SEMINAR NASIONAL VIII SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 31OKTOBER 2012 ISSN 1978-0176
PERHITUNGAN NILAI SETTING ALARM ALAT ALPHA BETA AEROSOL MONITOR DI INSTALASI RADIOMETALURGI Suliyanto, Endang Sukesi, Budi Prayitno Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir - BATAN
ABSTRAK PERHITUNGAN NILAI SETTING ALARM ALAT ALPHA BETA AEROSOL MONITOR DI INSTALASI RADIOMETALURGI. Perhitungan nilai setting alarm alat alpha beta aerosol monitor di Instalasi Radiometalurgi (IRM), telah dilakukan. Pemantauan udara buang IRM sejak akhir tahun 2011 dilakukan menggunakan alat αβ aerosol monitor Smart Cam seri: MAN 0070, untuk menggantikan Berthold LB 150, yang sudah tidak dapat difungsikan lagi. Oleh karena itu, perlu menghitung nilai setting alarm terhadap alat αβ aerosol monitor Smart Cam seri: MAN 0070 tersebut. Tujuan penghitungan setting alarm ini, agar radioaktivitas udara buang yang dilepas ke lingkungan, tidak melebihi batasan baku mutu. Untuk memperoleh nilai setting alarm alat alpha beta aerosol monitor, terlebih dahulu harus dihitung nilai Batasan Pelepasan Maksimum (BPM). Nilai setting BPM tersebut dihitung menggunakan persamaan plume Gauss dan kurva Pasquill. Dari perhitungan didapat nilai setting BPM radioaktivitas alpha adalah 5114 Bq/m3. Nilai setting BPM ini, selanjutnya digunakan untuk menentukan nilai setting dari Batas Peringatan Dini (BPD), Batas Administrasi (BA) dan Batas Normal Operasi (BNO). Nilai setting dari BPD; BA dan BNO tersebut masing-masing adalah: 4091Bq/m3; 3068 Bq/m3 dan 1534Bq/m3. Nilai setting BPM; BPD; BA dan BNO untuk radioaktivitas beta, adalah 10 kali dari nilai setting untuk radioaktivitas alpha. Kata kunci: Batas pelepasan maksimum, kurva pasquill, persamaan plume gauss, udara buang
ABSTRACT ALARM SETTING VALUE CALCULATION OF ALPHA BETA AEROSOL MONITOR EQUIPMENT IN RADIOMETALURGY INSTALLATION. Alarm setting value calculation of alpha beta aerosol monitor equipment in Radiometalurgy Installation, has been done. IRM exhaust air monitoring since the end of 2011 made using a αβ aerosol monitor Smart Cam series: MAN 0070, to replace Berthold LB 150 that can no longer function. Therefore, it is necessary to calculate the value of setting an alarm to monitor aerosol αβ tool Smart Cam series: the MAN 0070. Purposes of calculating this alarm setting, so that the exhaust air radioactivity released into the environment, do not exceed the limit standards. To obtain the value of setting an alarm aerosol monitors alpha beta equipment, it must first be calculated the value of Maximum Discharge Limits (BPM). BPM setting value is calculated using Gaussian plume equations and curves Pasquill. Values obtained from the calculation of alpha radioactivity BPM setting is 5114 Bq/m3. BPM setting this value, then used to determine the setting of the Early Warning Limit (BPD), Limit Administration (BA) and Limit Normal Operation (BNO). Setting the value of the BPD; BA and BNO respectively are: 4091Bq/m3; 3068 Bq/m3 and 1534Bq/m3. Setting the value of BPM; BPD; BA and BNO for beta radioactivity, is 10 times the value set for alpha radioactivity. Keywords : Maximum discharge limits, pasquill curves, gaussian plume equations, exhaust air
PENDAHULUAN Instalasi Radiometalurgi (IRM) di dalam kegiatannya menangani uji pasca irradiasi dan bahan nuklir. Pelaksanaan kegiatan ini memungkinkan adanya bahan nuklir yang lepas ke lingkungan. Pelepasan zat radioaktif ke lingkungan harus selalu dimonitor dan dibatasi sesuai aturan yang berlaku. Ketika alat α β aerosol Berthold tipe
Suliyanto, dkk
LB 150 ini masih berfungsi, pelepasan dalam keadaan operasi normal dari stack monitor IRM ke lingkungan untuk radioaktif alpha berkisar 1x10-11 Ci/m3 sampai dengan 1x10-12 Ci/m3 [1]. Nilai ini berada di bawah batasan yang diizinkan, yaitu sebesar 2 Bq/m3. Namun demikian pada saat melakukan uji pasca iradiasi/pemotongan elemen bakar ada kalanya stack monitor IRM menunjukkan alarm peringatan dini (pre alarm). Data lepasan udara buang ketika pelaksanaan ujipasca pada tahun 137
STTN-BATAN & PTAPB-BATAN
SEMINAR NASIONAL VIII SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 31OKTOBER 2012 ISSN 1978-0176 1995 bulan Desember stack monitor IRM melepaskan radioaktivitas alpha sebesar 121,90x10 -12 Ci/m3 atau setara dengan 4,51 Bq/m3 dan pada bulan Juni tahun 1996 sebesar 210x10-12 atau setara dengan 7,77 Bq/m3 [1]. Berdasarkan Surat Keputusan Kepala BAPETEN nomor: 02/Ka-BAPETEN/V-1999, kadar tertinggi yang diizinkan di udara untuk uranium-238 bersifat tak larut yang diterima masyarakat adalah 2.10-4 Bq/l atau 0,2 Bq/m3. Sedangkan kadar tertinggi yang diizinkan di udara untuk uranium-235 bersifat tak larut yang diterima masyarakat adalah 1.10-4 Bq/l atau 0,1 Bq/m3 [2]. Pemantauan udara buang IRM sejak akhir tahun 2011 dilakukan menggunakan alat αβ aerosol monitor Smart Cam seri: MAN 0070, untuk menggantikan Berthold LB 150, yang sudah tidak dapat difungsikan lagi. Oleh karena itu, perlu menghitung nilai setting alarm terhadap alat αβ aerosol monitor Smart Cam seri: MAN 0070 tersebut. Tujuan penghitungan setting alarm ini, agar radioaktivitas udara buang yang dilepas ke lingkungan, tidak melebihi batasan baku mutu.
TEORI Sumber radiasi utama di IRM adalah ruangan berperisai radiasi (hotcell). Menurut desain, hotcell 101, 102 atau 103 mampu menampung 6 (enam) bundel tipe Material Testing Reactor (MTR). Untuk cuplikan elemen bakar bekas dengan aktivitas 4E+12 Bq dapat ditempatkan dalam hotcell 104, 105, 107, 108, 110, 111 dan 112. Pada hot cell 106 dapat ditempatkan 5 buah cuplikan padat dengan total aktivitas 2E+13 Bq. Udara buang yang dilepaskan IEBE, berasal dari ruang kerja dan hotcell setelah melalui HEPA (High Efficiency Particulate Air) filter. Upaya memperkecil paparan berdasarkan prinsip ALARA, dilakukan untuk melindungi masyarakat dari bahaya radiasi yang dilepas melalui cerobong dengan selalu memantau radioaktivitas udara buang. Berdasarkan desain, cerobong udara buang IRM mempunyai ketinggian 60 m dengan diameter 1,5 m dan laju pembuangan sebesar 14.277 m3/jam. Batasan Radioaktivitas udara buangan dari cerobong adalah 10% dari batasan untuk Radioaktivitas udara di dalam laboratorium, yaitu berturut-turut 2 Bq/m3 untuk radiasi alpha dan 20 Bq/m3 untuk radiasi beta [3] . Batasan udara buang tersebut memperhitungkan adanya uji elemen bahan bakar bekas dengan kapasitas maksimal pada hotcell. Radioaktivitas alpha dari udara buang IRM, perlu perhitungan ulang besarnya radioaktif yang boleh dilepas ke lingkungan agar tidak memberikan dampak radiologi.
STTN-BATAN & PTAPB BATAN
Alat monitor udara buang Smart Cam seri: MAN 0070 (Gambar 1) ini mempunyai 2 (dua) channel setting alpha dan beta. Masing-masing channel mempunyai 4 (empat) konfigurasi untuk pengaturan batasan setting radioaktivitas [4]. Untuk mengoptimalkan operasi dari alat yang baru ini perlu dilakukan setting optimal batasan yang diizinkan untuk pelepasan udara buang yang melalui cerobong/stack monitor IRM. Setting tersebut meliputi Batas Normal Operasi (BNO), Batas Administrasi (BA), Batas Peringatan Dini (BPD) dan Batas Pelepasan Maksimum (BPM) untuk radioaktif alpha dan beta. Untuk mendapatkan nilai BA dan BPD serta Batas Normal Operasi (BNO) tersebut harus dihitung terlebih dahulu nilai Batas Pelepasan Maksimum (BPM). BNO adalah suatu batasan aktivitas untuk suatu radinuklida, bila hasil pantauan berada dalam batasan ini berarti instalasi beroperasi normal. BA adalah suatu batasan radionuklida. Jika pemantauan berada dalam batasan ini memberikan informasi telah terjadi peningkatan pelepasan. Berdasarkan informasi BA, Pemegang Izin (PIN) dapat mengajukan pertanyaan kepada Bidang Keselamatan dan selanjutnya memberikan informasi kepada pekerja radiasi yang menyebabkan terjadinya peningkatan radioaktif tersebut. BPD adalah batasan aktivitas suatu radionuklida, bila batasan ini dilampaui PIN dapat melakukan tindakan pemberhentian sementara operasi dan dilakukan analisis apa penyebabnya. Hal ini dilakukan untuk pencegahan terjadinya pelepasan abnormal, sehingga dampak radiologi yang akan melampaui batasan terhadap anggota masyarakat dan lingkungan dapat dihindari. Jika nilai BPM dilampaui PIN harus menghentikan total operasi dan instalasi dinyatakan dalam keadaan kedaruratan nuklir[5]. Sumber radiasi utama di IRM adalah ruangan berperisai radiasi (hotcell). Menurut desain, hotcell 101, 102 atau 103 mampu menampung 6 (enam) bundel tipe Material Testing Reactor (MTR). Untuk cuplikan elemen bakar bekas dengan aktivitas 4E+12 Bq dapat ditempatkan dalam hotcell 104, 105, 107, 108, 110, 111 dan 112. Pada hot cell 106 dapat ditempatkan 5 buah cuplikan padat dengan total aktivitas 2E+13 Bq. Udara buang yang dilepaskan IEBE, berasal dari ruang kerja dan hotcell setelah melalui HEPA (High Efficiency Particulate Air) filter. Upaya memperkecil paparan berdasarkan prinsip ALARA, dilakukan untuk melindungi masyarakat dari bahaya radiasi yang dilepas melalui cerobong dengan selalu memantau radioaktivitas udara buang. Berdasarkan desain, cerobong udara buang IRM mempunyai ketinggian 60 m dengan diameter 1,5 m dan laju pembuangan sebesar 14.277 m3/jam. Batasan 138
Suliyanto, dkk
SEMINAR NASIONAL VIII SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 31OKTOBER 2012 ISSN 1978-0176 Radioaktivitas udara buangan dari cerobong adalah 10% dari batasan untuk Radioaktivitas udara di dalam laboratorium, yaitu berturut-turut 2 Bq/m3 untuk radiasi alpha dan 20 Bq/m3 untuk radiasi beta [3] . Batasan udara buang tersebut memperhitungkan adanya uji elemen bahan bakar bekas dengan kapasitas maksimal pada hotcell. Radioaktivitas alpha dari udara buang IRM, perlu perhitungan ulang besarnya radioaktif yang boleh dilepas ke lingkungan agar tidak memberikan dampak radiologi. Alat monitor udara buang Smart Cam seri: MAN 0070 (Gambar 1) ini mempunyai 2 (dua) channel setting alpha dan beta. Masing-masing channel mempunyai 4 (empat) konfigurasi untuk pengaturan batasan setting radioaktivitas [4]. Untuk mengoptimalkan operasi dari alat yang baru ini perlu dilakukan setting optimal batasan yang diizinkan untuk pelepasan udara buang yang melalui cerobong/stack monitor IRM. Setting tersebut meliputi Batas Normal Operasi (BNO), Batas Administrasi (BA), Batas Peringatan Dini (BPD) dan Batas Pelepasan Maksimum (BPM) untuk radioaktif alpha dan beta. Untuk mendapatkan nilai BA dan BPD serta Batas Normal
Operasi (BNO) tersebut harus dihitung terlebih dahulu nilai Batas Pelepasan Maksimum (BPM). BNO adalah suatu batasan aktivitas untuk suatu radinuklida, bila hasil pantauan berada dalam batasan ini berarti instalasi beroperasi normal. BA adalah suatu batasan radionuklida. Jika pemantauan berada dalam batasan ini memberikan informasi telah terjadi peningkatan pelepasan. Berdasarkan informasi BA, Pemegang Izin (PIN) dapat mengajukan pertanyaan kepada Bidang Keselamatan dan selanjutnya memberikan informasi kepada pekerja radiasi yang menyebabkan terjadinya peningkatan radioaktif tersebut. BPD adalah batasan aktivitas suatu radionuklida, bila batasan ini dilampaui PIN dapat melakukan tindakan pemberhentian sementara operasi dan dilakukan analisis apa penyebabnya. Hal ini dilakukan untuk pencegahan terjadinya pelepasan abnormal, sehingga dampak radiologi yang akan melampaui batasan terhadap anggota masyarakat dan lingkungan dapat dihindari. Jika nilai BPM dilampaui PIN harus menghentikan total operasi dan instalasi dinyatakan dalam keadaan kedaruratan nuklir [5].
Gambar 1. Alat Monitor Udara Buang IRM Smart Cam Seri: MAN 0070
Untuk memperkirakan besarnya penyebaran radioaktif ke lingkungan digunakan persamaan matematik Plume Gauss [6,7,8]. Skema penyebaran
Suliyanto, dkk
radioaktifkelingkungan berdasarkan Plume gauss, dapat dilihat pada Gambar 2.
139
STTN-BATAN & PTAPB-BATAN
SEMINAR NASIONAL VIII SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 31OKTOBER 2012 ISSN 1978-0176
Gambar 2. Skema Penyebaran Plume Gauss
Rumus dasar yang digunakan dalam perhitungan ini atas dasar anggapan bahwa keluaran zat radioaktif dari cerobong mengikuti distribusi Gauss. Metoda difusi Gauss merupakan metoda semi-empiris, artinya model dibangun berdasarkan pendekatan analitik dan memasukkan komponenkomponen empiris. Asumsi-asumsi penyelesaian persamaan plume Gauss ini adalah [6,7,8] : 1. Distribusi penyebaran dianggap normal. 2. Berlaku untuk sumber kontinyu bukan sesaat. 3. Arah dan kecepatan angin di sekitar sumber dianggap konstan. 4. Konsentrasi maksimum di sepanjang garis pusat beluk/kepulan. 5. Tidak ada aliran hilang dalam beluk/kepulan. 6. Aliran dalam persamaan plume Gauss adalah Steady state. 7. Permukaan tanah bertindak sebagai reflektor sempurna.
titik lepas dan pada jarak y dari pusat beluk serta ketinggian z dari permukaan tanah ialah [5,6] :
Adanya asumsi asumsi tersebut, dengan demikian persamaan plume Gauss untuk konsentrasi radioaktivitas di udara pada jarak x dari
X( xmax . ,0,0)
STTN-BATAN & PTAPB BATAN
X(x, y,z)
Q 2π u σy σz
dengan : Q = u H y, z
= = =
X(x,y,z)
=
y 2 z H 2 z H 2 exp 2 σ 2 exp 2 σ 2 exp 2 σ 2 .......... .(1) y z z
laju aktivitas radioaktif yang terlepas di udara, Bq/dt kecepatan angin, m/dt. tinggi cerobong, m. parameter penyebaran horizontal dan vertikal dari kurva Pasquill, m. konsentrasi aktivitas radioaktif di udara pada titik (x,y,z) dari titik lepas, Bq/m3.
Konsentrasi aktivitas radioaktif maksimum diperoleh jika y = 0 dan z = 0, sehingga persamaan (1) menjadi : H2 Qmax exp 2 π u σy σz 2 σz
........................................ .(2)
Sedangkan besarnya aktivitas radioaktif yang terdeposit adalah : 140
Suliyanto, dkk
SEMINAR NASIONAL VIII SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 31OKTOBER 2012 ISSN 1978-0176 W(x,0,0) = X(x,0,0).Vd......................................(3)
1 dX 2 H 2 d 3 z 0 ……….….. (5) X dx z z dx
dengan : W(x,0,0) = aktivitas radioaktif yang terdeposit, Bq/m2.dt Vd = kecepatan deposit dalam m/dt, nilainya bervariasi antara 0,001 m.dt1 sampai dengan 0,01 m.dt-1, untuk partikulat bernilai 0,002 m.dt-1.
Penyelesaian dan persamaan (5) didapat :
Jatuhan maksimum yang terjadi dari cerobong udara buang dapat ditentukan dari persamaan (2) diturunkan terhadap x sehingga :
y, z = parameter penyebaran horizontal dan vertikal dari kurva Pasquill, dalam satuan m.
dX 0 dx
didapat :
Ln X - 2 ln z 2 -
H2 2 z
2
ln c ……….…… (4)
z
H
penyederhanaan
………………..………………….(6)
2
Dengan diketahui tinggi cerobong buang dari permukaan tanah dapat ditentukan nilai y dan z dicari dari kurva Pasquill pada Gambar 3, tentang hubungan antara jarak dari sumber dengan koefisien dispersi vertikal (z) dan horizontal (y).
dengan c konstanta maka :
Gambar 3. Hubungan Antara Jarak Dari Sumber Dengan Koeffisien Dispersi Vertikal (z) Dan Horizontal (y)[6,7]
Pengambilan hitungan nilai y dan z ini pada jarak 1 km dari sumber, berdasarkan lepasan udara buang kemasyarakat maksimum terjadi pada jarak 1 km dari cerobong. Pemakaian persamaan (2) perlu memperhatikan katagori stabilitas atmosfer (A s.d. F) [5,6,7]. Untuk daerah Serpong dipakai katagori D dengan kecepatan angin berkisar 4 m/dt[9]. Selanjutnya nilai BPM dapat dihitung setelah didapat nilai laju radioaktivitas yang terlepas di udara Qmax dalam satuan Bq/jam dan diketahui kapasitas alir udara (D) yang melalui cerobong buang IRM sebesar 14.277 m3/jam. BPM dihitung dengan menggunakan persamaan :
Suliyanto, dkk
dengan : BPM = Batas Pelepasan Maksimum dalam satuan Bq/m3 Qmax = Laju radioaktivitas maksimum yang terlepas di udara dalam satuan Bq/jam D = Kapasitas alir udara yang melalui cerobong
METODOLOGI Diperhitungkan data pelepasan udara buang ke masyarakat maksimum dan stabilitas atmosfer 141
STTN-BATAN & PTAPB-BATAN
SEMINAR NASIONAL VIII SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 31OKTOBER 2012 ISSN 1978-0176 daerah Serpong. Kurva Pasquill pada koefisien dispersi horizontal ditentukan nilai y. Nilai z dapat dicari dari koefisien vertikal atau dihitung menggunakan persamaan:
z
H 2
Batas pelepasan maksimum zat radioaktif dari stack monitor IRM dihitung jika nilai y = 0 dan nilai z = 0, menggunakan persamaan : X( xmax . ,0,0)
H2 Qmax exp 2 π u σy σz 2σ z
Nilai Qmax dicari dari persamaan diatas, dimana nilai X(xmax,0,0) ditentukan sebesar 0,2 Bq/m3 (radioaktivitas alpha) berdasarkan Surat Keputusan Kepala BAPETEN nomor: 02/KaBAPETEN/V-1999, dimana kadar tertinggi yang diizinkan di udara untuk uranium-238 bersifat tak larut yang diterima masyarakat. X(xmax,0,0) merupakan konsentrasi aktivitas radioaktif di udara pada titik (x,0,0). Nilai BPM dihitung dengan membagi Qmax dengan laju lepasan (debit) udara buang dari cerobong IRM. Dari Nilai BPM radioaktivitas alpha ini, kemudian ditentukan nililai BNO, BA dan BPD masing masing sebesar 30 %, 60 %, dan 80 % dari BPM. Nilai BPM BNO, BA dan BPD untuk radioaktivitas beta, ditentukan sebesar 10 x nilai radioaktivitas alpha.
Perhitungan batas pelepasan maksimum zat radioaktif dari stack monitor IRM menggunakan persamaan (1). Dari persamaan (1) tersebut, konsentrasi aktivitas radioaktif akan maksimum jika nilai y = 0 dan nilai z = 0, sehingga persamaan (1) menjadi : X( xmax . ,0,0)
Dengan memasukkan nilai Qmax, H, X, harga y dan z serta kecepatan angin (u) di Serpong didapat nilai batas pelepasan maksimum (BPM). Mengingat besarnya lepasan udara buang kemasyarakat maksimum terjadi pada jarak 1 km dari cerobong dan batasan yang diizinkan sebesar 0,2 Bq/m3, maka nilai X (xmax,0,0) adalah sebesar 0,2 Bq/m3 dan berturut-turut nilai u, y dan z sebesar 4m/dt, 70 m dan 42,42 m, serta tinggi cerobong (H) = 60 m. Masukkan besaran-besaran tersebut kedalam persamaan diatas, didapat nilai Qmax sebesar 20.282 Bq/dt. Oleh karena laju lepasan udara buang dari cerobong IRM sebesar 14277 m3/jam atau 14277 m3/3600 dt sama dengan 3,97 m3/dt , maka didapat BPM sebesar 5.114 Bq/m3. BPM
HASIL DAN PEMBAHASAN Lepasan udara buang kemasyarakat maksimum terjadi pada jarak 1 km dari cerobong. Stabilitas atmosfer daerah Serpong dipakai katagori kestabilan atmosfer D, dengan kecepatan angin berkisar 4 m/dt. Dengan menggunakan kurva Pasquill pada koefisien dispersi horizontal (Gambar 2), didapat nilai y pada jarak 1 km dan katagori kestabilan atmosfer D sebesar 70 m. Nilai z pada jarak 1 km dan katagori kestabilan atmosfer D dapat dicari dari koefisien vertikal pada Gambar 2. Nilai z dapat juga dihitung menggunakan persamaan (6), diperoleh hasil sebagai berikut:
H2 Qmax exp 2 π u σy σz 2σ z
Bq Q max 20282 dt Bq 5114 m3 14277 m 3 D dt 3600
Selanjutnya dari BPM untuk radioaktivitas alpha ini dapat diturunkan Batas Normal Operasi (BNO), Batas Administrasi (BA) dan Batas Peringatan Dini (BPD) yang masing masing sebesar 30 %, 60 %, dan 80 % dari BPM. Nilai BNO sebesar 1.534 Bq/m3 untuk setting nilai pre alarm dan BA sebesar 3.068 Bq/m3 untuk setting main alarm alat Smart Cam. Hasil perhitungan nilai setting radioaktivitas alpha dan beta udara buang IRM pada alat Smart Cam seri: MAN 0070, dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Perhitungan Nilai Setting Alat Smart Cam Seri: MAN 0070 Kondisi operasi
Nilai Setting Radioaktivitas alpha, Bq/m3
Nilai Setting Radioaktivitas beta,Bq/m3
Keterangan
BPM
5.114
51.140
Perhitungan
BPD
4.091
40.910
80 % dari BPM
BA
3.068
30.680
60 % dari BPM
BNO
1.534
15.340
30 % dari BPM
STTN-BATAN & PTAPB BATAN
142
Suliyanto, dkk
SEMINAR NASIONAL VIII SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 31OKTOBER 2012 ISSN 1978-0176
KESIMPULAN Hasil perhitungan nilai setting untuk alat Smart Cam di IRM didapat : 1. Nilai Batas Operasi Normal sebesar 1.534 Bq/m3, Nilai Batas Administrasi sebesar 3.068 Bq/m3 untuk setting nilai pre-alarm radiasi alpha dan Nilai Batas Pelepasan Dini sebesar 4.091 Bq/m3 untuk setting main-alarm radiasi alpha di stack monitor IRM. 2. Setting untuk BNO, BA dan BPD radiasi beta sebesar 10 kali dari nilai BNO, BA dan BPD radiasi alpha. Kedaruratan Nuklir yang disebabkan oleh lepasan udara buang dari stack monitor IRM terjadi apabila melampaui BPM untuk radiasi alpha sebesar 5.114 Bq/m3 dan radiasi β sebesar 51.140 Bq/m3. 3. Kedaruratan Nuklir yang disebabkan oleh lepasan udara buang dari stack monitor IRM terjadi apabila melampaui BPM untuk radioaktif alpha yakni sebesar 5.114 Bq / m3 dan beta sebesar 51.140 Bq/m3.
0852-4777, Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir, Serpong, 2006. 9. BADAN TENAGA ATOM NASIONAL, Pedoman Umum Penanggulangan Kedaruratan Nuklir di Lokasi Batan di Kawasan Puspiptek Serpong, Serpong, 1987.
DAFTAR PUSTAKA 1. BUDI PRAYITNO, EKO PUDJADI, Evaluasi Aktivitas Radiasi Udara Buang selama Uji Pasca – Iradiasi Di IRM, Prosiding Presentasi Ilmiah Daur Bahan Bakar Nuklir III, ISSN : 1410-1998 PEBN – BATAN, Jakarta, 1997. 2. BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Baku Tingkat Radioaktif di Lingkungan, BAPETEN nomor: 02/Ka-BAPETEN/V-1999, 1999. 3. ANONIM, Laporan Analisis Keselamatan Instalasi Radiometalurgi Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir, revisi 1, Nomor dokumen KK32J09001, Badan Tenaga Nuklir, Serpong, 2012. 4. LAB. IMPEX SYSTEMS, Smart Cam man0070 isue 1.7 Operation and maintenance manual, England. 5. ERWANSYAH L, Faktor Penyebaran Zat Radioaktif Yang Terlepas Ke Atmosfer Di Daerah Batan Serpong, Majalah Batan Vol. 23 no : 1, 1990. 6. JOHN R. LAMARSH, Introduction to Nuclear Engineering, Addison-Weley publishing company, New York, 1975. 7. TAKEISHI, MINORU, Determination of Derived Emission Limits for Airborne and Liquid , PNC,JAERI, Japang,1996. 8. BUDI PRAYITNO, Perhitungan Nilai Batas Pelepasan Maksimum (BPM) Untuk Radioaktif Alpha Dan Beta Udara Buang Instalasi Radiometalurgi, Buletin Urania volume 12 nomor 1 Januari 2006, ISSN :
Suliyanto, dkk
143
STTN-BATAN & PTAPB-BATAN