PERBEDAAN SELISIH TINGGI BADAN SEBELUM DAN SETELAH SUPLEMENTASI Zn PADA BALITA STUNTING THE DIFFERENCE IN HEIGHT DIFFERENCE BEFORE AND AFTER Zn SUPPLEMENTATION IN STUNTING TODDLERS Dewi Pertiwi Dyah Kusudaryati Dosen Prodi S1 Ilmu Gizi STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta Jl. Tulang Bawang Selatan No.26 RT 01 RW 32 Kadipiro Banjarsari Surakarta
[email protected]
ABSTRACT Zn deficiency is associated with growth failure in toddlers. One of the effects of growth failure in toddlers is indicated by the occurrence of stunting (short). The purpose of this research to determine the effect of zinc supplementation on height difference of stunting toddlers. The research design was randomized pretest posttest control group design. The total of thirty six stunting toddlers were divided into two groups. The treatment group received syrup with 20 mg ZnSO 4 twice a week for three months whereas the comparison group received placebo without Zn. The results showed that there was no significant difference in height before Zn supplementation between treatment and comparison groups (p = 0,361). There is no significant difference in height after Zn supplementation between treatment and comparison groups (p = 0,613). There was significant difference in height difference before and after Zn supplementation on both of groups (p = 0,000). The conclusions of this study, there is a difference in height difference before and after Zn supplementation in stunting toddlers. Keywords: toddlers, stunting, height, Zn
ABSTRAK Kekurangan Zn berhubungan dengan kegagalan pertumbuhan pada balita. Salah satu dampak dari kegagalan pertumbuhan pada balita ditunjukkan dengan terjadinya stunting (pendek). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh suplementasi Zn terhadap selisih tinggi badan pada balita stunting. Penelitian ini menggunakan desain eksperimen dengan randomized pretest posttest control group design. Sebanyak 36 anak stunting dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok perlakuan diberi suplemen sirup yang mengandung 20 mg ZnSO4 dua kali seminggu selama 3 bulan sedangkan kelompok pembanding diberi sirup plasebo tanpa Zn. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tinggi badan sebelum suplementasi antara kelompok perlakuan dan pembanding (p=0,361). Tidak ada perbedaan tinggi badan setelah suplementasi Zn antara kelompok perlakuan dan pembanding (p=0,631) tetapi ada perbedaan selisih tinggi badan diantara kedua kelompok (p=0,000). Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh simpulan bahwa ada perbedaan selisih tinggi badan sebelum dan setelah suplementasi Zn pada balita stunting. Kata kunci: balita, stunting, tinggi badan, Zn
53
PROFESI, Volume 12/September 2014 - Pebruari 2015 imunitas dan perkembangan (Brown et al, 2002 ; Shankar dan Prasad, 1998). Defisiensi Zn dapat mengakibatkan gagal tumbuh, penurunan nafsu makan, dan penyembuhan luka yang lambat. Penelitian yang dilakukan oleh Lind et al dengan pemberian suplemen Zn 10 mg/hari selama 12 bulan pada bayi usia 6-12 bulan serta penelitian Budiastutik dengan pemberian kombinasi sirup Zn dengan biskuit MP-ASI selama 90 hari pada anak usia 12-60 bulan, keduanya menunjukkan bahwa pemberian suplemen Zn dapat memperbaiki pertumbuhan anak balita (Lind et al, 2004 ; Budiastutik, 2011). Suplementasi Zn secara bermakna mempunyai respon yang positif terhadap kenaikan berat badan dan tinggi badan, serta mampu meningkatkan pertumbuhan linear pada remaja dan anak stunting (Brown et al, 2002). Melihat beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa Zn berperan penting dalam pertumbuhan terutama tinggi badan anak, maka peneliti tertarik untuk melihat perbedaan selisih tinggi badan sebelum dan setelah suplementasi Zn pada balita stunting.
PENDAHULUAN Pertumbuhan balita dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor langsung dan faktor tidak langsung. Faktor langsung yang mempengaruhi pertumbuhan balita diantaranya asupan gizi, penyakit infeksi, dan genetik. Sedangkan faktor tidak langsung meliputi akses pelayanan kesehatan, sosial ekonomi (pendapatan keluarga), pengetahuan dan pendidikan ibu, serta persediaan makanan di rumah (Supariasa, 2002). Kekurangan gizi sebagai faktor langsung yang mempengaruhi pertumbuhan dapat disebabkan oleh rendahnya kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi dan tingginya angka infeksi. Dampak dari kekurangan gizi pada balita diantaranya adalah berat dan tinggi badan balita kurang, pertumbuhan terhambat, serta risiko terkena infeksi akan meningkat. Balita yang kekurangan gizi berisiko mengalami penurunan kecepatan pertumbuhan atau gangguan pertumbuhan linear sehingga gagal dalam mencapai potensi tinggi badan yang mengakibatkan balita menjadi stunting (pendek) (Siregar, 2011). Stunting dapat ditentukan dengan indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) dibandingkan dengan baku rujukan WHO child growth standard. Skor Z TB/U kurang dari -2 SD mengindikasikan anak mengalami stunting yang merupakan dampak dari ketidakmampuan anak dalam mencapai pertumbuhan linear potensialnya (Gibson, 2005). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 menyebutkan bahwa gangguan pertumbuhan pada balita sudah terjadi di umur-umur awal kehidupan dan gangguan yang besar terjadi pada pertumbuhan tinggi badan balita. Prevalensi balita stunting secara nasional tahun 2010 sebesar 35,6 %. Prevalensi balita dan batita usia 24 – 35 bulan dengan kategori sangat pendek di Jawa Tengah adalah 16.9% dan 22.8%, sedangkan yang masuk kategori pendek adalah 17.0% dan 18.6 %. Prevalensi batita sangat pendek usia 2435 mengalami peningkatan dibandingkan hasil Riskesdas tahun 2007 yaitu 21.5% menjadi 22.8% (Riskesdas, 2010). Di Kota Surakarta prevalensi balita sangat pendek dan pendek sebesar 12.3% dan 10.3% (Riskesdas, 2007). Salah satu zat gizi yang berpengaruh terhadap pertumbuhan adalah zinc(Zn). Zn adalah zat gizi yang berperan penting pada banyak fungsi tubuh seperti pertumbuhan sel, pembelahan sel, metabolisme tubuh, fungsi
METODE PENELITIAN Rancangan penelitian ini menggunakan desain eksperimen dengan randomized pretest posttest control group design. Penelitian dilakukan pada tahun 2012. Penelitian dilakukan terhadap balita stunting usia 24-36 bulan yang dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok I sebagai kelompok perlakuan yaitu balita stunting yang diberi suplemen berupa sirup Zn dengan dosis 20 mg. Kelompok II sebagai kelompok pembanding yaitu balita stunting usia 24-36 bulan diberi sirup plasebo tanpa Zn. Suplementasi Zn diberikan seminggu 2x selama 12 minggu. Jumlah subyek untuk masing-masing kelompok sebanyak 18 balita. Penelitian dilakukan dengan mengukur tinggi badan balita baik sebelum dan setelah suplementasi Zn kemudian dibandingkan selisih tinggi badan antara kelompok perlakuan dengan kelompok pembanding.
54
maupun kelompok pembanding setelah diuji menggunakan paired t test. Berdasarkan independent t test didapatkan hasil bahwa tinggi badan sebelum suplementasi Zn tidak ada perbedaan antara kelompok perlakuan dan pembanding (p=0,361). Setelah suplementasi Zn diketahui juga tidak ada perbedaan diantara kedua kelompok (p = 0,613).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Tabel 1. Deskripsi Jenis Kelamin dan Usia Subyek Perlakuan Pembanding n % n %
Karakteristik Subyek Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Usia 24 – 30 bulan 31 – 36 bulan *Uji Chi Square
p*
7 11
38,9 61,1
7 11
38,9 61,1
1,00 0
8 10
44,4 55,6
8 10
44,4 55,6
1,00 0
Tabel 3. Rerata Selisih TB Sebelum dan Setelah Suplementasi Zn
Perlakuan Pembanding t p a b
Setelah x SD 85,40 2,73 85,82 2,19 -0,511 0,613b
t
p
-37,176
0,000a
-29,992
0,000a
2,02 0,29
p*
3,992
0,000
Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa ada perbedaan selisih tinggi badan antara kelompok perlakuan dan pembanding (p=0,000). Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi jenis kelamin dan umur subyek tidak ada perbedaan antara kelompok perlakuan dengan kelompok pembanding. Hal ini berarti bahwa berdasarkan jenis kelamin dan umur subyek terdistribusi secara merata pada masingmasing kelompok. Uji yang dilakukan pada masing-masing kelompok menyimpulkan bahwa ada perbedaan tinggi badan sebelum dan setelah suplementasi Zn. Tinggi badan setelah suplementasi pada masing-masing kelompok lebih tinggi daripada sebelum suplementasi. Selain itu, hasil penelitian menunjukkan Tabel 3 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tinggi badan sebelum suplementasi Zn antara kelompok perlakuan dengan kelompok pembanding. Hal ini berarti berdasarkan tinggi badan subyek tersebar merata pada masing-masing kelompok. Setelah suplementasi Zn juga terlihat tidak ada perbedaan tinggi badan antara kelompok perlakuan dengan kelompok pembanding. Selisih tinggi badan selama penelitian dapat disimpulkan ada perbedaan diantara kedua kelompok. Rerata selisih tinggi badan selama penelitian pada kelompok perlakuan sebesar 2,39 0,27 cm, sedangkan kelompok pembanding sebesar 2,02 0,29 cm. Hal ini berarti selisih tinggi badan pada
Tabel 2. Rerata Tinggi Badan Sebelum dan Setelah Suplementasi Zn x SD 83,00 2,80 83,80 2,32 -0,926 0,361b
Pembanding
t
* Independent t test
Tabel 1 menunjukkan sebaran subyek penelitian menurut jenis kelamin diketahui bahwa sebagian besar subyek pada kelompok perlakuan maupun pembanding adalah perempuan. Berdasarkan hasil uji Chi Square menunjukkan tidak ada perbedaan proporsi jenis kelamin antara kelompok perlakuan dengan kelompok pembanding (p = 1,000). Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar usia subyek berkisar pada usia 31 – 36 bulan baik pada kelompok perlakuan maupun kelompok pembanding. Rerata usia subyek pada kelompok perlakuan 31,3 3,61 bulan sedangkan kelompok pembanding 31,3 3,42 bulan. Hasil uji menunjukkan tidak ada perbedaan distribusi usia antara kelompok perlakuan dengan kelompok pembanding (p=1,000). Hal ini berarti berdasarkan usia subyek tersebar merata pada masing-masing kelompok.
Sebelum
Perlakuan
Selisih x SD 2,39 0,27
Paired t test Independent t test
Tabel 2 menunjukkan bahwa ada perbedaan tinggi badan sebelum dan setelah suplementasi Zn baik pada kelompok perlakuan
55
PROFESI, Volume 12/September 2014 - Pebruari 2015 kelompok perlakuan lebih tinggi daripada kelompok pembanding. Adanya perbedaan tinggi badan antara kelompok perlakuan dengan kelompok pembanding setelah suplementasi Zn menunjukkan kesamaan dengan metaanalisis yang dilakukan oleh Brown et al bahwa suplementasi Zn mempunyai dampak positif pada pertumbuhan linier anak (Brown et al, 2003). Adanya pengaruh Zn terhadap pertumbuhan dikarenakan Zn termasuk salah satu zat gizi yang tergolong dalam nutrien tipe 2. Nutrien tipe 2 merupakan bahan pokok komposisi sel dan sangat penting untuk fungsi dasar jaringan (King, 2011). Selain itu, nutrien yang masuk dalam tipe ini seperti halnya Zn memiliki karakteristik yaitu tidak memiliki tempat penyimpanan sehingga diperlukan masukan terus-menerus dalam jumlah yang kecil. Dampak utama jika terjadi defisiensi Zn adalah kegagalan pertumbuhan dan berkurangnya volume jaringan (loss of tissue). Zinc dibutuhkan untuk proses pertumbuhan bukan hanya karena efek replikasi sel dan metabolisme asam nukleat tetapi juga sebagai mediator hormon pertumbuhan (Hidayat, 1999). Pemberian suplemen Zn dapat meningkatkan konsentrasi plasma Insulin-like Growth Factor I (IGF I) sehingga memicu kecepatan pertumbuhan (Ninh et al, 1996). Insulin-like Growth Factor I merupakan mediator hormon pertumbuhan yang berperan sebagai suatu growth promoting factor dalam proses pertumbuhan. Defisiensi hormon pertumbuhan menyebabkan konsentrasi IGF-I dalan sirkulasi rendah, sebaliknya hormon pertumbuhan tinggi maka konsentrasi IGF-I juga akan meningkat (Backeljauw, 2008). Kegagalan pertumbuhan secara bersama-sama dijumpai dengan penurunan konsentrasi IGF-I. Menurunnya konsentrasi IGFI disebabkan bukan hanya karena kekurangan energi protein tetapi juga kekurangan Zn (Ninh et al, 1996). Pengaruh Zn terhadap selisih tinggi badan juga dapat disebabkan oleh tingkat kecukupan Zn yang tergolong kurang/defisiensi serta status gizi anak yang mengalami stunting. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan Thu et al yang menyebutkan bahwa suplementasi mikronutrien termasuk Zn tidak berpengaruh terhadap indeks TB/U kecuali pada balita dengan skor Z TB/U di bawah rata-rata (< -2 SD) atau mengalami defisiensi Zn. Anak dengan kadar Zn rendah akan mengabsorbsi Zn lebih efisien
dibandingkan dengan kadar Zn tinggi (Thu et al, 1999). SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Tidak ada perbedaan tinggi badan sebelum maupun sesudah suplementasi Zn baik pada kelompok perlakuan maupun kelompok pembanding pada balita stunting. 2. Ada perbedaan selisih tinggi badan sebelum dan setelah suplementasi Zn pada balita stunting antara kelompok perlakuan dengan kelompok pembanding. SARAN Perlu penelitian lanjutan dengan pemberian suplemen zat gizi lain yang juga mempunyai fungsi dalam pertumbuhan balita seperti protein, zat besi, selenium, dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA Backeljauw P. 2008. Insulin-like growth factor I deficiency. Professor of Pediatrics. Cincinnati Children’s Hospital Medical Center. University of Cincinnati College of Medicine. Brown KH, Peerson JM, Rivera J, Allen LH. 2002. Effect of supplemental zinc on the growth and serum zinc concentrations of prepubertal children: a meta-analysis of randomized controlled trials. Am J Clin Nutr. 75: 1062-71. Brown KH, 2003. Commentary : Zinc and child growth. Int J Epidemiol. 32 (6): 11031104. Budiastutik I. 2011. Pengaruh suplementasi zinc sulfat dan biscuit terhadap status gizi dan konsentrasi zinc rambut balita (Program MP ASI Biskuit di Kertosono, Kabupaten Nganjuk Jawa Timur). Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat Program Studi Kesehatan Masyarakat, Universitas Air langga, Surabaya. Gibson RS. 2005. Principles of Nutritional Assessment. Second Edition. Oxford University Press.
56
Hidayat A. 1999. Seng (zinc): esensial bagi kesehatan. Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. J Kedokter Trisakti 18 (1): 1926.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010. 2010. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010. Jakarta: Badan Litbangkes, Depkes RI. Shankar AH, and Prasad AS. 1998. Zinc and immune function: the biological basis of altered resistance to infection. Am J Clin Nutr. 68 (Suppl.2):S447-63.
King JC. 2011. Zinc: an essential but elusive nutrient. Am J Clin Nutr. 94 (suppl):679S84S. Lind T, Lönnerdal B, Stenlund H, Gamayanti IL, Ismail D, Seswandhana R, Persson LA. 2004. A community-based randomized controlled trial of iron and zinc supplementation in Indonesian infants: effects on growth and development. Am J Clin Nutr. 80: 729-36.
Siregar R., Lilisianawati, Lestari ED, Salimo H. 2011. Effect of zinc suplementation on morbidity among stunted children in Indonesia. Paediatr Indones. pp: 51-128.
Ninh NX, Thissen JP, Collette L, Gerard G, Khoi HH, Ketelslegers JM. 1996. Zinc supplementation increases growth and circulating insulin like growth factor I (IGF-I) in growth-retarded Vietnamese children. Am J Clin Nutr. 63:514-9.
Thu BD, Schultink W, Dillon D, Gross R, Leswara ND, Khoi HH. 1999. Effect of daily and weekly micronutrient supplementation on micronutrient deficiencies and growth in young Vietnamese children. Am J Clin Nutr. 69: 80-6.
Supariasa, et al, 2002. Penilaian Status Gizi. EGC, Jakarta, pp.38-62.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007. 2007. Laporan Jawa Tengah. Jakarta: Badan Litbangkes, Depkes RI.
57