Perkembangan Perbankan di Indonesia Kondisi dunia perbankan di Indonesia telah mengalami banyak perubahan dari waktu ke waktu. Perubahan ini selain di sebabkan oleh perkembangan internal dunia perbankan, juga tidak lepas dari pengaruh perkembangan di luar dunia perbankan, seperti sektor ril dalam perekonomian, politik, hokum, dan social. Perkembangan faktor internal dan eksternal perbankan tersebut menyebabkan kondisi perbankan di Indonesia secara umum dapat di kelompokkan dalam empat periode. Keempat periode itu adalah : a) Kondisi perbankan di Indonesia sebelum serangkaian paket- paket deregulasi di sektor riil dan moneter yang dimulai sejak 1990-an, b) Kondisi perbankan di Indonesia setelah munculnya deregulasi sampai dengan masa sebelum terjadinya krisis ekonomi pada akhir 1990-an, c) Kondisi perbankan di Indonesia pada masa krisis ekonomi sejak akhir 1990-an, d) Kondidi perbankan di Indonesia pada saat sekarang ini
Deregulasi Perbankan Indonesia Deregulasi adalah aturan/sistem (sistem yang mengatur) ,tindakan atau proses menghilangkan mengurangi segala aturan. deregulasi menunjuk kebijakan pemerintah mengurangi/meniadakan aturan administratif yang mengekang kebebasan gerak modal,barang dan jasa.
Deregulasi perbankan adalah keadaan dimana terjadinya perubahan peraturan dalam perbankan, khususnya di Indonesia. Hal ini terjadi karena belum tangguhnya keadaan perbankan Indonesia, disebabkan perbankan Indonesia adalah warisan dari negara penjajah di Indonesia sehingga tidak memiliki kemampuan untuk mengelola perbankan dengan baik dan Indonesia memang tidak didasari untuk belajar dari negara-negara lain yang sudah lebih lama mengatur soal bank. Deregulasi ini dimaksudkan dengan tujuan membuat suasana perbankan di Indonesia lebih stabil. Maka dibuatlah kebijakan – kebijakan yang mengatur tentang perbankan Indonesia. Mulai dari 1 juni tahun 1983 yang memberikan keleluasaan kepada bank-bank untuk menentukan suku bunga deposito. Dilanjutkan dengan Paket Kebijakan 27 Oktober
1
1988 (Pakto 88) hanya dengan modal Rp 10 milyar maka seorang pengusaha bisa membuka bank baru sehingga pada masa itu meledaklah jumlah bank di Indonesia. Lalu Paket Februari 1991 (Paktri) yang berupaya mengatur pembatasan dan pemberatan persyaratan perbankan dengan mengharuskan dipenuhinya persyaratan permodalan minimal 8 persen dari kekayaan sehingga diharapkan peningkatan kualitas perbankan Indonesia. UU Perbankan baru No 7 menggarisbawahi soal peniadaan pemisahan perbankan berdasarkan kepemilikan. Hingga Pakmei pemerintah berharap mengucurkan kredit, sehingga dunia usaha tidak lesu lagi dan industri otomotif bisa bergairah kembali, dan terakhir dikeluarkannya PP No 68 tahun 1996, PP ini sangat menguntungkan para nasabah karena nasabah bank akan tahu persis rapor banknya.
Kondisi Sebelum Deregulasi Perbankan masa ini sangat di pengaruhi oleh berbagai kepentingan ekonomi dan politik dari penguasa, yang di dalam hal ini adalah pemerintah. Fungsi utama perbankan pada masa setelah kemerdekaan sampai dengan sebelum adanya deregulasi tidak banyak mengalami perubahan, dengan demikian fungsi utamanya adalah sebagai berikut : a) Memobilisasikan dana dari investor untuk membiayai kebutuhan dana investasi dan modal kerja perusahaan – perusahaan besar. b) Memberikan jasa – jasa keuangan kepada perusahaan – perusahaan besar. c) Mengadministrasikan anggaran pemerintah untuk membiayai kegiatan pemerintah. d) Menyalurkan dana anggaran untuk membiayai program dan proyek pada sektor sektor yang ingin di kembangkan oleh pemerintah. Bank-bank yang ada tidak secara tegas di arahkan untuk memobilisasikan dana seluasluasnya dari seluruh anggota masyarakat, dan juga tidak diarahkan untuk mengembangkan perekonomian rakyat seluas-luasnya. Kebijakan yang terkait dengan sektor perbankan hanya di tekankan pada kegiatan usaha-usaha besar dan program-program pemerintah. Selain karna pola kebijakan otoritas moneter pada waktu itu yang belum mementingkan mobilisasi dana dari masyarakat luas, keadaan di atas juga disebabkan oleh belum adanya perangkat peraturan dan perundang-undangan yang secara khusus mengatur dunia perbankan. Secara terperinci keadaan perbankan saat ini ialah sebagai berikut : a) Tidak adanya peraturan perundangan yang mengatur secara jelas tentang perbankan di Indonesia.
2
b) Kredit likuiditas Bank Indonesia ( KLBI ) pada bank-bank tertentu. c) Bank banyak menanggung program-program pemerintah. d) Instrumen pasar uang yang terbatas. e) Jumlah bank swasta yang relative sedikit. f) Sulitnya pendirian bank baru. g) Persaingan antar bank yang tidak ketat. h) Posisi tawar-menawar bank relative lebih kuat daripada nasabah. i) Prosedur berhubungan dengan bank yang rumit. j) Bank bukan merupakan alternative utama bagi masyarakat luas untuk menyimpan dan meminjam dana. k) Mobilisasi dana lewat perbankan yang sangat rendah. Kondisi Sesudah Deregulasi Tingkat inflasi yang tinggi serta kondisi makroekonomi secara umum yang tidak bagus terjadi bersamaan dengan kondisi perbankan yang tidak dapat memobilisasikan dana dengan baik. Untuk mengatasi situasi yang serba tidak menguntungkan ini cara yang di tempuh pemerintah pada waktu itu adalah dengan melakukan serangkaian kebijakan berupa deregulasi di sektor riil dan di sektor moneter. Kebijakan deregulasi yang tidak dilakukan dan terkait dengan dunia perbankan antara lain : a) Paket 1 juni 1983 yang berisi tentang :
Penghapusan pada kredit dan pembatasan aset lain.
Pengurangan KLBI.
Pemberian kebebasan bank untuk menetapkan suku bunga simpanan dan pinjaman.
b) Bank Indonesia sejak 1984 mengeluarkan SBI c) Bank Indonesia sejak 1985 mengeluarkan ketentuan perdagangan SBPU dan fasilitas diskonto oleh BI d) Paket 27 Oktober 1988 yang berisi tentang :
Pengerahan dana masyarakat yang meliputi : 1. Kemudahan pembukaan kantor bank.
3
2. Bank pemerintah, bank pembangunan daerah, bank swasta nasional, dan bank koperasi dapat membuka cabang di seluruh wilayah Indonesia. 3. Kejelasan aturan pendirian bank swasta. 4. Modal disetor bank umum Rp. 10 Milliar 5. Modal disetor BPR minimal 50 juta 6. BPR dapat ditingkatkan menjadi bank umum
Efisiensi lembaga keuangan, yang meliputi hal – hal berikut : 1. BUMN dan BUMD bukan bank dapat menempatkan sampai dengan 50% dananya pada bank nasional manapun. 2. Bank maksimum pemberian kredit (BMPK) bagi bank dan lembaga keuangan bukan bank.
Pengendalian kebijakan moneter, yang meliputu hal – hal sebagai berikut : 1. Likuiditas wajib minimum perbankan dan lembaga keuangan bukan bank diturunkan dari 15% menjadi 2 % dari jumlah dana pihak ketiga. 2. SBI dan SPBU yang semula hanya berjangka waktu 7 hari, sekarang ditambah dengan berjangka waktu sampai dengan 6 bulan.
Pengembangan pasar modal, yang meliputi sebagai berikut : 1. Bunga deposito berjangka dan sertifikat deposito dikenakan pajak penghasilan sebesar 15% agar dunia perbankan mendapat perlakukan yang sama dengan pasar modal. 2.
Penangguhan pengenaan pajak penghasilan terhadap bunga tabungan.
3. Perluasan modal bank dan lembaga keuangan bukan bank dapat dilakukan dengan penjualan saham baru melalui psar saham. e) Paket 20 Desember 1988 yang berisi tentang :
Aturan penyelenggara bursa efek oleh swasta
Alternative sumber pembiayaan berupa sewa guna usaha, pajak, piutang, modal ventura, perdagangan surat berharga.
f) Paket 25 Maret 1989 yang berisi tentang :
Penyempurnaan paket sebelumnya
4
Bank dan lembaga keuangan bukan bank dapat memliki met open position maksimum sebesar 25% dari modal sendiri
g) Paket 29 Januari 1990 yang berisi tentang : h) Paket 28 Februari 1991 yang berisi tentang : i) UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan j) Paket 29 Mei 1993 yang berisi tentang penyempurnaan aturan kesehatan bank meliputi :
Rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio)
Batas maksimum kredit (BMPK)
Kredit usaha kecil (KUK)
Pembentukan cadangan piutang
Rasio pinjaman terhadap dana pihak ketiga (loan to deposite ratio)
Pada masa setelah deregulasi perbankan di Indonesia mempunyai ciri – ciri sebagai berikut : a) Peraturan yang memberikan kepastian hukum b) Jumlah bank swasta banyak bertambah c) Tingkat persaingan bank yang semakin kuat d) Kepercayaan masyarakat terhadap bank yang meningkat e) Mobilisasi dana melalui sektor perbankan yang semakin besar
Kondisi Saat Krisis Ekonomi (1997-1998) Deregulasi dan penerapan kebijakan – kebijakan lain yang terkait dengan sektor moneter dan rill telah menyebabkan sektor perbankan leboh mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kinerja makro ekonomi di Indonesia. Mobilisasi dana melalui perbankan menjadi lebih besar dan perbankan menjadi lebih besar peran sertanya dalam menunjang kegiatan disektor rill melalui peningkatan produksi barang dan jasa. Deregulasi diatas ternyata kurang diimbangi dengan manajemen risiko perbankan yang baik. Krisis ekonomi yang awalnya hanya dipandang sebagai krisis moneter ini banyak menyebabkan perusahaan dalam kondisi perbankan di Indonesia sehingga kondisi saat ini adalah : a) Tingkat kepercayaan masayrakat dalam dan luar negeri terhadap perbankan di Indonesia menurun drastis b) Sebagian besar bank dalam keadaan tidak sehat
5
c) Adanya spread negative d) Munculnya penggunaan peraturan perundangan yang baru e) Jumlah bank menurun. Krisis perbankan yang demikian parah pada kurun waktu 1997 – 1998 memaksa pemerintah dan Bank Indonesia untuk melakukan pembenahan di sektor perbankan dalam rangka melakukan stabilisasi sistem keuangan dan mencegah terulangnya krisis. Langkah penting yang dilakukan sehubungan dengan itu adalah: 1. Memperkuat kerangka pengaturan dengan menyusun rencana implementasi yang jelas 2. Basel Core Principles for Effective Banking Supervision yang menjadi standard internasional bagi pengawasan bank. 3. Meningkatkan infrastruktur sistem pembayaran dengan mengembangkan Real Time Gross Settlements (RTGS). 4. Menerapkan Bank guarantee scheme untuk melindungi simpanan masyarakat di bank 5. Merekstrukturisasi kredit macet, baik yang dilakukan oleh BPPN, Prakarsa Jakarta maupun Indonesian Debt Restrukturing Agency (INDRA). 6. Melaksanakan program privatisasi dan divestasi untuk bankbank BUMN dan bank‐bank yang direkap. 7. Meningkatkan persyaratan modal bagi pendirian bank baru. Pertumbuhan pesat yang terjadi pada periode 1988 – 1996 berbalik arah ketika memasuki periode 1997 – 1998 karena terbentur pada krisis keuangan dan perbankan. Bank Indonesia,
Pemerintah,
dan
juga
lembaga‐lembaga
internasional
berupaya
keras
menanggulangi krisis tersebut, antara lain dengan melaksanakan rekapitalisasi perbankan yang menelan dana lebih dari Rp 400 triliun terhadap 27 bank dan melakukan pengambilalihan kepemilikan terhadap 7 bank lainnya. Secara spesifik langkah‐langkah yang dilakukan untuk menanggulangi krisis keuangan dan perbankan tersebut adalah : a.
Penyediaan likuiditas kepada perbankan yang dikenal dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)
b.
Mengidentifikasi dan merekapitalisasi bank‐bank yang masih memiliki potensi untuk melanjutkan kegiata usahanya dan bank‐bank yang memiliki dampak yang signifikan terhadap kebijakannya
6
c.
Menutup bank‐bank yang bermasalah dan melakukan konsolidasi perbankan dengan melakukan marger
d.
Mendirikan lembaga khusus untuk menangani masalah yang ada di industri perbankan seperti Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)
e.
Memperkuat kewenangan Bank Indonesia dalam pengawasan perbankan melalui penetapan Undang‐Undang No. 23/1999 tentang Bank Indonesia yang menjamin independensi Bank Indonesia dalam penetapan kebijakan.
Meskipun istilah yang digunakan “deregulasi”, namun tidak berarti bahwa perubahan yang dilakukan sepenuhnya berupa pengurangan pembatasan atau pengaturan di dunia perbankan. Deregulasi lebih tepat diartikan sebagai perubahan-perubahan yang dimotori oleh otoritas moneter untuk meningkatkan dunia perbankan dan pada akhirnya juga diharapkan akan meningkatkan kinerja sektor riil.
Kebijakan deregulasi yang telah dilakukan : a. Paket 1 Juni 1983 yang berisi tentang : 1. Penghapusan pagu kredit dan pembatasan aktiva lain sebagai instrumen pengendali Jumlah Uang Beredar (JUB). 2. Pengurangan KLBI kecuali untuk sektor-sektor tertentu. 3. Pemberian kebebasan bank untuk menetapkan suku bunga simpanan dan pinjaman kecuali untuk sektor-sektor tertentu. b. Bank Indonesia sejak 1984 mengeluarkan SBI. c. Bank Indonesia sejak 1985 mengeluarkan ketentuan perdagangan SBPU dan fasilitas diskonto oleh BI. d. Paket 27 Oktober 1988 yang berisi tentang : Pengerahan dana masyarakat, yang meliputi : Kemudahan pembukaan kantor bank, Kejelasan aturan pendirian bank, Bank dan lembaga keuangan bukan bank bisa menerbitkan sertifikat deposito dan tanpa perlu izin, Semua bank dapat meyelenggarakan tabanas dan tabungan lain e. Paket 28 Pebruari 1991, berisi tentang : Penyempurnaan paket sebelumnya menuju penyelenggaraan
lembaga keuangan dengan prinsip kehati-hatian, sehingga dapat tetap
mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan. 7
f. UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. g. Paket 29 Mei 1993 yang berisi tentang penyempurnaan aturan kesehatan bank meliputi : 1.
CAR (Capital Adequacy Ratio)
2.
Batas Maksimum Pemberian Kredit
3.
Kredit Usaha Kecil
4.
Pembentukan cadangan piutang
5.
Loan to Deposit Ratio
Pasca Krisis Perjalanan perekonomian Indonesia di tahun 2008 penuh dengan tantangan dan kendala yang harus dihadapi, sehingga memaksa para pelaku usaha dan pengusaha dari berbagai sektor merevisi target pendapatan, pertumbuhan dan rencana bisnis investasinya. Pasalnya siapa yang menduga, krisis keuangan global terjadi di tahun ini dan akibatnya dampak tersebut mulai dirasakan negara berkembang, khususnya Indonesia. Ada khwatiran dari pelaku ekonomi dan pengusaha dalam negeri. Pasalnya banyak ramalan dan analisis dari pengamat ekonomi memperkirakan dampak dari resesi ekonomi dunia akan terasa pada tahun depan, sehingga memaksa pemerintah harus bekerja keras memutar otak mengantisipasi dampak lebih buruk ditahun mendatang. Kondisi Perbankan Terkini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan, sampai saat ini kondisi kesehatan bank secara umum masih bagus. Dari 118 bank, sebagian besar memiliki rating II atau bagus dan hanya sekitar 10 persen yang rating III atau standar. Industri perbankan pada masih tumbuh. Kredit tumbuh 4,18 persen. Dana tumbuh sekitar 4,5 persen. Masih terdapat pertumbuhan walaupun tidak secepat semester I 2015 (melambat karena pengaruh kondisi ekonomi). Sementara akibat depresiasi rupiah, yang terkait adalah risiko pasar melalui neraca (liabilities dan aset valas) dan jenis banknya. Secara regulasi, threshold (ambang batas) valas maksimal 20 persen dari modal. Saat ini, secara industri posisi devisa netto (PDN) masih sekitar lima persen. Secara individual PDN 54 bank devisa ada di posisi PDN 2-10 persen jauh dari threshold. Dari 54 bank devisa itu, 51 bank posisinya long (beli). Artinya meski rupiah melemah, balance sheet
(neraca) bank memberikan efek positif bagi laba-rugi.
8
Sementara tiga bank posisi short (jual), akan memberi efek negatif bagi laba-rugi. Akan tetapi posisi PDN masih jauh di bawah threshold sehingga tidak terlalu berpengaruh. Adapun dari sisi rasio kecukupan modal (CAR) 118 bank, menurut profil risiko kisarannya 10-14 persen. Artinya, CAR bank semua memenuhi CAR profil risiko. Paling rendah, secara individu CAR 11 persen, sementara yang paling tinggi bisa 35 persen. Ratarata CAR industri 20,19 persen.
9