PERISTIWA 1 OKTOBER 1965 SEBAGAI PUNCAK PERGOLAKAN POLITIK DI TAHUN 1950-AN Dewa Agung Jurusan Sejarah FIS Universitas Negeri Malang Abstract: Main assumption that PKI ( IndonesianCommunis Party ) as single factor behind the October 1st, 1965 tragedy becoming formal law decision nowadays in Indonesia. Tracing this tragedy need an understanding into politics structure applied from year 1950 until 1965 in Indonesia. Learning history are based on continuity and chronological so it has applied on this tragedy. This tragedy popular with G30S/PKI and relevant with historical event such as Liberal Democracy Periods (1950 – 1957) and Guided Democracy Periods (1957 – 1965). G30S/PKI are accumulate tragedy caused by political interest on that period. Key Words: October 1st, 1965 tragedy, Political Struggle
Perkembangan PKI Periode 1950-an Dimulainya demokrasi liberal sejak tahun 1950 memberikan peluang setiap partai politik untuk berekspresi dan berinprovisasi sesuai dengan ideologinya masing-masing. Segala cara yang dilakukan dengan tujuan akhir yaitu dapat menarik hati rakyat sehingga mampu memperoleh suara terbanyak pada pemilu. Begitu juga dengan PKI, sejak kedatangan Aidit bulan Juli 1950 dari pelariannya pasca peristiwa Madiun tahun 1948, segera melaksanakan perbaikan di dalam tubuh partainya. Mereka mendarat di Tanjung Priok yang dibantu oleh Kamarusaman bin Ahmad Mubaidah alias Sjam(Sekretariat Negara RI, 1994:23). Sejak kedatangan, Aidit segera melaksanakan perbaikan di dalam tubuh partainya. Evaluasi terhadap kelemahan yang pernah terjadi pada kegagalannya tahun 1926, 1927 dan tahun 1948 tidak mau terulang lagi. KOK (kritik Oto Kritik) dilakukan dengan kesimpulan bahwa kegagalan tersebut disebabkan karena belum masuknya kekuatan militer dalam aksinya. Dalam mensukseskan upaya penyusupan atau ofensif revolusuioner ke dalam tubuh musuhmusuhnya, PKI menjalankan beberapa strategi perjuangan diantaranya, perjuangan
ideologi, perjuangan politik dan perjuangan melalui pendidikan. Perjuangan ideologi dengan memberikan alternatif lain terhadap isi sila pertama dalam Pancasila yaitu “kebebasan beragama”.Nampaknya opsi ini diwacanakan untuk mengimbangi golongan agamais yang selalu menginginkan diamandemennya sila pertama dari Panca Sila seperti yang tercantum dalam Piagam Jakarta (22 Juni 1945), bahkan wacana ini masih selalu muncul sampai saat ini. Memberikan interpretasi terhadap Pancasila dengan mengatakan “Pancasila sebagai alat pemersatu”, ”Pancasila adalah falsafaf persatuan”. Dalam bidang politik sejak tahun 1954 dilaksanakanlah (Metode Kombinasi Tiga Bentuk Perjuangan)MKTBP (Sekretaiat Negara RI, 1994:37-40).Dengan metode ini menginginkan terbentuknya kekuatan totalitas baik dukungan dari rakyat, aparatur Negara termasuk angkatan bersenjata. Cara semacam ini diperkenalkan oleh Pendana Menteri Republik Rakyat Cina Chou En Lai. Metode ini terdiri dari tiga strategi yang dilakukan yaitu: 1. Perjuangan gerilya di desa yang terdiri dari kaum buruh tani dan tani miskin.
Dewa Agung, Pesistiwa 1 Oktober 1965 Sebagai Puncak Pergolakan Politik ....
2. Perjuangan revolusioner kaum buruh di kta-kota, terutama kaum buruh angkutan dan buruh pelabuhan. 3. Bekerja secara intensif di tubuh musuh. Dalam hal ini angkatan bersenjata (ABRI). Dalam menanamkan pengaruh ideologi komunis di dalam angkatan bersenjata dibentuk lembaga khusus bernama Biro Khusus yang dipimpin langsung oleh Aidit dan dibantu oleh teman dekatnya Sjam Kamarusaman bin Ahmad Mubaidah (Sjam), Pono alias Supono, Bono alias Walujo alias Mujono. Adapun tugas dari Biro Khusus ini adalah : 1. Mengembangkan pengaruh dan ideologi PKI ke dalam tubuh ABRI guna menyusun potensi dan kekuatan bersenjata. Mengingat tugas ini memerlukan waktu yang lama dan ketekunan usaha serta hasilnya tidak selalu memuaskan, maka sekurangkurangnya diusahakan untuk mendapatkan simpatisan yang tidak memusuhi PKI. 2. Mengusahakan agar setiap anggota ABRI yang telah bersedia menjadi anggota PKI dan disumpah dapat membina para anggota ABRI lainnya. Dalam rangka mengembangkan pengaruh dan ideology komunis di lingkunan ABRI dapat ditempuh cara-cara melalui penyelenggaraan diskusi-diskusi yang teratur sampai mereka menjadi pengikut PKI yang dapat dipercaya. 3. Mencatat para anggota ABRI yang telah dibina atau menjadi pengikut PKI agar sewaktu-waktu dapat dimanfaatkan bagi kepentingannya. Apabila sudah berhasil mendapatkan seorang anggota ABRI maka orang itu dididik dan ditingkatkan kesadaran politiknya secara teori maupun praktek. Jika hal ini sudah dianggap cukup, orang itu kemudian
33
diberi pekerjaan menurut tugas, kemampuan dan kesanggupannya. Dengan demikian anggota ABRI itu telah dianggap sebagai sel partai di tempat bekerjanya. Perjuangan melalui bidang pendidikan dikenal ada konsep Panca Cinta ada yang mengusulkan dengan Panca Wardhana dan Panca Tinggi (Soerojo, 1988: 126- 130). Panca Cinta yaitu: 1. Cinta kepada Nusa dan Bangsa 2. Cinta kepada ilmu pengetahuan 3. Cinta kepada kerja 4. Cinta kepada perdamaian 5. Cinta kepada orang tua Sedangkan Panca Tinggi yaitu: 1. Tinggi kesadaran politik sosialis 2. Tinggi moral 3. Tinggi ilmu dan teknik 4. Tinggi rasa estetika 5. Tinggi kondisi jasmani Aksi lain yang dilakukan adalah dengan memerangi golongan-golongan yang merugikan rakyat yang dikenal dengan “tujuh setan desa” dan “empat bukit setan”. Tujuh setan desa yaitu: 1. tuan tanah, 2. lintah darat, 3. tengkulak, 4. tukang ijon, 5. kapitalis birokrat, 6. bandit desa, dan 7. pengirim zakat. Sedangkan empat bukit setan adalah: 1. imperialis, 2 tuan tanah feodal, 3. kapitalis birokrat, dan 4. kapitalis komprador. UU No.7 tahun 1953 sebagai undangundang pemilu yang pertama memberikan kesempatan kepada PKI untuk ikut dalam pesta demokrasi di tahun 1955. Dalam UU tersebut memberikan peluang semua partai politik dari berbagai ideologi bisa ikut. Persiapan PKI yang cukup matang dan mengerti kebutuhan rakyat sehingga PKI
34 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Ketiga, Nomor 2, Desember 2010 dapat menjadi partai massa, terbukti mampu memperoleh suara terbanyak keempat dalam pemilu tahun 1955. Hasil pemilu tahun 1955 merupakan keharusan politik bahwa PKI ikut dalam kabinet Soekarno bersama sama dengan Partai
Suara yang sah
partai pemenang pemilu yang lainnya yaitu PNI, Masyumi dan NU. Kabinet Gotong Royong atau disebut juga dengan Kabinet Kaki Empat nama kabinet bentukaan Soekarno pasca Pemilu tersebut. Adapun hasil pemilu tahun 1955 sebagai berikut:
% Suara yang
Kursi
% Kursi
sah
Perlemen
Parlemen
PNI
8.434.653
22,3
57
22,2
Masyumi
7.903.886
20,9
57
22.2
NU
6.955.141
18,4
45
17,5
PKI
6.176.914
16,4
39
15,2
PSII
1.091.160.
2,9
8
3,1
Parkindo
1.003.325.
2.6
8
3.1
770, 740
2.0
6
2.3
PSI
753,191
2.0
5
1,9
Murba
199.588
0,5
2
0,8
Lain-lain
4.496.701
12,0
30
11,7
Jumlah
37.785.299
100,0
257
100.0
Partai Katolik
Sumber Ricklefs,1992:377.
Ini adalah fakta yang tidak dapat dipungkiri oleh siapan sebagai hasil demokrasi (mungkin paling demokratis sampai saat ini), yang menjadi keharusan dalam kebijakan politik Soekarno sehingga masuknya PKI di dalam Kabinet Kaki Empat (Kabinet Gotong Royong) yang dibentuknya. Keberadaan PKI tersebut secara langsung maupun tidak langsung sangat menguntungkan perkembangannya kemudian. Keberadaan PKI dalam kabinet Kaki Empat sering dikaitkan sebagai bukti bahwa Soekarno melindungi PKI. Nampaknya diperlukan perspektif lain dalam memahami pandangan ini sebagai upaya dekonstruksi. Maksudnya, apakah yang harus kita lakukan terhadap PKI andaikata kita sebagai Soekarno pada saat itu ?, yang secara de fakto maupun yuridis tidak
dapat dipungkiri bahwa PKI sebagai partai pemenang dalam pemilu yang dianggap paling demokratis ?, sebanyak itukah orang Indonesia yang memilih PKI atheis(tidak mengenal Tuhan) seperti yang dikesankan kepadanya sampai saat ini? Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut secara jujur, diharapkan kita mengetahui apakah sebenarnya yang terjadi pada saat itu sebagai upaya memahami jiwa jaman dan menempatkan sejarah sebagai peristiwa, bukan sebagai kisah. Nampaknya pada tahun 1950-an PKI mampu merebut hati rakyat, sebagai partainya rakyat kecil (wong cilik), menanamkan kesan sebagai organisasai politik yang paling bersih dibandingkan dengan partai-partai besar lainnya, dimana pada masa demokrasi
Dewa Agung, Pesistiwa 1 Oktober 1965 Sebagai Puncak Pergolakan Politik ....
libral berlaku politik uang dan politik dagang sapi untuk dapat duduk pada lembaga pemerintahan. Hal ini dapat dimaklumi karena dalam periode demokrasi libral orang PKI belum pernah duduk dalam pemerintahan apalagi sebagai perdana menteri. Ataukah semua ini sebagai strategi politik dalam rangka menarik simpati rakyat di dalam negara yang carut marut baik karena faktor ekonomi (koruptor merajalela), maupun politik, karena adanya pergantian perdana menteri dengan cara mosi-mosi tidak percaya. Kondisi ini tentu sangat menguntungkan bagi PKI untuk tidak duduk dalam pemerintahan sehingga mampu menarik dukungan rakyat. Kedekatan PKI dengan Soekarno tidak dapat diingkari sebagai upaya menarik simpati rakyat. Hal semacam ini sangatlah wajar, bahkan sampai saat ini yang dilakukan oleh setiap partai politik dalam merebut hati rakyat dengan berbagai upaya. Di balik gerakan anti Soekarno pasca pemilu tahun 1955 yang bermuara pada sparatisme seperti PRRI/Permesta Februari 1958 tentu berpengaruh terhadap kedekatan PKI dengan Soekarno. Peristiwa ini diawali dengan pengunduran Masyumi dari kabinet pada tanggal 10 Januari 1957. Peristiwa PRRI/ Permesta merupakan akumulasi dari beberapa kekuatan politik di Indonesia yang anti terhadap kebijakan Soekarno, kekuatan tersebut yang dimaksud adalah pasukan sakit hati, Masyumi dan PSI yang ditandai juga dengan pengunduran diri Moh Hatta sebagai Wakil Presiden pada tanggal 1 Desember 1956. Walaupun Moh.Hatta dengan sangat diplomatis mengatakan pengunduran dirinya bukan karena tidak setuju dengan kebijakan politik Soekarno dengan mengikutkan PKI dalam kabinet, tetapi bukankah DPR hasil Pemilu sudah ada yang mempunyai tugas untuk memilih presiden dan wakil presiden. Cara semacam inilah yang seharusnya ditiru oleh elite politik sekarang, sebagai tindakan politikyang beretika dan tidak berdampak
35
buruk pada masyarakat. Seperti dalam bukunya R.Z. Leirissa (1997) bahwa peristiwa PRRI/Permesta sebagai upaya membentuk negara tanpa Komunis. Adanya indikasi bahwa agen CIA ikut berperan dibalik peristiwa PRRI/Permesta menambah eratnya hubungan PKI dengan Soekarno. Adalah suatu kelaziman politik yang terjadi di tahun 1950-an, bahwa dua Negara adikuasa (blok barat dan blok timur) ikut menentukan jalannya politik di Indonesia. Pro salah satu berarti anti salah satu, begitu juga sebaliknya. Dengan kondisi ini adalah masuk akal kalau agen CIA ikut berperan di balik peristiwa PRRI/Permesta dalam menentang kebijkan Soekarno yang dianggap menguntungkan terhadap perkembangan PKI di Indonesia, apalagi Soekarno dikenal sebagai penganut politik anti barat. Keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 menjadi bukti begitu besarnya kekuasaan Soekarno yang kemudian dikenal dengan mulainya orde Demokrasi Terpimin. Tindakan Presiden Soekarno dalam menegakkan Demokrasi Terpimpin adalah mendirikan lembaga-lembaga Negara lain seperti Front Nasional yang dibentuk melalui Penetapan Presiden No.13 tahun 1959. Dalam menetapan itu disebutkan, Front Nasional adalah suatu organisasi massa yang memperjuangkan cita-cita proklamasi dan cita-cita yang terkandung dalam UUD 1945 yang diketuai oleh Presiden Soekarno sendiri. Selain itu dibentuk juga Musyawarah Pembatu Pimpinan Revolusi (MPPR) berdasarkan Penetapan Presiden No. 4 tahun 1962. Keanggotaan dan MPPR terdiri dari sejumlah menteri yang mewakili MPRS dan DPR-GR, departemen-departeman, angkatanangkatan dan wakil-wakil dari orgaisasiorganisasi Nasakom. Dalam periode Demokrasi Terpimpin PKI berusaha menempatkan dirinya sebagai golongan yang semakin dekat dengan Soekarno dan menerima Dasar Negara
36 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Ketiga, Nomor 2, Desember 2010 Pancasila. Berhubungan dengan strateginya menempel dengan Soekarno, PKI secara sistematis menyatakan diri sebagai golongan yang pancasilais dengan mendukung ajaranajaran Soekarno. DN. Aidit mengatakan “melaksanakan Manipol secara konsekuen adalah sama halnya dengan melaksanakan program PKI, hanya kaum politisi munafik dan kaum reaksionerlah yang berusaha menghambat dan mensabot Manipol”. Berdasarkan Penpres Nomor 7 tahun 1959, Presiden Soekarno menilai bahwa kehadiran PKI dapat dikendalikan. Dan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 128/1961 bersama dengan tujuh partai lainya (PNI, NU, Parai Katholik, Partindo, Martai Murba, PSII dan IPKI), PKI diakui sebagai partai yang sah. Posisi PKI semakin kuat apalagi setelah Masyumi yang dianggap sebagai musuh batu karang PKI dibekukan oleh Soekarno terkait dengan peristiwa PRRI/Permesta. Pada tanggal 24 Agustus 1964 secara resmilah dibentuk Kabinet Dwikora yang dikenal juga juga dengan Kabinet Seratus Menteri dimana orang-orang PKI ada di dalamnya, seperti Dr. Soebandrio sebagai Wakil Perdana Mentri (Waperdam) I, Cahairul Saleh sebagai wakil Perdana Mentri (Waperdam) III.
Peristiwa G 30 S dan Beberapa Permasalahanya Sejak tahun 1964 kepercayaan diri PKI sebagai organisasi massa semakin meningkat, karena PKI sudah mengklaim memiliki anggota atau simpatisan paling tidak 3,5 juta orang lebih banyak dari 20 juta orang anggota organisasi politik lainnya (Boden, 2007: 510). Ini menunjukkan PKI adalah organisasai yang kuat dan mulai melakukan langkah-langkah untuk mencapai tujuannya yaitu terbentuknya masyarakat sosialis. Tindakan yang dilakukan adalah dengan aksi demo, keinginan untuk menguasai tanah milik perkebunan-perkebunan Negara, semua
tindakan ini sering disebut dengan aksi sepihak Aktivitas PKI tersebut dianggap keblalasan menyebabkan munculnya sifat anti pati dengannya, apalagi dengan keberaniannya bersentuhan dengan simbolsimbol agama (Islam) seperti peristiwa yang terjadi di Peristiwa Kanigoro tanggal 13 januari 1965. Kejadian semacam ini tidak musthil akan dimanfaatkan oleh musuhmusuh PKI atau golongan tertentu untuk menghancurkan kiprah PKI dalam perpolitikan di Indonesia. Dan oleh golongan atau individu yang mempunyai ambisi menjadi pemimpin Indonesia mengantikan Soekarno yang dianggap melindungi PKI. Sebagai fakta sejarah setiap orang Indonesia tidak akan melupakannya, bahwa di negara ini pernah terjadi peristiwa di tahun 1965 yang dikenal dengan nama Gerakan 30 September (G 30 S). Peristiwa ini terjadi pada tanggal 1 Oktober 1965 dini hari yang menyebabkan terbunuhnya sejumlah perwira tinggi Angkatan Darat. Secara normatif dan konvensional sifatnya, bahwa peristiwa itu terjadi adanya keinginan dari PKI untuk membentuk negara Soviet-Indonesia dan menggantikan Pancasila dengan dasar negara komunis. Karena itu sampai sekarang banyak istilah untuk menyebut peristiwa tersebut, seperti G 30 S/PKI, G 30 S-PKI, G 30 S, Gestapu, Gestok dan Kudeta 1 Oktober 1965. 1. G 30 S/PKI adalah istilah resmi yang digunakan pemerintah Orde Baru. bahkan dibakukan dalam buku-buku pelajaran sejarah resmi yang sampai sekarang sudah menjadi perbendaharaan kata masyarakat Indonesia. 2. Gestapu, kependekan dari Gerakan September Tiga Puluh. Istilah ini muncul pada tanggal 1 Oktober 1965 yang diperkirakan berasal dari kelompok mahasiswa pada saat itu. Merupakan istilah yang kurang cocok kalau dilihat dari struktur tata bahasa Indonesia.
Dewa Agung, Pesistiwa 1 Oktober 1965 Sebagai Puncak Pergolakan Politik ....
3.
Gestok, singkatan dari Gerakan Satu Oktober, istilah ini pertama digunakan oleh Soekarno yang diambil saat Gerakan Untung mengadakan penculikan terhadap sejumlah jenderal yang menurut rencana dilaksanakan pada dini hari 30 September 1965, tetapi oleh Sjam diundur menjadi 1 oktober 1965 dini hari. 4. G 30 S adalah istilah yang mengacu dari rencana nama operasi yang ditetapkan pada rapat terakhir pada tangal 29 September 1965 yang oleh Sjam dan Aidit untuk mendahului operasi yang katanya dilakukan oleh Dewan Jenderal (ISAI,1995:5-6). 5. Menurut Anderson dan McVey (2001) dikenal dengan nama Kudeta 1 Oktober 1965. 6. Sutrisno (2003:26) memberi istilah G 30 S-PKI dengan tanda baca penghubung (-) karena kini terasakan bahwa diantara G 30 dengan PKI yang korelatif itu, masih terasakan adanya celah yang dapat diisi sebuah rekonstruksi yang akan melengkapi pemahaman sejarah dengan lebih valid, kerena jauh lebih jujur dan bersungguh-sungguh. Masyarakat sangat percaya bahwa PKI akan membentuk negara komunis Indonesia dan ini sudah sejak lama sebelumnya sudah direncanakan. Peristiwa di tahun 1926 di Jawa Barat dan Sumatra Barat serta tahun 1948 di Madiun merupakan indikasi kuat akan keinginan mendirikan negara komunis, tetapi gagal. Kerpercayaan akan kekuatan yang dimiliki oleh PKI di tahun 1965 semakin mantap, apalagi dengan keberhasilan Biro Khusus dalam menanamkan pengaruhnya di dalam tubuh militer menjadi motivasi utama dalam menghadapi lawan-lawan politiknya. Begitu juga dengan kebijakan Soekarno yang memberikan tekanan kepada pimpinan PNI
37
yang tidak mau bekerja sama dengan PKI dan yang mempunyai teman-teman yang anti PKI di kalangan Angkatan Darat disingkirkan. Pada bulan Agustus 1965 PKI mengumumkan jumlah anggotan yang terakhir lebih dari 27 juta rakyat Indonesia (Ricklefs, 1992:424-425). Isu Dewan Jenderal yang akan menggulingkan kekuasaan Soekarno yang akan dilaksanakan pada saat memperingati hari ABRI tanggal 5 Oktober 1965 menjadi wacana penting yang bermuara pada tragedi pembunuhan para perwira tinggi Angkatan Darat Pada saat itu kondisi kesehatan Soekarno sudah mulai menurun, tepatnya sejak tanggal 4 Agustus 1965. Pada saat itu Soekarno sakit muntah-muntah dan pingsan, dan menurut dokter Cina terdapat dua kemungkinan dengan kondisi Soekarno yaitu beliau akan wafat atau akan menjadi lumpuh (Sekretariat Negara RI, 1994:69). Dalam mewujudkan keinginannya, PKI melaksanakan rapat dalam rangka menentukan langkahlangkah yang dianggap tepat, yaitu: 1. Rapat pada tanggal 6 September 1965 yang membicarakan mengenai situasi umum dan sakitnya Presiden Soekarno. 2. Tanggal 9 September 1965 membicarakan kesepakatan bersama untuk turut serta dalam mengadakan gerakan dan mengadakan tukar pikiran tentang taktik pelaksanaan gerakan. 3. Tanggal 13 September 1965 tentang peninjauan kesatuan yang ada di Jakarta. 4. Tanggal 15 September 1965, di antaranya membicarakan persoalan kesatuan-kesatuan yang akan diajak serta dalam gerakannya. 5. Tanggal 17 September 1965 membicarakan tentang kesatuan yang sudah sanggup dalam gerakan seperti yang disediakan oleh
38 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Ketiga, Nomor 2, Desember 2010 Kol.Inf.A.Latief, Mayor Udara Sujono dsb. 6. Tanggal 19 September 1965 yang membahas gerakan-gerakan di bidang politik, militer dan observasi dengan Sjam ditunjuk sebagai koordinatornya. 7. Tanggal 22 September 1965 penentuan sasaran para perwira tinggi Angkatan Darat. 8. Tanggal 24 September 1965 memantapkan kesanggupan dan kesediaan tenaga-tenaga yang telah ditetapkan sebagai pimpinan pasukan-pasukan yang akan digerakkan. 9. Tanggal 26 September 1965 pemantapan terhadap rapat sebelumnya. 10.Tanggal 29 September 1965 penetapan nama gerakannya yaitu Gerakan 30 September dan putusan perubahan hari H dan jam J yang dibuat oleh Sjam. Semula direncanakan pada kesesokan harinya tanggal 30 September 1965 pukul 04.00 menjadi tanggal 1 Oktober 1965 menjelang dini hari (Poesponegoro,dkk. 1994:38-39. Lihat juga Sekretariat Negara RI, 1994: 73-77). Wacana yang sering diketengahkan adalah, siapakah dibalik peristiwa tersebut ? Benarkah hanya PKI di balik peristiwa tersebut seperti yang divonis oleh Orde Baru?, dan sebagainya. Berkenaan dengan hal tersebut terdapat beberapa pandangan yang menjadi bahan perbandingan dan analisis histories: 1. Menurut Anderson dan McVey (2001:226) bahwa apapun kejadiannya hal ini adalah masalah intern Angkatan Darat. 2. Dale Scott (1998) peristiwa ini adalah konspirasi antara Soeharto dengan CIA(Central Intelligence
Agency) dalam rangka penggulingan Soekarno. 3. Dalam buku “Dokumen CIA” (2002:203) bahwa peristiwa G 30 S tahun 1965 adalah wujud konfrontasi antara Soekarno dengan Amerika serikat. Pada saat itu semakin beraninya Partai Komunis Indonesia dan semakin bergantungnya Soekarno kepada partai tersebut, beberapa bentuk non-komunis telah menaikkan bendera bernama “Soekarnoisme”. Gererakan tersebut seolah-olah membuktikan dirinya untuk membela Pancasila bikinan Presiden, tetapi rupanya tujuan utama mereka adalah menghancurkan pengaruh PKI di dalam pemerintahan dan di seluruh negeri. 4. Menurut Harold Crouch (ISAI, 1995: 17-18) sesuai dengan pandangan Anderson dan McVey, bahwa di dalam tubuh Angkatan Darat terdapat dua faksi yang sebenarnya samasama anti PKI tetapi berbeda sikap dalam menghadapi Presiden Soekarno. Faksi pertama adalah yang loyal terhadap Soekarno yang dipimpin oleh Mayjen Ahmad Yani, hanya menentang kebijakan Soekarno tentang persatuan nasional, di mana PKI ada di dalamya. Faksi kedua adalah bersikap menentang kebijakan A. Yani yang bernafaskan Soekarnoisme yaitu Jenderal Nasution dan Mayjen Soeharto. 5. Wertheim (ISAI, 1995: 20) mengatakan bahwa seluruh peristiwa itu adalah direkayasa oleh komplotan tertentu yang bertujuan untuk merusak nama baik PKI dan Presiden Soekarno, sehingga menjadi alasan untuk melenyapkan semua pengaruh mereka di dalam pentas politik Indonesia. Berdasarkan pengakuan seorang tokoh PKI yang mengatakan
Dewa Agung, Pesistiwa 1 Oktober 1965 Sebagai Puncak Pergolakan Politik ....
“dirinya merasa hanya wayang yang dimainkan oleh orang lain”. 6. Terdapat pandangan lain bahwa diketemukannya Dokumen Gilchrist (nama Dubes Inggris untuk Indonesia) membuktikan adanya hubungan khusus antara Inggris dengan Angkatan Darat. Dokumen ini dalam bentuk surat dari Dubes Inggris kepada Sir Harold Cassia, Sekteratis Muda Kementrian Luar Negeri Inggris.Surat ini tertanggal 24 Maret 1965. Isinya antara lain menyebutkan “Dubes AS Jones pada pokoknya sepakat dengan pendirian kita, tetapi mintak waktu untuk memelajari”. Juga disebut Our Local Army Friends ( Soerojo, 1988:161). Adapun isi lengkap dari dokomen tersebut sebagai berikut; Saya telah mendiskusikan dengan Duta Besar Amerika tentang masalah yang saudara kemukakan No. 67786/65. Duta Besar Amerika pada prinsipnya telah menyetujui tentang poisi kita, tetapi memintak waktu untu menyelidiki segi-segi tertentu dari masalah tersebut. Atas pertanyaan saya mengenai pengaruh yang ditimbulkan oleh kunjungan Bunker ke Jakarta, Duta Besar Amerika menyatakan bahwa ia tidak melihat adanya harapan untuk memperbaiki situasi dan karenanya tidak akan ada alasan untuk mengubah rencanarencana kita bersama.Sebaliknya kunjungan pribadi Presiden Amerika Serikat tersebut akan memberi waktu lebih banyak untuk mempersiapkan gerakansampai pada perincian yang sekecil-kecilnya.Duta Besar merasa bahwa usaha lebih jauh adalah perlu untuk lebih mendekatkan usahausaha bersama. Dalam hubungan ini ia mengatakan bahwa sangat berguna untuk memberikan kesan
39
kepada…our local army friends (kawan-kawan dari Angkatan darat di sini) b ahwa ketelitian, disiplin dan kerja sama dari segala tindakan sangat penting untuk berhasilnya tujuan. Saya berjanji untuk mengambil langkah-langkah yang sendiri secara pribadi pada saatnya (Soerojo, 1988:256). 7. Menurut Herbert Feith (2001:26-27) bahwa sejak Demokrasi Terpimpin telah diandaikan sebagai suatu sistem yang dipengaruhi secara kritis terutama sekali oleh hubungan antara Presiden Soekarno dengan Angkatan darat, suatu hubungan “konflik yang mantap” yang ditandai oleh upaya bersama dan berlangsungnya terus kompetisi dan ketegangan antara dua mitra yang bertanding dengan lebih kurang setaraf. 8. Ada indikasi Soekarno ada di balik pristiwa G 30 S/PKI (PutusanPutusan Sidang Istimewa MPRS Pada tahun 1967: 14-16) dengan fakta-fakta sebagai berikut: a. Berbagai pidato/ ucapan Presiden yang tidak tegas menyalahkan PKI dan bahkan menguntungkan PKI seperti: 1. Pidato Presiden Soekarno, tanggal 13 Desember 1965 yang mengatakan ”...................tetapi hendaknya para Gubernur tetap mendasarkan kewajibannya demi pengabdian kepada rakyat, negara dan revolusi. Kita semua adalah anak-anak revolusi, dan anakanak revolusi harus stia kepeda induknya, sebab kalau tidak anak itu sendiri akan dimakan oleh induknya”. 2. Pidato presiden Soekarno tanggal 18 Desember 1965, .........” Jenasah-jenasah dari Pemuda Rakyat, BTI, orang-orang PKI,
40 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Ketiga, Nomor 2, Desember 2010 atau simptisan PKI disemblih, dibunuh kemudian dibiarkan saja dipinggir jalan di bawah pohon, dihanyutkan dan tidak ada yang mengurusnya: 3. Tanggal 12 Desember 1965 di hadapan mahasiswa KAMMI mengatakan: ”..............Saya tahu, bahwa kamu adalah onderbow dari suatu partai. Karena partaipartai itu main gontok-gontokan, maka kamu ikut gontokgontokan..........”. ”.............Seribu Dewa dari kalangan tak dapat mematikan Nas, mematikan A dan mematikan Kom........”. ”Peruncingannya itu yang harus kita hantam. Gestoknya yang harus kita hantam, tetapi Komnya tidak bisa dihantam”. 4. Pidato Pesiden Soekarno tanggal 21 Desember 1965, ”........... Gestoknya harus kita hantam, tetapi komunisnya todak bisa, karena ajara komunis itu adalah hasil keadaan objektif dalam masyarakat Indonesia, seperti halnya nasionalis dan agama. “...............Nasakom telah kutulis sejak aku berumur 25 tahun dalam tahun 1926, dan ini akan kepegang teguh sampai aku masuk keliang kubur”. 5. Pada akhir bulan Desember 1965 dan pada bulan pertama tahun 1966 dalam berbagai kesempatan Rapat Umum, Presiden Soekarno bahkan memuji-muji PKI sebagai partai yang paling banyak berkorban dan paling berjasa terhadap revolusi Indonesia. Peristiwa yang terjadi pada tanggal 1 Oktober 1965 ampai saat ini masih membekas, dan diupayakan tidak perlu dilupakan bahkan terus ditanamkan rasa dendam yang berkelanjutan. Hal ini
dibuktikan dengan adanya pesan nasional sampai sekarang bahwa harus hati-hati dengan bahaya laten komunis yang akan masih berlangsung. Ketetapan MPRS No.XXV/MPRS/66 mempertegas hal itu yang sampai sekarang belum dicabut. Nampaknya disebabkan karena “instruksi tetap” Aidit tanggal 22 Nopember 1965 (Poesponegoro,dkk. 1994:401-402) yang isinya: 1. Menjamin kelangsungan partai; 2. Daerah-daerah basis di Jawa tetap dipertahankan; 3. Pembubaran partai dan lain-lain sebagai taktik demi terajaminnya perjuangan jangka panjang; 4. Mulai sekarang hindarkan perlawanan-perlawanan frontal; 5. Tindakan-tindakan pengamanan, teror, sabotase diajalankan secara sistematis untuk sekedar mengisi psywar sebagai kenyataan; 6. Usahakan agar pemerintah dan rakyat yakin bahwa partai masih tetap berdiri kuat; 7. Terus diamankan kesan bahwa kita adalah faktor bahaya besar dan tidak begitu saja dapat ditiadakan; 8. Tiap-tiap anggota partai adalah patriot, tiap anggota partai adalah informan; 9. Tiap anggota partai adalah jiwa perang, tiap anggota partai adalah penghubung; dan 10. perlu dijamin, hubungan yang paling aman malalui perwakilan dengan negara tetangga.
DAFTAR PUSTAKA Abdoerraoef, 1971. Komunisme Dalam Teori dan Praktek. Djakarta: Bulan Bintang
Dewa Agung, Pesistiwa 1 Oktober 1965 Sebagai Puncak Pergolakan Politik ....
Anderson, McVey. 2001. Kudeta 1 Oktober 1965, Sebuah Analisis Awal. Yogyakarta:LKPSM/Syariat. Boden, R. 2007. The ‘Gestapu’ Events of 1965 in Indonesia, New Evedence from Russian and German Archives. Jakarta: KITLV 163.4 Djanwar. 1986. Mengungkap Penghianatan/ Pemberontakan G30S/PKI.Bandung: Yrama Widya. Dinut,A. 1993. Dokumen Terpilih Sekitar Pemberontakan G 30 S/PKI. Jakarta: Lembaga Pertahanan Nasional. Dipodissastro,S. 1997. Tri Tura dan Hanura, Perjuangan Menumbangkan Orde Lama dan Menegakkan Orde Baru. Jakarta: YANENSE Mitra Sejati. Feit, H. 2001. Soekarno dan Militer Dalam Demokrasi Terpimpin. Jakarta: Sinar Harapan. Harnoko,A.D. 1982. Munculnya Orde Baru 1966 dan Pengaruhnya Menjelang Pemilihan Umum 1971. Yogyakarta: Skripsi Sarjana Sejarah Fakultas Sastra UGM. Kansil,dkk. 1970. Kitab Himpuanan Hasil Karya MPRS. Bagian I. Djakarta: Erlangga. Leirissa, R.Z. 1997. PRRI/Permesta, Strategi Membangun Indonesia Tanpa Komunis. Jakarta: Grafiti. Maurer, J.L. 2003. Bermain Dengan kataKata? Lelucon dan Permainan KataKata Sebagai Proses Politik di Indonesia. (Dalam, Husken, Orde Zonder Order, Kekerasan dan
41
dendam di Indonesia 1965-1998). Jakarta: LkiS. Scot,P.D. 1998. Konspirasi Soeharto-CIA, penggulingan Soekarno 1965-1967. Surabaya: PMII Unair. Sasono,A. 1997. Tri Tura dan HANURA. Perjuangan Menumbangkan Orde Lama dan Menegakkan Orde Baru.Jakarta: Yanense Mitra Sejati. Soetrisno,S. 2003. Kontroversi dan Rekonstruksi Sejarah. Yogyakarta: Media Pressindo. Soerojo,S. 1988. Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai. Jakarta:CV. Sri Murni. Subagyo. Tanpa Tahun. Usaha Mengisi Kemerdekaan Indonesia Masa Orde Baru. Modul 17. Tanpa Kota: Tanpa Penerbit Nainggolan, P.P. 3 April 2008. Manusia Setengah Dewa. Suara Indonesia, hal 6. --------------------.1969. Putusan-Putusan Sidang Istimewa MPRS Pada Tahun 1967. Jakarta: Djakarta:Pradnja Paramita. ------------------. 1980. 30 Tahun Indonesia Merdeka. Jakarta. PT.Tira Pustaka. ------------------.1994. Gerakan 30 September, Pemberontakan Partai Komunis Indonesia. Latar Belakang, aksi dan Penumpasannya. Jakarta:Sekretariat Negara RI.. ------------------.1969. Rencana Pembangunan Lima Tahun 1969/70-1973/74. Jakarta: Percetakan Negara RI.
42 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Ketiga, Nomor 2, Desember 2010 -------------------1995. Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Ketetepan MPR No.II/MPR/1978. Jakarta: BP-7 Pusat. -------------.1988. Rangkaian Pemberontakan Komunis di Indonesia. Jakarta:LSIK ------------------. 1995. Bayang-Bayang PKI. Jakarta: ISAI.
------------------. 1994. Naskah Asli Supersemar tak akan Saya Serahkan. Jawa Pos, Minggu 27 Maret 1994. ------------------. 1994. Supersemar itu Suatu Mukjizat. Forum Keadilan No.24 Tahun II.31 Maret 1994, hal.74-92. ----------------. 2002. Kontoversi Supersemar, Dalam Transisi Kekuasaan Soekarno Soeharto. Yogyakarta: Media Pressindo