PERILAKU KERUNTUHAN BALOK BETON MUTU NORMAL YETRO BAYANO Pegawai Negeri Sipil Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VII Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum ABSTRAK
Tulangan sengkang vertikal berfungsi untuk mencegah terjadinya retak pada balok akibat gaya geser, karena berfungsi untuk mengikat antara bagian balok di bawah retak geser dan bagian balok di atas retak geser. Retak geser pada balok tidak akan terjadi jika tulangan sengkang vertikal direncanakan dengan tepat untuk menahan gaya geser tersebut. Pada daerah tekan/ditengah bentang, pengaturan jarak antar sengkang perlu dilakukan untuk menentukan perilaku keruntuhan dari suatu struktur balok. Untuk menganalisis akibat pengaturan jarak antar sengkang ditengah bentang pada struktur balok, digunakan model balok Basuki (Basuki. Hidayati, N. 2006) dan divariasikan pada model dengan jarak antar sengkang ditengah bentang masing–masing 40; 80; 120; 150; 125; 100; 75 dan 50 mm. Analisis model menggunakan program komputasi ANSYS Ed.9.0. Model material beton menggunakan model SOLID65 dengan parameter nilai tegangan–regangan beton dihitung menggunakan persamaan usulan Kent and Park untuk beton mutu normal dan model material baja tulangan menggunakan model LINK8 dengan parameter nilai tegangan–regangan baja tulangan dihitung menggunakan persamaan usulan Park and Paulay untuk beton mutu normal. Model baja tumpuan perletakan balok dan tumpuan beban menggunakan SOLID45 dan diasumsikan bersifat linier. Analisis model balok untuk menentukan perubahan nilai beban–deformasi, daktilitas struktur balok. Berdasarkan hasil analisis model balok dengan analisis model elemen hingga menggunakan ANSYS Ed.9.0 Nilai beban ultimit pada model dengan jarak antar sengkang ditengah bentang 40, 80 dan 120 mm, nilainya turun berturut–turut pada rasio 1.0000; 0.9621; 0.9242 menjadi sebesar 29.7000; 28.5750; 27.4500 kN. Nilai beban ultimit Dari hasil analisis diperoleh beberapa persamaan untuk menentukan perilaku balok akibat variasi jarak antar sengkang didaerah tekan yaitu persamaan daktilitas kurvatur–dan jarak antar sengkang, dimana μφ=-2.10-5S3+0.005.S2-0.688.S+30.58; dengan nilai μφ adalah daktilitas kurvatur, satuan dalam 1/mm dan S adalah jarak antar sengkang ditengah bentang, satuan dalam mm, serta persamaan beban dan deformasi pada kondisi ultimit akibat variasi jarak antar sengkang didaerah tekan, dimana = 0,002Δ2+0,817Δ; dengan nilai P adalah beban yang terjadi pada balok, satuan dalam kN dan Δ adalah deformasi yang terjadi pada balok, satuan dalam mm.
Kata Kunci : Balok Beton Mutu Normal; Jarak Antar Sengkang; Daerah Tekan; ANSYS Ed.9.0; Beban–Deformasi; Daktilitas Kurvatur.
66
tulangan lentur dan tarik, mutu beton dan
BAB I
panjang bentang model balok.
PENDAHULUAN
2. Analisis model menggunakan ANSYS Ed.9.0 untuk menentukan nilai beban–
Latar Belakang
deformasi, daktilitas kurvatur dan perilaku Beton adalah material konstruksi yang banyak dipakai sampai saat ini dibandingkan
keruntuhan yang terjadi akibat varasi jarak antar sengkang ditengah bentang.
dengan material lain seperti kayu dan baja. Hal ini dikarenakan material penyusunnya mudah
Tujuan Penelitian
didapat, mempunyai kekuatan yang baik, keawetan, proses produksinya lebih cepat dan sederhana serta harga yang terjangkau. Secara
umum
beton
Tujuan dalam penelitian adalah untuk menentukan perubahan nilai beban–deformasi, daktilitas kurvatur dan perilaku keruntuhan
digolongkan
menjadi 2 golongan, yaitu beton mutu normal dan beton mutu tinggi. Beton mutu normal
yang
terjadi
akibat
variasi
jarak
antar
sengkang di tengah bentang pada model balok beton mutu normal.
adalah beton yang mempunyai mutu berkisar 20 sampai dengan 58
MPa dan dibuat
Manfaat Penelitian
menggunakan agregat alam yang dipecah atau tanpa dipecah. Sedangkan beton mutu tinggi
Manfaat dari penelitian ini adalah
adalah beton yang mempunyai mutu diatas 58
dengan variasi model, maka dapat ditentukan
MPa dan dibuat menggunakan agregat alam
pengaruh pengaturan jarak antar sengkang
yang dipecah atau agregat buatan dengan
ditengah bentang pada model balok beton
campuran
serta
metode
mutu normal terhadap peningkatkan nilai
disesuaikan
dengan
kapasitas beban–deformasi, daktilitas kurvatur
kebutuhan kuat tekannya (SNI-03-2847-2002).
dan perilaku keruntuhan yang terjadi pada
bahan
pelaksanaan
tambah
yang
model balok. Perumusan Masalah Dalam
penelitian
ini,
dirumuskan
Asumsi yang dipergunakan Model
permasalahan sebagai berikut: 1. Analisis dilakukan dengan memodelkan
menggunakan
beton material
dimodelkan SOLID65.
Nilai
balok beton mutu normal dari hasil uji
tegangan dan regangan model balok beton
eksperimental
Basuki
mutu normal diperoleh berdasarkan hasil
dan
perhitungan tegangan–regangan beton mutu
divariasikan dengan jarak antar sengkang
normal menggunakan usulan Kent and Park
ditengah bentang, mutu dan diameter baja
(Park, R. Paulay, T. 1975) untuk kondisi beton
(Basuki.
terdahulu
Hidayati,
N.
oleh 2006)
67
terkekang. Sedangkan model baja tulangan
prategang,
dan
direncanakan
lentur dan tulangan sengkang dimodelkan
asumsi
menggunakan material LINK8. Nilai tegangan
bersama-sama dalam menahan gaya yang
dan regangan baja tulangan hasil analisis
berkerja (SNI 03-2847-2002).
bahwa
kedua
berdasarkan
material
bekerja
tegangan–regangan untuk baja tulangan untuk beton mutu normal menggunakan usulan dari Park and Paulay (Park, R. Paulay, T. 1975). Model tumpuan perletakan pada model balok persegi dan tumpuan beban menggunakan SOLID45 dan model ini diasumsikan bersifat linier.
2.1.5
Kurva Tegangan–Regangan Tekan
Beton Mutu Normal Nilai tegangan-regangan beton untuk beton mutu normal menggunakan usulan Kent and Park (Park, R. Paulay, T. 1975) dengan
Batasan Masalah Batasan
parameter
yang
digunakan
dalam
perhitungan
tercantum
dalam
Gambar 2.4.
penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Analisis tegangan–regangan untuk baja tulangan
untuk
beton
mutu
normal
menggunakan Persamaan usulan Park and Paulay (Park, R. Paulay, T. 1975). 2. Analisis model menggunakan analisis model elemen hingga dengan bantuan program komputasi ANSYS Ed.9,0. 3. Analisis model untuk menentukan nilai beban–deformasi, daktilitas kurvatur dan perilaku keruntuhan pada model balok beton mutu normal akibat variasi jarak
Gambar 2.4 Kurva
hubungan
tegangan-
regangan beton yang dikekang
antar sengkang ditengah bentang.
dengan
sengkang
segiempat
usulan Kent and Park (Park, R.
BAB II
Paulay, T. 1975).
KAJIAN PUSTAKA Landasan Teori
Pada kurva tegangan-regangan usulan
Balok Beton Mutu Normal Balok beton bertulang adalah beton
Kent and Park dalam Gambar 2.4, kurva
yang ditulangi dengan luas dan jumlah
dimulai dari tegangan awal dititik A yang
tulangan
nilai
nilainya terus naik sampai mencapai puncak
minimum, yang disyaratkan dengan atau tanpa
tegangan di B dengan nilai tegangan sama
yang
tidak
kurang
dari
68
dengan f’c dan regangan puncak beton pada
tekan beton pada saat nilai tegangan tekan
nilai 0,002. Setelah mencapai puncak tegangan
beton mencapai 0,20f’c.
di titik B, tegangan yang terjadi turun namun nilai regangannya terus bertambah sampai mencapai keruntuhan dititik C dengan nilai tegangan sebesar 0,2f’c dan nilai regangan
2.1.6 Kurva Tegangan–Regangan
Baja
Tulangan Perhitungan untuk menentukan nilai
sebesar ε20c. Setelah mencapai nilai regangan
tegangan
ε20c nilai tegangan yang terjadi adalah konstan.
menggunakan usulan Park and Paulay (Park,
Berdasarkan
R. Paulay, T. 1975) dengan parameter
kurva
dalam
Gambar
2.4,
diperoleh persamaan dengan membagi kurva
dan
regangan
baja
tulangan
perhitungan tercantum dalam Gambar 2.5.
menjadi 3 daerah, yaitu: Daerah AB : εc < 0,002 (2.5a) Daerah BC : 0,002<εc<ε20c
(2.5b) (2.5c)
Daerah CD : εc > ε20c
Gambar 2.5 Kurva
hubungan
tegangan-
(2.5c) regangan baja tulangan usulan dimana :
Park and Paulay (Park, R. Paulay, T. 1975). (2.5d) Pada kurva tegangan-regangan usulan (2.5e) Gambar 2.5, kurva Park and Paulay dalam dimulai dari tegangan awal dititik A yang nilainya terus naik (2.5f) sampai mencapai puncak
Pada Persamaan 2.5, f’c adalah kuat tekan beton, satuan dalam psi; ρs adalah perbandingan volume tulangan melintang terhadap inti beton yang diukur terhadap bagian luar sengkang; b” adalah lebar inti kekekangan diukur terhadap bagian luar sengkang, satuan dalam mm; sh adalah jarak antar sengkang, satuan dalam mm; εc adalah regangan tekan beton; ε20c adalah regangan
tegangan di B dengan nilai tegangan sama dengan fy dan regangaSn leleh pada nilai εy. Setelah mencapai puncak tegangan di titik B, tegangan yang terjadi adalah tetap namun nilai regangannya terus bertambah sampai regangan plastis εsh dititik C. Pada saat mencapai batas regangan plastis dititik C, nilia tegangan yang terjadi akan naik kembali sampai mencapai kondisi keruntuhan dititik D dengan nilai 69
tegangan sebesar fsu dan nilai regangan sebesar
walaupun sudah berada dalam kondisi di
εsu. Berdasarkan kurva dalam Gambar 2.5,
ambang keruntuhan. Daktilitas pada struktur
diperoleh persamaan dengan membagi kurva
gedung
menjadi 3 daerah, yaitu:
maksimum struktur gedung akibat pengaruh
Daerah AB : εs < εy
beban lateral rencana pada saat mencapai
fs = εs.Es
kondisi
adalah
di
simpangan Daerah BC : εy < εs < εsh
rasio
antara
deformasi
ambang keruntuhan dengan (2.6a) struktur gedung pada saat
terjadinya pelelehan pertama (SNI 03-1726(2.6b)
2002).
fs = fy
Nilai
Daerah CD : εsh < εs < εsu
daktilitas
kurvatur
adalah
membandingkan antara sudut kelengkungan saat ultimit dan sudut(2.6c) kelengkungan pada saat terjadi leleh pertama pada tulangan tarik dari
dimana :
model balok akibat beban lentur, sehingga diperoleh suatu hubungan nilai momen– (2.6d) kurvatur. Dalam penelitian ini, analisis untuk
r = εsu - εsh
menentukan
Pada Persamaan 2.6, fs adalah kuat
menggunakan
nilai (2.6e) momen modifikasi
dan blok
kurvatur tegangan–
tarik baja tulangan, satuan dalam MPa; εs
regangan usulan Kent and Park untuk beton
adalah regangan tarik baja tulangan; εsh adalah
mutu normal kondisi terkekang (Park, R.
regangan tarik baja tulangan pada saat mencapai batas plastis; εsu adalah regangan tarik baja tulangan pada saat mencapai kondisi ultimit. Es adalah modulus elastisitas baja
Paulay, T. 1975). Dari analisis modifikasi blok tegangan–regangan pada kondisi awal retak, leleh dan ultimit, maka dapat ditentukan nilai daktilitas kurvatur dari balok beton mutu normal
tulangan, satuan dalam MPa.
dengan
pengaturan
jarak
antar
sengkang ditengah bentang balok. 2.2.
Analisis Daktilitas Kurvatur Beton
Mutu Normal Kondisi Terkekang Daktilitas adalah kemampuan suatu struktur untuk mengalami deformasi elastis yang besar secara berulang kali dan siklik akibat
beban
terjadinya
lateral
pelelehan
yang menyebabkan pertama,
sambil
mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup, sehingga struktur tersebut tetap berdiri, 70
dalam 3 (tiga) zona seperti tercantum dalam Gambar 2.6. 2) Sentroid
diagram
tegangan
beton
sebenarnya berlokasi sama dengan sentroid blok tegangan ekivalen. Dengan
penurunan
rumus
dari
Persamaan 5 pada kurva tegangan–regangan beton mutu normal kondisi beton terkekang usulan Kent and Park seperti yang tercantum dalam Gambar 2.4, maka diperoleh nilai αi dan Gambar 2.6 Pembagian
Zona
Kurva
Tegangan–Regangan Beton Mutu Normal
Kondisi
Paulay, T. 1975):
Terkekang
Usulan Kent and Park untuk Menghitung
γi dari setiap daerah kurva, yaitu (Park, R.
Parameter
Blok
Tegangan–Regangan (Park, R.
Zona 1, Kurva naik, A–B (εc1 ≤ 0,002): 1
c1 1 c1 0,002 0,006
1
0,008 c1 0,024 4 c1
Paulay, T. 1975).
Berdasarkan persamaan usulan Kent and Park pada Persamaan 2.5 dan Gambar 2.4,
Zona 2, Kurva turun, B–C (0,002<εc2 ≤ εc20):
diperoleh 3 daerah kurva, yaitu kurva naik AB, kurva turun BC dan kurva datar CD. Dengan modifikasi
blok
tegangan–regangan
pada
Gambar 2.4, dapat ditentukan nilai parameter perhitungan menggunakan blok tegangan– regangan balok beton mutu normal yaitu nilai α
dan
γ
untuk
setiap
daerah.
2
0,004 0,002 Z 1 c 2 0,002 1 3 c 2 c 2 2
3,334 107 1,334.109 2 0,5 c 2 0,333 Z c 2 0,001 Z c 2 Z c2 c2 2 1 2 6,667 104 c 2 0,5 Z c 2 0,002 Z c 2 2 106 Z
Untuk
memperoleh nilai αi dan γi dari setiap daerah
Zona 2, Kurva datar, C–D (εc3 > εc20):
kurva secara langsung, maka perhitungannya harus memenuhi syarat–syarat sebagai berikut (Park, R. Paulay, T. 1975): 1) Luas daerah diagram tegangan beton sebenarnya harus sama dengan luas blok
2 10 6 6,667 10 4 0,8 20 c 0,5 Z 20 c 0,002 Z 20 c Z 0,2 c3 c3 c3 c3 c3 2
3
3,334 10 7 1,334 10 9 Z 0,40 20 c 0,333 Z 20 c 0,001 Z 20 c 0,1 c3 c3 c3 c3 c3 c3 3 1 2 4 6 6,667 10 0,80 20 c 0,50 Z 20 c 0,002 Z 20 c 2 10 Z 0,2 c3 2
3
2
tegangan ekivalen. Luas daerah dibagi Dari
persamaan
2.7,
α1
adalah
koefisien pengali lebar blok tegangan ekivalen 71
beton mutu normal pada zona 1; γ1 adalah koefisien
pengali
tinggi
blok
tegangan
ekivalen beton mutu tinggi pada zona 1; α2 adalah koefisien pengali lebar blok tegangan
3.3.
Analisa
Elemen
Hingga
Model
Menggunakan ANSYS Ed.9.0 3.2.1
Model Beton
ekivalen beton mutu normal pada zona 2; γ2 adalah koefisien pengali tinggi blok tegangan
Model balok dalam ANSYS Ed.9.0
ekivalen beton mutu normal pada zona 2; α3
menggunakan
adalah koefisien pengali lebar blok tegangan
SOLID65
ekivalen beton mutu normal pada zona 3; γ3
perilaku retak dan pecah dari beton, seperti
adalah koefisien pengali tinggi blok tegangan
tercantum dalam Gambar 2.8.
model
yang
material
mampu
concrete
menggambarkan
ekivalen beton mutu normal pada zona 3. Koefisien
tinggi
dan
lebar
blok
tegangan ekivalen pada model balok seperti yang tercantum dalam Gambar 2.6, nilai parameter tegangan regangan disubstitusikan menggunakan nilai αi dan γi pada setiap zone luasan. Modifikasi blok tegangan–regangan dilakukan untuk memperhitungkan pengaruh mutu beton pada nilai αi dan γi dari model
Gambar 2.8
balok.
Geometri
elemen
SOLID65
concrete
(ANSYS
Ed.9.0,
2007)
1) Input
data
material
model
concrete
SOLID65 sebagai berikut : a. Kuat tekan beton diperoleh dari hasil Gambar 2.7
Analisis Beton
Penampang Mutu
Balok Normal
Menggunakan Parameter Blok Tegangan–Regangan Kent
and
Park
Usulan untuk
Menghitung Momen-Kurvatur (Park, R. Paulay, T. 1975).
BAB III METODE PENELITIAN
pengujian terdahulu. b. Modulus elastisitas beton (Ec) c. Poisson rasio untuk beton digunakan 0,20. d. Kuat tarik beton e. Nilai
tegangan–regangan
pengujian
dimasukan
multilinier
kinematic
hasil kedalam
hardening
plasticity. 2) Retak dan kehancuran beton 72
Perilaku elastic isotropic pada
nilai 1.00 menggambarkan retak yang
beton terjadi pada saat sebelum beton
kasar. Untuk beton mutu normal
mengalami retak awal atau posisi akan
digunakan nilai 0.10 sebagai nilai
mengalami kehancuran awal, seperti yang
referensi, sedangkan untuk beton mutu
tercantum dalam Gambar 2.9 dan 2.10.
tinggi, tidak ada literatur maupun
Kehancuran (crushing) beton didefinisikan
referensi mengenai nilai yang pasti.
sebagai pelepasan suatu unsur dari satu
Untuk itu digunakan nilai pendekatan
kesatuan material (ANSYS Manual, 2007).
dalam penelitian ini, yaitu sebesar 0.90. b. Koefisien transfer geser akhir untuk retak pada beton, pada penelitian ini digunakan nilai sebesar 1.00. c. Kuat tarik uniaksial (fr), yaitu tegangan
Gambar 2.9
tegangan–regangan
tarik retak beton dimana nilainya
beton dalam ANSYS Ed.9.0
mendekati atau sama dengan nilai
(ANSYS. 2007).
modulus pecah beton.
Kurva
d. Tegangan tekan hancur beton uniaksial (f’cu), yaitu tegangan tekan beton dengan nilai antara sama dengan nilai tegangan
ultimitnya.
Nilai
-1,00
menggambarkan model balok tidak akan Gambar 2.10 Kurva Tegangan Yang Terjadi Pada Model SOLID65 dalam ANSYS
Ed.9,0.
(ANSYS
Ed.9.0, 2007). 3) Parameter kegagalan pada permukaan beton dalam ANSYS dimodelkan dalam 5 (lima) pada nonlinier nonmetal plasticity concrete, seperti yang tercantum dalam Gambar 2.10, yaitu : a. Koefisien transfer geser awal untuk retak pada beton, dengan nilai antara 0.00 sampai dengan 1.00, dimana nilai
mengalami
keruntuhan
pada
kondisi nilai pembebanan yang tak terbatas sedangkan nilai ultimitnya menggambarkan
model
dapat
mengalami keruntuhan pada saat beban ultimit diberikan. e. Tegangan tekan hancur beton biaksial (fcb),
yaitu
tegangan
tekan
beton
dengan nilai sebesar 1.2.f’c. f. Kuat tekan ultimit untuk tekanan hidrostatis biaksial (f1), yaitu tegangan tekan hidrostatis beton arah biaksial dengan nilainya sebesar 1,45.f’c.
0.00 menggambarkan retak halus dan 73
g. Kuat tekan ultimit untuk tekanan hidrostatis
uniaksial
(f2),
Gambar 2.11 Geometri Model Elemen Spar
yaitu
LINK8 Dalam ANSYS Ed.9.0
tegangan tekan hidrostatis beton arah uniaksial
dengan
nilainya
(ANSYS Ed.9.0, 2007).
sebesar
1,725.f’c.
2.2.2
Model tumpuan balok
1) Model tumpuan perletakan dan tumpuan 3.2.2
beban pada model balok menggunakan
Model baja tulangan
1) Model baja tulangan pada model balok
pelat baja solid. Dalam ANSYS Ed.9.0
menggunakan material model elemen spar
digunakan
LINK8. Digunakannya material model
bricknode8 SOLID45. Model bricknode8
elemen spar LINK8 karena material ini
SOLID45 mempunyai 8 (delapan) nodes
mampu menggambarkan tegangan dan
dengan 3 (tiga) derajat kebebasan translasi
regangan plastis, rayapan, pengembangan,
pada arah sumbu koordinat x, y dan z.
kekakuan tegangan dan deformasi yang
2) Digunakannya material model elemen
besar seperti perilaku baja tulangan. Model
bricknode8 SOLID45 karena material ini
spar
mampu menggambarkan tegangan dan
LINK8
merupakan
elemen
tiga
model
material
elemen
dimensi yang didefiniskan dengan 2 nodes dan merupakan sebuah material yang isotropic. Geometri struktur elemen spar LINK8 tercantum dalam Gambar 2.11. 2) Data masukan untuk material model baja tulangan menggunakan elemen non linier rate
independent
multilinier
isotropic
hardening dan von–mises yield criterian dengan nilai modulus young, poisson ratio dan
kurva
tulangan.
tegangan–regangan
baja
regangan elastis, kekakuan tegangan dan deformasi yang besar seperti perilaku pelat baja tumpuan. Model elemen bricknode8 SOLID45 isotropic
merupakan dan
dapat
material bekerja
yang dengan
material lain seperti model beton concrete SOLID65. Geometri dan letak nodes dari elemen
bricknode8
SOLID45
dalam
Gambar 2.29. 3) Dalam penelitian ini sifat tegangan dan regangan
model
elemen
bricknode8
SOLID45
adalah
elastis
linier
diasumsikan
tidak
terpengaruh
dan akibat
pembebanan. Hal ini karena sifat dari model
pelat
baja
tumpuan
harus 74
mempunyai kekuatan yang cukup dan
Sehingga secara keseluruhan model balok
tidak hancur meskipun model balok sudah
eksperimental
mengalami keruntuhan.
sebanyak 12 model balok. Jumlah dan spesifikasi
terdahulu
teknis
yang
model
digunakan
balok
dari
eksperimental terdahulu tercantum dalam Tabel 2.1b dan Gambar 2.13a. Menggambarkan kurva nilai rerata beban geser–jarak antar tulangan segkang untuk model tipe II.
Dari Gambar 2.12b, dapat dijelaskan
bahwa untuk model tipe I, nilai rerata beban geser maksimal model lebih tinggi dari model tipe I pada jarak antar tulangan sengkang sebesar 40mm,
Gambar 2.12 Geometri Model Bricknode8 SOLID45
dalam
ANSYS
Ed.9.0 (ANSYS Ed.9.0, 2007)
namun pada
spasi 80 dan 120 mm, nilai rerata
beban geser maksimal yang terjadi pada model tipe I lebih rendah dibanding model tipe II. Dari Tabel 2.1c dan Gambar 2.13b, dapat
3.3
Hasil Eksperimental Terdahulu
disimpulkan bahwa dengan semakin rapatnya jarak
Jumlah model yang digunakan dalam
antar tulangan sengkang maka nilai beban geser
eksperimental terdahulu terdiri dari dua tipe
maksimal akan bertambah naik. nilai kenaikan
model seperti tercantum dalamTabel 2.1a.
beban geser maksimal semakin tinggi apabila pada
Tipe pertama adalah model balok dengan
model dengan tipe sengkang konvensional.
posisi
tulangan
konnvensional/vertikal/tegak
Untuk
sengkang lurus,
dengan
jarak antar sengkang berturut–turut sebesar 40, 80, dan 120 mm. Jumlah masing–masing model dengan jarak sengkang 40, 80 dan 120 mm adalah 2 buah. Jumlah model untuk tipe ini adalah sebanyak 6 buah model balok.
nilai
kuat
geser
model
hasil
eksperimental terdahulu tercantum dalam Tabel 2.1d dan Gambar 2.13c. Dari Tabel 2.1d untuk model dengan sengkang konvensional, bahwa dengan semakin rapatnya jarak antar tulangan sengkang berturut– turut 120, 80 dan 40 mm, maka rerata nilai kuat geser maksimal dari model balok eksperimental
Tipe kedua adalah model balok dengan
naik menjadi 316,50; 441,50 dan 766,50 kg.
posisi tulangan sengkang konservatif/miring
Terjadi kenaikan nilai beban geser maksimal
0
(45 pada arah memanjang balok), dengan
dengan besarnya kenaikan pada rasio 1,00; 1,39
jarak antar sengkang berturut–turut sebesar 40,
dan
80, dan 120 mm. Jumlah masing–masing
alternatif, bahwa dengan semakin rapatnya jarak
model dengan jarak sengkang 40, 80 dan 120
antar tulangan sengkang berturut–turut 120, 80 dan
mm adalah 2 buah. Jumlah model untuk tipe ini adalah sebanyak 6 buah model balok.
2,42. Untuk model dengan sengkang
40 mm, maka rerata nilai kuat geser maksimal dari model balok eksperimental naik menjadi 366,50; 75
566,50 dan 704,00 kg. Terjadi kenaikan nilai beban geser maksimal dengan besarnya kenaikan
4.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dalam yang
pada rasio 1,00; 1,55 dan 1,92.
dilakukan terhadap model balok dengan Menggambarkan kurva nilai rerata kuat geser– jarak antar tulangan segkang untuk model tipe II.
Dari Gambar 2.12c, dapat dijelaskan
variasi jarak antar sengkang didaerah tekan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Dengan rapatnya jarak antar sengkang
bahwa untuk model tipe I, nilai rerata beban
didaerah tekan membuat nilai momen
geser maksimal model lebih tinggi dari model
ultimit dan kurvatur ultitmit dari model
tipe I pada jarak antar tulangan sengkang sebesar 40mm, namun pada spasi 80 dan 120
balok dapat dihitung 2. Yang akan terjadi ditengah bentang balok
mm, nilai rerata beban geser maksimal yang
dapat diminimalkan.
terjadi. 3.4
Analisis
Hasil
Elemen
Hingga
4..2
Saran Dalam penelitian ini terdapat beberapa
dengan ANSYS Ed.9.0 Dari hasil analisa model elemen
kelemahan yang perlu dilakukan kajian lebih
hingga dengan bantuan program ANSYS
dalam lagi, diantaranya:
Ed.9.0 diperoleh data berupa nilai tegangan–
1. Dengan rapatnya jarak sengkang ditengah
regangan, beban–deformasi dan beban–retak.
bentang
balok,
maka
nilai
momen–
Nilai tersebut diolah menjadi sebuah data yang
kurvatur ultimit dan daktilitas kurvatur
menyerupai data koordinat. Data berupa
perlu dlakukan penelitian lebih lanjut.
koordinat yang ada merupakan data koordinat yang acak seperti tercantum dalam Gambar 2.14.
Berdasarkan
data
koordinat
DAFTAR PUSTAKA
yang
diperoleh, maka dapat ditentukan persamaan ANSYS
kurva dari koordinat tersebut. Untuk menentukan persamaan kurva dari data berupa koordinat acak, digunakan regresi polynomial. Salah satu metode yang
Release
Manual
9.0. (2007). for
Programmer’s
ANSYS.
ANSYS
Incorporations and ANSYS Europe, Ltd. (http://ansys.com
diakses
tanggal
5
September 2009)
digunakan adalah dengan metode curve fitting power
model
fungsi
parabolik
seperti
tercantum dalam Gambar 2.15.
Basuki. Hidayati, N. (2006). Tinjauan Kuat Geser Sengkang
Alternatif
Konvensional
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
Pada
Dan Balok
Sengkang Beton
Bertulang. Dinamika Teknik Sipil. Volume 6. Nomor 1. pp. 36–45
76
Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya. (2007). Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SNI 032847-2002). Edisi pertama. ITS Press. Surabaya. Indonesia
Dipohusodo, I. (1994). Struktur Beton Bertulang. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Kenneth, M.L. (1997). Reinforced Concrete Design. Mc. Graw Hill. Singapore
Park, R. Paulay, T. (1975). Reinforced Concrete Structures. John Wiley & Sons. New York. USA
Purwono, R. (2005). Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa (SNI 03-1726-2002). Edisi ketiga ITS Press. Surabaya. Indonesia
Taufik, S. (2009). Curve Fitting. Modul Kuliah Metode Numerik Terapan. Jurusan Teknik Struktur Program Pascasarjana Magister Teknik
Sipil
Universitas
Lambung
Mangkurat.
Tjitradi, D.
Taufik, S. Kosasih, B.L. (2003).
Perhitungan Kapasitas Penampang Kolom Beton Mutu Tinggi Yang Terkekang Dengan
Blok
Tegangan
Segiempat
Ekivalen. Civil Engineering Dimension. Vol.5 No.1. pp. 45–50
Wahyudi, L. (1997). Struktur Beton Bertulang. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
77