PERBEDAAN PERILAKU PEMELIHARAAN KESEHATAN GIGI ANAK USIA ±12 TAHUN ANTARA KELAS UNGGULAN DAN REGULER DI MTsN PAGEDANGAN Silviana Swastiningtyas, Peter Andreas, Armasastra Program Studi Pendidikan Dokter Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Abstrak Perilaku merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status kesehatan seseorang. Perilaku mulai terbentuk dari domain kognitif yaitu pengetahuan. Penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana perbedaan perilaku pemeliharaan kesehatan gigi anak usia ±12 tahun antara kelas unggulan dan reguler. Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan jenis penelitian cross sectional study. Subjek penelitian adalah 100 siswa MTsN Pagedangan kelahiran tahun 2000 yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kelas unggulan dan kelas reguler. Penelitian dilakukan dengan pengisian kuesioner oleh responden untuk menilai perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan pemeriksaan intra oral untuk melihat status karies gigi oleh operator. Hasil penelitian yaitu terdapat perbedaan bermakna pada perilaku (p=0,036), pengetahuan (p=0,015) dan tindakan (p=0,001) pemeliharaan kesehatan gigi antara kelas unggulan dan kelas reguler. Namun pada aspek sikap (p=0,613) dan status karies gigi (DMFT) (p=0,606) tidak terlihat perbedaan bermakna. Kesimpulan penelitian ini adalah kelas unggulan memiliki perilaku pemeliharaan kesehatan gigi yang lebih baik daripada kelas reguler. Kata Kunci : Anak Usia ±12 Tahun; Kelas Unggulan dan Reguler; MTsN Pagedangan; Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Gigi Abstract Behavior is one of the factors that might affect personal health status. Behavior begins to form from cognitive domain namely knowledge. The study is done to see the differences between dental healthcare behavior of children aged 12-year-olds between unggulan and reguler classes. This research is an analytical research with cross sectional study. The subjects were 100 MTsN Pagedangan students who were born in 2000 (12 years old). They were divided into two groups, namely unggulan and reguler classes. The research was carried out in two stages; the first is filling questionnaires by each of the respondents who had previously been described by the operator, and intra oral examination to see the dental caries status (DMFT) of each respondent by the operator. Research results are there is significant difference of dental healthcare behavior between unggulan and reguler classes (p=0,036), which unggulan class has better behavior than reguler class. A significant difference also occurs at the level of knowledge (p=0,015) and action (p=0,001). There is no significant difference on the attitude aspect (p=0,613) and dental caries status (DMFT) (p=0,606), both unggulan and reguler classes are having good attitude. The conclusion is unggulan class has a better dental healthcare behavior than reguler class. Keywords : Children; Dental Healthcare Behavior; MTsN Pagedangan; Unggulan and Reguler Classes; 12-year-olds
Perbedaan perilaku…, Silviana Swastiningtyas, FKG UI, 2013
LATAR BELAKANG Di Indonesia, karies gigi masih merupakan penyakit yang sering dijumpai baik pada anak-anak maupun dewasa. Hal ini terlihat dari laporan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan RI tahun 2001 yang menyatakan di antara penyakit yang dikeluhkan, prevalensi penyakit gigi dan mulut adalah yang tertinggi meliputi 60% penduduk. Riskesdas tahun 2007 menyatakan prevalensi pengalaman karies nasional sebesar 61,2%, dengan rerata DMF-T nasional sebesar 4,85. Angka ini mengartikan bahwa rerata masyarakat Indonesia memiliki 5 buah gigi yang mengalami kerusakan. Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Tangerang tahun 2010, gangguan gigi serta jaringan penunjang mendapatkan peringkat ke-10 penyakit dengan jumlah terbanyak di kabupaten tersebut dan pada tahun 2011 meningkat menjadi peringkat ke-7. Sedangkan secara nasional pada tahun 2010 penyakit pulpa dan periapikal termasuk dalam 10 penyakit terbanyak dengan peringkat ke-7. Pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut pada masa anak-anak sangat menentukan perkembangan kondisi kesehatan gigi dan mulutnya pada saat dewasa. Berdasarkan penelitian Ratna Indriyanti tahun 2006 di Sumedang, gigi yang pertama erupsi adalah insisif pertama rahang bawah, yaitu pada umur rerata 6 tahun dan gigi yang terakhir erupsi adalah molar kedua rahang atas pada umur rerata 11 tahun.1 Hal ini menunjukan anak pada usia 12 tahun telah memiliki semua gigi permanen, kecuali gigi molar ketiga. Anak dengan usia 12 tahun telah memiliki gigi permanen lengkap sehingga jika terjadi kerusakan (karies gigi) atau kehilangan baik sengaja (dicabut) maupun tidak disengaja (kecelakaan) pada gigi ini maka tidak akan ada lagi gigi lain yang dapat menggantikannya. Karies gigi adalah penyakit infeksi yang merupakan hasil dari interaksi berbagai faktor penyebab yang secara simultan menginisiasi penyakit ini. Faktor-faktor tersebut adalah host (gigi dalam lingkungan oral), substrat diet (karbohidrat terfermentasi), mikroorganisme kariogenik
dan
mikroorganisme).
waktu
(total
pemaparan
terhadap
asam-asam
yang
diproduksi
2
Selain faktor yang ada di dalam mulut yang langsung berhubungan dengan karies, terdapat faktor-faktor yang tidak langsung disebut faktor risiko eksternal yang merupakan faktor predisposisi dan faktor penghambat terjadinya karies. Faktor eksternal tersebut antara lain adalah jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi, lingkungan dan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan gigi.3 Menurut Bahar (2000) salah satu faktor utama yang mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut penduduk di Negara berkembang adalah perilaku. Perilaku merupakan hal penting
Perbedaan perilaku…, Silviana Swastiningtyas, FKG UI, 2013
yang dapat mempengaruhi status kesehatan gigi individu atau masyarakat. Perilaku yang dapat mempengaruhi perkembangan karies adalah kebiasaan makan dan pemeliharaan kebersihan mulut, dengan menggunakan pasta gigi yang mengandung fluor.3 Perilaku kesehatan gigi meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan yang berkaitan dengan konsep sehat dan sakit gigi serta upaya pencegahannya.Blum (1974) menyatakan bahwa status kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh empat faktor utama, yaitu herediter, pelayanan kesehatan, perilaku dan lingkungan. Faktor perilaku menurut besarnya pengaruh terhadap status kesehatan, menempati pengaruh kedua setelah faktor lingkungan.4 Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu dokter gigi di Puskesmas Kecamatan Pagedangan, terdapat perbedaan status karies antara murid yang duduk di kelas unggulan dengan yang duduk di kelas reguler di daerah Kecamatan Pagedangan. Pada kondisi yang terjadi di MTsN Pagedangan ini apabila kita melihat dari unsur faktor lingkungan mereka memiliki lingkungan yang tidak terlalu jauh berbeda yaitu samasama bertempat tinggal di Kecamatan Pagedangan dengan lingkungan teman bermain dan guru-guru yang sama pula. Sedangkan jika dilihat dari keterjangkauan dengan pelayanan kesehatan, mereka memiliki kesempatan dan kemudahan yang sama. Sejauh ini belum ada penelitian serupa yang membahas perbedaan perilaku pemeliharaan kesehatan gigi antara anak kelas unggulan dan reguler. Maka dari itu diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai perbedaan perilaku pemeliharaan kesehatan gigi murid MTsN Pagedangan yang berumur ±12 tahun, baik yang duduk di kelas unggulan maupun reguler.
TINJAUAN TEORITIS Tinjauan Wilayah. Kabupaten Tangerang merupakan salah satu wilayah di Propinsi Banten terletak di bagian Timur Provinsi Banten.Secara administratif pada tahun 2010 Kabupaten Tangerang memiliki 29 wilayah Kecamatan yang terdiri dari 274 wilayah Desa dan Kelurahan.5 Kecamatan Pagedangan merupakan salah satu dari 29 Kecamatan di Kabupaten Tangerang. Kecamatan Pagedangan memiliki luas wilayah 45,7 km2. Secara administratif Kecamatan Pagedangan memiliki 10 Desa dan 1 Kelurahan. Pada tahun 2011 jumlah penduduk Kecamatan Pagedangan yaitu 95.464 dengan kepadatan penduduk 2.089 per km2.5 Madrasah Tsanawiyah Negeri Pagedangan merupakan satu dari 17 sekolah menengah pertama yang ada di Kecamatan Pagedangan. Sekolah ini bertempat di Desa Cijantra. Visi MTsN Pagedangan adalah: “Unggul dalam prestasi dan berakhlak karimah”.
Perbedaan perilaku…, Silviana Swastiningtyas, FKG UI, 2013
Seiring dengan terus meningkatnya animo masyarakat untuk menyekolahkan putra dan putrinya di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Pagedangan, sudah selayaknya MTsN Pagedangan berupaya terus meningkatkan kualitas dengan membuka kelas unggulan yang dimulai pada tahun pelajaran 2009/2010.6,7 Tujuan yang hendak dicapai dalam pembentukan kelas unggulan pada MTsN Pagedangan adalah (1) Mengakomodasi peserta didik yang memiliki predikat baik agar terus terbina dan terasah kemampuan akademisnya secara maksimal.(2) Meningkatkan kualitas pemahaman atas ilmu pengetahuan dan teknologi. (3) Meningkatkan kualitas penguasaan ilmu pada mata pelajaran MIPABA dalam tiga ranah (kognitif, afektif dan psikomotorik). (4) Mengembangkan potensi, bakat dan minat bagi peserta didik yang berprestasi.7 Syarat-syarat peserta didik yang masuk di kelas unggulan adalah memiliki prestasi di kelas VI, (peringkat ke 1 sampai peringkat ke 5) di MI/SD yang bersangkutan, dan lulus seleksi tes masuk baik tes tulis maupun tes lisan. Materi tes tulis meliputi kemampuan memahami teks, tes bahasa Inggris dan tes kemampuan dasar (IQ) dan hasil tes minimal rerata 7,00. Tes lisan yang diuji adalah baca Alquran.7 Kecerdasan. Inteligensi biasanya diartikan oleh para ahli psikologi sebagai keseluruhan kemampuan individu untuk memperoleh pengetahuan, menguasainya dan mempraktekkannya dalam pemecahan suatu masalah. Kemampuan itu meliputi kemampuan dalam persepsi, mengingat, memahami, menghayal, belajar dan memutuskan.8 Ginanjar (2003) mengatakan bahwa tiga bentuk kecerdasan sangat penting dan harus dikembangkan dalam kehidupan seseorang hal ini disebabkan karena kecerdasan intelektual diperlukan untuk mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan aspek kognitif, kecerdasan emosional diperlukan untuk mengatasi masalah afektif, dan kecerdasan spiritual diperlukan untuk mengatasi masalah kebermaknaan dalam menjalani kehidupan.8 Gottfredson (1997) menyatakan bahwa IQ memiliki pengaruh penting dalam kehidupan sehari-hari.Intelegensi juga memiliki peranan penting dalam domain kesehatan. Karena intelegensi akan melibatkan kemampuan untuk memberi alasan, kemampuan memahami lingkungan sekitar dengan lebih luas dan mendalam – menyadari, mengerti dan mengetahui apa yang harus dilakukan, maka hal ini memungkinkan apabila dinyatakan kemampuan kognitif akan berhubungan dengan kesehatan.9 Kecerdasan bermanifestasi pada pola pikir secara umum seperti dalam efisiensi belajar, mencari alasan, memecahkan masalah dan pemikiran lainnya. Kecerdasan ini dibutuhkan dalam memenuhi kebutuhan perawatan kesehatan secara mandiri.10 Selain itu, menurut Ciarrochi (2012) kemampuan intelegensi umum memiliki pengaruh terhadap perilaku
Perbedaan perilaku…, Silviana Swastiningtyas, FKG UI, 2013
kesehatan pada remaja, dan intelegensi pula yang mulai membentuk perilaku kesehatan individu.11 G. D. Batty (2007) juga menambahkan bahwa tingkat kecerdasan (intelligence quotient, IQ) dapat mempengaruhi pengertian seseorang terhadap anjuran-anjuran dalam promosi kesehatan dan selanjutnya dalam pemilihan perilaku.11 Gottfredson (2004) menyatakan intelegensi (IQ) berpengaruh dalam tindakan pencegahan dalam perkembangan penyakit kronis,12 sedangkan menurut WHO (2003) penyakit pada gigi (karies) merupakan penyakit kronis paling banyak di dunia.13 Gray dan Thompson menyatakan semakin tinggi intelegensi seseorang maka akan semakin baik dalam menghindari cidera dan mencari perawatan untuk kesehatannya.14 Kesehatan yang baik bergantung pada bagaimana seseorang mencegah terjadinya penyakit, luka dan kelainan lainnya. Informasi mengenai tindakan pencegahan ini mencakup bagaimana menjaga kesehatan sehari-hari hingga pengobatan yang kompleks.10 Menurut L. S. Gottfredson (2004), intelegensi atau kecerdasan memiliki kaitan dengan perilaku kesehatan dan hasilnya, salah satunya dengan semakin tinggi kecerdasan seseorang maka mereka akan memiliki kecenderungan untuk memiliki pola pemilihan makanan yang burukdengan mengkonsumsi makanan rendah gula dan rendah lemak.10,15 Selain itu hasil penelitian Batty, Deary, Schoon, & Gale (2007) juga menyatakan diet yang buruk juga lebih cenderung dilakukan oleh individu yang memiliki nilai kecerdasan lebih rendah pada masa anak-anak dan dewasa muda.10 Kelas Unggulan. Kelas unggulan adalah kelas yang diikuti oleh sejumlah siswa yang unggul dalam tiga ranah penilaian dengan kecerdasan di atas rerata yang dikelompokkan secara
khusus.
Pengelompokan
ini
dimaksudkan
untuk
membina
siswa
dalam
mengembangkan kecerdasan, kemampuan, keterampilan, dan potensinya seoptimal mungkin sehingga memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang terbaik sebagaimana semangat konsep wawasan keunggulan.16 Pada dasarnya bentuk pelaksanaan pendidikan bagi anak yang berprestasi atau di atas rerata dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: Acceleration (percepatan), Segregation (pengelompokan) dan Enrichment (pengayaan). Segregation adalah pengelompokan atau pengasingan, siswa disendirikan menjadi kelompok khusus semacam Ability Grouping (kelompok kecakapan).17 Perilaku. Perilaku merupakan hasil segala macam pengalaman dan interaksi manusia dengan lingkungannya.Wujudnya berupa pengetahuan, sikap dan tindakan.Perilaku manusia cenderung bersifat menyeluruh (holistik), dan pada dasarnya terdiri dari sudut pandang
Perbedaan perilaku…, Silviana Swastiningtyas, FKG UI, 2013
psikologi, fisiologi dan sosial.18 Perilaku mulai terbentuk dari pengetahuan atau ranah (domain) kognitif. Subjek atau individu mengetahui adanya ragsangan yang berupa materi atau objek diluar dirinya, kemudian terbentuk pengetahuan baru. Pengetahuan baru ini akan menimbulkan tanggapan batin dalam bentuk sikap subjek terhadap objek yang diketahuinya tadi. Setelah rangsangan tadi diketahui dan disadari sepenuhnya, maka akan timbul tanggapan yaitu berupa tindakan terhadap rangsangan. Untuk mewujudkan sikap agar menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain fasilitas. 18 Perilaku kesehatan yang berupa pengetahuan dan sikap masih bersifat tertutup (covert behavior), sedangkan perilaku kesehatan yang berupa tindakan bersifat terbuka (over behavior).Sikap sebagai perilaku tertutup lebih sulit diamati, oleh karna itu, pengukuranya pun berupa kecenderungan atau tanggapan terhadap fenomena tertentu. 18 Rendahnya pengetahuan mengenai kesehatan merupakan faktor predisposisi dari perilaku kesehatan yang mengarah kepada timbulnya penyakit. Pengetahuan ini erat pula kaitannya dengan sikap seseorang tentang penyakit dan upaya pencegahannya.18 Informasi yang bisa menginisiasi proses perubahan perilaku berasal dari lingkungan (melalui pendidikan kesehatan) maupun diri sendiri. Adanya motivasi pada diri seseorang untuk melakukan tindakan kesehatan yang baik sangat bergantung pada proses belajar (tahap mengolah informasi yang diterima).19 Seseorang memperoleh pengetahuan melalui penginderaan terhadap objek tertentu.Pengetahuan diperoleh sebagai akibat stimulus yang ditangkap panca indera. Pengetahuan bisa diperoleh secara alami maupun secara terencana yaitu melalui proses pendidikan.18 Sikap mengenai kesehatan gigi terdiri dari tiga komponen pokok, yaitu kepercayaan atau keyakinan terhadap suatu objek, kehidupan emosional atau evaluasi emosional, kecenderungan untuk bertindak. Menurut Allport (1954), ketiganya membentuk sikap yang utuh. Lebih lanjut, Allport menyatakan bahwa dalam menentukan sikap yang utuh ini, maka pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting.18 Sikap dipercaya berpengaruh pada pembentukan perilaku kesehatan seseorang setelah kepercayaan dan motivasi. Selain sikap, hal lainnya yang juga sangat mempengaruhi tindakan seseorang adalah norma subjektif. Norma subjektif mengacu pada keyakinan seseorang mengenai hal-hal yang penting untuk dilakukan ataupun tidak.20 Kepercayaan didapatkan melalui pengalaman langsung individu atau merupakan hasil dari proses belajar dan akan mempengaruhi perasaan maupun tindakannya. Maka dari itu, kepercayaan dalam
Perbedaan perilaku…, Silviana Swastiningtyas, FKG UI, 2013
bidang kesehatan diyakini memiliki peran yang penting pada tindakan seseorang yang berhubungan dengan perilaku kesehatan.21 Agar supaya sikap menjadi suatu tindakan yang nyata, diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan antara lain adanya sarana dan prasarana atau fasilitas.18 Karies. Karies gigi adalah penyakit menular mikrobiologis pada gigi yang menghasilkan pelarutan dan penghancuran lokal dari jaringan yang terkalsifikasi.
22
Karies
gigi merupakan hasil dari interaksi berbagai faktor penyebab yang secara simultan menginisiasi penyakit ini. Faktor-faktor tersebut adalah host (gigi dalam lingkungan oral), substrat diet (karbohidrat terfermentasi), mikroorganisme kariogenik dan waktu (total pemaparan terhadap asam-asam yang diproduksi mikroorganisme.2 Bukan hanya variabelvariabel klinis yang berpengaruh pada tingginya kejadian karies. Faktor non klinis yang berpengaruh diantaranya keadaan social ekonomi, variasi geografis, karakteristik kebiasaan atau perilaku, pendidikan orang tua dan akses ke pelayanan kesehatan.23,24,25 Menurut American Academy of Pediatric Dentistry (2002), penilaian risiko karies pada anak berdasarkan tiga bagian besar indikator karies, yaitu: (1) Kondisi klinis meliputi pengalaman karies, kontrol plak,dan saliva; (2) Kondisi lingkungan meliputi penggunaan flour, riwayat social, kebiasaan makan; (3) Kondisi kesehatan umum.26 Tindakan Pemeliharaan Kesehatan Gigi. Tindakan pemeliharaan kesehatan gigi dapat dilakukan dengan berbagai cara.Tindakan pencegahan pada karies tinggi lebih menekankan pada pengurangan konsumsi dan pengendalian frekuensi asupan gula yang tinggi. 26,27 Modifikasi kebiasaan anak bertujuan untuk merubah kebiasaan anak yang salah mengenai kesehatan gigi dan mulutnya sehingga dapat mendukung prosedur pemeliharaan dan pencegahan karies.26 Selain itu karies gigi dapat dicegah melalui penghilangan plak secara efisien dengan penyikatan gigidan profesional profilaksis sebagai komponen dasar dalam menjaga kebersihan mulut.26,28 Menyikat gigi dengan pasta gigi berfluor dapat mengurangi kejadian karies. 28 Keterampilan penyikatan gigi harus diajarkan dan ditekankan pada anak di segala umur.26
METODE PENELITIAN Jenis penelitian adalah cross sectional study mengenai perbedaan perilaku pemeliharaan kesehatan gigi antara anak usia ±12 tahun pada kelas unggulan dan kelas reguler di MTsN Pagedangan.Data yang dikumpulkan adalah data primer, yaitu data diambil
Perbedaan perilaku…, Silviana Swastiningtyas, FKG UI, 2013
dengan menggunakan pengisian kuesioner oleh responden dan pemeriksaan intra oral responden oleh peneliti. Jumlah populasi responden pada penelitian yang memenuhi kriteria inklusi adalah adalah 133 orang. Dengan menggunakan rumus Cochran didapatkan jumlah sampel minimum adalah 99 orang atau dibulatkan menjadi 100 orang, baik dari kelas unggulan maupun kelas reguler.Seluruh responden adalah siswa kelas 7 yang berumur 12 tahun yaitu lahir pada tahun 2000.Penelitian dilakukan pada tanggal 3 November 2012 dan 10 November 2012.Responden dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kelas unggulan dan kelas reguler. Karena pada penelitian ini akan membandingkan dan mencari perbedaan pada kelompok kelas unggulan dan kelas reguler, maka jumlah sampel pada kedua kelompok tersebut akan disamakan (purposive sampling). Jumlah sampel yang memungkinkan pada kelompok kelas unggulan adalah 26 responden, sehingga untuk kelompok kelas reguler dipilih secara acak sejumlah 26 responden. Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuesioner mengenai perilaku kesehatan gigi dan alat pemeriksaan intra oral yaitu kaca mulut, sonde halfmoon, larutas anti bakteri dan alkohol untuk sterilisasi, dan lember pemeriksaan intra oral. Penelitian ini dilakukan dengan dua tahapan, yaitu pengisian kuesioner oleh setiap responden yang sebelumnya telah dijelaskan oleh operator mengenai cara pengisiannya dan pemeriksaan intra oral untuk melihat status karies gigi (DMF-T) setiap responden oleh operator. Kuesioner yang digunakan pada penelitian ini telah dilakukan uji reabilitas kepada 36 murid SMP yang memenuhi kriteria inklusi namun bukan merupakan sampel penelitian. Nilai Cronbach’s Alpha yang didapat adalah 0,715. Dengan nilai Cronbach’s Alpha > 0,5 maka kuesioner dapat dipakai dalam penelitian. Analisis data yang digunakan adalah mean comparative dengan menggunakan analisis uji T tidak berpasangan pada distribusi data normal dan uji Mann-Whitney pada distribusi data yang tidak normal.
HASIL PENELITIAN Pada penelitian ini, responden berjumlah 100 siswa MTsN Pagedangan yang duduk di kelas 7 dan berusia 12 tahun (lahir pada tahun 2000). Jumlah responden yang duduk di kelas unggulan berjumlah 26 orang dan yang duduk di kelas reguler berjumlah 74 orang.Jumlah reponden laki-laki yaitu 39 orang dan responden perempuan berjumlah 61 orang.
Perbedaan perilaku…, Silviana Swastiningtyas, FKG UI, 2013
Tabel 1. Persentase Tingkat Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Gigi Di MTsN Pagedangan Penilaian Perilaku No. Pemeliharaan Baik Buruk Kesehatan Gigi Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%) 1. Pengetahuan 46 46 54 54 2. Sikap 98 98 2 2 3. Tindakan 40 40 60 60 Tabel 2. Frekuensi Distribusi Status Karies Gigi (DMF-T) Di MTsN Pagedangan Status Karies Gigi Jumlah (gigi) Gigi Berlubang (Decay) 324 Gigi Hilang (Missing) 9 Gigi Direstorasi ( Filling) 6 Total DMF-T
339
Rerata (gigi) 3,22 0,09 0,06 3,37
Pada penelitian ini, jumlah responden yang memiliki pengetahuan pemeliharaan kesehatan gigi yang baik yaitu sebanyak 46 responden (46%). Jumlah responden yang memiliki tindakan pemeliharaan gigi yang baik yaitu sebanyak 40 responden (40%). Akan tetapi, mayoritas responden (98%) telah memiliki sikap pemeliharaan gigi yang baik. Status karies berdasarkan nilai DMF-T rerata pada kelompok responden, baik kelas unggulan maupun reguler, adalah 3,37 gigi. Tabel 3. Hasil Uji Normalitas, Rerata dan Uji T Tidak Berpasangan Kelompok Responden Kelas Unggulan dan Reguler di MTsN Pagedangan Pengelompokan Siswa Uji T Tidak Uji Normalitas Rerata Berpasangan Pengetahuan Kelas Unggulan 0,225 5,96 0,015 Kelas Reguler 0,160 4,69 Sikap Kelas Unggulan 0,089 41,23 0,613 Kelas Reguler 0,199 40,65 Tindakan Kelas Unggulan 0,136 7,31 0,001 Kelas Reguler 0,064 5,81 Perilaku Kelas Unggulan 0,126 54,50 0,036 Kelas Reguler 0,594 51,15 DMF-T Kelas Unggulan 0,074 3,04 0,606 Kelas Reguler 0,232 3,35 Tabel 4. Hasil Uji Normalitas, Rerata dan Uji Mann-Whitney Kelompok Responden Kelas Unggulan dan Reguler di MTsN Pagedangan Pengelompokan Uji MannDMF-T Uji Normalitas Rerata Siswa Whitney Decay Kelas Unggulan 0,032 2,8 0,438 Kelas Reguler 0,243 3,4 Missing Kelas Unggulan 0,000 0,077 0,587 Kelas Reguler 0,000 0,094 Filling Kelas Unggulan 0,000 0,19 0,077 Kelas Reguler 0,000 0,01
Berdasarkan hasil uji T tidak berpasangan, diperoleh nilai p pengetahuan 0,015; tindakan 0,001; perilaku 0,036. Karena pada ketiga aspek tersebut memiliki nilai p < 0,05
Perbedaan perilaku…, Silviana Swastiningtyas, FKG UI, 2013
maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan bermakna secara statistik pada pengetahuan, tindakan dan perilaku pemeliharaan kesehatan gigi antara kelompok responden kelas unggulan dan reguler di MTsN Pagedangan.Sedangkan pada aspek sikap dan perilaku memiliki nilai p > 0,05 sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik pada sikap pemeliharaan kesehatan gigidan status karies gigi (DMF-T) antara kelompok responden kelas unggulan dan reguler di MTsN Pagedangan. Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney, diperoleh nilai p decay 0,438; missing 0,587; dan filling 0,077. Karena pada ketiga aspek tersebut memiliki nilai p >0,05 maka dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik pada decay, missing dan filling antara kelompok responden kelas unggulan dan reguler di MTsN Pagedangan.
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil dari pengisian kuesioner yang diberikan, sebagian responden telah memiliki pengetahuan (46%) dan tindakan (40%) yang baik mengenai kesehatan gigi, dan mayoritas responden (98%) telah memiliki sikap yang baik mengenai kesehatan gigi. Berdasarkan pemeriksaan intra oral didapatkan bahwa status karies gigi responden berdasarkan nilai DMF-T rerata pada kelas unggulan dan kelas reguler yaitu 3,37 gigi per orang. Hal ini menandakan rerata pengalaman karies gigi yang dimiliki siswa di MTsN Pagedangan adalah 4 gigi per orang.Jika ditinjau dari masing-masing komponen maka gigi berlubang (decay) adalah yang terbanyak dialami oleh responden yaitu dengan rerata 3,22 gigi per orang. Pengelompokan responden menjadi kelas unggulan dan kelas reguler pada MTsN Pagedangan salah satunya dilakukan dengan test intelegensi atau intelektual (IQ), sehingga dapat disimpulkan bahwa responden yang berada di kelas unggulan memiliki kecerdasan yang lebih tinggi daripada responden yang berada di kelas reguler. Nilai rerata pengetahuan pemeliharaan kesehatan gigi pada kelas unggulan maupun kelas reguler berdasarkan nilai rerata tidak memperlihatkan perbedaan pada kedua kelas tersebut, yakni masih memiliki kategori pengetahuan yang buruk. Namun berdasarkan hasil uji T tidak berpasangan, dapat disimpulkan terdapat perbedaan bermakna pada pengetahuan mengenai kesehatan gigi antara kelompok responden kelas unggulan dan kelas reguler. Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Ginanjar (2003) bahwa kecerdasan intelektual diperlukan untuk mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan aspek kognitif.8 Pengetahuan merupakan bagian dari ranah kognitif yang diperlukan untuk terbentuknya suatu perilaku.
Perbedaan perilaku…, Silviana Swastiningtyas, FKG UI, 2013
Responden pada kelas unggulan telah mengetahui bahwa tindakan yang benar adalah rutin ke dokter gigi atau pusat pelayanan kesehatan gigi setiap 6 bulan sekali (65,38%), sedangkan pengetahuan kelas reguler akan hal ini masih tergolong sedikit yaitu 11,54%. Sebagian besar responden kelas reguler beranggapan bahwa waktu untuk pergi ke dokter gigi adalah jika mengalami sakit gigi. Hal ini menandakan kurangnya pengetahuan kelompok responden kelas reguler tentang tindakan preventif atau pencegahan. Pada penelitian Gottfredson (2007) disebutkan kecerdasan akan bermanifestasi pada pola pikir secara umum seperti dalam efisiensi belajar, mencari alasan, memecahkan masalah dan pemikiran lainnya.10 Kecerdasan ini dibutuhkan dalam memenuhi kebutuhan perawatan kesehatan secara mandiri. Kesehatan yang baik bergantung pada bagaimana seseorang mencegah terjadinya penyakit, luka dan kelainan lainnya. Informasi mengenai tindakan pencegahan ini mencakup bagaimana menjaga kesehatan sehari-hari hingga pengobatan yang kompleks.10 Seluruh responden pada kelompok kelas unggulan dan mayoritas responden kelas reguler telah memiliki sikap yang baik mengenai kesehatan gigi.Sehingga pada uji T tidak berpasangan tidak didapatkan perbedaan bermakna antar sikap kedua kelompok responden tersebut. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Allport (1954) mengatakan dalam menentukan sikap yang utuh, pengetahuan merupakan salah satu faktor yang memegang memegang peranan penting,18 sedangkan pengetahuan itu sendiri merupakan aspek kognitif yang sejalan dengan tingkat intelegensi seseorang. Selain itu, sikap seseorang terhadap suatu hal akan positif apabila didukung dengan pengetahuan atau pemahaman yang baik akan hal tersebut.29 Sikap dipercaya berpengaruh pada pembentukan perilaku kesehatan seseorang setelah kepercayaan dan motivasi. Selain sikap, hal lainnya yang juga sangat mempengaruhi tindakan seseorang adalah norma subjektif. Norma subjektif mengacu pada keyakinan seseorang mengenai hal-hal yang penting untuk dilakukan ataupun tidak.20 Norma adalah suatu ukuran, pedoman, atau patokan yang harus dipatuhi seseorang dalam hubungannya dengan sesamanya atau lingkungannya.18 Norma subjektif dapat berkembang dari pengaruh lingkungan. Informasi yang didapat dari lingkungan ini dapat menginisiasi proses perubahan perilaku.19 Hal ini memungkinkan terjadinya kesamaan penilaian sikap mengenai kesehatan gigi pada kelompok responden kelas unggulan maupun kelas reguler disebabkan norma yang terdapat di sekitar lingkungan MTsN Pagedangan telah mendukung untuk terbentuknya kepercayaan dan motivasi untuk menjaga kesehatan gigi dengan baik, sehingga terlihat
Perbedaan perilaku…, Silviana Swastiningtyas, FKG UI, 2013
bahwa faktor lingkungan juga memiliki peranan penting dalam pembentukan sikap selain faktor internal atau dalam hal ini faktor kecerdasan. Nilai rerata tindakan pemeliharaan kesehatan gigi pada kelas unggulan maupun kelas reguler berdasarkan nilai rerata memperlihatkan bahwa pada kelas kelas unggulan telah memiliki kategori tindakan yang baik, sedangkan kelas reguler masih memiliki kategori tindakan yang buruk. Mayoritas responden pada kelas unggulan telah memiliki tindakan yang baik mengenai kesehatan gigi (61,5%), sedangkan tidak sampai setengah responden kelas reguler yang memiliki tindakan yang baik mengenai kesehatan gigi (32,4%). Berdasarkan hasil uji T tidak berpasangaan dengan membandingkan rerata dari masing-masing kelompok responden, dapat disimpulkan terdapat perbedaan bermakna pada tindakan mengenai kesehatan gigi antara kelompok responden kelas unggulan dan reguler. Hal ini sesuai dengan penelitian Gottfredson (1997) yang menyatakan intelegensi dapat mempengaruhi kemampuan memberi alasan atau meyakinkan diri atas suatu hal sehingga dapat menerapkannya dalam suatu tindakan. 9 Kelompok responden kelas unggulan yang memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan manis sebesar 57,69% sedangkan pada kelas reguler sebanyak 80,77%. Hal ini mengindikasikan bahwa lebih banyak responden kelas reguler yang memiliki kecenderungan untuk lebih memilih makanan manis daripada responden kelas unggulan. Sesuai dengan pendapat L. S. Gottfredson (2004) yang menyatakan intelegensi atau kecerdasan memiliki kaitan dengan perilaku kesehatan dan hasilnya, salah satunya dengan semakin tinggi kecerdasan seseorang maka mereka akan memiliki kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan rendah gula dan rendah lemak.10 Selain itu pada penelitian Batty, Deary, Schoon, & Gale (2007) juga ditemukan diet yang buruk lebih cenderung dilakukan oleh individu yang memiliki nilai kecerdasan lebih rendah baik pada masa anak-anak maupun dewasa muda.10 Seluruh responden (100%) pada kelas unggulan dan 88,46% pada kelas reguler menyikat gigi setiap hari, namun masih terdapat 11,54% responden pada kelas reguler yang menyikat gigi tidak setiap hari.Jumlah responden kelas unggulan yang pernah datang ke dokter gigi atau pusat pelayanan kesehatan gigi (92,31%) lebih besar daripada responden kelas reguler (42,31%). Tujuan responden datang ke dokter gigi atau pusat pelayanan kesehatan gigi adalah ingin mengobati gigi yang sakit dengan persentase responden kelas unggulan sejumlah 54,17% dan kelas reguler sejumlah 81,81%. Terlihat bahwa kelompok responden kelas unggulan memiliki tindakan yang lebih baik dalam hal menjaga kesehatan gigi dalam tindakan yang dilakukan rutin setiap hari maupun dalam hal mencari perawatan untuk menjaga kesehatannya. Hal ini sesuai dengan
Perbedaan perilaku…, Silviana Swastiningtyas, FKG UI, 2013
pernyataan Gray dan Thompson yang menyatakan semakin tinggi intelejensi seseorang maka akan semakin baik dalam menghindari penyakit dan mencari perawatan untuk kesehatannya.14 Perilaku kesehatan merupakan hasil dari proses belajar yang meliputi pengetahuan, sikap, dan tindakan yang berhubungan dengan kesehatan.18 Perilaku mulai terbentuk dari pengetahuan atau ranah (domain) kognitif. Subjek atau individu mengetahui adanya rangsangan yang berupa materi atau objek diluar dirinya, kemudian terbentuk pengetahuan baru. Pengetahuan baru ini akan menimbulkan tanggapan batin dalam bentuk sikap subjek terhadap objek yang diketahuinya tadi. Setelah rangsangan tadi diketahui dan disadari sepenuhnya, maka akan timbul tanggapan yaitu berupa tindakan terhadap rangsangan. Untuk mewujudkan sikap agar menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan terjadinya suatu tindakan.18 Kelompok responden pada kelas unggulan yang telah memiliki perilaku pemeliharaan kesehatan gigi yang baik mencapai 46,2%, dan pada kelas reguler hanya mencapai 12,2%. Hal yang sebaliknya terjadi pada perilaku pemeiliharaan kesehatan gigi yang buruk, pada kelas unggulan sebanyak 38,5% sedangkan kelas reguler mencapai 67,6%. Berdasarkan hasil uji T tidak berpasangan dapat disimpulkan terdapat perbedaan bermakna perilaku pemeliharaan kesehatan gigi antara kelompok responden kelas unggulan dan reguler, dimana kelompok responden kelas unggulan memiliki perilaku pemeliharaan kesehatan gigi yang lebih baik daripada kelas reguler. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ciarrochi (2012) yang menyatakan kemampuan intelegensi umum memiliki pengaruh jangka panjang terhadap perilaku kesehatan pada remaja dan intelegensi pula yang mulai membentuk perilaku kesehatan seseorang.9 Selain itu G. D. Batty (2007) juga menyatakan bahwa tingkat kecerdasan (intelligence quotient, IQ) dapat mempengaruhi pengertian seseorang terhadap anjurananjuran dalam promosi kesehatan dan selanjutnya dalam pemilihan perilaku.11,12 Terbentuknya perilaku seseorang dilandasi oleh pengetahuan dimana untuk dapat mengetahui dan memahami adanya informasi ataupun rangsangan baru dengan cepat atau lambat dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan. Perilaku yang terbentuk karena dilandasi oleh pengetahuan pun akan lebih bertahan lama daripada yang tanpa didasari oleh pengetahuan.18 Status karies gigi berdasarkan indeks DMF-T pada kedua kelompok responden tidak jauh berbeda. Kelompok responden kelas unggulan yang memiliki status karies baik sebesar 42,3% dan kelas reguler sebesar 37,8%; sedangkan kelompok responden kelas unggulan yang memiliki status karies buruk sebanyak 26,9% dan kelas reguler sebanyak 29,7%. Berdasarkan
Perbedaan perilaku…, Silviana Swastiningtyas, FKG UI, 2013
hasil uji T tidak berpasangan dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna pada status karies gigi (DMF-T) antara kelompok responden kelas unggulan dan reguler. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Gottfredson (2004) yang menyatakan intelegensi (IQ) berpengaruh dalam tindakan pencegahan dalam perkembangan penyakit kronis.12 Menurut WHO (2003) penyakit pada gigi (karies) merupakan penyakit kronis paling banyak di dunia.13 Sedangkan menurut Ciarrochi (2012) meskipun kecerdasan dapat memprediksi kesehatan, namun efeknya tidak terlalu besar.9 Hal ini dimungkinkan karna kecerdasan lebih berpengarung pada efek kesehatan jangka panjang yaitu di usia 40 tahunan (Der, Batty, Dearry, 2009)9, seperti penyakit jantung, paru-paru, kanker dan lainnya; bahkan pada penelitian Murray, Johnson, dkk (2011) kecerdasan anak baru memperlihatkan efek yang signifikan setelah hampir 60 tahun kemudian,9 sedangkan pada penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah kesehatan anak usia 12 tahun. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil wawancara dengan dokter gigi di Puskesmas Pagedangan. Hal ini dapat terjadi dikarenakan pada wilayah kerja Puskesmas Pagedangan, sekolah yang memiliki pengelompokan siswa menjadi kelas unggulan dan reguler bukan hanya MTsN Pagedangan, sedangkan pada penelitian ini hanya dilakukan di salah satu sekolah di kecamatan tersebut yaitu MTsN Pagedangan. Sehingga hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan pada seluruh sekolah di Kecamatan Pagedangan. Rerata jumlah gigi berlubang pada kelas unggulan yaitu 2,8 dan kelas reguler yaitu 3,4.Hal ini berarti rerata siswa kelas unggulan masing-masing memiliki 3 gigi berlubang, sedangkan rerata siswa kelas reguler masing-masing memiliki 4 gigi berlubang.Rerata jumlah gigi hilang pada kelas unggulan adalah 0,077 dan kelas reguler adalah 0,094. Jumlah gigi yang telah direstorasi pada responden kelas unggulan adalah 5 gigi dengan rerata 0,19 gigi per orang (atau 1 gigi per orang), sedangkan pada responden kelas reguler hanya terdapat satu siswa yang pernah merestorasi satu giginya karena karies. Sesuai dengan penelitian Gray dan Thompson yang menyatakan semakin tinggi intelejensi seseorang maka akan semakin baik dalam menghindari penyakit dan mencari perawatan untuk kesehatannya.14 Pada kelompok responden kelas unggulan terdapat kesadaran untuk merawat gigi berlubang dengan melakukan penambalan atau restorasi, sehingga kerusakan yang terjadi pada gigi tersebut tidak semakin parah, sedangkan pada kelompok responden kelas reguler tidak terdapat siswa yang giginya pernah dirawat atau ditambal karena karies gigi.
Perbedaan perilaku…, Silviana Swastiningtyas, FKG UI, 2013
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka diperoleh kesimpulan yaitu terdapat perbedaan pengetahuan, tindakan dan perilaku pemeliharaan kesehatan gigi pada anak usia ±12 tahun antara kelas unggulan dan kelas reguler di MTsN Pagedangan, dimana pengetahuan, tindakan dan perilaku anak kelas unggulan lebih baik daripada kelas reguler. Sedangkan pada sikap pemeliharaan kesehatan gigi dan status karies gigi (DMF-T) tidak terdapat perbedaan gigi pada anak usia ±12 tahun antara kelas unggulan dan kelas reguler di MTsN Pagedangan.
SARAN Setelah melihat hasil yang telah dilakukan dalam penelitian ini, maka disarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan kecerdasan dengan status karies gigi (DMF-T) dimana penambahan waktu penelitian diperlukan sehingga akan diperoleh subjek penelitian yang lebih banyak untuk mendapatkan hasil yang lebih representatif dan penambahan variabel untuk melihat status kesehatan gigi dan mulut dengan menggunakan penilaian plak. Penyuluhan mengenai pemeliharaan kesehatan gigi masih diperlukan baik pada kelas unggulan maupun kelas reguler karna rerata pengetahuan siswa pada kedua kelas tersebut masih termasuk kategori buruk.Tindakan kuratif diperlukan baik pada siswa kelas unggulan maupun kelas reguler dikarnakan jumlah gigi berlubang (decay) pada kedua kelas tersebut cukup banyak, selain itu tetap diperlukan tindakan preventif untuk mencegah semakin banyaknya gigi berlubang (decay).
KEPUSTAKAAN 1. Ratna Indriyanti. Pola Erupsi Gigi Permanen Ditinjau dari Usia Kronologis Pada Anak Usia 6 Sampai 12 Tahun di Kabupaten Sumedang. Laporan Penelitian Universitas Padjadjaran. 2006. 2. McDonald RE, Avery DR, Dean J. Dentistry for the Child and Adolescent. 8th ed. St. Louis: Mosby; 2004. 3. Linda Warni. Hubungan Perilaku Murid SD Kelas V dan VI Pada Kesehatan Gigi dan Mulut Terhadap Status Karies Gigi di Wilayah Kecamatan Delitua Kabupaten Deli Serdang. Tesis Universitas Sumatera Utara. 2009.
Perbedaan perilaku…, Silviana Swastiningtyas, FKG UI, 2013
4. Budiharto. Kontribusi Faktor-faktor yang Berpengaqruh Terhadap Perilaku Ibu Mengenai Kesehatan Gigi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia; 1998. 5. Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang. Profil Kesehatan Kabupaten Tangerang Tahun 2011. 6. Madrasah Tsanawiyah Pagedangan [Internet]. Tangerang: Madrasah Tsanawiyah Pagedangan; 2012 [cited 2012 October 16]. Available from: http://mtsnpagedangan.sch.id/ 7. MTsN Pagedangan Blogspot [Internet]. Tangerang; 2009 [cited 2012 October 16]. Available from: http://mtsnpgdbae.blogspot.com/ 8. Rahmat Aziz, Retno Mangestuti. Pengaruh Kecerdasan Intelektual (IQ), Kecerdasan Emosional (EI) dan Kecerdasan Spiritual (SI) Terhadap Agresivitas Pada Mahasiswa UIN Malang. El-Qudwah Jurnal Penelitian dan Pengembangan. 2006 April; 1(1). 9. Joseph Ciarrochi, Patrick C.L. Heaven, Thimothy Skinner. Cognitive Ability and Health-Related Behaviors During Adolescence: A Prospective Study Across Five Years. Elsevier. 2012: 317-324 10. Linda S. Gottfredson and Ian J. Deary. Intelligence Predicts Health and Longevity, but Why?. American Psychological Society. 2004; 13(1): 1-4. 11. G.D Batty et al. Pre-morbid Intelligence, The Metabolic Syndrome and Mortality: The Vietnam Experience Study. Springer-Verlag. 2007. 12. Ian J. Deary, Alexander Weiss, G. David Batty. Intelligence and Personality as Predictors of Illness and Death: How Researchers in Differential Psychology and Chronic Disease Epidemiology Are Collaborating to Understand and Address Health Inequalities. Association for Psychological Science. 2010, II(2) 53-79 13. WHO. Dental Diseases and Oral Health. 2003 14. Jeremy R. Gray and Paul M. Thompson. Neurobiology of Intelligence: Health Implication? 15. Joseph L. Nedelec et al. Exploring The Association Between IQ and Differential Life Outcome: Results From A Longitudinal Sample of Monozygotic Twins. Temas em Psicologia. 2012; 20(1): 31-43 16. Ibrahim Bafadal. Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar dari Sentralisasi Menuju Desentralisasi. Jakarta: Bumi Aksara; 2006. 17. Sutratinah Tirtonegoro. Anak Supernormal dan Program Pendidikannya, Jakarta: Bina Aksara; 2000: 104.
Perbedaan perilaku…, Silviana Swastiningtyas, FKG UI, 2013
18. Budiharto. Pengantar Ilmu Perilaku Kesehatan dan Pendidikan Kesehatan Gigi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010. 19. Webb TL et al. Using theories of behaviour change to inform interventions for addictive behaviours. Addiction 2010; 105 (11): 1879-92. 20. Patry AL et al. Extraterrestrial beliefs and experiences: an application of the theory of reasoned action. J Soc Psychol 2001; 141 (2): 199-217. 21. Ketema Ayele et al. Self Care Behavior among Patients with Diabetes in Harari, Eastern Ethiopia: The Health Belief Model Perspective. Plos One 2012; 7(4). 22. Theodore M Roberson, et al. Sturdevant’s Art and Science of Operative Dentistry. 4th Ed. St. Louis: Mosby; 2002. 23. Sogi G.M., Bhaskar D.J.. Dental Caries and Oral Hygiene Status of School Children in Davarangere Related To Their Socio-Economic Levels : An Epidemiological Study. J Indian Soc Pedo Prev Dent. 2002; 20(4): 152-157. 24. Elaine Pereira da Silva Tagliaferro, et al. Risk Indicators and Risk Predictors of Dental Caries. 2008. 25. Arlette Suzy Puspa Pertiwi. Gambaran Pola Karies Gigi Permanen Ditinjau Dari Dental Neglect Siswa Kelas 5-6 SDN Cikudayasa 2 Kec. Cileunyi Kabupaten Bandung. Bagian Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Unpad. 26. Ami Angela. Pencegahan Primer Pada Anak Yang Berisiko Karies Tinggi. Majalah Kedokteran Gigi. 2005; 38(3). 27. Scottish Intercollegiate Guidelines Network. SIGN Guideline. Preventing dental caries in children at high caries risk; targeted prevention of dental caries in the permanent teeth of 6–16 years olds presenting for dental care. Edinburgh: SIGN Publication 2000; 47:1–32. 28. Andlaw R.J. Oral Hygiene and Dental Caries – A Review. International Dental Journal. 1978; 28(1): 1-6 29. Yuli Kusumawati, Dwi Astuti dan Ambarwati. Hubungan Antara Pendidikan dan Pengetahuan Kepala Keluarga Tentang Kesehatan Lingkungan Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Jurnal Kesehatan. 2008 June; 1(1): 47-56.
Perbedaan perilaku…, Silviana Swastiningtyas, FKG UI, 2013