PERBANDINGAN ORIENTASI AGREGAT CAMPURAN ASPAL YANG DIPADATKAN MENGGUNAKAN ALAT PEMADAT RODA GILAS (APRS) DAN MARSHALL HAMMER
Naskah Publlikasi
untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat S-1 Teknik Sipil
diajukan oleh : ADE SUPRAYITNO NIM : D 100 080 054
kepada
PROGAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013
PERBANDINGAN ORIENTASI AGREGAT CAMPURAN ASPAL YANG DIPADATKAN MENGGUNAKAN ALAT PEMADAT RODA GILAS (APRG) DAN MARSHALL HAMMER Ade Suprayitno, Sri Sunarjono, Muslich Hartadi Sutanto Jurusan Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Surakarta Email:
[email protected] ABSTRAK Suatu alat pemadat dapat dikatakan baik apabila alat tersebut dapat mendistribusikan beban secara merata, baik dengan memberikan beban secara digilas maupun secara vertikal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui orientasi agregat dan distribusi void yang dipadatkan menggunakan alat APRS (Alat Pemadat Roda Gilas) dan Marshall Hammer. Penelitian ini menggunakan variasi kadar aspal 4,5% ; 5% ; 5,5% ; 6% ; 6,5% dan 7% terhadap total berat agregat untuk menentukan kadar aspal optimum. Sedangkan pada pembuatan campuran AC – WC. Pada penelitian orientasi agregat benda uji dipotong secara vertikal dan horizontal untuk melihat pergerakan agregat setiap masing-masing alat pemadat. Prosedur analisa orientasi agregat ini dibantu dengan menggunakan batu sintetis yang diletakan pada campuran aspal. Fungsi batu sintetis tersebut adalah sebagai indikator, supaya lebih mudah dalam proses pengamatannya. Pada penelitian distribusi void, benda uji dibiarkan dalam keadaan utuh dan ada yang dipotong menjadi tiga bagian untuk mengetahui orientasi agregatnya. Penelitian orientasi agregat yang dipadatkan Alat Pemadat Roda Gilas, pada bagian lapisan atas terjadi dorongan secara horizontal yang menyebabkan agregat berpindah jauh dari posisi awal. Bagian tengah dan bawah pun terjadi pergeseran, namun tidak terlalu signifikan seperti bagian atas karena tidak terkena langung oleh gilasan roda baja. Pada alat pemadat Marshall Hammer juga mengalami pergeseran, tapi tidak sesignifikan alat pemadat alat pemadat roda gilas. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan, semakin banyak lintasan dan tumbukan yang diberikan maka semakin besar orientasi agregatnya dan semakin padat distribusi void-nya. Hal ini ditunjukan dari hasil perubahan titik koordinat awal (0;-3), (-3,0),(3;0), setelah lintasan 15, 30, dan 45 menjadi : (0,5;0,5), (-3;5),(2;5) , (-1;-2),(4;0), (-4;1) ,dan (0,5;-0,5), (3,5;3), (-4,5;2) , sedangkan Marshall Hammer dengan titik koordinat awal yang sama dengan APRS, setelah tumbukan 2 x 25, 2 x 50, dan 2 x 75 menjadi: (0;-3,2),(-3;0,21),(3;0,2), (0;-3),(-3,5;0,5), (3;0,2) , (0;-3,5),(-3;-1),(4;0 - 1) . Pada penelitian distribusi void, benda uji pada alat pemadat Marshall Hammer lebih padat yaitu : pada tumbukan 2 x 25, 2 x 50, dan 2 x 75 nilai void yang dihasilkan 8,24%, 6,84%, dan 4,66%, dibandingkan pada alat pemadat APRS pada lintasan 15, 30, dan 45 yaitu : 8,92%, 6,89%. Kata kunci :Orientasi agregat dan distribusi void, batu sintetis, kaca koordinat, PENDAHULUAN Latar Belakang Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berperan untuk memberikan pelayanan kepada sarana transportasi, khususnya transportasi darat. Dan selama masa pelayanannya, diharapkan tidak terjadi kerusakan yang berarti. Untuk itu sangat dipertimbangkan apabila kontruksi pekerasan jalan yang tidak mendapatkan perhatian yang intensif, dan mengakibatkan kerusakan pada perkerasan jalan, praktis semua kegiatan yang menjadi kebutuhan masyarakat akan mengalami kelumpuhan total. Untuk mencapai semua itu maka diperlukan perencanaan perkerasan jalan yang sesuai persyaratan atau spesifikasi yang telah ditentukan. Dalam hal ini cara pemadatan perlu diperhatikan juga, karena cara pemadatan sangat berpengaruh penting terhadap produk yang dihasilkan. Suatu alat pemadat dapat dikatakan baik apabila alat tersebut dapat mendistribusikan beban secara merata baik dengan memberikan beban secara digilas maupun secara vertikal. Hal ini dapat dilihat dari campuran aspal yang dipadatkan dapat menghasilkan distribusi void dan orientasi agregat secara
baik. Pada kenyataan di lapangan proses dari pemadatan campuran aspal khususnya pemadatan beton aspal (Asphalt Concrete) dengan menggunakan alat tandem roller dan pneumatic tire roller dengan cara digilas dengan tingkat daya kekang (Constraint) yang kecil, lain halnya dengan Marshall Hammer yang bekerja secara vertikal dan memliki daya kekang (Constraint) yang besar. Dalam hal ini Marshall Hammer hanya digunakan untuk pemadatan dalam skala kecil sehingga jarang digunakan untuk pekerjaan di lapangan. Dalam usahanya untuk mendapatkan hasil yang mendekati di lapangan, belum lama ini tim laboratorium teknik sipil dan teknik mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta membuat alat baru yang bernama Alat Pemadat Roda Gilas (APRG). Alat ini mempunyai sistem pemadatan yang hampir sama dengan tandem roller dan pneumatic tire roller yaitu dengan memberikan beban gilas pada saat pemadatan. Dalam Penelitian ini peneliti ingin meneliti lebih lanjut lagi tentang orientasi agregat dan distribusi void yang dipadatkan menggunakan alat pemadat roda gilas dan Marshall Hammer. Adapun benda uji yang dipadatkan menggunakan Marshall Hammer akan dipotong secara Horizontal dan vertikal, begitupula dengan benda uji yang dipadatkan menggunakan Alat Pemadat Roda Gilas yang sebelumnya dilakukan proses pengambilan sampel dengan cara Core Drill. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui secara visual benda uji untuk melihat pergerkana orientasi agregat. Rumusan Masalah Beberapa permasalahan penelitian dibidang perkerasan jalan sesuai dengan uraian di atas, yaitu: 1. Bagaimana orientasi agregat campuran aspal yang dipadatkan dengan menggunakan alat APRS (Alat Pemadat Roda Gilas) ? 2. Bagaimana orientasi agregat campuran aspal yang dipadatkan dengan menggunakan alat Marshall Hammer ? 3. Adakah perbedaan orientasi agregat campuran aspal yang dipadatkan dengan menggunakan alat APRS (Alat Pemadat Roda Gilas) dan Marshall Hammer ? 4. Bagaiman perubahan distribusi void terhadap campuran asphalt concrete yang dipadatkan dengan menggunakan alat pemadat APRS(Alat Pemadat Roda Gilas) dan Marshall Hammer ? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui orientasi agregat campuran aspal yang dipadatkan dengan menggunakan alat APRS (Alat Pemadat Roda Gilas) . 2. Mengetahui orientasi agregat campuran aspal yang dipadatkan dengan menggunakan alat Marshall Hammer. 3. Mengetahui perbedaan orientasi agregat campuran aspal yang dipadatkan dengan menggunakan alat APRS (Alat Pemadat Roda Gilas) dan Marshall Hammer. 4. Mengetahui perubahan distribusi void campuran Asphalt Concrete yang dipadatkan menggunakan Marshall Hammer dan Alat Pemadat Roda Gilas. TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Void Scarpas & Al-Qadi (2007) melakukan penelitian yang dilakukan untuk mencari distribusi void pada campuran HMA yang dipadatkan dengan empat alat pemadat yaitu Marshall hammer (35, 50, dan 75 pukulan), Kneading Compactor (2,7 dan 3,4 Mpa tekanan pemadatan), gyratory Superpave (1,25 ° sudut rotasi), Gyratory yang sudah dimodifikasi (1,25 °, dan 6,0 ° sudut rotasi). Hasil dari studi ini adalah sebagai berikut: 1. Nilai air void, VMA dan luas rata-rata (distribusi) yang lebih tinggi terletak pada bagian tengah spesimen HMA dibandingkan dengan bagian yang dekat dengan permukaan. Hal. ini berlaku untuk semua kasus tanpa mengabaikan metode pemadatan dan gradasi agregat yang digunakan dalam menyusun HMA specimen. 2. Metode Pemadatan laboratorium yang terbaik mensimulasikan pemadatan yang dilakukan di lapangan. Hal itu dipengaruhi oleh gradasi agregat dan parameter yang dievaluasi (besarnya nilai Air Void, distribusi void, besarnya VMA, dan nilai VMA rata-rata). Orientasi Agregat Dalam penelitian ini serta penelitian lain (Tashman et al, 2002; Shashidar, 1999, Masad et al, 1999; Yue et al, 1995; Masad et al, 2004) menggunakan teknologi analisis citra yang relatif baru. Dengan menggunakan kamera digital (QImaging Evolution MP kamera 12 bit digital) dan software ProPlus. Hasil dari studi ini adalah sebagai berikut :
1.
Spesimen yang dipadatkan menggunakan gyratory dan vibrator menunjukan orientasi partikel melingkar. Ini diperkirakan penyebab utamanya oleh efek kekangan dari mold. Spesimen yang dipadatkan oleh slab menunjukan orientasi partikel yang lebih kecil 2. Agregat yang diamati pada potongan vertikal dari sampel yang dipadatkan dengan gyratory, vibrator, dan slab menunjukan orientasi condong arah horizontal. Aplikasi dari pemberian getaran pada spesimen yang dipadatkan oleh slab meningkatkan derajat partikel arah horizontal pada bidang tegak. 3. Pemadatan gyratory (dan mungkin pemadatan vibrator) membuat spesimen mempunyai rongga udara yang lebih besar pada bagian pinggir dan rongga udara yang lebih rendah pada bagian tengah. Bagian tengah dari pemotongan mungkin mempunyai ketahanan yang lebih besar terhadap deformasi karena agregat lebih rapat. Manfred N. Partl, Alexander Flisch, dan M. Jhonson (2007) melakukan penelitian untuk mempelajari pergerakan material dan perubahan struktural dalam spesimen selama pemadatan yang menggunakan X- ray Computer Tomography dan pin baja. Penggunaan pin baja pada penelitian tersebut karena pin baja dapat dengan mudah dideteksi oleh peralatan tomografi dan memiliki density yang lebih tinggi dengan demikian dapat menyerap lebih banyak radiasi, yaitu dengan cara menempatkan pin baja di penampang karakteristik dari spesimen Marshall sebelum pemadatan. Alat Pemadat 1. Alat Pemadat Roda Gilas (APRG) Alat Pemadat Roda Gilas ( APRS ) digunakan sebagai alat pemadat campuran aspal yang dilakukan di laboratorium. Alat ini pada prinsipnya bekerja seperti layaknya pemadatan yang dilakukan di lapangan yaitu dengan cara digilas 2. Alat pemadat Marshall HammerMarshall Hammer adalah alat pemadat klasik yang sudah tersebar luas yang masih digunakan di banyak negara untuk desain campuran aspal panas dalam hakekatnya alat pemadat ini memiliki yang prinsip kerja secara statis, yaitu dengan memberi beban terus menerus dengan arah vertikal. LANDASAN TEORI Pengujian Marshall Test Pengujian marshall adalah suatu pengujian untuk mengukur stabilitas dan kelelahan plastis campuran aspal dengan menggunakan alat Marshall. Dengan pengujian Marshall maka kinerja campuran beton aspal dapat diketahui, dimana dengan pengujian tersebut dapat didapat nilai – nilai sebagai berikut: 1. Rongga diantara mineral agregat ( Void in mineral aggregat / VMA banyaknya pori diantara butir-butir agregatdidalam beton aspal padat, dinyatakan persentase. 2. Rongga di dalam campuran ( Void In Compacted Mixture / VIM )vadalah banyaknya pori diantara butir-butir agregat yang dselimuti aspal. VIM dinyatakan dalam persentase terhadap beton aspal padat. 3. Rongga udara yang terisi aspal (Voids Filled with Asphalt/ VFWA) adalah adalah persentase pori antara butiran agregat yang terisi aspal. Nilai Void Filled With Asphalt (VFWA) yang terlalu tinggi dapat menyebabkan naiknya aspal kepermukaan saat suhu perkerasan tinggi, sedangkan Void Filled With Asphalt (VFWA) yang terlalu rendah berarti campuran bersifat porous dan mudah teroksidasi. 4. Stabilitas adalah Nilai stabilitas diperoleh berdasarkan nilai masing-masing yang ditunjukkan oleh jarum dial. Untuk nilai stabilitas, nilai yang ditunjukkan pada jarum dial perlu dikonversikan terhadap alat Marshall. METODE PENELITIAN Tahapan Penelitian Tahap I :Persiapan alat dan bahan Tahap II :Pemeriksaan mutu bahan. Tahap III :Pembuatan benda uji dengan variasi kadar aspal. Tahap IV :Pengujian Marshall Test. Tahap V : Pembuatan benda uji dengan kadar aspal optimum. Tahap VI :Pengujian benda uji. Tahap VII :Analisa data dan pembahasan Tahap VIII : Kesimpulan dan saran
PEMBAHASAN Pemeriksaan Mutu Bahan Berdasarkan pengujian agregat kasar dan agregat halus yang dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Surakarta, hasil pemeriksaan seperti yang terlihat pada tabel V. 1 dan Tabel V. II, diketahui memenuhi persyaratan Bina Marga 2010. Tabel.1 Hasil Pemeriksaan Agregat Kasar No
Jenis Pemeriksaan
Satuan
Spesifikasi
Hasil
1
Abrasi los angeles
%
max. 40
27,92
2
Kelekatan terhadap aspal
%
min. 95
98
3
Berat jenis semu
gr / cc
> 2,50
2,612
4
Absorbsi
%
<3
2,121
Tabel .2 Hasil Pemeriksaan Agregat Halus No 1 2 3
Jenis Pemeriksaan Berat jenis semu Absorbsi Sand Equivalent
Satuan gr / cc % %
Spesifikasi > 2,50 <5 > 50
Hasil 2,617 1,626 58,44
Tabel .3 Hasil Pemeriksaan Agregat Halus No
Jenis Pemeriksaan
1
Penetrasi
2
Titik lembek
3
Titik nyala & titik bakar
4
Daktilitas
5
Berat jenis aspal
Satuan
Spesifikasi
Hasil
0,1 mm ᵒC
60 – 70 ≥ 48
69,9
ᵒC
≥ 232
373,5
cm
≥ 1000
1500
gr / cc
≥ 1,0
1
50,5
Kadar Aspal Optimum Untuk mendapatkan kadar aspal optimum terlebih dahulu dibuat benda uji sebanyak 18 buah dengan variasi kadar aspal yaitu 4,5%, 5,0%, 5,5%, 6,0%, 6,5%, dan 7,0% dimanan masing-masing variasi dibuat sebanyak 3 buah benda uji. Setelah itu Benda uji tersebut diuji dengan menggunakan alat uji Marshall Test. Tabel. 4 Hasil Pengujian benda uji untuk kadar aspal optimum Sifat Marshall Density (gr/cc) Stabilitas (kg)
Spesifikasi
Kadar Aspal (%)
AC
4,5
5,0
5,5
6,0
6,5
7,0
2,12
2,15
2,16
2,19
2,19
2,21
Min 550 kg
1945,59
1401,63
1437,67
1676,25
1541,55
1601,75
3,4
3,64
3,3
3,19
3,33
4,22
2 – 4 mm
Flow (mm) Mashall Quotient (kg/mm)
574,26
385,37
435,76
532,17
463,87
388,41
VMA (%)
18,69
18,14
17,98
17,36
17,93
17,43
Min 15 %
VIM (%)
9,48
7,81
6,57
4,77
4,35
2,67
3–5%
VFWA (%)
48,01
55,31
61,54
70,01
200 – 350 kg/mm
73,04 81,35 6 6 , 65 Berdasarkan tabel diatas didapat nilai kadar aspal optimum = 6,325 %, 2
Min 72 %
Trial kepadatan Trial kepadatan dilaboratorium, bertujuan untuk mengetahui ekuivalen antara kepadatan Marshall Hammer dan Alat Pemadat Roda Gilas ( APRS). Penelitian ini menggunakan kepadatan Marshall Hummer dengan jumlah tumbukan 2 x 75 didapatkan kepadatan (density) sebesar 2,19 gr/cm3. Nilai kepadatan ini digunakan untuk mengekuivalensikan kepadatan Alat Pemadat Roda Gilas (APRG). Pada Alat Pemadat Roda Gilas melakukan trial dengan beban 502 kg dengan variasi lintasan 55, 45, dan 36 diperoleh hasil yang sesuai dengan kepadatan Marshall Hammer yaitu dengan menggunakan 45 lintasan. Lintasan tersebut dibagi menjadi 15,30, dan 45.Hal tersebut digunakan untuk penelitian orientasi agregat dan distribusi.
Prosedur pembacaan kaca koordinat untuk orientasi agregat. Prosedur analisa menggunakan sarana kaca koordinat ini bertujuan untuk mempermudah dalam mengamati proses pergerakan agregat dalam campuran yang sudah dipadatkan, baik menggunakan alat pemadat Marshall Hammer maupun Alat Pemadat Roda Gilas. Selain menggunakan kaca koordinat, proses analisa ini juga dibantu dengan menggunakan temperatur suhu digital. Hal ini dikarenakan temperatur suhu digital memiliki pointer suhu, yang mana pointer tersebut digunakan untuk mempresisikan batu sintetis ketika diletakkan pada campuran aspal yang belum dipadatkan.
Gambar. 3 Desain kaca koordinat Analisis orientasi agregat. Pada proses observasi orientasi agregat, benda uji dipadatkan menggunakan alat pemadat dilaboratorium, akan dipotong melalui 2 sisi, yaitu pemotongan secara horizontal dan vertikal. Hal ini bertujuan untuk mempermudah dalam pengamatan perubahan posisi batu sintetis akibat proses pemadatan. Pemotongan benda uji secara vertikal dilakukan searah dengan gerakan alat pemadat. Untuk mengetahui pergerakan batu, digunakan titik koordinat (x,y,z) yang berfungsi untuk mempermudah proses pembacaan. 1. Alat Pemadat Roda Gilas(APRG) a. Orientasi Agregat Beban 502 kg dengan 15,30, dan 45 lintasan.
Sebelum Atas Tengah Bawah Gambar 4. Posisi batu sintetis dibagian atas,tengah, dan bawah benda uji dengan pemadatan APRS sesudah 15 lintasan
Sebelum Atas Tengah Bawah Gambar 5. Posisi batu sintetis dibagian atas,tengah, dan bawah benda uji dengan pemadatan APRS sesudah 30 lintasan
Sebelum Atas Tengah Bawah Gambar 6. Posisi batu sintetis dibagian atas,tengah, dan bawah benda uji dengan pemadatan APRS sesudah 45 lintasan. b.
Orientasi Agregat Beban 502 kg dengan 30 lintasan potongan vertikal.
Sebelum (a) (b) (c) Gambar 7. Posisi batu sintetis benda uji untuk potongan vertikal dengan pemadatan APRS, (kiri) sebelum, (kanan) sesudah 15(a), 30(b), dan 45 (c) lintasan. Untuk melihat orientasi agregat secara horizontal dapat dilihat pada Tabel .5 sebagai berikut : Potongan Horizontal dan koordinat Atas
Lintasan
Tengah
Awal 15
Batu 1 (0 ; -3) (0,5; 0,5)
Batu 2 (-3;0) (2 ; 7)
Batu 3 (3 ; 0) (-3;7)
Batu 1 (0 ; -3) (-1;-3,5)
Batu 2 (-3;0) (-3,5;1)
30
(-1 ; -2)
(4 ; 0)
(-4 ;1)
(-2 ; -4)
(-4; -2)
45
(0,5;-0,5)
(3,5;3)
(-4,5;2)
(-1;-2,5)
-
Bawah Batu3 (3 ; 0) (2 ; 1)
(4;0,5
Batu 1 (0 ; -3) (0;-3,5)
Batu2 (-3;0) (-2,5;0)
Batu3 (3 ; 0) (2,5;0)
(-0,5;-3,5)
(-1,5;-3,5)
(3,5;1)
(-1,5 ; -3)
-
(4 ; 2)
Cat:Kolom yang berwarna merah menandakan posisi batu sintetis hilang karena melewati batas titik koordinat yang sudah ditentukan. Untuk melihat orientasi agregat secara Vertikal dapat dilihat pada Tabel .6 sebagai berikut Potongan secara vertikal dan koordinat
Lintasan Atas
Tengah
Bawah
Awal
(0 ; 7,5)
(0 ; 5)
(0 ; 2,5)
15
(-2,5 ; 5)
(0 ; 3,2)
(1,5 ; 1,3).
30
(-2,5 ; 5)
(2 ; 3,2)
(1 ; 1,8).
45
(3; 7)
(-3 ; 4,7)
(3 ; 0).
2.
Alat Pemadat Marshall Hammer a. Orientasi Agregat Pada Alat Pemadat Marshall Hammer Potongan Horizontal.
Sebelum Atas Tengah Bawah Gambar 8. Posisi batu sintetis di bagian atas, tengah, dan bawah benda uji dengan pemadatan Marshall Hammer, (kiri) sebelum, (kanan) sesudah tumbukan 2 x 25.
Sebelum Atas Tengah Bawah Gambar 9. Posisi batu sintetis di bagian atas, tengah, dan bawah benda uji dengan pemadatan Marshall Hammer, (kiri) sebelum, (kanan) sesudah tumbukan 2 x 50.
Sebelum Atas Tengah Bawah Gambar 10. Posisi batu sintetis di bagian atas, tengah, dan bawah benda uji dengan pemadatan Marshall Hammer, (kiri) sebelum, (kanan) sesudah tumbukan 2 x 75. b.
Orientasi Agregat Pada Alat Pemadat Marshall Hammer potongan vertikal. Pada penelitian secara vertikal bertujuan untuk mengetahui penurunan agregat setelah campuran dipadatkan menggunakan Marshall Hammer. Pada proses pembacaannya terjadi sedikit kesalahan, oleh karena itu peneliti melakukan pendekatan hasil. Pendekatan yang dilakukan dengan menggunakan data penunjang dari hasil perhitungan void pada setiap tumbukan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar di bawah ini.
Sebelum (a) (b) (c) Gambar 11. Posisi batu sintetis benda uji untuk potongan vertikal dengan pemadatan Marshall Hammer, (kiri) sebelum, (kanan) sesudah 2 x 25 (a), 2 x 50 (b), dan 2 x 75 (c) tumbukan.
Pengamatan pertama Gambar 12. Perubahan titik koordinat batu sintetis pada potongan vertikal akibat pemadatan Marshall hammer dengan tumbukan 2 x 25, 2 x 50,dan 2 x 75
.
Pengamatan Kedua Gambar 13. Simulasi pergerakan batu sintetis potongan vertikal pada Marshall Hammer sebelum sebelum (kiri), sesudah pemadatan (kanan) 2 x 25 tumbukan.
Contoh perhitungan selengkapnya dapat dilihat di bawah ini
Pengamatan pertama Gambar 14. Perubahan titik koordinat batu sintetis pada potongan vertikal akibat pemadatan Marshall hammer dengan tumbukan 2 x 25, 2 x 50,dan 2 x 75
.
Pengamatan Kedua Gambar 15. Simulasi pergerakan batu sintetis potongan vertikal pada Marshall Hammer sebelum sebelum (kiri), sesudah pemadatan (kanan) 2 x 50 tumbukan.
.
Contoh perhitungan selengkapnya dapat dilihat di bawah ini:
Pengamatan pertama Gambar 16. Perubahan titik koordinat batu sintetis pada potongan vertikal akibat pemadatan Marshall hammer dengan tumbukan 2 x 25, 2 x 50,dan 2 x 75
.
Pengamatan Kedua Gambar 17. Simulasi pergerakan batu sintetis potongan vertikal pada Marshall Hammer sebelum sebelum (kiri), sesudah pemadatan (kanan) 2 x 75 tumbukan
.
Contoh perhitungan selengkapnya dapat dilihat di bawah ini:
Untuk melihat orientasi agregat secara horizontal dapat dilihat pada Tabel V.7 sebagai berikut Tumbukan
Potongan Horizontal dan koordinat Atas
Tengah Batu 3
Batu 1
Batu 2
Bawah
Batu 1
Batu 2
Batu3
Batu 1
Batu2
Batu3
Awal 2 x 25
(0 ; -3) (0;-0,4)
(-3;0) (-3,5; 1,5)
(3 ; 0) (3 ; 1)
(0 ; -3) (0;-2,5)
(-3;0) (-3; 0)
(3 ; 0) (2,5;0)
(0 ; -3) (0 ; -2)
(-3;0) (3 ; 0),
(3 ; 0) (2,5;0)
2 x 50
(0 ; -3)
(4;0,5)
(-3,5;-0,5
(0;-2,5)
(-3,5;0)
(3,5;0)
(0 ; -3)
(-2,5 ; -0,5)
(3,5;0)
2 x 75
(0;-3,5)
(-3;-1)
(4 ; -1)
(0 ; -3)
(-3; 1)
(3,5;0)
(0;-3,5)
(-4;-1)
(3,5;0).
Analisis Distribusi Void. Dalam penelitian ini benda uji dipotong menjadi 3 bagian untuk mengetahui kandungan void dalam benda uji yang telah dipadatkan menggunakan variasi lintasan dan tumbukan yang berbeda. 1. Benda uji dalam keadaan utuh
Gambar 18. Hubungan antara jumlah lintasan dan tumbukan dengan nilai VIM
Gambar 19. Hubungan antara jumlah lintasan dan tumbukan dengan nilai VMA.
.
Gambar 20. Hubungan antara jumlah lintasan dan tumbukan dengan nilai VFWA.
2.
Benda uji dalam keadaan dipotong 3 bagian. a. Alat Pemadat Roda Gilas (APRG).
Gambar 21. Hubungan antara bagian benda uji yang dipotong dengan nilai VIM yang dihasilkan Alat Pemadat Roda Gilas ( 15, 30, dan 45 Lintasan).
Gambar 22. Hubungan antara bagian benda uji dengan nilai VMA yang dihasilkan alat pemadat Roda Gilas ( 15, 30, dan 45 Lintasan).
.
Gambar 23. Hubungan antara bagian benda uji dengan nilai VFWA yang dihasilkan Alat Pemadat Roda Gilas ( 15, 30, dan 45 Lintasan). b.
Alat Pemadat Marshall Hammer.
Gambar 24. Hubungan antara bagian benda uji dengan nilai VIM yang dihasilkan alat pemadat Marshall Hammer ( 2 x 25, 2 x 50, dan 2 x 75 Tumbukan).
.
.
Gambar 25. Hubungan antara bagian benda uji dengan Gambar 26. Hubungan antara bagian benda uji dengan nilai VMA yang dihasilkan alat pemadat Marshall Hammer nilai VFWA yang dihasilkan alat pemadat Marshall ( 2 x 25, 2 x 50, dan 2 x 75 Tumbukan) Hammer ( 2 x 25, 2 x 50, dan 2 x 75 Tumbukan) 2 x 25, 2 x 50,dan 2 x 75 Hasil analisis Orientasi agregat dan Distribusi Void. . 1. Orintasi Agregat a. Pengamatan secara horizontal pada alat pemadat APRS adalah ergerakan batu sintetis yang digunakan sebagai indikator pada bagian atas, mengalami pergerakan yang signifikan. Hal ini dikarenakan pada bagian atas terkena langsung gilasan roda baja secara horizontal. Pada bagian tengah dan bawah mengalami pergerakan juga, tapi tidak sesignifikan seperti halnya bagian atas, hal ini dikarenakan tidak terkena langsung oleh gilasan roda baja, hanya menerima penyalaluran rotasi tegangana dari bagian atas yang diterima dari roda gilas. b. Pengamatan secara horizontal pada alat pemadat Marshalll Hammer adalah Pada alat pemadat Marshalll Hammer yang megalami pergerakan orientasi yang besar bukan hanya terjadi pada bagian atas, tapi pada bagian bawah juga. Hal ini dikarenakan proses pemadatan yang diberikan secara vertikal yaitu ditumbuk pada kedua sisinya. c. Pengamatan secara vertikal pada alat pemadat APRS dan Marshalll Hammer adalah Pada alat pemadat Marshall Hammer dapat terlihat dengan jelas penurunan agregatnya karena ditumbuk pada kedua sisinya. Pada alat pemadat APRS juga penurunannya terlihat jelas, tetapi dapat dilihat pada gambar orientasi agregat banyak batu yang berbenturan antara batu di atas, tengah, dan bawah bahkan jaraknya bisa berdekatan. d. Perbedaan alat pemadat APRS dan alat pemadat Marshall Hammer adalah Berdasarkan proses pemadatan dari kedua alat diatas, terdapat perbedaan yang mencolok. Pada alat pemadat APRS bagian atas letak batu sintetis mengalami pergerakan yang signifikan dibandingkan bagian atas pada benda uji yang dipadatkan menggunkan alat pemadat Marshall Hammer. Hal ini dikarenakan dorongan gaya horizontal dan gaya vertikal yang berasal dari gilasan roda baja, serta daya kekang antar agregat ketika dipadatkan menggunakan APRS lebih kecil dibandingkan pemadatan menggunakan Marshall Hammer. Pada bagian tengah dan bawah alat pemadat APRS batu bergeser bahkan saling berbenturan karena mengikuti arah gerak gilasan roda, sehingga batu yang tempat awalnya di atas dapat mengisi ke bawah atau kesamping. Sedangkan pada bagian atas, tengah dan bawah yang dipadatkan menggunakan alat pemadat Marshall Hammer mengalami pergerakan tapi tidak sesignifikan seperti alat pemadat APRS. Hal ini dikarenakan prinsip kerja Marshall Hammer statis, yaitu dengan memberi beban terus menerus dengan cara ditumbuk pada kedua sisinya dengan arah vertikal. Dapat disimpulkan bahwa pada alat pemadat APRS, agregat dapat bergerak dengan bebas ke seluruh arah sampai pemadatan berakhir. Pada alat pemadat Marshall Hammer batu tidak dapat bergerak bebas karena terjadinya tumbukan sehingga hanya menghasilkan penurunan saja 2. Distribusi Void a. Benda uji dalam keadaan utuh Hasil dari penelitian dalam keadaan utuh alat pemadat APRS pada lintasan awal yaitu 15 lintasan menghasilkan VIM 8,92 % sedangkan alat pemadat Marshall Hammer untuk 2 x 25 tumbukan menghasilkan 8,24 %. Pada 30 lintasan alat pemadat APRS menghasilkan VIM 6,89 % dan alat pemadat Marshall Hammer 2 x 50 tumbukan menghasilkan VIM 6,84 %. Pada lintasan yang terkhir yaitu 45 lintasan alat pemadat APRS menghasilkan VIM 5,27% dan alat pemadat Marshall Hammer 2 x 75 tumbukan menghasilkan VIM 4,66 %.
Berdasarkan hasil penelitian dalam keadaan utuh alat pemadat Marshall Hammer lebih merata dalam mendistribusikan agregat. Namun pada dasarnya alat pemadat yang bekerja secara dinamis harus lebih padat daripada alat yang bekerja secara statis. Hal ini dikarenakan proses pemadatan yang dilakukan dengan alat pemadat Marshall Hammer memberikan beban kepada kedua sisinya sehingga campuran aspal panas dapat merata mengisi rongga-rongga yang kosong, dan hal ini tidak terjadi pada alat pemadat APRS. b. Benda uji dipotong menjadi 3 bagian Hasil pada penelitian pada alat pemadat alat pemadat APRS pada lintasan awal yaitu 15 lintasan menghasilkan VIM bagian atas 10,29 %, bagian tengah 9,67 %, dan bagian bawah 8,71 % sedangkan alat pemadat Marshall Hammer untuk 2 x 25 tumbukan menghasilkan VIM bagian atas 11,01 %, bagian tengah 9,17 %, dan bagian bawah 8,81 %. Pada 30 lintasan alat pemadat APRS menghasilkan VIM bagian atas 7,34 %, bagian tengah 8,57 %, dan bagian bawah 7,81 % sedangkan alat pemadat Marshall Hammer 2 x 50 tumbukan menghasilkan VIM bagian atas 4,65 %, bagian tengah 4,38% dan bagian bawah 4,53 %. Pada lintasan yang terakhir yaitu 45 lintasan alat pemadat APRS menghasilkan VIM bagian atas 5,46 %, bagian tengah 5,93 % dan bagian bawah 6,41 % sedangkan alat pemadat Marshall Hammer 2 x 75 tumbukan menghasilkan VIM bagian atas 4,25 %, bagian tengah 4,04%, dan bagian bawah 4,08 %. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa setiap alat dapat mendistribusikan agregat dengan merata atau homogen namun alat pemadat Marshall Hammer mendistribusikannya lebih homogen dibandingkan alat pemadat APRS. c. Jumlah interval lintasan dan tumbukan. 1) Orientasi agregat Alat Pemadat APRS. Pada bagian atas untuk 15 lintasan agregat bergeser jauh dari posisi awal batu diletakan, dikarenakan campuran yang masih panas membuat batu masih bisa bergerak dengan leluasa. Tapi ketika menekati Pada 30 dan 45 lintasan terjadi pergeseran lagi yang semula batu tersebut bergeser jauh, setelah mengalami pemadatan, mulai mendekati ke peletakan awal. Pada bagian tengah untuk 15 lintasan mengalami pergeseran, tapi tidak sesignifikan pada bagian atas. Hal ini dikarenakan pada bagian tengah tidak kontak langsung dengan roda baja, hanya menerima penyaluran tegangan rotasi dari bagian atas. Pada 30 lintasan terjadi pergerekan, bahkan sampai ada batu yang hilang. Hal tersebut terjadi karena mendapatkan tekanan dari atas sehingga batu tersebut bergeser jauh.. Pada bagian bawah untuk 15 lintasan terjadi pergerakan juga, tapi tidak begitu besar seperti halnya pada bagian atas dan tengah. Pada bagian bawah hanya ada pergerakan kecil dikarenakan tekanan yang diberikan semakin kecil. Begitu juga untuk 30 dan 45 lintasan pun sama pergeseran tidak begitu jauh. 2) Orientasi agregat Alat Pemadat Marshall Hammer. Pengaruh jumlah tumbukan pada alat pemadat Marshall Hammer untuk orientasi agregat tidak terlalu signifikan seperti halnya pengruh jumlah lintasan pada alat pemadat APRS. Hal ini dikarenakan pembebanan yang diberikan secara statis yaitu dengan ditumbuk pada kedua sisinya KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Berdasarkan penelitian mengenai perbandingan orientasi agregat campuran asphalt concrete yang dipadatkan menggunakan alat pemadat APRS (Alat Pemadat Roda Gilas) dan Marshall Hammer, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, jumlah lintasan yang digunakan oleh Alat Pemadat Roda Gilas (APRG) untuk menghasilkan benda uji dengan kepadatan yang setara dengan kepadatan benda uji yang dihasilkan alat marshall hammer adalah sebanyak 45 kali lintasan dengan beban 502 Kg. 2. Orientasi agregat campuran aspal concrete yang dipadatkan menggunakan alat pemadat APRS (Alat Pemadat Roda Gilas) dan Marshall Hammer adalah sebagai berikut : a. Berdasarkan analisa foto dan perubahan titik koordinat pada benda uji yang dipotong secara horizontal dan vertikal pada alat pemadat APRS, perilaku pergerakan agregat lebih signifikan dibandingkan dengan benda uji yang dipadatkan menggunkan Marshall Hammer. Hal ini dikarenakan proses pembebanannya dengan memberikan beban gilas, dan memiliki daya kekang antar agregat pada alat pemadat APRS kecil. b. Pada perubahan titik koordinat benda uji yang dipotong secara horizontal dan vertikal pada alat pemadat Marhsall Hammer, perilaku pergerakan agregat cenderung menyebar kesamping. Hal ini dikarenakan proses pembebanan dilakukan aksial secara terus menerus pada kedua sisinya dan tidak dapat mesnsimulasikan
rotasi tegangan. Disamping itu cetakan( mold) pada Marhsall Hammer lebih kecil dari pada APRS, sehingga daya kekang antar agregat sangat tinggi. 3. a. Dalam keadaan utuh Campuran asphalt concrete yang dipadatkan menggunakan alat pemadat Marshall Hammer lebih padat dibandingkan Alat Pemadat Roda Gilas (APRG), dengan melihat persentase distribusi void yang diperoleh pada masing-masing alat. b. Dipotong menjadi 3 bagian Dalam keadaan dipotong menjadi 3 bagian pun sama bahwa alat pemadat Marshall Hammer lebih padat dan lebih homogen dibandingkan alat pemadat APRS. Semakin banyak jumlah lintasan atau tumbukan yang diberikan, semakin rapat pula rongga - rongga yang terdapat pada benda uji. Hal ini dapat dibuktikan pada tabel distribusi void. Semakin besar lintasan atau tumbukan yang diberikan nilai VIM semakin kecil dan nilai VFWA semakin besar dapat disimpulkan bahwa benda uji semakin padat SARAN Berdasarkan praktek penelitian evaluasi distribusi void campuran AC yang dipadatkan dengan Alat Pemadat Roda Gilas (APRG), maka dapat dikemukakan saran saran sebagai berikut : 1. Melakukan pengembangan lagi pada Alat Pemadat Roda Gilas (APRG) supaya lebih efisien dan lebih aman dalam melakukan praktek, terutama penambahan alat inverter untuk pengatur kecepatan, sehingga kecepatannya ketika pemadatan bisa stabil. 2. Untuk peletakan batu indikator (batu sintetis) harus presisi karena sangat berpengaruh terhadap nilai koordinat. 3. Perlu ketelitian ketika pengambilan benda uji (APRG) dengan cara core drill, agar semua batu sintetis dapat ikut terambil. Perlu asisten khusus pada saat melakukan pemadatan campuran aspal dengan Alat Pemadat Roda Gilas (APRG), agar pelaksanaan praktikum lebih terkontrol DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2008, Modul Praktikum Bahan Perkerasan, Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta. Nur Rahman, Tofik., 2010, Analisis Karakteristik Kepadatan Campuran Aspal Agregat (Aspahalt Concrete) yang dipadatkan dengan Stamper. Sukirman, Silvia, 2003, Beton Aspal Campuran Panas, Bandung. Widhismoro, Wahyu., 2012, Studi Prosedur Pemadatan Material Asphalt Concrete Menggunakan Alat Pemadat Roller Slab. Nasyikin, Hafizun., 2012, Evaluasi Distribusi Void Campuran Asphalt Concrete yang Dipadatkan dengan Alat Pemadat Roller Slab. Hartadi Sutanto, Muslich, 2009, Assessment Of Bond Between Asphalt Layers. Kurniawan, Fahrudin,2010, Analisa karakteristik lapisan campuran beton aspal ditinjau dari aspek Properties Marshall Departemen Pekerjaan Umum, 2010, Spesifikasi Umum, Directorat Jendral Bina Marga, Jakarta Rampini, Crispino, 2007, An experimental analysis of the effects of compaction on asphalt, D.I.I.A.R. Transport Infrastructures, Polytechnic of Milan,Milan, Italy. Hunter at al, Pengaruh pemadatan campuran aspal pada orientasi agregat dan kinerja mekanik, Nothingham. Saat Abo Qudais,Mohammad Qudah, 2007, Effect of compaction method on bituminous mixture voids distribution and magnitude, London. Thyagarajan, Tashman, Nam, 2007, The heterogeneity of air void distribution in HMA superpave gyratory specimens, Washington State University, Pullman, Washington, USA Nurhayati Dwi Oky , metode segmentasi untuk analisis citra digital head ct-scan, Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Direktorat Jenderal Perhubungan Darat perhubungan Darat Departemen Perhubungan, 2005, Masterplan Transportasi Darat, Jakartat