jangka waktu tertentu, artinya berlangsung selama atau sampai para pihak mengakhirinya dengan alasan-alasan tertentu. Perjanjian Kerja Harian Lepas adalah suatu perjanjian dimana didalamnya berisikan mengenai pekerjaan pekerjaan tertentu yang berubah rubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran.7 Perjanjian kerja harian lepas harus memenuhi ketentuan bahwa pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 hari dalam 1 (bulan). Sebagaimana tercantum pada pasal 10 ayat 2 dan ayat 3 KEP.100/MEN/VI/2004 mengenai pekerja/buruh yang bekerja selama 21 (dua puluh satu) hari atau lebih selama 3 (tiga) bulan berturut turut atau lebih, maka perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
4
Indonesia, Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05/MEN/1986, Ps. 1 huruf a. Djumadi, Op. Cit., hal.62. 6 Indonesia, Undang-Undang Ketenagakerjaan, UU No.13 Tahun 2003, LN No:39 Tahun 2003, TLN. No.4279. Ps. 60. 7 Indonesia, Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kepmen.100/MEN/VI /04, Ps. 9. 5
Perlindungan Hukum..., Luthfi Putra Firdandhi, FH UI, 2014
Lex Sportiva adalah sebuah istilah baru yang menjadi perdebatan di kalangan akademisi, bahkan di Indonesia, Lex Sportiva masih sangat baru. Lex sportiva sampai saat ini masih terus berkembang seiring dengan pertumbuhan olahraga itu sendiri. Lex Sportiva dipahami sebagai sebuah sistem hukum yang tidak berada dalam sistem hukum nasional dan juga tidak berada dalam sistem hukum internasional, tetapi memasuki wilayah sistem hukum transnasional.8 Lex Sportiva pada awalnya mulai dibicarakan pada sekitar tahun 2000, dimana Nafzinger berkomentar bahwa putusan putusan arbitrase dari Court of Arbitration for Sport (CAS) sebagai lembaga penyelesaian sengketa di bidang olahraga mempunyai peran yang sangat kuat dalam dunia olahraga. Casini juga mengatakan hal yang serupa dimana putusan CAS yang semakin terkumpul dari waktu ke waktu mempunyai peran kuat untuk membentuk suatu hukum sendiri mengenai olahraga yang pada akhirnya disebut Lex Sportiva. walaupun pada saat itu, para pemikir belum mengetahui secara pasti konsep Lex Sportiva, mereka hanya menyebutkan bahwa putusan putusan CAS ini nantinya bisa berakibat timbulnya sebuah hukum baru.9 Lex Sportiva berasal dari sebuah pandangan bahwa pada dasarnya definisi tentang sistem hukum olahraga yang diusulkan oleh J. Chevallier. Lex Sportiva secara umum dapat dipahami sebagai serangkaian aturan yang mengatur organisasi pertandingan olahraga, mengungkapkan secara khusus bahwa perjanjian-perjanjian olahraga di bidang sepakbola tunduk kepada hukum olahraga transnasional yang sesungguhnya, yang terbentuk dari aturanaturan material yang dibuat untuk mengatur perjanjian-perjanjian para pemain sepakbola, dalam hal ini peraturan FIFA tentang status dan transfer pemain. Nafzinger yang berpandangan tradisional, berpendapat bahwa Lex Sportiva itu sendiri hanya terbatas dari sekumpulan putusan putusan arbitrase CAS.10A.Rigozzi berpendapat bahwa Lex Sportiva adalah serangkaian norma hukum privat yang diambil dari interaksi antara norma-norma hukum olahraga dan prinsip-prinsip umum yang sesuai dengan sistemsistem hukum negara, sebagaimana yang diwujudkan dalam arbitrase olahraga.11 Franck Latty berpendapat bahwa Lex Sportiva adalah hukum transnasional, dia berpendapat bahwa Lex 8
Hinca Panjaitan, Kedaulatan Negara VS Kedaulatan FIFA dalam Kompetisi Sepakbola Profesional Untuk Memajukan Kesejahteraan Umum, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011), hal.135. 9 Robert C.R. Siekmann, "What is Sports Law? Lex Sportiva and Lex Ludica: a Reassessment of Content and Terminology", The International Sports Law Journal, Vol. 3-4, (ISLJ:2011) , Hal.6. 10 Robert C.R. Siekmann, Op. Cit., Hal.8. 11 Hinca Panjaitan, Op. Cit., hal.149-150.
Perlindungan Hukum..., Luthfi Putra Firdandhi, FH UI, 2014
Sportiva adalah hukum yang dibuat oleh Private Parties, tanpa interfensi dari negara, berlaku melewati batas batas negara dan bertujuan untuk mengatur aktifitas dalam komunitas tersebut.12 Maksudnya adalah sistem hukum olahraga adalah suatu sistem hukum yang terpisah dengan sistem hukum lainnya. Hal ini disebabkan karena dalam sistem hukum olahraga ini mengatur sesuatu yang memang berbeda dan tidak bisa disamakan dengan sistem hukum lainnya. Misalnya dalam Sepakbola, ada hukum tersendiri yang mengatur sepakbola itu sendiri mulai dari aspek pertandingan dan juga diluar pertandingan, dimana hukum yang ada didalam sepakbola sangatlah berbeda dengan hukum yang ada di tempat lain dan juga sulit untuk diaplikasikan di tempat lain. Sedangkan menurut Ken Foster, Lex Sportiva bisa disamakan dengan suatu konsep yang bernama "Global Sports Law" yang mirip dengan konsep hukum transnasional yang diperkenalkan oleh Franck Latty.13 Menurut Ken Foster, terdapat empat jenis sumber yang menjadi sumber hukum bagi pembentukan Lex Sportiva, yaitu The Rules of the game, The Ethical Principles of Sports, International Sports Law, dan Global Sports law.14 Hukum sepakbola yang berlaku di bagi menjadi dua yaitu secara Internasional dan Nasional. Secara international, terdapat statuta FIFA dan peraturan peraturan dibawahnya seperti Circular FIFA dan lainnya. Secara nasional, terdapat Statuta PSSI dan peraturanperaturan PSSI yang dibawahnya. Selain statuta PSSI, terdapat Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional yang mengatura olahraga secara keseluruhan, termasuk juga sepakbola di dalamnya. Dari banyaknya peraturan yang ada, tidak akan bisa dihindari akan terjadi singgungan atau bahkan tumpang tindih antar peraturan sepakbola dengan peraturan yang ada di negara Indonesia. Lex Sportiva yang didalamnya tercakup peraturan Infield/Lex Ludica dan Outfield sepakbola, berkuasa dalam ruang lingkup sepakbola saja. Namun selain sepakbola, hukum negara tersebutlah yang mengambil alih. Tabel 1. Titik Singgung Hukum Nasional, Sistem Hukum Internasional, dan Sistem Hukum Transnasional dalam Kompetisi Sepakbola Profesional Kompetisi Sepakbola Profesional
Sistem Hukum Nasional
Sistem Hukum Inter nasional
Sistem Hukum Trans nasional
Tahap Pengelolaan
12
Franck Latty, "Transnational Sports Law", The International Sports Law Journal, Vol. 1-2, (ISLJ:2011), hal. 37. 13 Robert C.R. Siekmann, Op. Cit., Hal.8. 14 Hinca Panjaitan, Op. Cit., hal.158.
Perlindungan Hukum..., Luthfi Putra Firdandhi, FH UI, 2014
/Perencanaan 1.Pembentukan Asosiasi Sepakbola 2.Pembentukan Klub
Berlaku
Tidak Berlaku
Berlaku
Berlaku
Tidak Berlaku
Berlaku
3. Pemain, Pelatih, dan Agen 4. Perizinan
Berlaku
Tidak Berlaku
Berlaku
Berlaku
Tidak Berlaku
Berlaku
5. Stadion
Berlaku
Tidak Berlaku
Berlaku
6. Panitia Pelaksana Pertandingan 7. Perangkat Pertandingan
Tidak Berlaku
Tidak Berlaku
Berlaku
Tidak Berlaku
Tidak Berlaku
Berlaku
Tidak Berlaku
Tidak Berlaku
Berlaku
Berlaku
Tidak Berlaku
Tidak Berlaku
Berlaku
Tidak Berlaku
Tidak Berlaku
Tidak Berlaku
Tidak Berlaku
Berlaku
Tidak Berlaku
Tidak Berlaku
Berlaku
Berlaku
Berlaku
Berlaku /Tidak Berlaku
Tahap Pelaksanaan Pertandingan 1. Di Dalam Lapangan Pertandingan 2. Di Dalam dan Sekitar Stadion 3. Di Luar Stadion dan Di Luar Kota Tahap Penyelesaian Sengketa 1. Tingkah Laku Buruk di Lapangan 2. Sengketa Pemain + Klub + Pelatih 3. Sengketa Bisnis Pihak Ketiga
Terdapat pengecualian dalam hukum pidana dimana hukum pidana Indonesia dapat masuk jika terjadi kekerasan yang berada diluar konteks olahraga, dalam hal ini sepakbola. Dalam jurnalnya, Topo Santoso menjelaskan mengenai Sports Violence and Criminal Prosecution secara lebih dalam. Dalam jurnal ini, disebutkan bahwa tindakan kekerasan dalam olahraga bisa dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu, dikategorikan sebagai sport violence atau bisa dikategorikan sebagai common assault.15 Hukum pidana dapat masuk ketika kekerasan dikategorikan sebagai common assault bukan lagi sport violence. Contohnya adalah kasus perkelahian Nova Zaenal (Persis) dan Bernhard Momdao (Gresik United). Untuk membahas pokok permasalahan pertama, harus dilihat melalui sudut pandang peraturan peraturan yang mengatur sepakbola dan sudut pandang asosiasi pemain sepakbola. Dari sudut pandang peraturan sepakbola, dalam Statuta FIFA dan peraturan FIFA lainnya, pemain sepakbola disebut sebagai player. Sedangkan dalam Stauta PSSI, pemain sepakbola disebut sebagai pemain. Sedangkan dari sudut pandang asosiasi pemain sepakbola, FIFPro
15
Topo Santoso, Op.cit., hal.5
Perlindungan Hukum..., Luthfi Putra Firdandhi, FH UI, 2014
menyebut pemain sepakbola sebagai player, sedangkan APPI menyebut pemain sepakbola dengan Pesepakbola. Jika melihat semua pengertian yang digunakan untuk menyebut pemain sepakbola dari FIFPro dan APPI sebagai perkumpulan pemain, dan semua pengertian dari peraturan yang menyangkut sepakbola seperti Statuta FIFA, Statuta PSSI, dan UU SKN, Maka sudah tepat bahwa status pemain sepakbola disini lebih cocok dikategorikan sebagai seorang Pemain Sepakbola dibandingkan dengan Buruh/Labour. Dalam kasus pemain sepakbola, pemain sepakbola harus mempunyai keahlian khusus (dalam kasus ini, keahlian dalam bermain bola) untuk dapat bisa dipekerjakan oleh klub sepakbola. Bahkan terkadang, kemampuan bermain bola yang biasa saja tidak cukup untuk membuat klub ingin merekrut pemain sepakbola tersebut. Klub pastinya tidak ingin mempekerjakan seorang pemain sepakbola yang kemampuannya biasa saja. Bahkan, untuk bisa dianggap sebagai pemain sepakbola profesional, FIFA mengatur standarisasi pemain untuk dapat dikatakan sebagai pemain sepakbola profesional. Masuk kedalam pokok permasalahan kedua. Mengenai pengaturan pemain sepakbola sendiri semua diatur didalam Lex Sportiva, yang dimana Lex Sportiva itu sendiri dibagi menjadi Lex Sportiva yang mengatur outfield dari sepakbola seperti tata cara transfer pemain, perjanjian kerja antara klub dengan pemain dan lain-lain, dan Lex Ludica yang mengatur infield dari sepakbola (Rules of the Game) seperti peraturan offside, disahkannya sebuah gol, luas lapangan, dan lain-lain. Pemain sepakbola harus tunduk kepada Lex Sportiva karena memang hanya Lex Sportiva-lah peraturan sepakbola yang berlaku di belahan dunia manapun. Seperti yang sudah dibahas di atas, segala pengaturan mengenai sepakbola dan segala yang ada didalamnya, termasuk pemain, semuanya diatur oleh Lex Sportiva yang dalam sepakbola dicerminkan kedalam Statuta FIFA dan peraturan peraturan dibawahnya seperti Circular FIFA serta peraturan peraturan asosiasi sepakbola dibawah FIFA (PSSI dan lain lain). Namun setelah melihat peraturan peraturan FIFA tepatnya dalam Circular FIFA no. 1171 tentang Professional Football Player Contract Minimum Requirements, dalam pasal 3 menjelaskan bahwa perjanjian antara pemain dan klub melahirkan sebuah perjanjian kerja (Employment Contract) untuk pemain profesional berdasarkan peraturan perundang-undangan
Perlindungan Hukum..., Luthfi Putra Firdandhi, FH UI, 2014
di tempat klub tersebut berasal.16 Hal ini berarti jika terjadi perjanjian kerja antara pemain sepakbola dengan klub sepakbola yang berlokasi di Indonesia, maka dibuatlah perjanjian kerja untuk pemain profesional yang berdasarkan peraturan perundang-undangan Indonesia yang mengatur mengenai perjanjian kerja untuk pemain profesional. Namun sayangnya tidak ada peraturan perundang-undangan Indonesia yang mengatur mengenai hal itu (perjanjian kerja untuk pemain profesional). Karena itulah untuk hubungan antara pemain dan klub, perjanjian kerjanya dibuat berdasarkan aturan dalam Lex Sportiva. Masuk kedalam pokok permasalahan yang terakhir. Sebelum masuk lebih dalam, harus dilihat banyak jenis-jenis permasalahan muncul dikarenakan perjanjian kerja yang ada antara pemain dan klub. Jenis permasalahan ini bermacam macam karena memang dalam perjanjian kerja sangat rentan untuk timbul masalah masalah jika pihak pihak dalam perjanjian tidak berhati hati atau bahkan ada yang berniat buruk untuk merugikan pihak lainnya. Untuk itu penulis mencoba untuk menjelaskan jenis-jenis masalah yang sering muncul dalam perjanjian kerja. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan divisi legal APPI, permasalahan yang sering muncul adalah Keterlambatan & Tidak Melakukan Pembayaran Upah, Ketidaktepatan Dalam Memilih Lembaga Penyelesaian Sengketa, dan Tidak Ditanggungnya Biaya Pengobatan Pemain Saat Cidera.17 Sebelum membahas mengenai perlindungan hukum yang diberikan kepada pemain bola dalam masalah perjanjian kerja ini, sebelumnya kita harus mengetahui badan apa saja yang berwenang untuk menangani permasalahan yang ada dalam perjanjian kerja pada bidang sepakbola ini. Terdapat beberapa badan yang berwenang menangani permasalahan dalam bidang perjanjian kerja, badan badan tersebut adalah Court Arbitration of Sport (CAS), FIFA Dispute Resolution Chamber (DRC), dan FIFA National Dispute Resolution Chamber (NDRC). Court of Arbitration for Sport (CAS) adalah sebuah lembaga penyelesaian sengketa yang bergerak di bidang olahraga. CAS berwenang untuk menyelesaikan permasalahan hukum yang ada dalam olahraga apapun melalui cara arbitrase, mediasi, atau cara lain yang diatur sesuai dengan peraturan yang ada. Hal ini berarti membuat CAS tidak hanya tersedia 16
Cirular FIFA no. 1171 (http://www.fifa.com/mm/document/affederation/administration/97/29/01/circularno.1171professionalfootballplayercontractminimumrequirements.pdf), Ps. 3. 17 Wawancara dari APPI, tanggal 11 Desember 2014
Perlindungan Hukum..., Luthfi Putra Firdandhi, FH UI, 2014
bagi sengketa hukum dalam olahraga sepakbola saja, namun juga untuk sengketa hukum dalam olahraga lainnya seperti basket dan lain lain. Penyelesaian di CAS dilakukan oleh tiga pihak, dua pihak berasal dari pihak yang bersengketa, dan satu pihak lainnya berasal dari CAS sebagai mediator.18 Yang menjadi masalah dalam penyelesaian di CAS adalah biaya penyelesaian sengketa yang terlalu besar.19 Biaya yang cukup besar ini dirasa sangat berat bagi para pemain, khususnya pemain yang memang berlaga di liga dan klub yang belum cukup besar dan pendapatannya terbatas. Belum lagi, jika permasalahan gaji yang menjadi masalah yang akan diajukan ke CAS, akan bertambah lagi pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh pemain sepakbola tersebut, padahal gajinya sendiri pun belum dia terima dari klubnya. Oleh karena itu, FIFA membuat alternatif penyelesaian sengketa hukum lainnya khusus untuk sepakbola yang dinamakan Dispute Resolution Chamber (DRC). FIFA Dispute Resolution Chamber adalah sebuah badan penyelesaian sengketa hukum khusus dalam sepakbola. DRC adalah suatu badan penyelesaian sengketa yang dibuat khusus oleh FIFA untuk menyelesaikan sengketa hukum secara adil. DRC mempunyai kompetensi untuk menyelesaikan Employment-related disputes (Permasalahan ketenagakerjaan) antara pemain dan klub sepakbola yang mempunyai International Dimension . Contohnya, DRC bisa menangani kasus permasalahan ketenagakerjaan yang terjadi antara pemain asing yang bermain di liga Indonesia dengan klubnya yang berlaga di Liga Indonesia saja. FIFA National Dispute Resolution Chamber (NDRC) adalah sebuah badan penyelesaian sengketa hukum khusus dalam sepakbola yang dibuat oleh FIFA. Sekilas DRC dan NDRC terlihat sama karena keduanya adalah sama-sama badan penyelesaian sengketa hukum khusus dalam sepakbola dan keduanya dibuat oleh FIFA. Perbedaan DRC dan NDRC bisa dilihat dari kewenangannya mengurus sengketa yang terjadi antar pemain. NDRC mempunyai wewenang untuk mengurus segala macam sengketa yang terjadi antara pemain dan klub sepakbola yang terjadi di level nasional.20 Sedangkan DRC mempunyai wewenang untuk mengurus segala macam sengketa yang terjadi antara pemain dan klub sepakbola yang levelnya internasional, maksudnya mempunyai hubungan internasional antara para pihaknya.
18
Ibid. Wawancara dari APPI, tanggal 11 Desember 2014 20 Standard Regulation of NDRC (http://www.fifa.com/mm/document/affederation/administration/drc_regulations_en_33736.pdf), ps. 2. 19
Perlindungan Hukum..., Luthfi Putra Firdandhi, FH UI, 2014
Setelah melihat permasalahan diatas, timbulah pertanyaan utama, Bagaimana dan apa bentuk perlindungan hukum bagi pemain sepakbola dalam permasalahan perjanjian kerja dengan klub sepakbola? Menurut penulis ada beberapa cara untuk melindungi pemain sepakbola jika terjadi masalah pada perjanjian kerjanya dengan klub sepakbola. Cara pertama adalah Verifikasi Klub Sepakbola sebelum berlaga di liga. Cara ini sebenarnya sudah ada dalam peraturan liga Indonesian Super League. Peraturan ini mengatur mengenai kewajiban yang harus dipenuhi oleh klub untuk dapat bisa mengikuti ISL tahun 2014 yang salah satu syaratnya adalah tidak memiliki tunggakan terhadap pemain, ofisial, dan/atau pihak ketiga. Jika hal ini tidak terpenuhi, maka klub tidak boleh berlaga di liga. Namun sayangnya peraturan ini tidak berjalan dengan semestinya. Masih banyak klub yang menunggak gaji pemain dan tetap berhasil mengikuti ISL tahun 2014. Hal ini tentunya merugikan pemain yang gajinya belum dibayarkan. Dengan begitu, klub dapat tetap ikut liga sedangkan pemain belum mendapatkan haknya dan hal ini bisa berlanjut tanpa pemain bisa berbuat apa apa. APPI dalam hal ini sebagai asosasi pemain, membantu mengumpulkan data klub yang kedapatan belum membayar gaji pemain yang belum dibayarkan pada musim sebelumnya (tahun 2013), hasil dari data yang dikumpulkan APPI bahkan dipublish di situs resmi APPI dan dapat diakses oleh siapapun.21 Dapat dilihat dari data yang dikumpulkan APPI, terdapat beberapa klub yang belum menyelesaikan kewajiban mereka untuk membayar gaji pemainnya seperti Sriwijaya FC, PSPS, Persela, Persija, dan Persiwa. Namun, pada kenyataannya, terdapat nama Sriwijaya FC, Persela, Persija dalam daftar klub peserta ISL tahun 2014. Seharusnya mengenai ini ada tindakan tegas dari pengelola liga dengan cara menghukum klub-klub tersebut. Hal ini diperparah lagi dengan PSSI yang tidak berbuat apa apa untuk mencegah klub ini mengikuti ISL tahun 2014 tentunya sangat tidak adil bagi pemain sepakbola yang belum dibayarkan gajinya. Bentuk perlindungan hukum ini digunakan untuk permasalahan perjanjian kerja “Keterlambatan & Tidak Melakukan Pembayaran Upah”. Karena dengan cara ini, setidaknya klub yang belum membayar upah pemain akan dipaksa untuk membayar kewajibannya kepada pemain untuk dapat bisa berlaga di Liga Indonesia. Cara kedua yang bisa melindungi pemain adalah lembaga penyelesaian sengketa. Di Indonesia sendiri untuk masalah sepakbola, sebenarnya lembaga penyelesaian sengketa yang 21
http://www.appi-online.com/perkembangan-pembayaran-gaji-pesepakbola-sd-4-desember-2013/, Diakses pada tanggal 15 Desember 2014
Perlindungan Hukum..., Luthfi Putra Firdandhi, FH UI, 2014
ada masih kurang cukup memadai. Hal ini disebabkan karena tidak adanya NDRC sebagai salah satu lembaga penyelesaian sengketa olahraga di Indonesia khususnya dalam bidang sepakbola. Idealnya, NDRC harus ada di tiap tiap negara anggota FIFA agar memudahkan pemain dalam menyelesaikan permasalahan antara pemain dengan klub, dalam kasus ini adalah permasalahan perjanjian kerja. Mengapa NDRC belum tersedia di Indonesia pun sebenarnya bukan karena suatu hal yang besar dan rumit, namun karena PSSI belum mengakui Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI) sebagai asosiasi pemain yang resmi di Indonesia, padahal APPI adalah asosiasi pemain yang berafiliasi dengan FIFPro. Imbas dari tidak diakuinya APPI sebagai asosiasi pemain yang resmi oleh PSSI adalah NDRC tidak akan pernah bisa dibuat di Indonesia karena salah satu keanggotaan di NDRC yaitu Representasi pemain yang ditunjuk oleh asosiasi pemain yang berafiliasi dengan FIFPro22 tidak terpenuhi. Seharusnya PSSI dan APPI bisa bekerja sama untuk membuat NDRC di Indonesia, hal ini seharusnya dilakukan karena NDRC sendiri keberadaanya sangat penting bagi industri persepakbolaan di Indonesia. Bentuk perlindungan hukum ini digunakan untuk permasalahan perjanjian kerja “Keterlambatan & Tidak Melakukan Pembayaran Upah” dan “Tidak Ditanggungnya Biaya Pengobatan Pemain Saat Cidera”. Cara ketiga yang bisa melindungi pemain adalah pemilihan lembaga penyelesaian sengketa yang tepat. Hal ini disebabkan karena berdasarkan data dari APPI, dalam perjanjian kerja antara pemain sepakbola dan klub rata-rata isi perjanjian kerja pemain sepakbola professional Indonesia menuliskan NDRC dan CAS sebagai lembaga penyelesaian sengketa yang dipilih disaat terjadinya sengketa antara pemain dan klub sepakbola. Dengan tidak adanya NDRC di Indonesia, tentu ini akan menyulitkan para pemain jika mereka mempunyai masalah perjanjian kerja dan ingin menyelesaikan masalah tersebut. Selain NDRC, pilihan lainnya adalah CAS. CAS sebenarnya adalah pilihan yang sangat baik jika terdapat sengketa pemain dengan klubnya, namun seperti yang sudah dijelaskan di poin penjelasan mengenai CAS, biaya mengajukan perkara ke CAS tidak sedikit dan cenderung mahal bagi pemain sepakbola Indonesia. Dengan kondisi seperti itu dan ditambah lagi dengan gaji yang tidak dibayarkan, bukanlah hal yang mudah untuk pemain sepakbola tersebut membawa masalahnya ke CAS.
22
Standard Regulation of NDRC , ps. 3.
Perlindungan Hukum..., Luthfi Putra Firdandhi, FH UI, 2014
Sebaiknya pemain menggunakan lembaga penyelesaian sengketa lain yang lebih bisa digunakan dalam iklim sepakbola Indonesia. Beberapa badan yang bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah di Indonesia adalah BAKI dan BAORI sebagai badan arbitrase khusus olahraga yang tersedia di Indonesia. Menurut penulis, penting bagi klub dan pemain untuk mengetahui jenis jenis lembaga apa saja yang dapat mereka pilih dalam perjanjian kerja serta para pihak harus mengetahui lembaga mana yang terbaik bagi mereka. Bentuk perlindungan hukum ini digunakan untuk permasalahan perjanjian kerja “Ketidaktepatan Dalam Memilih Lembaga Penyelesaian Sengketa.”, lebih teliti dalam memilih lembaga penyelesaian sengketa dapat meminimalisir kerugian yang diderita oleh pihak pihak dalam perjanjian kerja. Setelah terjawabnya pokok pokok permasalahan tadi, penulis mempunyai beberapa saran yang bisa diterapkan. Saran yang pertama adalah perlunya ketegasan dari PSSI dan penyelenggara Liga Indonesia untuk melaksanakan peraturan yang berlaku. Khususnya dalam kasus ini adalah mengenai peraturan verifikasi klub untuk bisa mengikuti liga. Hal ini sangat diperlukan agar membuat klub klub sepak bola di Indonesia menjadi lebih "profesional" serta juga melindungi pemain sepakbola dari ancaman keterlambatan pembayaran gaji yang sudah sering terjadi sebelumnya. Saran yang kedua adalah segera membentuk National Dispute Resolution Center (NDRC). Adanya NDRC akan sangat berguna dan membantu klub serta pemain sepakbola Indonesia. Lembaga penyelesaian sengketa ini mengkhususkan diri pada penyelesaian sengketa di bidang sepakbola, terutama mengenai pemain dan perjanjian kerjanya dengan klub sepakbola. Pentingya NDRC dibuat adalah untuk mengakomodir lembaga penyelesaian sengketa yang cukup bisa dijangkau oleh pemain sepakbola dan klub sepakbola Indonesia untuk menyelesaikan masalahnya. Saran yang ketiga adalah pemberian pemahaman kepada pemain mengenai pentingnya ketelitian pada masa negosiasi perjanjian kerja. Pemahaman ini bisa berbentuk seminar atau penyuluhan kepada pemain sepakbola agar lebih memperhatikan perjanjian dan berhati hati lagi sebelum menandatangani perjanjian kerja mereka. Karena memang bisa saja dalam perjanjian tersebut terdapat hal hal yang nantinya dapat merugikan pemain seperti kasus pemilihan lembaga penyelesaian sengketa yang tidak pas yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Perlindungan Hukum..., Luthfi Putra Firdandhi, FH UI, 2014
Sedangkan saran yang terakhir adalah penambahan klausla "Perjanjian kerja ini tidak tunduk kepada Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan" dalam perjanjian kerja antara pemain sepakbola dan klubnya. Penambahan klausula ini diperlukan untuk menghilangkan "daerah abu-abu" dan memperjelas peraturan manakah yang berlaku dalam perjanjian kerja antara pemain sepakbola dengan klubnya. DAFTAR PUSTAKA BUKU -Hernoko, Agus Yudha. Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial. Jakarta: Kencana,2010. -Panjaitan, Hinca. Kedaulatan Negara VS Kedaulatan FIFA dalam Kompetisi Sepakbola Profesional Untuk Memajukan Kesejahteraan Umum, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011. -Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, 2008. PERATURAN -FIFA, Circular FIFA No. 1171 about Professional Football Player Contract Minimum Requirements. - FIFA, Governing the Procedures of the Players' Status Committee and the Dispute Resolution Chamber. - FIFA, Regulations on the Status and Transfer of Players. - FIFA, Standard Regulation of NDRC. - FIFA, Statutes. Ed. 2014. - Indonesia. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP.100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. - Indonesia. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05/MEN/1986 tentang Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu. - Indonesia, Undang-Undang No.3 Tahun 2005 tentang Sistim Keolahragaan Nasional. LN No:89 Tahun 2005, TLN. No.4535. - Indonesia. Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. LN No:39 Tahun 2003. TLN. No.4279.
Perlindungan Hukum..., Luthfi Putra Firdandhi, FH UI, 2014
JURNAL DAN HARIAN - Foster, Ken. "Is There a Global Sports Law?". Entertainment Law. Vol. 2 No.1, 2003. - Latty, Franck. "Transnational Sports Law". The International Sports Law Journal. Vol. 1-2, 2011. - Santoso, Topo. ”Prosecuting Sports Violence: The Indonesian Football Case", ASLI Asia Law Institute, Working Paper Series No.19, Februari 2011 - Siekmann, Robert C.R. "What is Sports Law? Lex Sportiva and Lex Ludica: a Reassessment of Content and Terminology". The International Sports Law Journal. Vol. 3-4, 2011.
Perlindungan Hukum..., Luthfi Putra Firdandhi, FH UI, 2014