PERLINDUNGAN ANAK BERBASIS MASYARAKAT (COMMUNITY BASED CHILD PROTECTION) DISKUSI BULANAN PUSAT KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK UNIVERSITAS INDONESIA JAKARTA, 28 SEPTEMBER 2011
Latar belakang Masih banyak kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan bentuk-bentuk pelanggaran hak anak lainnya.CP Thematic Evaluation.docx Masih ada gap/kekurangan dalam mekanisme perlindungan anak yang tersedia.CP Thematic Evaluation.docx CBCP hendak meningkatkan layanan perlindungan kepada anak-anak khususnya anak yang rentan.
Apa itu Perlindungan Anak Berbasis Masyarakat (CBCP)? Tahun 2009, Plan mengujicobakan sebuah proyek Perlindungan Anak Berbasis Masyarakat atau Community Based Child Protection (CBCP). • Uji coba di 3 wilayah kerja Plan yaitu PU Surabaya, PU Kefamenanu dan PU Rembang. • Masyarakat membangun mekanisme perlindungan anak melalui KPAD (Kelompok Perlindungan Anak Desa) atau KPA (Kelompok Perlindungan Anak), atau forum lainnya. • Fokus peran pada tindakan pencegahan, respon dan rujukan dengan melibatkan masyarakat, pemerintah dan anak secara bersama sama. • Masyarakat berbagi peran dan berkomitmen dalam pencegahan, respon dan rujukan atas kekerasan terhadap anak. • Musyawarah dan mufakat selalu diutamakan dalam penyelesaian masalah. • Masyarakat semakin mudah untuk mendapat informasi dan mengakses layanan perlindungan anak yang tersedia dilingkungan mereka.
• Kesempatan pada setiap orang untuk berpartisipasi, baik dalam perubahan budaya atau cara pandang orangtua dalam memperlakukan anak, diharapkan mampu mengurangi perilaku kekerasan dalam mendidik anak, baik di rumah, di sekolah maupun di masyarakat.
Tujuan Perlindungan Anak Berbasis Masyarakat (CBCP)? Tujuan jangka panjang: Membangun komunitas yang aman bagi anak maupun bagi orang dewasa. Tujuan umum: Mewujudkan pemajuan dan perlindungan hak-hak anak – khususnya anak yang paling rentan – melalui sistem perlindungan berbasis komunitas yang melibatkan anak dan para pemangku kepentingan lainnya. Tujuan khusus: - Anak-anak yang rentan berperan serta, mendapat akses dan manfaat dari layanan yang melindungi, memajukan dan menjunjung tinggi hak-hak mereka di 293 desa di seluruh wilayah kerja Plan Indonesia. - Sektor-sektor pemerintah baik di tingkat lokal maupun nasional bertindak untuk memajukan dan melindungi hak anak serta melibatkan mereka dalam penyelenggaraan layanan terkait perlindungan anak.
Strategi Membangun mekanisme perlindungan anak di tingkat lokal (desa/kelurahan dgn rujukan di kecamatan & kabupaten/kota).
Hasil Yang Diharapkan • Anak dan masyarakat yang paling rentan yang mendapat kekerasan, mampu berpartisipasi dalam, mengakses, dan memperoleh manfaat dari pelayanan yang melindungi dan mempromosikan hak-hak anak di 293 desa/kelurahan di wilayah kerja Plan Indonesia. • Terbangunnya kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman anak-anak, kelompok anak, organisasi berbasis masyarakat, dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan pemerintah desa mengenai perlindungan anak. • Terciptanya mekanisme koordinasi berbasis masyarakat untuk mengelola permasalahan perlindungan anak ditingkat desa/kelurahan serta membangun mitra/jaringan dalam layanan rujukan di kecamatan/ kabupaten. • Pemerintah desa/kelurahan dan pemangku kepentingan lainnya melakukan aksi untuk mempromosikan dan melindungi anak-anak serta melibatkan mereka dalam tata kelola pelayanan utama yang berkaitan dengan perlindungan anak.
INDIKATOR Indikator
No
Baseline
Target
1
# desa dimana kelompok anak melakukan kegiatan-kegiatan peningkatan kesadaran
0
293
2
# Kelompok Kerja Kolaboratif (CWG) yang terbentuk
0
293
3
# Rencana Tindak Perlindungan Anak
0
293
4
# tindalan yang diambil oleh 164 Kelompok Kerja Kolaboratif (CWG) untuk mengatasi issu-issu Perlindungan Anak
0
293
5
# desa non-target proyek yang melaksanakan model Perlindungan Anak Berbasis Masyarakat (CBCP)
0
10
6
# desa yang membangun sebuah sistem rujukan Perlindungana Anak
0
15
7
# anak-anak di 293 desa mengakses informasi/saran tentang issu-issu Perlindungan Anak (mengakses informasi meliputi: memperoleh informasi tentang Perlindungan Anak; mengetahui tentang Mekanisme Perlindungan Anak; mengetahui bagaimana melaporkan kasus Perlindungan Anak yang terjadi di masyarakat mereka, dll.)
16
29300
8
% kasus-kasus Perlindungan Anak yang dilaporkan di 164 desa dirujukkan ke tingkat kecamatan/kabupaten
0
30
9
meningkatnya # anak-anak yang mengakses pelayanan perlindungan anak di 293 masyarakat dari bulan Maret 2009 hingga ke Maret 2015
0
250
10
% anak-anak di 293 desa yang sadar tentang hak-hak mereka, situasi Hak Anak didalam masyarakat mereka dan bagaimana mengakses sistem Perlindungan Anak Berbasis Masyarakat (CBCP)
0
29300
11
# pejabat di masing-masing desa menyadari tentang Hak-Hak Anak, situasi Hak-Hak Anak didalam masyarakat mereka dan model CBCP
0
25
12
% orang dewasa di masing-masing desa menyadari tentang Hak-Hak Anak, situasi Hak-Hak Anak didalam masyarakat mereka dan bagaimana mengakses sistem CBCP.
0
60,719
Jangka Waktu Proyek 6 (enam) tahun mulai April 2009 hingga Maret 2015. Wilayah proyek: - Jawa Tengah : Kab. Rembang, Kota Surabaya, Kab. Grobogan, Kab. Kebumen, - NTB: Kab. Dompu - NTT: Kab. Timor Tengah Utara, Kab. Timor Tengah Selatan, Kab. Sikka, Kab. Lembata, Kan Nagekeo.
TAHAPAN KEGIATAN PROYEK
Replikasi Model
PemKab/ Kota Rencana PA Komunitas
Pem Cam KPA (D)
Pemdes / Kelurahan
Komunitas
Model PA Komunitas
Anak-anak
Analisa Situasi Hak Anak (ASHA)
Penguatan kapasitas
RELEVANSI PROYEK (Hasil Evaluasi) Keseluruhan disain proyek sangat memadai utk merespon isu & tantangan yang ada. Isu hak/perlindungan anak yg diuraikan dalam proposal termasuk gaps pemenuhan-nya tetap valid. [Analisis problem] & disain intervensi menggunakan pendekatan berbasis-hak Dalam konteks governance di Indonesia saat ini (demokratis) doable. Strategi yang diusulkan (berbasis pada pembentukan Collaborative Working Group) profound & inventif. Indikator outcomes (development & democratic) sangat memadai utk memberi orientasi pada arah implementasi. Keseluruhan disain, strategi & perangkat indikator dibangun berdasar pemahaman yg mendalam ttg beberapa konsep dasar HAM & governance Sebagai “weapon” disain intervensi & strategi proyek cukup handal & punya bobot kualitas yg tinggi.
Gaps (relevansi) Sebagai pilot project, disain tidak membatasi fokus isu yang hendak di-address. Isu child’s rights/protection sangat luas, dari yang paling jelas menampilkan hingga yang paling mengaburkan konteks relasi antara hak – kewajiban. Logframe diturunkan kedalam unit-unit output/kegiatan yang bercorak kuantitatif, berpotensi menyabot keutuhan disain & mendisorientasi indikator outcomes yang bersifat kualitatif. Weapon yang handal memerlukan “the man behind the gun” yang bisa mengefektifkan penggunaannya. Periode proyek yang singkat mencegah dilakukannya refleksi & pengendapan pemahaman.
KINERJA (EFISIENSI) Secara keseluruhan kinerja (pelaksanaan kegiatan dan delivery of outputs) terjaga dengan baik bahkan cenderung sangat baik. Gaps : mungkin karena - fokus isu tidak dibatasi, - corak kuantitatif yg kental pada rincian unit-unit output (dalam logframe), dan - tempo yang tinggi akibat periode yang singkat,
kinerja kurang menunjukkan ritme yg sesuai irama disain proyek
bobot kualitas dalam disain menguap
dalam unit-unit kuantum seiring implementasi proyek.
Gambaran umum kinerja a.
ASHA (Analisis Situasi Hak Anak/Perlindungan Anak).
b.
Pembentukan KPA/D
c.
Rencana perlindungan anak (community child protection plans).
d.
Penguatan kapasitas & pengetahuan anak & komunitas menuju prakarsa untuk pemajuan & perlindungan anak.
e.
Replikasi sistim perlindungan anak di desa binaan Plan lainnya.
f.
Penguatan kapasitas pemerintah setempat utk merespon kasus-kasus pelanggaran hak anak.
g.
Penguatan kapasitas pemerintah setempat utk menerima inisiatif masyarakat & mendukung pemajuan & perlindungan hak anak.
h.
Model layanan perlindungan terkoordinasi di tingkat lokal.
(a) ASHA ASHA merupakan pondasi yang melandasi tahapan-tahapan penting dari implementasi proyek selanjutnya. Kekuatan: - Melibatkan anak-anak & komunitas dewasa selaku enumerator. Kelemahan: - Analisis isu-nya gagal mempertajam pendekatan berbasis-hak (mengaburkan relasi hak–kewajiban) yang diperlukan untuk tindakan respon kasus-kasus (kegagalan memahami substansi disain proyek dalam pengembangan protokol penelitian). - Analisis situasi tidak spesifik desa – kurang bisa dijadikan bahan untuk rencana kerja KPA. - Tidak meng-address root causes sebagai landasan pengembangan strategi tindakan pencegahan (kegagalan memahami substansi disain proyek). - Dimensi gender dalam analisis isu kurang mendapat perhatian.
(b) pembentukan KPA/D Pembentukan KPA/D merupakan inti dari strategi proyek. Kekuatan: -
Merupakan inisiatif lokal (dengan kapasitasi). Melibatkan perwakilan anak-anak selaku pemegang hak. Upaya institusionalisasi sejak awal (dengan visi, misi dsb). Mendapatkan legitimasi formil dengan Keputusan Kades/ Lurah.
Kelemahan: - Penguatan sistim rujukan di tingkat kecamatan & kabupaten belum tergarap maksimal (kekecualian di Surabaya). - Keterlibatan perwakilan anak masih bersifat artifisial.
(c) rencana perlindungan anak Community child protection plan memberikan kerangka kerja perlindungan anak sebagai pedoman KPA/D. Kekuatan: - Dikembangkan dari exercise yang bersifat akademik – terlepas dari kelemahan ASHA. - [potensi] berkontribusi bagi institusionalisasi KPA/D.
Kelemahan: - Kualitas belum baik (antara lain karena dikembangkan dari bahan yang tidak memadai)
(d) penguatan kapasitas anak & komunitas Peningkatan kapasitas & pengetahuan anak & komunitas ttg hak & perlindungan anak merupakan langkah untuk menumbuhkan inisiatif & partisipasi dlm upaya perlindungan anak. Kekuatan: - Langkah ini berhasil memotivasi inisiatif yang bermuara pada pembentukan atau memperkuat KPA/D.
Kelemahan: - Peningkatan kapasitas dilakukan sebatas kegiatan latihan kelas yg bersifat eventual. Akan lebih efektif jika dilakukan secara terus-menerus seiring perkembangan KPA/D.
(e) replikasi sistim Replikasi sistim berarti membentuk mekanisme serupa KPA di sejumlah desa/ kelurahan di wilayah binaan Plan lainnya (minus ASHA). Kekuatan: - Memenuhi target/ capaian proyek.
Kelemahan: - Tidak didahului dengan assessment kebutuhan atau ASHA.
(f) penguatan kapasitas pemerintah 1 Penguatan kapasitas sektor-sektor utama pemerintah setempat untuk merespon kasus-kasus pelanggaran hak anak. Kekuatan: - Memenuhi target kuantitatif.
Kelemahan: - Tidak dikaitkan dengan “kebutuhan utama” untuk desa/kelurahan atau desa-desa setempat.
(g) penguatan kapasitas pemerintah 2 Penguatan kapasitas sektor-sektor utama pemerintah setempat untuk terbuka pada dan merespon inisiatif masyarakat guna mempromosikan hak anak. Dengan kata lain: memperkuat sistim rujukan. Kekuatan: - Memenuhi target output. - Karena “dorongan dari bawah”, bisa memobilisir simpati yang cukup.
Kelemahan: - Penguatan/kualitas rujukan yang kurang atau belum sempat tergarap.
(h) model layanan perlindungan terkoordinasi di tingkat lokal Model layanan perlindungan terkoordinasi di tingkat lokal (kabupaten/kota) dimaksudkan untuk menjadi contoh bagi kabupaten/kota lain, baik di wilayah kerja Plan maupun di luar-nya. Kekuatan: - [potensial] Bisa menjadi model untuk dicontoh oleh kabupaten/kota lain.
Kelemahan: - Belum ada strategi atau upaya sistimatis untuk men scale-up model yang (samar-samar) ada untuk diadopsi sebagai percontohan oleh pemerintah Provinsi/ Nasional.
CAPAIAN PROYEK (EFEKTIFITAS) (1) Secara menyeluruh capaian proyek CBCP dalam hal pelaksanaan kegiatan atau delivery of outputs cukup/sangat bagus. Kemunduran jadwal pelaksanaan/penyelesaian ASHA memang mengganggu tapi terbukti bisa diatasi. Capaian terpenting adalah kehadiran mekanisme yang memberikan akses perlindungan anak di tingkat desa/kelurahan. Di TTU dinyatakan secara eksplisit bahwa KPA tumbuh menjadi institusi yang disegani oleh masyarakat.
CAPAIAN PROYEK (2) Hal yang perlu menjadi perhatian adalah pencapaian kualitas, bukan hanya kualitas ASHA namun juga kualitas outcomes kunci. Menurut penilaian evaluator, kelemahan kualitas ini bukan hanya karena tempo yang tinggi (muatan kuantitatif logframe) namun juga karena terbatasnya pemahaman pelaksana terhadap beberapa asumsi dibalik disain proyek.
DAMPAK Kekerasan terhadap anak menurun khususnya di rumah, sekolah, tempat mengaji. Perkawinan usia dini menurun (Rembang). Tingkat DO (putus sekolah) menurun. Pendapat anak mulai didengarkan baik oleh ortu, masyarakat dewasa maupun Pemerintah (desa/kelurahan) Anak-anak merasa lebih percaya diri. Masyarakat khususnya pengurus/anggota KPA/D dan perangkat kelurahan menjadi lebih aktif dalam perlindungan anak (semangat perlindungan anak juga tumbuh di tingkat kecamatan khususnya di Surabaya). Beberapa desa mengadopsi peraturan (Perdes) terkait perlindungan anak.
DAMPAK (lanjutan) Diadopsinya kebijakan (lunak) terkait perlindungan anak dari Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA) oleh Pemkab (Rembang). Aparat penegakan hukum menanggapi dan merespon secara positif keberadaan KPA/D serta kasus-kasus kekerasan terhadap anak yang diangkat oleh KPA/D. Terjadi transformasi semangat “institusi penyelesaian adat” kearah perlindungan anak (khusus TTU). Tumbuh kesadaran baru terkait citizenship di level grass-root (dalam penanganan kasus-kasus, merefleksikan perbandingan dengan situasi sebelumnya atau dengan situasi di desa lain); kebiasaan baru mengenai prosedur; mengidentifikasi kelemahan dan kebutuhan baru.
DAMPAK (lanjutan) Permintaan akan replikasi cukup tinggi di desa lain di wilayah kerja Plan. CBCP dengan KPA/D-nya menarik minat NGO internasional lain serupa Plan untuk mengadopsinya (TTU).
KENDALA & HAMBATAN Plan: - Disain CBCP membutuhkan pengetahuan mendalam ttg konsep-konsep dasar HAM & governance untuk menafsirkan & mengimplementasikannya secara maksimal membutuhkan sumberdaya yang memadai di tingkat manajemen proyek. - Periode implementasi yang singkat dengan beban kuantitatif pada rincian output membawa tempo yang tinggi bagi implementasi, semakin mengurangi kesempatan untuk mengendapkan pemahaman.
KENDALA & HAMBATAN (2) KPA: - Pemahaman ttg mekanisme address-redress khususnya dalam penegakan hukum kurang. - Sarana fisik (sekretariat) belum memadai: alamat pengaduan tidak tetap, tidak ada tempat penyimpanan dokumen yang menjamin konfidensialitas.
Masyarakat: - Institusi penyelesaian secara adat (TTU) berpotensi menyabot perlindungan maksimum – khususnya utk kasuskasus kekerasan seksual. - Pengetahuan tentang cara-cara pengasuhan & penghukuman yang tidak mengandung kekerasan belum berkembang.
KENDALA & HAMBATAN (3) - Masih kuatnya pandangan bahwa masalah anak merupakan isu domestik: resistensi orangtua terhadap intervensi dari luar keluarga; dalam kasus kekerasan upaya pengaduan dianggap mendatangkan aib; keengganan untuk membawa perkara ke ranah publik didukung oleh perilaku korup oknum aparat hukum membuat beberapa kasus “diselesaikan secara damai”. - Feodalisme masih menghambat partisipasi efektif oleh anak-anak. - Status pemukim yang tidak tetap (masyarakat urban – Surabaya), menimbulkan hambatan bagi pemenuhan hak dan perlindungan anak, misal: akta kelahiran, dll.
KENDALA & HAMBATAN (4) - Fakta bahwa banyak anak sekolah (SMA dan sebagian SMP) yang tinggal di asrama atau indekos membuat peluang mereka untuk berpartisipasi di tingkat desa menjadi terbatas (kasus TTU). Pemerintah: - Perilaku korup oknum aparat membuat capaian perlindungan anak oleh KPA/D kurang maksimal (pernikahan usia dini; penyelesaian hukum). - Kemauan politik bagi keberpihakan terhadap anak secara umum masih rendah (pengalokasian anggaran).
KENDALA & HAMBATAN (5) Struktural: - Peraturan/perundangan yang memungkinkan adanya pemberian dispensasi untuk menikah di bawah batas umur. - Tidak tertatanya sistim pencatatan kelahiran (pencatatan sipil) memungkinkan pemalsuan umur anak. - Prosedur penanganan kasus yang memerlukan waktu lama menyebabkan momentum penyelesaian kasus cenderung mengambang dan tidak berpihak kepada korban/anak. - Sistim rujukan di tingkat kabupaten kurang cekatan dan cenderung birokratis.
PROSPEK KEBERLANJUTAN Antusiasme & motivasi pengurus/anggota KPA/D rata-rata tinggi
Niat masyarakat untuk menghimpun iuran
(sebesar Rp 1.000/KK/bulan) membuktikan antusiasme lokal (kasus TTU: Oerinbesi – walaupun masih menunggu pengesahan Perdes terkait. Keterlibatan (representasi) anak-anak dalam keanggotaan/kepengurusan KPA/D dapat menjamin keberlanjutan KPA/D – tantangan pada “regenerasi” khususnya di kalangan anak-anak.
KEBERLANJUTAN (2) Pengesahan KPA/D dengan keputusan resmi (desa/kelurahan, camat), pengesahan Perdes tentang perlindungan anak: menjamin institusionalisasi KPA/D secara de jure; memberi peluang bagi penganggaran dari sumberdaya publik (ADD) – namun masih bergantung pada kehendak politik pemerintah setempat. Pengadopsian kebijakan “kota/kabupaten ramah anak” oleh PemNas berpotensi mendukung keberlanjutan KPA/D di tingkat lokal.
ASPEK GENDER Keseimbangan gender secara kuantitatif di KPA/KPAD, melalui intervensi Plan, diupayakan berimbang dengan toleransi diskrepansi pada 40:60. Sayangnya, pengambilan keputusan di tingkat kelompok anak masih cenderung didominasi oleh perspektif laki laki.
ASPEK GENDER (2) • Indikasi kuat: karena perempuan pada umumnya berada di garis depan dalam pelayanan terhadap anak (bidan, guru PAUD/TK/SD) dan mungkin karena karakter isu anak yang dianggap sbg masalah domestik, perempuan menjadi “focal person alamiah” untuk isu anak (dipilih sebagai tempat curhat dsb)
memberi peluang bagi artikulasi perspektif
perempuan (dengan catatan kecenderungan feminisasi).
KESIMPULAN CBCP berhasil menghadirkan KPA sebagai mekanisme perlindungan anak di tingkat desa & kelurahan/kecamatan. KPA/D, walaupun masih pada tahap awal, telah menunjukkan kemampuannya untuk memberikan perlindungan kepada anak. KPA/D memerlukan dukungan lebih lanjut untuk mengkonsolidasikan diri, memperkuat kompetensi, dan menjamin keberlangsungannya. Dukungan dapat diberikan oleh Plan (serta mitra-mitranya) dan diharapkan dari Pemerintah.
REKOMENDASI (pengantar) anak-anak terlindungi dari kekerasan/eksploitasi, terpenuhi hak-haknya PemNas Pemprov Pemkab/Kota Pemcam
PLAN KPA (D)
Pemdes/ Kelurahan Komunitas Anak-anak
REKOMENDASI (1) Untuk Plan: - Meningkatkan kapasitas KPA/D agar KPA/D memiliki kompetensi lebih tinggi dalam menjalankan fungsinya baik di wilayah pencegahan maupun di wilayah respon – khususnya dalam kasus-kasus yang melibatkan penegakan hukum. - Mendorong perluasan dan penguatan sistim rujukan. - Kapasitasi untuk sensitifitas gender perlu dikembangkan agar perspektif & kebutuhan khusus anak perempuan lebih bisa diartikulasikan & diperhatikan. - Kapasitasi khusus kepada kelompok-kelompok anak sebagai komponen utama KPA/D.
REKOMENDASI (2) - Menggalang dukungan bagi KPA/D oleh Pemkab/Kota dan Pemerintah Nasional, khususnya dalam penguatan dan pengembangan sistim rujukan serta untuk menjamin keberlanjutan KPA/D – antara lain dengan momentum program “Kota/Kabupaten Ramah Anak” - Dalam rangka replikasi KPA/D di desa-desa lain di wilayah kerjanya, Plan perlu menarik pelajaran dari CBCP, khususnya menyangkut langkah-langkah strategis seperti ASHA, pembatasan fokus, pemetaan isu eksistensial, pemetaan potensi serta tantangan-tantangan lokal. - Baik dalam penguatan/pengembangan maupun replikasi KPA/D, Plan perlu lebih mengintegrasikan langkahlangkah dengan program & kebijakan Plan yang sudah ada.
REKOMENDASI (3) Untuk KPA/D: - Pengembangan rencana kerja hendaknya didasarkan pada pemetaan yang menyeluruh, obyektif namun terfokus atas masalah-masalah perlindungan anak setempat. - Agar lebih memfasilitasi partisipasi anak, antara lain dengan memilih waktu/jam pertemuan atau rapat yang sesuai dengan waktu luang anak (anggota). - Menyempurnakan standar operasi atau prosedur kerja dengan mengadopsi beberapa prinsip hak anak sebagai prinsip KPA/D, yakni (a) non-diskriminasi, (b) kepentingan terbaik anak sebagai pertimbangan utama, (c) penghargaan terhadap pendapat anak.
REKOMENDASI (4) Untuk Pemerintah: - Mendukung institusionalisasi KPA/D sebagai organ desa sejajar dengan PKK, Karang Taruna, LMD/LKMD dll. - Memberikan dukungan dan dorongan bagi perwujudan dan penguatan sistim rujukan di tingkat kecamatan dan kabupaten/kota, termasuk dengan bekerjasama dengan NGO/CSO. - Menjamin keberlanjutan KPA/D, antara lain dengan mengalokasikan anggaran dari ADD untuk KPA/D. - Menjadikan KPA/D sebagai model untuk diadopsi di seluruh desa/kelurahan yang ada di Indonesia.
TERIMA KASIH