Percobaan Sains Sederhana Percobaan Sains Untuk Anak
Sederhana
Dunia bermain adalah dunianya anak-anak. Pada masa ini, mereka tentunya akan suka jika diajak bermain sambil bereksprimen.
Aktivitas ini bisa dibilang adalah aktivitas yang paling seru karena selain banyakpraktek yang menyenangkan,aktivitas sains ini juga sarat akan ilmu pengetahuan. Melakukan percobaan sains tidak harus mengeluarkan uang banyak, kita cukup berpikir kreatif dan menggunakan barangbarang yang ada disekitar kita.Berikut ada beberapa eksperimen sains yang dapat di praktekkan sendiri di rumah
Mencampur dan Menebak Warna Alat dan bahan : – Air -Gelas plastik kecil – Pewarna makanan (merah,kuning, biru) – Piring kecil Cara Bermain : Campur air dan pewarna dalam gelas plastik yang berbeda. Minta anak untuk mencampur 2 warna yang berbeda pada piring, misalnya merah dengan kuning atau biru dengan merah. Biarkan anak menebak warna yang dihasilkan dari pencampuran tadi. Dari percobaan sederhana ini anak akan memiliki pengetahuan mengenai warna primer dan warna baru yang dihasilkan ketika 2 warna dicampurkan.
Gunung Meletus Alat dan Bahan : – lilin (malam) – soda kue – cuka
– pewarna makanan Cara Bermain : Langkah pertama, buat replika gunung dengan menggunakan lilin malam, setelah itu buat lubang ditengah gunung. Masukkan soda kue dan pewarna makanan merah. Mintalah anak untuk memasukkan cuka. Gunung pun akan mengeluarkan "lahar" berwarna merah. Dari aktivitas ini, anak diajarkan untuk mengenal reaksi kimia antara asam dan soda kue
Balon Dalam Botol Alat dan Bahan : – balon -botol air mineral ukuran 1 L -lakban atau isolasi hitam -jarum Cara Bermain: Pasang balon dalam botol dengan membiarkan ujung balon menempel di bibir botol. Mintalah anak untuk meniup balon tersebut, maka balon tidak akan mengembang. Lubangi bagian bawah botol sebanyak 4 lubang dengan jarum.lalu minta anak untuk meniup balon kembali, balonpun akan mengembang. Bagaimana? seru bukan? Dengan bermain, anak tidak hanya bersenang-senang namunjuga dilatih untuk mencintai ilmu pengetahuan dan mengembangkan rasa ingin tahu mereka. Ada tanggapan? silakan tambahkan di kolom komentar
Sejarah Penemuan Petasan dan Kembang Api
Di setiap perayaan tahun baru, dan banyak perayaan-perayaan lain, kembang api dan petasan tak pernah absen. Selalu ada dan meramaikan suasana. Tapi tahukah kamu, negara mana yang pertama kali menggunakan petasan dan kembang api? Dan lebih dulu mana ditemukan, petasan ataukah kembang api? Simak di artikel ini. Semua sepakat bahwa bangsa China atau Tiongkok adalah yang pertama kali menemukan bubuk mesiu. Bahan dasar pembuat petasan dan kembang api. Legenda yang beredar dan banyak dipercaya mengatakan bahwa bubuk mesiu secara tidak sengaja diciptakan oleh seorang juru masak di China, sekitar dua ribu tahun yang lalu. Saat itu ia mencampurkan beberapa bahan seperti batu bara, sulfur, dan potasium nitrat, kemudian memasukkan semua bahan tersebut ke dalam sebatang bambu. Ketika bambu berisi bahan tadi dibakar di tungku, sebuah ledakan pun terjadi. Namun sumber sejarah yang lebih valid menyebutkan bubuk mesiu digunakan untuk petasan pertama kali oleh seorang pendeta bernama Li Tian dari kota Liu Yang, provinsi Yunan pada masa pemerintahan dinasti Song, sekitar abad ke-9 masehi.
Li Tian membuat petasan untuk mengusir roh jahat, yang dipercaya akan ketakutan dengan bunyi keras yang ditimbulkan. Orang China sendiri memperingati penemuan petasan ini setiap tanggal 18 April dengan memberikan persembahan kepada arwah pendeta Li Tian. Setelah ditemukan, setiap tahunnya petasan selalu hadir untuk meramaikan perayaan tahun baru China, atau tahun baru Imlek, dengan harapan agar setahun ke depan roh jahat takut dan tidak mengganggu kehidupan. Merambah Eropa Marco Polo, seorang penjelajah asal Italia, adalah orang yang diyakini berjasa membawa bubuk hitam, alias mesiu, ke daratan eropa sekitar abad ke-13. Setelah tiba di eropa, bubuk hitam dimanfaatkan untuk pembuatan senjata api seperti meriam dan senapan. Italia adalah negara yang berjasa atas penciptaan kembang api, juga berbahan dasar bubuk hitam dari China ini. Kemudian diikuti oleh Jerman. Kedua negara tersebut memimpin produksi dan penggunaan kembang api di seluruh eropa pada abad ke-18. Kerajaan Inggris juga tak mau ketinggalan. Pada masa pemerintahan ratu Elizabeth I, kembang api menjadi sangat populer di kalangan keluarga kerajaan. Sang Ratu sangat menggemari tontonan spektakuler ini. Dan konon beliau mengangkat seorang ahli kembang api dengan sebutan “Fire Master of England” dan menjadi profesi yang sangat bergengsi kala itu. Fire Master memiliki seorang asisten dengan sebutan Green Men. Karena saat bekerja ia harus mengenakan topi dari dedaunan hijau untuk melindungi kepala mereka dari percikan kembang api. Namun profesi Green Men ini sangat berbahaya dan berisiko, sebab ada beberapa kasus luka serius dan kematian terjadi
akibat percikan api kerusakan serius.
dari
kembang
api
yang
menimbulkan
Demikianlah, sejak saat itu kembang api dinikmati secara luas oleh masyarakat. Dalam berbagai macam perayaan, mulai dari perayaan tahun baru, perayaan kemerdakaan beberapa negara, hingga perayaan hari ulang tahun ratu atau raja.
Feromon, Alat Super Canggih
Komunikasi
Ada gula ada semut. Pasti pernah dengar peribahasa ini kan? Peribahasa ini ternyata menyimpan fakta yang menarik mengenai semut. Bagaimana caranya semut dapat selalu mengetahui keberadaan gula atau benda-benda lain yang bisanya selalu dikerumuni semut? Jawabannya karena semut memiliki sistem komunikasi yang canggih. Wow, seperti apakah sistem komunikasi itu, apa semut punya handphone seperti manusia? Hehehe, simak dulu yuk, penjelasannya. Feromon, salah satu senyawa kimia hidrokarbon, memiliki peranan penting dalam sistem komunikasi serangga, termasuk semut. Feromon berasal dari kata “fer” yang artinya membawa dan “hormon” sehingga feromon berarti “pembawa hormon”. Feromon adalah isyarat yang digunakan di antara hewan satu spesies dan biasanya diproduksi dalam kelenjar khusus untuk disebarkan. Ada banyak fungsi dari feromon ini, di antaranya sebagai jejak menuju sumber makanan dan sebagai zat tanda bahaya yang disekresikan saat musuh menyerang. Ketika semut menggigit, dia akan meninggalkan feromon ini sebagai penanda bagi koloninya bahwa ada bahaya. Ketika semut menemukan bahan makanan yang ukurannya terlalu besar untuk dibawa sendiri ke sarang, maka dia akan mengeluarkan feromon untuk meminta bantuan teman-temannya. Jika jumlah semut telah cukup, maka mereka akan menggotongnya
beramai-ramai ke sarang. Uniknya, semut yang menemukan jejak feromon dari semut lain untuk menuju sumber makanan mampu menemukan jalan kembali yang lebih singkat. Biasanya jejak semut penemu sumber makanan berkelok kelok dan panjang, tapi jejak semut- semut berikutnya akan membentuk garis lurus yang lebih singkat. Bagaimana semut dapat melakukannya? Semut menjadikan matahari sebagai kompas dan cabang pohon atau tanda alam lainnya sebagai penunjuk jalan. Semut mengingat tanda-tanda tersebut dengan baik, bahkan semut yang pergi mencari makan pada pagi hari dan baru kembali pada malam harinya pun akan tetap mengenali tanda-tanda yang dilauinya meskipun kondisi berubah. Setiap koloni semut memiliki bau koloni yang khas. Mereka memiliki senyawa hidrokarbon yang berbeda untuk membedakan jenis koloni mereka. Jika ada semut asing, yang ditandai dengan bau koloni yang berbeda, memasuki sarang semut koloni lain, maka akan diserang dengan asam format, sitronelal, dan zat-zat beracun lain yang diproduksi oleh semut. Namun, jika semut yang datang masih berasal dari spesies yang sama tapi berbeda koloni, keberadaan semut tersebut masih diterima karena dia dianggap sebagai tamu. Ia akan tetap diberi makan, tapi dengan jumlah sedikit. Komunikasi kimiawi dengan feromon ini hanya salah satu cara komunikasi yang dilakukan semut. Semut juga sentuhan atau dengan bunyi.
dapat
berkomunikasi
dengan
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, para ilmuwan telah berhasil mengidentifikasi 1600 jenis feromon pada serangga. Kini, feromon-feromon tersebut sudah dapat dibuat secara sintetis dan digunakan untuk perangkap serangga, khususnya serangga-serangga hama.
Mengapa Gigitan Serangga Menimbulkan Gatal di Kulit?
Jika kalian gemar pergi hiking, mendaki gunung, atau bermain di halaman, pasti suatu saat kalian mengalami gigitan serangga. Yang paling bikin kesal adalah gigitan tersebut sering kali meninggalkan rasa gatal yang sangat mengganggu. Tapi bagaimana bisa ya gigitan serangga bikin gatal? Tahukah kalian, beberapa serangga membuat kulit kita gatal dengan cara yang berbeda-beda, tergantung jenis serangganya.
Serangga yang menggigit atau menyengat karena merasa terganggu, seperti lebah, semut, atau serangga lain, sebenarnya menyuntikkan sejumlah kecil racun ke kulit kita. Tapi pada umumnya racun yang disuntikkan melalui gigitan atau sengatan tersebut tidak berbahaya dan jumlahnya sedikit, sehingga rasa gatal yang timbul tidak bertahan lama. Sistem kekebalan tubuh kita akan memeranginya dengan cepat. Dalam kasus gigitan nyamuk, agak rumit. Sebab percaya atau tidak, nyamuk yang menggigit kita hanyalah nyamuk betina. Lho mengapa begitu? Ya, sebab darah (baik darah manusia maupun darah binatang) dibutuhkan nyamuk betina untuk proses pembentukan telur. Jadi nyamuk jantan tidak tertarik dengan darah sebab mereka tidak perlu bertelur. Nyamuk betina bisa mencari pembuluh darah yang letaknya dekat dengan permukaan kulit, agar darahnya mudah diambil. Setelah ketemu, si nyamuk akan hinggap dan menancapkan sejenis jarum, yaitu bagian dari mulut mereka yang bernama “proboscis”. Setelah itu, mulai deh mereka menyedot darah kamu sampai kenyang. Nah, rasa gatal yang timbul rupanya berasal dari air liur si nyamuk yang ikut disuntikkan dan berfungsi sebagai zat antikoagulan, gunanya untuk mencegah pembekuan darah. Biar si nyamuk bisa terus menyedot darahmu dengan lancar. Rupanya, tubuhmu mendeteksi air liur nyamuk ini gangguan dan memerintahkan saraf mengirimkan sinyal Otak merespons sinyal tersebut dengan menimbulkan gatal dan tidak nyaman, disertai dengan bengkak dan kulit.
sebagai ke otak. perasaan merah di
Sebetulnya, air liur nyamuk ini tidak berbahaya sama sekali, kecuali memang nyamuk ini jenis nyamuk pembawa penyakit tertentu. Rasa gatal pun akan hilang dengan sendirinya dalam waktu yang tidak lama. Namun kebanyakan dari kita menjadi sangat
terganggu, dan secara refleks tangan kita akan menggaruk bagian yang gatal secara otomatis, bahkan ketika kita sedang tidur! Padahal sebetulnya, dengan manggaruk kita justru menyebarkan air liur si nyamuk ke permukaan kulit di sekitarnya dan malah membuat rasa gatal bertambah luas. Yang menjadi biang masalah adalah ketika kita menggaruk terlalu keras, kulit kita jadi terluka, dan berakhir dengan infeksi. Duh!
Ketika Laron Mencari Cinta Kisah Laron Mencari Cinta
Pernah nggak si penasaran sama kisah cintanya binatang? kali ini bakal dibahas nih salah satu kisah cintanya si Laron yang ternyata penuh perjuangan. Penasaran? Simak ulasannya ya! ^^ Musim hujan bisa dikatakan menjadi momen munculnya hewan-hewan tertentu, salah satunya laron. Laron biasanya muncul di musim hujan dan mengerumuni lampu atau cahaya. Mungkin nggak semua orang tahu kalau laron sebenarnya merupakan hewan yang sama dengan rayap. Iya, rayap yang suka merusak kayu-kayu di rumah itu. Laron merupakan fase dewasa dari kasta reproduktif rayap. Habitat rayap ada di dalam tanah, hewan ini termasuk hewan sosial yang hidupnya beramai-ramai dan membentuk koloni. Dalam dunia rayap, ada yang namanya kasta. Ada kasta reproduktif, kasta prajurit, dan kasta pekerja. Hampir sama seperti semut, dalam koloni rayap juga ada raja dan ratu rayap. Ketika hujan turun, air hujan membasahi tanah dan membuatnya menjadi lembab. Karena udara di dalam tanah menjadi lembab, maka rayap-rayap bersayap alias laron beterbangan keluar mencari cahaya dan kehangatan. Laron-laron ini punya misi untuk mencari pasangannya. Ada sebuah dongeng tentang laron ini. Ketika musim hujan tiba, raja dan ratu rayap di dalam tanah berpesan kepada para laron yang akan dilepas keluar. Mereka akan diterbangkan menuju bulan, bulan yang dimaksud adalah lampu yang terang. Di bulan, akan ada pesta pencarian jodoh. Para laron single ini akan berjuang dari mulai keluar dari sarang di dalam tanah hingga mendapatkan pasangannya. Ada banyak rintangan yang mereka hadapi, ketika baru keluar dari
lubang tanah, mereka akan berdesak-desakan dan hal ini dapat menyebabkan sayap mereka patah. Jika sayap mereka patah, mereka tidak dapat terbang menuju “bulan”. Selain itu, masih ada kemungkinan mereka akan dimangsa hewan predator seperti cicak, kadal, dan katak. Bahkan, manusia juga ada lho yang makan laron. Laron dapat dibuat menjadi peyek lalu dimakan. Nah, jika mereka berhasil menemukan pasangannya, maka sayap mereka akan lepas karena sudah tidak dibutuhkan lagi kemudian mereka akan menuju lubang tanah untuk berbulan madu. Pasangan laron ini akan membentuk koloni baru dan mereka menjadi raja dan ratu laron dalam koloni tersebut. Sedangkan yang gagal menemukan pasangannya di kerumunan cahaya lampu itu, akan segera mati ketika fajar menyingsing. Laron memang memiliki umur yang sangat pendek. Laron hanya berumur kurang lebih satu hari untuk mendapatkan pasangan kemudian melanjutkan fase hidupnya. Begitulah kisah perjuangan laron mencari pasangan untuk mempertahankan hidupnya dan membentuk koloni baru. Ada tanggapan? silakan tambahkan di kolom komentar
Kimia, Baik atau Buruk? Pernah nggak sih? orang tua kamu bilang "Kamu jangan sering-sering makan camilan gitu deh, banyak bahan kimianya!" atau ketika kamu sakit, ada tetangga yang bilang "Daripada beli obat buatan pabrik, mending beli obat herbal aja. Lebih aman." Ya, dari kecil pasti nggak asing dong dengan kata KIMIA. Tapi biasanya, kimia atau bahan kimia dianggap jelek, merusak serta
berbahaya. Sampai sekarang kalau denger kata kimia, pasti yang terbayang dipikiran orang-orang adalah bahan pengawet, pewarna makanan,racun, sianida, pokoknya semua yang berbahaya untuk kesehatan.
Tapi bener nggak sih bahan kimia itu pasti berbahaya? apa sih bahan kimia itu? Apa yang alami atau herbal pasti lebih baik daripada yang berbahan kimia? Nah disini akan mengulas dan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.Yuuk, langsung saja!
Apa sih bahan kimia itu? Bahan kimia, atau bahasa inggrisnya Chemicals sebetulnya ada dimana-mana, bukan hanya bahan tambahan pada makanan atau obat saja. Sebenarnya segala sesuatu disekitar kita adalah bahan kimia, baik yang masuk ke tubuh kita maupun peralatan yang kita gunakan sehari-hari. Termasuk segala yang kita anggap alamiah, dari mulai sayur dan buah-buahan, bahan tambang, segala jenis makanan yang kita makan, minuman yang kita minum, udara yang kita hirup, bumbu masakan tradisional, dan segala hal yang terbentuk dari proses perubahan materi ya adalah kimia. Masih nggak percaya? Coba deh bayangin ketika kamu mau masak telur mata sapi. Bahannya sudah siap semua niih,yuk kita masak sambil lihat sekeliling dapur ^^ Langkah pertama, kompor kita nyalakan terlebih dahulu. kompor biasanya berbahan bakar elpiji atau LPG, liquefied petroleum gas, propana (C3H8) dan butana (C4H10) cair. Siapin wajan anti lengket, yang terbuat dari teflon atau politetrafloroetilena (PTEF, C 2 F 4 ) n . Lalu tuang minyak goreng sehatnya, yang mengandung omega-9, asam oleat dan isomernya asam elaidat (C18H34O2). Masukkan telur yang cangkangnya terbuat dari CaCO3 atau kalsium karbonat. Jangan lupa tambahkan garam dapur atau
NaCl, natrium klorida. Naaah, bener kan bahwa segala hal disekitar kita adalah bahan kimia? Wah, berarti serem, dong? Nggak kok, jangan berpikir segala hal yang terkait bahan kimia itu nggak baik bagi tubuh dan berbahaya. Sebaliknya, jangan berpikir bahwa segala yang selama ini dianggap bahan alami itu bagus buat tubuh dan gak berbahaya buat kita. Konsep berpikir bahwa bahan kimia itu bahaya sedangkan bahan yang dianggap bahan alami itu lebih sehat adalah kekeliruan yang besar! Kenapa? Karena sebetulnya segala hal di sekitar kita yang kita anggap alami adalah bahan kimia. Sebaliknya, bahan yang kita anggap sebagai bahan kimia ya sebetulnya semua bersumber dari alam juga. Jadi, bahan kimia itu ya sebetulnya dari bahan alami, dan bahan yang kita anggap alami ya itu bahan kimia juga. Jadi, sebetulnya bukan masalah bahan kimia vs bahan alami. Tapi, justru bagaimana kita melihat sebuah komposisi materi itu bisa bermanfaat atau berbahaya bagi kita sebagai manusia. Misalnya nih, propana dan butana yang ada di dalam LPG tadi itu, bahan kimia yang sekaligus bahan alami juga, kan? Nah, itu adalah senyawa alkana yang cocok banget dijadikan bahan bakar untuk kebutuhan sehari-hari seperti memasak dan mamanaskan air. Contoh lain adalah PTEF atau teflon, senyawa sifatnya unik. Berbentuk padat tapi nggak bisa basah, juga tidak reaktif dan tahan panas. Jadi cocok digunakan sebagai wajan.
Jadi, bahan berbahaya?
kimia
itu
tidak
Eits, jangan terlalu cepat ambil kesimpulan dulu. Bahan kimia itu juga bisa berbahaya kalau kita nggak tahu cara menggunakannya.
Misalnya, propana di LPG merupakan gas yang mudah terbakar. Kalau sambungan gas ke kompornya ada yang bocor, gas itu bisa keluar ke udara sekitar dengan cepat. Sehingga kalau ada percikan api sedikit aja dari korek atau stop kontak listrik bisa menyebabkan terjadinya kebakaran. Contoh lain dari kegiatan masak kita di atas adalah teflon. Teflon ini cukup tahan panas dan tidak menghasilkan zat yang berbahaya bagi tubuh manusia sampai suhu 260 o C. Untuk penggorengan, hal ini termasuk aman karena kita menggoreng daging di suhu di bawah 230oC. Minyak goreng yang kita pakai juga akan menyerap panas dari api kompor dan menguap (keluar asap) di bawah suhu 250oC. Secara teori, teflon ini aman buat dipakai. Tapi, kalau wajan teflon
dipanakan tanpa minyak o
goreng, dia akan mulai terurai di suhu antara 260 C ke atas. Hasil uraian ini bisa menempel di wajan kita dan masuk ke makanan kita sewaktu wajan itu dipake lagi untuk masak.
Jadi, kesimpulannya? Sebenarnya bahan kimia itu baik namun bisa menjadi tidak baik jika kita tidak tahu menggunakannya sebagaimana mestinya. Penggunaan bahan kimia sebenarnya mempunyai aturan atau dosis tertentu. Jika kita menggunakannya sesuai dosis (misalnya pada penambahan pewarna makanan atau obat) maka akan aman-aman saja.
"All things are poisons, for there is nothing without poisonous qualities. It is only the dose which makes a thing poison."- Paracelsus (Bapak Toksikologi)