UNIVERSITAS BINA NUSANTARA
Fakultas Humaniora Jurusan Sastra China Tugas Akhir Sarjana Sastra Semester Ganjil tahun 2014/2015
PERBANDINGAN TARI BARONGSAI TIONGHOA JAKARTA DENGAN TARI BARONG KET BALI Audry, Katharina, Agustinus Binus University, Jl. Kemanggisan Ilir III no 45, Kemanggisan, 021-5327630,
[email protected],
[email protected]
ABSTRACT The study describes about many foreign cultures in Indonesia (Cultural China) and finally there acculturation with the culture of Indonesia for example with the art of dance (Dance and Lion Dance Balinese Barong Ket). Explain more detail about the similarities and differences in what is contained in the Lion Dance and Balinese Barong Ket. By using qualitative methods interview system, is expected to provide complete information to the general public. It was concluded that both this dance has meaning and value of life that are important to the Tionghoa community and the people of Bali. The results showed that both this dance is not just a dance, but it is one way of life that is important to the community.(Kc&As)
Keywords: Chinese Society, Society of Bali, Culture, Lion Dance, Dance Barong Ket. ABSTRAK Penelitian menjelaskan mengenai banyak budaya-budaya asing yang masuk ke Indonesia (Budaya China) dan akhirnya terjadilah akulturasi dengan budaya Indonesia salah satunya dalam kesenian tari (Tari Barongsai dan Tari Barong Ket Bali).Menjelaskan lebih detail mengenai persamaan dan perbedaan apa saja yang terdapat dalam Tari Barongsai dan Barong Ket Bali. Dengan menggunakan metode kualitatif dengan sistem wawancara, diharapkan dapat memberikan informasi yang lengkap bagi masyarakat luas. Disimpulkan bahwa kedua tari ini memiliki makna dan nilai hidup yang dianggap penting oleh masyarakat Tionghoa dan masyarakat Bali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua tari ini bukan hanya sekedar gerak tari, tapi merupakan salah satu pedoman hidup yang penting bagi masyarakat.(Kc&As) Kata kunci : Masyarakat Tionghoa, Masyarakat Bali, Budaya, Tari Barongsai, Tari Barong Ket.
1
2
PENDAHULUAN Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai macam etnis. Beberapa contohnya adalah etnis Tionghoa dan Bali. Etnis Tionghoa Indonesia dapat terbentuk dikarenakan adanya migrasi besarbesaran yang terjadi di Indonesia, dimana para penduduk China datang dan akhirnya menetap di Indonesia. Etnis Tionghoa terbentuk di karenakan adanya pernikahan yang terjadi dari penduduk China yang datang ke Indonesia dengan gadis Indonesia. Saat penduduk China datang ke Indonesia, mereka memperkenalkan budaya asal dari negeri mereka. Salah satunya adalah seni tarinya. Etnis Tionghoa terkenal dengan tari Barongsainya. Begitu pula dengan penduduk Bali. Bali merupakan suatu kepulauan di Indonesia yang terkenal dengan budaya dan adat istiadat yang kental. Bali merupakan salah satu daerah di Indonesia yang terkenal dengan kesenian tarinya, salah satunya adalah tari Barong Ket. Etnis Tionghoa dan Bali memiliki ciri khas seni pertunjukan tarinya masing-masing dalam mempertunjukan seni tari mereka. Banyak arti dan makna yang terkandung dalam kedua seni tari ini, dan banyak nilai-nilai dan norma yang dapat diambil dari cerita pementasan kedua tari ini. Berawal dari asal mula mengapa kedua sosok Barongsai dan Barong Ket ini dapat terbentuk, bagaimana pembuatan barongsai dan barong ini, makna yang terkandung dalam pementasan tarinya, apa nilai-nilai yang dapat diambil dan di terapkan dalam kehidupan manusia. Kesenian tari Barongsai mulai marak di Indonesia pada zaman dimana masih terdapat perkumpulan Tiong Hoa Hwe Kwan. Dimanapun terdapat perkumpulan tersebut, dipastikan hampir semuanya memiliki sebuah perkumpulan Barongsai. Memasuki tahun 1965, setelah terjadinya pemberontakan yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI), perlahan-lahan kesenian ini mulai hilang. Pada masa itu, segala macam bentuk kebudayaan Tionghoa di Indonesia dimusnahkan, termasuk kesenian Barongsai tidak boleh dimainkan lagi akibat situasi politik pada masa itu.Kebudayaan ini mengalami hambatan dalam perkembangan. Akan tetapi memasuki tahun 1998, setelah pemerintahan Soeharto berakhir, kesenian Barongsai dan kebudayaan Tionghoa lainnya kembali bangkit di Indonesia. Hal tersebut di perlihatkan dengan banyaknya perkumpulan Barongsai yang mulai bermunculan di Indonesia. Sosok Barongsai diadaptasi dari binatang singa, yang dipercaya oleh penduduk Tionghoa sebagai sosok binatang yang kuat, suatu simbol yang dipercaya sebagai sosok pelindung dan merupakan binatang yang sakral sama seperti sosok naga. Kostum Barongsai ini memiliki wajah seperti singa, mata yang besar, terdapat jimat dan potongan kaca-kaca yang dianggap sebagai penolak hal-hal jahat. Tari Barong adalah tarian khas Bali yang berasal dari khazanah kebudayaan Pra-Hindu. Tarian ini menggambarkan pertarungan antara kebajikan (dharma) dan kebatilan (adharma). Wujud kebajikan diperankan oleh Barong, yaitu penari dengan kostum binatang berkaki empat, sementara wujud kebatilan dimainkan oleh Rangda, yaitu sosok yang menyeramkan dengan dua taring runcing di mulutnya. Tari Barong adalah tari yang sangat di gemari oleh para wistawan asing di pulau Bali. Dalam penelitian ini kami sebagai penulis akan membahas mengenai asal mula dari Barongsai Tionghoa dengan Barong Ket Bali, dan membahas mengenai akulturasi yang terjadi dalam tari Barong Ket Bali, agar masyarakat umum yang ada di Indonesia tahu apa pebedaan dari kedua Barong ini baik dari segi kulit, corak, warna, bentuk dan cerita dan ritual yang akan dilakukan dalam mementaskan tari tersebut demi menambah pengetahuan masyarakat umum mengenai kebudayaan masyarakat Tionghoa dan kebudayaan Bali di Indonesia. Peneliti mempunyai beberapa tinjauan pustaka yang mampu memberikan informasi mengenai topik yang akan peneliti bahas, yaitu dalam buku yang berjudul Asal Mula Simbol-simbol Keberuntungan China (Fu Chunjiang ,2012) menjelaskan bahwa binatang singa bukan binatang asli yang berasal dari China melainkan binatang yang berasal dari barat. Binatang singa ini dianggap sebagai binatang yang statusnya tinggi karena agama Buddha menghormati binatang singa ini. Sosok singa dianggap penting oleh masyarakat China, dimana banyak sekali bangunan-bangunan di China yang menggunakan patung Singa penjaga pintu. Mereka percaya sosok singa diadaptasi menjadi sosok Barongsai. Dan dalam perayaan Tahun Baru Imlek, orang China akan mempertunjukkan pertunjukan Barongsai dimana yang dipercaya jika Barongsai dipertunjukkan, maka dapat menari mengusir halhal jahat dan hal-hal negatif. Dalam buku yang berjudul Bali, Isle of Temples and Dance (Department of Information, Republic of Indonesia, 1962 - Bali Island) menjelaskan cerita rakyat dari pulau Bali, kejahatan (Rangda) melawan kebaikan (Barong) yang dimana Barong adalah sosok yang berwujud Singa dengan taring panjang. Dan Rangda dalam sosok yang meneramkan. Sosok Barong ini dipuja oleh masyarakat Bali dan dianggap sakral dan suci. Sosok barong ini dianggap sebagai pelindung masyrakat dari bencana dan penyakit.
1
2 I Wayan Dibia (Author), Rucina Ballinger (Author), Barbara Anello (Illustrator) dibuku yang berjudul Balinese Dance, Drama & Music: A Guide to the Performing Arts of Bali (2004), menjelaskan bahwa sosok Barong Ket adalah sosok pelindung bagi penduduk. Barong yang menyerupai binatang singa ini bukan hanya dianggap sebagai penghibur saja, akan tetapi juga dianggap sebagai tarian yang suci, dapat membawa berkah dan dapat menyembuhkan penyakit. Dalam buku ini juga dijelaskan bahwa asal mula terbentuknya sosok Barong Ket ini karena adanya sosok Barongsai yang berbudaya China yang masuk ke Bali dan akhirnya warga menciptakan sosok Barong mereka sendiri yang mereka namai “Baron g Ket” dan Barong Sai ini juga mempunyai fungsi yang sama.
,
Responden kami Pak Tjin Eng, beliau adalah salah satu pengurus dari Perkumpulan Keagamaan dan Sosial Boen Tek Bio. Pak Tjin Eng mengatakan bahwa Barongsai adalah salah satu yang dianggap sakral oleh masyarakat Tionghoa, juga merupakan salah satu identitas Etnis Tionghoa. Asal mula Barongsai ini dapat terbentuk karena adanya pedagang Persia yang datang dan memberikan binatang singa sebagai hadiah kepada bangsa China. Cerita mengenai awal mula terbentuknya Barongsai memiliki cerita leganda rakyatnya tersendiri dimana sosok Barongsai digunakan untuk mengusir makhluk jahat yang bernama “Nian”. Barongsai di percaya dapat menolak hal-hal yang jahat dan juga dapat membawa keberuntungan. Dari Tahun ke tahun seni tari Barongsai Tionghoa di Jakarta mengalami perkembangan, dan dapat dengan bebas tampil di depan masyarakat luas. Tidak seperti zaman dahulu di era pemerintahan Soeharto dimana etnis Tionghoa sangat sulit untuk bermain dan berlatih seni tari Barongsai ini. Menurut responden kedua kami, I Wayan Suwarka selaku penjaga dan pemandu wisata senior yang sudah lama bekerja di Anjungan Bali Taman Mini Indonesia Indah. Pak I Wayan Suwarka mengatakan bahwa Barong Ket Bali memiliki sejarah yang panjang dan Tari Barong Ket Bali ini memiliki akulturasi dengan Tari Barongsai Tionghoa yang berasal dari China, dari segi bentuk memiliki persamaan dengan Barongsai Tionghoa Jakarta, akan tetapi bahan yang digunakan berbeda dari bahan Barongsai Tionghoa Jakarta. Pak I Wayan Suwarka banyak menjelaskan mengenai asal mula dari Barong Ket Bali , ritual-ritual yang di lakukan oleh masyarakat, dimulai dari ritual pembuatan topeng Barong Ket Bali sampai dengan ritual yang dilakukan saat sebelum dan setelah petunjukan tari Barong Ket. Beliau juga menjelaskan mengenai fungsi Barong Ket khusunya bagi masyarakat Bali, dimana masyarakat Bali percaya bahwa Barong Ket adalah pelindung bagi masyarakat, dari hal-hal jahat, bencana dan wabah penyakit. Setiap daerah memiliki ciri khas masing masing dalam seni tarinya tersendiri, seni tari yang di pertunjukan kepada masyarakat umum memiliki sejarah dan arti penting yang mempengaruhi kehidupan masyarakat sekarang ini. Seni tari juga menjadi salah satu pedoman hidup manusia agar dapat membedakan mana yg baik dan mana yang jahat, serta senantiasa dekat dengan Tuhan Soedarsono mengemukakan, Tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan melalui gerak ritmis yang indah” Dimana tari itu di pertunjukan untuk mengungkapkan perasaan manusia, semua perasaan yang di rasakan di tuang dalam gerak tari tersebut. Menurut Soedarsono gerak tari bukanlah sesuatu yang tidak mempunyai makna dan arti, melalui tari itulah perasaan akan tersampaikan dan dapat di terima dengan baik ke masyarakat. Dari suatu tari dapat diperlihatkan perasaan sang penari. Alur cerita untuk pementasan juga mengandung arti dan makna tersendiri yang berkaitan dengan hidup manusia, dimana cerita mengenai tari itu dapat mengajarkan yang mana yang baik dan mana yang jahat. Dalam pementasan tari tersebut cerita memperlihatkan mana yang baik dan mana yang salah. Semua melalui media sang penari. Semua disampaikan dan di pertunjukan ke penonton, diharapkan penonton dapat merasakan maksud dari pertunjukan tari tersebut. Berdasarkan pengertian tentang keterampilan dan menari yang telah dijabarkan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa keterampilan menari adalah kemampuan seseorang dalam melakukan gerakan yang tertata dan diselaraskan dengan irama, serta dengan penjiwaan yang dalam dengan baik dan tepat. Keterampilan menari ditunjukkan dengan kemampuan melakukan gerak yang baik dan tepat denganyang seharusnya dilakukan. Mampu bergerak sesuai dengan irama dalam tarian. Dan mampu mengekspresikan makna atau jiwa dalam tarian agar makna dari tari itu dapat di mengerti dan dapat dinikmati oleh para penonton. Koentjaraningrat (2003:72) adalah kebudayaanmerupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar. Selanjutnya, Koentjaraningrat juga membahas tentang apa yang disebut dengan sistem nilai budaya. Sistem nilai budaya merupakan tingkat yang paling abstrak dari adat. Suatu sistem nilai budaya yang terdiri dari konsep-konsep, dimana nilai budaya ini hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga masyarakat, nilai budaya ini merupakan suatu nilai yang dianggap penting dalam
3 hidup manusia. Karena itu, suatu sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia dan hal ini berlaku dalam kehidupan masyarakat Tionghoa di Indonesia dan masyarakat Bali. Koentjaraningrat (2005:115) mengatakan bahwa akulturasi merupakan suatu proses sosial yang timbul apabila sekelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsurunsur dari suatu kebudayaan asing sehingga unsur-unsur asing itu lama kelamaan akan diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu. Dan hal ini berlaku pada tari Barongsai Tionghoa Jakarta dan kepada Barong Ket Bali, dimana Baorong Ket Bali adalah hasil akulturasi yang terjadi diantara kebudayaan Tionghoa dengan kebudayaan lokal setempat (agama Hindu Bali) kebudayaan Indonesia akan tetapi kepribadian kebudayaan itu tidaklah hilang.
METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang peneliti gunakan adalah penelitian deskripsi (descriptive research) yaitu penelitian yang memberikan gambaran untuk menjelaskan secara apa adanya mengenai objek yang di teliti (Best, 1982 :119). Data yang ada di kumpulkan adalah dalam bentuk tulisan.Menggunakan metode wawancara langsung ke responden. Saat melakukan wawancara, responden akan diberikan beberapa pertanyaan dan bentuk pertanyaan dan akan dituangkan dalam bentuk tulisan. Alasan mengapa peneliti memilih untuk menggunakan penelitian kualitatif karena pendekatan kualitatif membahas secara lebih mendalam untuk lebih mengetahui fakta-fakta tentang prilaku, sikap tanggapan, opini, perasaan, keinginan dan kemauan sesorang atau kelompok. Dimana dengan dilakukannya penelitian kualitatif maka akan terlihat lengkap gambaran-gambaran melalui hasil dari wawancara yang dilakukan dengan informan secara lebih mendetail yang akhirnya akan disusun dalam sebuah latar alamiah (John W. Creswell). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik wawancara langsung kepada responden. Dengan teknik wawancara ini peneliti mencoba mendapatkan keterangan dan informasi langsung dari responden yang dilakukan dengan bercakap-cakap berhadapan muka. Penelitian ini dilakukan di dua tempat untuk meneliti seni tari Barongsai di Perkumpulan Keagamaan dan Sosial Boen Tek Bio di Kota Tangerang dan di satu tempat untuk meneliti seni tari Barong di Taman Mini Indonesia Indah, Anjungan Bali dimana sasaran penelitian ini adalah kepada responden yang berkaitan langsung dengan Barongsai Tionghoa Jakarta dan Barong Ket Bali. Perkumpulan Keagamaan dan Sosial Boen Tek Bio merupakan suatu perkumpulan keagamaan dan sosial yang terletak di daerah Tangerang, dimana perkumpulan ini merupakan perkumpulan yang di dirikan sejak tahun 1912. Perkumpulan Keagamaan dan Sosial Boen Tek Bio memiliki unit kegiatan di bidang sosial, diantara lain tanah makam, rumah duka dan dua lembaga pendidikan buddhis yang terletak di Karawaci ilir tangerang yaitu perguruan Buddhi. Responden yang kami wawancarai adalah orang yang sudah lama bekerja dan mendalami bidang ini. Pak Tjin Eng merupakan salah seorang yang berperan penting dalam pengembangan budaya Tionghoa, khususnya seni tari Barongsai. Beliau banyak menceritakan mengenai perkembangan seni Tari Barongsai khususnya di Tangerang, karena beliau juga salah seorang yang terlibat langsung saat kebudayaan Tionghoa terhambat di tahun 1998 di zaman pemerintahan Soeharto. Sedangkan untuk pengumpulan data Barong Ket Bali di lakukan di Taman Mini Indonesia Indah ( Anjungan Bali). Dimana responden kami adalah salah seorang pemandu wisata senior yang sudah bekerja di Taman Mini Indonesia Indah. Pak I Wayan Suwarka adalah pemandu wisata senior yang sudah bekerja cukup lama di TMII. Pak I Wayan Suwarka adalah warga asli yang berasal dari pulau Bali dan beliau adalah salah satu pelatih Tari Barong Ket di Jakarta. Beliau sampai sekarang masih mengumpulkan anggota angota lainnya yang ingin belajar seni Tari Barong Ket ini. Jumlah anggota yang belajar seni Barong Ket berkisar belasan orang jumlahnya. Instrumen yang kami gunakan saat wawancara adalah dengan menggunakan recorder untuk merekam hasil wawancara kami dengan responden, buku untuk mencatat hal-hal yang kami anggap penting dalam melakukan wawancara, alat bantu untuk mencatat seperti bulpen dan pensil. Hasil dari wawancara dengan responden akan kami tuangkan dalam bentuk tulisan.
4
HASIL DAN BAHASAN 1.
Barongsai Tionghoa Jakarta dan Barong Ket Bali
Menurut penelitian kami dengan Pak Tjin Eng, Beliau mengatakan bahwa tari Barongsai adalah salah satu identitas budaya Tionghoa yang penting. Seni tari Barongsai ini masuk ke Indonesia pada abad ke-17. Barongsai pertama kali dibuat dari sosok binatang Singa. Singa bukanlah binatang yang berasal dari China. Binatang singa di datangkan ke China dikarenakan zaman dahulu kala China mempunyai hubungan perdagangan dengan negara-negara lainnya di bagian Asia Tengah dan Barat melalui jalur sutera. Singa diceritakan merupakan hadiah pemberian dari pedagang Persia yang datang ke China demi urusan dagang. Negara China sangat menggagumi sosok binatang ini dan akhirnya seiring berjalannya waktu sosok singa mulai masuk dalam tradisi dan budaya China. Singa dikenal sebagai sosok binatang yang berani dan kuat. Sosok singa perlahan-lahan masuk ke dalam imajinasi rakyat China dan akhirnya dipercaya sebagai salah satu binatang mistis seperti naga. Singa melambangkan kekuasaan, kekuatan, kepercayaan diri dan keberuntungan. Sosok singa dipercaya oleh masyarakat setempat sebagai sosok binatang pelindung. Banyak bangunan-bangunan yang meletakkan sepasang singa batu di depan kuil, rumah, toko, dsb. Dipercaya sosok singa dapat melindungi kita dari pengaruh jahat, penolak roh atau spiritual jahat, dan pembawa rejeki. Sepasang singa batu juga di tempatkan di depan Istana Terlarang, Beijing. Singa juga merupakan salah satu simbol kekuasaan dan kepercayaan agama. Sosok binatang Singa muncul di Gua DunHuang, Ganzu, ditemukan adanya sebuah gambar singa di bawah kaki Buddha Shakyamuni. Selain itu patung singa tugu Ashoka juga merupakan salah satu simbol dari pengaruh Buddha yang memancar ke empat penjuru mata angin, jadi singa di lambangkan sebagai pembela keyakinan Buddha. Erat nya kaitan singa yang menjadi sosok Barongsai adalah saat pertunjukan Barongsai dimainkan, dengan hadirnya Buddha kecil (Dai To Fu) yang wajahnya (topeng) selalu tertawa dan membawa kipas sembari mengiringi Barongsai dengan melucu dan bercanda. Sang pemeran Buddha kecil mengiring Barongsai menuju makanannya (sawi hijau, selada atau angpao). Cerita legenda mengenai tarian Barongsai ini sebenarnya mempunyai banyak versi. Menurut cerita populer rakyat, Barongsai ini sendiri dibuat untuk menakut-nakuti dan mengusir makhluk jahat yang mengganggu kampung tersebut. Barongsai dibuat menyerupai sosok singa dan dimainkan dengan alat musik cymbal, tambur, dan gong untuk menakuti makhluk tersebut. Setelah makhluk itu berhasil diusir, rakyat merayakannya dengan membakar petasan atau kembang api. Adapula cerita lainnya, ada seorang Kaisar yang bermimpi buruk saat melakukan perjalananan ke bagian selatan negerinya. Di dalam mimpinya, sang kaisar bermimpi ia terpisah dari para pasukannya, dan akhirnya ia diganggu oleh roh jahat, dan akhirnya sang kaisar di selamatkan oleh seekor binatang. Ketika sang kaisar terbangun dari mimpinya, ia menceritakan mimpinya kepada mentrinya mengenai binatang yang muncul dalam mimpinya. Sang menteri memberitahu Kaisar bahwa binatang yang melindunginya dalam mimpinya adalah binatang Singa. Sejak saat itu sang kaisar membuat sosok tiruan singa demi mengusir roh jahat. Barongsai menurut warga masyarakat Tionghoa adalah salah satu sosok yang suci. Berdasarkan hasil wawancara peneliti ke Perkumpulan Keagamaan dan Sosial Boen Tek Bio, Pak Tjin Eng mengemukakan bahwa sebelum Barongsai dibuat, ada ritual-ritual khusus yang harus di lakukan oleh sang pembuat Barongsai, yaitu saat Barongsai hampir jadi, Barongsai harus di doakan di depan altar terlebih dahulu. Barongsai yang sudah didoakan lalu baru akan dipasangkan bola matanya (ritual pembukaan mata) dengan tujuan untuk membangkitkan dan mendapatkan restu serta spirit kepada Barongsai tersebut. Dan di bagian belakang kepala Barongsai akan di tempelkan jimat yang dipercaya dapat menghindarkan Barongsai dari roh-roh jahat. Di kepala Barongsai akan terikat kain merah yang menunjukkan tanda barongsai sudah jinak. Berdasarkan hasil wawancara kami dengan Pak Tjin Eng, Beliau berkata bahwa sekarang ini Barongsai Tionghoa ini banyak di pentaskan di acara-acara tertentu. Dahulu kala, Barongsai hanya di pentaskan untuk ritual keagamaan tertentu, akan tetapi sekarang Barongsai juga banyak dipentaskan untuk hiburan dan untuk perlombaan. Selain dipentaskan dalam perayaan Cap Go Meh atau Imlek, Barongsai juga dipentaskan dalam acara ulang tahun, pembukaan toko atau mall. Untuk yang membuka toko atau mall, mereka percaya jika mereka mempertunjukkan permainan Barongsai dalam acara pembukaan toko atau mall mereka, maka Barongsai dapat menolak bala, karena sosok barongsai di percaya dapat mengusir hal-hal yang jahat. Barongsai sebelum dipentaskan, Barongsai terlebih dahulu harus melewati 3 tahapan. Barongsai terlebih dahulu harus di sembahyangkan (Thiam) di kelenteng baru nanti akan diarak di jalanan. Para pemain juga wajib mengikuti acara sembahyang ini, tetapi masih berdoa menurut agama dan kepercayaannya masing-masing. Acara doa ini diadakan agar para pemain barongsai dapat menghayati permainan Barongsai. Saat musik dimainkan para pemain harus dapat mengatur dan
5 mendalami expresi dari barongsai itu. Menampilkan bagaimana suasana hati sang Barongsai. Senang gembira, sedang bermain, ataupun saat sedang gelisah. Lalu setelah Barongsai di doakan maka akan berlanjut ke tahapan selanjutnya yaitu diarak ke jalanan. Saat pertunjukkan dilakukan maka saat berpapasan dengan Barongsai lainnya, kita sebagai Barongsai yang lebih muda harus menunduk dan memberi hormat kepada Barongsai yang usianya lebih tua. Jika kalau melewati klenteng maka harus memberi penghormatan. Dan di tahapan ketiga, Barongsai akan dibakar guna menghilangkan hal-hal negatif atau roh jahat yang masuk selama arakan itu berlangsung akan tetapi karena perkembangan zaman, hal tersebut tidak dilakukan lagi karena mengingat biaya untuk pembuatan barongsai tidaklah murah, jadi ritual ini sudah dihilangkan sejak lama. Barongsai terdiri dari beberapa jenis. Ada Barongsai yang dimainkan di acara kematian. Barongsai yang dipentaskan adalah Barongsai yang berwarna putih, dan setelah barongsai digunakan maka Barongsai itu kemudian akan di bakar. Adapula Barongsai yang digunakan khusus untuk mengusir roh-roh jahat di berada di dalam rumah atau bangunan. Barongsai ini khusus di mainkan di dalam rumah yang dipercaya dapat mengusir setan atau roh jahat lainnya. Barongsai ini dari bentuk topengnya berbeda dengan Barongsai lainnya. Khusus di bagian wajahnya banyak terdapat tempelan kaca yang di percaya untuk memantulkan spirit jahat. Untuk jenis Barongsai ini sendiri sekarang ini sudah jarang bahkan hampir tidak pernah dimainkan lagi. Kebanyakan masyarakat umumnya memainkan Barongsai yang biasa digunakan untuk pertunjukan atau perlombaan. Barongsai Tionghoa memiliki banyak ragam dan jenis. Barongsai terdiri dari dua jenis. Barongsai Utara, atau yang biasa disebut dengan singa Peking. Dengan ukuran tubuh yang lebih pendek dari Barongsai Selatan dan biasanya bermain berpasangan. Untuk Barongsai jantan mengenakan pita panjang merah dikepalanya sedangkan untuk Barongsai betina mengenakan pita panjang berwarna hijau. Kepalanya berwarna keemasan, berbulu lebat. Kadang-kadang Barongsai ini tampil dengan satu atau dua anak singa sehingga terlihat seperti suatu keluarga singa yang sedang bermain bersama. Barongsai ini pada zaman dahulu sering kali di pentaskan untuk atraksi hiburan di Istana Kaisar.Berbeda dengan Barongsai Selatan, dari warna Barongsai itu sendiri lebih bervariasi, bertanduk, bermata besar. Biasanya Barongsai ini berasal dari provinsi Guangdong dan Fujian. Barongsai ini lebih populer dan dikenal di seluruh dunia karena diperkenalkan oleh orang Tionghoa perantauan. Demi mengusir roh jahat maka di bagian depan kepala Barongsai dipasang cermin kecil yang berguna untuk mengusir roh jahat tersebut dan di bagian atas kepala terikat sehelai kain merah. Kombinasi dari cermin dan kain merah itu dipercaya mempunyai kekuatan besar untuk mengusir roh jahat. Barongsai aliran selatan terdiri dari dua tipe, yaitu Barongsai tipe Foshan dan tipe Heshan. Tipe Foshan bentuk mulut melengkung keatas dan kepala yang lebih besar dengan tanduk yang lebih runcing. Tipe Heshan, bentuk mulutnya menyerupai bebek, lebih berbulu dan ujung tanduk bulat melingkar serta badan yang lebih pendek dan lebih ringan dari Barongsai Foshan. Dari segi gerakan tipe Barongsai Heshan lebih akrobatis dikarenakan mempunyai badan yang lebih pendek dan lebih ringan dari Barongsai Foshan. Tipe Barongsai Foshan biasanya dimainkan oleh seseorang yang berlatih Kung Fu karena memiliki kepala yang lebih berat. Karena memiliki badan yang lebih pendek dan ringan maka tipe Barongsai Heshan lebih mudah melakukan gerakan dan lompatan diatas tongkak dan Barongsai ini lebih populer dipergunakan oleh pemain pemula dan digunakan untuk kompetisi pertandingan Barongsai. Barongsai ini populer di Malaysia dan Singapura dan Indonesia. Untuk bahan Barongsai Tionghoa Jakarta , untuk jenis kainnya sendiri biasanya terbuat dari sutera, akan tetapi sekarang ini ada yang menggunakan bahan-bahan seperti nylon, dan terkadang digantungi bel kecil. Bahan kepala Barongsai dibuat dari bahan-bahan seperti bambu, rotan, kayu dan kawat dan di lapis dengan fiber, plastik, aluminium dan di bungkus dengan kertas khusus dan lalu akan di beri warna. Membahas mengenai Tari Barong Ket Bali, Tari Barong merupakan salah satu tari yang sangat terkenal di Bali, Indonesia. Menurut Responden kami Pak I Wayan Suwarka, beliau menjelasan Awal mula barong di perkirakan hadir di pertunjukan dimulai sejak abad 19. Saat itu Raja Kelungkung (Ida I Dewa Agung Sakti) ingin mengadakan pertunjukan wayang wong yang berjumlah 36 orang. Bentuk topengnya beraneka ragam dan akhirnya pertunjukan itu mulai terkenal. Barong itu sendiri mempunyai banyak jenis dan ragam. Salah satu Barong yang paling terkenal di Bali adalah Barong Ket. Perlengkapan Tari Barong Ket ini paling lengkap diantara Barong lainnya. Barong Ket menyerupai binatang singa. Barong Ket termasuk salah satu simbol yang dianggap penting oleh warga masyarakat Bali. Barong ket dipercaya sebagai suatu sosok pelindung, suatu lambang dari kebaikan
6 yang dapat melindungi masyarakat dari malapetaka dan hal-hal buruk lainnya seperti bencana alam, penyakit, dsb. Barong Ket, menurut kepercayaan warga Bali dianggap sebagai Banaspati Rajah atau di sebut dengan roh pelindung. Sama seperti barongsai, bagi warga masyarakat Bali, Sosok Barong Ket yang menyerupai binatang singa ini dianggap sebagai makhluk yang dahysat. Sosok singa ini dianggap sebagai makhluk yang kuat yang dapat menghancurkan kekuatan jahat karena Barong Ket ini dianggap sebagai lambang dari kebaikan dan Barong Ket ini melindungi masyarakat dari bencana dan malapetaka. Barong Ket ini dapat terbentuk dari adanya akulturasi budaya China yang masuk ke Indonesia. Bali merupakan salah satu daerah yang kental dengan keagamaannya (agama Hindu). Sosok Barong adalah hasil dari akulturasi budaya Hindu Bali dengan budaya China. Akan tetapi sosok Barong Ket ini bukanlah berasal dari negeri India. Agama Hindu di India memang menganggap sosok singa ini adalah salah satu lambang atau simbol yang penting, akan tetapi tidak ada masyarakat India yang membuat sosok lambang seperti Barong Ket di India. Barong Ket merupakan asli ciri khas pulau Bali , Indonesia. Cerita yang di pentaskan dalam pertunjukan Barong Ket ini mempunyai ciri khas Bali tersendiri.Dari segi bentuk Barong, Barong mengadaptasi bentuk dari Barongsai Tionghoa. Hanya saja bahan yang di gunakan tentu saja berbeda dengan bahan dari Barongsai Tionghoa. Barong Ket dibuat dengan cara yang berbeda dengan Barongsai. Menurut hasil wawancara kami, Pak I Wayan Suwarka menjelaskan bahwa sebelum di buat, sang pembuat harus melakukan ritual khusus salah satunya adalah dengan mencari hari baik, bahan kayu yang baik, saat memotong kayu pun juga harus memilih hari yang baik. Hal ini disebut dengan upacara nuwedin. Upacara nuwedin adalah ritual yang dilakukan saat pemilihan kayu untuk membuat topeng Barong tersebut. Sebelum memotong kayu, terlebih dahulu berdoa kepada Tuhan. Sang pembuat harus di winten atau di sucikan lahir batinnya dan harus melakukan puasa terlebih dahulu. Sang pembuat Barong Ket bukanlah sembarangan orang, akan tetapi hanya orang suci yang terpilihlah yang dapat membuat Barong. Orang suci tersebut dipercaya telah dianugerahi kekuatan oleh Tuhan. Jika orang tersebut bukan orang-orang yang terpilih maka Barong itu tidak akan jadi (gagal). Saat pemotongan kayu juga harus hati-hati dalam menentukan pemilihan hari. Kayu yang dipilih adalah kayu yang berada di pinggir kali, yang biasanya berada di tebing tinggi. Karena mempunyai tekstur kayu yang lebih kuat dan kokoh. Jenis kayu yang digunakan adalah kayu Pule. Meskipun teksturnya kuat akan tetapi kayu ini ringan dan tidak akan termakan hama. Jenis kayu ini lebih mudah untuk dipahat karena bertekstur empuk, dan ringan untuk dijadikan topeng dari Barong Ket. Pertama kali pemahat (sangging) memulai memahan topeng Barong dengan tahapan : (1) Makalin, yaitu memulainya dengan bentuk dasar, (2) Ngerupa, yaitu menajamkan pola garis pada bagian mata, bibir, gigi, hidung, dahi, dan kumis, sehingga mulai terlihat wujudnya, (3) Ngalusin, yaitu menghaluskan topeng dengan menggosoknya secara perlahan dan hatihati sampai permukaannya halus, (4) Memulas, yakni mewarnai topeng dengan warna-warna. Untuk bagian tubuh Barong Ket, menggunakan ukiran-ukiran kulit, ditempel beberapa kaca cermin dan untuk bulunya dibuat dari perasok (seperti daun pandan Bali) yang di rendam dan dibiarkan busuk dan hanya tersisa serat-serat daunnya, ijuk, atau menggunakan bulu dari burung gagak. Topeng Barong Ket itu sendiri memperlihatkan gigi taring yang panjang yang menyerupai sosok singa. Setelah Barong jadi, di bagian kepala akan dimasukkan intan seperti mahkota yang telah didoakan dan yang telah diberi kekuatan. Mahkota tersebut terdiri dari emas, perak dan intan. Bagian mahkota itulah yang akan di beri kekuatan, yang akan diberikan mantra-mantra dengan cara memohon kepada Tuhan. Sang responden berpendapat, setelah Barong itu sudah selesai dibuat, Barong itu akan ditinggal di kuburan dan akan dipantau dari kejauhan, jika ada bola api yang datang menghampiri dan masuk ke dalam Barong itu , berarti Barong itu telah di berkati oleh Tuhan. Setelah Barong telah dimasuki oleh kekuatan gaib itu, maka dianggaplah Barong itu sebagai pelindung desa. Masyarakat Bali saat ingin melakukan kegiatan mereka, mereka terbiasa berdoa kepada Tuhan terlebih dahulu, begitu pula saat ingin melakukan suatu pementasan atau kegiatan ritual, salah satu contohnya saat ingin mementaskan tari Barong. Para pemain Barong berdoa terlebih dahulu, para pemain berharap Dewa Penari (Siwanata Raja) dapat hadir di tengah-tengah para pemain sehingga para pemain dapat memerankan peran Barong dengan baik, kharisma para pemain dapat muncul dan reflex gerak tari para penari bagus dan lincah. Dilihat dari ciri-ciri dan sosok bentuk Barongsai dan Barong Ket mengikuti sosok binatang Singa yang penduduknya mempunyai kepercayaan bahwa singa merupakan binatang yang kuat. Dari sisi bentuk kostum Barongsai Tionghoa Jakarta dengan Barong Ket ini memiliki beberapa persamaan, yaitu menggunakan cermin yang dipercaya dapat memantulkan spirit jahat. Dan untuk bahan-bahan
7 lainnya berbeda satu sama lainnya. Barong Ket Bali proses pembuatannya masih menggunakan cara dan bahan yang lebih tradisional, bahan-bahan yang digunakan masih menggunakan tanaman atau bahan yang berasal dari alam. Sedangkan untuk Barongsai lebih menggunakan bahan seperti kain, rotan, kertas, cat dan dsb.
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian, akhirnya dapat di kemukakan kesimpulan bahwa sebenarnya Barongsai Tionghoa Jakarta dan Barong Ket Bali ini memiliki sejarah yang panjang. Barongsai yang berasal mula dari China, kemudian datang ke Indonesia dan budaya ini di lestarikan oleh masyarakat Tionghoa di Indonesia.Budaya Tionghoa ini juga menyebar ke beberapa daerah lainnya, salah satunya adalah Bali. Barongsai Tionghoa ini di terima baik oleh masyarakat Bali. Sosok Barong Ket ini diadaptasi oleh sosok Barongsai Tionghoa. Barong Ket Bali menyatu dengan budaya Hindu yang masih kental dengan budaya masyarakat Bali. Cerita yang di tampilkan adalah cerita mengenai Barong Ket sebagai sosok dari kebaikan dan Rangda sebagai sosok kejahatan, dimana cerita ini ditampilkan agar masyarakat dapat menangkap pesan-pesan budaya yang perlu disampaikan ke masyarakat luas, agar dapat dimengerti oleh masyarakat dan dapat di terapkan dalam hidup masyarakat. Pesan-pesan yang disampaikan melalui pertunjukan tari Barong Ket ini sendiri memiliki nilai dan norma-norma yang sangat kuat yang dipercaya oleh masyarakat Bali berguna untuk tetap menjaga dunia ini harus tetap stabil dan harmonis, agar alam jagat raya dapat sesuai sejalan dengan hukum alam. Berbeda dengan Barongsai Tionghoa, Tari Barongsai yang asal mulanya berasal dari China ini perkembangannya sempat terhambat. Dikarenakan adanya peraturan yang di buat pada zaman pemerintahan presiden Soeharto, dimana semua budaya Tionghoa tidak boleh dimainkan di muka umum. Oleh karena itu budaya Tionghoa sempat hampir hilang, dan akhirnya mengalami perkembangan pada zaman pemerintahan Gus Dur dan Megawati. Masyarakat Tionghoa senang dengan keputusan presiden Gus Dur saat itu. Masyarakat senang dapat bebas menunjukan budaya mereka di depan masyarakat luas. Seiring berjalannya waktu, Barongsai Tionghoa semakin lama mengalami kemajuan. Banyak masyarakat yang ikut serta memainkan Tari Barongsai ini. Tari Barongsai dipercaya oleh masyarakat Tionghoa sebagai pembawa keberuntungan, sehingga banyak orang yang mempertunjukan Tari Barongsai Tionghoa ini di event-event dan acara tertentu. Tari Barongsai dipercaya masyarakat Bali sebagai sosok pelindung dan pembawa keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa. Maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa Tari Barongsai Tionghoa dan Tari Barong Ket di Bali mempunyai beberapa persamaan dan perbedaan. Menurut pandangan masyarakat, sosok Barongsai Tionghoa dan sosok Barong Ket Bali dipercaya sebagai pelindung masyarakat dari spirit jahat dan hal-hal yang tidak baik. Sosok Barong Ket Bali lebih dipercaya sebagai pelindung dari malapetaka dan penyakit bagi masyarakat Bali, sedangkan sosok Barongsai Tionghoa dipercaya sebagai sosok pelindung dan pembawa keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa.
REFERENSI
[1] 黄德慧. 印尼舞狮“Tari Barong” (巴龙舞) 于中国舞狮对比研究中文上摘[J]. 苏州大学学位论 文使用授权声明, 2015 [2] 郑金永. 高校开展舞龙舞狮运动的意义与价值探讨[J]. 绍兴文理学院 , 2005(Vo1.25No.8) [3] 王 璐. 我国古代民间体育的传承和娱乐价值[J]. 郑州大学( 体育学院, 河南 郑州), 2013(Vol. 29 No.7) [4] 曾庆国著. 舞狮技艺[M]. 台湾: 书泉出版社, 1997 [5] 金乃逯. 中国文化释疑[M].北京: 北京语言大学出版社, 1997 [6] Department of Information, Republic of Indonesia.(1962). Bali, Isle of Temples and Dance. Bali Island. [7] Diah Ayuk Kusumaningtyas. (2009). Peran Seni Pertunjukan Barongsai Dalam Pengembangan
Wisata Budaya Di Kota Surakarta. Surakarta: Tesis Diploma III Bahasa China FSSR Universitas Sebelas Maret, Surakarta
8
[8] Fu Chunjiang .(2012). Asal Mula Simbol-simbol Keberuntungan China. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo. [9] I Wayan Dibia, Rucina Ballinger (Eds.), Barbara Anello (Illustrator). (2004). Balinese Dance, Drama & Music: A Guide to the Performing Arts of Bali.Periplus Edition. [10] Koentjaraningrat. (1987). Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: UI Press. [11] Koentjaraningrat. (2002). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta : Djambatan. [12] Moleong, Lexy J. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Pustaka Pelajar. [13] Proyek Sasana Budaya Bali. (1975/1976). Barong Di Bali Ditinjau dari Segi Rituil dan Perkembangannya Sebagai Seni Pertunjukan. Denpasar : Sasana Budaya Bali. [14] Sosiologi tari : Sebuah Pengenalan Awal / Y. Sumandiyo hadi RIWAYAT PENULIS Katharina Christine lahir di kota Jakarta pada tanggal 10 April 1989. Penulis menamatkan pendidikan SMA di SMA Dharma Budhi Bhakti, Jakarta pada tahun 2007. Dan pada tahun 2009, penulis berkuliah di Binus University jurusan Sastra China. Audry Sutisna lahir di kota Jakarta pada tanggal 8 September 1990. Penulis menamatkan pendidikan Sma di SMA Tarsisius 1, Jakarta pada tahun 2008. Dan pada tahun 2009, penulis berkuliah di Binus University jurusan Sastra China Agustinus Sufianto lahir di Surabaya pada tanggal 3 Agustus 1978. Beliau menamatkan pendidikan S1 di University of International Business Economic Beijing. Beliau bekerja di Universitas Bina Nusantara dari tahun 2009 sampai sekarang.