JRL
Vol.10
No.1
Hal. 25 - 32
Jakarta,
Juni, 2017
p-ISSN : 2085.3866 e-ISSN : 2580-0442
PERENCANAAN SISTEM MONITORING KUALITAS AIR SUNGAI SECARA ONLINE (monitoring secara online sesuai metode World Meteorological Organization) Robertus Haryoto Indriatmoko Pusat Teknologi Lingkungan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
[email protected] Abstrak Penerapan teknologi untuk memantau kualitas air secara online adalah sebuah aplikasi yang menawarkan teknologi canggih untuk mengatasi kelemahan atau kekurangan sistem pemantauan secara manual. Implementasi sistem ini di lapangan akan dapat mengurangi kelemahan dalam memantau kualitas air sungai secara manual dalam: 1). waktu sebenarnya. 2). Posisi sebenarnya 3). cepat. 4). Terus menerus selama 24 jam. 5). Bisa mengukur kualitas air sungai secara bersamaan. 6). secara otomatis. 7). Interaktif. Memiliki sistem pemantauan dengan pemantauan kualitas air seperti kondisi ideal sistem pemantauan. Kehadiran sistem ini dapat memberikan banyak manfaat bagi pembangunan, terutama dalam memberikan peringatan dini terhadap kesejahteraan manusia. Kelebihan sistem yang dirancang didasarkan pada dua bagian yang sangat penting: 1). Perancangan sistem pemantauan (perangkat lunak dan perangkat keras) dan 2). Pemantauan kendaraan (hard ware). Makalah ini ditulis secara khusus untuk membahas disain sisi kedua yang mengambang untuk dipantau, yaitu dengan mengaplikasikan float serta cara memasang sistem di sungai. Dengan menerapkan sistem pemantauan di lapangan diharapkan dapat memperhatikan aspek mutlak pemantauan kualitas air secara online sambil memenuhi metodologi yang tepat dalam melakukan pengambilan sampel kualitas air sungai sesuai dengan Organisasi Meteorologi Dunia. kata kunci : WMO, wahana apung, monitoring online, logger, sensor
DESIGN OF RIVER WATER QUALITY MONITORING SYSTEM ONLINE (Online monitoring according to the methods of the World Meteorological Organization) Abstract The application of tec hnology to monitor water quality online is an application offers advanced tec hnology to overcome the weak ness or lack of a monitoring sys tem manually . The implementation of this system in the field will be able to reduce weakness es in monitoring the water quality of the river manually in: 1). real time. 2). real pos ition. 3). fas t. 4). continuously for 24 hours. 5). can measure the quality of riv er water sim ultaneous ly. 6). automatically. 7). interac tiv e. Hav ing a monitoring system with the monitoring of water quality lik e it's an ideal c ondition a monitoring sy stem. The presence of thes e sys tems c an provide many benefits for dev elopment, partic ularly in providing an early warning to human welfare. The adv antages of the des igned system is bas ed on two v ery important parts : 1). the design of the monitoring system (software and hard ware) and 2). v ehicle monitoring (hard ware). The paper was written s pec ifically to disc uss the design of the second side that float for m onitoring, namely by applying the float as well as how to install the system in a riv er. By applying the monitoring sys tem in the field is expected to address the absolute aspect of an online monitoring of water quality while meeting the appropriate methodology in c onduc ting the sampling of river water quality according to the World Meteorological Organization. keywords : WMO, wahana apung, monitoring online, logger, sensor
Perencanaan Sistem... JRL. Vol. 10 No. 1, Juni – 2017 : 25 - 32
25
I.
PENDAHULUAN
Sistem monitoring kualitas air sungai secara online adalah suatu cara untuk memonitor kualitas air sungai menggunakan sensor kualitas air secara terus menerus serta mengirimkan menggunakan data analisis melalui sistem transmisi telepon seluler kedalam stasiun pengendali utama logger. Jumlah titik sampling yang diperlukan untuk dalam memantau kualitas air sungai dilakukan dengan mempertimbangkan besar kecilnya debit sungai (WMO, 1998). Disamping jumlah titik, faktor homogenitas yang berasal dari pertemuan beberapa anak sungai atau titik percabangan baik dari anak –anak sungai maupun buangan dari sumber limbah juga perlu dipertimbangkan. Melakukan pemantauan kualitas air sungai secara online agar hasil pantauan yang dilakukan dapat menggambarkan kondisi kualitas air secara tepat waktu (real time) dan tepat posisi/lokasi maka diperlukan metode pemantauan secara benar. Kendala yang sering dijumpai dilapangan adalah bagaimana memasang sensor tersebut agar dapat mengukur kualitas air secara tepat waktu dan tepat posisi secara terus menerus. Metode pemantauan kualitas air sungai secara online dengan sistem pemompaan mempunyai kelemahan terhadap perubahan kualitas air sungai yang dipantau. Pemompaan air sungai menyebabkan terjadinya turbulensi air dalam pipa penyedot, hal ini dapat mempengaruhi kelarutan oksigen dalam air sehingga kualitasnya berubah. Kelemahan dari sistem ini akan coba diatasi dengan cara melakukan sebuah rekayasa untuk dapat mengatasi kekurangan dari sistem pemompaan yang dapat menyebabkan perubahan kelarutan oksigen dalam air sehingga kualitas air dapat berubah. Kriteria lainnya yang juga penting diperhatikan adalah bagaimana pengukuran terhadap berbagai parameter kualitas air dapat dilakukan secara bersama sama. Pertimbangan lainnya dalam memantau kualitas air sungai adalah dengan mempertimbangkan sistem pencampuran sungai terutama pada pertemuan anak-anak sungai dan outlet saluran pembuangan limbah yang masuk kesungai. Meletakkan sensor pada titik-titik pertemuan dimana pencampuran kualitas air (homogenitas) telah terjadi. Dengan pertimbangan berbagai kriteria dan kendala yang ada maka dibuatlah sebuah 26
rancangan sistem pengukuran kualitas air secara online dengan mempertimbangkan sistem pengukuran dengan metode yang benar, tepat waktu, tepat sasaran dan tepat kualitas maka dirancanglah sebuah sistem monitoring kualitas air secara online dengan menggunakan wahana apung. Rancangan dari system monitoring online mengunakan wahana apung tersebut dapat mengatasi kelemahan dari monitoring online sistem pompa. Tujuan monitoring kualitas air sungai secara online adalah: 1. Untuk merekayasa teknik monitoring yang mendasarkan pada standar sampling menurut world meteorological organization (WMO, 1998). 2. Membuat rancangan wahana apung yang dilengkapi dengan sistem power, sensor dan logger. 3. Membuat tabulasi dasar yang digunakan sebagai dasar eksekusi data. II.
BAHASAN
Rancangan sistem monitoring kualitas air secara online ini dirancang menggunakan dasar dengan standart pengambilan sampling menurut WMO. Asas yang diterapkan dalam membangun sistem monitoring adalah: 1. Waktu nyata (real time) 2. Posisi nyata 3. Cepat 4. Terus menerus 5. Mengukur kualitas air secara serentak 6. Secara automatis 7. Interaktive Menurut WMO (1998) dalam melakukan sampling kualitas air sungai faktor homogenitas dengan mempertimbangkan jarak pencampuran yang sempurna dengan mempertimbangkan lebar dan kedalaman sungai (Tabel 1) dan jumlah titik sampling yang didasarkan atas besar kecilnya debit dan kedalaman sungai (Tabel 2 dan Tabel 3). Kriteria penentuan jumlah titik pengambilan sampel dilakukan dengan mempertimbangkan besarnya debit sungai atau berdasarkan klasifikasi sungai. Jumlah titik pengambilan sampel ditentukan oleh besarnya debit rata-rata tahunan dan kedalaman sungai. Semakin banyak jumlah titik sampel yang diamati maka akan semakin dapat menggambarkan kualitas air sungai yang sebenarnya. Jika klasifikasi sungai diketahui R. Haryoto I., 2017
maka jumlah titik pengambilan sampel yang diperlukan seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 1 : Perkiraan jarak pencampuran yang sempurna di sungai (WMO, 1998) Lebar rerata (m)
5
10
20
50
Perkiraan Kedalaman jarak pencampuran yang rerata (m) sempurna (KM) 1 2 3 1 2 3 4 5 1 3 5 7 1 3 5 10 20
0,08 - 0,70 0,05 - 0,30 0,03 – 0,20 0,30 - 2,70 0,20 – 1,40 0,10 – 0,90 0,08 – 0,70 0,07 – 0,50 1,30 – 11,0 0,40 – 4,00 0,30 – 2,00 0,20 – 1,50 8,00 – 70,0 3,00 – 20,0 2,00 – 14,0 0,80 – 7,00 0,40 – 3,00
1.1. Rancangan Wahana Wahana apung yang dimaksud adalah sebuah bentuk perahu, yang didisain dengan ukuran panjang 190 cm, lebar 60 cm dan ketinggian 60 cm. Daya angkat wahana mencapai 60-85 kg. Dibuat dengan bahan serat kaca tiga sampai empat lapis dinding/bodi dobel dengan bagian dalam diisi busa sterofoam. Penambahan sterofoam tersebut untuk menjaga supaya dalam keadaan apapun, wahana apung tetap terapung. Untuk menjaga stabilitas wahana apung tetap tegak berdiri dan tidak selip maka titik berat wahana diletakkan dibawah air dan lantai bagian bawah wahana dilengkapi sirip vertikal. Keberadaan titik berat dan sirip bawah ini akan membantu wahana tetap aman, tidak mudah terbalik.
Tabel 2 : Jumlah Titik Pengambilan Sampel Berdasarkan Debit Sungai (WMO, 1998) Debit Rata KlaJumah titik Jumlah sifikasi Rata-2 Pengambilan KeTahunan Klas sampel dalam(m3/detik) Sungai an <5 Kecil 2 1 5 – 150 Sedang 4 2 150 -1000 Besar 6 3 >1000 Sangat Minimum 6 4 besar seperti pada sungai, tambahan lebih banyak tergantung daripada sungai, kenaikan ditambah dengan faktor 2 (dua) Tabel 3. Banyaknya Jumlah Titik Sampel Berdasarkan Klasifikasi Sungai Debit Jumlah Rata-2 KlasiTitik Jumlah Titik (m3/dt) / fikasi Kedalam Sampel KeSungai -an dalaman < 5/ < 2m
Sanga t Kecil
1
< 5/ > 2m
Kecil
1
5-150/ >2 m
Sedan g
2
1501000/ > 3m
Besar
3
Untuk menjaga agar wahana tidak hanyut atau terbawa arus air maka bagian depan dilengkapi dengan lubang pengait. Lubang pengait tersebut diperkuat dengan tali baja melingkar ke bodi wahana. Lubang pengait ini digunakan untuk pegangan tali pengait wahana, supaya wahana dapat dengan mudah ditarik ke arah bagian kiri, tengan atau kanan sungai. Adapun disain dan
Perencanaan Sistem... JRL. Vol. 10 No. 1, Juni – 2017 : 25 - 32
27
rancangan wahana apung tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. 1.2. Instalasi Wahana Apung Alat kelengkapan wahana : 1. Catu daya (power sistem) ini terdiri dari Sel Solar 12 V-50 WP, Accu Deep Cicle 12 V12 AH. Sistem catu daya ini dilengkapi dengan sistem cutoff yang berfungsi untuk menghindari kerusakan Accu karena low voltage. 2. Logger: Ini merupakan perangkat komputer yang bekerja mengatur kinerja sensor, solar sel, switching lainnya dan komunikasi data 3. Sensor Kualitas Air: terdiri dari banyak probe antara 6 atau 11 probe 4. Sensor Echo Sounding: digunakan untuk mengukur kedalaman air sungai sampai ke dasar. 5. Roda pemutar untuk menaikkan atau menurunkan kedalaman sensor dalam sungai. 6. Tiang beton penyangga sebanyak 2 (dua) buah yang dilengkapi dengan tuas dan roda pemutar atau kerekan. Tiang ini seperti tiang listrik terbuat dari bahan beton (panjang tiang listrik ini mencapai 9 m) yang dapat ditanam sampai dengan kedalaman sampai 4-5 m. Berguna untuk sebagai tiang penahan untk dipasang kerekan di kedua sisinya dan dipasang tuas putar. 7. Kerekan: Kerekan utama dipasang di tiang penyangga berguna sebagai pemutar untuk menggeser perahu ke kiri dan ke kanan sedangkan kerekan tengah dan kerekan penarik, berfungsi untuk menarik perahu agar dapat diangkat. Berguna untuk mengamankan perahu dari banjir bandang. 8. Tali baja: Tali baja terdiri dari dua macam yaitu: 1.) tali baja yang menghubungkan tiang satu dengan tiang lainnya berguna untuk menggeser perahu ke kanan atau ke kiri, juga berguna untuk pemegang kerekan tengah. 2). Tali baja pemegang wahana berguna untuk menahan wahana supaya tidak hanyut dan untuk mengangkat wahana jika terjadi banjir bandang. 9. Tuas: ada dua tuas yaitu tuas 1). Digunakan untuk menggeser perahu ke kiri dan kekanan sedangkan Tuas 2). Untuk menaikkan dan menurunkan perahu jika terjadi banjir bandang. Kombinasi dari kedua tuas tersebut untuk menggeser perahu ke tepi guna melakukan service atau membersihkan probe dari pengotor sungai. 28
10. Bangunan Penjaga: Ukuran dari bangunan ini adalah 75 cm x 2 m, tinggi 2-3 m. Berguna untuk mengamankan tuas dan untuk tempat menservis sistem online monitoring. 11. Disain instalasi dilapangan seperti yang dapat di lihat pada Gambar 2 1.3. HASIL DAN PEMBAHASAN 2.1.1. Asas Monitoring Online Ada lima asas monitoring online yang akan dibangun dalam merancang sistem monitoring kualitas air sungai secara on line. Ke tujuh aspek yang menjadi keunggulan monitoring kualitas air secara online tersebut adalah: 1). waktu nyata. 2). posisi/titik yang tepat. 3). cepat, 4). mengukur secara terus menerus. 5). Serentak. 6). Automatis. 7). interaktif. Pembahasan terhadap Ke-tujuh asas monitoring tersebut seperti yang akan diuraikan selanjutnya Untuk menjamin bahwa hasil pemantauan online yang dilakukan pada waktu nyata dalam hal ini tidak ada perbedaan antara waktu pengukuran dengan waktu pengiriman data maka posisi sensor harus berada pada pada titik yang diukur. Hal ini dimungkinkan karena sistem loger yang dibawa oleh wahana apung, yang dapat dipindah-pindah sesuai dengan titik yang diukur. Keunggulan dalam menggunakan wahana apung untuk membawa sistem logger ke pinggir kiri, ke arah tengah-tengah atau pinggir sungai sebelah kiri yang seperti ini yang tidak dapat dilakukan jika menggunakan sistem pemompaan. Sistem pompa sendiri memiliki beberapa kelemahan yaitu terdapat perbedaan waktu antara waktu pengukuran yang disebabkan oleh kecepatan pemompaan air menuju ke titik sensor. Penggunaan sistem pemompaan juga menjadi penyebab terjadinya perubahan kualitas air baku hal ini disebabkan oleh adanya proses oksidasi dan turbulensi selama pemompaan berlangsung. Penggunaan wahana apung untuk membawa sistem logger juga memungkinkan kita dapat melakukan pengukuran kualitas air secara cepat, tepat pada posisi dimanapun sener berada, apakah kita akan melakukan pengukuran kualitas air di sebelah pinggir kiri, tengan atau pinggir sebelah kanan sungai. Penggunaan wahana apung juga dapat membawa kita pada posisi kedalaman sensor didalam sungai sesuai dengan keinginan kita. Apakah sensor akan diatur untuk mengukurkualitas air di kedalaman 0,2 d; 0,5 d R. Haryoto I., 2017
atau 0,8 d (dari kedalaman sungai). Tergantung pada pengaturan kedalaman yang telah tentukan melalui setingan program. Pengukuran kualitas dapat dilakukan secara cepat, hal ini dimungkinkan adanya komunikasi secara software antara sensor dengan logger, frekuensi pengukuran dapat dilakukan tiap menit, atau jam tergantung dari pengaturan yang dilakukan. Dengan adanya pengaturan seperti ini pengukuran dapat dilakukan dengan cepat, terus menerus selama 24 jam. Asas kelima yaitu pengukuran yang dilakukan secara serentak. Untuk model semacam ini dapat dilakukan dengan cara mengaplikasikan jenis sensor multi probe (6 probe), keenam probe tersebut dapat mengukur sampai dengan 11 (sebelas) parameter kualitas air. Kemampuan pengukuran secara serentak ini juga dapat ditingkatkan dengan mengkombinasikan dengan multi probe sekaligus multi sensor. Artinya satu loger dapat menghandel tiga sensor sekaligus yang dipasan untuk mengukur di tiga kedalaman sekaligus. Kemampuan mengukur secara serentak ini dapat diaplikasikan untuk mengukur kualitas air sungai besar yaitu untuk debit sungai dengan kisaran 150-1000 m3/dt dan dengan kedalaman lebih dari 3 m. Sungai dengan kriteria tersebut jika akan dilakukan pengukuran kualitas air maka dibutuhkan 9 (sembilan) titik pengukuran. Sehingga jika anggaran memungkinkan/cukup, dapat dipasang 3 (tiga) wahana sekaligus, sehingga dapat dilakukan di selebar sungai (L) dan memasang 3 sensor sekaligus di setiap kedalaman sungai (d) yaitu pada koordinat 1/4 L, 2/4 L dan ¾ L dan di 3 (tiga) kedalaman 0,2 d, 0,5 d dan 0,8 d. Adanya komunikasi timbal balik antara sensor dan logger ini, memungkinkan terjadinya komunikasi yang interaktif dari keduanya. Jika hasil monitoring terhadap kualitas air menunjukkan adanya fluktuasi data tajam maka loger dapat memerintahkan alarm berbunyi dan mode sms gateway diaktifkan untuk mengirim data ke no HP penanggung jawab ke Pusat, sehingga dapat memerintahkan petugas lapangan untuk mengambil sampel secara manual sebagai bukti otentik tarhadap kondisi di lapangan. Ketujuh aspek tersebut hanya dapat dapat diwujudkan jika kita mengkombinasikan kinerja antara wahana apung sebagai wahana untuk membawa sistem secara keseluruhan
dan perangkat monitoring secara on line yang terdiri dari sensor, logger, power suplay dan sistem transmisi. Dapat mengaplikasikan sistem monitoring secara menyeluruh akan dapat membantu kita dalam mengelola sebuah sumberdaya air 2.1.2. Kriteria Titik Lokasi dan Homogenitas Air Kriteria dalam menentukan titik lokasi, sebagai dasar dalam menentukan titik sampling kualitas air sungai, dilakukan dengan mempertimbangkan dua aspek yaitu : 1. Titik sampling harus dapat menggambarkan suatu kinerja sebuah sistem atau sub sistem Derah Aliran Sungai (DAS), dan 2. Mempertimbangkan faktor homogenitas percampuran air. Kinerja DAS sebagai sebuah sistem hidrologi, terdiri dari 3 (tiga) subsistem input, proses dan output. Subsistem input yang terdiri dari aliran dasar (air tanah) dan aliran permukaan (hujan). Kondisi kualitas air yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh subsistem proses yang ada dalam DAS, yang dipicu oleh berbagai aktivitas mulai dari aktivitas pertanian, peternakan dan perikanan, penduduk/ perkantoran/hotel, industri/Usaha Kecil Menengah/Industri Kecil Menengah, Mall, Restoran, dan Rumah Sakit. Penentuan titik monitoring seharusnya dapat menggambarkan proses apa saja yang mendominasi dan mempengaruhi kualitas air sungai. Dasar pertimbangan yang kedua adalah dengan mempertimbangkan terjadinya proses pencampuran dalam jarak pencampuran air. Terjadinya jarak pencampuran tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan lebar, kedalaman, dan kecepatan aliran sungai. Parameter dasar yang dapat digunakan untuk menentukan terjadinya jarak pencampuran adalah melalui uji suhu , derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (DO) dan daya hantar listrik (DHL). Jika dari hasil pengujian tersebut tidak menunjukkan adanya perbedaan pengukuran kurang dari 10%, maka sudah dapat disimpulkan bahwa pada titik pengujian tersebut telah terjadi proses pencampuran sempurna (WMO, 1989). Semakin lebar sungai maka jarak pencampurannya juga akan semakin jauh, demikian juga dengan kedalaman kecepatan aliran dan turbulensi air semakin terjadi pergolakan maka jarak pencampurannya akan pendek. Perkiraan jarak pencampuran dengan faktor homogenitas sudah terjadi dilihat pada
Perencanaan Sistem... JRL. Vol. 10 No. 1, Juni – 2017 : 25 - 32
29
Tabel 1, sedangkan jumlah sampel yang akan diambil berdasarkan perkiraan debit atau klasifikasi sungai dapat dilihat pada Tabel 2. Dengan mempertimbangkan faktor homogenitas dan jarak pencampuran maka akan didapatkan hasil pengukuran kualitas yang juga dapat mencerminkan kinerja subsistem proses dalam DAS yang terpantau melalui subsistem output. 2.1.3. Sistem Kinerja Wahana Apung Wahana apung dalam melaksanakan kinerjanya dipasang diatas permukaan air sungai yang sedang mengalir. Wahana tersebut ditambatkan dengan menggunakan tali baja pengikat yang dikaitkan dalam sebuah kawat yang dibentangkan diatas sungai diikatkan melingkar seperti memasang rantai sepeda menggunakan kerekan. Jika hanya dipasang satu wahana untuk satu titik pengukuran maka melalui cara ini kita akan dengan mudah menggeser wahana apung ke arah tengah, pinggir kiri atau kanan dengan cara memutar tuas geser ke kiri atau ke kanan. Apabila dipasang tiga wahana sekaligus maka tidak diperlukan upaya menggeser wahana ke sisi kanan, tengah atau kiri. Jika wahana apung yang dipasang di setiap titik hanya satu maka secara periodik perlu dilakukan penggeseran wahana apung ke arah tengah, kanan atau ke kiri. Cara menggeser wahana apung dapat dilakukan secara manual ataupun automatis dengan menggunakan robut pemutar otomatis. Sistem otomatisasi pergeseran wahanan apung tersebut dapat dilakukan dengan memasukkan data lebar sungai (L). Demikian juga dengan kedalaman sensor pengukur, diatur dengan menggunakan parameter kedalaman sungai (d). Posisi wahana apung diatur secara statis jika akan memantau sebuah sungai dengan kriteria debit sungai < 5 m3/dt, lebar (L) dan kedalaman (D) Sungai < 2 m, maka menurut kriteria WMO, (1998) hanya diperlukan jumlah titik pantau sebanyak 1 (satu) titik, oleh karena itu posisi wahanan diletakkan secara statis di tengah-tengah sungai dengan posisi kedalaman sensor berada di tengah kedalaman sungai. Yaitu pada koordinat ½ L , ½ D. Jika sungai yang akan dimonitor mempunyai kriteria debit sungai < 5 m3/dt sedangkan kedalaman (D) dan lebar sungai (L) lebih dari 2 m maka jumlah titik pantau sungai adalah 2 buah, maka sistem otomatisasi wahana bergerak pada koordinat 1/3 L, ½ D dan 2/3 L, ½ D. Artinya pada titik pertama wahana bergeser ke 1/3 L lebar sungai kemudian bergeser ke kanan 1/3 L lebar 30
sungai, kemudian bergeser 1/3 L ke kiri dan 1/3 L ke kanan. Koordinat sensor (1/3 L, ½ D) kemudian (2/3 L, ½ D). Struktur dari wahana apung ini dilengkapi dengan tali baja, untuk menambah kekuatan struktur. Kekuatan struktur ini berguna untuk terutama dalam menahan wahana beserta isinya pada waktu wahana ditarik keatas, untuk menghindari banjir besar. Pada waktu banjir akan banyak sampah terbawa hanyut ke sungai. Dengan cara menarik keatas/ menggantung wahana sementara maka sistem sensor akan aman dari gangguan sampah. Cara praktis ini juga berguna untuk merawat sensor dari gangguan kotor atau mengganti komponennya karena rusak. III.
KESIMPULAN
Berisi rangkuman kesimpulan atas hasil penelitian yang dibahas pada bab-bab sebelumnya. Penerapan wahana apung sebagai sarana untuk diterapkannya sistem pemantauan sungai secara online nampaknya merupakan sebuah pilihan atau cara yang tepat mampu menghadirkan ke tujuh aspek monitoring secara menyeluruh sehingga menjadi nilai keungulan jika dibanding dengan sistem pompa atau manual. Kesimpulannya adalah: 1. Aplikasi wahana apung, sebagai wahana untuk membawa sebuah sistem pemantauan kualitas air sungai secara online merupakan sebuah pilihan cara pemantauan secra online tepat sasaran, memenuhi bentuk pemantauan yang secara metodologis berstandar WMO. 2. Dapat diaplikasikan dengan mudah. 3. Mampu digunakan mengatasi kendala fluktuatif elevasi aliran sungai. 4. Tidak mengganggu atau menghambat aliran sungai DAFTAR PUSTAKA Atmojo, T. Yuni. Bachtiar, T. Radjasa, O.K.Sabdono, A. 2003. Kandungan Koprostanol dan Bakteri Coliform pada Lingkungan Perairan Sungai, Muara dan Pantai di Banjir Kanal Timur, Semarang pada Monsun Timur. Jurnal Ilmu Kelautan, Vol 9, No. I, pp : 54G60 Chapra, S. C., 1997. Surface Water Quality Modelling, McGrawGHill, Singapore R. Haryoto I., 2017
Eko Harsono. 2010. Evaluasi Kemampuan Pulih Diri Oksigen Terlarut Air Sungai Citarum Hulu. Jurnal Limnotek. Vol 17 Hadi, A. 2007. Prinsip Pengelolaan Pengambilan Sampel Lingkungan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Keputusan Menteri Negara lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air Keputusan Menteri Negara lingkungan Hidup Nomor 110 Tahun 2003 tentang Pedoman penetapan Daya tampung Beban Pencemaran Sumber Air Nieke Karnaningrum, Nadjadji Anwar, Basuki Widodo,Wahyono Hadi, Ediyatno dan Sri Wulandari (2004) ”Penyebaran Polutan Di Sungai Dengan Aliran Horizontal 2 (Dua) Dimensi Dengan Metode Beda Hingga Eksplisit”, Jurnal Teknologi dan Lingkungan (TEKNOLING) – Pusat Kependudukan dan Lingkungan Hidup LPPM-ITS, Vol. 2-No. 2/Juli 2004, hal 36 – 47 Noviriana Hendrasarie, Cahyarani. 2010. Kemampuan Self Purification Kali Surabaya, ditinjau dari Parameter Organik, berdasarkan Model Matematis Kualitas Air, Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan, Vo.2.
No.1. http://eprints.upnjatim.ac.id/1247/1/1GNovi GCahya%2710.pdf Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai Rama, Birawa. 2016. Pilot Project Sistem Modular Wahana Apung. PT. Mumpuni. Sukoharjo http://www.academia.edu/31344135/NOTA _DESAIN_PILOT_PROJECT_SISTEM_M ODULAR_WAHANA_APUNG_BREAKWA TER Suriawiria, Unus. 2003. Air dalam Kehidupan dan Lingkungan yang Sehat. Penerbit Alumni. Bandung Tafangenyasha, C. and T. Dzinomwa. 2005. LandGuse Impacts on River Water Quality in Lowveld Sand River Systems in SouthGEast Zimbabwe. Land Use and Water Resources Research 5 : 3.1G3.10. http://www.luwrr.com WMO, 1998. “Manual on Water Quality Monitoring: Planning and Implementation of Sampling and Field Testing, Operational Hydrology” Report No. 27
Gambar 1. Rancangan Disain Wahana Apung, Potongan Membujur, Tampak Atas dan Potongan Melintang
Perencanaan Sistem... JRL. Vol. 10 No. 1, Juni – 2017 : 25 - 32
31
Gambar 2. Rancangan Sistem Online Menggunakan Kapal Apung (Tampak Depan)
Gambar 3. Rancangan Sistem Online Menggunakan Kapal Apung (Tampak Samping)
32
R. Haryoto I., 2017